Anda di halaman 1dari 12

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Saat ini, konstruksi dengan menggunakan baja banyak dilakukan pada jembatan maupun bangunan-bangunan. Hal ini dikarenakan baja mempunyai kekuatan cukup tinggi serta merata. Kekuatan yang tinggi mengakibatkan struktur dibandingkan dengan bahan struktur lainnya. Pada umumnya struktur baja dapat dibongkar untuk kemudian dipasang lagi, sehingga elemen struktur baja dapat dipakai berulang-ulang dalam berbagai bentuk struktur. Selain itu, pengangkutan elemen-elemen struktur ini mudah dikerjakan. Sambungan di dalam kontruksi baja memiliki peran penting karena mempengaruhi kosntruksi baja secara keseluruhan. Maksud dari sambungan sendiri adalah menyatukan batang-batang atau profil-profil menjadi satu kesatuan. Di Indonesia, alat penyambung yang umum digunakan saat ini adalah baut dan las. Namun saat ini penggunaan paku keling sudah sangat sulit ditemukan pada proyek kosntruksi. Sedangkan untuk baut dan las, sampai saat ini masih banyak digunakan. Kedua jenis sambungan tersebut memilki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Disain sambungan harus menggunakan cara yang dapat menghasilkan sambungan yang aman, hemat bahan dan mampu untuk dibuat (sambungan harus praktis). Sambungan yang lebih praktis biasanya akan lebih ekonomis, karena biaya pembuatan akan sangat mempengaruhi hematnya sambungan dan bagian konstruksi itu sendiri. Oleh karena itu, komparasi biaya penyambungan baja dengan las dan baut menjadi hal yang menarik untuk diteliti. yang terbuat dari baja umumnya mempunyai penampang yang lebih kecil sehingga menjadikannya ringan jika

1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang dikemukakan di atas , masalah yang dapat dirumuskan adalah : 1

2
a. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi biaya peyambungan baja? b. Bagaimana cara efektif dalam penyambungan baja?

1.3. Batasan Masalah Batasan masalah meliputi :


a. Para responden yang diteliti adalah konsultan perencana dan kontraktor. b. Penelitian dilakukan pada bangunan-bangunan yang menggunakan baja di daerah

Yogyakarta.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil analisa ini daharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi dan referensi mengenai komparasi biaya penyambungan baja dengan las dan baut pada struktur bangunan agar biaya yang digunakan dapat digunakan seefektif mungkin sehingga berguna bagi pekerja konstruksi maupun perusahaan konstruksi, masyarakat dan peneliti.

1.5. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komparasi biaya penyambungan baja dengan las dan baut untuk mencegah terjadinya pengeluaran biaya yang tidak efektif pada proses penyambungan baja dengan melakukan studi kasus secara mendalam.

3 BAB II LANDASAN TEORI

Baja adalah satu dari bahan konstruksi yang paling penting. Sifat-sifatnya yang paling penting dalam penggunaan kosntruksi adalah kekuatan yang tinggi dibandingkan terhadap setiap bahan lain yang tersedia, dan sifat keliatanya. Kaliatan (ductility) adalah kemampuan untuk mendeformasi secara nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum kegagalan (Bowles, 1985). Bagaimana elemen struktur saling berhubungan sering kali merupakan masalah desain yang kritis, dan hal ini dapat mempengaruhi penentuan sistem struktural dasarnya, khususnya pola serta materialnya. Strategi yang mungkin dalam menggabungkan elemenelemen structural sangat bergantung pada geometrid an sifat fisik elemen-elemen yang akan digabungkan. Alat penyambung yang digunakan di Indonesia adalah baut, paku keling, dan las. Kekakuan sambungan yang dilaksanakan dengan paku keling jauh lebih kaku dibandingkan dengan baut, tetapi pengerjaannya lebih sulit sebab memerlukan pemanasan dan penempaan, yang menimbulkan polusi udara dan suara. Dari ketiga cara penyambungan yang ada di Indonesia, las merupakan penyambungan yang paling kaku. Sambungan diperlukan apabila:
a. Batang standard tidak cukup.

b. Sambungan yang dibuat untuk menyalurkan gaya dari bagian yang satu ke bagian yang lainnya, missal sambungan antara balok dan tiang. c. Sambungan pada struktur Rangka Batang (Varkwerk/truss), dimana batang-batang penyusun saling memebentuk keseimbangan pada satu titik, umumnya diperlukan pelat simpul sebagai media penyambung.
d. Sambungan yang sengaja dibuat untu membuat Sendi Gerber.

e. Untuk membentuk batang tersusun.

4 f. Pada tempat dimana terdapat perubahan dimensi penampang lintang batang, akibat perubahan besarnya gaya batang (Morisco, 1992). Sambungan ikut berperan penting dalam pelaksanaan konstruksi yang menggunakan baja. Kegagalan dalam penyambungan baja dapat mempengaruhi konstruksi secara keseluruhan. Oleh karena sambungan pada baja perlu diperhatikan agar hasilnya aman, hemat dan praktis. Dalam penyambungan baja, ada syarat-syarat sambungan yang harus diperhatikan: a. Harus kuat, aman tetapi cukup hemat. b. Di tempat yang mudah terlihat, sambungan seyogyanya dibuat seindah mungkin. c. Mudah dilaksanakan, baik pada saat paberikasi maupun pemasangannya di lapangan.
d. Karena kekauan dari sambungan paku keling, baut, dan las berbeda, maka pada satu titik

sambungan sebaiknya dihindari penggunaan alat penyambung yang berbeda-beda (Morisco, 1992). Dahulu, pada saat teknologi pengelasan belum berkembang dan belum diyakininya baut sebagai alat penyambung, orang banyak menggunakan paku keling sebagai alat penyambung. Dibandingkan dengan baut, paku keling lebih menjamin kekakuan sambungan akan tetapi pengerjaanya jauh lebih sukar. Sehingga saat ini hampir tidak ada pemancangan paku keling yang digunakan dalam konstruksi alasan:
a. Upah buruh yang diasosiasikan dengan jumlah pekerja pemancang paku keling yang banyak. b. Pemeriksaan teliti yang diperlukan untuk sambungan paku keling dan besarnya biaya yang

yang dibuat berdasarkan

pertimbangan teknik, baik dalam bengkel pembuatan maupun di lapangan, karena beberapa

terlibat dalam menggali keluar paku-paku keling yang tidak baik pemasangannya. c. Perkembangan dan keterandalan yang tinggi dari baut-baut berkekuatan tinggi. d. Perkembangan dan keterandalan yang tinggi dari pengelasan.

5
e. Tingkat bunyi yang tinggi yang diasosiasikan dengan pemancangan paku keling, yang tak

akan dapat diterima (dibiarkan) di bawah standar lingkungan yang berlaku dalam kebanyakan daerah perkotaan (Bowles, 1985). Penyambungan dengan baut tidak lepas dari pembuatan lubang. Saat ini, pembuatan lubang lebih banyak menggunakan alat pelubang hidrolis (Hydraulic Puncher) karena dirasakan lebih cepat dibanding dengan menggunakan pengeboran. Penggunaan alat untuk membuat lubang memberi pengaruh kepada biaya penyambungan. Semakin canggih alat yang digunakan maka akan semakin mahal biaya yang diperlukan untuk melakukan proses penyambungan baja.

Untuk bisa mendapatkan baut yang awet maka dapat dilakukan perawatan seperti berikut :
1. Untuk menghindari karat permanen, bersihkan baut secara berkala dengan cara merendam

baut pada minyak tanah atau bensin, agar kotoran atau karat pada alur baut hilang. Setelah kering gunakan pelumas oli untuk mencegah timbulnya karat. 2. Bila baut sulit dibuka karena karat, bersihkan baut dari kotoran atau korosi yang menggumpal dengan minyak tanah atau cairan penghilang karat, sambil memukul perlahanlahan kepala serta as baut dengan kunci atau obeng. Cara demikian membuat cairan meresap ke sela alur sehingga baut mudah dibuka. 3. Pergunakan kunci ring atau pas dan obeng yang tepat, guna menghindari gugus (slek) baut, seperti penggunaan obeng berujung negatif saat membuka baut berkepala positif. 4. Gunakan kunci momen agar mendapat tingkat pengencangan yang tepat. Hindari pengencangan yang terlalu keras untuk menghindari baut aus. Untuk bisa memperhitungkan biaya penyambungan dengan baut diperlukan refrensi harga baut sehingga saat perhitungan baut dapat digunakan biaya yang efektif dan efisien. Berikut adalah salah satu contoh daftar harga baut :

(Sumber : http://bennyshop.vacau.com/index.php/produk/35-baut-mur/47-daftar-hargabaut-mur)

Pengelasan adalah penggabungan loga dengan cara fusi. Logam leleh yang sangat panas dari batang las ditempelkan pada plat yang disambung. Dengan demikian, titik hubung yang diperoleh akan homogeny dan menerus. Sangat banyak jenis titik hubung las, tetapi sebagian besar meruapakan variasi dari dua jenis dasar, yaitu las tumpul dan las sudut. Kekuatan satu unit panjang las tumpul terhadap tarik sama denga izin material las dalam keadaan tarik dikalikan tebal minimum las. Untuk suatu tebal tertentu, panjang las yang digunakan berbanding langsung dengan beban yang disalurkan. (Schodek, 1999) Sebagaimana dengan baut, penggunaan titik hubung las yang dibebani tidak simetris harus berhati-hati karena pada sistem demikian ada efek torsi. Sebagai contoh, pada profil siku yang dilas ke plat, bebannya kelihatan simetris , begitu pula letak lasnya, tetapi sebenarnya las tersebut menerima beban yang tidak simetris karena titik berat profil tidak simetri. Saat ini bengkel penyedia jasa las untuk baja telah banyak di Indonesia sehingga tidak sulit untuk memperhitungkan biaya untuk las baja. Namun bukan berarti tiap bengkel las 6

7 memiliki mutu yang baik. Oleh karena itu, perencana harus mampu memperhitungkan pengeluaran biaya yang efektif dengan kualitas yang baik.

8 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode analisi deskriptif dan metode sekunder. Metode analisis deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status atau gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan (Suharsimi Arikunto,2005). Jadi tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta yang diteliti di lapangan. Metodologi penetlitian yang digunakan pada penelitian ini dimulai dari pengumpulan data dan pengolahan data, analisis data serta penarikan kesimpulan.

3.1. Metode Analisis Deskriptif


3.1.1.

Pengumpulan Data dan Pengelolahan Data Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah Metode Kuisioner. Teknik pengambilan sampel adalah Random Sampling. Target responden pada penelitan ini adalah kontraktor dan konsultan perencana pada proyek konstruksi di Kota Yogyakarta. Penelitian ini akan membandingkan secara statistik jawaban antara buruh, kontraktor dan konsultan perencana. Faktor-faktor yang telah diidentifikasi, ditanyakan kepada responden dengan menggunakan skala satu (1) sampai dengan lima (5), dimana semakin besar skala, semakin besar pengaruh faktor tersebut terhadap biaya penyambungan baja. Skala penelitian diberikan sebanyak 5 jenjang dan memiliki bobot masing-masing seperti: Skala 1 = Sangat Tidak Berpengaruh (STB) dengan bobot (-100) Skala 2 = Tidak Berpengaruh (TB) dengan bobot (-50) Skala 3 = Netral (N) dengan bobot (0) Skala 4 = Berpengaruh (B) dengan bobot (50) Skala 5 = Sangat Berpengaruh (SB) dengan bobot (100) 8

9 Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, selanjutnya dilakukan pengolahan data. Pertama-tama data itu diseleksi atas dasar reliabilitasnya dan validitasnya. Data yang rendah reliabilitasnya dan validitiasnya serta data yang kurang lengkap digugurkan atau dilengkapai sesuai aturan. Selanjutnya data yang lolos seleksi tersebut disajikan dalam pegolahan serta analisis selanjutnya.

3.1.2.Analisis Data Data hasil olah dianalisis secara sistematik dengan menghitung Rata-rata (Mean), Deviasi Standar (Standard Devinition) dan Varian (Variance).
a. Rata-rata (Mean)

X =

X 1 + X 2 + X 3 + ........... + X n n

Keterangan : X Xn n = Rata-rata nilai faktor = Nilai faktor yang diberikan responden ke-n = Jumlah responden

b. Deviasi Standar (Standard Devinition)

Untuk melengkapi analisis dari data yang telah dikumpulkan, maka akan lebih akurat apabila diukur juga besar kecilnya penyimpangan yang terjadi. Karena seringkali pengukuran dengan mean saja dapat menghasilkan hasil yang sama, tetapi sebenarnya mempunyai penyimpangan yang berbeda. Pengukuran penyimpangan merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tinggi rendahnya perbedaan yang diperoleh rata-ratanya. 9

10
n

S=

(X
i =1

X )2

n 1

Keterangan :

= Deviasi standar

Xi X n

= Nilai faktor yang diberikan responden ke-i = Rata-rata nilai faktor = Jumlah responden

10

11 c. Koefisien Varian (Variance Coefficient)

CV =
Keterangan :

S X

CV = Koefisien variasi

S X

= Deviasi standar = Rata-rata nilai faktor

3.2.Metode Data Sekunder Metode ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder dari kontraktor atau konsultan perencana. Data sekunder tersebut berupa data penyambungan baja pada proyek tersebut beserta biayanya. Kemudian data tersebut di perbandingkan dengan cara melihat banyaknya struktur yang disambung dan biaya yang dikeluarkan untuk itu. Sehingga perbandingan biaya antar penyambungan dengan baja dan penyambungan dengan las dapat diperoleh dan disimpulkan penyambungan mana yang lebih efektif dan efisien.

11

12 DAFTAR PUSTAKA

Morisco. Dr. Ir. dkk., 1992, Bahan Kuliah: Pengetahuan Dasar Struktur Baja Edisi Ke-2, Indonesia, Panguyuban Dosen Baja Yogyakarta.

Bowles, Joseph E., 1985, Desain Baja Konstruksi (Structural Steel Design), Indonesia, Penerbit Erlangga.

Departemen Pekerjaan Umum., 1987, Pedoman Perencanaan Bangunan Baja untuk Gedung, Indonesia, Yayasan Badan Penerbit PU.

Burhan, Ir. Hannis., 1979, Las Dalam Konstruksi Baja, Indonesia, Institut Teknologi Bandung.

Schodek, Daniel L., 1999, Struktur Edisi Kedua, Penerbit Airlangga, Jakarta.

http://bennyshop.vacau.com/index.php/produk/35-baut-mur/47-daftar-harga-baut-mur

12

Anda mungkin juga menyukai