Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal merupakan cabang spesialistik ilmu kedokteran yang memanfaatkan ilmu kedokteran untuk membantu penegakan hukum dan masalah-masalah di bidang hukum, salah satunya adalah hukum pidana, serta berperan dalam membantu kepolisian untuk menegakkan keadilan. Seorang dokter dituntut untuk dapat memanfaatkan ilmu kedokteran yang dimiliknya secara optimal agar dapat membantu penyidik dalam menegakkan keadilan.1 Dalam masyarakat sering terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang melalui pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Seorang dokter dituntut untuk dapat membedakan keadaan klinis yang terdapat pada korban terjadi pada saat korban masih hidup atau sudah meninggal. Hal ini mempunyai peranan penting dalam menentukan penyebab kematian seseorang. Tanda-tanda intravital merupakan adanya reaksi jaringan dari tubuh yang terkena trauma atau reaksi tubuh manusia yang hidup terhadap luka. Reaksi ini penting untuk membedakan apakah luka terjadi pada saat seseorang masih hidup atau sudah meninggal. Misalnya, pada kasus tenggelam, tanda-tanda intravital berperan untuk menentukan apakah korban tersebut meninggal karena tenggelam atau korban sudah meninggal sebelum ditenggelamkan. Reaksi vital yang umum berupa perdarahan, yaitu ekimosis, petekie, dan emboli.1 1.2 1. 2. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan referat ini adalah : Memahami dan menambah wawasan mengenai tanda-tanda intravital Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah di bidang kedokteran khususnya di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik (KK) di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Riau dan Rumah Sakit Bhayangkara 1.3 Metode Penulisan Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu kepada beberapa literatur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanda intravital pada hakikatnya merupakan tanda yang menunjukkan bahwa jaringan ataupun organ setempat masih hidup ketika terjadi trauma meliputi adanya retraksi jaringan, reaksi vaskular, reaksi mikroorganisme dan reaksi biokimiawi.2 2.2 Tanda-tanda Intravital pada Luka Tanda-tanda intravital atau intravitalitas luka adalah reaksi tubuh manusia yang hidup terhadap luka ataupun trauma. 1 Luka merupakan kerusakan pada bagian tubuh yang disebabkan oleh kekuatan mekanis. 3 Reaksi ini penting untuk membedakan apakah luka terjadi pada saat seseorang masih hidup atau sudah mati. Reaksi vital yang umum berupa perdarahan yaitu ekimosis, petekie dan emboli.1 Tanda intravitalitas luka dapat pula bervariasi dari ditemukannya resapan darah, terdapatnya proses penyembuhan luka, sebukan sel radang, pemeriksaan histo-enzimatik, sampai pemeriksaan kadar histamin bebas dan serotonin jaringan.1,4 Tanda-tanda vital luka merupakan perubahan keadaan tubuh manusia yang terluka ketika masih hidup, antara lain :3 1. Perdarahan Karena tubuh manusia ditunjang oleh sirkulasi darah dengan tekanan jantung, maka daya kekuatan dari luar yang menyebabkan pembuluh darah pecah akan menyebabkan perdarahan terbuka dan koagulasi. Luka terjadi pasca mati pada jenazah, perdarahan seperti mengalir, tetapi sulit mengalami koagulasi. 2. Perdarahan di bawah kulit Terjadi karena kulit dipukul oleh benda tumpul sehingga pembuluh darah pecah dan terjadi perdarahan dalam jaringan lunak. Bila jenazah dipukul dengan benda tumpul sekalipun tidak akan terjadi perdarahan di bawah kulit.

3. Mulut luka terbuka Jaringan tubuh yang vital memiliki daya kekenyalan, sehingga apabila otot kulit terpotong, mulut luka akan terkuak besar seperti buah delima. 4. Resapan darah Bila tubuh yang vital terluka, di daerah tersebut darah arteri terkumpul dan terjadi kongesti darah. Akhirnya terjadi pembengkakan dan berwarna merah. 5. Terjadi bintik merah dan melepuh Bila tubuh yang vital terkena panas, terjadi bintik merah dan melepuh. Tanda intravital pada hakekatnya merupakan tanda yang menunjukkan bahwa :2 1. Jaringan setempat masih hidup ketika terjadi trauma atau luka. Tanda-tanda bahwa jaringan yang terkena trauma masih dalam keadaan hidup ketika terjadi trauma antara lain : a. Retraksi jaringan. Terjadi karena serabut-serabut elastis di bawah kulit terpotong dan kemudian mengkerut sambil menarik kulit di atasnya. Jika arah luka memotong serabut secara tegak lurus maka bentuk luka akan terbuka, tetapi jika arah luka sejajar dengan serabut elastis maka bentuk luka tidak begitu terbuka. b. Retraksi vaskuler. Bentuk retraksi vaskuler tergantung dari jenis trauma, yaitu : Pada trauma suhu panas, bentuk reaksi intravitalnya berupa eritema (kulit berwarna kemerahan), vesikel atau bulla. Pada trauma benda keras dan tumpul, bentuk intravital berupa kontusio atau memar. c. Retraksi biokoimia Jika tubuh dari orang masih hidup mendapat trauma maka pada daerah tersebut akan terjadi aktivitas biokimiawi berupa : Kenaikan kadar serotinin (kadar maksimal terjadi 10 menit sesudah trauma).

Kenaikan kadar histamin (kadar maksimal terjadi 20-30 menit sesudah trauma). Kenaikan kadar enzim yang terjadi beberapa jam sesudah trauma sebagai akibat dari mekanisme pertahanan jaringan.

2. Organ dalam masih berfungsi saat terjadi trauma atau luka. Jika organ dalam (jantung atau paru) masih dalam keadaan berfuungsi ketika terjadi trauma maka tanda-tandanya antara lain : a. Perdarahan hebat (profuse bleeding) Trauma yang terjadi pada orang hidup akan menimbulkan perdarahan yang banyak sebab jantung masih bekerja terus-menerus memompa darah lewat luka. Berbeda dengan trauma yang terjadi sesudah mati sebab keluarnya darah secara pasif karena pengaruh gravitasi sehingga jumlah lukanya tidak banyak. Perdarahan pada luka intravital dibagi 2, yaitu : Perdarahan internal, mudah dibuktikan karena darah tertampung dirongga badan (rongga perut, rongga panggul, rongga dada, rongga kepala dan kantong perikardium) sehingga dapat diukur pada waktu otopsi. Perdarahan eksternal, darah yang tumpah di tempat kejadian, yang hanya dapat disimpulkan jika pada waktu otopsi ditemukan tanda-tanda anemis (muka dan organ-organ dalam pucat) disertai tanda-tanda limpa mengkerut, jantung dan nadi utama tidak berisi darah. b. Emboli udara terdiri atas emboli udara venosa (pulmoner) dan emboli udara arterial (sistemik). Emboli udara venosa terjadi jika lumen dari vena yang terpotong tidak mengalami kolaps karena terfiksir dengan baik, seperti misalnya vena jugularis eksterna atau subclavia. Udara akan masuk ketika tekanan di jantung kanan negatif. Gelembung udara yang terkumpul di jantung kanan dapat terus menuju ke daerah paru-paru sehingga dapat mengganggu fungsinya. Emboli arterial dapat terjadi sebagai kelanjutan dari emboli udara venosa pada penderita foramen ovale persisten atau sebagai akibat dari tindakan pneumotoraks artifisial atau karena luka-luka

yang menembus paru-paru. kematian dapat terjadi akibat gelembung udara masuk pembuluh darah koroner atau otak. c. Emboli lemak dapat terjadi pada trauma tumpul yang mengenai jaringan berlemak atau trauma yang mengakibatkan patah tulang panjang akibatnya jaringan lemak akan mengalami pencairan dan kemudian masuk kedalam pembuluh darah vena yang pecah menuju atrium kanan, ventrikel kanan dan menuju paru-paru. d. Pneumotoraks Jika dinding dada terkena luka tembus atau paru-paru mengalami luka, sementara paru-paru itu sendiri tetap berfungsi maka luka berfungsi sebagai ventil. Akibatnya, udara luar atau udara paru-paru akan masuk ke rongga pleura setiap inspirasi. Semakin lama udara yang masuk ke rongga pleura kolaps. e. Emfisema kulit, krepitasi jika trauma pada dada mengakibatkan tulang iga patah dan menusuk paru-paru maka pada setiap ekspirasi udara, paru-paru dapat masuk ke jaringan ikat di bawah kulit. Pada palpasi akan terasa ada krepitasi disekitar daerah trauma. Keadaan seperti ini tidak mungkin terjadi jika trauma terjadi sesudah meninggal. Beberapa luka memiliki gambaran intravitalitas khusus yang dapat digunakan untuk membedakan dengan luka post mortem, yaitu: 1. Luka lecet Luka lecet adalah luka yang superfisial. Kerusakan tubuh terbatas pada lapisan tubuh yang paling luar. Tanda-tanda intravital pada luka lecet menunjukkan luka berwarna coklat kemerahan, pada pemeriksaan PA ditemukan sisa epithelium dan tanda intravital lainnya, serta lokasi luka tidak menentu. Sedangkan luka lecet post mortem didapat luka mengkilap kekuningan, pada pemeriksaan PA epidermis terpisah sempurna dari dermis, serta lokasi pada penonjolan tulang.4 semakin banyak yang pada akhirnya akan menghalangi pengembangan paru-paru sehingga pada akhirnya paru-paru menjadi

2. Luka memar Luka memar adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam jaringan yang terjadi saat orang masih hidup dikarenakan pecahnya pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda tumpul.4 Luka memar harus dibedakan dengan lebam mayat. Luka memar merupakan suatu luka intravital yang terjadi karena adanya ekstravasasi darah. Dalam jangka waktu 7 jam warna memar tidak hilang pada penekanan, dan jika lebih dari 7 jam darah sudah berpindah ke jaringan sehingga batasnya menjadi jelas, edema akan terbentuk pada daerah sekitar luka memar, warna pada luka memar tidak akan hilang jika irisannya dibersihkan, ditemukannya sel PMN serta lokasi luka memar tidak menentu.3 Sedangkan lebam mayat merupakan reaksi post mortem akibat pengumpulan darah dalam pembuluh darah kecil pada bagian tubuh yang terendah akibat gaya gravitasi.1 Karena letaknya intravaskuler maka dalam waktu kurang 7 jam, warna memar akan hilang, batas tidak tegas karena hemoglobin yang berpindah ke jaringan, edema tidak akan terbentuk, dan warna akan hilang jika irisannya dibersihkan serta lokasinya pada bagian tubuh tertentu.4 Tabel 1. Perbedaan hematom (luka memar) dan lebam mayat8 HEMATOM Kejadian intravital Terdapat pembengkakan Darah tidak mengalir LEBAM MAYAT Kejadian post mortem Pembengkakan (-) Darah akan mengalir keluar dari

pembuluh darah yang tersayat Penampang sayatan nampak merah Jika dialiri air penampang sayatan kehitaman 3. Luka robek Luka robek adalah luka yang terjadi akibat kekerasan tumpul yang melampaui batas elastisitas kulit sehingga merusak atau merobek kulit dan jaringan di bawahnya. Luka robek intravital berbeda dengan luka robek postmortem yaitu, luka robek intravital banyak mengeluarkan banyak darah sedangkan post mortem hanya sedikit mengeluarkan darah.4 4. Luka iris nampak bersih

Luka iris adalah luka akibat kekerasan benda tajam. Ada tiga bentuk luka iris yaitu, bentuk celah, bentuk menganga atau terbuka dan bentuk asimetris. Pada luka iris ditemukan tepi dan sudut luka tajam, jembatan jaringan tidak ada, rambut pada kulit yang mengalami luka iris akan terpotong, permukaan luka rata, mulut luka terbuka serta panjang luka lebih besar daripada dalam luka pada luka iris.4 5. Luka bakar1,6,7 a. Jelaga dalam saluran nafas Pada kebakaran rumah atau gedung dimana rumah atau gedung beserta isi perabotannya juga terbakar seperti bahan-bahan yang terbuat dari kayu, plastik akan menghasilkan asap yang berwarna hitam dalam jumlah yang banyak. Akibat dari inhalasi ini korban akan menghirup partikel karbon dalam asap yang berwarna hitam. Sebagai tanda dari inhalasi aktif antemortem, maka partikel-partikel jelaga ini dapat masuk kedalam saluran nafas melalui mulut yang terbuka, mewarnai lidah, dan faring, glottis, vocal cord, trachea bahkan bronchiolus terminalis. Sehingga, secara histologi ditemukan jelaga yang terletak pada bronchiolus terminalis merupakan bukti yang absolut dari fungsi respirasi. Sering pula dijumpai adanya jelaga dalam mukosa lambung, ini juga merupakan bukti bahwa korban masih hidup pada wakrtu terdapat asap pada peristiwa kebakaran. Karbon ini biasanya bercampur dengan mukus yang melekat pada trachea dan dinding bronchus oleh karena iritasi panas pada mukosa. Ditekankan sekali lagi bahwa ini lebih nyata bila kebakaran terjadi didalam gedung dari pada di dalam rumah. b. Saturasi COHb dalam darah CO dalam darah merupakan indikator yang paling berharga yang dapat menunjukkan bahwa korban masih hidup pada waktu terjadi kebakaran. Oleh karena gas ini hanya dapat masuk melalui absorbsi pada paru-paru. Akan tetapi bila pada darah korban tidak ditemukan adanya saturasi COHb maka tidak berarti korban mati sebelum terjadi kebakaran. Pada nyala api yang terjadi secara cepat, terutama kerosen dan benzen, maka level karbonmonoksida lebih rendah atau bahkan negatif daripada kebakaran

yang terjadi secara perlahan-lahan dengan akses oksigen yang terbatas seperti pada kebakaran gedung. Kadar saturasi CO dalam darah tergantung beberapa faktor termasuk konsentrasi CO yang terinhalasi dari udara, lamanya eksposure, rata-rata dan kedalaman respiration rate dan kandungan Hb dalam darah. Kondisikondisi ini akan mempengaruhi peningkatan atau penurunan rata-rata absorbsi CO, sebagai contoh api yang menyala dalam ruangan tertutup, akumulasi CO dalam udara akan cepat meningkat sampai konsentrasi yang tinggi, sehingga diharapkan absorbsi CO dari korban akan meningkat secara bermakna. Kadar COHb 10% dapat menunjukkan korban masih hidup sewaktu terbakar. Pada otopsi biasanya relatif mudah untuk menentukan korban yang meninggal pada keracuan CO dengan melihat warna lebam mayat yang berupa cherry red pada kulit, otot, darah dan organ-organ interna, akan tetapi pada orang yang anemik atau mempunyai kelainan darah warna cherry red ini menjadi sulit dikenali. Warna cherry red ini juga dapat disebabkan oleh keracuan sianida atau bila tubuh terpapar pada suhu dingin untuk waktu yang lama. c. Reaksi jaringan Tidak mudah untuk membedakan luka bakar yang akut yang terjadi antemortem dan postmortem. Tanda intravital pada luka bakar ditentukan dengan adanya eritema disekeliling vesikel/bula dengan pemeriksaan mikroskopis menunjukkan pelebaran kapiler, sebukan leukosit PMN, perdarahan dan edema. Pemeriksaan mikroskopik luka bakar tidak banyak menolong kecuali bila korban dapat bertahan hidup cukup lama sampai terjadi respon radang. Kurangnya respon tidak merupakan indikasi bahwa luka bakar terjadi postmortem. Pemeriksaan slide secara mikroskopis dari korban luka bakar derajat tiga yang meninggal tiga hari kemudian tidak ditemukan reaksi radang, ini diperkirakan oleh karena panas menyebabkan trombosis dari pembuluh darah pada lapisan dermis sehingga sel-sel radang tidak dapat mencapai area luka bakar dan tidak menyebabkan reaksi radang. Blister juga bukan merupakan indikasi bahwa korban masih

hidup pada waktu terjadi kebakaran, oleh karena blister ini dapat terjadi secara postmortem. Blister yang terjadi postmortem berwarna kuning pucat, kecuali pada kulit yang hangus terbakar. Agak jarang dengan dasar merah atau areola yang erythematous, walaupun ini bukan merupakan tanda pasti. Secara tradisional banyak penulis mengatakan bahwa untuk dapat membedakan blister yang terjadi antemortem dengan blister yang terjadi postmortem adalah dengan menganalisa protein dan chlorida dari cairan itu. Blister yang dibentuk pada antemortem dikatakan mengandung lebih banyak protein dan chloride, tetapi inipun tidak merupakan angka yang absolut. d. Pendarahan subendokardial ventrikel kiri jantung Perdarahan subendokardial pada ventrikel kiri dapat terjadi oleh karena efek panas. Akan tetapi perdarahan ini bukan sesuatu yang spesifik karena dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme kematian. Pada korban kebakaran perdarahan ini merupakan indikasi bahwa sirkulasi aktif sedang berjalan ketika terekspos oleh panas tinggi yang tidak dapat ditolerasi oleh tubuh dan ini merupakan bukti bahwa korban masih hidup saat terjadi kebakaran. 2.3 Tanda-tanda Intravital pada Kasus Penggantungan (Hanging) Penggantungan adalah keadaan dimana leher dijerat dengan ikatan, daya jerat ikatan tersebut memanfaatkan berat badan tubuh atau kepala. Penggantungan merupakan suatu bentuk penjeratan (strangulasi) dengan tali ikat dimana tekanan dihasilkan dari seluruh atau sebagian berat tubuh. Seluruh atau sebagian tubuh seseorang ditahan di bagian lehernya oleh sesuatu benda dengan permukaan yang relatif sempit dan panjang (biasanya tali) sehingga daerah tersebut mengalami tekanan. Cara kematian pada kasus gantung diantaranya adalah bunuh diri, pembunuhan dan kecelakaan.5 Table 2. Perbedaan Penggantungan Antemortem dengan Postmortem5 No 1. Penggantungan Antemortem Penggantungan Postmortem Tanda jejas jerat berupa lingkaran Tanda jejas jerat biasanya terputus (non continous) dan berbentuk utuh (continous), agak 10

letaknya pada leher bagian atas 2. Simpul tali biasanya

sirkuler dan letaknya pada bagian leher tidak begitu tinggi

tunggal, Simpul tali biasanya lebih dari satu, diikatkan dengan kuat dan diletakan pada bagian depan leher

terdapat pada sisi leher 3.

Ekimosis tampak jelas pada salah Ekimosis pada salah satu sisi jejas satu sisi dari jejas penjeratan. penjeratan tidak ada atau tidak jelas.

4.

Lebam mayat tampak diatas jejas Lebam mayat terdapat pada bagian jerat dan pada tungkai bawah tubuh yang menggantung sesuai dengan meninggal posisi mayat setelah

5.

Pada kulit ditempat jejas penjeratan Tanda parchmentisasi tidak ada teraba seperti kertas perkamen yaitu atau tidak jelas tanda parchmentisasi

6.

Sianosis pada wajah, bibir, telinga, Sianosis pada bagian wajah, bibir, dll sangat jelas terlihat terutama telinga, jika kematian karena asfiksia dll, tergantung dari penyebab kematian mata Sianosis pada bagian wajah, bibir, agak telinga, dll, tergantung dari dengan penyebab kematian

7.

Wajah

membengkak kongesti disertai

dan dan

mengalami menonjol,

gambaran pembuluh darah vena yang jelas pada bagian kening dan dahi 8. 9. Lidah bisa terjulur atau tidak sama Lidah tidak terjulur kecuali pada sekali Ereksi penis disertai kasus pencekikan dengan Ereksi penis dan cairan sperma

keluarnya cairan sperma sering tidak ada. Pengeluaran feses juga terjadi pada korban pria. Sering tidak ada ditemukan keluarnya feses 10. Air liur ditemukan menetes dari Air liur tidak ditemukan yang sudut mulut, dengan arah yang menetes pada kasus selain kasus

11

vertikal menuju dada. Tabel 3. Aspek Medikolegal5 No 1. 2. Perbedaan Usia Jejas Jerat Penggantungan

penggantungan Bunuh Penggantungan

Diri Pembunuhan Lebih sering terjadi pada Tidak mengenal batasan remaja dan dewasa Bentuk miring lingkaran terputus usia berupa Lingkaran tidak terputus, mendatar, letak di tengah leher

3.

Simpul Tali

Biasanya satu simpul pada Simpul tali lebih dari satu bagian Simpul hidup samping biasanya leher. dan terikat kuat simpul

4. 5.

Riwayat Korban Cedera

Korban mempunyai riwayat Korban tidak mempunyai bunuh diri dengan cara lain riwayat upaya bunuh diri Tidak terdapat luka yang Terdapat luka-luka yang menyebabkan kematian dan mengarah ke pembunuhan tidak terdapat tanda-tanda perlawanan

6.

Racun

Dapat dalam seperti korosif.

ditemukan lambung arsen, Rasa

racun Dapat korban, berupa

terdapat opium,

racun kalium efek

sublimat, sianida. Racun ini tidak nyeri menyebabkan korban kemauan bunuh diri Tangan terikat mengarah k kasus pembunuhan

mendorong 7. 8. Tangan Kemudahan

melakukan gantung diri Tidak dalam keadaan terikat Tempat ditemukan 9. Tempat kejadian Jika tertutup, tempat atau kejadian

mudah Korban biasa digantung di tempat ditemukan kejadian Bila sebaliknya ditemukan yang terkunci dari luar maka biasanya yang sulit

merupakan

tempat

didapatkan penggantungan 12

ruangan terkunci 10. Lingkar tali

dengan makan

pintu kasus pembunuhan dugaan Jika lingkar tali tidak dapat maka maka dicurigai peristiwa pembunuhan

bunih diri adalah kuat melewati kepala,

Jika lingkar tali dapat keluar keluar melewati kepala, dicurigain bunuh diri

Ada beberapa hal yang dapat kita jumpai pada pemeriksaan luar dan dalam autopsi. Ada beberapa bagian tubuh korban yang kita perhatikan saat melakukan pemeriksaan luar autopsi, yaitu:5 1. Kepala Muka Muka korban penggantungan (hanging) akan mengalami sianosis dan terlihat pucat karena vena terjepit. Selain terjepitnya vena, pucat pada muka korban juga disebabkan terjepitnya arteri. Mata Mata korban penggantungan (hanging) melotot akibat terjadinya bendungan pada kepala korban. Hal ini disebabkan oleh terhambatnya vena-vena kepala tetapi arteri kepala tidak terhambat. Konjungtiva Bintik-bintik perdarahan pada konjungtiva pembuluh darah karena asfiksia. korban penggantungan (hanging) terjadi akibat pecahnya vena dan meningkatnya permeabilitas

Gambar 2.3 Bintik-bintik perdarahan pada konjungtiva Lidah Lidah korban penggantungan (hanging) bisa terjulur, bisa juga tidak terjulur. Lidah terjulur apabila letak jeratan gantungan tepat berada pada

13

kartilago tiroidea. Lidah tidak terjulur apabila letaknya berada diatas kartilago tiroidea. 2. Leher Alur jeratan pada leher korban penggantungan (hanging) berbentuk lingkaran (V shape). Alur jerat berupa luka lecet atau luka memar dengan ciri-ciri sebagai berikut : alur jeratan pucat, tepi alur jerat coklat kemerahan, dan kulit sekitar alur jerat terdapat bendungan. Alur jeratan yang simetris atau tipikal pada leher korban penggantungan (hanging) menunjukkan letak simpul jeratan berada dibelakang leher korban. Alur jeratan yang asimetris atau atipikal menunjukkan letak simpul disamping leher.

Gambar 2.4 Alur Jeratan Leher

3. Anggota gerak (lengan dan tungkai) Jika penggantungan setelah kematian berlangsung lama maka lebam mayat terlihat pada bagian tubuh bawah, anggota badan distal serta alat genitalia distal.

14

Gambar 2.2 Lebam pada gantung diri terkonsentrasi pada daerah ekstemitas 4. Dubur dan Alat kelamin Dubur korban penggantungan dapat mengeluarkan feses. Alat kelamin korban dapat mengeluarkan mani, urin, dan darah (sisa haid). Pengeluaran urin disebabkan kontraksi otot polos pada stadium konvulsi atau puncak asfiksia. Lebam mayat dapat ditemukan pada genitalia eksterna korban. 2.4 Tanda-tanda Intravital pada Keracunan Racun ialah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian.1 a. Keracunan karbon monoksida (CO) Gas CO adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak merangsang selaput lendir, sedikit lebih ringan dari udara sehingga mudah menyebar.1 Pada korban yang meninggal tidak lama setelah keracunan CO, ditemukan lebam mayat berwarna merah muda terang (cherry pink colour), yang tampak jelas bila kadar COHb mencapai 30% atau lebih. Pada keracunan CO, jaringan otot, visera dan darah juga berwarna merah terang. Kadang-kadang dapat ditemukan tanda asfiksia dan hiperemia visera. Pada otak besar dapat ditemukan petekiae di substansia alba bila korban dapat bertahan hidup lebih dari jam.1 Pada analisis toksikologik darah akan ditemukan adanya COHb. Pada korban keracunan CO yang tertunda kematiannya sampai 72 jam, maka seluruh CO telah diekskresi dan darah tidak mengandung COHb lagi, sehingga ditemukan lebam mayat berwarna livid seperti biasa, demikian juga jaringan otot, visera dan darah.1 b. Keracunan sianida (CN)

15

Sianida merupakan racun yang sangat toksik, karena garam sianida dalam takaran kecil sudah cukup untuk menimbulkan kematian pada seseorang dengan cepat.1 Pada pemeriksaan bagian luar jenazah, dapat tercium bau amandel yang patognomonik untuk keracunan CN, dapat tercium dengan cara menekan dada mayat sehingga akan keluar gas dari mulut dan hidung. Sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari mulut dan lebem mayat berwarna merah terang, karena darah vena kaya akan oksi-Hb. Tetapi ada pula yang mengatakan karena terdapat Cyan-Met-Hb.1 Warna lebam yang merah terang tidak selalu ditemukan pada kasus keracunan sianida, ditemukan pula kasus kematian akibat sianida dengan warna lebam mayat yang berwarna biru-kemerahan, livid. Hal ini tergantung pada keadaan dan derajat keracunan.1 Pada pemeriksaan bedah jenazah, dapat tercium bau amandel yang khas pada waktu membuka rongga dada, perut dan otak serta lambung (bila racun melalui mulut). Darah, otot dan penampang organ tubuh dapat berwarna merah terang. Selanjutnya hanya ditemukan tanda-tanda asfiksia pada organorgan tubuh.1 Pada korban yang menelan garam alkali sianida, dapat ditemukan kelainan pada mukosa lambung, berupa korosi dan berwarna merah kecoklatan karena terbentuk hematin alkali dan pada perabaan mukosa licin seperti sabun. Korosi dapat mengakibatkan perforasi lambung yang dapat terjadi antemortal atau postmortal.1 c. Keracunan arsen (As) Pada pemeriksaan luar ditemukan tanda-tanda dehidrasi. Pada pembedahan jenazah, ditemukan tanda-tanda iritasi lambung, mukosa berwarna merah, kadang-kadang dengan perdarahan (flea bitten appearance). Iritasi lambung dapat menyebabkan produksi musin yang menutupi mukosa dengan akibat partikel-partikel arsen dapat tertahan.1 Pada jantung ditemukan perdarahan subendokard pada septum. Histopatologik jantung menunjukkan infiltrasi sel-sel radang bulat pada

16

miokard. Sedangkan organ lain parenkimnya dapat mengalami degenerasi bengkak keruh.1 Bila korban cepat meninggal setelah menghirup arsen, akan terlihat tanda-tanda kegagalan kardio-respirasi akut. Bila meninggalnya lambat, dapat ditemukan ikterus dengan anemi hemolitik, tanda-tanda kerusakan ginjal, berupa degenerasi lemak dengan nekrosis fokal serta nekrosis tubuli.1 Pada korban meninggal akibat keracunan kronik, pada pemeriksaan luar tampak keadaan gizi buruk. Pada kulit terdapat pigmentasi coklat (melanosis arsenik), keratosis telapak tangan dan kaki (keratosis arsenik). Pada kuku terlihat garis-garis putih (Mees lines) pada bagian kuku yang tumbuh dan dasar kuku.1 d. Keracunan timbel (Pb) Pada orang yang meninggal karena keracunan akut ditemukan tandatanda dehidrasi, lambung mengerut (spastis), hiperemi dan isi lambung berwarna putih. Usus spastis dan feses berwarna hitam.1 Jika meninggal karena keracunan kronik, maka didapatkan tubuh sangat kurus, pucat, terdapat garis Pb, ikterik, gastritis kronik dan pada usus didapatkan bercak-bercak hitam. Atrofi otot lengan dan tungkai sering dijumpai. Bila terdapat ensefalopati, dijumpai edema otak dan titik-titik perdarahan.1 e. Alkohol Kelainan yang ditemukan pada korban meninggal tidak khas. Mungkin ditemukan gejala-gejala yang sesuai dengan asfiksia. Seluruh organ menunjukkan tanda perbendungan, darah lebih encer dan berwarna merah gelap. Mukosa lambung menunjukkan tanda perbendungan, kemerahan dan tanda inflamasi, tetapi kadang-kadang tidak ada kelainan.1 Organ-organ termasuk otak dan darah berbau alkohol. Pada pemeriksaan histipatologik dapat dijumpai edema dan pelebaran pembuluh darah otak dan selaput otak, degenerasi bengkak keruh pada bagian parenkim organ dan inflamasi mukosa saluran cerna.1 Pada kasus keracunan kronik yang meninggal, pada jantung terlihat fibrosis interstisial, hipertrofi serabut otot jantung, sel-sel radang kronik pada

17

beberapa tempat, gambaran seran lintang otot jantung menghilang, hialinisasi, edema dan vakuolisasi serabut otot jantung.1 f. Metil alkohol Tanda-tanda yang ditemukan pada jenazah tidak khas. Pada pemeriksaan luar mungkin hanya tercium bau khas dan tanda-tanda asfiksia. Pada pembedahan jenazah dapat ditemukan perbendungan alat-alat dalam, perdarahan pada permukaan paru dan mukosa alat dalam dan bintik-bintik perdarahan pada selaput otak (meningen). Pada pemeriksaan histopatologik dapat dijumpai degenerasi bengkak keruh pada hatidan ginjal serta edema otak.1 g. Keracunan insektisida1 Insektisida golongan hidrokarbon terkhlorinasi Pada keracunan kronik, dilakukan biopsi lemak tubuh yang diambil pada perut setinggi garis pinggang minimal 50 gram dan dimasukkan ke dalam botol bermulut lebar dengan penutup dari gelas dan ditimbang dengan ketelitian sampai 0,1 mg. Pada keadaan normal, insektisida golongan ini dalam lemak tubuh terdapat kurang dari 15 ppm. Insektisida golongan inhibitor kolinesterase Pada korban yang meninggal tidak ditemukan tanda-tanda khas. Pada kasus keracunan akut hanya ditemukan tanda-tanda asfiksia, edema paruparu dan perbendungan organ-organ tubuh. Mungkin tercium bau zat pelarut, misalnya bau minyak tanah. Pada percobaan binatang dengan keracunan kronik dapat ditemukan nekrosis sentral dan degenerasi bengkak keruh pada hati, vakuolisasi, girolisis dan retikulasi basofilik yang jelas pada otak dan medulla spinalis, perlemakan pada miokardium, degenerasi sel tubuli ginjal.1 2.5 Tanda-tanda Intravital pada Kasus Tenggelam Tenggelam adalah suatu keadaan tercekik dan mati yang disebabkan oleh terisinya paru oleh air atau bahan lain atau cairan sehingga menyulitkan pertukaran gas. Secara sederhana diartikan sebagai terbenamnya sebagian atau seluruh tubuh ke dalam cairan.8

18

Tenggelam digolongkan menjadi wet drowning, dry drowning, secondary drowning, dan the immersion syndrome (cold water drowning). Wet drowning adalah kematian tenggelam akibat air yang terinhalasi terlalu banyak. Pada wet drowning ada tiga penyebab kematian yang terjadi, yaitu akibat asfiksia, fibrilasi ventrikel pada kasus tenggelam di air tawar, dan edema paru pada kasus tenggelam di air asin.8 Pada pemeriksaan mayat terendam dalam air perlu ditentukan apakah korban masih hidup saat tenggelam yang terdapat tanda intravital, tanda kekerasan dan sebab kematiannya. Apabila semua ini digabungkan dapat memberikan petunjuk kepada kita untuk memperkirakan cara kematiannya. Tanda intravital yang ditemukan pada korban bukan merupakan tanda pasti korban mati akibat tenggelam.8 Terdapat delapan tanda intravital yang dapat menunjukkan korban masih hidup saat tenggelam. Tanda tersebut adalah ditemukannya tanda : 1,8 Cadaveric spasme, dapat diartikan bahwa berusaha untuk tidak tenggelam, sebagaimana sering didapatkannya dahan, batu atau rumput yang tergenggam, adanya cadaveric spasme menunjukkan bahwa korban masih dalam keadaan hidup pada saat terbenam Perdarahan pada liang telinga Adanya benda asing (lumpur, pasir, tumbuhan dan binatang air) pada saluran pernapasan dan pencernaan Adanya bercak paltouf di permukaan paru. Bercak perdarahan yang besar (diameter 3-5 cm), terjadi karena robeknya partisi interalveolar dan sering terlihat di bawah pleura. Bercak ini disebut bercak Paltouf yang ditemukan pada tahun 1882 dan diberi nama sesuai dengan nama yang pertama mencatat kelainan tersebut Bercak paltouf berwarna biru kemerahan dan banyak terlihat pada bagian bawah paru-paru, yaitu pada permukaan anterior dan permukaan antar bagian paru-paru. Pemeriksaan Darah Jantung. Pemeriksaan berat jenis dan kadar elektrolit pada darah yang berasal dari bilik jantung kiri dan bilik jantung kanan. Bila tenggelam di air tawar, berat jenis dan kadar elektrolit dalam darah jantung kiri lebih rendah dari jantung kanan sedangkan pada tenggelam di air asin 19

terjadi sebaliknya. Perbedaan kadar elektrolit lebih rendah dari 10% dapat menyokong diagnosis. Ada ditemukannya diatom Pemeriksaan diatom : Alga (ganggang) bersel satu dengan dinding terdiri dari silikat (SiO2) yang tahan panas dan asam kuat. Diatom ini dapat dijumpai dalam air tawar, air laut, sungai, air sumur dan udara. Bila seseorang mati karena tenggelam, maka cairan bersama diatom akan masuk ke dalam saluran pernapasan atau pencernaan, kemudian diatom akan masuk ke dalam aliran darah melalui kerusakan dinding kapiler pada waktu korban masih hidup dan tersebar ke seluruh jaringan. Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru segar. Bila mayat telah membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari jaringan ginjal, otot skelet atau sumsum tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati dan limpa kurang bermakna sebab berasal dari penyerapan abnormal dari saluran pencernaan terhadap air minum atau makanan. o Pemeriksaan Destruksi (Digesti Asam) Pada Paru Ambil jaringan paru sebanyak 100 gram, masukkan ke dalam labu Kjeldahl dan tambahkan asam sulfat pekat sampai jaringan paru terendam, diamkan kurang lebih setengah hari agar jaringan hancur. Kemudian dipanaskan dalam lemari asam sambil diteteskan asam nitrat pekat samapi terbentuk dan cairan dipusing dalam centrifuge. Sediment yang terjadi ditambah dengan akuades, pusing kembali dan hasilnya dilihat dengan mikroskop. Pemeriksaan diatom positif bila pada jaringan paru ditemukan diatom cukup banyak, 4-5/LPB atau 10-20 per satu sediaan; atau pada sumsum tulang cukup ditemukan hanya satu. o Pemeriksaan Getah Paru Permukaan paru disiram dengan air bersih, iris bagian perifer, ambil sedikit cairan perasan dari jaringan perifer paru, taruh pada kaca objek, tutup dengan kaca penutup dan lihat dengan mikroskop. Selain diatom dapat pula terlihat ganggang atau tumbuhan jenis lainnya Adanya tanda asfiksia

Ditemukannya mushroom-like mass.

20

Busa halus putih yang berbentuk jamur (mushroom-like mass) tampak pada mulut atau hidung atau keduanya. Terbentuknya busa halus tersebut adalah masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan merangsang terbentuknya mukus, substansi ini ketika bercampur dengan air dan surfaktan dari paru-paru dan terkocok oleh karena adanya upaya pernapasan yang hebat. Pembusukan akan merusak busa tersebut dan terbentuknya pseudofoam yang berwarna kemerahan yang berasal dari darah dan gas pembusukan. Sedangkan tanda pasti mati akibat tenggelam ada lima yaitu terdapat tanda asfiksia, diatom pada pemeriksaan getah paru, bercak paltouf di permukaan paru, berat jenis darah yang berbeda antara jantung kiri dan kanan dan mushroom-like mass. 8 2.6 Bayi Lahir Hidup atau Lahir Mati Lahir mati (still birth) adalah suatu istilah yang menunjukkan adanya suatu kematian hasil konsepsi sebelum keluar atau dikeluarkan oleh ibunya, tanpa mempersoalkan usia kehamilan. Kematian ditandai oleh janin yang tidak bernafas atau tidak menunjukkan tanda kehidupan seperti denyut jantung, denyut nadi tali pusat atau gerakan otot rangka.1 Lahir hidup (live birth) adalah keluar atau dikeluarkan hasil konsepsi yang lengkap yang setelah pemisahan bernafas atau menunjukkan tanda kehidupan lain,tanpa mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belum tali pusat dipotong dan plasenta dilahirkan.1 Tanda-tanda yang harus diperhatikan dalam menentukan apakah seorang bayi lahir mati atau lahir hidup adalah :1 a. Tanda Maserasi1 Pada bayi lahir mati terdapat tanda tanda maserasi ( aseptic decomposition), yaitu proses pembusukan intrauterin yang berlangsung dari luar ke dalam dan adanya infark pada tali pusat. Tanda ini dapat dilihat 8-10 hari kematian intrauterine.

21

Bila kematian baru terjadi 3 atau 4 hari maka tanda yang terlihat hanya berupa perubahan pada kulit saja (vesikel atau bula yang berisi cairan kemerahan)

Tanda lain dapat berupa epidermis bewarna putih, keriput bau tengik (bukan bau busuk), tubuh mengalami perlunakan sehingga dada terlihat datar, sendi pada lengan dan tungkai lunak, dan organ organ tampak basah tetapi tidak berbau busuk dan warnanya brownies pink

Pada bayi lahir hidup tidak ditemukan tanda tanda maserasi tetapi pada bayi lahir hidup yang sudah mengalami pembusukan terdapat bau busuk dan warnanya kehijauan. Tetapi pada bayi lahir mati dimana ibunya mengalami ketuban pecah dini bayi dapat lahir dalam keadaan membusuk.

b. Tanda pada Dada1 Pada bayi lahir mati tampak dada belum mengembang yang ditandai dengan tulang iga masih datar dan diafragma masih setinggi iga 3-4. Tetapi pada saat dilakukan otopsi, udara dapat masuk ke dalam rongga toraks sehingga diafragma menjadi turun. Pada bayi lahir hidup tampak dada sudah mengembang dan diafragma sudah turun sampai sela iga 4-5, terutama pada bayi yang sudah lama hidup.

c. Tanda pada Paru1 Cara terbaik untuk menentukan bayi itu pernah bernafas atau tidak adalah dengan melihat dan meraba paru paru. Tabel 4. Perbedaan paru pada bayi lahir hidup dan lahir mati1 No. 1. Bayi lahir mati Bayi lahir hidup Volume kecil, kolaps, bentuknya Volume 4-6x lebih besar, sebagian amorf atau tidak begitu jelas, menutupi 22 jantung, konsistensi

belum mengembang, terletak di seperti karet busa, ada krepitasi, belakang jantung, konsistensi menunjukkan gambaran mozaik padat, tidak ada krepitasi, pleura karena sudah terisi udara 2. 3. 4. longgar Tepi paru tajam Tepi paru tumpul merah muda, tidak

Warna homogen, kelabu ungu Warna

seperti hati homogen Kalau diperas hanya keluar darah Bila diperas keluar banyak darah sedikit dan tidak berbuih (kecuali berbuih bila sudah ada pembusukan) walaupun belum ada pembusukan (volume darah dua kali volume sebelum napas. Berat paru kurang lebih 1/35 BB

5. 6. 7.

Berat paru kurang lebih 1/70 BB

Uji apung paru negatif Uji apung paru positif Adanya tonjolan (projection) Alveoli paru yang mengembang yang berbentuk seperti bantal sempurna (cushion-like) dasar menipis yang akan bertambah tinggi dengan terlihat sehingga tampak seperti gada (club like). Pada permukaan ujung bebas projection tampak kapiler yang berisi banyak darah. dengan adanya atau tanpa kemudian emfisema obstruktif serta tidak penonjolan akan (projection).

BAB III PENUTUP Kesimpulan 1. Tanda intravital atau intravitalitas luka adalah reaksi tubuh manusia yang hidup terhadap luka ataupun trauma. Reaksi ini penting untuk membedakan apakah luka terjadi pada saat seseorang masih hidup atau sudah meninggal.

23

2.

Tanda-tanda intravital pada luka bakar berupa jelaga dalam saluran nafas, saturasi COHb dalam darah, reaksi jaringan, pendarahan subendokardial ventrikel kiri jantung.

3.

Pada kasus penggantungan terdapat tanda-tanda intravital berupa sianosis dan terlihat pucat, mata korban melotot, bintik-bintik perdarahan pada konjungtiva, lidah terjulur, bisa juga tidak terjulur. Alur jeratan pada leher berbentuk lingkaran (V shape), lebam mayat pada ekstremitas, dubur dapat mengeluarkan feses, alat kelamin korban dapat mengeluarkan mani, urin, dan darah (sisa haid).

4. 5.

Pada kasus keracunan terdapat tanda-tanda intravital yang khas yaitu dari warna lebam dan bau yang ditimbulkan dari zat racun. Tanda-tanda intravital pada tenggelam berupa ditemukannya tanda cadaveric spasme, perdarahan pada liang telinga, adanya benda asing (lumpur, pasir, tumbuhan dan binatang air) pada saluran pernapasan dan pencernaan, adanya bercak paltouf di permukaan paru, berat jenis darah pada jantung kanan dan kiri, ada ditemukan diatome, adanya tanda asfiksia, dan ditemukannya mushroom-like mass.

6.

Tanda-tanda yang harus diperhatikan dalam menentukan apakah seorang bayi lahir mati atau lahir hidup adalah tanda maserasi, tanda pada dada dan tanda pada paru.

DAFTAR PUSTAKA 1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Munim TWA, Sidhi, Hertian S, dkk. Ilmu kedokteran forensik. Edisi I. Cetakan II. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. 2. Dix J. Blunt Injury .In : Color Atlas of Forensic Pathology. CRC Press. Washington DC. 2000.

24

3. 4.

Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi pertama. Bina Rupa Aksara. 1997. Farida A, Kaniasari N, Shiddiq R. Traumatologi forensik umur luka. Jakarta. Bagian ilmu kedokteran forensic dan medikoetikolegal universitas Jendral Soedirman. 2012.

5.

Syaulia L, REzeki A, Wongso. Romans Forensik. Edisi 20. Banjarmasin. Bagian ilmu kedokteran forensic dan medikolegal universitas Lambung Mangkurat. 2011.

6. 7. 8.

Andrew C. Peiwsten, Timothy C. Fabian. Trauma Manual : Burns/Inhalation. USA. Lippincots Williams & Wilkins. 2002. 434 439. W.D.S. McLay. Clinical Forensic Medicine : Burn Injury. United Kingdom. Cambridge. 2009. 236 239. Fitrisia R. Tanda Intravital yang Ditemukan pada Kasus Tenggelam di Departemen Kedokteran Forensik FK USU RSUP H. Adam Malik / RSUD Pirngadi Medan pada Bulan Januari 2007 Desember 2009. USU Repository. 2010.

25

Anda mungkin juga menyukai