Anda di halaman 1dari 11

ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

(Syndroma Gagal Nafas Akut)



I. Pendahuluan
Sejak perang dunia I, banyak pasien tanpa kelainan pada paru, sepsis dan kondisi
lainnya menyebabkan terjadinya gagal nafas, infiltrate yang difus pada roentgen paru dan
kegagalan pernafasan (terkadang setelah selang waktu beberapa jam ataupun hari) yang
ditemukan.
(1)

Pada tahun 1967 Ashbaugh dan kawan-kawan mempublikasikan artikel yang
menggambarkan karekteristik klinis 12 pasien yang mengalami gagal nafas akut. Tidak
satupun dari pasien tersebut yang menderita penyakit saluran nafas sebelumnya. Gagal
nafas pada pasien-pasien tersebut ternyata terjadi akibat adanya penyakit serius lainnya,
misalnya trauma yang berat, pankreatitis, dan penyalahgunaan obat. Gejala Klinis dan
perubahan fisiologis yang terjadi ternyata menyerupai perubahan-perubahan yang terjadi
pada neonatus yang mengalami gagal nafas akibat Infant Respiratory Distress
Syndrome.
(2)
. Berdasarkan hal itu pada pasien-pasien tersebut diberikan istilah Respiratory
Distress Syndrome pada orang dewasa.
(2,3)
Sejak saat itu terminology tersebut dijadikan
terminology yang baku dan disebut sebagai adult respiratory distress
syndrome (ARDS)/syndrome gagal nafas pada orang dewasa. Dalam klinik istilah ARDS
digunakan untuk pasien-pasien yang mengalami edema paru akut yang tidak disebabkan
oleh kelainan jantung.
(2)

Sindrom distress respirasi dewasa (ARDS) adalah bentuk khusus kegagalan
pernafasan yang ditandai dengan hipoksemia yang jelas dan tidak dapat diatasi dengan
penangganan konvensional. Sindrom ini dikenal dengan banyak nama lainnya (shock lung,
wet lung, adult hyaline membrane disease, stiff lung syndrome). Diperkirakan ada 150.000
orang yang menderita ARDS tiap tahunnya, dan tingkat mortalitasnya 50 %.
(4)

II. Definisi
Definisi dari ARDS selalu berganti tiap waktu. Pada awal tahun 1960 Burke dan
kawan-kawan menggunakan istilah High Output Respiratory Failure untuk menggambarkan
type dari gagal nafas yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk melakukan oksigenasi
yang adekuat dan pengeluaran karbondioksida. Hal yang sering digunakan untuk
menggambarkan sindroma ini termasuk : pernyakit membrane hialin pada orang dewasa,
sindroma insufisiensi pernafasan pada orang dewasa, atelektasis kongesti, sindroma
perdarahan paru, Da Nang Lung, stiff-lung sindroma, dan lain sebagainya.
(3)

Sindroma gagal nafas adalah gangguan fungsi paru akibat kerusakan alveoli yang
difus, ditandai dengan kerusakan sawar membrane kapiler alveoli, sehingga menyebabkan
terjadinya edema alveoli yang kaya protein disertai dengan adanya hipoksemia. Kelainan ini
umumnya timbul mendadak pada pasien tanpa kelainan paru sebelumnya dan dapat
disebabkan oleh berbagai macam keadaan.
(2)


III. Epidemiologi
Institusi kesehatan nasional memperkirakan pada tahun 1942 terdapat 150 ribu
kasus baru dari ARDS pertahunnya di Amerika Serikat, dengan insiden sebesar 75 kasus
per 100.000/tahun. Insiden ARDS sangat sulit untuk ditentukan keakuratannya karena
perubahan dari definisi, kegagalan untuk mendapatkan data yang komplit dan keragu-
raguan tentang populasi yang benar. Dari beberapa kemungkinan studi Kohort yang baru-
baru ini ditemukan lebih banyak peningkatan kecepatan tingkat insidensi, yaitu berubah dari
1,53,5 kasus/100.000/tahun di Pulau Kanari menjadi 4,88,3 kasus/100.000/tahun di
Negara Utah. Studi lain menemukan insiden 4,5 dan 3,0 per 100.000/tahun di U. Kingdom
dan di Berlin.
(5)

Insiden ARDS ini berubah-ubah tergantung dari kriteria diagnosis yang digunakan
untuk definisi yang diberikan, sebagai penyakit yang mendasari menjadi suatu faktor resiko.
Perkiraan insiden ARDS di Amerika Serikat setiap tahunnya setelah dijumlahkan mendekati
150 ribu kasus baru pertahunnya. Dalam penelitian oleh Fowler dkk insiden ini bervariasi
dari 2% (yaitu pada pasien post coronary arteri baypass atau pasien terbakar) menjadi 36%
(yaitu pada Gastric broncho aspirasi). Dalam penelitian Kohort yang serupa, Pepe dkk
menemukan bahwa insiden ARDS berkisar dari 8% (pada pasien dengan multipel fraktur)
menjadi 38% (pada pasien dengan sepsis).
(3)


IV. Etiologi
ARDS terjadi jika paru-paru terkena cedera baik secara langsung maupun tidak
langsung.
(4)
Berdasarkan mekanisme patogenesisnya maka penyakit dasar yang
menyebabkan sindrom ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok :
1. Penyakit yang langsung mengenai paru-paru
Aspirasi asam lambung
Tenggelam
Kontusio paru
Infeksi paru yang difus
Inhalasi gas toksik
Keracunan oksigen
2. Penyakit yang tidak langsung mengenai paru-paru
Sepsis
Pankreatitis akut
Trauma multipel
Penyalahgunaan obat
Renjatan hipovolemik
Transfusi berlebihan
Pasca transplantasi paru
Pasca operasi pintas jantung-paru.
(1,2)


V. Patogenesis
Masih belum jelas diketahui mengapa ARDS yang mempunyai sebab bermacam-
macam dapat menjadi sindrom klinis dan patofisiologi yang sama.
(4)
Sindrom gagal nafas
pada orang dewasa selalu berhubungan dengan dengan penambahan cairan dalam paru
dan merupakan suatu edema paru yang berbeda dengan edema paru akibat kelainan
jantung oleh karena tidak adanya peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru. Mula-mula
terjadi kerusakan membran kapiler alveoli, kemudian terjadi peningkatan permeabilitas
endotel kapiler paru dan epitel alveoli yang menyebabkan edema alveoli dan interstitial.
(2)

Penyelidikan dengan mikroskop elektron menunjukkan pembatas udara-darah terdiri
dari pneumosit tipe I (sel-sel penyokong) dan pneumosti tipe II (sumber surfaktan)
bersama-sama dengan membran basalis dari sisi alveolar; pembatas tersebut
bersinggungan dengan membran basalis kapiler dan sel-sel endotel. Selain itu alveolus
juga memiliki sel-sel jaringan pengikat yang bekerja sebagai pembantu dan pengatur
volume. Membran kapiler alveolar dalam keadaan normal tidak mudah ditembus partikel-
partikel. Tetapi dengan adanya cedera, maka terjadi perubahan pada permeabilitasnya,
sehingga dapat dilalui cairan, sel darah merah dan protein darah. Mula-mula cairan akan
berkumpul pada interstitium dan jika melebihi kapasitas interstitium, cairan akan berkumpul
di rongga alveoli , sehingga mengakibatkan ateletaksis kongestif.
(4)

Mekanisme yang pasti kerusakan endotel pada sindrome gagal nafas pada orang
dewasa belum diketahui, walaupun telah dibuktikan adanya peran beberapa sitokin.
Adanya faktor pencetus misalnya toksin kuman akan merangsang neutrofil dan makrofag
untuk memproduksi TNF dan IL-1. Sitokin ini selanjutnya akan menyebabkan adhesi
neutrofil dan merangsang makrofag untuk kembali memproduksi TNF dan IL-1 serta
mediator toksik lainnya oksigen radikal bebas, protease, metabolit arakidonat, dan platelet
activating factor. Adhesi granulosit neutrofil selanjutnya akan merusak sel endotel dengan
cara melepaskan protease sehingga dapat menghancurkan struktur protein seperti kolagen,
elastin, fibronektin, serta menyebabkan proteolisis plasma dalam sirkulasi. Beberapa hal
yang menyokong peran granulosit dalam proses timbulnya sindrom gagal nafas adalah
adanya granulositopenia yang berat pada binatang percobaan yang disebabkan
berkumpulnya granulosit dalam paru-paru.
Pada keadaan normal, paru mempunyai mekanisme proteksi untuk melindungi sel-
sel parenkim paru karena adanya antiprotease dan antioksidan dalam bentuk
glutation. Pada sindrom gagal nafas ini didapatkan adanya defisiensi glugation serta
hambatan aktivitas antiprotease. Biopsi paru pasien sindrom gagal nafas pada orang
dewasa menunjukkan adanya pengumpulan granulosit secara tidak normal teraktivasi
tersebut akan melepaskan enzim proteolitik seperti elastase, kolagenase dan juga oksigen
radikal yang dapat menghambat aktivitas antiprotease paru.
(2)


VI. Patofisiologi
Dasar kelainan dari ARDS adalah kerusakan pada pertahanan alveolar capillary.
Selain itu fakta saat ini terjadinya ARDS tidak sesederhana berasal dari edema pulmonal
akibat peningkatan permeabilitas microvaskular, tetapi mempunyai manifestasi yang lebih
menyeluruh dari kerusakan permeabilitas.
(3)

Peningkatan permiabilitas kapiler akan menyebabkan cairan merembes ke jaringan
interstitial dan alveoli, menyebabkan edema paru, paru menjadi kaku dan kelenturan paru
(complience) menurun. Kapasitas sisa fungsional juga menurun.
Hipoksemia yang berat merupakan gejala penting sindrom gagal nafas pada orang
dewasa. Penyebab utama hipoksemia pada sindrom gagal nafas ini adalah adanya pirau
aliran darah paru intrapulmonal masif. Pada keadaan normal pirau intrapulmonal ini
didapatkan dalam presentase yang kecil dari curah jantung total. Pada sindrom gagal nafas
ini pirau tersebut meningkat hingga 25-50% dari curah jantung total dan hal ini terjadi
karena adanya perfusi yang persisten pada alveoli yang kolaps/alveoli yang terisi cairan.
Akibat darah yang mengalir dari arteri pulmonalis tidak dapat terpajan dengan udara dalam
alveoli dan tidak terjadi pertukaran gas sehingga menyebabkan terjadi ketidakseimbangan
antara ventilasi-perfusi.
(2)


VII. Gejala Klinis
Manifestasi klinis sindrom gagal nafas akut bervariasi tergantung dari penyebab.
Penyebab yang paling penting adalah sepsis oleh kuman gram negatif, trauma berat,
operasi besar, trauma kardiovaskuler, pneumonia karena virus influenza dan kelebihan
dosis narkotik. Yang khas adalah adanya masa laten antara timbulnya faktor predisposisi
dengan timbulnya gejala klinis sindrom gagal nafas selama sekitar 18-24 jam. Gejala klinis
yang paling menonjol adalah sesak napas,
(2)
napas cepat, batuk kering, ketidaknyamanan
retrosternal dan gelisah. Pasien yang memiliki keadaan yang lebih berat dari gagal nafas
bisa terjadi sianosis.
(3)

Pada saluran nafas orang dewasa didapatkan trias gejala yang penting yaitu
hipoksia, hipotensi dan hiperventilasi. Pada tahap berikutnya sesak nafas bertambah,
sianosis menjadi lebih berat dan mudah tersinggung.
(2)


VIII. Diagnosis
Menurut fakta sampai sekarang belum ada cara penilaian yang spesifik dan
sensitive terhadap kerusakan endotel/epitel, diagnosis ARDS ditegakkan dengan kriteria
phisiologi, namun hal ini masih kontroversi. Meskipun begitu, pemeriksaan laboratorium dan
gambaran radiologi mungkin berguna.
(3)

Pada tahap dini ARDS, pemeriksaan fisik mungkin tidak banyak ditemukan
kelainan, tetapi kemudian didapatkan adanya krepitasi yang meluas pada lapangan paru
dalam waktu yang singkat. Pemeriksaan laboratorium yang paling dini menunjukkan
kelainan dalam analisis gas darah berupa hipoksemia, kemudian hiperkapnia dengan
asidosis respiratorik pada tahap akhir.
(2)

Mula-mula tidak ada kelainan jelas pada foto dada. Setelah 12-24 jam tampak
infiltrat tanpa batas-batas yang tegas pada seluruh lapangan paru, mirip dengan edema
paru pada gagal jantung tetapi tanpa tanda-tanda pembesaran jantung dan tanda
bendungan lainnya. Infiltrat tersebut biasanya meluas dengan cepat dan simetris dalam
beberapa jam/hari sehingga mengenai seluruh lapangan paru tetapi kedua sinus
kostofrenikus masih tetap normal (bilateral white-out). Infiltrat dapat juga bertambah secara
lambat dan asimetris.
(2,3)

Biasanya perbaikan foto dada pada ARDS lambat, sedangkan pada edema paru
oleh gagal jantung, infiltratnya cepat menghilang dengan pemberian diuretik.
(2)

Pada pemeriksaan laboratorium, hasil analisa gas darah abnormal. Rasio
PaO
2
terhadap fraksi O
2
yang dihirup (FiO
2
) menurun dibawah 200. Awalnya terdapat
alkalosis respirasi yang kemudian dalam perjalanan penyakit menjadi asidosis respiratorik
karena eliminasi CO
2
menurun. Leukositosis atau leukopenia, anemia, trombositopenia.
Jarang terjadidisseminated intravascular coagulation (DIC) yang dapat terjadi pada
keadaan sepsis, trauma berat atau trauma kepala.
(6)


Gambaran radiology
Acute Respiratory Distress Syndrome

IX. Diagnosa Banding
Diagnosa banding dari ARDS adalah penyakit-panyakit yang berhubungan dengan
terbentuknya infiltrat pada di paru seperti gagal jantung kongestif, infeksi paru yang luas.
(6)


X. Penatalaksanaan
Mortalitas sindrom gagal napas pada orang dewasa tinggi yaitu mencapai 50% dan
tidak tergantung pada pengobatan yang diberikan. Karena itu pencegahan terhadap
timbulnya ARDS sangat penting dan faktor-faktor predisposisi seperti sepsis, peneumoni
aspirasi dan pengenalan diri terhadap ARDS perlu diperhatikan dengan baik. Pengobatan
dalam masa laten lebih mungkin berhasil daripada sudah timbul gejala sindrom gagal
nafas.
Tujuan pengobatan adalah sama walaupun etiologinya berbeda yaitu
mengembangkan alveoli secara optimal untuk mempertahankan gas darah arteri untuk
oksigenasi jaringan yang adekuat, keseimbangan asam basa dan sirkulasi dari tingkat yang
dapat ditoleransi sampai membran alveoli utuh kembali. Pemberian cairan harus hati-hati,
terutama kalau sindroma gagal nafas disertai kelainan fungsi ginjal dan sirkulasi, sebab
dengan adanya kenaikan permeabilitas kapiler paru, cairan dari sirkulasi merembes ke
jaringan interstitial dan memperberat edema paru. Cairan diberikan cukup untuk
mempertahankan sirkulasi yang adekuat (denyut jantung yang tidak cepat, ekstremitas
hangat dan diuresis yang baik) tanpa menimbulkan edema atau memperberat edema paru.
Pemberian albumin tidak terbukti efektif pada ARDS, sebab pada kelainan
permeabilitas yang luas albumin akan ikut masuk ke ruang ekstravaskular.
Secara umum obat-obat yang diberikan dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu :
1. Obat untuk menekan proses inflamasi
Kortikosteroid
Saat ini efek steroid masih dalam penelitian dan penggunaan secara rutin tidak
dianjurkan kecuali bila ada indikasi yang spesifik yang berkaitan dengan penyakit dasarnya.
Steroid dapat mengurangi pembentukan kolagen dan meningkatkan penghancuran kolagen
sehingga penggunaannya mungkin bermanfaat untuk mencegah fibrosis paru pada pasien
yang bertahan hidup. Kortikosteroid biasanya diberikan dalam dosis besar, lebih disukai
metilprednisolon 30 mg/kg berat badan secara intravena setiap 6 jam.
Protaglandin E
1

Obat ini mempunyai efek vasodilator dan antiinflamasi serta antiagregasi trombosit.
Sebanyak 95% PGE
1
akan dimetabolisme di paru sehingga bersifat selektif terhadap
pembuluh darah paru dengan efek sistemik yang minimal. Pemberian secara aerosol
dilaporkan dapat memperbaiki proses ventilasi perfusi karena menyebabkan dilatasi
pembuluh darah pada daerah paru yang ventilasinya masih baik. Walaupun demikian
penggunaan PGE
1
dalam klinis masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Kotekonazol
Dapat menghambat sintesis tromboksan dan leukotrien dan pada sejumlah kecil kasus
dapat bermanfaat untuk pencegahan pada pasien yang mengalami sepsis akibat trauma
multipel.
Anti endotoksin dan antisitokinin
Antibodi terhadap endotoksin dan sitokin akhir-akhir ini sedang diteliti. Sejauh ini
penggunaan secara rutin obat-obat ini masih belum dianjurkan.
2. Obat untuk memperbaiki kelainan faal paru :
Amil nitrit
Dapat diberikan intravena untuk memperbaiki proses ventilasi perfusi dengan cara
meningkatkan refleks pembuluh darah paru akibat hipoksia. Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut untuk mengetahui efek tersebut.
Oksida nitrit
Pemberian secara inhalasi dalam dosis rendah akan menyebabkan dilatasi pembuluh
darah paru secara selektif khususnya pada daerah paru dengan ventilasi yang masih baik.
efek oksida nitrit ini diharapkan dapat mengurangi pirau intrapulmonal, memperbaiki proses
ventilasi-perfusi sehingga akan meningkatkan oksigen arteri pulmonalis. Sayangnya hingga
saat ini belum ada data yang menunjukkan prognosis pada pasien yang mendapatkan
oksida nitrit
Antibiotik
Karena angka kejadian sepsis tinggi pada pasien yang mengalami ARDS maka
dianjurkan untuk diberikan sejak awal antibiotik yang berspektrum luas, hingga didapatkan
adanya sumber infeksi yang jelas serta adanya hasil kultur.
Ventilasi mekanis dilakukan kalau timbul hiperkapnia, kalau pasien lelah dan tidak
dapat lagi mengatasi beban kerja nafas atau timbulnya renjatan. Tujuan ventilasi mekanis
adalah mengurangi kerja nafas, memperbaiki oksigenasi arterial, dengan pemakaian
O
2

yang non toksik.
(2)

Pemberian tekanan positif akhir ekspirasi (PEEP) dengan respirator volume
merupakan langkah besar dalam penanganan ARDS. PEEP membantu memperbaiki
sindrom distress pernafasan dengan mengembangkan daerah yang sebelumnya
mengalami ateletaksis dari kapiler. Keuntungan lain dari PEEP adalah alat ini
memungkinkan pasien untuk mendapatkan FiO
2
dalam konsentrasi yang lebih rendah. Hal
ini penting karena pada satu segi FiO
2
yang tinggi umumnya diperlukan untuk mencapai
PaO
2
dalam kadar minimal, dan pada segi lain oksigen konsentrasi tinggi bersifat toksik
terhadap paru-paru dan menyebabkan ARDS. Efek dari PEEP adalah memperbaiki tekanan
oksigen arterial dan memungkinkan penurunan FiO
2
. Bahaya yang mungkin terjadi dalam
penggunaan PEEP adalah pneumothoraks dan terganggunya curah jantung karena
tekanan yang tinggi. Perhatian dan pemantauan yang ketat ditujukan untuk mencapai
PEEP terbaik yaitu ventilasi pada tekanan akhir ekspirasi yang menghasilkan daya
kembang paru terbaik dan penurunan PaO
2
dan curah jantung yang minimal.
Karena penimbunan cairan pada paru-paru merupakan masalah, maka pembatasan
cairan dan terapi diuretik merupakan tindakan lain yang penting dalam penanganan ARDS.
Antibiotik yang tepat diberikan untuk mengatasi infeksi. Meskipun penggunaan
kortikosteroid masih kontroversial, tetapi banyak pusat kesehatan menggunakan
kortikosteroid dalam penanganan ARDS walaupun manfaatnya masih belum jelas
diketahui.
(4)


XI. Komplikasi
Infeksi paru dan abdomen merupakan komplikasi yang sering dijumpai. Adanya
edema paru, hipoksia alveoli, penurunan surfaktan akan menurunkan daya tahan paru
terhadap infeksi.
(2)


XII. Prognosis
Mortalitas rata-rata sekitar 50-60%. Mortalitas sekitar 40% didapatkan pada pasien
dengan gagal nafas saja, sedangkan pada pasien dengan sepsis atau adanya kegagalan
organ utama didapatkan mortalitas sekitar 70-80% dan bahkan bisa sampai 90% kalau
sindrom gagal nafas amat berat. Pada pasien yang bertahan hidup, umumnya fungsi paru
akan kembali setelah berbulan-bulan, namun harapan tersebut sangat kecil karena pasien
yang menderita ARDS akan mengalami kerusakan paru yang permanen dengan infeksi dan
fibrosis.
(2)



XIII. Kesimpulan
1. ARDS sudah ditemukan sejak perang dunia I, dan mulai dikenal pada tahun 1967 ketika
Ausbagh dan kawan-kawan mempublikasikan artikel tentang 12 pasien yang mengalami
gagal nafas tanpa disertai penyakit pada parunya.
2. Sindroma gagal nafas adalah gangguan fungsi paru akibat kerusakan alveoli yang difus,
ditandai dengan kerusakan sawar membrane kapiler alveoli, sehingga menyebabkan
terjadinya edema alveoli yang kaya protein disertai dengan adanya hipoksemia. Kelainan ini
umumnya timbul mendadak pada pasien tanpa kelainan paru sebelumnya dan dapat
disebabkan oleh berbagai macam keadaan
3. Institusi kesehatan nasional memperkirakan pada tahun 1942 terdapat 150 ribu kasus baru
dari ARDS pertahunnya di Amerika Serikat, dengan insiden sebesar 75 kasus per
100.000/tahun. Insiden ARDS sangat sulit untuk ditentukan keakuratannya karena
perubahan dari definisi, kegagalan untuk mendapatkan data yang komplit dan keragu-
raguan tentang populasi yang benar.
4. ARDS dapat disebabkan oleh penyakit yang langsung mengenai paru-paru maupun oleh
penyakit yang tidak ada hubungan dengan paru.
5. Masih belum jelas diketahui mengapa ARDS yang mempunyai sebab bermacam-macam
dapat menjadi sindrom klinis dan patofisiologi yang sama. ARDS selalu berhubungan
dengan dengan penambahan cairan dalam paru dan merupakan suatu edema paru yang
berbeda dengan edema paru akibat kelainan jantung.
6. Gejala klinis ARDS yang paling menonjol adalah sesak napas, napas cepat, batuk kering,
ketidaknyamanan retrosternal dan gelisah. Pasien yang memiliki keadaan yang lebih berat
dari gagal nafas bisa terjadi sianosis.
7. Menurut fakta sampai sekarang belum ada cara penilaian yang spesifik dan sensitive
terhadap kerusakan endotel/epitel, diagnosis ARDS ditegakkan dengan criteria phisiologi,
namun hal ini masih kontroversi. Meskipun begitu, pemeriksaan laboratorium dan
gambaran radiologi mungking berguna.
8. Diagnosa banding dari ARDS adalah penyakit-panyakit yang berhubungan dengan
terbentuknya infiltrat pada di paru seperti gagal jantung kongestif, infeksi paru yang luas.
9. Penalaksanaan dari ARDS bertujuan mengembangkan alveoli secara optimal untuk
mempertahankan gas darah arteri untuk oksigenasi jaringan yang adekuat, keseimbangan
asam basa dan sirkulasi dari tingkat yang dapat ditoleransi sampai membran alveoli utuh
kembali.
10. Infeksi paru dan abdomen merupakan komplikasi yang sering dijumpai. Adanya edema
paru, hipoksia alveoli, penurunan surfaktan akan menurunkan daya tahan paru terhadap
infeksi.
11. Prognosis ARDS tergantung dari luasnya kerusakan yang ditimbulkan pada parenkim paru.



DAFTAR PUSTAKA

1. Eloise M. Harman,MD. Rajat, Walia, MD. 2005. Acute Respiratory Distress
Syndrome. http://www.emedicine.com/med/topic70.htm
2. Aryanto Suwondo, Ishak Yusuf, Cleopas Martin Lumende, 2001. Sindrome Gagal Nafas
Pada Orang Dewasa dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi Ketiga. Hal : 907-
914
3. Josep Varon,MD, F.A.C.A, F.A.C.P, Oliver C Wenker,MD, D.E.A.A. 1997, The Acute
Respiratory Distress Syndrome : Myths and
Controversies.http://www.ispub.com/ostia/index.php?xmlPrinter=true&xmlFilePath=jo
urnals/ijeicm/vol1n1/ards.xml
4. Sylia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 1995, Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Hal : 739-740
5. Mark J D Griffiths dan Timothy W Evans, 2003, Acute Respiratory Distress Syndrome dalam
Respiratori Medicine, volume I Edisi 3, RDC Group LTD.
6. Hood Alsagaf, M. Jusuf Wibisono, Winariani, 2004, Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru, Bagian
Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR RSU Dr. Sutomo,Surabaya. Hal : 186-189.

Anda mungkin juga menyukai