Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Referat
Maret 2014

ESOFAGITIS EOSINOFILIK

DISUSUN OLEH :
1. Asep Metrika

(C11109261)

2. Andi Arsyi Adlina PS

(C11109335)

PEMBIMBING :
dr. Natalia Idam Sumule

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:


Nama

: 1. Asep Metrika
2. Andi Arsyi Adlina Putri S

Judul

(C11109261)
(C11109335)

: Esofagitis Eosinofilik

Telah menyelesaikan tugas pembacaan dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Makassar, Maret 2014

Pembimbing

dr. Natalia Idam S.

ESOFAGITIS EOSINOFILIK
Pendahuluan
Esofagitis eosinofilik awalnya dikenal sebagai penyakit pada anak, dan
sekarang telah ditemukan pada orang dewasa. Diagnosis didapatkan dari adanya
gejala khas, alergi makanan dan atau gejala seperti muntah, serta biopsi dari esofagus
memperlihatkan lebih dari 15 eosinofil per lapangan pandang.1,2
Esofagitis eosinofilik pertama dilaporkan pada tahun 1978, dan sejak itu
makin dikenal sebagai salah satu etiologi yang sering didapatkan dari disfagia, alergi
makanan, dan reguritasi makanan. Sejak didapatkan pada tahun 1970-an, penelitian
awalnya berfokus pada Gastrophageal Reflux Disease (GERD) sebagai penyebab
utama dari esofagus eosinofilik. Hingga pada 1990-an esofagus eosinofilik akhirnya
dikenal sebagai penyakit yang berbeda.2,3
Prevalensi diperkirakan sekitar 0,4% pada orang dewasa dengan
asimptomatik. Dari pasien yang telah menjalani endoskopi saluran pencernaan atas
untuk indikasi apapun, prevalensi yang didapatkan antara 5% sampai 16% dan paling
sering didapatkan pada pasien dengan disfagia. 3
Definisi
Esofagitis eosinofilik adalah penyakit radang esofagus kronik yang tidak
merespon terhadap terapi penanganan asam dan sering dihubungkan dengan
bermacam-macam gejala yang menunjukkan disfungsi traktus gastrointestinal bagian
atas. Esofagitis eosinofilik pada orang dewasa adalah sebuah penyakit dengan gejala
khas sebagai berikut: 2,4
1. Gejala termasuk alergi makanan dan disfagia, tetapi bisa juga disebabkan
penyebab lain.
2. Hasil biopsi spesimen memperlihatkan lebih dari 15 eosinofil per high-power
field (HPF)
3. Penyakit lain yang berhubungan dengan gejala klinis, histologi, dan
endoskopi yang serupa telah dikeluarkan dari diagnosis. 2

Anatomi

Esofagus adalah suatu tabung otot yang terbentang dari hipofaring (Cervikal
6) sampai ke lambung (Torakal 11) dengan panjang 23-25 cm pada dewasa. Esofagus
pada awalnya berada di garis tengah kemudian berbelok ke kiri dan kembali ke
tengah setinggi mediastinum (T7) kemudian berdeviasi ke kiri ketika melewati hiatus
diafragma. Lengkungan esofagus dilihat dari sisi anteroposterior mengikuti
lengkungan dari vertebra torakal.5
Perkembangan esophagus dimulai pada minggu keempat pembuahan, dimana
pada minggu tersebut terbentuk suatu diverticulum laringotrakea pada bagian ventral
dari foregut. Divertikulum tersebut terus berkembang ke arah kaudal kemudian akan
dipisahkan dari tabung laringotrakea oleh septum trakeoesofageal. Rekanalisasi dari
tabung esophagus ini terus berkembang sampai minggu ke delapan. 5

Pada esofagus normal terdapat 3 penyempitan (gambar 1) yaitu pada


pertemuan antara faring dan esofagus (Cervikal 6 atau 15 cm dari incisivus atas),
pada persilangan arkus aorta dan bronkus kiri (Torakal 4-5 atau setinggi 25 cm dari
incisivus atas) dan pada hiatus diafragma (Torakal 10 atau 40 cm dari incisivus atas).
5

Lumen esofagus mempunyai diameter yang berbeda pada tiap-tiap lokasi serta
mempunyai kemampuan elastisitas yang tinggi. Ukuran diameter lumen esofagus
pada masing-masing penyempitan digambarkan pada tabel berikut (tabel 1). 5

Dinding esofagus terdiri dari 4 lapisan dari dalam ke luar yaitu lapisan
mukosa, submukosa, lapisan otot dan lapisan fibrosa. Pada Lapisan mukosa terdapat
epitel gepeng bertingkat tidak berkeratin, lapisan submukosa terdapat serabut kolagen
yang tebal dan serabut elastin serta kelenjer mukus dan plexus Meissner. Lapisan otot
terdiri dari otot polos dan otot lurik. Pada sepertiga atas esofagus terdapat otot lurik
dan sepertiga bawah terdapat otot polos, sedangkan sepertiga tengah terdapat
campuran otot polos dan otot lurik. Otot bagian dalam mempunyai serat sirkuler
sedangkan bagian luar mempunyai serat longitudinal. Serat sirkuler pada bagian
bawah esofagus menebal membentuk spingter kardia. Plexus Myentericus Auerbach
terdapat di antara kedua lapisan otot ini. 5
Vakularisasi
Arteri

Gambar 2. Arteri Esofagus

Esofagus cervical dipasok oleh arteri tiroid inferior. Esofagus toraks dipasok
oleh arteri bronkial dan arteri esofagus. Ada empat atau lima arteri esofagus, yang

dimulai dari anterior aorta dan turun miring ke esofagus. Mereka membentuk rantai
vaskular pada esofagus yang beranastomosis dengan cabang-cabang arteri tiroid
inferior dan di bawah dengan cabang asendens dari frenikus kiri dan arteri kiri
gaster.5,6
Vena

Gambar 3. Vena esofagus

Darah dari esophagus mengalir ke pleksus submukosa dan kemudian ke


pleksus vena periesofagus. Vena esofagus berasal dari pleksus vena ini. Vena yang
berasal dari esofagus torakal mengalir terutama ke azigos pembuluh darah dan pada
lebih sedikit ke hemiazigos dan vena interkostal. Ada beberapa drainase ke vena
bronkial. Esofagus servikal mengalir ke vena tiroid inferior. Vena gaster kiri bertemu
vena esofagus pada pembukaan esofagus di kurvatura minor dan kemudian mengalir
ke dalam vena portal.6
Drainase limfatik

Gambar 4. Sistem Limfatik Cervical

Esofagus memiliki sistem limfatik ekstensif submukosa. Pembuluh eferen dari


saluran esofagus cervical ke kelenjar limfe cervical baik secara langsung atau melalui
kelenjar limfe paratrakea. Aliran limfe dari esofagus segmen servikal, torakal dan
abdominal, masuk ke kelenjer servikal dalam, kelenjer mediastinum posterior dan
kelenjer gastrikus.6
Persarafan

Gambar 5. Nervus esofagus

Esofagus dipersarafi oleh serabut parasimpatis yang berasal dari nervus vagus dan
serabut simpatis dari trunkus simpatikus.6
FISIOLOGI
Fungsi esofagus selain sebagai saluran makan, juga berperan dalam proses
menelan. Terdapat 3 fase proses menelan yaitu fase oral (bucal), fase faringeal dan
fase esophageal. Pada fase oral, makanan yang masuk ke dalam mulut dikunyah,
dilubrikasi oleh saliva dan dirubah menjadi bolus kemudian didorong masuk ke
faring dengan bantuan elevasi lidah ke palatum. Fase faringeal dimulai bila bolus
makanan ini telah berkontak dengan mukosa faring. Adanya reflek akan mendorong
bolus memasuki orofaring, laringofaring dan terus ke esofagus. Pada saat ini
hubungan ke nasofaring, rongga mulut dan laring akan tertutup.5
Untuk mengkonduksi makanan esofagus normalnya menunjukkan dua tipe
dari pergerakan peristaltik: peristaltik primer dan peristaltik sekunder. Peristaltik
primer adalah sambungan dari gelombang peristaltik yang dimulai di faring dan
menurun ke esofagus pada saat faring mulai menelan. Gelombang ini menurun dari

faring ke perut dalam 8 sampai 10 detik. Makanan yang ditelan oleh seseorang dalam
posisi tegak biasanya ditransmisi ke ujung akhir esofagus dalam waktu yang lebih
cepat dari gelobang peristaltik itu sendiri, hanya sekitar 5 sampai 8 detik, karena
tamahan efek gravitasi yang menarik makanan ke bawah.7
Jika peristaltik primer gagal untuk menggerakan makanan yang berada di
esofagus ke perut, peristaltik sekunder adalah hasil distensi esofagus itu sendiri
dengan cara menahan makanan; Gelombang ini berlanjut hingga makanan telah
sampai ke perut.7
Epidemiologi
Dikarenakan sedikitnya perhatian dan pengenalan penyakit di masa lalu,
epidemiologi dari Esofagus eosinofilik masih belum jelas. Pada anak dan dewasa
muda hingga umur 19, prevalensi sekarang diperkirakan 1 sampai 4 per 10.000 orang.
Literatur terakhir menunjukkan prevalensi dari penyakit ini mulai meningkat.
Bagaimanapun, ada perdebatan apakah kasus baru dari esofagus eosinofilik ini
menunjukkan peningkatan di prevalensi atau penemuan baru pada penyakit laten.
Selanjutnya, biopsi endoskopi esofagus sekarang dibutuhan untuk menegakkan
diagnosis dari penyakit ini, dan bermacam-macamnya tindakan endoskopi dapat
membiaskan hasil dari penelitian epidemiologi.8
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa prevalensi dari esofagus eosinofilik
dalam etnik dan gender lebih banyak didapatkan pada laki-laki kaukasia.
Bagaimanapun, penemuan ini juga kurang jelas karena populasi pasien ini memang
yang paling banyak diteliti pada penyakit ini. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
mendapatkan prevalensi dari esofagus eosinofilik, khususnya pada populasi dewasa.8
Etiologi
Alergi memegang peranan penting pada etiologi dari esofagus eosinofilik.
Kelly et al pertama menunjukkan hubungan dari alergi makanan dengan penyakit ini
saat mereka memberi makanan pada 10 anak dengan gejala refluks yang tidak
berhenti - henti dan menemukan gejala dan peningkatan histologi. Penilitian ini
akhirnya digunakan pada penilitian lain dengan hasil yang memuaskan.2
Aero-Alergi merupakan penyebab potensial pada esofagitis eosinofilik.
Mishra et al mengguakan model murine untuk mendemonstrasikan faktor etiologis
dari alergi yang diinhalasi dan eosinofil pada radang gastrointestinal. Atopi tingkat
tinggi dan polisensitisasi pada beberapa alergen di lingkungan sekitar baru-baru ini
didapatkan pada pasien dengan penyakit ini, ini menunjukkan bahwa sensitisasi

mungkin merespon pada alergen inhalasi. Faktor keturunan juga disebut mempunyai
peranan dalam perkembangan esofagitis eosinofilik. 2
Patofisiologi
Dalam keadaan normal traktus gastrointestinal adalah satu-satunya organ nonhemopoetik yang mengandung eosinofil, dimana mayoritas eosinofil berada di lamina
propria. Patogenesis eosinofilik gastrointestinal belum jelas, tetapi kondisi atopik
respon hipersensitivitas diduga kuat sebagai penyebab. Beberapa penelitian telah
membahas kemungkinan patogenesis dari esofagitis eosinofilik. Alergen
mengaktivasi sel mast yang bermigrasi ke esofagus melepaskan histamin, eosinofilik
cemotactic factor dan platelet activating factor. Selanjutnya eosinofil diaktifkan,
melepaskan protein kationik toxic dan peroksidase yang langsung merusak mukosa
dan dinding usus. Eosinofil juga mengandung interleukin (IL) seperti IL-3 dan IL-5
yang menimbulkan peradangan jaringan. Pembentukan cincin esofagus berhubungan
dengan histamin yang mengaktifkan asetilkolin menyebabkan kontraksi muskularis
mukosa esofagus. Cincin ini mungkin sementara dan reversible, meskipun kontraksi
terus menerus dari serat otot, hipertropi dan penebalan lapisan otot dari mukosa dapat
berkontribusi membentuk scar permanen. Straumann dkk, menyatakan perbedaan
eosinofil subpopulasi dengan membandingkan ekspresi protein proinflamasi dan
eosinofil jaringan di berbagai bagian traktus gastrointestinal. Eosinofil dan interleukin
diukur dalam jaringan esofagus dan usus serta eosinofil darah dari penderita
esofagitis eosinofilik dan kontrol. Penderita esofagitis eosinofilik menunjukkan bukti
kuat aktivasi eosinofil dengan peningkatan CD-25, IL-5 dan IL-13.9
Pada gambar 6 terlihat pengaturan respon inflamasi Th2 pada esofagitis
eosinofilik. Antigen dari makanan menginduksi sel Th2 yang melepaskan IL-5 dan
IL-13, dimana masing-masingnya mengaktifkan eosinofil dan sel epitel esofagus. IL13 menginduksi sel epitel untuk menghasilkan eotaxin-3 (suatu chemoattractant
eosinofil dan activating factor) dan down-regulate fillagrin. IL-5 dan eotaxin-3
mengaktifkan eosinofil untuk melepaskan Major Basic Protein (MBP) dan
Eosinophil-derived Neurotoxin (EDN), yang masing-masingnya mengaktifkan sel
mast dan sel dendritik, aktivasi sel mast berperan untuk terjadinya fibrosis. Eosinofil
juga memproduksi TGF-, mengaktifkan sel-sel epitel dan menyebabkan hiperplasia,
fibrosis, dan dismotilitas. Berkurangnya produksi fillagrin dapat menghambat fungsi
barier esofagus dan mempertahankan proses ini dengan penyerapan antigen makanan
lokal. Variasi genetik yang mempengaruhi ekspresi dari pengaturan molekul-molekul
ini dapat berperan adanya risiko esofagitis eosinofilik. 9

Gambar 6. Patogenesis esofagitis eosinofilik. 9

Gejala Klinis
Mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki, biasanya dengan satu atau lebih gejala
klinis antara lain muntah, regurgitasi, nausea, nyeri dada atau epigastrium, nafsu
makan menurun, dapat juga terjadi gagal tumbuh, hematemesis, dismotilitas esofagus
dan disfagia. Gejala dapat lebih sering dan berat pada beberapa pasien sedangkan
pada pasien yang lain gejala lebih ringan. Umumnya pasien mengalami disfagia tiap
hari atau nausea kronik atau regurgitasi sementara yang lain mungkin memiliki
disfagia episode jarang. Sekitar lebih 50% pasien dengan gejala tambahan alergi
seperti asma, eksema atau rhinitis, dan lebih 50% pasien memiliki orang tua dengan
riwayat alergi.
Karakteristik esofagitis eosinofilik
Gejala klinis
Mirip gejala GERD
Muntah, regurgitasi
Nyeri dada dan epigastrium
Disfagia
Gejala berbeda pada anak dan remaja
Sering gejala intermitten
Laki-laki>perempuan
Berhubungan dengan tanda dan gejala (>50% pasien)
Bronkospasme
Eksema
Rhinitis alergi

Riwayat keluarga (35-45% pasien)


Alergi makanan
asma
Gejala utama pada orang dewasa dengan esofagitis eosinofilik adalah
kesulitan dalam menelan makanan padat (disfagia). Secara khusus, makanan menjadi
terjebak dalam esofagus setelah ditelan. Gejala yang kurang umum termasuk
heartburn dan nyeri dada. Pada anak-anak, gejala yang paling umum adalah sakit
perut, mual, muntah, batuk, dan gagal tumbuh. 10
Esofagitis eosinofilik mengurangi kemampuan esofagus untuk meregangkan
dan mengakomodasi makanan yang tertelan mungkin sebagai akibat dari begitu
banyak eosinofil tetapi juga, mungkin sebagai hasil dari beberapa skar yang terjadi
pada dinding esofagus. Akibatnya, makanan padat (misalnya daging) mengalami
kesulitan saat melewati esofagus. Ketika makanan padat di esofagus, dapat
menyebabkan sensasi tidak nyaman di dada, Sensasi tidak nyaman saat makanan di
esofagus disebut sebagai disfagia. Jika makanan padat kemudian masuk kedalam
perut, ketidak nyamanan reda, dan orang tersebut dapat melanjutkan makan. Jika
makanan padat tidak masuk ke perut, individu sering harus memuntahkan makanan
dengan menginduksi muntah sebelum mereka dapat melanjutkan makan kembali.
Makanan padat yang menyebabkan nyeri dada seperti terkena serangan jantung, dan
tidak dapat tertelan yang menyebabkan obstruksi di esofagus. Untuk meringankan
obstruksi, dokter biasanya akan memasukkan endoskopi fleksibel melalui mulut dan
masuk ke esofagus untuk menghilangkan makanan tersebut. Bagaimana esofagitis
eosinofilik menyebabkan gejala sakit perut, muntah, dan gagal tumbuh pada anakanak tidak jelas.10
Diagnosis
Esofagitis eosinofilik ( EE atau EoE ) gejala dapat identik dengan yang
terlihat pada refluks asam sehingga tidak ada tanda-tanda atau gejala yang dipercaya
bisa membedakan EE dari Gastroesophageal Reflux Disease ( GERD ). Oleh karena
itu, mengkonfirmasikan diagnosis EE dan mengesampingkan penyakit refluks asam
adalah penting. Sehingga langkah pertama untuk pengobatan GERD jauh lebih
mudah. Selain itu, penyakit refluks asam yang tidak diobati dapat menjadi seperti EE,
yang juga menyebabkan peradangan signifikan dengan eosinofil terlihat pada biopsi
yang diambil selama endoskopi bagian atas karena asam dari perut naik atau "refluks"
ke esofagus.9

Salah satu titik terakhir adalah bahwa penyebab kurang umum dari esofagitis
eosinofilik juga harus dikesampingkan seperti alergi obat, infeksi parasit, atau infeksi
hypereosinofilik.9
Perbedaan karakteristik esofagitis eosinofilik dengan GERD. 9
Esofagitis eosinofilik
Gejala intermitten
pH normal
tidak respon dengan penghambat asam
jumlah eosinofil esophagus > 20 eosinofil per HPF
Gastroesophageal refluks
Gejala persisten
pH abnormal
respon dengan penghambat asam
jumlah eosinofil esophagus 1-5 eosinofil per HPF
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Gambaran laboratorium belum ada yang dipaparkan secara jelas pada
esofagitis eosinofilik oleh karena sensitivitas dan spesifisitas tes laboratorium belum
diketahui. Ada variabilitas dalam mendefinisikan level untuk "perifer eosinofil",
dilaporkan eosinofil abnormal berkisar lebih dari 350 eosinofil per mm3 sampai lebih
dari 800 eosinofil per mm3.9
Radiologi
Pemeriksaan radiologis anak dengan esofagitis eosinofilik biasanya normal.
Kadang ditemukan penyempitan esofagus adalah paling mungkin sekunder terhadap
penebalan dinding esofagus. Tes diagnostik yang paling umum saat ini untuk
mendeteksi esofagitis eosinofilik adalah pemeriksaan barium. Zimmerman dikutip
Furuta dkk, secara retrospektif dari 14 pasien esofagitis eosinofilik mendapatkan 10
pasien dengan striktur esophagus, 10 pasien dengan hiatus hernia dan 9 pasien dengan
refluks. 9,11

Gambar 7. Radiologi Esofagitis Eosinofilik. 11

Esofagitis eosinofilik. Penunjukan panah pada esofagus distal dengan batasan yang
tegas dan tidak ada tepi menggantung. Temuan ini tidak spesifik untuk esofagitis
eosinofilik, yang membutuhkan biopsi untuk diagnosis, tetapi harus dipertimbangkan
pada pasien yang lebih muda dengan riwayat alergi atau asma. 9
Endoskopi
Gambaran klasik eosinofilik esofagitis adalah feline esophagus, corrugated
esophagus, ringed esophagus, atau concentric mucosal rings. Gambaran endoskopi
sangat mambantu tetapi tidak diagnostik tanpa konfirmasi biopsi. Semua pasien
dengan gambaran endoskopi sesuai dengan eosinofilik esofagitis harus biopsi
proksimal dan distal jaringan esophagus untuk memperkuat diagnosis. Gambaran
endoskopi pada eosinofilik esofagitis pada gambar 8 dan 9. 9

Gambar 8 & 9. Endoskopi esofagitis eosinofilik

Tampak pada gambar 8 cincin mukosa karena kontraksi sementara atau


struktur tetap. Gambaran ini disebut feline esophagus, trachealization atau cincin
konsentris. Gambar 9 eksudat keputihan tersebar di seluruh permukaan mukosa. Ini
merupakan eosinofilik purulen berkembang melalui epitel esofagus. Eksudat dapat
muncul sebagai nodul putih belang-belang atau pola granular dan dapat terjadi
sepanjang esofagus. 9
Histopatologi
Diagnosis eosinofilik esofagitis tergantung pada infiltrasi eosinofil ke epitel
squamous. Meskipun tidak ada pernyataan konsensus, tetapi kebanyakan studi untuk
menegakkan diagnosis eosinofilik esofagitis bila ditemukan >20 eosinofil per HPF
tetapi beberapa studi menggunakan >15 eosinofil per HPF untuk mendiagnosis
eosinofilik esofagitis. Pada GERD infiltrasi eosinofil dapat meningkat di distal
esofagus tetapi dengan densitas lebih rendah <10 eosinofil/HPF. Oleh karena itu

peningkatan eosinofil pada biopsi mid atau proksimal esofagus lebih spesifik untuk
eosinofilik esofagitis. 9
Histologi normal mukosa esofagus menunjukkan nonkeratinizing epitel
skuamosa berlapis, lamina propria, dan mukosa muskularis. Lapisan sel basal adalah
1-3 lapisan sel tebal dan menempati sekitar 10% -15% dari epitel. Papila vaskular,
yang merupakan perpanjangan dari lamina propria, memperpanjang kurang dari dua
pertiga jarak dari dasar ke permukaan. Di antara sel-sel inflamasi, limfosit
intraepithelial merupakan komponen normal esofagus squamous mukosa. Namun,
eosinofil biasanya tidak terlihat pada esofagus squamous mukosa. 12

Gambar 10. Normal esofagus

Tahun 2006, sebuah kelompok multidisiplin First International


Gastrointestinal Eosinofil Research Symposium (FIGERS) mengusulkan kriteria
histologis minimal 15 eosinofil / hpf untuk diagnosis EoE berdasarkan tinjauan
literatur yang luas, kriteria ini, diterbitkan pada tahun 2007. 12

Gambar 11. Peningkatan eosinofil pada mukosa skuamous > 15 / Lp

Selanjutnya, rekomendasi diperbarui untuk diagnosis EoE, diterbitkan pada


tahun 2011, menyatakan tidak ada perubahan dalam jumlah ambang 15 eosinofil /
lapangan pandang. Hal ini didasarkan pada pengamatan bahwa, sejak 2007

rekomendasi konsensus, tidak ada penelitian telah mengidentifikasi jelas '' batas
bawah eosinofilia esofagus'' atau nomor ambang batas yang akan menentukan EoE
atau telah mengidentifikasi fitur histologis lain atau pola distribusi penyakit yang
patognomonik dari EoE. 12
Penatalaksanaan
Terapi diet
Beberapa cara terapi diet dan terapi obat tergantung pada gambaran penyakit.
Penghentian makanan penyebab alergi telah terbukti berhasil menghilangkan gejala
dan kelainan histologi pada pasien esofagitis eosinofilik. Eliminasi makanan
penyebab dapat dilakukan mengikuti beberapa cara. Pertama, dengan mengeliminasi
makanan spesifik melalui uji khusus alergen yaitu skin prick dan patch test untuk
mengidentifikasi makanan penyebab alergi dan riwayat alergi makanan, selanjutnya
menghentikan paparan makanan tersebut. Kedua, penghentian makanan secara
empiris yaitu jenis makanan yang paling sering menimbulkan alergi. Ketiga, dengan
menggunakan diet elemental yaitu formula asam amino (Neocate) terdiri dari asam
amino bebas, sirup jagung dan minyak medium chain triglyceride tanpa diberikan
makanan yang lain.9
Terapi farmakologis
Kortikosteroid adalah pengobatan yang efektif untuk esofagitis eosinofilik.
Tetapi gejala klinis dan histologis eosinofil kembali berulang setelah obat dihentikan.
Terapi kortikosteroid sistemik jangka lama tidak dianggap terapi ideal karena efek
samping yang ditimbulkannya. Kortikosteroid oral jangka pendek dapat diberikan
pada pasien dengan striktura esofagus atau esofagus sempit, penurunan berat badan
atau ketidakmampuan menelan makanan/cairan. Prednison dosis 1-2 mg/kgbb/hari
maksimum 60 mg/hari dapat diberikan. Perbaikan secara klinis dan histologis terjadi
pada 90% pasien yang menggunakan kortikosteroid sistemik dan rekuren 95% jika
terapi telah dihentikan.9
Flutikason propionate adalah steroid topikal hirup yang sering digunakan
untuk terapi asma, juga telah digunakan untuk terapi esofagitis eosinofilik. Flutikason
aerosol semprot ditelan bukannya dihirup. Sebelum pemakaian topikal steroid pasien
tidak makan dan minum selama 20-30 menit setelah pemakaian obat. Setelah terapi 68 minggu dilakukan endoskopi dan pemeriksaan histologi ulang, jika didapatkan
perbaikan dosis diturunkan sampai dosis efektif terendah. Pemakaian dosis tinggi
mencapai remisi histologis pada lebih dari 50% pasien, tapi penyakit kambuh setelah
penghentian pada mayoritas pasien. Efek samping antara lain kandidiasis esofagus,
epistaksis dan mulut kering. Efek jangka panjang terhadap pertumbuhan tulang,
fibrosis belum diketahui. Dosis yang dianjurkan 110 g per semprot (ditelan) untuk
anak usia 10 tahun dan 220 g per semprot untuk usia 11 tahun empat kali sehari

diberikan selama 4 minggu. Penelitian Schaeefer dkk, mendapatkan prednison oral


dan fluticason topikal sama efektif mencapai perbaikan secara klinis maupun
histologis dan terjadinya relaps tidak ada perbedaan bermakna secara statistik. 9
Budesonide yang biasanya untuk terapi pada asma juga telah digunakan untuk
esofagitis eosinofilik dengan dosis 1 mg/hari pada anak usia <10 tahun dan 2 mg/hari
untuk usia >10 tahun. Budesonide yang digunakan berupa budesonide kental yang
dibuat dengan mencampurkan 0,5 mg budesonide respul (0,5 mg/2 ml) dengan 5
bungkus sucralose (Splenda). 9
Terapi tambahan yang telah diteliti adalah antagonis reseptor leukotrine
(Montelukast) dan monoklonal antibodi. Walaupun terapi reseptor leukotrine telah
menunjukkan perbaikan gejala klinis tetapi tidak secara histologis. Dosis awal 10 mg
sekali sehari oral dosis ditingkatkan sampai 100 mg/hari, bila gejala berkurang dosis
diturunkan bertahap sampai dosis pemeliharaan 20-40 mg/hari. Dari penelitian gejala
kembali muncul setelah penghentian terapi. Terapi monoklonal antibodi penghambat
IL-5 saat ini sedang dievaluasi. Penelitian terbaru pasien yang mendapat anti IL-5
intravena yaitu Mepolizumab (10 mg/kgbb i.v 3 dosis dengan interval 4 minggu)
menunjukkan perbaikan gejala dan eosinofilia esofagus secara signifikan dalam 4
minggu setelah dosis pertama. 9
Terapi supresi asam bukanlah terapi untuk esofagitis eosinoflik, tetapi penting
untuk esofagitis eosinofilik. Pasien awalnya diberikan proton pump inhibitor (PPI)
untuk memastikan tidak adanya refluks esophageal. Mayoritas Gastroenterologist
percaya jumlah eosinofil esofagus tinggi pada eosinofilik esofagitis, penelitian yang
dilakukan oleh Ngo dikutip Franciosi mendapatkan sejumlah eosinofil dapat
ditemukan pada pasien GERD. Telah dilaporkan perbaikan gejala klinis setelah
diberikan proton pump inhibitor walaupun tidak ada perbaikan histologi jaringan.
Dosis PPI yang dianjurkan pada anak 1-2 mg/kgbb/hari dengan dosis maksimum
mencapai dosis untuk dewasa. Respon klinis ini diduga refluks gastroesofageal
sekunder atau dismotilitas esophagus dapat terjadi pada pasien esofagitis eosinofilik.
Jadi semua pasien yang diduga menderita esofagitis eosinofilik diberikan supresi
asam untuk memastikan diagnosis eosinofilik esofagitis, bahkan setelah diagnosis
ditegakkan terapi tetap dilanjutkan karena refluks sekunder hampir selalu terjadi.9
Terapi endoskopi
Dilatasi esofagus merupakan terapi yang bermanfaat untuk esofagitis eosinofilik
dengan striktura esofagus. Perawatan harus diberikan saat dilakukan dilatasi karena
laserasi mukosa dan perforasi esofagus dapat terjadi. Terapi diet atau terapi steroid
dianjurkan sebelum dilakukan dilatasi. 9,10
Prognosis
Esofagitis Eosinofilik (EoE) adalah antigen-driven, penyakit inflamasi kronis
dengan sifat alergi dari antigen. Penyakit ini telah mendapat pengobatan seperti diet
makanan antigenik dan atau steroid topikal.9,10,11

Esofagitis eosinofilik yang di tatalaksana dengan terapi diet dan kortikosteroid


tidak ditemukan kematian dan gagal tumbuh. Relaps dapat terjadi 50% pada satu
tahun setelah terapi kortikosteroid oral dan tidak ditemukan peningkatan risiko terjadi
malignansi dan eosinofilik gastroenteritis. 9,10,11

DAFTAR PUSTAKA
1. Whitney-Miller CL, Katzka D, Furt EE. Eosinophilic Esophagitis, A
Retrospective review of esophageal biopsy specimens from 1992 to 2004 at
an adult academic medical center. In: American society for clinical
pathology. USA: 2009.p.131:788-792
2. Gupte RA, Draganov PV. Eosinophilic Esophagitis. World Journal of
Gastroenterology, 2009; 15(1): 17-24
3. Haslem BD, Samuelson MI, Schey R. A case of eosinophilic esophagitis

discovered with positron emission tomography imaging: a case report.


Journal

of

Medical

Case

Reports

2013,

7:187.

Available

from:

http://www.jmedicalcasereports.com/content/7/1/187
4. Greenhawt M, Aceves SS, Spergel JM, Rothenberg ME. The management of
eosinophilic esophagitis. American academy of allergy, asthma &
immunology, 2013. Available from:
htttp://dx.doi.org/10.016/j.jaip.2013.05.2009
5. Fitri F, Novialdi, Triana W. Diagnosis dan penatalaksanaan striktur
esophagus. Bagian telinga hidung tenggorok bedah kepala leher, Fakultas
kedokteran universitas andalas/RS. Dr. M. Djamil Padang. Padang: 2005
6. Standring S, dkk. Grays Anatomy, The Atanomical basis of clinical practice.
USA, 2008
7. Guyton AC, Hall JE 2008 Human Physiology and Mechanisms of
Disease,7th edn. Philadelphia: W B Saunders
8. Carr S, Watson W. Eosinophilic Esophagitis. Allergy, Asthma & Clinical
Immunology,

2011,

7(Suppl

1):S8.

Available

from:

http://www.aacijournal.com/content/7/S1/S8
9. Jurnalis YD, Sayoeti Yorva, Widiasteti. Eosinofilik Esofagitis. Available on :
http://jurnal.fk.unand.ac.id Jurnal

10.
on

Marks JW, Anand Bhupinder. Eosinophilic Esophagitis. Available


:

http://www.medicinenet.com/eosinophilic_esophagitis/page3.htm#how_is
_eosinophilic_esophagitis_diagnosed
11. Eosinophilic Esophagitis AKA Allergic Esophagitis. Available
on
:http://www.learningradiology.com/archives2010/COW%20426Eosinophilic%20esophagitis/eecorrect.htm
12.

Tatevian Nina, Dhingra Sadhna, Younes Mamoun. Eosinophilic


Esophagitis. Available On : http://emedicine.medscape.com/article/1610470overview#showall

Anda mungkin juga menyukai