Anda di halaman 1dari 72

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar
penduduk Indonesia bermatapencaharian sebagai petani. Menurut
data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah petani mencapai 44 % dari
total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 46,7 juta jiwa [1].
Tingginya jumlah penduduk Indonesia sebagai petani akan
berdampak pada besarnya jumlah penggunaan pupuk. Kegiatan
pertanian tentunya tidak akan terlepas dari penggunaan pupuk, baik
itu pupuk organik maupun pupuk anorganik [2].
Pupuk organik memiliki banyak kelebihan dibandingkan
dengan pupuk anorganik, yaitu pupuk organik memiliki unsur hara
yang lengkap, baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro dan
pupuk organik mengandung asam-asam organik, hormon dan enzim
yang tidak terdapat dalam pupuk buatan [3]. Salah satu jenis pupuk
organik adalah pupuk organik cair yang berasal dari urin hewan.
Urin hewan yang sering digunakan adalah urin sapi karena jumlah
sapi di Indonesia sebanyak 16.707.053 ekor dan dalam sehari seekor
sapi dapat menghasilkan rata-rata 10 liter urin [4]. Namun, pupuk
organik cair dari urin sapi memiliki kelemahan, yaitu kurangnya
kandungan unsur hara yang dimiliki jika dibandingkan dengan pupuk
buatan, sehingga perlu difermentasi.
Dari hasil penelitian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Bali [5] menunjukkan kadar hara N dan C-organik pada urin yang
difermentasi lebih tinggi dibanding urin yang belum difermentasi,
sehingga urin sapi yang difermentasi lebih baik untuk pupuk cair,
dibandingkan dengan urin sapi yang tidak difermentasi.
Fermentasi adalah proses perubahan dengan menggunakan
mikroorganisme, namun proses ini membutuhkan waktu yang cukup
lama [6]. Sehingga diperlukanya penambahan aktivator. Aktivator
yang dapat meningkatkan kualtitas kompos adalah EM4 (effective
microorganisme). EM4 mengandung bakteri fotosintetik, bakteri
asam laktat, actinomycetes, ragi dan jamur [7]. Akan tetapi EM4
cukup mahal bagi para petani yaitu sekitar Rp 13.500 Rp 25.000
per liternya, maka diperlukanya penelitian untuk membuat aktivator
lain yang dapat dibuat sendiri dan murah dalam proses
2

pembuatannya. Dari beberapa literatur dapat diketahui bahwa MOL
(Mikroorganisme Lokal) dapat digunakan sebagai starter pengganti
EM4.
Larutan MOL mengandung unsur mikro dan makro dan juga
mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan
organik, sehingga MOL dapat digunakan baik sebagai aktivator
pupuk organik. Larutan MOL umumnya dibuat dari buah-buah
busuk seperti pisang, apel, dan mangga [6].
Pada penelitian ini, penulis menggunakan starter MOL dari
buah pisang yang telah busuk. karena menurut hasil perhitungan
statistik hortikultura 2005 oleh Dirjen Hortikultura [8], di Indonesia
pisang memberikan sumbangan produksi terbesar yaitu sekitar
35,02 %, dibandingkan jeruk keprok dan mangga yang hanya
14,54 % dan 9,56 %, dan pisang merupakan jenis buah yang mudah
busuk. Pisang yang sudah busuk akan dibuang begitu saja, maka
diperlukanya pengolahan yang lebih lanjut agar tidak menjadi
sampah. Sehingga pisang yang sudah busuk dapat dimanfaatkan
sebagai starter MOL.
Rasio C/N bahan organik (bahan baku kompos) merupakan
faktor terpenting dalam laju pengomposan. Proses pengomposan urin
sapi akan berjalan baik jika rasio C/N bahan organik yang
dikomposkan sesuai dengan rasio C/N tanah yaitu sekitar 10-12.
Rasio C/N yang terlalu tinggi menyebabkan proses pengomposan
berlangsung lambat. Keadaan ini disebabkan mikroorganisme yang
terlibat dalam proses pengomposan kekurangan nitrogen. Sementara
itu, perbandingan yang terlalu rendah menyebabkan kehilangan
nitrogen dalam bentuk ammonia yang selanjutnya akan teroksidasi
[9].
Oleh karena itu, diperlukan pengkajian mengenai rasio C/N
pupuk organik cair yang dihasilkan dari proses fermentasi urin sapi
menggunakan MOL pisang busuk. Rasio ini kemudian dibandingkan
dengan standar pupuk organik cair untuk mengetahui tingkat
kelayakannya.





3

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka
dirumuskan beberapa permasalahan berikut:
1. Berapa waktu optimum pertumbuhan MOL (mikroorganisme
lokal) dari buah pisang busuk?
2. Bagaimanakah rasio C/N dalam proses fermentasi dari urin sapi
menggunakan MOL (mikroorganisme lokal) dari buah pisang
busuk?
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas,
maka penelitian ini dibatasi pada:
1. Urin sapi yang digunakan dari jenis sapi potong yang berasal
dari kawasan Desa Bumiaji, Batu, Malang.
2. Variasi penambahan gula adalah 15,6 g, 78 g, dan 140,4 g.
3. Variasi konsentrasi mikroorganisme lokal adalah 0 % (v/v), 10 %
(v/v), dan 20 % (v/v).
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui waktu optimum pertumbuhan MOL
(mikroorganisme lokal) dari buah pisang busuk.
2. Mengetahui rasio C/N dalam proses fermentasi dari urin sapi
menggunakan MOL (mikroorganisme lokal) dari buah pisang
busuk.
1.5 Manfaat Penelitian
Dengan dilakukan penelitian ini diharapkan dapat mengetahui
pengaruh waktu inkubasi dan konsentrasi mikroorganisme lokal dari
pisang busuk pada fermentasi urin sapi terhadap rasio C/N. Sehingga
dapat diaplikasikan sebagai acuan dalam fermentasi urin sapi dalam
skala besar.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pupuk Organik
Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik
atau makhluk hidup yang telah mati. Bahan organik ini akan
mengalami pembusukan oleh mikroorganisme sehingga sifat fisiknya
akan berbeda dari semula. Pupuk organik termasuk pupuk majemuk
lengkap karena kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur dan
mengandung unsur mikro [10].
Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan
organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara
tersedia bagi tanaman. Dalam Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006,
tentang pupuk organik dan pembenah tanah, dikemukakan bahwa
pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya
terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan
yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair
yang digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah. Definisi tersebut menunjukkan bahwa
pupuk organik lebih ditujukan kepada kandungan C-organik atau
bahan organik daripada kadar haranya; nilai C-organik itulah yang
menjadi pembeda dengan pupuk anorganik. Bila C-organik rendah
dan tidak masuk dalam ketentuan pupuk organik maka
diklasifikasikan sebagai pembenah tanah organik. Pembenah tanah
atau soil ameliorant menurut SK Mentan ada bahan sintesis atau
alami, organik atau mineral [11].
Pupuk organik mempunyai sangat banyak kelebihan namun
juga memiliki kekurangan bila dibandingkan dengan pupuk buatan
atau anorganik [10].
Kekurangan pupuk organik
1. Kandungan unsur hara jumlahnya kecil, sehingga jumlah pupuk
yang diberikan harus relatif banyak bila dibandingkan dengan
pupuk anorganik.
2. Karena jumlahnya banyak, menyebabkan tambahan biaya
operasional untuk pengangkutan dan implementasinya.
3. Dalam jangka pendek, apalagi untuk tanah-tanah yang sudah
miskin unsur hara, pemberian pupuk organik yang
membutuhkan jumlah besar sehingga menjadi beban biaya bagi
petani. Sementara itu reaksi atau respon tanaman terhadap
5

pemberian pupuk organik tidak se-spektakuler pemberian pupuk
buatan.
Keunggulan pupuk organik
1. Pupuk organik mengandung unsur hara yang lengkap, baik
unsur hara makro maupun unsur hara mikro. Kondisi ini tidak
dimiliki oleh pupuk buatan (anorganik).
2. Pupuk organik mengandung asam - asam organik, antara lain
asam humik, asam fulfik, hormon dan enzim yang tidak terdapat
dalam pupuk buatan yang sangat berguna baik bagi tanaman
maupun lingkungan dan mikroorganisme.
3. Pupuk organik mengandung makro dan mikroorganisme tanah
yang mempunyai pengaruh yang sangat baik terhadap perbaikan
sifat fisik tanah dan terutama sifat biologis tanah.
4. Memperbaiki dan menjaga struktur tanah.
5. Menjadi penyangga pH tanah.
6. Menjadi penyangga unsur hara anorganik yang diberikan.
7. Membantu menjaga kelembaban tanah
8. Aman dipakai dalam jumlah besar dan berlebih sekalipun
9. Tidak merusak lingkungan.
Menurut Simamora [9] pupuk organik cair adalah pupuk yang
berbahan dasarnya berasal dari hewan atau tumbuhan yang sudah
mengalami fermentasi dan bentuk produknya berupa cairan.
Kandungan bahan kimia di dalamnya maksimum 5 %. Penggunaan
pupuk cair memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut :
1. Pengaplikasiannya lebih mudah jika dibandingkan dengan
pengaplikasian pupuk organik padat.
2. Unsur hara yang terdapat di dalam pupuk organik cair mudah
diserap tanaman.
3. Mengandung mikroorganisme yang jarang terdapat dalam
pupuk organik padat.
4. Pencampuran pupuk organik dengan pupuk organik padat
mengaktifkan unsur hara yang ada dalam pupuk organik padat
tersebut.
Sedangkan menurut Hadisuwito [10], kelebihan dari pupuk
organik ini adalah dapat secara cepat mengatasi defesiensi hara, tidak
masalah dalam pencucian hara, dan mampu menyediakan hara secara
cepat.
6

Dibandingkan dengan pupuk anorganik cair, pupuk organik
cair umumnya tidak merusak tanah dan tanaman walaupun
digunakan sesering mungkin. Selain itu, pupuk ini juga memiliki
bahan pengikat, sehingga larutan pupuk yang diberikan ke
permukaan tanah bisa langsung digunakan oleh tanaman [12].

2.2 Urin Sapi
Urin sapi adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal
yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh sapi melalui
proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-
molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk
menjaga homeostasis cairan tubuh. Urin disaring di dalam ginjal,
dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang
keluar tubuh melalui uretra [13].
Urin sapi terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa
metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi organik
(glukosa, asam amino, amonia, kreatinin, asam urat, H
+
, Na
+
, K
+
,
Ca
2+
, Mg
2+
, Cl
-
, HPO
4
2-
, SO
4
2-
, HCO
3-
). Cairan dan materi pembentuk
urin berasal dari darah atau cairan interstisial [13].
Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika
molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke
dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan yang tersisa
mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa
yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh.
Materi yang terkandung di dalam urin dapat diketahui melalui
urinalisis. Urea yang dikandung oleh urin dapat menjadi sumber
nitrogen yang baik untuk tumbuhan dan dapat digunakan untuk
mempercepat pembentukan kompos. Persentase kandungan urin sapi
yang berpotensi pada peningkatan N, P, K ditunjukkan pada gambar
2.1 berikut [13]:

Gambar 2.1. persentase zat didalam urin sapi
7

Hadisuwito [10], melaporkan bahwa jenis dan kandungan hara
yang terdapat pada beberapa kotoran ternak padat dan cair dapat
dilihat pada Tabel 2.1 berikut
Tabel 2.1. Jenis dan kandungan zat hara pada beberapa kotoran
ternak padat dan cair

2.3 Fermentasi
Fermentasi dapat didefinisikan sebagai perubahan gradual oleh
enzim beberapa bakteri, khamir, dan kapang. Fermentasi merupakan
aktivitas mikroorganisme baik aerob maupun anaerob yang mampu
mengubah atau mentransformasikan susunan struktur molekul
menjadi lebih sederhana [14]. Selanjutnya Winarno [15]
mengemukakan bahwa fermentasi dapat terjadi karena ada aktivitas
mikroorganisme penyebab fermentasi pada subtrat organik yang
sesuai, proses ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan tersebut.
Rahman [14], melaporkan bahwa teknologi fermentasi anaerob
untuk skala petani telah banyak dikembangkan, dimana hasilnya
8

pupuk kandang dikonversikan tidak hanya dalam bentuk pupuk
organik cair yang bagus tetapi juga dalam bentuk biogas yang
berenergi tinggi. Prinsip dari fermentasi anaerob ini adalah bahan
limbah organik dihancurkan oleh mikroba dalam kisaran temperatur
dan kondisi tertentu tanpa aerasi.
Proses fermentasi urin sapi dilakukan dengan proses anaerob
(tertutup tanpa tambahan udara dari luar). Proses anaerob tadi
bertujuan untuk menjaga agar ammonia hasil hidrolisis urea tidak
keluar dari lingkungan fermentasi. Gas ammonia diudara akan
diubah oleh bakteri menjadi senyawa yang lebih stabil dan dapat
diserap oleh tanaman. Hasil dari fermentasi tersebut adalah
ammonium klorida (NH
4
Cl), fosfat (PO
4
2-
) dan kalium oksida K
2
O
[15].
Menurut Sutanto [16], fermentasi sering didefinisikan sebagai
proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerobik
yaitu tidak memerlukan oksigen. Karbohidrat akan terlebih dulu
dipecah menjadi unit-unit glukosa dengan bantuan enzim amylase
dan enzim glukosidose, dengan adanya ke dua enzim tersebut maka
pati akan segera terdegradasi menjadi glukosa, kemudian glukosa
tersebut oleh khamir akan diubah menjadi alkohol. Penelitian
sebelumnya, membandingkan sifat dari urin sapi sebelum
difermentasi dengan yang sudah difermentasi. Seperti yang
digambarkan, tabel 2.2 di bawah ini:
Tabel 2.2. Beberapa sifat Urin Sapi Sebelum dan Sesudah
Difermentasi

Berdasarkan hasil pengamatan pada urin yang belum
difermentasi terdapat perbedaan kandungan, diantara keduannya.
Kandungan nitrogen pada saat belum deifermentasi yang memiliki
kandungan unsur hara N adalah 1,4 % dan saat urin telah
difermentasi terjadi peningkatan kandungan jumlah unsur hara N
Perbandingan N (%) Warna Aroma
Sebelum
Fermentasi
1,4 Kuning Menyengat
Sesudah
Fermentasi
2,7 Coklat
Kehitaman
Kurang
Menyengat
9

menjadi 2,7 %. Pada proses fermentasi urin sapi terdapat kelebihan
jika dibandingakan urin yang tidak difermentasi, yaitu meningkatkan
kandungan hara yang terdapat pada urin tersebut yang dapat
menyuburkan tanaman. Selain itu, bau urin yang telah difermentasi
menjadi berkurang baunya dibandingkan dengan sebelumnya
difermentasi [16].

2.4 Mikroorganisme Lokal (MOL)
Larutan EM ditemukan pertama kali oleh Teruo Higa dari
Universitas Ryukyus, Jepang. Larutan EM ini mengandung
mikroorganisme fermentasi yang jumlahnya sangat banyak, sekitar
80 genus dan Mikroorganisme tersebut dipilih yang dapat bekerja
secara efektif dalam memfermentasikan bahan organik. Dari sekian
banyak mikroorganisme, ada lima golongan yang pokok, yaitu
Bakteri Fotosintetik, Lactobacillus sp, Saccharomyces sp,
Actinomycetes, Jamur Fermentasi [17].
Starter yang sering ditemukan di pasaran adalah EM4
(Effective Mikroorganisme 4). EM4 merupakan suatu inokulum yang
mengandung 90% bakteri fermentasi dari genus Lactobacillus
(bakteri penghasil asam laktat). EM4 juga mengandung bakteri
fotosintetik, actinomycetes, jamur fermentasi dan ragi. Semua bakteri
ini dapat hidup bersama dan harmonis dalam suatu kultur cair [18].
EM4 bisa digantikan dengan starter yang dapat dibuat sendiri
dengan memanfaatkan limbah dapur. Starter ini sering disebut
dengan nama MOL (Mikroorganisme lokal). MOL ini mempunyai
fungsi yang sama seperti EM4 [19].
MOL adalah hasil fermentasi yang berbahan dasar dari
berbagai sumberdaya yang tersedia setempat. MOL mengandung
unsur mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang
berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang tumbuhan,
dan sebagai agens pengendali hama dan penyakit tanaman, sehingga
MOL dapat digunakan baik sebagai pendekomposer pupuk hayati
dan sebagai pestisida organik terutama sebagai fungisida [6].
MOL dibuat sangat sederhana yaitu dengan memanfaatkan
limbah dari rumah tangga atau tanaman di sekitar lingkungan
misalnya sisa-sisa tanaman seperti bonggol pisang, batang pisang,
buah nanas, jerami padi, sisa sayuran, nasi basi, dan lain-lain. Bahan
utama dalam MOL teridiri dari 2 jenis komponen, antara lain : [20]
10

1. Karbohidrat : cairan gula merah, cairan gula pasir, air
kelapa/nira
2. Sumber bakteri : keong mas, buah-buahan misalnya tomat,
papaya, dan kotoran hewan.
Ada beberapa cara pembiakan MOL yang mudah dibuat,
yakni : [20]
1. Menggunakan air rebusan kedelai (Air rebusan kedelai 10
liter ditambahkan Gula merah kg )
2. Menggunakan air kelapa (air kelapa 10 liter, gula merah kg,
buah-buahan busuk secukupnya)
3. Menggunakan batang pisang (air kelapa 10 liter, gula merah
kg, batang pisang 0,5 cm )
4. Menggunakan kotoran hewan (kotoran hewan (sapi, kerbau)
10 liter, gula merah kg, dedak/bekatul 5 kg, air kelapa
secukupnya (untuk mengaduk sampai basah)

2.5 Pisang
Pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan
sumber vitamin, mineral dan juga karbohidrat. Pisang dijadikan buah
meja, sale pisang, pure pisang dan tepung pisang. Kulit pisang dapat
dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui proses fermentasi
alkohol dan asam cuka. Daun pisang dipakai sebagi pembungkus
berbagai macam makanan trandisional Indonesia. Batang pisang
dapat diolah menjadi serat untuk pakaian, kertas dsb. Batang pisang
yang telah dipotong kecil dan daun pisang dapat dijadikan makanan
ternak ruminansia (domba, kambing) pada saat musim kemarau
dimana rumput tidak/kurang tersedia. Secara tradisional, air umbi
batang pisang kepok dimanfaatkan sebagai obat disentri dan
pendarahan usus besar sedangkan air batang pisang digunakan
sebagai obat sakit kencing dan penawar racun [21]. Buah pisang
yang sudah busuk dapat digunakan sebagai larutan starter
mikroorganisme lokal.
Menurut hasil penelitan Aegerter [22] pisang memiliki lima
bakteri yaitu lactobacillus bulgaricus, streptococcus thermophilus,
streptococcus faecelis, lactobacillus fermentum, dan leuconostoc
mesenteroides.

11

2.6 Fase Pertumbuhan Bakteri
Dalam fermentasi, bakteri akan tumbuh didalam media biakan
yaitu urin sapi. Setiap jenis bakteri tumbuh didalam media biakan
dengan kecepatan tumbuh yang tidak sama. Fase pertumbuhan
bakteri dapat dibagi menjadi 4 fase, yaitu fase lag, fase logaritma
(eksponensial), fase stasioner dan fase kematian. Hal ini ditunjukkan
pada gambar berikut [23]:

Gambar 2.2. Fase pertumbuhan bakteri

Fase lag merupakan fase penyesuaian bakteri dengan
lingkungan yang baru. Lama fase lag pada bakteri sangat bervariasi,
tergantung pada komposisi media, pH, suhu, aerasi, jumlah sel pada
inokulum awal dan sifat fisiologis mikroorganisme pada media
sebelumnya. Ketika sel telah menyesuaikan diri dengan lingkungan
yang baru maka sel mulai membelah hingga mencapai populasi yang
maksimum. Fase ini disebut fase logaritma atau fase eksponensial
[23].
Fase eksponensial ditandai dengan terjadinya periode
pertumbuhan yang cepat. Setiap sel dalam populasi membelah
menjadi dua sel. Variasi derajat pertumbuhan bakteri pada fase
eksponensial ini sangat dipengaruhi oleh sifat genetik yang
diturunkannya. Selain itu, derajat pertumbuhan juga dipengaruhi oleh
konsentrasi nutrien dalam media, suhu inkubasi, kondisi pH dan
aerasi. Ketika derajat pertumbuhan bakteri telah menghasilkan
populasi yang maksimum, maka akan terjadi keseimbangan antara
jumlah sel yang mati dan jumlah sel yang hidup [23].
12

Fase stasioner terjadi pada saat laju pertumbuhan bakteri sama
dengan laju kematiannya, sehingga jumlah bakteri keseluruhan
bakteri akan tetap. Keseimbangan jumlah keseluruhan bakteri ini
terjadi karena adanya pengurangan derajat pembelahan sel. Hal ini
disebabkan oleh konsentrasi nutrisi yang berkurang dan terjadi
akumulasi produk toksik sehingga menggangu pembelahan sel. Fase
stasioner ini dilanjutkan dengan fase kematian yang ditandai dengan
peningkatan laju kematian yang melampaui laju pertumbuhan,
sehingga secara keseluruhan terjadi penurunan populasi bakteri [23].
Proses fermentasi dengan penambahan variasi waktu
diharapkan bisa mendapatkan hasil yang optimum. Selain itu faktor
penunjang hasil fermentasi, adalah menambahkan sukrosa sebagai
nutrisi mikroba sehingga hasil yang didapat optimum [24].

2.7 Penentuan Kadar C dengan Metode Walkley and Black
Metode Walkley and Black merupakan salah satu metode
penentuan C-organik. Prinsip metode ini adalah, karbon yang
terdapat sebagai bahan organik di dalam urin sapi dioksidasi dengan
larutan Kalium dikromat (K
2
Cr
2
O
7
) 1 N dalam suasana asam. Reaksi
yang terjadi selama oksidasi bahan organik adalah sebagai berikut:
[25].

2 Cr
2
O
7
2-
+ 16 H
+
+ 3 C 4 Cr
3+
+ 8 H
2
O + 3 CO
2
(2.1)

Kemudian untuk mengetahui jumlah dikromat yang bereaksi
ditentukan oleh titrasi dengan larutan ferro sulfat, dan menggunakan
indikator difenilamine sebagai indikator. Reaksi yang terjadi selama
titrasi adalah sebagai berikut: [25].

Cr
2
O
7
2-
+ 14 H
+
+ 6 Fe
2+
2 Cr
3+
+ 6 Fe
3+
+ 7 H
2
O (2.2)

Prinsip titrasi yang digunakan analisa karbon ini adalah, titrasi
redoks. Reaksi oksidasi reduksi, sering digunakan untuk prosedur
analisis volumetrik yang diterapkan untuk senyawa anorganik
maupun organik. Dalam proses tersebut terjadi reaksi ionik yang
sangat cepat, sehingga dapat dilakukan titrasi secara langsung.
Penentuan titik setara titrasi redoks menggunakan indikator visual
[26].
13

Reaksi redoks terjadi secara simultan, suatu spesi yang
mengoksidasi disebut oksidator dan mengalami reduksi. Suatu spesi
yang mereduksi disebut reduktor dan mengalami oksidasi. Tidak ada
reduktor atau oksidator yang absolut, pada suatu reaksi suatu spesi
dapat bertindak sebagai oksidator dan pada suatu reaksi lain spesi itu
dapat bertindak sebagai reduktor [26].
Kurva titrasi redoks, adalah kurva yang menggambarkan
perubahan potensial redoks terhadap jumlah peniter yang
ditambahkan. Makin besar perbedaan potensial baku (E) antara
oksidator dan reduktor maka makin besar perubahan potensial pada
titik setara (TS). Makin tajam perubahan potensial redoks pada TS
makin mudah titik akhir (TA) titrasi diamati. Makin besar beda
potensial baku titran dan analit, semakin besar Keq dan
menyebabkan reaksi cepat dan sempurna [26].

2.8 Penentuan Kadar N dengan Metode Kjeldahl
Penerapan jumlah protein secara empiris yang umum
dilakukan adalah dengan menentukan jumlah N yang terkandung
oleh suatu bahan. Penenntuan protein berdasarkan jumlah N
menunjukan protein kasar karena selain protein juga terikut senyawa
N bukan protein misalnya urea, asam nukleat, ammonia, nitrat, nitrit,
asam amino, amida, purin dan pirimidin. Penentuan cara ini yang
paling terkenal adalah cara Kjeldahl yang dalam perkembanganya
terjadi modifikasi misalnya oleh gunning dan sebagainya [27].
Analisa protein cara kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tga
tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi, dan proses titrasi [28].

1. Proses Destruksi
Pada tahap ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat
sehingga terjadi destruksi menjadi unsure-unsurnya. Unsur kerbon,
hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO
2
, dan H
2
O. sedangkan nitrogen
akan berubah menjadi (NH
4
)
2
SO
4
. Asam sulfat yang dipergunakan
untuk destruksi diperhitungkan adanya bahan protein lemak dan
karbohidrat. Sampel yang dianalisa sebanyak 0,4 35 g atau
mengandung nitrogen sebanyak 0,02 0,04 g. Untuk cara mikro
kjeldahl bahan tersebut lebih kecil sedikit lagi yaitu 10 30 mg.
Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan
katalisator yaitu selenium. Selenium dapat mempercepat proses
oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah
14

mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau
sebaliknya. Penggunaan selenium lebih reaktif debandingkan
merkuri dan kupri sulfat tetapi selenium memiliki kelemahan yaitu
karena sangat cepatnya oksidasi maka nitrogennya justru mungkin
ikut hilang. Hal ini dapat diatasi dengan pemakain selenium yang
sangat sedikit yaitu kurang dari 0,25 g. Proses destruksi sudah selesai
apabila larutan menjadi jernih atau tidak berwarna.

2. Proses Destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi
ammonium dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan
dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating
ataupun pemercikan cairan atau timbunya gelembung gas yang besar
maka dapat ditambahkan logam zink. Ammonium yang dibebaskan
selanjutnya akan ditangkap oleh larutan standar. Asam standar yang
dapat dipakai adalah asam klorida atau asam borat 4% dalam jumlah
yang berlebihan.agar supaya kontak antara asam dengan ammonia
lebih baik maka diusahakan ujung tabung tercelup sedalam mungkin
dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih maka
diberi indikator misalnya BCG + MR, atau PP. Destilasi diakhiri bila
semua ammoniak telah terdestilasi sempurna dengan ditandai destilat
tidak bereaksi basa.

3. Proses Titrasi
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka
banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat
diketahui dengan titrasi dengan mengggunakan asam klorida 0,1 N
dengan indikator BCG + MR, akhir titrasi ditandai dengan perubahan
warna larutan dari biru menjadi merah muda. Selisih jumlah titrasi
sampel dan blanko merupan jumalah ekuivalen nitrogen (Sudarmadji,
1989)
Reaksi yang terjadi dalam analisa ini adalah:
Tahap Destruksi
(C,H,O,N)
n
+ H
2
SO
4(P)
(NH
4
)
2
SO
4
+SO
2
+ CO
2
+ H
2
O (2.3)
Larutan Jernih
Tahap Destilasi
(NH
4
)
2
SO
4
+ 2 NaOH 2NH
4
OH + Na
2
SO
4
(2.4)
NH
4
OH NH
3(g)
+H
2
O (2.5)
15

NH
3(g)
NH
3(l)g
(2.6)

(Indikator phenolphthalein)
2 NH
3
+ 4H
3
BO
3
(NH
4
)
2
B
4
O
7
+ 5 H
2
O (2.7)

Tahap Titrasi
(NH
4
)
2
B
4
O
7
+ HCl (NH
4
)
2
Cl + H
2
B
4
O
7
(2.8)

(Jernih)
2.9 Rasio C/N
Rasio C/N adalah perbandingan kadar karbon (C) dan kadar
nitrogen (N) dalam satu bahan. Semua makhluk hidup terbuat dari
sejumlah besar bahan karbon (C) serat nitrogen (N) dalam jumlah
kecil. Unsur karbon dan bahan organik (dalam bentuk karbohidrat)
dan nitrogen (dalam bentuk protein, asam nitrat, amoniak dan lain
lain), merupakan makanan pokok bagi bakteri anaerobik. Unsur
karbon digunakan untuk energi dan unsur nitrogen untuk
membangun struktur sel dan bakteri. Bakteri memakan habis unsur C
30 kali lebih cepat dari memakan unsur N [29].
Nutrisi merupakan faktor yang berpengaruh besar dalam
sintesis dan pertumbuhan sel serta dalam aktivitas enzim yang
dihasilkan oleh bakteri untuk mendegradasi polutan. Beberapa nutrisi
penting yang dibutuhkan mikroorganisme adalah karbon, nitrogen,
dan fosfor. Pada dasarnya semua mikroorganisme memerlukan
karbon sebagai sumber energi untuk aktivitasnya. Nitrogen dan
fosfor merupakan penyusun senyawa-senyawa penting dalam sel
yang menentukan aktivitas pertumbuhan mikroorganisme. Ketiga
unsur ini harus ada dalam rasio yang tepat agar tercapai pertumbuhan
bakteri yang optimal. Rasio C/N yang rendah (kandungan unsur N
yang tinggi) akan meningkatkan emisi dari nitrogen sebagai
amonium yang dapat menghalangi perkembangbiakan bakteri.
Sedangkan rasio C/N yang tinggi (kandungan unsur N yang rendah)
akan menyebabkan proses degradasi berlangsung lebih lambat
karena nitrogen akan menjadi faktor penghambat [30].

2.10 Turbidimeter
Turbidimetri adalah metode untuk menentukan banyaknya
cahaya yang diabsorbsi suatu suspensi. Turbiditas merupakan sifat
optik akibat dispersi dari sinar dan dapat dinyatakan sebagai
perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang datang.
16

intensitas cahaya yang dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi
konsentrasi jika kondisi lainnya konstan [31].
Turbidimeter merupakan alat yang digunakan untuk menguji
kekeruhan, yang biasanya dilakukan pengujian adalah pada sampel
cairan misalnya air.
Ada dua cara perhitungan jumlah mikrobia yaitu perhitungan
secara langsung dan perhitungan secara tidak langsung [32]. Ada
beberapa cara perhitungan mikrobia secara langsung yaitu
menggunakan counting chamber, menggunakan cara pengecatan dan
pengamatan di bawah mikroskop, dan cara lainnya dengan
menggunakan filter membran.
Cara menghitung mikrobia secara tidak langsung dipakai
untuk menentukan jumlah mikrobia secara keseluruhan, baik yang
hidup maupun yang mati atau hanya untuk menentukan jumlah
mikrobia yang hidup saja, tergantung cara yang digunakan.
Untuk menentukan jumlah mikrobia yang hidup dapat dilakukan
setelah suspensi bahan atau biakan mikrobia diencerkan beberapa
kali dan ditumbuhkan dalam medium dengan cara tertentu
tergantung dari macamnya bahan dan sifat mikrobia [33].
2.11 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah fermentasi
urin sapi menggunakan starter MOL dapat meningkatkan kadar N
dan C pada urin sapi. Rasio C/N dari urin yang difermentasi sesuai
dengan standar rasio C/N tanah.
17

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Jurusan
Kimia Fakultas MIPA Universitas Brawijaya Malang. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Agustus tahun 2011.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
3.2.1 Bahan penelitian
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah gula
pasir, pisang busuk, Tabelt Kjedahl, Asam sulfat pekat (H
2
SO
4
),
Akuades, NaOH 50%, Larutan H
3
BO
3
3%, larutan ferro sulfat, lautan
K
2
Cr
2
O
7
1N, larutan indikator difenilamine, larutan HCl 0,01N, dan
indikator phenolphtalein.

3.2.2 Alat penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca
analitik, labu takar 25 mL, 50 mL, 100 mL, 250 mL, pipet ukur 10
mL, turbidimeter, erlenmeyer 250 mL, botol semprot, spatula, kolom,
buret, corong gelas, mortar, gelas arloji, gelas kimia.

3.3 Tahapan Penelitian
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Preparasi alat dan bahan
2. Pembuatan larutan starter MOL dari pisang busuk
3. Menentukan kondisi optimum starter
4. Fermentasi urin sapi dengan starter MOL dari pisang busuk
5. Analisis kadar nitrogen dengan metode Kjedahl
6. Analisis kadar karbon dengan metode Walkley and Black
7. Menentukan rasio C/N
8. Analisis data
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Preparasi Larutan
Preparasi bahan (larutan) pada penelitian ini dilampirkan pada
bagian lampiran 3.

3.4.2 Pembuatan starter MOL
Pisang segar dipisahkan dengan kulitnya dan dipotong kecil-
kecil, selanjutnya didiamkan sampai pisang membusuk. Pisang
18

busuk ditimbang 100 gram sebanyak tiga kali, kemudian dimasukkan
kedalam toples yang berisi aquades 100 mL dan variasi gula pasir
tiap toples 15,6 gram, 78 gram, dan 140,4 gram. Direndam selama
tujuh hari dengan keadaan toples tertutup (anaerob), selama delapan
hari setiap hari larutan di ukur turbiditasnya menggunakan
turbidimeter untuk mengetahui fase pertumbuhan bakteri yang
terdapat pada MOL.

3.4.3 Fermentasi Urin Sapi
Urin sapi yang masih segar 200 mL dituangkan dalam gelas
kimia 250 mL dan ditambahkan starter larutan MOL dengan variasi
penambahan starter MOL sebanyak 0 %, 10 %, dan 20 %.
Selanjutnya semua urin sapi yang telah ditambahkan starter MOL
difermentasi selama 7 hari. Dilakukan triplo pada setiap perlakuan.

3.4.4 Uji Kandungan
3.4.4.1 Uji kandungan nitrogen
Sampel yang telah difermentasi, diambil sebanyak 1 ml ke
dalam labu kjedahl. Setelah itu, dimasukkan pula tabelt kjedahl
1gram dan ditambahkan pula batu didih. Kemudian dimasukkan 8 ml
H
2
SO
4
pekat lalu dikocok. Setelah itu didestruksi, dengan alat
pemanas destruksi, sampai warna hijau jernih, tabung diangkat dan
didinginkan. Selanjutnya dilakukan destilasi, hasil dari destruksi
dimasukkan kedalam tabung destilasi dan ditambahkan 10 ml NaOH
50 %. Destilat ditampung kedalam erlenmeyer 250 ml yang berisi 5
ml asam boraks (H
3
BO
3
) serta indikator phenolphthalein. Destilasi
dilakukan selama 3 menit. Destilat hasil destilasi dititrasi dengan
HCl 0,01 N hingga larutan menjadi jernih.

3.4.4.2 Uji Kandungan C-Organik
Pengujian blanko, dilakukan dengan mengambil urin sapi
terfermentasi tanpa penambahan MOL sebanyak 1 mL ke dalam labu
erlenmeyer kemudian ditambahkan larutan K
2
Cr
2
O
7
sebanyak 10 mL,
dan ditambahkan larutan H
2
SO
4
sebanyak 20 mL serta dikocok.
Kemudian direfluks sampai 30 menit, lalu ditambahkan indikator
difenilamin sebanyak 1 ml. Sampel dititrasi dengan menggunakan
larutan ferrosulfat 0,5 M hingga berwarna hijau. Kemudian ditambah
lagi dengan K
2
Cr
2
O
7
0,5 ml dan dititrasi kembali dengan ferrosulfat
sampai berubah warna larutan menjadi hijau kembali, lalu volume
19

titran dicatat. Hal yang sama dilakukan pula untuk pengujian sampel
urin sapi terfermentasi dengan penambahan MOL 10 % dan 20 %,
dengan volume 1 ml.

3.4.4.3 Menghitung rasio C/N
Setelah didapatkan kandungan nitrogen dan karbon dalam urin
sapi yang telah difermentasi, dihitung rasio C/N dengan membagi
nilai karbon dengan nitrogen.

3.4.5 Analisis Data
Data yang diperoleh dari rasio C/N urin sapi terfermentasi
dianalisis dengan menggunakan analisis ragam acak lengkap (RAL),
dan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) 5 %.
20

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.1 Penentuan Kondisi Optimum Pertumbuhan MOL
Penentuan kondisi optimum pertumbuhan MOL dilakukan
selama delapan hari dengan mengukur Optical Density MOL
menggunakan turbidimeter. Hasil ditunjukan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Penentuan kondisi optimum pertumbuhan MOL
Gula (g)
Optical Density (NTU)
Hari
Ke - 1
Hari
Ke - 2
Hari
Ke - 3
Hari
Ke - 4
Hari
Ke - 5
Hari
Ke - 6
Hari
Ke - 7
Hari
Ke - 8
15,6 0,117 0,120 0,143 0,430 0,47 0,547 0,623 0,393
78 0,197 0,227 0,270 0,440 0,473 0,610 0,717 0,517
140,4 0,217 0,237 0,303 0,453 0,570 0,617 0,720 0,477

Pada tabel 4.1. dapat diketahui bahwa pada hari kedelapan
nilai optical density mulai menurun apabila dibandingkan nilai
optical density pada hari ketujuh, sehingga dapat diketahui bahwa
jumlah MOL menurun atau sudah memasuki fase kematian pada hari
kedelapan. Kondisi pertumbuhan mikroorganisme local optimum
pada hari ketujuh dengan ditandai nilai optical density tertinggi
dibandingkan dengan hari yang lain.
Pada variasi penambahan gula, larutan MOL dengan
penambahan gula 15,6 g dihasilkan mikroorganisme lokal lebih
sedikit dibandingkan dengan penambahan gula 78 g dan 140,4 g
dikarenakan pertumbuhan MOL pada penambahan gula 15,6 g
kekurangan nutrisi sehingga pertumbuhan MOL tidak dapat
maksimal, sedangkan larutan MOL dengan penambahan gula 78 g
didapatkan mikroorganisme yang tidak jauh berbeda dibandingkan
dengan penambahan gula 140,4 g, itu dimungkinkan karena sisi aktif
enzim yang terdapat pada MOL dengan penambahan gula 78 g sudah
berikatan secara maksimal dengan gula, sehingga apabila
ditambahkan gula lebih dari 78 g maka tidak ada pengaruh yang
besar terhadap pertumbuhan mikroorganisme lokal, sehingga dapat
diketahui bahwa penambahan gula yang tepat pada penambahan 78 g.
Gambar 4.1. menunjukkan kondisi optimum pertumbuhan MOL.
21



Gambar 4.1. Grafik penentuan kondisi optimum pertumbuhan MOL

Penentuan pertumbuhan MOL dapat ditentukan dengan tingkat
kekeruhan larutan menggunakan turbidimeter [33]. Apabila larutan
semakin keruh maka dapat diketahui bahwa pada larutan tersebut
terdapat pertumbuhan MOL. Dasar teknik ini adalah banyaknya
cahaya yang diteruskan sebanding dengan banyaknya MOL yang
terdapat pada larutan, semakin keruh larutan tersebut maka MOL
pada larutan semakin banyak.
Penambahan gula digunakan sebagai sumber nutrisi untuk
mikroorganisme, sehingga mikroorganisme dapat tumbuh secara
optimal dan cepat pada larutan urin sapi. Penambahan gula yang
tepat pada perendaman mikroorganisme lokal sangat berpengaruh
pada proses pertumbuhan mikroorganisme, apabila penambahan gula
terlalu sedikit maka mikroorganisme tidak dapat berkembang biak
secara optimal karena kekurangan nutrisi sebagai sumber makanan
MOL.
Berdasarkan analasis data dengan menggunakan metode RAL
dan uji BNT yang terdapat pada lampiran L.7.2 terhadap
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
0.45
0.5
0.55
0.6
0.65
0.7
0.75
0.8
0 2 4 6 8 10
15,6 gram
78 gram
140,4 gram
22

penambahan gula pada starter MOL sebanyak 15,6 g, 78 g, dan 140,4
g menunjukkan adanya perberdaan nyata pada setiap perlakuan.

4.2 Fermentasi Urin Sapi
Bentuk fisik dari urin sapi sebelum dan sesudah fermentasi
pada hari ketujuh ditunjukan pada tabel 4.2. Warna urin sapi setelah
fermentasi menjadi lebih keruh dan tidak terlalu bau dibandingkan
dengan urin sebelum fermentasi.
Tabel 4.2. Bentuk fisik urin sapi sebelum fermentasi dan setelah
fermentasi hari keetujuh
Sebelum
fermentasi
Setelah fermentasi
MOL 0% MOL 10% MOL 20%
Warna Kuning
jernih
Kuning
Jernih
Hitam Hitam
Aroma Sangat
menyengat
Sangat
menyengat
Tidak
menyengat
Tidak
menyengat
Kanampakan
Fisik
Encer Encer Encer Encer

Perubahan warna urin sapi dari berwarna kuning jernih
menjadi hitam disebabkan terjadinya perkembangbiakan
mikroorganisme lokal yang terdapat di dalam urin, semakin keruh
urin sapi maka semakin banyak mikroorganisme yang didapat.
Sedangkan bau urin yang tidak menyengat disebabkan karena
ammonia didalam urin diubah oleh bakteri menjadi nitrat dan nitrit.
Proses oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat berlangsung
pada kondisi aerob. Oksidasi ammonia menjadi nitrit dilakukan oleh
bakteri Nitrosomonas, sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat
dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. Kedua jenis bakteri tersebut
merupakan bakteri kemotrofik, yaitu bakteri yang yang mendapatkan
energi dari proses kimiawi. Oksidasi ammonia menjadi nitrit
ditunjukan dalam persamaan berikut:
2NH
3
+ 3O
2
2NO
2

+ 2H
+
+ 2H
2
O (4.1)
Sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat ditujukan dalam persamaan
berikut:
2NO
2
-
+ O2 2NO
3
-
(4.2)

23

4.3 Penentuan Kadar karbon
Penentuan kadar karbon organik dilakukan menggunakan
metode Walkley and Black, dengan penambahan MOL 0%, 10%,
dan 20% pada urin sapi terfermentasi. Tabel 4.3. menunjukkan kadar
karbon urin sapi yang difermentasi selama tujuh hari.
Tabel 4.3. Kadar karbon organik dari urin sapi terfermentasi
Penambahan
Starter (%)
(v/v)
Kadar C-Organik (%) (v/v)
Gula 15,6 g Gula 78 g Gula 140,4 g
0 0,00089
10 0,66 1,20 1,17
20 0,68 1,31 1,35

Berdasarkan tabel 4.4. dapat diketahui bahwa kadar karbon
tampa penambahan starter MOL hanya didapatkan 0,00089 % (v/v),
sedangkan dengan penambahan starter didapatkan kadar karbon yang
jauh lebih besar. Perbedaan kadar karbon yang cukup besar tersebut
dikarenakan pada urin sapi yang ditambahakan starter mengalami
proses fermentasi yang jauh lebih cepat. Kadar karbon paling besar
diperoleh dari starter 20 % dengan penambahan gula 140,4 g yaitu
1,35 % (v/v). Perubahan kadar karbon pada urin sapi terfermentasi
dikarenakan sukrosa pada gula diubah oleh MOL (Saccharomyces
Cerevisiae) menjadi glukosa dan fruktosa, selanjutnya dirubah
kembali oleh Saccharomyces Cerevisiae menjadi etanol, dan etanol
dirubah menjadi asam asetat oleh bakteri Acetobacter, sehingga
kadar karbon yang didapat ketika teroksidasi lebih banyak.
Reaksi yang terjadi sebagai berikut:[34]
C
12
H
22
O
11
+ H
2
O C
6
H
12
O
6
+ C
6
H
12
O
6
(4.3)
sukrosa glukosa fruktosa
C
6
H
12
O
6
2 C
2
H
5
OH + 2 CO2 (4.4)
glukosa/fruktosa etanol
C
2
H
5
OH + O
2
CH
3
COOH + H
2
O (4.5)
etanol asam asetat

4.4 Penentuan Kadar Nitrogen
Penentuan kadar nitrogen dilakukan menggunakan metode
Kjeldahl, dengan penambahan MOL 0%, 10%, dan 20% pada urin
sapi terfermentasi. Tabel 4.4. menunjukkan kadar nitrogen urin sapi
yang difermentasi selama tujuh hari.
24


Tabel 4.4. Kadar nitrogen organik dari urin sapi terfermentasi
Penambahan
Starter (%)
Kadar Nitrogen (%) (v/v)
Gula 15,6 g Gula 78 g Gula 140,4 g
0 0,01
10 0,093 0,133 0,137
20 0,083 0,145 0,151

Berdasarkan tabel 4.5. dapat diketahui kadar nitrogen urin sapi
terfermentasi tanpa penambahan starter hanya sebesar 0,01 %
sedangkan kadar nitrogen urin sapi terfermentasi dengan
penambahan starter cukup besar yaitu berkisar antara 0,093 %
sampai 0,151 % dan sesuai dengan standar Menteri Pertanian bahwa
kadar nitrogen pada pupuk organik tidak melebihi 2 %.
Terdapat dua faktor penyebab Perubahan kadar nitrogen pada
urin sapi, yang pertama berasal dari penambahan MOL yang
mengandung nitrogen dan kedua, nitrogen pada urin sapi sebelum
fermentasi yang masih berbentuk protein dipecah oleh bakteri
menjadi beberapa asam amino dengan proses aminisasi, selanjutnya
terjadi proses amonifikasi dengan perubahan asam amino menjadi
amoniak. Proses aminisasi ditunjukan dalam persamaan berikut:
Protein R-NH
2
+ CO
2
(4.6)
Proses amonifikasi ditunjukan dalam persamaan berikut:
R-NH
2
+ H
2
O NH
3
+ ROH (4.7)

4.5 Penentuan Rasio C/N
Rasio C/N merupakan sarat penting dalam pengomposan,
karena apabila rasio C/N terlalu tinggi maka proses pengomposan
berlangsung sangat lambat, begitu juga apabila rasio C/N terlalu
rendah maka akan kehilangan nitrogen dalam bentuk ammonia yang
selanjutnya akan teroksidasi. Tabel 4.5. menunjukkan hasil rasio C/N
urin sapi terfermentasi.
Tabel 4.5. Rasio C/N urin sapi terfermentasi
Penambahan
Starter (%)
Rasio C/N
Gula 15,6 g Gula 78 g Gula 140,4 g
0 0,089
10 7,06 9,02 8,54
20 8,92 9,03 8,94
25

Berdasarkan tabel 4.6. dapat diketahui bahwa rasio C/N paling
tinggi didaptkan dari starter 20 % (w/w) dengan penambahan gula 78
g, yaitu dengan nilai rasio C/N 9,03. Pada penambahan gula 140,4 g
didapatkan nilai rasio C/N yang lebih kecil dibandingkan dengan
penambahan gula 78 g karena pada penambahan gula 140,4 g
diperoleh kadar nitrogen yang cukup besar dibandingkan kadar
karbon yang didapat, sehingga membuat nilai C/N rendah.
Rasio C/N yang didapat dari penelitian ini mendekati standar
rasio C/N tanah yaitu 10-12. Rasio C/N yang didapat masih rendah
dikarenakan kadar karbon berkisar 0,093 % sampai 1,51 % dan tidak
sebanding dengan kadar nitrogen. Kadar karbon urin sapi
terfermentasi yang dihasilkan rendah dikarenakan mikroorganisme
tidak dapat tumbuh secara optimal. Kandungan nitrogen pada urin
sapi yang cukup tinggi dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme.
























26

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian, dapat diambil kesimpulan bahwa;
1. Waktu optimum pertumbuhan MOL (mikroorganisme lokal) dari
buah pisang busuk terjadi pada hari ketujuh dengan penambahan
gula 78 g dengan nilai optical density 0,717 NTU
2. Rasio C/N maksimum pada hari ketujuh di dapatkan pada
penambahan sukrosa sebanyak 78 gram, dan penambahan starter
sebanyak 20 % (v/v). Rasio C/N adalah sebesar 9,03.

5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, agar urin sapi hasil
fermentasi dapat dijadikan pupuk cair dan menghasilkan rasio C/N
yang optimum sesuai dengan rasio C/N tanah 10-12, sebaiknya perlu
penambahan variasi waktu fermentasi, penambahan starter MOL
lebih dari 20 % (v/v), dan pengukuran PH, sehingga didapatkan
rasio C/N 10-12.
27

DAFTAR PUSTAKA

[1]Saragih, Henry, 2009, Peringatan Hari Perjuangan Petani
Internasional: Legislasi perlindungan petani sebagai
pengakuan dan pemenuhan hak asasi petani.
http://www.spi.or.id/?p=915. 9 Agustus 2011

[2]Rosmarkam, Afandhie, dan Yuwono, Nasih Widya, 2002. Ilmu
Kesuburan Tanah. Kanikus. Yogyakarta.

[3]Murdowo, J. 2004. Urin Sapi untuk Pestisida.
http://www.suaramerdeka.com/barisan/0408/slo28htm. 9
Agustus 2011

[4]Depertemen Pertanian. 2011. Populasi Sapi dan Kerbau
Indonesia 16, 7 Juta Ekor.
http://www.deptan.go.id/news/detail.php?id=884;. 30
Agustus 2011

[5]Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali.2008. Membuat
Pupuk Cair Bermutu.
http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr306083
.pdf. 9 Agustus 2011

[6]Purwasasmita M. 2009. Mengenal SRI (System of Race
Intensification). http://sukatani-banguntani.blogsport.com/.
9 Agustus 2011

[7]Siburian, R., 2009, Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Inkubasi
EM4 Terhadap Kualitas Kimia Kompos, Skripsi,
Universitas Nusa Cendana, Kupang.

[8]Direktorat Jendral Holtikultura. 2006. Kinerja Ditjen
Hortikultura Tahun 2005.
http://hortikultura.go.id/index.php?option=com_content&tas
k=view&id=56&Itemid=214. 9 Agustus 2011

28

[9]Simamora, S., Salundik, Sriwahyuni dan Surajin. 2005. Membuat
Biogas Pengganti Bahan Bakar Minyak dan Gas dari
Kotoran Ternak. Agromedia Pustaka. Bogor.

[10]Hadisuwito, S. 2007. Membuat Pupuk Kompos Cair. PT.
Agromedia. Jakarta.

[11]Indrakusuma. 2008. Proposal Pupuk Organik Cair Supra
Alam Lestari. PT Surya Pratama Alam. Yogyakarta.

[12]Prihmantoro, H. 1996. Memupuk Tanaman Buah. Cetakan I.
Penebar Swadaya. Jakarta.

[13]Agusuryani, S. 1995. Pengaruh Konsentrasi Urine Sapi dan
Dosis Pupuk Kandang Ayam Terhadap Pertumbuhan
dan Produksi Tanaman Semangka Non Biji. Skripsi.
Universitas Santo Thomas. Medan.

[14]Rahman. 1989. Memupuk Tanaman Sayuran. Penebar
Swadaya. Jakarta.

[15]Winarno, F. G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz, 1980. Pengantar
Teknologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
[16]Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Konisius.
Yogyakarta.

[17]Indriani, Y. H., 2007, Membuat Kompos Secara kilat. PT
Penebar Swadaya, Jakarta.
[18]Hadijaya. 1994. Analisis Mikroorganisme EM-4. Laboratorium
Terpadu Divisi Mikrobiologi IPB, Bogor.
[19]Purwanto, A. 2008. Membuat Kompos dalam Karung.
http://konservasi39.multiply.com/journal/item/165/Membuat
_Kompos_dalam_Karung. 9 Agustus 2011.
[20]Sobirin, 2007, Beternak Mikroorganisme Lokal,
http://clearwaste.blogspot.com/2007/12/beternak-mikro-
organisme-lokal.html, 9 Agustus 2011
29


[21]Rismunandar, 1990. Bertanam Pisang. C.V. Sinar Baru.
Bandung.

[22]Aegerter, P. and Charles Dunlap. 1980. Culture of Five
Commonly Used Acid-Producing Bacteria on Banana
Pulp.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC291455/pdf/a
em00235-0009.pdf. 15 Agustus 2011

[23]Volk, W. A., dan Wheeler, M. F.. 1993. Mikrobiologi Dasar,
Jilid I, Ed ke-5. Erlangga. Jakarta.

[24]Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan Yang Efekif. Agromedia
Pustaka. Jakarta.

[25]Sleutel S, De Neve S, Singier B, Hofman G (2007)
Quantification of organic carbon in soils: A comparison
of methodologies and assessment of the carbon content of
organic matter. Communications in Soil Science and Plant
Analysis 38, 2647-2657.
[26]Keenan, C.W., 1986. Ilmu Kimia Universitas Edisi Keenam.
diterjemahkan oleh: Aloysius Pudjaatmaka. Erlangga.
Jakarta.

[27]Fauzi, Ahmad, 2008, Analisa Kadar Unsur Hara Karbon
Organik Dan Nitrogen Dalam Tanah Perkebunan
Kelapa Sawit Bengkalis Riau, Skripsi, Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Sumatera Utara, Medan.

[28]Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Penerbit Liberty. Yogyakarta.

[29]Yuwono, D. 2006. Kompos Dengan Cara Aerob Maupun
Anaerob Untuk Menghasilkan Kompos yang Berkualitas,
Penebar Swadaya. Jakarta.
30

[30]Alexander, Martin. 1994. Biodegradation and Bioremediation.
Academic Press, Inc. United States of America.

[31]Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.

[32]Soetarto, E.S., dkk, 2008, Petunjuk Praktikum Mikrobiologi
Untuk Mahasiswa Fakultas Biologi, Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

[33]Irianto, K., 2007, Mikrobiologi, Yrama Widya, Bandung.

[34]Goutara dan Soesarto Wijandi, 1972, Dasar Pengolahan Gula I,
Departemen Teknologi Hasil Pertanian IPB, Bogor.
























31

LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram Alir Tahapan Penelitian





































Kondisi Optimum starter
Fermentasi urin sapi dengan menggunakan starter MOL
dari buah pisang busuk
Uji Kandungan Nitrogen
Uji Kandungan C-Organik
Penentuan RasioC/N
Preparasi Alat Dan Bahan
Pembuatan Starter MOL buah pisang busuk
Analisis Data
32

Lampiran 2 Diagram Kerja Penelitian
L.2.1.Pembuatan Starter MOL


- Dipotong kecil-kecil dan dibusukkan
- Ditimbang masing-masing 100 g
- Dimasukkan masing-masing ke dalam 3 buah bejana
- Ditambahkan 1 L aquades ke dalam masing-masing
bejana
- Ditambahkan gula ke dalam masing-masing bejana
dengan variasi massa gula 15,6 g; 78 g dan 140,4 g
- Didiamkan dalam bejana tertutup



- Diambil beberapa ml ke dalam kuvet
- Diukur absorbansinya menggunakan turbidimeter
- Diamati dan diukur setiap harinya hingga hari ke-8



L.2.2.Fermentasi Urin Sapi


- Dimasukkan ke dalam 3 erlenmeyer 250 ml
- Ditamabahkan starter mol pisang busuk dengan variasi
konsentrasi *
- Difermentasi selama 7 hari
- Diamati sifat fisik setiap hari



* Variasi Penambahan Starter Dalam 200 ml Urin Sapi
Starer MOL Tape Urin Sapi
0 % 200 ml
10 % 180 ml
20 % 160 ml
Buah Pisang
Data
Larutan MOL
Urin Sapi
Urin Sapi Terfermentasi
33

L.2.3.Analisis Kadar C-Organik



- Dimasukkan 1 mL ke dalam erlenmeyer
- Ditambahkan larutan K
2
Cr
2
O
7
sebanyak 10 ml
- Ditambahkan H
2
SO
4
sebanyak 20 mL dan dikocok
- Dipanaskan selama 30 menit
- Ditambahkan indikator difenilamin sebanyak 1 mL
- Dititrasi dengan larutan ferrosulfat 1 N hingga terjadi
perubahan warna menjadi hijau
- Ditambahkan larutan K
2
Cr
2
O
7
sebanyak 0,5 ml
- Dititrasi kembali dengan larutan ferrosulfat 1 N
hingga terjadi perubahan warna menjadi hijau


Urin Hasil Fermentasi
Data
34

L.2.4.Analisis Kadar Nitrogen



- Dimasukkan 1 mL ke dalam labu Kjeldahl
- Ditambahkan 1 g tablet Kjeldahl
- Ditambahkan batu didih
- Ditambahkan H
2
SO
4
sebanyak 8 mL dan dikocok
- Didestruksi dengan pemanas destruksi hingga
berwarna hijau jernih
- Dipindahkan ke dalam tabung destilasi secara
kuantitatif
- Ditambahkan NaOH 50% sebanyak 10 mL
- Ditambahkan 5 mL asam boraks dan indikator pp ke
dalam tabung destilasi penampung
- Dilakukan destilasi selama 3 menit
- Destilat dititrasi dengan larutan HCl 0,01 N hingga
perubahan warna menjadi merah muda















Data
Urin Hasil Fermentasi






35

Lampiran 3 Preparasi Bahan
L.3.1. Pembuatan Larutan Asam Boraks (H
3
BO
3
) 3 %
Ditimbang 3 g H
3
BO
3
dan dimasukkan ke dalam gelas kimia 2
liter. Ditambahkan 500 ml aquades, diaduk hingga H
3
BO
3
larut
sempurna sambil dipanaskan agar H
3
BO
3
mudah larut. Setelah dingin
dimasukkan kedalam labu ukur 1000 ml dan ditandabataskan.

L.3.2. Pembuatan Larutan HCl 0,01 N
Dipipet 8,3 ml HCl pekat p.a, kemudian diencerkan dengan
akuades 1 L (HCl 0,1 N). Lalu dipipet kembali sebanyak 100 ml HCl
0,1 N, kemudian diencerkan lagi dengan akuades 1 L (HCl 0,01 N).

L.3.3. Penetapan Normalitas (N) HCl 0,01 N
Ditimbang 0,4765 g Na
2
B
2
O
7.
10H
2
O dalam gelas kimia 250
ml. Dilarutkan dengan 150 ml akuades bebas CO
2
. Didinginkan
dan dimasukkan kedalam labu ukur 250 ml, ditandabataskan dengan
akuades. Dikocok hingga homogen. Dipipet 10 ml larutan borak 0,01
N ke dalam erlenmeyer 100 ml,diencerkan dengan akuades hingga
30 ml, ditambahkan indikator MR 0,2 %. Dititrasi dengan HCl 0,01
N.
Normalitas (N) HCl =
10 00100
ml l 001 (pentiter)


L.3.4. Pembuatan Larutan Kalium Dikromat (K
2
Cr
2
O
7
) 0,5 M
Ditimbang 14,8 g K
2
Cr
2
O
7
, yang dilarutkan dengan akuades
kemudian ditandabataskan dalam labu ukur 100 ml.

L.3.5. Pembuatan Larutan Ferro Sulfat (FeSO
4
).7H
2
O) 0,5 M
Ditimbang 35 g FeSO
4
, yang dilarutkan dengan akuades
kemudian ditambahkan 0,5 ml H
2
SO
4
dan ditandabataskan dalam
labu ukur 250 ml.








36

Lampiran 4 Perhitungan Pembuatan Larutan
L.4.1. Pembuatan larutan HCl 0,01 N
HCl pekat (p.a) = 37 %
[HCl] =


=



= 31 N

V
1
x M
1
= V
2
x M
2
V
1
x 31 N = 1 L x 0,1 N
V
1
[0,1]

= 3,2 mL

V
1
x M
1
= V
2
x M
2
V
1
x 0,1 N = 1 L x 0,01 N
V
1
[0,01] = 100 mL

L.4.2. Pembuatan larutan K
2
Cr
2
O
7
1 N
Mol K
2
Cr
2
O
7
= M x V
= 0,5 M x 100.10
-3
L
= 0,05 mol
Massa K
2
Cr
2
O
7
= mol x BM K
2
Cr
2
O
7

= 0,05 mol x 294 g/mol
= 14,8 g

L.4.3. Pembuatan larutan FeSO
4
1 N
Mol FeSO
4
= M x V
= 1 M x 250.10
-3
L
= 0,25 mol
Massa FeSO
4
= mol x BM FeSO
4

= 0,25 mol x 152 g/mol
= 38 g








37

Lampiran 5 Gambar Hasil fermentasi
L.5.1. Urin sapi tanpa penamabahan MOL


Gambar L.5.1. Urin sapi penambahan 0% starter MOL

L.5.2. Urin sapi dengan penambahan MOL I (15,6 gram)


Gambar L.5.2. Urin sapi penambahan 10% starter MOL


Gambar L.5.3. Urin sapi penambahan 20% starter MOL

38

L.5.3. Urin sapi dengan penambahan MOL II (78 gram)


Gambar L.5.4. Urin sapi penambahan 10% starter MOL


Gambar L.5.5. Urin sapi penambahan 20% starter MOL

L.5.3. Urin sapi dengan penambahan MOL III (140,4 gram)

Gambar L.5.6. Urin sapi penambahan 10% starter MOL
39


Gambar L.5.7. Urin sapi penambahan 20% starter MOL
40

Lampiran 6 Penentuan Waktu Optimum Pertumbuhan MOL

Tabel L.6.1. Pembuatan MOL hari ke - 1

Gula (g)
Optical Density (NTU)
Rata - rata
1 2 3
15,6
0,12 0,12 0,11
0,117
78
0,20 0,20 0,19
0,197
140,4
0,21 0,22 0,22
0,217

Tabel L.6.2. Pembuatan MOL hari ke - 2

Gula (g)
Optical Density (NTU)
Rata - rata
1 2 3
15,6
0,12 0,14 0,10
0,120
78
0,22 0,24 0,22
0,227
140,4
0,23 0,23 0,25
0,237

Tabel L.6.3. Pembuatan MOL hari ke - 3

Gula (g)
Optical Density (NTU)
Rata - rata
1 2 3
15,6
0,13 0,17 0,13
0,143
78
0,28 0,28 0,25
0,270
140,4
0,29 0,31 0,31
0,303

Tabel L.6.4 Pembuatan MOL hari ke - 4

Gula (g)
Optical Density (NTU)
Rata - rata
1 2 3
15,6
0,47 0,47 0,47
0,470
78
0,44 0,44 0,44
0,440
140,4
0,45 0,45 0,46
0,453





41


Tabel L.6.5. Pembuatan MOL hari ke -5

Gula (g)
Optical Density (NTU)
Rata - rata
1 2 3
15,6
0,44 0,42 0,43
0,430
78
0,57 0,57 0,58
0,573
140,4
0,58 0,56 0,57
0,570

Tabel L.6.6. Pembuatan MOL hari ke - 6

Gula (g)
Optical Density (NTU)
Rata - rata
1 2 3
15,6
0,54 0,55 0,55
0,547
78
0,6 0,61 0,62
0,610
140,4
0,61 0,61 0,63
0,617

Tabel L.6.7. Pembuatan MOL hari ke - 7

Gula (g)
Optical Density (NTU)
Rata - rata
1 2 3
15,6
0,63 0,62 0,62
0,623
78
0,71 0,73 0,71
0,717
140,4
0,71 0,74 0,71
0,720

Tabel L.6.8. Pembuatan MOL hari ke - 8

Gula (g)
Optical Density (NTU)
Rata - rata
1 2 3
15,6
0,39 0,38 0,41
0,393
78
0,51 0,52 0,52
0,517
140,4
0,48 0,48 0,47
0,477






42

Lampiran 7 Data Pengamatan Dan Perhitungan
L.7.1. Penambahan Gula 15,6 gram
L.71.1. Kadar C


Normalitet (N) FeSO
4

ml
2
r
2

2
r
2


ml e
(titrasi
blanko)



= 1,158 N

[0%] Kadar C %
*(
2
r
2



2
r
2

)( e

)+




*( )( )+



= 0,00089 %


[10%] Kadar C %
*(
2
r
2



2
r
2

)( e

)+




*( )( )+



= 0,657 %





Konsentrasi
starter

Sampel (ml)
Volume Titrasi
FeSO
4
(mL)
Rata-
rata
(ml)
[C] (%)
(%) U1 U2 U3
0
1 ml
8,64 8,62 8,64 8,63 0,00642
10
1 ml
6,76 6,74 6,73 6,74 0,657
20
1 ml
6,68 6,68 6,65 6,67 0,683
43

[20%] Kadar C%
*(
2
r
2



2
r
2

)( e

)+




*( )( )+



= 0,683 %

L.7.1.2. Kadar N
Konsentrasi
Starter (% )
Sampel (ml) Vol, Titrasi HCl
(ml)
Rata-
rata
[N] %
U1 U2 U3
0
0,5
0,34 0,33 0,33 0,33 0,01
10
0,5
3,2 3,1 3,2 3,17 0,093
20
0,5
2,7 2,9 3 2,87 0,083

Normalitet (N) HCl

10 00100
ml l 001 (pentiter)





= 0,01167

[0%] N %
()

x100




x 100

= 0,01 %

[10%] N %
()

x100


( )

x 100

= 0,093 %

[20%] N %
()

x100
44



( )

x 100

= 0,083 %

L.7.1.3.Rasio C/N

Konsentrasi Starter (%) Rasio C/N
0 0,64
10 % 7,06
20 % 8,92

L.7.2. Penambahan Gula 78 gram
L.7.2.1. Kadar C

Normalitet (N) FeSO
4

ml
2
r
2

2
r
2


ml e
(titrasi
blanko)



= 1,158 N

[0%] Kadar C %
*(
2
r
2



2
r
2

)( e

)+




*( )( )+



= 0,00089 %

[10%] Kadar C %
*(
2
r
2



2
r
2

)( e

)+


Konsentrasi
starter

Sampel (ml)
Volume Titrasi
FeSO
4
(mL)
Rata-
rata
(ml)
[C] (%)
(%) U1 U2 U3
0
1 ml
8,64 8,62 8,64 8,63 0,00642
10
1 ml
5,3 5,1 5,3 5,23 1,20
20
1 ml
4,9 4,9 4,8 4,87 1,31
45



*( )( )+



= 1,20 %


[20%] Kadar C %
*(
2
r
2



2
r
2

)( e

)+




*( )( )+


= 1,31 %

L.7.2.2. Kadar N
Konsentrasi
Starter (% )
Sampel (ml) Volume Titrasi
HCl (ml)
Rata-
rata
[N] %
U1 U2 U3
0
0,5
0,34 0,33 0,33 0,33 0,01
10
0,5
4,4 4,3 4,5 4,4 0,133
20
0,5
4,7 4,7 4,9 4,77 0,145

Normalitet (N) HCl

10 00100
ml l 001 (pentiter)





= 0,01167 N


[0%] N %
()

x 100




x 100

= 0,01 %


46

[10%] N %
()

x 100


( )

x 100

= 0,133 %
[20%] N %
()

x 100



( )

x 100

= 0,145 %

L.7.2.3. Rasio C/N
Konsentrasi Starter (%) Rasio C/N
0 0,089
10 % 9,02
20 % 9,03

L.7.3. Penambahan Gula 140,4 gram
L.7.3.1. Kadar C


Normalitet (N) FeSO
4

ml
2
r
2

2
r
2


ml e
(titrasi
blanko)



= 1,158 N

Konsentrasi
starter

Sampel (ml)
Volume Titrasi
FeSO
4
(mL)
Rata-
rata
(ml)
[C] (%)
(%) U1 U2 U3
0
1 ml
8,64 8,62 8,64 8,63 0,00642
10
1 ml
5,2 5,3 5,3 5,27 1,17
20
1 ml
4,7 4,9 4,7 4,77 1,35
47

[0%] Kadar C %
*(
2
r
2



2
r
2

)( e

)+




*( )( )+



= 0,00089 %

[10%] Kadar C %
*(
2
r
2



2
r
2

)( e

)+




*( )( )+



= 1,17 %

[20%] Kadar C %
*(
2
r
2



2
r
2

)( e

)+




*( )( )+



= 1,35 %

L.7.3.2.Kadar N
Konsentrasi
Starter (% )
Sampel (ml) Volume Titrasi
HCl (ml)
Rata-
rata
[N] %
U1 U2 U3
0
0,5
0,34 0,33 0,33 0,33 0,01
10
0,5
4,5 4,4 4,7 4,53 0,137
20
0,5
5,0 4,9 5,0 4,97 0,151

Normalitet (N) HCl

10 00100
ml l 001 (pentiter)





= 0,01167 N

[0%] N %
()

x 100
48




x 100

= 0,01 %

[10%] N %
()

x 100


( )

x 100

= 0,137 %

[20%] N %
()

x 100


( )

x 100

= 0,151 %


L.7.3.3.Rasio C/N
Konsentrasi Starter (%) Rasio C/N
0 0,089
10 % 8,54
20 % 8,94












Lampiran 8 Analisa Data
49

L.8.1. Penentuan kondisi optimum MOL
Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan mikroorganisme lokal
terhadap waktu fermentasi maka harus dianalisis dengan
menggunakan pola RAL sebagai berikut:
L.8.1.1. Penambahan Gula 15,6 gram
Tabel L.7.1. Penambahan Gula 15,6 gram
Lama
fermentasi
(hari)
Optical density (NTU)
I II III Total rata-rata
1 0.12 0.12 0.11 0.35 0.1167
2 0.12 0.14 0.1 0.36 0.12
3 0.13 0.17 0.13 0.43 0.143
4 0.44 0.42 0.43 1.29 0.43
5 0.47 0.47 0.47 1.41 0.47
6 0.54 0.55 0.55 1.64 0.5467
7 0.63 0.62 0.62 1.87 0.623
8 0.39 0.38 0.41 1.18 0.393
Total 2.84 2.87 2.82 8.53 2.843

Menghitung Faktor Koreksi (FK)
p n
Yij
FK
p
i
n
j
.
) (
) (
2
1 1
(

=

= =

= 3,032
Menghitung Jumlah Kuadrat
Jumlah Kuadrat
Total
FK Yij JK
p
i
n
j
T

(
(

|
|
.
|

\
|
=

= = 1
2
1
) (

= 0,860
Jumlah Kuadrat
Perlakuan

50

FK
n
Yij
JK
p
i
n
j
P
) (

1
2
1
(
(

|
|
.
|

\
|
=
= =

= 0,858
Jumlah Kuadrat
Galat

(JK
G
) = JK
T
-JK
P
= 0,860 0,858
= 0,002
Menghitung Kuadrat Tengah
Kuadrat Tengah
Perlakuan


KT
p
=

= 0,122
Kuadrat Tengah
Galat

KT
g
=

= 0,00017
Menghitung Nilai F
F
hitung
=

= 717,209
F
tabel 5 %
= F(0,05; 4, 10) = 3,48
Karena F
hitung
> F
tabel
, maka H
o
ditolak, artinya variasi waktu
fermentasi berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme lokal.
Untuk mengetahui variasi waktu fermentasi mana saja yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme lokal, maka
dilakukan uji BNT dengan = 0,05.

UJI BNT
(5%) = t
tabel
(/2 dB
g
)


BNT
5 %
= t
(/2; dBg)
x (2KTG/n)
0,5

= t(0,025; 16) x (2 x 0,00017/3)
0,5

= 2,120 x 28,225
= 0,02257
51


Tabel L.8.2. Data analisa varian satu arah
Sebar
Keragaman dB JK KT
F
hitung
F
tabel
Perlakuan 7 0,858 0,122 717,209 3,48
Galat
percobaan 16 0,002 0,00017
Total 23 0,860 0,12217

Tabel L.8.3. Uji BNT 5% Penambahan Gula 15,6 gram











L.8.1.2 Penambahan Gula 78 gram
Tabel L.8.4. Penambahan Gula 78 gram
Lama
ferment
asi
(hari)
Optical
density
(NTU)
Lama fermentasi (hari)
1 2 3 8 4 5 6 7
Optical density (NTU)
0.117 0.120 0.143 0.393 0.430 0.470 0.547 0.620
1 0.117 -

2 0.120 0.003 -

3 0.143 0.026 0.023 -

8 0.393 0.276 0.273 0.250 -


4 0.430 0.313 0.310 0.287 0.037 - - -
-
5 0.470 0.353 0.350 0.327 0.077 0.040 - -
-
6 0.547 0.430 0.427 0.404 0.154 0.117 0.077 - -
7 0.620 0.503 0.500 0.477 0.227 0.190 0.150 0.073 -
52

Lama
fermentasi
(hari)
Optical density (NTU)
I II III Total rata-rata
1 0.20 0.20 0.19 0.59 0.1967
2 0.22 0.24 0.22 0.68 0.2267
3 0.28 0.28 0.25 0.81 0.27
4 0.44 0.44 0.44 1.32 0.44
5 0.57 0.57 0.58 1.72 0.573
6 0.6 0.61 0.62 1.83 0.61
7 0.71 0.73 0.71 2.15 0.7167
8 0.51 0.52 0.52 1.55 0.5167
Total 3.53 3.59 3.53 10.65 3.55

Menghitung Faktor Koreksi (FK)
p n
Yij
FK
p
i
n
j
.
) (
) (
2
1 1
(

=

= =

= 4,725
Menghitung Jumlah Kuadrat
Jumlah Kuadrat
Total
FK Yij JK
p
i
n
j
T

(
(

|
|
.
|

\
|
=

= = 1
2
1
) (

= 0,7893





Jumlah Kuadrat
Perlakuan

53

FK
n
Yij
JK
p
i
n
j
P
) (

1
2
1
(
(

|
|
.
|

\
|
=
= =

= 0,7878
Jumlah Kuadrat
Galat

(JK
G
) = JK
T
-JK
P
= 0,7893 0,7878
= 0,0015
Menghitung Kuadrat Tengah
Kuadrat Tengah
Perlakuan


KT
p
=

= 0,1125
Kuadrat Tengah
Galat

KT
g
=

= 9,375
-5
Menghitung Nilai F
F
hitung
=

= 1174,404
F
tabel 5 %
= F(0,05; 4, 10) = 3,48
Karena F
hitung
> F
tabel
, maka H
o
ditolak, artinya variasi waktu
fermentasi berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme lokal.
Untuk mengetahui variasi waktu fermentasi mana saja yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme lokal, maka
dilakukan uji BNT dengan = 0,05.

UJI BNT
(5%) = t
tabel
(/2 dB
g
)


BNT
5 %
= t
(/2; dBg)
x (2KTG/n)
0,5

= t(0,025; 16) x (2 x 9,375
-5
/3)
0,5

= 2,120 x 0,00799
= 0,0169
54


Tabel L.8.5. Data analisa varian satu arah
Sebar
Keragaman dB JK KT F hitung F tabel
Perlakuan 7 0,7878 0,1125 1174,404 3,48
Galat
percobaan 16 0,0015 9,375
-5

Total 23 0,860 0,12217



Tabel L.8.6. Uji BNT 5% Penambahan Gula 78 gram
Lama
fermenta
si
(hari)
Optical
density
(NTU)
Lama fermentasi (hari)
1 2 3 8 4 5 6 7
Optical density (NTU)
0.197 0.227 0.270 0.440 0.517 0.573 0.610 0.717
1 0.197 -

2 0.227 0.030 -

3 0.270 0.073 0.043 -

8 0.440 0.243 0.213 0.170 -

4 0.517 0.320 0.290 0.247 0.077 - - - -
5 0.573 0.376 0.346 0.303 0.133 0.056 - - -
6 0.610 0.413 0.383 0.340 0.170 0.093 0.037 - -
7 0.717 0.520 0.490 0.447 0.277 0.200 0.144 0.107 -










L.8.1.3 Penambahan Gula 140,4 gram
Tabel L.8.7. Penambahan Gula 140,4 gram
55

Lama
fermentasi
(hari)
Optical density (NTU)
I II III Total rata-rata
1 0.20 0.20 0.19 0.59 0.1967
2 0.22 0.24 0.22 0.68 0.2267
3 0.28 0.28 0.25 0.81 0.27
4 0.44 0.44 0.44 1.32 0.44
5 0.57 0.57 0.58 1.72 0.573
6 0.6 0.61 0.62 1.83 0.61
7 0.71 0.73 0.71 2.15 0.7167
8 0.51 0.52 0.52 1.55 0.5167
Total 3.53 3.59 3.53 10.65 3.55

Menghitung Faktor Koreksi (FK)
p n
Yij
FK
p
i
n
j
.
) (
) (
2
1 1
(

=

= =

= 4,842

Menghitung Jumlah Kuadrat
Jumlah Kuadrat
Total
FK Yij JK
p
i
n
j
T

(
(

|
|
.
|

\
|
=

= = 1
2
1
) (

= 0,7135




Jumlah Kuadrat
Perlakuan

56

FK
n
Yij
JK
p
i
n
j
P
) (

1
2
1
(
(

|
|
.
|

\
|
=
= =

= 0,7117

Jumlah Kuadrat
Galat

(JK
G
) = JK
T
-JK
P
= 0,7135 0,7117
= 0,0018

Menghitung Kuadrat Tengah
Kuadrat Tengah
Perlakuan


KT
p
=

= 0,1017

Kuadrat Tengah
Galat

KT
g
=

= 0,0001125

Menghitung Nilai F
F
hitung
=

= 903,852
F
tabel 5 %
= F(0,05; 4, 10) = 3,48

Karena F
hitung
> F
tabel
, maka H
o
ditolak, artinya variasi waktu
fermentasi berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme lokal.
Untuk mengetahui variasi waktu fermentasi mana saja yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme lokal, maka
dilakukan uji BNT dengan = 0,05.


UJI BNT
57

(5%) = t
tabel
(/2 dB
g
)


BNT
5 %
= t
(/2; dBg)
x (2KTG/n)
0,5

= t(0,025; 16) x (2 x 0,0001125/3)
0,5

= 2,120 x 0,00866
= 0,0184

Tabel L.8.8. Data analisa varian satu arah
Sebar
Keragaman dB JK KT
F
hitung
F
tabel
Perlakuan 7 0,7117 0,1017 903,852 3,48
Galat
percobaan 16 0,0018 0,0001125
Total 23 0,7135 0,1018125

Tabel L.8.9. Uji BNT 5% Penambahan Gula 140,4 gram
Lama
fermentasi
(hari)
Optical
density
(NTU)
Lama fermentasi (hari)
1 2 3 8 4 5 6 7
Optical density (NTU)
0.2167 0.2367 0.3033 0.4533 0.4767 0.5700 0.6167 0.7200
1 0.2167 -
2 0.2367 0.0200 -
3 0.3033 0.0866 0.0666 -
8 0.4533 0.2366 0.2166 0.1500 -
4 0.4767 0.2600 0.2400 0.1734 0.0234 - - - -
5 0.5700 0.3533 0.3333 0.2667 0.1167 0.0933 - - -
6 0.6167 0.4000 0.3800 0.3134 0.1634 0.1400 0.0467 - -
7 0.7200 0.5033 0.4833 0.4167 0.2667 0.2433 0.1500 0.1033 -







L.8.2 Penentuan Kadar C
58

L.8.2.1 Penambahan Gula 15,6 gram
Tabel L.7.10. Penambahan Gula 15,6 gram
Konsentrasi
starter (%)
Volume titrasi FeSO
4
(ml)
I II III Total rata-rata
0 8.64 8.62 8.64 25.90 8.633
10 6.76 6.74 6.73 20.23 6.743
20 6.68 6.68 6.65 20.01 6.670

Menghitung Faktor Koreksi (FK)
p n
Yij
FK
p
i
n
j
.
) (
) (
2
1 1
(

=

= =

= 486,055
Menghitung Jumlah Kuadrat
Jumlah Kuadrat
Total
FK Yij JK
p
i
n
j
T

(
(

|
|
.
|

\
|
=

= = 1
2
1
) (

= 7,4334
Jumlah Kuadrat
Perlakuan

FK
n
Yij
JK
p
i
n
j
P
) (

1
2
1
(
(

|
|
.
|

\
|
=
= =

= 7,4321

Jumlah Kuadrat
Galat

59

(JK
G
) = JK
T
-JK
P
= 7,4334 7,4321
= 0,0013
Menghitung Kuadrat Tengah
Kuadrat Tengah
Perlakuan


KT
p
=

= 3,716
Kuadrat Tengah
Galat

KT
g
=

= 0,000222


Menghitung Nilai F
F
hitung
=

= 16722,35
F
tabel 5 %
= F(0,05; 4, 10) = 3,48
Karena F
hitung
> F
tabel
, maka H
o
ditolak, artinya variasi starter MOL
berpengaruh terhadap kadar karbon. Untuk mengetahui variasi waktu
fermentasi mana saja yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
mikroorganisme lokal, maka dilakukan uji BNT dengan = 0,05.
UJI BNT
(5%) = t
tabel
(/2 dB
g
)


BNT
5 %
= t
(/2; dBg)
x (2KTG/n)
0,5

= t(0,025; 16) x (2 x 0,000222/3)
0,5

= 3.182 x 0,0121
= 0,0385
Tabel L.8.11. Data analisa varian satu arah
Sebar
Keragaman dB JK KT F hitung
F
tabel
Perlakuan 2 7,4321 3,716 16722,35 3,48
Galat
percobaan 6 0,0013 0,000222
Total 8 7,4334 0,12217

60

Tabel L.8.12. Uji BNT 5% Penambahan Gula 15,6 gram
konsentrasi
starter (%)
Volume
titrasi
FeSO
4
(ml)
konsentrasi starter (%)
20 10 0
Volume titrasi FeSO
4
(ml)
6.6700 6.7433 8.6333
20 6.6700 -

10 6.7433 0.0733 -

0 8.6333 1.9633 1.8900 -

L.8.2.2 Penambahan Gula 78 gram
Tabel L.8.13. Penambahan Gula 78 gram
Konsentrasi
starter (%)
Volume titrasi FeSO
4
(ml)
I II III Total rata-rata
0
8.64 8.62 8.64 25.90 8.633
10
5.3 5.1 5.3 15.70 5.233
20
4.9 4.9 4.8 14.60 4.867
Total
18.84 18.62 18.74 56.20 18.733

Menghitung Faktor Koreksi (FK)
p n
Yij
FK
p
i
n
j
.
) (
) (
2
1 1
(

=

= =

= 350,9378

Menghitung Jumlah Kuadrat
61

Jumlah Kuadrat
Total
FK Yij JK
p
i
n
j
T

(
(

|
|
.
|

\
|
=

= = 1
2
1
) (

= 25,9158
Jumlah Kuadrat
Perlakuan

FK
n
Yij
JK
p
i
n
j
P
) (

1
2
1
(
(

|
|
.
|

\
|
=
= =

= 25,8822
Jumlah Kuadrat
Galat

(JK
G
) = JK
T
-JK
P
= 25,9158 25,8822
= 0,0336

Menghitung Kuadrat Tengah
Kuadrat Tengah
Perlakuan


KT
p
=

= 12,941
Kuadrat Tengah
Galat

KT
g
=

= 0,0056

Menghitung Nilai F
F
hitung
=

= 2310,91
F
tabel 5 %
= F(0,05; 4, 10) = 3,48
Karena F
hitung
> F
tabel
, maka H
o
ditolak, artinya variasi starter MOL
berpengaruh terhadap kadar karbon. Untuk mengetahui variasi waktu
fermentasi mana saja yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
mikroorganisme lokal, maka dilakukan uji BNT dengan = 0,05.
62


UJI BNT
(5%) = t
tabel
(/2 dB
g
)


BNT
5 %
= t
(/2; dBg)
x (2KTG/n)
0,5

= t(0,025; 16) x (2 x 0,0056/3)
0,5

= 3.182 x 0,0611
= 0,1944

Tabel L.8.14. Data analisa varian satu arah
Sebar
Keragaman dB JK KT
F
hitung
F
tabel
Perlakuan 2 25,8822 12,941 2310,91 3,48
Galat
percobaan 6 0,0336 0,0056
Total 8 25,9158 12,9466

Tabel L.8.15. Uji BNT 5% Penambahan Gula 78 gram
konsentrasi
starter (%)
Volume
titrasi
FeSO
4
(ml)
konsentrasi starter (%)
20 10 0
Volume titrasi FeSO
4
(ml)
4.8667 5.2333 8.6333
20 4.8667 -
10 5.2333 0.3666 -
0 8.6333 3.7666 3.4000 -








L.8.2.3 Penambahan Gula 140,4 gram
Tabel L.8.16. Penambahan Gula 140,4 gram
63

Konsentrasi
starter (%)
Volume titrasi FeSO
4
(ml)
I II III Total rata-rata
0
8.64 8.62 8.64 25.90 8.633
10
5.3 5.1 5.3 15.70 5.233
20
4.9 4.9 4.8 14.60 4.867
Total
18.84 18.62 18.74 56.20 18.733

Menghitung Faktor Koreksi (FK)
p n
Yij
FK
p
i
n
j
.
) (
) (
2
1 1
(

=

= =

= 348,444
Menghitung Jumlah Kuadrat
Jumlah Kuadrat
Total
FK Yij JK
p
i
n
j
T

(
(

|
|
.
|

\
|
=

= = 1
2
1
) (

= 26,5692
Jumlah Kuadrat
Perlakuan

FK
n
Yij
JK
p
i
n
j
P
) (

1
2
1
(
(

|
|
.
|

\
|
=
= =

= 26,5356
Jumlah Kuadrat
Galat

64

(JK
G
) = JK
T
-JK
P
= 26,5692 26,5356
= 0,0336

Menghitung Kuadrat Tengah
Kuadrat Tengah
Perlakuan


KT
p
=

= 13,2678
Kuadrat Tengah
Galat

KT
g
=

= 0,0056

Menghitung Nilai F
F
hitung
=

= 2369,246
F
tabel 5 %
= F(0,05; 4, 10) = 3,48
Karena F
hitung
> F
tabel
, maka H
o
ditolak, artinya variasi variasi starter
MOL berpengaruh terhadap kadar karbon. Untuk mengetahui variasi
waktu fermentasi mana saja yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
mikroorganisme lokal, maka dilakukan uji BNT dengan = 0,05.
UJI BNT
(5%) = t
tabel
(/2 dB
g
)


BNT
5 %
= t
(/2; dBg)
x (2KTG/n)
0,5

= t(0,025; 16) x (2 x 0,0056/3)
0,5

= 3.182 x 0,0611
= 0,1944
Tabel L.8.17. Data analisa varian satu arah
Sebar
Keragaman dB JK KT F hitung
F
tabel
Perlakuan 2 26,5356 13,2678 2369,246 3,48
Galat
percobaan 6 0,0336 0,0056
Total 8 26,5659 13,2734
Tabel L.8.18. Uji BNT 5% Penambahan Gula 140,4 gram
65

konsentrasi
starter (%)
Volume
titrasi
FeSO
4
(ml)
konsentrasi starter (%)
20 10 0
Volume titrasi FeSO
4
(ml)
4.7667 5.2667 8.6333
20 4.7667 -
10 5.2667 0.5000 -
0 8.6333 3.8666 3.3666 -

L.8.3 Penentuan Kadar N
L.8.3.1 Penambahan Gula 15,6 gram
Tabel L.8.19. Penambahan Gula 15,6 gram
Konsentrasi
starter (%)
Volume titrasi HCl (ml)
I II III Total rata-rata
0 0.34 0.33 0.33 1.00 0.333
10 3.2 3.1 3.2 9.50 3.167
20 2.7 2.9 3 8.60 2.867
Total 6.24 6.33 6.53 19.10 6.367

Menghitung Faktor Koreksi (FK)
p n
Yij
FK
p
i
n
j
.
) (
) (
2
1 1
(

=

= =

= 40,5344





66

Menghitung Jumlah Kuadrat
Jumlah Kuadrat
Total
FK Yij JK
p
i
n
j
T

(
(

|
|
.
|

\
|
=

= = 1
2
1
) (

= 14,5889
Jumlah Kuadrat
Perlakuan

FK
n
Yij
JK
p
i
n
j
P
) (

1
2
1
(
(

|
|
.
|

\
|
=
= =

= 14,5355
Jumlah Kuadrat
Galat

(JK
G
) = JK
T
-JK
P
= 14,5889 14,5355
= 0,0534

Menghitung Kuadrat Tengah
Kuadrat Tengah
Perlakuan


KT
p
=

= 7,2678
Kuadrat Tengah
Galat

KT
g
=

= 0,0089

Menghitung Nilai F
F
hitung
=

= 816,604
F
tabel 5 %
= F(0,05; 4, 10) = 3,48

Karena F
hitung
> F
tabel
, maka H
o
ditolak, artinya variasi variasi starter
MOL berpengaruh terhadap kadar nitrogen. Untuk mengetahui
67

variasi waktu fermentasi mana saja yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan mikroorganisme lokal, maka dilakukan uji BNT
dengan = 0,05.

UJI BNT
(5%) = t
tabel
(/2 dB
g
)


BNT
5 %
= t
(/2; dBg)
x (2KTG/n)
0,5

= t(0,025; 6) x (2 x 0,0089/3)
0,5

= 2.447 x 0,0770
= 0,1885

Tabel L.8.20. Data analisa varian satu arah
Sebar
Keragaman dB JK KT
F
hitung
F
tabel
Perlakuan 2 14,5355 7,2678 816,604 3,48
Galat
percobaan 6 0,0534 0,0089
Total 8 14,5889 0,12217

Tabel L.8.21. Uji BNT 5% Penambahan Gula 15,6 gram
konsentrasi
starter (%)
Volume
titrasi HCl

(ml)
konsentrasi starter (%)
20 10 0
Volume titrasi HCl

(ml)
0.3300 2.8667 3.1667
0 0.3300 -

20 2.8667 2.5367 -

10 3.1667 2.8367 0.3000 -





L.8.3.2 Penambahan Gula 78 gram
Tabel L.8.22. Penambahan Gula 78 gram
68

Konsentrasi
starter (%)
Volume titrasi HCl (ml)
I II III Total rata-rata
0 0.34 0.33 0.33 1.00 0.33
10 4.4 4.3 4.5 13.20 4.40
20 4.7 4.7 4.9 14.30 4.767
Total 9.44 9.33 9.73 28.50 9.5

Menghitung Faktor Koreksi (FK)
p n
Yij
FK
p
i
n
j
.
) (
) (
2
1 1
(

=

= =

= 90,25
Menghitung Jumlah Kuadrat
Jumlah Kuadrat
Total
FK Yij JK
p
i
n
j
T

(
(

|
|
.
|

\
|
=

= = 1
2
1
) (

= 36,3734
Jumlah Kuadrat
Perlakuan

FK
n
Yij
JK
p
i
n
j
P
) (

1
2
1
(
(

|
|
.
|

\
|
=
= =

= 36,3267


Jumlah Kuadrat
Galat

(JK
G
) = JK
T
-JK
P
69

= 36,3734 36.3267
= 0,0467
Menghitung Kuadrat Tengah
Kuadrat Tengah
Perlakuan


KT
p
=

= 18,163
Kuadrat Tengah
Galat

KT
g
=

= 0,007789

Menghitung Nilai F
F
hitung
=

= 2331,954
F
tabel 5 %
= F(0,05; 4, 10) = 3,48
Karena F
hitung
> F
tabel
, maka H
o
ditolak, artinya variasi variasi starter
MOL berpengaruh terhadap kadar nitrogen. Untuk mengetahui
variasi waktu fermentasi mana saja yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan mikroorganisme lokal, maka dilakukan uji BNT
dengan = 0,05.
UJI BNT
(5%) = t
tabel
(/2 dB
g
)


BNT
5 %
= t
(/2; dBg)
x (2KTG/n)
0,5

= t(0,025; 6) x (2 x 0,007789/3)
0,5

= 2.447 x 0,0770
= 0,1885
Tabel L.8.23. Data analisa varian satu arah
Sebar
Keragaman dB JK KT F hitung F tabel
Perlakuan 2 36,3267 18,163 2331,954 3,48
Galat
percobaan 6 0,0467 0,007789
Total 8 63,3734 18,170789
Tabel L.8.24. Uji BNT 5% Penambahan Gula 78 gram
konsentrasi Volume
konsentrasi starter (%)
70

starter (%) titrasi HCl

(ml)
20 10 0
Volume titrasi HCl

(ml)
0.3300 4.4000 4.7667
0 0.33 -

10 4.4 4.0700 -

20 4.7667 0.3300 4.4000 4.7667

L.8.3.3 Penambahan Gula 140,4 gram
Tabel L.8.25. Penambahan Gula 140,4 gram
Konsentrasi
starter (%)
Volume titrasi HCl (ml)
I II III Total rata-rata
0 0.34 0.33 0.33 1.00 0.333333333
10 4.5 4.4 4.7 13.6 4.533333333
20 5 4.9 5 14.9 4.966666667
Total 9.84 9.63 10.03 29.5 9.833333333

Menghitung Faktor Koreksi (FK)
p n
Yij
FK
p
i
n
j
.
) (
) (
2
1 1
(

=

= =

= 96,6944
Menghitung Jumlah Kuadrat
Jumlah Kuadrat
Total
FK Yij JK
p
i
n
j
T

(
(

|
|
.
|

\
|
=

= = 1
2
1
) (

= 39,3489
Jumlah Kuadrat
Perlakuan

71

FK
n
Yij
JK
p
i
n
j
P
) (

1
2
1
(
(

|
|
.
|

\
|
=
= =

= 39,2955
Jumlah Kuadrat
Galat

(JK
G
) = JK
T
-JK
P
= 39,3489 39,2955
= 0,0534
Menghitung Kuadrat Tengah
Kuadrat Tengah
Perlakuan


KT
p
=

= 19,6478
Kuadrat Tengah
Galat

KT
g
=

= 0,0089

Menghitung Nilai F
F
hitung
=

= 2207,6155
F
tabel 5 %
= F(0,05; 4, 10) = 3,48
Karena F
hitung
> F
tabel
, maka H
o
ditolak, artinya variasi starter MOL
berpengaruh terhadap kadar nitrogen. Untuk mengetahui variasi
waktu fermentasi mana saja yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
mikroorganisme lokal, maka dilakukan uji BNT dengan = 0,05.
UJI BNT
(5%) = t
tabel
(/2 dB
g
)


BNT
5 %
= t
(/2; dBg)
x (2KTG/n)
0,5

= t(0,025; 6) x (2 x 0,007789/3)
0,5

= 2.447 x 0,0770
= 0,1885

Tabel L.8.26. Data analisa varian satu arah
72

Sebar
Keragaman dB JK KT F hitung
F
tabel
Perlakuan 2 39,2955 19,6478 2207,6155 3,48
Galat
percobaan 6 0,0534 0,0089
Total 8 39,3489 19,6567

Tabel L.8.27. Uji BNT 5% Penambahan Gula 140,4 gram
konsentrasi
starter (%)
Volume
titrasi HCl

(ml)
konsentrasi starter (%)
20 10 0
Volume titrasi HCl

(ml)
0.3300 4.5300 4.9667
0 0.3300 -

10 4.5300 4.2000 -

20 4.9667 4.6367 0.4367 -

Anda mungkin juga menyukai