Anda di halaman 1dari 3

The Little Princes Journey: Menjelajah Luasnya Alam Pikiran

By: Dana Fahadi

Awalnya, saya sudah berekspektasi bahwa semua buku filsafat fiksi membingungkan, berat, dan susah dicerna otak. Tapi ternyata, ekspektasi saya salah besar. Cara Antoine de Saint Exupery mengemas muatan filsafat dalam buku ini begitu cerdas, sehingga mampu menjadikan sebuah buku cerita fiksi bergenre filsafat menyenangkan untuk dibaca dan mudah untuk dipahami. Malah, awalnya saya sempat

mengira ini buku anak anak. Bagaimana tidak? Mulai dari sampul, bahasa yang digunakan, hingga ilustrasi ilustrasi yang ada di hampir setiap halaman buku kesemuanya mendukung prasangka saya tersebut atas buku ini.

Ternyata saya tidak sepenuhnya salah. Buku yang bergaya campuran antara fabel dan dongeng ini memang bukan secara khusus diperuntukkan bagi anak anak, tapi buku ini membahas filsafat alam dan kehidupan dari sudut pandang anak kecil. Cerita dimulai dengan sudut pandang orang pertama, yang menggambarkan masa kecil si aku. Di mana aku dulunya sangat menyenangi segala sesuatu yang berbau alam. Ia sangat terkagum saat ia mengetahui dari sebuah buku mengenai ular Boa pembelit yang menelan mangsanya bulat bulat tanpa dikunyah, ular itu tidur selama enam bulan penuh untuk membiarkan tubuhnya mencerna makanan tersebut. Aku kemudian membuat sebuah gambar lalu

pertamanya, yaitu gambar Boa pembelit yang sedang tertidur yang beru saja menelan bulat bulat seekor gajah.

Kemudian aku menunjukkan gambar itu kepada orang orang dewasa. Semua tidak mengerti apa sebenarnya gambar tersebut. Agar mereka mengerti, tokoh aku pun lalu membuat gambar yang sama, hanya dengan kulit ular yang digambarkan tembus pandang sehingga gajah di dalam perutnya dapat terlihat. Alih alih kagum, orang orang dewasa malah menyuruh aku agar mempelajari hal hal lainnya yang lebih berguna seperti matematika, sejarah, atau geografi. Subjek terakhir yang disebutkan membawanya menjadi seorang pilot, menjadi seorang dewasa. Suatu hari, pesawat yang dikemudikan aku terjatuh di tengah gurun pasir yang tak berpenghuni. Di situlah ia bertemu dengan the little prince, yang memperkenalkan dirinya dengan cara meminta aku menggambarkan seekor domba. Berkali kali si tokoh aku menggambarkan seekor domba dengan berbagai detil, si little prince selalu menolak gambar tersebut. Sampai akhirnya, aku menggambarkan sebuah kotak kardus dan berkata kepada little prince bahwa si domba berada di dalamnya, barulah ia menerimanya dengan gembira. Kemudian, dengan segala ucapan, perilaku, maupun ceritanya, little prince membawa si tokoh aku kembali ke dunia masa kecil, dimana ia melihat segala sesuatu dengan kenaifan yang tanpa prasangka. Dimana terdapat nol persen kehausan akan materi fisik namun 100 persen hasrat untuk memperoleh pengetahuan baru. Little prince benar benar seperti cerminan masa kecil tokoh aku yang seolah hilang setelah kejadian gambar boa pembelit tadi. Di masa kecil, dunia kita (termasuk saya) penuh dengan imajinasi dan fantasi, dan menganggap seolah hal hal tersebut nyata, dan ada. Seperti gambar boa yang menelan gajah tadi. Jika kita berpikir menggunakan logika seperti layaknya orang dewasa, hal tersebut adalah mustahil. Namun tidak bagi anak anak, yang justru menggunakan pikiran terdalam dan terdasarnya dalam hal itu. Contoh lainnya adalah gambar kotak kardus. Secara terlihat, gambar itu memang kotak kardus, tapi bagi little prince, itu adalah gambar seekor domba, seekor domba dalam kotak kardus, bukan kotak kardus yang berisi domba. Seperti kutipan Rene Descartes yang paling terkenal: cogito ergo sum, sang little prince berpikir tentang domba itu, maka, domba itu ada, nyata baginya, dan seperti filsafat Taoism yang berbunyi: kosong adalah isi, isi adalah kosong, kenaifan pemikiran, seperti yang dimiliki anak anak, bukan berarti kebodohan atau kekosongan, justru kenaifan tersebut adalah ketidakterbatasan yang bisa dimiliki otak manusia. Cukup sulit bagi saya untuk mereview buku ini, selain karena memang saya bukan orang yang cukup filsafatis, cerita ini adalah fiksi, sehingga ratusan makna dapat saja tersimpan, tersirat di balik kata

katanya, dan makna makna tersebut bisa menjadi sangat kompleks, sehingga hanya bisa dipahami oleh pemikiran yang terdasar dan menjadikannya sulit untuk kembali diuraikan dalam bentuk kata kata. Meskipun begitu, harus saya akui, Antoine de Saint Exupery adalah seorang jenius.

Anda mungkin juga menyukai