Anda di halaman 1dari 42

Asuhan Keperawatan Anak Dengan Labioskisis dan Labio-palato-gnatoskisis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Labioskisis dan Labio-palato-gnatoskisis merupakan kelainan diduga terjadi
akibat infeksi kronis yang diderita ibu pada kehamilan Trimester I. Bayi akan
mengalami gangguan pertumbuhan karena sering menderita infeksi saluran
pernafasan akibat aspirasi.

B. Maksud Dan Tujuan Penulisan


Adapun maksud dan tujuan penulisan Laporan Pendahuluan ini adalah :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak yang diberikan oleh dosen
2. Menambah dan memperluas pengetahuan tentang Labio palato skisis bagi
aapenulis.
3. Memberikan informasi kepada pembaca tentang Labio palato skisis bagi
aaapembaca.

C. Metode Penulisan
Dalam penulisan laporan ini, penulis menggunakan berbagai sumber dengan
metode Pustaka. Dengan metode ini, penulis dapat melengkapi laporan
sesuai dengan bahan-bahan yang penulis ambil dari buku-buku referensi
sebagai bahan pendukung dan pelengkap materi.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar
1. Pengertian

a.
Labio / Palato skisis merupakan kongenital yang berupa adanya
kelainan bentuk pada struktur wajah (Ngastiah, 2005 : 167)
b.
Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya
propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama
perkembangan embriotik. (Wong, Donna L. 2003)
c.
Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada polatum yang terjadi
karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik
(Wong, Donna L. 2003)

Beberapa jenis bibir sumbing :


a.
Unilateral Incomplete. Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah
satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.
b.
Unilateral complete. Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu
bibir dan memanjang hingga ke hidung.
c.
Bilateral complete Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung.
d.
Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada
daerah mulut, palato skisis (subbing palatum) dan labio skisis (sumbing
tulang) untuk menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz,
2005:21)

2. Etiologi
a.

Faktor herediter

b.

Kegagalan fase embrio yang penyebabnya belum diketahui

c.

Akibat gagalnya prosessus maksilaris dan prosessus medialis menyatu

d.
Dapat dikaitkan abnormal kromosom, mutasi gen dan teratogen
(agen/faktor yang menimbulkan cacat pada embrio).

e.

Beberapa obat (korison, anti konsulfan, klorsiklizin).

f.

Mutasi genetic atau teratogen.

3. Patofisiolgi
a.
Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau
tulang selama fase embrio pada trimester I.
b.
Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal
medial dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu.
c.
Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang
disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan
7-12 minggu.
d.
penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa
kehamilan.

4. Manifestasi Klinis

Deformitas pada bibir


Kesukaran dalam menghisap/makan
Kelainan susunan archumdentis.
Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan.
Gangguan komunikasi verbal
Regurgitasi makanan.
Pada Labio skisis
Distorsi pada hidung
Tampak sebagian atau keduanya
Adanya celah pada bibir
Pada Palato skisis

a.
Tampak ada celah pada tekak (unla), palato lunak, keras dan faramen
incisive.
b.

Ada rongga pada hidung.

c.

Distorsi hidung

d.

Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksadn jari

e.

Kesukaran dalam menghisap/makan.

5. Pemeriksaan Diagnostik
a.

Pemeriksaan prabedahrutin (misalnya hitung darah lengkap)

b.

Foto Rontgen

c.

Pemeriksaan fisik

d.

MRI untuk evaluasi abnormal

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis
a.
Penatalaksanaan bibir sumbing adalah tindakan bedah efektif yang
melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Adanya
kemajuan teknik bedah, orbodantis,dokter anak, dokter THT, serta hasil akhir
tindakan koreksi kosmetik dan fungsional menjadi lebih baik. Tergantung dari
berat ringan yang ada, maka tindakan bedah maupun ortidentik dilakukan
secara bertahap.
Biasanya penutupan celah bibir melalui pembedahan dilakukan bila bayi
tersebut telah berumur 1-2 bulan. Setelah memperlihatkan penambahan
berat badan yang memuaskan dan bebas dari infeksi induk, saluran nafas
atau sistemis.
b.
Perbedaan asal ini dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5 tahun.
Pada kebanyakan kasus, pembedahan pada hidung hendaknya ditunda
hingga mencapi usia pubertas.Karena celah-celah pada langit-langit
mempunyai ukuran, bentuk danderajat cerat yang cukup besar, maka pada
saat pembedahan, perbaikan harus disesuaikan bagi masing-masing
penderita.Waktu optimal untuk melakukan pembedahan langit-langit
bervariasi dari 6 bulan 5 tahun. Jika perbaikan pembedahan tertunda
hingga berumur 3 tahun, maka sebuah balon bicara dapat dilekatkan pada

bagian belakang geligi maksila sehingga kontraksi otot-otot faring dan


velfaring dapat menyebabkan jaringan-jaringan bersentuhan dengan balon
tadi untuk menghasilkan penutup nasoporing.

Penatalaksanaan Keperawatan
a.

Fasilitas penyesuaian yang positif dari orangtua terhadap bayi.

b.

Bantu orangtua dalam mengatasi reaksi berduka

c.

Dorong orangtua untuk mengekspresikan perasaannya.

d.

Diskusikan tentang pembedahan

e.
Berikan informasi yang membangkitkan harapan dan perasaan
yang positif terhadap bayi.
f.

Tunjukkan sikap penerimaan terhadap bayi.

g.
Berikan dan kuatkan informasi pada orangtua tentang prognosis
dan pengobatan bayi.
h.

Teknik pemberian makan

i.

Penyebab devitasi

j.

Tingkatkan dan pertahankan asupan dan nutrisi yang adequate.

k.
Fasilitasi menyusui dengan ASI atau susu formula dengan botol atau
dot yang cocok.Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan
menghisap.
l.
tempatkan bayi pada posisi yang tegak dan arahkan aliran susu ke
dinding mulut.
m.

Arahkan cairan ke sebalah dalam gusi di dekat lidah.

n.

Sendawkan bayi dengan sering selama pemberian makan

o.

Kaji respon bayi terhadap pemberian susu.

p.

Akhiri pemberian susu dengan air.

q.

Tingkatkan dan pertahankan kepatenan jalan nafas

r.

Pantau status pernafasan

s.

Posisikan bayi miring kekanan dengan sedikit ditinggikan

t.
u.

Letakkan selalu alat penghisap di dekat bayi


Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adequate

v.
Berikan makan cair selama 3 minggu mempergunakan alat penetes
atau sendok.
w.

Lanjutkan dengan makanan formula sesuai toleransi.

x.

Lanjutkan dengan diet lunak

y.

Sendawakan bayi selama pemberian makanan.

z.
anak.

Tingkatkan penyembuhan dan pertahankan integritas daerah insisi

aa.

Bersihkan garis sutura dengan hati-hati

bb.

Oleskan salep antibiotik pada garis sutura (Keiloskisis)

cc.

Bilas mulut dengan air sebelum dan sesudah pemberian makan.

dd.
Hindari memasukkan obyek ke dalam mulut anak sesudah pemberian
makan untuk mencegah terjadinya aspirasi.
ee.
Pantau tanda-tanda infeksi pada tempat operasi dan secara
sistemik.
ff.

Pantau tingkat nyeri pada bayi dan perlunya obat pereda nyeri.

gg.

Perhatikan pendarahan, cdema, drainage.

hh.

Monitor keutuhan jaringan kulit

ii.
Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat
tidak steril, misal alat tensi

7. Komplikasi
a.

Gangguan bicara dan pendengaran

b.

Terjadinya otitis media

c.

Asirasi

d.

Distress pernafasan

e.

Risiko infeksi saluran nafas

f.

Pertumbuhan dan perkembangan terhambat

B. Asuhan Keperawatan
1.

Pengkajian

1. Riwayat Kesehatan
Riwayat kehamilan, riwayat keturunan, labiotalatos kisis dari keluarga,
berat/panjang bayi saat lahir, pola pertumbuhan, pertambahan/penurunan
berat badan, riwayat otitis media dan infeksi saluran pernafasan atas.

2. Pemeriksaan Fisik
a.
Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi karakteristik
sumbing.
b.

Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi

c.

Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas.

d.

Kaji tanda-tanda infeksi

e.

Palpasi dengan menggunakan jari

f.

Kaji tingkat nyeri pada bayi

3. Pengkajian Keluarga
a.

Observasi infeksi bayi dan keluarga

b.

Kaji harga diri / mekanisme kuping dari anak/orangtua

c.

Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan dilakukan

d.

Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan dan kesanggupan

e.

Kaji tingkat pengetahuan keluarga

2. Diagnosa Keperawatan

a.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh atau tidak efektif dalam
meneteki ASI b/d ketidakmampuan menelan/kesukaran dalam makan
sekunder dari kecacatan dan pembedahan.
b.
Risiko aspirasi b/d ketidakmampuan mengeluarkan sekresi
sekunder dari palato skisis
c.
Risiko infeksi b/d kecacatan (sebelum operasi) dan atau insisi
pembedahan
d.
Kurang pengetahuan keluarga b/d teknik pemberian makan, dan
perawatan dirumah.
e.

Nyeri b/d insisi pembedahan

3. Intervensi
a.
Nutrisi yang adekuat dapat dipertahankan yang ditandai adanya
peningkatan berat badan dan adaptasi dengan metode makan yang sesuai
b.

Anak akan bebas dari aspirasi

c.
Anak tidak menunjukan tanda-tanda infeksi sebelum dan sesudah
operasi, luka tampak bersih, kering dan tidak edema.
d.
Orang tua dapat memahami dan dapat mendemonstrasikan dengan
metode pemberian makan pada anak, pengobatan setelah pembedahan dan,
harapan perawat sebelum dan sesudah operasi.
e.
Rasa nyaman anak dapat dipertahankan yang ditandai dengan anak
tidak menangis, tidsk lsbil dan tidak gelisah

4. Implementasi
Mempertahankan nutrisi adekuat.
a.

Kaji kemampuan menelan dan mengisap

b.
Gunakan dot botol yang lunak yang besar, atau dot khusus dengan
lubang yang sesuai untuk pemberian minum
c.
Tempatkan dot pada samping bibir mulut bayi dan usahakan lidah
mendorong makan/minuman kedalam
d.

Berikan posisi tegak lurus atau semi duduk selama makan

e.
Tepuk punggung bayi setiap 15ml 30ml minuman yang diminum, tetapi
jangan diangkat dot selama bayi menghisap
f.

Berikan makan pada anak sesuai dengan jadwal dan kebutuhan

g.
Jelaskan pada orang tua tentang prosedur operasi, puasa 6 jam dan
pemberian infus lainnya
h.
Prosedur perawatan setelah operasi, ranngsangan untuk menelan ata
menghisap, dapat menggunakan jari-jari dengan cuci tangan yang bersih
atau dot sekitar mulut 7-10 hari, bila sudah toleran berikan minuman pada
bayi, dan minuman atau makanan lunak untuk anak sesuai dengan diitnya.

Mencegah aspirasi dan obstruksi jalan napas


a.

Kaji status pernafasan selama pemberian makan

b.
sentuhan dot pada bibir

Gunakan dot agak besar, rangsang hisap dengan

c.
Perhatikan posisi bayi saat memberi makan,
tegak atau setengah duduk
d.

Beri makan secara perlahan

e.
pemberian minum

Lakukan penepukan punggung setelah

Mencegah infeksi
a.
Berikan posisi yang tepat setelah makan, miring kekanan kepala agak
sedikit tinggi supaya makanan tertelan dan mencegah aspirasi yang dapat
berakibat pnemoni
b.
dan demam.

Kaji tanda-tanda infeksi, termasuk drainage, bau

c.
Lakukan perawatan luka dengan hati-hat dengan menggunakan teknik
steril
d.
Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat yang
tidak steril, misalnya alat tenun dan lainnya.

e.

Perhatikan perdarahan, edema, dan drainage

f.
minggu

Hindari gosok gigi pada anak kira-kira 1-2

Mempersiapkan orang tua untuk menerima keadaan bayi/anak dan


perawatan dirumah
a.
operasi

Jelaskan prosedur operasi sebelum dan sesudah

b.
Ajarkan pada ornag tua dalam perawatan anak ; cara pemberian
makan/minum dengan alat, mencegah infeksi, dan mencegah aspirasi, posisi
pada saat pemberian makan/minum, lakukanpenepukan punggung, bersihkan
mulut setelah makan

Meningkatkan rasa nyaman


a.

Kaji pola istirahat bayi dan kegelisahan

b.

Tenangkan bayi

c.
Bila klien anak, berikan aktivitas bermain yang sesuai dengan usia dan
kondisinya
d.

Berikan analgetik sesuai program

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau
pembentukan yang kurang sempurna semasa embrional berkembang, bibir
atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu.Belahnya belahan
dapat sangat bervariasi, mengenai salah satu bagian atau semua bagian dari
dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum serta molle. Suatu
klasifikasi berguna membagi struktur-struktur yang terkena menjadi :

Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum durum
dibelahan foramen incisivum
Palatum sekunder meliputi palatum durum dan molle posterior terhadap
foramen.Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum
primer dan palatum sekunder dan dapat unilateral atau bilateral.
Kadang-kadang terlihat suatu belahan submukosa, dalam kasus ini
mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot
palatum.

B. Saran

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembaca, terutama


mahasiswa keperawatan
Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa
keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

1.
Jakarta ; EEC.

Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pedriatik.

2.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.
Jakarta : Salemba Medika.
3.
Interpratama.

Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak bagian 2. Jakarta; Fajar

4.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC.

5.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC.

6.
EEC.
BAB I

Wong, Dona L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik. Jakarta :

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Labioskisis dan Labio-palato-gnatoskisis merupakan kelainan diduga terjadi
akibat infeksi kronis yang diderita ibu pada kehamilan Trimester I. Bayi akan
mengalami gangguan pertumbuhan karena sering menderita infeksi saluran
pernafasan akibat aspirasi.

B. MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN


Adapun maksud dan tujuan penulisan Laporan Pendahuluan ini adalah :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak yang diberikan oleh dosen
pengampu Ibu Welas Haryati, S.Pd., S.Kep.,MMR.
2. Menambah dan memperluas pengetahuan tentang Labio palato skisisbagi
penulis.
3. Memberikan informasi kepada pembaca tentang Labio palato skisis bagi
pembaca.

C. METODE PENULISAN
Dalam penulisan laporan ini, penulis menggunakan berbagai sumber dengan
metode Pustaka. Dengan metode ini, penulis dapat melengkapi laporan
sesuai dengan bahan-bahan yang penulis ambil dari buku-buku referensi
sebagai bahan pendukung dan pelengkap materi.

BAB II
ISI
LABIO PALATO SKISIS

A. PENGERTIAN
1. Labio / Palato skisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan

bentuk pada struktur wajah (Ngastiah, 2005 : 167)


2. Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya
propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama
perkembangan embriotik. (Wong, Donna L. 2003)
3. Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada polatum yang terjadi karena
kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik (Wong,
Donna L. 2003)
Beberapa jenis bibir sumbing :
a. Unilateral Incomplete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak
memanjang hingga ke hidung.
b. Unilateral complete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan memanjang
hingga ke hidung.
c. Bilateral complete
Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke
hidung.
4. Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada
daerah mulut, palato skisis (subbing palatum) dan labio skisis (sumbing
tulang) untuk menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz,
2005:21)

B. ETIOLOGI
1. Faktor herediter
2. Kegagalan fase embrio yang penyebabnya belum diketahui
3. Akibat gagalnya prosessus maksilaris dan prosessus medialis menyatu
4. Dapat dikaitkan abnormal kromosom, mutasi gen dan teratogen
(agen/faktor yang menimbulkan cacat pada embrio).
5. Beberapa obat (korison, anti konsulfan, klorsiklizin).
6. Mutasi genetic atau teratogen.

C. PATOFISIOLGI
1. Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang
selama fase embrio pada trimester I.
2. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial
dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu.
3. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang
disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan
7-12 minggu.
4. penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa
kehamilan.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Deformitas pada bibir
2. Kesukaran dalam menghisap/makan
3. Kelainan susunan archumdentis.
4. Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan.
5. Gangguan komunikasi verbal
6. Regurgitasi makanan.
7. Pada Labio skisis
a. Distorsi pada hidung
b. Tampak sebagian atau keduanya
c. Adanya celah pada bibir

8. Pada Palati skisis


a. Tampak ada celah pada tekak (unla), palato lunak, keras dan faramen
incisive.
b. Ada rongga pada hidung.
c. Distorsi hidung
d. Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksadn jari

e. Kesukaran dalam menghisap/makan.

E. KOMPLIKASI
1. Gangguan bicara
2. Terjadinya atitis media
3. Aspirasi
4. Distress pernafasan
5. Resiko infeksi saluran nafas
6. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
7. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh atitis media rekureris
sekunder akibat disfungsi tuba eustachius.
8. Masalah gigi
9. Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat kecacatan
dan jaringan paruh.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan prabedan rutin (misalnya hitung darah lengkap

2. Pemeriksaan Diagnosis
a. Foto Rontgen
b. Pemeriksaan fisik
c. MRI untuk evaluasi abnormal

G. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan bibir sumbing adalah tindakan bedah efektif yang

melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Adanya


kemajuan teknik bedah, orbodantis,dokter anak, dokter THT, serta hasil akhir
tindakan koreksi kosmetik dan fungsional menjadi lebih baik. Tergantung dari
berat ringan yang ada, maka tindakan bedah maupun ortidentik dilakukan
secara bertahap.
Biasanya penutupan celah bibir melalui pembedahan dilakukan bila bayi
tersebut telah berumur 1-2 bulan. Setelah memperlihatkan penambahan
berat badan yang memuaskan dan bebas dari infeksi induk, saluran nafas
atau sistemis.
Perbedaan asal ini dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5 tahun. Pada
kebanyakan kasus, pembedahan pada hidung hendaknya ditunda hingga
mencapi usia pubertas.
Karena celah-celah pada langit-langit mempunyai ukuran, bentuk danderajat
cerat yang cukup besar, maka pada saat pembedahan, perbaikan harus
disesuaikan bagi masing-masing penderita.
Waktu optimal untuk melakukan pembedahan langit-langit bervariasi dari 6
bulan 5 tahun. Jika perbaikan pembedahan tertunda hingga berumur 3
tahun, maka sebuah balon bicara dapat dilekatkan pada bagian belakang
geligi maksila sehingga kontraksi otot-otot faring dan velfaring dapat
menyebabkan jaringan-jaringan bersentuhan dengan balon tadi untuk
menghasilkan penutup nasoporing.

2. Penta laksanaan Keperawatan


a. Perawatan Pra-Operasi:
1) Fasilitas penyesuaian yang positif dari orangtua terhadap bayi.
a) Bantu orangtua dalam mengatasi reaksi berduka
b) Dorong orangtua untuk mengekspresikan perasaannya.
c) Diskusikan tentang pembedahan
d) Berikan informasi yang membangkitkan harapan dan perasaan yang positif
terhadap bayi.
e) Tunjukkan sikap penerimaan terhadap bayi.
2) Berikan dan kuatkan informasi pada orangtua tentang prognosis dan
pengobatan bayi.
a) Tahap-tahap intervensi bedah

b) Teknik pemberian makan


c) Penyebab devitasi
3) Tingkatkan dan pertahankan asupan dan nutrisi yang adequate.
a) Fasilitasi menyusui dengan ASI atau susu formula dengan botol atau dot
yang cocok.Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan
menghisap.
b) Tempatkan bayi pada posisi yang tegak dan arahkan aliran susu ke dinding
mulut.
c) Arahkan cairan ke sebalah dalam gusi di dekat lidah.
d) Sendawkan bayi dengan sering selama pemberian makan
e) Kaji respon bayi terhadap pemberian susu.
f) Akhiri pemberian susu dengan air.
4) Tingkatkan dan pertahankan kepatenan jalan nafas
a) Pantau status pernafasan
b) Posisikan bayi miring kekanan dengan sedikit ditinggikan
c) Letakkan selalu alat penghisap di dekat bayi
b. Perawatan Pasca-Operasi
1) Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adequate
a) Berikan makan cair selama 3 minggu mempergunakan alat penetes atau
sendok.
b) Lanjutkan dengan makanan formula sesuai toleransi.
c) Lanjutkan dengan diet lunak
d) Sendawakan bayi selama pemberian makanan.
2) Tingkatkan penyembuhan dan pertahankan integritas daerah insisi anak.
a) Bersihkan garis sutura dengan hati-hati
b) Oleskan salep antibiotik pada garis sutura (Keiloskisis)
c) Bilas mulut dengan air sebelum dan sesudah pemberian makan.
d) Hindari memasukkan obyek ke dalam mulut anak sesudah pemberian

makan untuk mencegah terjadinya aspirasi.


e) Pantau tanda-tanda infeksi pada tempat operasi dan secara sistemik.
f) Pantau tingkat nyeri pada bayi dan perlunya obat pereda nyeri.
g) Perhatikan pendarahan, cdema, drainage.
h) Monitor keutuhan jaringan kulit
i) Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat tidak steril,
missal alat tensi

H. PATHWAY KEPERAWATAN
Etiologi :
Faktor herediter
Kegagalan fase embrio
Akibat gagal prosesus maksilaris dan prosesus nasalis untuk menyatu

Kegagalan penyatuan Kegagalan penyatuan pada


Susunan palato Proses nasal medial dan maksilaris

Timbul celah pada garis tengah palato Terbentuknya bibir dan hidung

Labiopalatoskisis

Pre Operasi Pasca Operasi


Koping keluarga tidak efektif
Kerusakan komunikasi verbal
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Resiko Aspirasi
Nyeri
Resiko infeksi
Sumber : Betz, Cecily,. 2002. Keperawatan Pedriatik. Jakarta ; EEC

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Riwayat Kesehatan
Riwayat kehamilan, riwayat keturunan, labiotalatos kisis dari keluarga,
berat/panjang bayi saat lahir, pola pertumbuhan, pertambahan/penurunan
berat badan, riwayat otitis media dan infeksi saluran pernafasan atas.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi karakteristik
sumbing.
b. Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi
c. Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas.
d. Kaji tanda-tanda infeksi
e. Palpasi dengan menggunakan jari
f. Kaji tingkat nyeri pada bayi
3. Pengkajia Keluarga
a. Observasi infeksi bayi dan keluarga
b. Kaji harga diri / mekanisme kuping dari anak/orangtua
c. Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan dilakukan
d. Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan dan kesanggupan mengatur
perawatan di rumah.
e. Kaji tingkat pengetahuan keluarga

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kuping Keluarga melemah berhubungan dengan situasi lain atau krisis
perkembangan /keadaan dari orang terdekat mungkin muncul ke permukaan.
2. Resiko aspirasi berhubungan dengan kondisi yang menghambat elevasi
tubuh bagian atas.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakseimbangan.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menaikkan zat-zat gizi berhubungan dengan faktor
biologis.

5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik


6. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif
C. INTERVENSI
1. DX.1 : Koping keluarga melemah berhubungan dengan situasi lain dan
krisis perkembangan / keadaan dari orang lain terdekat mungkin muncul ke
permukaan.
NOC.: Family kuping
KH :
a. Mengatur masalah
b. Mengekspresikan perasaan dan emosional dengan bebas
c. Menggunakan startegi pengurangan stress
d. Membuat jadwal untuk rutinitas dan kegiatan keluarga
Indikator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Family Support
a. Dengarkan apa yang diungkapkan
b. Bangun hubungan kepercayaan dalam keluarga
c. Ajarkan pengobatan dan rencana keperawatan untuk keluarga
d. Gunakan mekanisme kopoing adaptif
e. Mengkonsultasikan dengan anggota keluarga utnk menambahkan kopoing
yang efektif.

2. DX.II: Resiko aspirasi berhubungan dengan kondisi yang menghambat


elevasi tubuh bagian atas.

NOC : Risk Control


KH :
a. Monitor lingkungan faktor resiko
b. Gunakan strategi kontrol resiko yang efektif
c. Modifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko
d. Monitor perubahan status kesehatan
e. Monitor faktor resiko individu
Indikator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan

NIC : Aspiration Precaution


a. Monitor status hormonal
b. Hindari penggunaan cairan / penggunaan agen amat tebal
c. Tawarkan makanan / cairan yang dapat dibentuk menjadi bolu sebelum
ditelan.
d. Sarankan untuk berkonsultasi ke Patologi
e. Posisikan 900 atau lebih jika memungkinkan.
f. Cek NGT sebelum memberi makan

3. DX. III : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidak


seimbangan
NOC :
a. Menggunakan pesan tertulis

b. Menggunakan bahasa percakapan vokal


c. Menggunakan percakapan yang jelas
d. Menggunakan gambar/lukisan
e. Menggunakan bahasa non verbal
Indikator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan

NIC : Perbaikan Komunikasi


a. Membantu keluarga dalam memahami pembicaraan pasien
b. Berbicara kepada pasien dengan lambat dan dengan suara yang jelas.
c. Menggunakan kata dan kalimat yang singkat
d. Mendengarkan pasien dengan baik
e. Memberikan reinforcement/pujian positif pada keluarga
f. Anjurkan pasien mengulangi pembicaraannya jika belum jelas

4. DX. IV : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan ketidakmampuan menaikkan zat-zat gizi berhubungan
dengan faktor biologis.
NOC : Status Nutrisi
KH :
a. Stamina
b. Tenaga
c. Penyembuhan jaringan

d. Daya tahan tubuh


e. Pertumbuhan (untuk anak)
Indikator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan

NIC : Nutrition Monitoring


a. BB dalam batas normal
b. Monitor type dan jumlah aktifitas yang biasa dilakukan
c. Monitor interaksi anak/orangtua selama makan
d. Monitor lingkungan selama makan
e. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
f. Monitor turgor kulit
g. Monitor rambut kusam, kering dan mudah patah
h. Monitor pertumbuhan danperkembangan

5. DX. V : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik


NOC : Tingkat Kenyamanan
KH :
a. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan managemen
nyeri.
b. Mampu mengenali nyeri (skal), intensitas, frekwensi, dan tanda nyeri.
c. TTV dalam batas normal
Indikator skala :

1. Tidak pernah dilakukan


2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan

NIC : Pain Management


a. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meiputi : Lokasi, karkteristik,
durasi, frekwensi, kualitas dan intensitas nyeri.
b. Observasi isarat-isarat non verbal dari ketidaknyamanan
c. Gunakan komunikasi teraupeutik agar pasien dapat nyaman
mengekspresikan nyeri.berikan dukungan kepada pasien dan keluarga.
6. DX. VI : Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif
NOC : Risk Control
KH :
a. Monitor gejala kemunduran penglihatan
b. Hindari tauma mata
c. Hindarkan gejal penyakit mata
d. Gunakan alat melindungi mata
e. Gunakan resep obat mata yang benar

Indikator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan

NIC : Identifikasi Resiko


a. Identifikasi pasien dengan kebutuhan perawatan rencana berkelanjutan
b. Menentukan sumber yang finansial
c. Identifikasi sumber agen penyakit untuk mengurangi faktor resiko
d. Menentukan pelaksanaan dengan treatment medis dan perawatan

D. EVALUASI
1. Diagnosa I : Koping keluarga melemah berhubungan dengan situasi lain
atau krisis perkembangan keadaan dari orang terdekat mungkin muncul ke
permukaan.
a.
b.
c.
d.
Mengatur masalah
Mengekspresikan perasaan dan emosional dengan bebas
Menggunakan startegi pengurangan stress
Membuat jadwal untuk rutinitas dan kegiatan keluarga
5
5
5
5

2. Diagnosa II : Resiko aspirasi berhubungan dengan kondisi yang


menghambat elevasi tubuh bagian atas.

a.
b.
c.
d.
e.
Monitor lingkungan faktor resiko
Gunakan strategi kontrol resiko yang efektif
Modifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko
Monitor perubahan status kesehatan
Monitor faktor resiko individu
5
5
5
5
5

3. Diagnosa III : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan


ketidakseimbangan.
a.
b.
c.
d.
e.
Menggunakan pesan tertulis
Menggunakan bahasa percakapan vokal
Menggunakan percakapan yang jelas
Menggunakan gambar/lukisan

Menggunakan bahasa non verbal


5
5
5
5
5

4. Diagnosa IV : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan ketidak mampuan menaikkan zat-zat gizi berhubungan
dengan faktor biologis.
a.
b.
c.
d.
e.
Stamina
Tenaga
Penyembuhan jaringan
Daya tahan tubuh
Pertumbuhan (untuk anak)
5
5
5
5
5

5. Diagnosa V : Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik

a.

b.

c
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan managemen nyeri.
Mampu mengenali nyeri (skal), intensitas, frekwensi, dan tanda nyeri.
TTV dalam batas normal

5
5

6. Diagnosa VI : Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif.


a.
b.
c.
d.
e.
Monitor gejala kemunduran penglihatan
Hindari tauma mata
Hindarkan gejal penyakit mata
Gunakan alat melindungi mata
Gunakan resep obat mata yang benar

5
5
5
5
5

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Jakarta ; EEC.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta :
Salemba Medika.

Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak bagian 2. Jakarta; Fajar Interpratama.


Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC.
Wong, Dona L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik. Jakarta : EEC

ASKEP LABIOPALATOSKIZIS
A.Definisi
Labioplatoskisis adalah merupakan kongenital anomali yang berupa adanya
kelainan bentuk pada struktur wajah.Palatoskisi adalah adanya celah pada
garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan
palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.

Labiopalatoskisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk


pada struktur wajah (Ngastiah, 2005 : 167)
Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya propsuesus
nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan
embriotik. (Wong, Donna L. 2003)
Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada polatum yang terjadi karena
kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik (Wong,
Donna L. 2003)
Beberapa jenis bibir sumbing :
1.

Unilateral Incomplete.

Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak
memanjang hingga ke hidung.
2.

Unilateral complete.

Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan memanjang
hingga ke hidung.
3.

Bilateral complete.

Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke
hidung.
Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah
mulut, palato skisis (subbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang)
untuk menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21).
B.ETIOLOGI
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing. faktor
tersebut antara lain, yaitu :
*

factor Genetik atau keturunan

Dimana material genetic dalam kromosom yang mempengaruhi/. Dimana


dapat terjadi karena adaya adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom.
Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22
pasang kromosom non-sex ( kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang kromosom
sex ( kromosom X dan Y ) yang menentukan jenis kelamin. Pada penderita
bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada 3 untai
kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom
pada tiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan
bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak,

jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan
frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.
*
Kurang Nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C pada waktu
hamil, kekurangan asam folat.
*

Radiasi.

Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.

*
Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti
infeksi Rubella dan Sifilis, toxoplasmosis dan klamidia.
*
Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal,
akibat toksisitas selama kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi
penitonin.
*
*

Multifaktoral dan mutasi genetic.


Diplasia ektodermal.

C.PATOFISIOLOGI
Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak
terbentuknya mesoderm, pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah
menyatu (proses nasalis dan maksilaris) pecah kembali.
Labioskizis terjadi akibat fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan
prominen nasalis medial yang diikuti disfusi kedua bibir, rahang, dan palatum
pada garis tengah dan kegagalan fusi septum nasi. Gangguan fusi palatum
durum serta palatum mole terjadi sekitar kehamilan ke-7 sampai 12 mgg.
D.TANDA DAN GEJALA
Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu :
1.

Terjadi pemisahan langit langit.

2.

Terjadi pemisahan bibir.

3.

Terjadi pemisahan bibir dan langit langit.

4.

Infeksi telinga berulang.

5.

Berat badan tidak bertambah.

6.
Pada bayi terjadi regurgitas nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air
susu dari hidung.
E.MANISFESTASI KLINIS

Pada labio Skisis:


Distorsi pada hidungtampak sebagian atau keduanya
Adanya celah pada bibir.
Pada palato skisis:
Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan atau
foramen incisive
Adanya rongga pada hidung
Distorsi hidung teraba celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa
dengan jari
Kesukaran dalam menghisap makan.
F.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.

Foto roentgen

b.

Pemeriksaan fisisk

c.

MRI untuk evaluasi abnormal

G.PEMERIKSAAN TERAPEUTIK
a.

Penatalaksanaan tergantung pada beratnya kecacatan

b.
adekuat

Prioritas pertama adalah pada teknik pemberian nutrisi yang

c.

Mencegah komplikasi

d.

Fasilitas pertumbuhan dan perkembangan

e.
Pembedahan: pada labio sebelum kecacatan palato; perbaikan
dengan pembedahan usia 2-3 hari atua sampai usia beberapa minggu
prosthesis intraoral atau ekstraoral untuk mencegah kolaps maxilaris,
merangsang pertumbuhan tulang, dan membantu dalam perkembangan
bicara dan makan, dapat dilakukan sebelum penbedahan perbaikan.
f.
Pembedahan pada palato dilakukan pada waktu 6 bulan dan 2
tahun, tergantung pada derajat kecacatan. Awal fasilitas penutupan adalah
untuk perkembangan bicara.
H.PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan bibir sumbing adalah tindakan bedah efektif yang

melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Adanya


kemajuan teknik bedah, orbodantis,dokter anak, dokter THT, serta hasil akhir
tindakan koreksi kosmetik dan fungsional menjadi lebih baik. . Tergantung
dari berat ringan yang ada, maka tindakan bedah maupun ortidentik
dilakukan secara bertahap. Biasanya penutupan celah bibir melalui
pembedahan dilakukan bila bayi tersebut telah berumur 1-2 bulan. Setelah
memperlihatkan penambahan berat badan yang memuaskan dan dan bebas
dari infeksi induk, saluran nafas atau sistemis.
Perbedaan asal ini dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5 tahun. Pada
kebanyakan kasus, pembedahan pada hidung hendaknya ditunda hingga
mencapi usia pubertas.
Karena celah-celah pada langit-langit mempunyai ukuran, bentuk danderajat
cerat yang cukup besar, maka pada saat pembedahan, perbaikan harus
disesuaikan bagi masing-masing penderita.Waktu optimal untuk melakukan
pembedahan langit-langit bervariasi dari 6 bulan 5 tahun. Jika perbaikan
pembedahan tertunda hingga berumur 3 tahun, maka sebuah balon bicara
dapat dilekatkan pada bagian belakang geligi maksila sehingga kontraksi
otot-otot faring dan velfaring dapat menyebabkan jaringan-jaringan
bersentuhan dengan balon tadi untuk menghasilkan penutup nasoporing.
Penatalaksanaan Keperawatan
Perawatan Pra-Operasi:
Fasilitas penyesuaian yang positif dari orangtua terhadap bayi.
Bantu orangtua dalam mengatasi reaksi berduka
Dorong orangtua untuk mengekspresikan perasaannya.
Diskusikan tentang pembedahan
Berikan informasi yang membangkitkan harapan dan perasaan yang positif
terhadap bayi.
Tunjukkan sikap penerimaan terhadap bayi.
Berikan dan kuatkan informasi pada orangtua tentang prognosis dan
pengobatan bayi.
Tahap-tahap intervensi bedah
Teknik pemberian makan
Penyebab devitasi
Tingkatkan dan pertahankan asupan dan nutrisi yang adequate.

Fasilitasi menyusui dengan ASI atau susu formula dengan botol atau dot yang
cocok.Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan menghisap.
Tempatkan bayi pada posisi yang tegak dan arahkan aliran susu ke dinding
mulut.
Arahkan cairan ke sebalah dalam gusi di dekat lidah.
Sendawkan bayi dengan sering selama pemberian makan
Kaji respon bayi terhadap pemberian susu.
Akhiri pemberian susu dengan air.
Tingkatkan dan pertahankan kepatenan jalan nafas
Pantau status pernafasan
Posisikan bayi miring kekanan dengan sedikit ditinggikan
Letakkan selalu alat penghisap di dekat bayi
Perawatan Pasca-Operasi
Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adequate
Berikan makan cair selama 3 minggu mempergunakan alat penetes atau
sendok.
Lanjutkan dengan makanan formula sesuai toleransi.
Lanjutkan dengan diet lunak
Sendawakan bayi selama pemberian makanan.
Tingkatkan penyembuhan dan pertahankan integritas daerah insisi anak.
Bersihkan garis sutura dengan hati-hati
Oleskan salep antibiotik pada garis sutura (Keiloskisis)
Bilas mulut dengan air sebelum dan sesudah pemberian makan.
Hindari memasukkan obyek ke dalam mulut anak sesudah pemberian makan
untuk mencegah terjadinya aspirasi.
Pantau tanda-tanda infeksi pada tempat operasi dan secara sistemik.
Pantau tingkat nyeri pada bayi dan perlunya obat pereda nyeri.
Perhatikan pendarahan, cdema, drainage.

Monitor keutuhan jaringan kulit.


Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat tidak steril,
missal alat tensi.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.

Pengkajian

Identitas klien : Meliputi nama,alamat,umur


Keluhan utama : Alasan klien masuk ke rumah sakit
Riwayat Kesehatan:
1.

Riwayat Kesehatan Dahulu

Mengkaji riwayat kehamilan ibu, apakah ibu pernah mengalami trauma pada
kehamilan Trimester I. bagaimana pemenuhan nutrisi ibu saat hamil, obatobat yang pernah dikonsumsi oleh ibu dan apakah ibu pernah stress saat
hamil.
2.

Riwayat Kesehatan Sekarang

Mengkaji berat/panjang bayi saat lahir, pola pertumbuhan,


pertambahan/penurunan berat badan, riwayat otitis media dan infeksi
saluran pernafasan atas.
3.

Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat kehamilan, riwayat keturunan, labiopalatoskisis dari keluarga,


penyakit sifilis dari orang tua laki-laki.
4.

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi karakteristik


sumbing.
Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi
Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas.
Kaji tanda-tanda infeksi
Palpasi dengan menggunakan jari
Kaji tingkat nyeri pada bayi
Pengkajian Keluarga

Observasi infeksi bayi dan keluarga


Kaji harga diri / mekanisme kuping dari anak/orangtua
Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan dilakukan
Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan dan kesanggupan mengatur
perawatan dirumah.
Kaji tingkat pengetahuan keluarga.
2.

Diagnosa Keperawatan

1.

Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan.

2.
Resiko Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan refleks menghisap pada anak tidak adekuat.
3.
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kelainan anatomis
(labiopalatoskizis)
4.

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.

5.

Resiko infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan.

6.
Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga
tentang penyakit.
3.

Intervensi

Rencana Keperawatan
No

Dx Keperawatan

Tujuan/Kriteria

Intervensi

Rasional
1.

Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan.

Tidak akan mengalami aspirasi:


Menunjukkan peningkatan kemampuan menelan.
Bertoleransi thd asupan oral dan sekresi tanpa aspirasi.
Bertoleransi thd pemberian perenteral tanpa aspirasi.

Pantau tanda-tanda aspirasi selama proses pemberian makan dan pemberian


pengobatan.
Tempatkan pasien pada posisi semi-fowler atau fowler.
Sediakan kateter penghisap disamping tempat tidur dan lakukan
penghisapan selama makan, sesuai dengan kebutuhan.

Perubahan yg tjd pada proses pemberian makanan dan pengobatan bisa saja
menyebabkan aspirasi.
Agar mempermudah mengeluarkan sekresi.
Mencegah sekresi menyumbat jalan napas, khususnya bila kemampuan
menelan terganggu.
2.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan refleks menghisap pada anak tidak adekuat

Menunjukkan status gizi :


Mempertahankan BB dalam batas normal.
Toleransi thd diet yang dianjurkan.
Menyatakan keinginannya untuk mengikuti diet.

Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.


Ketahui makanan kesukaan pasien.
Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan.

Memberikan informasi sehubungan dgn keb nutrisi & keefektifan terapi.


Meningkatkan selera makan klien.
Meningkatkan sosialisasi & memaksimalkan kenyamanan klien bila kesakitan
makan menyebabkan malu.
3.

Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kelainan anatomis


(labiopalatoskizis).

Menunjukkan kemampuan komunikasi :


Menggunakan bahasa tertulis, berbicara atau nonverbal.
Mengguanakan bahasa isyarat.
Pertukaran pesan dengan orang lain.

Anjurkan pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan mengulangi


permintaan.
Sering berikan pujian positif pada pasien yang berusaha untuk
berkomunikasi.
Menggunakan kata dan kalimat yang singkat.

Melatih agar bisa berkomunikasi lebih lancar.


Pujian dapat membuat keadaan klien akan lebih membaik karena mendapat
dorongan.

Membantu klien memahami pembicaraan.


4.

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.

Meningkatkan rasa nyaman :


Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai
kenyamanan.
Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang (skala 0-10)
Melaporkan nyeri pada penyedia perawatan kesehatan.

Kaji pola istirahat bayi/anak dan kegelisahan.


Bila klien anak, berikan aktivitas bermain yang sesuai dengan usia dan
kondisinya.
Berikan analgetik sesuai program.

Mencegah kelelahan dan dapat meningkatkan koping terhadap stres atau


ketidaknyamanan.
Meningkatkan relaksasi dan membantu pasien memfokuskan perhatian pada
sesuatu disamping diri sendiri / ketidaknyamanan dapat
menurunkankebutuhan dosis / frekuensi analgesik.
Derajat nyeri sehubungan dengan luas dan dampak psikologi pembedahan
sesuai dengan kondisi tubuh.

5.

Resiko infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan.

Mencegah infeksi :Terbebas dari tanda atau gejala infeksi.

Menunjukkan higiene pribadi yang adekuat.


Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi.

Berikan posisi yang tepat setelah makan, miring kekanan, kepala agak sedikit
tinggi supaya makanan tertelan dan mencegah aspirasi yang dapat berakibat
pneumonia.
Kaji tanda-tanda infeksi, termasuk drainage, bau dan demam.

Meningkatkan mobilisasi sekret, menurunkan resiko pneumonia.


Deteksi dini terjadinya infeksi memberikan pencegahan komplikasi lebih
serius.
Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.

6.

Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang


penyakit.

Rasa cemas teratasi :


Mencari informasi untuk menurunkan kecemasan.
Menghindari sumber kecemasan bila mungkin.
Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan.

Kaji tingkat kecemasan klien.


Berikan terapi bermain kepada si anak untuk mengalihkan ras cemasnya.
Berikan penyuluhan pada klien dan keluarga tentang penyakit dan proses
penyembuhannya.

Untuk mengetahui seberapa besar kecemasan yang dirasakan klien


sekarang.
Untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan klien, berikan suasana yang
tenang dan nyaman.
Untuk mengetahui bagaimana untuk memudahkan memberikan support atau
penyuluhan.

DAFTAR PUSTAKA

NANDA, 2005-2006

Doenges, Marilynn E, 1999.

Hidayat, Aziz, 2005:21

Pencarian:
diagnosa keperawatan pada bayi dengan labio palatoskisis menurut nanda
dan nic nok, askep kerusakan komunikasi verbal pada bayi pada labio,
laporan pendahuluan palatoskisis pdf, diagnosa resiko cidera labioskizis anak,
asuhan keperawatan pada anak dengan labiopalatoskizis nic noc, askep
nanda nicnoc intra operasi dengan abses septum nasi, askep nanda nic noc
lengkap labiopalatosis, askep labiopalatoskizis menurut nanda nic noc, askep
labiopalaktosis dengan diagnosa hambatan komunikasi verbal pada pasien
bayi, Pathway labiopalatoskizis setelah pembedahan

Anda mungkin juga menyukai