Anda di halaman 1dari 21

A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1.

Defenisi Labio/palato skisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah (Ngastiah, 2005 : 167). Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik. (Wong, Donna L. 2003). Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada polatum yang terjadi karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik (Wong, Donna L. 2003). Labio/palato skisis adalah merupakan kongenital anomali yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah. Palatoskisi adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.

2. Epidemiologi Insiden celah bibir (sumbing) dengan atau tanpa adanya celah pada palatum, kira-kira terdapat 1:600 kelahiran; insiden celah palatum sekitar 1:1000 kelahiran. Menurut Smith dan Jhonson celah bibir terjadi pada 1:1000 kelahiran pada orang kulit putih sedangkan pada orang kulit hitam 1:788 kelahiran.

3. Penyebab/Factor Predisposisi INTERNAL 1. Faktor herediter. 2. Kegagalan fase embrio yang penyebabnya belum diketahui. 3. Akibat gagalnya prosessus maksilaris dan prosessus medialis menyatu. 4. Dapat dikaitkan abnormal kromosom, mutasi gen dan teratogen (agen/faktor yang menimbulkan cacat pada embrio). EKTERNAL 1. Saat kehamilan trisemester pertama mengngosumsi alcohol, kebiasaan merokok, beberapa obat (korison, anti konsulfan, klorsiklizin). 2. Radiasi 3. Infeksi virus (rubella, sifilis) .

4. Pathofisiologi Kelainan sumbing selain mengenai bibir juga bisa mengenai langitlangit. Berbeda pada kelainan bibir yang terlihat jelas secara estetik, kelainan sumbing langit-langit lebih berefek kepada fungsi mulut seperti menelan, makan, minum, dan bicara. Pada kondisi normal, langit-langit menutup rongga antara mulut dan hidung. Pada bayi yang langit-langitnya sumbing

barrier ini tidak ada sehingga pada saat menelan bayi bisa tersedak. Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada saat menghisap, keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yang masuk menjadi kurang dan jelas berefek terhadap pertumbuhan dan perkembangannya. Selain itu dapat dengan mudah terkena infeksi saluran nafas atas karena terbukanya palatum tidak ada batas antara hidung dan mulut, bahkan infeksi bisa menyebar sampai ke telinga. 5. Klasifikasi a. Labioskisis (cleft lip) adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik. (Wong, Donna L. 2003). b. Palatoskisis (cleft palate) adalah fissura garis tengah pada polatum yang terjadi karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik (Wong, Donna L. 2003). c. Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palato skisis (sumbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang) untuk menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21). Beberapa jenis bibir sumbing : y Unilateral Incomplete: apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi

bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung. y Unilateral complete: apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan memanjang hingga ke hidung. y Bilateral complete: apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.

6. Gejala Klinis Pada labio Skisis:


a. Distorsi pada hidung. b. Tampak sebagian atau keduanya. c. Adanya celah pada bibir.

Pada palato skisis:


a. Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan atau

foramen incisive.
b. Adanya rongga pada hidung. c. Distorsi hidung. d. Teraba celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari.

e. Kesukaran dalam menghisap atau makan

Gambar. A. Bibir sumbing tidak lengkap, B. Bibir sumbing lengkap

7. Komplikasi
a. Gangguan bicara. b. Terjadinya atitis media. c. d. e.

Aspirasi. Distress pernafasan. Resiko infeksi saluran nafas.

f.

Pertumbuhan dan perkembangan terhambat.

g. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh atitis media rekureris

sekunder akibat disfungsi tuba eustachius.


h. i.

Masalah gigi. Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat kecacatan dan jaringan paruh.

8. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
a. Foto rontgen. b. Pemeriksaan fisisk. c. MRI untuk evaluasi abnormal

9. Therapy/Tindakan Penanganan Pada bayi yang langit-langitnya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat menelan bayi bisa tersedak. Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada saat menghisap, keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yg masuk menjadi kurang. Untuk membantu keadaan ini biasanya pada saat bayi baru lahir di pasang:
a. Pemasangan selang Nasogastric tube, adalah selang yang dimasukkan

melalui hidung. Berfungsi untuk memasukkan susu langsung ke dalam lambung untuk memenuhi intake makanan.

b. Pemasangan Obturator yang terbuat dari bahan akrilik yang elastis,

semacam gigi tiruan tapi lebih lunak, jadi pembuatannya khusus dan memerlukan pencetakan di mulut bayi. Beberapa ahli beranggapan obturator menghambat pertumbuhan wajah pasien, tapi beberapa menganggap justru mengarahkan. Pada center-center cleft seperti Harapan Kita di Jakarta dan Cleft Centre di Bandung, dilakukan pembuatan obturator, karena pasien rajin kontrol sehingga memungkinkan dilakukan penggerindaan oburator tiap satu atau dua minggu sekali kontrol dan tiap beberapa bulan dilakukan pencetakan ulang, dibuatkan yang baru sesuai dengan pertumbuhan pasien.
c. Pemberian dot khusus, dot ini bisa dibeli di apotik-apotik besar. Dot ini

bentuknya lebih panjang dan lubangnya lebih lebar daripada dot biasa; tujuannya dot yang panjang menutupi lubang di langit-langit mulut; susu bisa langsung masuk ke kerongkongan; karena daya hisap bayi yang rendah, maka lubang dibuat sedikit lebih besar.
d. Operasi, dengan beberapa tahap, sebagai berikut:

1. Penjelasan kepada orangtuanya. 2. Umur 3 bulan (rule over ten): Operasi bibir dan alanasi (hidung), evaluasi telinga. 3. Umur 10-12 bulan: Qperasi palato/celah langit-langit, evaluasi pendengaran dan telinga.

4. Umur 1-4 tahun: Evaluasi bicara, speech theraphist setelah 3 bulan pasca operasi. 5. Umur 4 tahun: Dipertimbangkan Repalatoraphy atau/dan

Pharyngoplasty. 6. Umur 6 tahun: Evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran. 7. Umur 9-10 tahun: Alveolar bone graft (penambahan tulang pada celah gusi). 8. Umur 12-13 tahun: Final touch, perbaikan-perbaikan bila diperlukan. 9. Umur 17 tahun: Evaluasi tulang-tulang muka, bila diperlukan Advancementosteotomy Leforti.
e. Pentalaksanaan Keperawatan

Perawatan Pra-Operasi: 1) Fasilitas penyesuaian yang positif dari orangtua terhadap bayi.. a). Bantu orangtua dalam mengatasi reaksi berduka. b). Dorong orangtua untuk mengekspresikan perasaannya. c). Diskusikan tentang pembedahan. d). Berikan informasi yang membangkitkan harapan dan perasaan yang positif terhadap bayi. e). Tunjukkan sikap penerimaan terhadap bayi. 2) Berikan dan kuatkan informasi pada orangtua tentang prognosis dan pengobatan bayi. a). Tahap-tahap intervensi bedah.

b). Teknik pemberian makan. c). Penyebab devitasi. 3) Tingkatkan dan pertahankan asupan dan nutrisi yang adequate. a). Fasilitasi menyusui dengan ASI atau susu formula dengan botol atau dot yang cocok.Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan menghisap. b). Tempatkan bayi pada posisi yang tegak dan arahkan aliran susu ke dinding mulut. c). Arahkan cairan ke sebalah dalam gusi di dekat lidah. d). Sendawakan bayi dengan sering selama pemberian makan. e). Kaji respon bayi terhadap pemberian susu. f). Akhiri pemberian susu dengan air. 4) Tingkatkan dan pertahankan kepatenan jalan nafas. a). Pantau status pernafasan. b). Posisikan bayi miring kekanan dengan sedikit ditinggikan. c). Letakkan selalu alat penghisap di dekat bayi. Perawatan Pasca-Operasi: 1) Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adequate. a). Berikan makan cair selama 3 minggu mempergunakan alat penetes atau sendok. b). Lanjutkan dengan makanan formula sesuai toleransi. c). Lanjutkan dengan diet lunak.

d). Sendawakan bayi selama pemberian makanan. 2) Tingkatkan penyembuhan dan pertahankan integritas daerah insisi anak. a). Bersihkan garis sutura dengan hati-hati. b). Oleskan salep antibiotik pada garis sutura (Keiloskisis). c). Bilas mulut dengan air sebelum dan sesudah pemberian makan. d). Hindari memasukkan obyek ke dalam mulut anak sesudah pemberian makan untuk mencegah terjadinya aspirasi. e). Pantau tanda-tanda infeksi pada tempat operasi dan secara sistemik. f). Pantau tingkat nyeri pada bayi dan perlunya obat pereda nyeri. g). Perhatikan pendarahan, edema, drainage. h). Monitor keutuhan jaringan kulit. i). Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat tidak steril, missal alat tensi.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Data a. Data Subyektif Orang tua mengungkapkan : anaknya sejak lahir sudah menderita celah bibir/palatum, anak sulit menghisap dan menelan makanan, sejak lahir

orang tua kesulitan dalam memberi makan dan minum anaknya. Anak jarang bergaul dengan teman-temannya, orang tua tidak mengetahui cara merawat anaknya dengan baik, dalam mengajarkan berbicara orang tua juga mengalami kesulitan. Orang tua juga belum mengetahui apakah

bibir/ palatum anaknya bisa diperbaiki atau tidak. b. Data Obyektif Adanya celah bibir/palatum bisa komplit/inkomplit Anak sulit menghisap Anak kesulitan dalam menelan Kadang pernafasan terganggu saat makan dan minum Anak sulit berbicara Gangguan pertumbuhan dan perkembangan : BB dan TB anak tidak normal, tidak sesuai dengan usia. Orang tua menanyakan apakah cacat anaknya bisa diperbaiki. Tanda-tanda vital dalam batas normal.

y y y y y y

y y Analisa Data : Data

Subyektif

dan Kemungkinan Penyebab

Masalah/Diagnosa

Obyektif S: Orang tua mengungkapkan Hambatan menelan anak sulit menghisap dan sulit menelan makanan dan minuman. O:Adanya celah bibir/palatum S: Orang tua sejak lahir mengatakan Kesulitan menghisap dan Nutrisi mengalami sulit menelan kebutuhan kurang dari Risiko terjadi aspirasi

kesulitan dalam memberi makanan O: BB dan TB tidak sesuai usia. S: Orang tua mengungkapkan Kurangnya informasi tidak mampu merawat Kurang orang tua pengetahuan

anaknya, orang tua tidak tahu apakah celah

bibir/palatum anaknya bisa diperbaiki. O: Orang tua menanyakah apakah cacat anaknya bisa diperbaiki.

S: Orang tua mengatakan Kecacatan anaknya jarang bergaul bibir/palatum

pada Perubahan citra tubuh

dengan teman temannya. O: Adanya /palatum celah bibir

S:

Orang

tua

juga

sulit Celah Bibir/palatum

Gangguan verbal

komunikasi

mengajarkan berbicara.

anaknya

O: Anak sulit berbicara

2. Diagnosa Keperawatan a. Risiko terjadi aspirasi berhubungan dengan hambatan dalam menelan b. Ketidak sehimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan menghisap dan menelan olah karena adanya celah bibir/ palatum c. Kurang pengetahuan orang tua cara merawat anak berhubungan dengan kurangnya informasi tentang celah bibir/palatum d. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan dalam berbicara.

e. Perubahan citra tubuh berhubungan dengan kecacatan pada bibir/palate. 3. Perencanaan a. Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan dalam menelan Tujuan: selama diberikan asuhan keperawatan tidak terjadi aspirasi, pernafasan normal dan tanda tanda aspirasi tidak ada. Intervensi: y y Kaji status pernafasan selama pemberian makan atau minum. Atur posisi tegak saat memberi makan dan minum untuk

meminimalkan risiko aspirasi. Observasi tanda tanda vital sebelum dan sesudah memberi makan dan minum. Beri HE pada orang tua tentang tanda tanda aspirasi. Bila anak masih minum ASI atau susu: y Rangsang reflek isap dengan sentuhan dot atau putting pada pinggir bibir bayi. Tepuk pungung bayi setelah meyusui atau bila menggunakan dot, tepuk punggung setiap 15-30 cc susu yang diminum tapi dot jangan diangkat selama bayi masih menghisap untuk mencegah aspirasi

Bila pemberian susu tanpa dot letakkan susu formula di belakang lidah untuk mempermudah menelan dan atur aliran sesuai penelanan bayi untuk mencegah aspirasi

b. Ketidaksehimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan menghisap dan menelan olah karena celah bibir/palate. Tujuan: Dalam waktu satu minggu kebutuhan nutrisi anak terpenuhi, anak dapat makan dan minum sesuai dengan porsi yang disediakan, berat badan bertambah dan mendekati ideal. Intervensi: y y y y Kaji kemampuan menghisap dan menelan anak Beri makan dan minum sesuai dengan keadaan anak Beri makan dan minum dalam porsi kecil tapi sering Tetap pantau berat badan untuk mengkaji keadekuatan asupan nutrisi

c. Kurang pengetahuan orang tua tentang cara merawat dan anak berhubungan dengan kurangnya informasi Tujuan: setelah diberi penkes orang tua dapat memahami tentang cara merawat anaknya dan bersedia anaknya dilakukan pembedahan.

Intervensi: y Kaji pemahaman orang tua tentang kecacatan yang ada dan cara merawat, memberi minum, makan, menyusui, sebelum pembedahan Jelaskan tentang kecacatan yang dialami oleh anaknya serta penyebabnya Beri HE tentang penanganan celah bibir/palatum

d. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan dalam berbicara. Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan selama dirawat di RS

orang tua memahami cara mengajarkan anaknya berbicara dengan baik dan benar, anak menunjukkan kemajuan dalam berkomunikasi Intervensi: BHSP Kaji kemampuan anak dalam berkomunikasi Kaji kemampuan orang tua dalam mengajarkan anaknya berbicara Ajarkan cara berkomunikasi kepada anak dengan cara yang baik dan benar

y y y y

Programkan speach terapy

e. Perubahan citra tubuh berhubungan dengan kecacatan pada bibir/palatum Tujuan: Setelah diberi asuhan keperawatan pasien dan orang tua dapat menerima keadaannya dan bersedia mengikuti program

pembedahan yang direncanakan. Intervensi : y y BHSP Berikan kesempatan kepada orang tua untuk mengekspresikan perasaan tentang sakit anaknya untuk mendorong koping keluarga Tunjukkan sikap penerimaan kepada anak dan keluarga karena orang tua sensitif terhadap sikap sensitif orang lain Gambarkan hasil perbaikan bedah terhadap defek dan gunakan foto dari hasil yang memuaskan untuk mendorong adanya pengharapan Diskusikan faktor pendukung yang ada dalam keluarga , misalnya keluarga, tetangga, rohaniawan, pelayanan sosial, supaya orang tua tidak merasa sendiri menghadapinya dan bisa memanfaatkan sistem pendukung yang ada. 4. Tindakan

Tindakan perawatan disesuaikan dengan intervensi yang telah ditetapkan dalam rencana asuhan keperawatan. 5. Evaluasi Diagnosa 1: Subyektif: Orang tua mengatakan anaknya tidak aspirasi selama diberi makan dan minum. Obyektif: Tanda tanda aspirasi tidak ada, pernafasan normal Assesment : Planning : Diagnosa 2 : Subyektif: orang tua mengatakan anaknya dapat menghabiskan makan dan minum sesuai porsi yang disediakan. Obyektif : BB bertambah, BB mendekati ideal. Assesment : Planning : Diagnosa 3 : Subyektif: orang tua sudah memahami cara merawat anaknya, orang tua bersedia anaknya dilakukan pembedahan.

Obyektif: orang tua kolaboratif dalam Assesment : Planning :-

Diagnosa 4 : Subyektif : Orang tua mengatakan sudah memahami cara mengajarkan anak berbicara dengan baik dan benar. Obyektif : Anak sudah menunjukkan kemajuan dalam berkomunikasi Assesment : Planning : Diagnosa 5 : Subyektif : Orang tua mengatakan sudah memahami cacat pada anakn -

C. PENKES PADA PASIEN DAN KELUARGA : 1. Pengetahuan tentang celah bibir/palate 2. Cara merawat, memberi makan dan minum pada anak 3. Persiapan pembedahan 4. Konsultasi genetic 5. Speech terapis

DAFTAR PUSTAKA Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Jakarta ; EEC. Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika. Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak bagian 2. Jakarta; Fajar Interpratama. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC. Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC. Wong, Dona L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik. Jakarta : EEC.

Anda mungkin juga menyukai