Anda di halaman 1dari 9

Pembahasan Pewarnaan BTA

Pada praktikum kali ini dilakukan pengecetan Bakteri Tahan Asam (BTA) yang menggunakan tiga jenis cat Ziehl Neelson (ZN) yaitu carbol fuchsin
0,3 %, asalm alcohol 3 % dan methylene blue 3 %. Dalam pengecatan ini digunakan sample sputum.
Sebelum dibuat apusan, objek glass difiksasi untuk menghilangkan lemak yang menempel pada permukaanya dan untuk menghilangkan
kontaminan lain yang ada pada objek glass. Apusan yang dibuat tidak boleh terlalu tebal agar bakteri tidak bertumpuk-tumpuk sehingga proses
pengamatan bentuk sel bakteri menjadi lebih mudah, tetapi apusan yang dibuat juga tidak boleh terlalu tipis.
Pewarnaan BTA ini dilakukan dengan menggunakan pewarnaan Ziehl Neelson yng menggunakan 3 jenis warna sebagai berikut :
1.
Pewarnaan dengan Carbol Fuchsin 3 %
Pewarnaan pertama ini, akan sulit menembus dinding dari Bakteri tahan asam, sehingga dilakukan pemanasan untuk memuaikan dinding sel
bakteri tersebut sehingga warna carbol fuchsin ini mampu diserap oleh sel-sel bakteri. Namun perlu diperhatikan, pemanasan dilalukan jangan
sampai mendidih cukup samapai menguap agar sel-sel bakteri tersebut tidak rusak.
2. Penambahan larutan asam alcohol 0,3 %
Penambahan alkohol berfungsi untuk membilas atau melunturkan zat warna (decolorization) pada sel bakteri (mikroorganisme). Saat sel-sel
bakteri sudah mampu menyerap warna carbol fuchsin maka dinding sel tersebut akan kembali tertutup dalam pada suhu semula. Sehingga
sebelum dilakukan penambahan asam alcohol ditunggu samapai 5 menit. Saat penambahan asam alcohol ini, maka bakteri yang bukan BTA
akan dilunturkan kembali warna carbol fuchsin tersebut karena tidak mampu mengikat kuat seperti halnya bakteri BTA.
3. Pemberian zat warna Methylene Blue
Terakhir dilakukan penambahan Methylene blue. Methylene Blue merupakan pewarna tandingan atau pewarna sekunder. Zat ini berfungsi
untuk mewarnai kembali sel-sel yang telah kehilangan pewarna utama setelah perlakuan dengan asam alkohol.
Zat warna methylene blue masuk ke dalam sel bakteri non BTA yang permeabilitas dinding selnya membesar akibat lapisan lipid pada bakteri
non BTA terekstraksi oleh asam alkohol, sehingga menyebabkan sel bakteri non BTA tersebut menjadi berwarna biru. Pada bakteri BTA dinding
selnya sudah terdehidrasi dengan perlakuan alkohol, pori pori mengkerut, daya rembes dinding sel dan membran menurun sehingga zat
warna methylene blue tidak dapat masuk sehingga sel bakteri BTA berwarna merah.
Waktu yang dipelukan untuk menunggu setiap warna juga berbeda. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kesalahan pada saat
pembacaan preparat pada mikroskop.
1. Menunggu selama 5 menit setelah pewarnaan dengan warna carbol fuchsin dan dilakukan pemanasan bertujuan agar cat ini dapat diserap
dan melekat sempurna pada dinding bakteri dan dinding selnya kembali seperti semula setelah dilakukan pemanasan.
2. Menunggu selama menit setelah penambahan larutan asam alkohol bertujuan agar zat warna dapat luntur secara sempurna dan tidak
ada yang tersisa.
3. Menunggu selama 1 menit setelah penambahan pewarna methylene blue bertujuan agar cat ini dapat diserap sempurna pada dinding
bakteri non BTA sehingga ada perbedaan warna antara bakteri BTA dan Non BTA.
Setelah pewarnaan dan menunggu selama waktu diatas, dilakukan pembilasan dengan aquadest yang bertujuan untuk membilas zat warna
yang berlebih sebelum dilanjutkan dengan pewarnaan berikutnya.
4.1.2. Hal yang perlu diperhatikan
Fase yang paling kritis adalah dekolorisasi yang mengakibatkan warna yang tidak terikat oleh sel bakteri lepas dari sel, pemberian asam alkohol
jangan sampai berlebih karena akan menyebabkan overdekolorization sehingga sel BTA hampir sama dengan Non BTA yang menyebabkan sulit
membedakannya, tetapi jangan juga terlalu sedikit dalam memberikan alkohol (underdecolorization) karena tidak akan melunturkan warna
secara sempurna sehingga sel Non BTA bisa saja berwrna ungu mendekati warna sel BTA.
Kaca obyek harus selalu dicuci dengan aquades diantara penambahan pewarna untuk menghilangkan kelebihan warna dan mempersiapkan
pewarna berikutnya
Dafpus:
Lay, B. W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: PT. Raga Grafindo Persada.
Syahrurachman, dkk. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta: UI Press.
Fitri Nurrahmi. 2012. Pewarnaan Ziehl Neelsen. Online.http://mediblock.blogspot.com/2012/10/pratktikum-mikrobiologi-1pewarnaan.html. Tanggal diakses 20 April 2013

Dasar Teori MFN


Manusia secara konstan berhubungan dengan beribu-ribu mikroorganisme. Mikrobe tidak hanya terdapat dilingkungan, tetapi juga menghuni
tubuh manusia. Mikrobe yang secara alamiah menghuni tubuh manusia disebut flora normal, ataumikrobiota. (Michael J., 2008)
Selain itu juga disebutkan bahwa, flora normal adalah kumpulan mikroorganisme yang secara alami terdapat pada tubuh manusia normal dan
sehat. Kebanyakan flora normal yang terdapat pada tubuh manusia adalah dari jenis bakteri. Namun beberapa virus, jamur, dan protozoa juga
dapat ditemukan pada orang sehat (Michael J., 2008).
Mikroorganisme tetap/normal (resident flora/ indigenous) yaitu mikroorganisme jenis tertentu yang biasanya ditemukan pada bagian tubuh
tertentu dan pada usia tertentu. Keberadaan mikroorganismenya akan selalu tetap, baik jenis ataupun jumlahnya, jika ada perubahan akan
kembali seperti semula. Flora normal/tetap yang terdapat pada tubuh merupakan organisme komensal. Flora normal yang lainnya bersifat
mutualisme. Flora normal ini akan mendapatkan makanan dari sekresi dan produk-produk buangan tubuh manusia, dan tubuh memperoleh
vitamin atau zat hasil sintesis dari flora normal. Mikroorganisme ini umumnya dapat lebih bertahan pada kondisi buruk dari
lingkungannya (Michael J., 2008).
Ada bermacam-macam flora normal atau sering juga disebut bakteri dan jamur yang ada dapa tubuh kita, misalnya bakteri yang berda pada
pada kulit , mikroorganisme utama pada kulit adalah difteroid aerobic dan anaerobic (misalnya corynebacterium, propionibacterium),
stafilokokkus aerobic dan anaerobic non hemolitikus Staphylococcus epidermidis,kadang-kadang Staphylococcus aureus dan golongan
peptostreptococcus), basil gram postif aerobic, bakteri pembentuk spora yang banyak terdapat di udara, air, tanah Streptococcus alfa
hemoliticus (Viridians) dan Enterococcus; dan basil coliform gram negative serta acitenobacter. Jamur dan ragi sering terdapat pada lipatanlipatan kulit micro bacteria tahan asam nonpatogen terdapat pada daerah-daerah yang kaya sekresi lemak/sebum (genital, telingan bagian luar)
( Bernstein, 2006).
Faktor-faktor yang berperan menghilangkan flora sementara pada kulit adalah pH rendah, asam lemak pada sekresi sebasea dan adanya
lisozim. Jumlah mikroorganisme pada permukaan kulit mungkin bias berkurang dengan jalan menggosok-gosoknya dengan sabun yang
mengandung heksaklorofen atau desinfektan lain, namun flora secara cepat muncul kembali dari kelenjar sebasea dan keringat
(
Bernstein, 2006).
Flora normal pada mulut dan saluran nafas bagian atas pada hidung terdapat flora normal utama yaitu dari corinebacteria, stafilococcus (S.
epidermidids, S. aureus) dan Streptococcus. saat lahir, selaput lendir (mukosa) pada mulut dan faring akan terkontaminasi oleh flora.
Flora normal pada faring dan trakhea, pada daerah ini juga terdapat flora normal yang sama. organism normal pada saluran nafas bagian atas,
teruatama pada faring adalah Streptococcus non hemoliticus dan alfa hemoliticus serta Neisseria ( Bernstein, 2006). Adapun fungsi dari flora
normal ini yaitu, Flora normal mampu mencegah kolonisasi bakteri patogen potensial, apakah dengan melepaskan faktor
antibakteri (bacteriocins, colicins) dan produk-produk limbah metabolik bersama dengan berkurangnya oksigen yang tersedia dan mencegah
pembentukan spesies lainnya. Misalnya, bakteri lactobacilli menjaga supaya lingkungan mereka tetap asam sehingga dapat menekan
pertumbuhan organisme lain. Bakteri usus juga melepaskan faktor-faktor metabolik, memproduksi vitamin B dan K . Selain itu, diperkirakan
bahwa stimulasi antigenik dilepaskan oleh flora adalah penting untuk perkembangan sistem kekebalan tubuh normal ( Hajek, 1979).
Dan juga ada masalah yang ditimbulkan oleh flora normal ini. Sebuah potensi risiko menyebar ke daerah tubuh yang normalnya steril tubuh,
yang dapat terjadi dalam berbagai situasi, misalnya, saat usus berlubang atau cedera kulit atau pencabutan gigi (Streptococus viridans bisa
masuk aliran darah) atau Escherichia coli dari perianal naik ke uretra, yang menyebabkan infeksi saluran kemih ( Asani, 2008).

Pembahasan

Mikroorganisme tetap/normal (resident flora/ indigenous) yaitu mikroorganisme jenis tertentu yang biasanya ditemukan pada bagian tubuh
tertentu dan pada usia tertentu. Keberadaan mikroorganismenya akan selalu tetap, baik jenis ataupun jumlahnya.
Nutrient Agar (NA) merupakan suatu medium yang berbentuk padat, yang merupakan perpaduan antara bahan alamiah dan senyawa-senyawa
kimia. NA dibuat dari campuran ekstrak daging dan peptone dengan menggunakan agar sebagai pemadat. Dalam hal ini agar digunakan sebagai
pemadat, karena sifatnya yang mudah membeku dan mengandung karbohidrat yang berupa galaktam sehingga tidak mudah diuraikan oleh
mikroorganisme. Dalam hal ini ekstrak beef dan pepton digunakan sebagai bahan dasar karena merupakan sumber protein, nitrogen, vitamin
serta karbohidrat yang sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang. Medium Nutrient Agar (NA) merupakan
medium yang berwarna coklat muda yang memiliki konsistensi yang padat dimana medium ini berasal dari sintetik dan memiliki kegunaan
sebagai medium untuk menumbuhkan bakteri.
Flora normal yang menetap di mulut : Streptococcus, Neisseria, Actynomyces, Lactobacillus. Streptococcussalivarius adalah spesies bakteri
dominan flora mulut manusia, dan telah spesies yang paling sering diidentifikasi menyebabkan kasus meningitis bakteri yang terjadi setelah
prosedur injeksi tulang belakang karena kontaminasi dari situs prosedur dengan air liur. Sampel yang terahir yang diamati adalah permukaan
kulit. Setelah diteliti, banyak sekali terdapat bakteri dan tidak terdapat jamur. Memiliki morfologi berbentuk koloni yang berjumlah sangat
banyak. berukura pinpoint dan small, bentuknya circular, elevasi flat, permukaan halus mengkilap, margin entire dan memiliki warna putih.
Kebanyakan bakteri kulit di jumpai pada epitelium yang seakan-akan bersisik (lapisan luar epidermis), membentuk koloni pada permukaan selsel mati. Kebanyakan bakteri ini adalah spesies Staphylococcus (kebanyakan S. epidermidis dan S. aureus) dan sianobakteri
aerobik atau difteroid. Jauh di dalam kelenjar lemak dijumpai bakteri-bakteri anaerobik lipofilik, seperti Propionibacterium acnes, penyebab
jerawat. ada tubuh kita bukan hanya terdapat bakteri atau jamur yang merugikan namun ada juga beberapa jenis bakteri yang membantu
proses metabolisme, untuk mencegah dampak negatif dari jamur dan bakteri ada beberapa hal yang harus kita perhatikan diantaranga menjaga
kebersihan diri dengan sering mandi minimal 2 kali sehari, menjaga kebersihan makanan ataupun minuman yang akan dikonsumsi,
memperhatikan kebersihan lingkungan dan membuang sampah pada tempatnya dan masih banyak lagi hal-hal yang bisa kita lakukan untuk
mencegah dampak negatif dari bakteri atau jamur.
DAFPUS :
Dewi. 2009. Kehadiran Mikrobiota (online) (http://Dewi//Kehadiran-mikrobiota//journal/com/, diakses tanggal 18 september 2013).
Hartati,Agnes Sri. 2012. Dasar-Dasar Mikrobiologi Kesehatan. Surakarta: Nuha Medika.
Irianto,Koes. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Bandung: CV. Yrama Widya.
Pelczar dan Chan. 1988.Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid 2.Jakarta: UI-Press.
Yatim, Wildan. 2007. Kamus Biologi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Dasar Teori Pengaruh Lingkungan terhadap pertumbuhan bakteri


Pertumbuhan bagi suatu mikroba merupakan penambahan secara teratur semua komponen sel suatu mikroba. Pembelahan sel adalah hasil
pertumbuhan sel. Pada mikroba bersel tunggal ( uniseluler), pembelahan atau perbanyakan sel merupakan pertambahan jumlah individu. Pada
mikroba bersel banyak (multiseluler) pembelahan sel tidak menghasilkan pertambahan jumlah individunya, tetapi hanya merupakan
pembentukan jaringan atau bertambah besarnya suatu mikroba (Suharjono, 2006).
Suatu mikroorganisme tumbuh tergantung dari beberapa faktor, salah satunya adalah air. Bahan-bahan yang terlarut dalam air digunakan oleh
mikroorganisme untuk membentuk bahan sel dan memperoleh energi agar mendapat bahan makanan. Berbagai mikroorganisme mempunyai
susunan larutan makanan yang berbeda-beda. Oleh karenanya banyak cara untuk membuat media hidup bagi mikroorganisme.
Dalam pertumbuhannya, mikroorganisme memiliki dua faktor yang mendukung, yaitu faktor fisik dan faktor kimiawi. Faktor fisik dapat berupa
kadar air, cahaya dan suhu. Sedangkan factor kimianya adalah pH dan tekanan osmosis.
Pengaruh Suhu
Suhu merupakan faktor penting dalam pertumbuhan mikroba. Pada umumnya batas suhu pertumbuhan mikroba terletak antar 00C sampai
900C, sehingga dikenal suhu minimum, optimum, dan maksimum.
Berdasarkan kisaran suhunya, mikroba dibagi menjadi tiga kelompok:
a) Psikofilik adalah kelompok mikroba yang dapat hidup dan tumbuh pada daerah dengan suhu 00C sampai 300C dengan temperature
optimumnya 150C.
b) Mesofilik adalah kelompok mikroba yang dapat tumbuh dan bertahan hidup pada keadaan dengan suhu optimum antara 250C-370C,
minimum 150C, dan maksimum di sekitar 550C.
c) Termofilik adalah kelompok mikroba yang hidup pada suhu yang tinggi. Suhu optimum untuk mikroba kelompok ini adalah 550C-600C.
minimum 400C, dan maksimum 750C. bakteri ini biasanya terdapat pada sumber air panas dan tempat-tempat denga keadaan suhu tinggi.
Pengaruh pH
Setiap organisme memiliki pH hidup yang berbeda-beda. Kebanyakan organisme dapat tumbuh pada kisaran pH 5-8. Berdasarkan pH yang ada,
mikroba dibagi menjadi tiga kelompok mikroba yaitu asidofil, neutrofil, dan alkalifil. Asidofil adalah mikroba yang dapat tumbuh dengan kisaran
pH 2-5. Nutrofil adalah bakteri yang hidup pada pH 5,5-8,0. Sementara alkalifil dapat tumbuh pada kisaran pH 8,4-9,5. Bakteri meiliki pH
minimum, optimum dan maksimum. pH optimum bakteri adalah kisaran 6,5-7,5, sedangkan jamur memiliki kisaran pH yang lebih luas
(Suriawiria, 2003).
Pengaruh Tekanan Osmosis
Tekanan osmosis sangat erat hubungannya dengan kandungan air. Apabila mikroba diletakkan pada larutan hipertonis, maka selnya akan
mengalami plamolisis., yaitu terlepasnya membran sitoplasma dari dari diniding sel akibat mengkerutnya sitoplasma.apabila diletakkan pada
larutan hipotonis, maka sel mikroba akan mengalami plasmoptisa, yaitu pecahnya sel karena cairan masuk ke dalam sel, sel membengkak dan
akhirnya pecah.

Pembahasan :
Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai peningkatan jumlah komponen (semua komponen) organisme secara teratur. Oleh karena itu
penambahan ukuran yang terjadi pada saat sel mengambil air/menimbun lipid/polisakarida bukanlah pertumbuhan yang sebenarnya.
Pertumbuhan menyebabkan jumlah individu yang membentuk suatu populasi (Brooks, 2004).
Fakor-faktor lingkungan fisis yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah adanya pengaruh suhu, pH, kelembaban, cahaya dan
tekanan osmosis. Adapun pertumbuhan mikroba ini tidak hanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Pengujian Pengaruh Suhu
Pada pengujian ini digunakan 2 sampel yaitu media kaldu glukosa dan ekstrak belimbing dengan penambahan bakteri E. Coli dari air parit Tugu
Unsyiah. Komposisi yang terkandung dalam media glukosa adalah NaCl, glukosa, dan aquades. Air pari dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang
telah terdapat tabung durham. Dan telah diisi dengan sampel. Media tersebut diinkubasi pada suhu 30oC di dalam cleanbench dan 50oC di
dalam oven.
Setelah diinkubasikan selama 72 jam, sampel media kaldu glukosa terdapat banyak gelembung pada tabung durham pada suhu 30oC
dibandingkan dengan suhu 50oC. ekstrak belimbing pada suhu 30oC timbul gelembung udara yang jumlahnya lebih sedikit daripada media kaldu
glukosa, begitu pula pada ekstrak belimbing 50oC.
Pengaruh Pengujian pH
Pada pengujian ini digunakan 3 sampel yaitu ekstrak belimbing, ekstrak kentang rebus, dan air detergen. Kemudian diukur masing-masing pH
dengan mengunakan kertas lakmus. Diperoleh data ph 3 untuk ekstrak belimbing, ph 6 untuk ekstrak kentang dan ph 11untuk air detergen.
Pada percobaan diperoleh hasil, bakteri tumbuh baik pada media ekstrak kentang dengan pH 6. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri termasuk
ke dalam kelompok neitrofil dengn kisaran pH 5,5-8,5. Bakteri tidak bisa tumbuh pada ekstrak belimbing karena pH yang terlalu asam akan
menghambat pertumbuhan. Pada air detergen bakteri tidak dapat bertahan lama karena pH yang telalu basa.
Pengaruh Tekanan Osmosis
Tekanan osmosis sangat erat hubungannya dengan kandungan air. Apabila mikroba diletakkan pada larutan hipertonis, maka selnya akan
mengalami plamolisis, yaitu terkelupasnya membrane sitoplasma dari sel akibat mengkerutnya dinding sitoplasma. Apabila diletakkan pada
larutan hipotonis, maka sel mikroba akan mengalami plamoptisa, yaitu pecahnya sel karena cairan masuk ke dalam sel, sel membengkak dan
akhirnya pecah (Sumarsih, 2003).
Pada pengujian ini langkah yang pertama kali dilakukan adalah membuat Nutrient Broth sebagai media cair. Kemudian 3 tabung reaksi
dimasukkan dektrosa dengan konsentrasi 5, 10, dan 25 % sedangkan 3 tabung reaksi lainnya dimasukkan larutan NaCl dengan konsentrasi yang

sama. Pada hasil pengamatan, terdapat perubahan yang terjadi yaitu timbulnya gelembung serta endapan dan warna berubah menjadi keruh.
Pada media yang ditambahi dektrosa 25% menimbulkan banyak gelembung, hal ini dikarenakan pada konsentrasi tersebut mikroba berada
pada keadaan yang isotonis, sedangkan pada konsentrasi 5 dan 10 % bakteri berada pada keadaan yang hipotonis.
DAFPUS :
Brooks, Geo F. Janet S. Butel, dan Stephen A. Mourse . 2004 . Mikrobiologi Kedokteran . Penerbit Buku Kedokteran : Jakarta.
Entijang, Indan . 2003 . Mikrobiologi dan Parasitologi . P.T. Citra Aditya Bakti : Bandung.
Suharjono . 2006 . Komunitas Kapang Tanah di Lahan Kritis Berkapur DAS Brantas Pada Musim Kemarau. Jurusan Biologi FMIPA Universitas
Brawijaya : Malang.
Suhartini, Sri . 2006 . Mikrobiologi Industri . Penerbit Andi : Yogyakarta.
Sumarsih, Sri . 2003 . Diktat Kuliah Mikrobiologi Dasar . UPN Veteran Yogyakarta : Yogyakarta.
Suriawiria, Unus . 2003 . Mikrobiologi Air . P.T. Alumni : Bandung.
Wellyar, Gandjar . 2006 . Mikrobiologi Dasar dan Terapan . Yayasan Obor : Jawa Barat.

Dasar Teori Kebutuhan nutrisi pada pertumbuhan bakteri


Semua bentuk kehidupan dari mikroorganisme sampai kepada manusia, mempunyai persamaan dalam hal persyaratan nutrisi tertentu dalam
bentuk zat-zat kimiawi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan fungsinya yang normal.
Pembiakan adalah proses perbanyakan organisme dengan menyediakan keadaan lingkungan yang tepat. Mikroorganisme yang sedang tumbuh
membuat tiruan dirinya sendiri, untuk ini dibutuhkan unsur-unsur yang ada dalam komposisi kimia organisme itu. Zat makanan harus
mengandung berbagai unsur ini dalam bentuk yang dapat diolah lewat metabolisme. Selain itu, organisme membutuhkan energi metabolik
untuk mensintesis makromolekul dan mempertahankan gradient kimia utama lintas selaputnya. Berbagai faktor yang harus dikendalikan
selama pertumbuhan adalah zat makanan, pH, suhu, udara, kadar garam, serta kuat ion dari perbenihan.
Zat makanan dalam perbenihan harus mengandung semua unsur yang diperlukan untuk membuat suatu organisme baru secara biologis. Zat
makanan yang dibutuhkan oleh mikroorganisme adalah sebagai berikut :
1. Sumber karbon
Bakteri heterotrof membutuhkan karbon organik untuk pertumbuhan, dan harus dalam bentuk yang dapat diasimilasi. Beberapa organisme
menggunakan karbon dioksida sebagai sumber karbon. Karbon dioksida dibutuhkan untuk beberapa reaksi biosintesis. Banyak organisme
pernapasan menghasilkan karbon dioksida lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi organisme lain membutuhkan sumber
karbon dioksida dalam perbenihan tempat tumbuhnya.
2. Sumber Nitrogen
Nitrogen adalah komponen utama dari protein dan asam nukleat, umumnya sekitar 10% dari bobot kering sel bakteri. Nitrogen dapat dipasok
dalam beberapa bentuk yang berbeda dari udara seperti nitrat (NO3), nitrit (NO2), N2, NH4+, NH3, R-NH2, dan kemampuan mikroorganisme
dalam mengasimilasi nitrogen berbeda-beda pula.
Banyak mikroorganisme memiliki kemampuan mengasimilasi NO3 dan NO2 lewat reduksi dengan mengubah ion ini menjadi ammonia (NH3).
Kemampuan mengasimilasi N2 dengan reduksi lewat NH3, yang disebut penambatan (fiksasi) nitrogen, merupakan sifat unik bagi prokariotik
yang hanya sedikit bakteri yang memiliki kemampuan metabolisme ini.
Sebagian besar mikroorganisme dapat menggunakan NH4+ sebagai sumber nitrogen satu-satunya dan banyak organisme memiliki kemampuan
menghasilkan NH4+ dari amina (R-NH2).
3. Sumber Belerang
Belerang merupakan bagian struktur beberapa koenzim dan ditemukan pada rantai samping sistein dan metionin pada protein. Sebagian besar
mikroorganisme dapat menggunakan sulfat (SO42-) sebagai sumber belerang dan mereduksi sulfat itu sampai tingkat hidrogen sulfida (H2S).
beberapa mikroorganisme dapat mengasimilasi H2S langsung dari perbenihan, tetapi senyawa ini bersifat toksik bagi banyak organisme.
4. Sumber Fosfor
Fosfat (PO4 3-) dibutuhkan untuk komponen ATP, asam nukleat, dan berbagai koenzim seperti NAD, NADP, dan flavin. Selain itu, banyak
metabolit dan beberapa protein mengandung fosfor. Fosfor selalu diasimilasi sebagai fosfat anorganik bebas (Pi).
5. Sumber Mineral
Banyak mineral dibutuhkan untuk fungsi enzim. Ion magnesium (Mg2+) dan ion ferro (Fe2+) ditemukan pada turunan porfirin, magnesium
dalam molekul klorofil, dan besi sebagai bagian dari koenzim sitokrom dan peroksidase. Mg2+ dan K+ merupakan mineral esensial untuk fungsi
dan integritas ribosom. Ca2+ dibutuhkan sebagai unsur dalam dinding sel Gram positif, tetapi mineral ini kadang-kadang tidak dibutuhkan oleh
bakteri Gram negative. Bila membuat formula perbenihan untuk membiakkan sebagian besar mikroorganisme, perlu disediakan sumber kalium,
magnesium, kalsium, dan besi dalam bentuk ion (K+, Mg2+, Ca2+, dan Fe2+). Berbagai mineral lain seperti Mn2+, Mo2+, Co2+, Cu2+, dan Zn2+
juga dibutuhkan yang sering terdapat dalam air sebagai pencemar bahan-bahan perbenihan yang lain.
6. Faktor pertumbuhan
Faktor pertumbuhan adalah suatu senyawa organik yang harus ada dalam sel agar sel dapat tumbuh, tetapi sel tersebut tidak dapat
mensintesisnya. Mikroorganisme heterotrof tidak dapat tumbuh kecuali diberikan substansi faktor pertumbuhan dalam media, sehingga dapat
mensintesis pembangun makromolekul: asam amino (purin, pirimidin, dan pentoat), karbohidrat tambahan, asam lemak, dan vitamin B
kompleks.
Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri
1. Zat makanan
Pada umumnya harus disediakan hal-hal berikut :
a. Donor hidrogen dan penerima hidrogen: kira-kira 2 g/L
b. Sumber karbon: kira-kira 1 g/L
c. Sumber nitrogen: kira-kira 1 g/L
d. Mineral: belerang dan fosfor masing-masing kira-kira 50 mg/L
e. Faktor pertumbuhan: asam amino, purin, pirimidin, masing-masing kira-kira 50 mg/L, vitamin-vitamin 0,1 1 mg/L.
2. Tingkat Keasaman (pH)
Sebagian besar organisme (neutrofil) tumbuh baik pada pH 6,0 8,0 meskipun ada pula (asidofil) yang memiliki pH optimal 3,0 dan yang lain
(alkalofil) memiliki pH optimal 10,5. Mikroorganisme mengatur pH internalnya terhadap rentang nilai pH eksternal yang cukup luas:
a. Organisme asidofil mempertahankan pH internal 6,5 dengan pH eksternal antara 1,0 5,0.
b. Organisme neutrofil mempertahankan pH internal 7,5 dengan pH eksternal antara 5,5 8,5.
c. Organisme alkalofil mempertahankan pH internal 9,5 dengan pH eksternal 9,0 11,0.
3. Suhu optimal
Setiap mikroba membutuhkan suhu optimal yang amat beragam untuk pertumbuhannya:
a. Bentuk psikrofilik; tumbuh paling baik pada suhu rendah (15 20OC)
b. Bentuk mesofilik; tumbuh baik pada suhu 30 37OC)
c. Bentuk termofilik; tumbuh baik pada suhu 50 60OC)
4. Oksigen (O2)
Berdasarkan keperluan oksigen sebagai penerima hidrogennya, mikroorganisme dapat digolongkan menjadi :
a. Aerob obligat; secara khusus memerlukan oksigen sebagai penerima hidrogen
b. Mikroaerofilik; hanya tumbuh baik dalam oksigen yang rendah
c. Fakultatif; sanggup hidup secara aerob maupun anaerob
d. Anaerob obligat; memerlukan zat lain selain oksigen sebagai penerima hidrogen. Oksigen merupakan toksis bagi golongan mikroba ini.
e. Anaerob aerotoleran; tidak mati dengan adanya oksigen.
DAFPUS
Adam,M. 2000. Mikro Biologi Dasar. Jakarta : Erlangga
Buckle.2007.Mikrobiologi Terapan. Universitas Gajah Mada: Yogyakarta
Framesti.2010. Dasar-Dasae Mikrobiologi. Jakarta: Jantaran
Jawetz. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika. Jakarta.
Hadiutomo. 1990.Mikrobiologi Dasar Jilid I. Jakarta: Erlangga

Plezar.2006. Dasar-Dasar-Mikrobiologi. Jakarta : UI Press


Rusdimin.2003. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta: Pt Gramedia.

Dasar Teori Koesfisien Fenol


Fenol merupakan zat pembaku daya antiseptik obat lain sehingga daya antiseptik dinyatakan dengn koefisien fenol. Koefisien fenol merupakan
sebuah nilai aktivitas germisidal suatu antiseptik dibandingkan dengan efektivitas germisidal fenol. Aktivitas germisidal adalah kemampuan
suatu senyawa antiseptik untuk membunuh mikroorganisme dalam jangka waktu tertentu. Fenol merupakan salah satu germisidal kuat yang
telah digunakan dalam jangka waktu panjang. Efektivitas senyawa antiseptik sangat dipengaruhi oleh konsentrasi dan lama paparannya.
Semakin tinggi konsentrasi dan semakin lama paparan akan meningkatkan. efektivitas senyawa antiseptik. Koefisien fenol yang kurang dari 1
menunjukkan bahwa bahan entimikrobial tersebut kurang efektif dibanding dengan fenol. Dan sebaliknya, jika koeisien fenol lebih dari 1 maka
bahan mikrobial tersebut lebih efektif jika dibandingkan dengan fenol.
Koefisien fenol ditentukan dengan cara membagi pengenceran tertinggi dari fenol yang mematikan mikroorganisme dalam 15 menit, 10 menit
tetapi tidak mematikan dalam 5 menit terhadap pengencaran tertinggi bahan mikrobial Zat-zat antimikroba yang dipergunakan untuk disinfeksi
harus diuji keefektifannua. Cara untuk menentukan daya sterilisasi zat-zat tersebut adalah dengan melakukan tes koefisien fenol. Uji ini
dilakukan untuk membandingkan aktivitas suatu produk (desinfektan) dengan daya bunuh fenol dalam kondisi tes yang sama. Berbagai
pengenceran fenol dan produk yang dicoba dicampur dengan suatu volume tertentu biakan Salmonella thyphosa atauStaphylococcus aureus.
Beberapa bahan antimikroba tidak membunuh tetapi hanya menghambat pertumbuhan bakteri dalam konsentrasi kecil. Berdasarkan hal ini
maka perlu diketahui MIC (Minimum Inhibitor Consentration) dan MKC ( Minimum Killing Consentration) bahan anrimikroba terhadap
mikroorganisme. Dalam praktikum MIC didefenisikan sebagai konsebtrasi terendah bahan antimikroba yang menghambat pertumbuhan. MIC
merupakan petunjuk konsentrasi yang harus digunakan jika akan membunuh mikroorganisme tertentu, seperti antiseptika desinfektan, obat
antimikroba, dan bahan antibiotik.

Pembahasan :
Dari pengamatan praktikum kali ini didapatkan hasil tes fenol 1:90, suatu desinfektan dengan konsentrasi 1:250, 1:300,1:350 dan 1:400. Tes
fenol dengan pengenceran 1:90 pada tabel di atas menunjukkan bahwa bakteri masih hidup sampai menit 15,begotu pula pada uji fenol
1:100,bakteri masih hidup sampai menit15.
Pada pengenceran suatu desinfektan 1:250, menunjukkan bahwa bakteri masih hidup sampai menit ke-10 namun setelah 15 menit, bakteri
tersebut mati. Hal ini cukup rasional oleh karena semakin lama desinfektan tersebut bekerja, semakin efektif pula daya disinfeksinya.asumsi
kami adalah desinfektan ini memiliki kefektifitasan yang cukup bagus untuk membunuh bakteri tersebut.
Sementara pada pengenceran 1:300,cawan menampakkan kekeruhan pada menit ke 5 sampai ke 15.begitu pula pada penganceran desinfektan
1:350.Dan pada pengenceran desinfektan yang terakhir, yaitu 1:400, terdapat kekeruhan di menit ke-5 dan menit ke-10.sedangkan menit ke15 bakteri mati. Hal tersebut menimbulkan keraguan pada hasil dari pengenceran 1:250, 1:300atau pada pengenceran 1:350 ini karena hasil
yang di peroleh sama.oleh karena kesalahan yang kami lakukan pada praktikum ini, kita tidak dapat melakukan perhitungan koefisien
fenol.Terjadinya hal ini dapat diakibatkan oleh berbagai faktor kemungkinan.
Faktor-faktor kemungkinan penyebab terjadinya kesalahan kami antara lain adalah:

Pengerjaan praktikum secara berkala


Kegagalan yang terjadi dalam praktikum ini mungkin juga disebabkan oleh pengerjaan cawan petri Uji Disinfektan secara berkala yang saat itu
dimaksudkan untuk mempersingkat waktu pengerjaan. Pengerjaan secara paralel tersebut telah mengakibatkan ketidakakuratan dan
ketidaktelitian perhitungan waktu yang diperlukan.

Ketidakakuratan dalam pengambilan bakteri menggunakan pipet ukur


Dalam menginokulasi kuman uji terhadap desinfektan, kami memindahkan bakteri tersebut hanya dengan pipet ukur sebanyak 0,2ml. terdapat
kemungkinan bakteri terlalu banyak dibandingkan dengan konsentrasi yang diinginkan. Sebab pada percobaan kami, banyak bakteri yang hidup.
Pengambilan bakteri dengan pipet ukur mungkin dapat lebih akurat.

Pengenceran desinfektan yang tidak akurat


Pada percobaan kali ini, kami mungkin juga melakukan kesalahan ketika melakukan pengenceran desinfektan ke dalam 1:250, 1:300, 1:350,dan
1:400.sehingga pada pengenceran 1:300 dan 1:350 bakteri masih hidup pada menit ke 15.sedangkan pada pengenceran 1:250 dan 1:400
bakteri padat dibunuh pada menit ke 15.
DaFPUS :
Dwidjoseputro, D. 1984. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Surabaya Entgang,
Indah. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung
Fardiat, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Jawetz, MD Ernest. 1986. Mikrobiologi Untuk Profesi Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta
Kusharyanti, Dyah Fitri. 2008. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi. Fakultas Biologi Unsoed. Purwokerto Lay,
Bibian. 1990. Mikrobiologi. Rajawali Press. Jakarta
Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid I. Erlangga. Jakarta

Dasar Teori ALT


Uji angka lempeng total merupakan metode yang umum digunakan untuk menghitung adanya bakteri yang terdapat dalam sediaan yang
diperiksa. Uji angka lempeng total dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu:
1) Metode Cawan Tuang (Pour Plate)
Sampel uji dituang dahulu ke dalam cawan Petri, kemudian ditambah media Agar yang telah dicairkan. Setelah itu digoyang-goyangkan agar
tercampur homogen.Ketika sudah membeku/ mengeras, diinkubasi dan selanjutnya dihitung koloni yang tumbuh.
Keuntungan : dapat diperoleh suspensi yang homogen dan tidak perlu teknik khusus.
Kerugian : hanya sesuai untuk mikroba yang tahan panas dan membutuhkan suspensi yang cukup banyak.
2)Metode Cawan Sebaran (Spread Plate)
Media Agar dituang dahulu pada cawan Petri, kemudian ditunggu hingga mengeras/membeku. Sampel uji diratakan di atas permukaan media
Agar dengan spreader , diinkubasi, dan selanjutnya dihitung koloni yang tumbuh.
Keuntungan : dapat dilakukan baik untuk mikroba yang tahan maupun tidak tahan terhadap panas serta sediaan yang diperlukan untuk diuji
lebih sedikit dibandingkan dengan metode cawan tuang.
Kerugian : diperlukan teknik khusus, sebab jika saat meratakan sampel dengan spreader
pada medianya kurang baik, dapat mengakibatkan koloni yang tumbuh akan menumpuk dan sulit dihitung jumlahnya.
Pada prinsipnya dilakukan pengenceran terhadap sediaan yang diperiksa kemudiandilakukan penanaman pada media lempeng agar. Jumlah
koloni bakteri yang tumbuh padalempeng agar dihitung setelah inkubasi pada suhu dan waktu yang sesuai. Perhitungandilakukan terhadap
petri dengan jumlah koloni bakteri antara 30-300. Angka lempeng totaldinyatakan sebagai jumlah koloni bakteri hasil perhitungan dikalikan
faktor pengencer.

Pembahasan :
Pada percobaan ini uji angka lempeng total menggunakan metode cawan tuang.Metode ini mempunyai keuntungan, yaitu tidak diperlukan
keahlian khusus dalampelaksanaannya dan dapat diperoleh suspense koloni yang homogen, tetapi metode inihanya cocok untuk mikroba yang
tahan terhadap pemanasan.Adanya koloni bakteri pencemar dalam sediaan jamu tersebut dapat disebabkanoleh adanya kontaminasi mikroba
udara pada saat pengemasan.Pada prinsipnya, uji angka lempeng total dilakukan dengan pengenceran terhadapsediaan yang diperiksa
kemudian dilakukan penanaman pada media pertumbuhan. Jumlahkoloni bakteri yang tumbuh dihitung setelah inkubasi pada suhu dan waktu
yang sesuai.Perhitungan dilakukan terhadap petri dengan jumlah koloni bakteri antara 30-300. Angkalempeng total dinyatakan sebagai jumlah
koloni bakteri hasil perhitungan dikalikan faktorpengencer.Medium pertumbuhan yang digunakan adalah
Plate Count Agar (PCA). Mediumyang digunakan untuk menumbuhkan bakteri harus memenuhi persyaratan berikut
.1.Susunan nutrisi harus memenuhi kebutuhan bakteri untuk tumbuh seperti sumbernitrogen dan karbon.
2.Derajat keasaman (pH) relatif normal.
3. Temperatur optimum.

4. Tekanan osmotik harus isotonis.


5. Sterilitas terjaga.
DAFPUS :
Fardiaz, Srikandi. 1989. Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Fardiaz, Srikandi. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Jutono, J. S, Hartadi, S, Kabirun . S.S, Suhadi, D, Judoro dan Soesanto. 1973. Pedoman PraktikumMkrobiologi Umum. Departemen
Mukrobiologi Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
Thayib, S dan Abu Amar. 1989. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Teknologi Indonesia.
Supardi, Imam dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Penerbit Alumni. Bandung.
Suryani Ani, Erlina Hambali, dan Encep Hidayat.2007. Membuat Aneka Abon. Penebar Swadaya. Jakarta.

Dasar Teori Kriby Baueur


Antibakteri ialah obat pembasmi bakteri, khususnya bakteri yang merugikanmanusia. Suatu antibakteri yang ideal memiliki toksisitas selektif,
berarti obat antibakteritersebut hanya berbahaya bagi bakteri, tetapi relatif tidak membahayakan bagi hospes.Berdasarkan sifat
toksisitas selektif ada bakteri yangbersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) dan ada yang bersifatmembunuh bakteri
(bakterisida) ( Jawetz,1984). Kadar minimum yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri ataumembunuhnya, masing-masing
dikenal sebagai Kadar Hambat Minimum (KHM) danKadar Bunuh Minimum (KBM. Antibiotik (L. anti =lawan, bios=hidup) adalah zatzatkimia yangdihasilkan oleh fungi dan bakteri, memiliki khasiat mematikan ataumenghambatpertumbuhan kuman dan toksisitasnya relatif
kecil bagi manusia. Turunanzattersebut, yang dibuat secara semi-sintetis dan sintetis juga berkhasiatsebagaiantibakteri
(Pelczar,1988).Mekanisme kerja yang terpenting adalah perintangan sintesa protein, sehinggakuman musnah atau tidak berkembang lagi,
misalnya kloramfenikol,tetrasiklin,aminoglikosida, makrolida dan linkomisin. Selain itu beberapaantibiotika bekerjaterhadap dinding sel
(penisilin dan sefalosporin) atau membransel (polikmisin, zat-zat polyen dan imidazol). Antibiotik tidak aktif terhadap kebanyakan virus kecil,
mungkinkarena virus tidak memiliki proses metabolismesesungguhnya, melainkan tergantung dari proses tuan rumah (Jawetz, 1984).
Sensitivitas menyatakan bahwa uji sentivitas bakteri merupakan suatu metode untuk menentukan tingkat kerentanan bakteri terhadap zat
antibakteri dan untuk mengetahui senyawa murni yang memiliki aktivitas antibakteri. Metode Uji sensitivitas bakteri adalah metode cara
bagaimana mengetahui dan mendapatkan produk alam yang berpotensi sebagai bahan anti bakteri serta mempunyai kemampuan untuk
menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri pada konsentrasi yang rendah. Uji sentivitas bakteri merupakan suatu metode untuk
menentukan tingkat kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk mengetahui senyawa murni yang memiliki aktivitas antibakteri.
Seorang ilmuan dari perancis menyatakan bahwa metode difusi agar dari prosedur Kirby-Bauer, sering digunakan untuk mengetahui sensitivitas
bakteri. Prinsip dari metode ini adalah penghambatan terhadap pertumbuhan mikroorganisme, yaitu zona hambatan akan terlihat sebagai daerah
jernih di sekitar cakram kertas yang mengandung zat antibakteri. Diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri menunjukkan sensitivitas bakteri
terhadap zat antibakteri. Selanjutnya dikatakan bahwa semakin lebar diameter zona hambatan yang terbentuk bakteri tersebut semakin sensitif
(Koeswartono, 1982).
Pada umumnya metode yang dipergunakan dalam uji sensitivitas bakteri adalah metode Difusi Agar yaitu dengan cara mengamati daya
hambat pertumbuhan mikroorganisme oleh ekstrak yang diketahui dari daerah di sekitar kertas cakram (paper disk) yang tidak ditumbuhi oleh
mikroorganisme. Zona hambatan pertumbuhan inilah yang menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap bahan anti bakteri (Dwidjoseputro, 1998)
Tujuan dari proses uji sensitivitas ini ialah :
1. Untuk mengetahui obat-obat yang paling cocok (paling poten) untuk kuman penyebab penyakit terutama pada kasus-kasus
penyakit yang kronis.
2. Mengetahui adanya resistensi terhadap berbagai macam antibiotik.
Penyebab kuman resisten terhadap antibiotik :
1. Memang kuman tersebut resisten terhadap antibiotik yang diberikan.
2. Akibat pemberian dosis dibawah dosis pengobatan.
3. Akibat penghentian obat sebelum kuman tersebut betul-betul terbunuh oleh antibiotik.
Ada dua macam metode untuk uji sensitivitas yaitu metode dilusidan metode difusi.
a)
Dilusi
Pada prinsipnya antibiotik diencerkan hingga diperoleh beberapakonsentrasi.Metode yang dipakai ada dua macam, yaitu metode
dilusi kaldudisebut juga dengan dilusi cair dan metode dilusi agar atau dilusi padat.Pada dilusi cair, masing-masing konsentrasi
obat ditambah suspensikuman atau bakteri dalam media. Sedangkan dalam dilusi padat, tiapkonsentrasi obat dicampur dengan
media agar, lalu ditanami bakteri.Pertumbuhan bakteri ditandai oleh adanya kekeruhan setelah 16-20 jamdiinkubasi.
Konsentrasi terendah yang menghambat pertumbuhan bakteriditunjukkan dengan tidak adanya kekeruhan, dan disebut
denganKonsentrasi Hambat Minimal (KHM). Masing-masing konsentrasiantibiotik yang menunjukkan hambatan pertumbuhan
ditanam pada agarpadat media pertumbuhan bakteri dan diinkubasi. Konsentrasi terendahdari antibiotik yang membunuh 99,9%
inokulum bakteri disebutKonsentrasi Bakterisid Minimal (Brander et al., 1991).
b)
Difusi
Media difusi menggunakan kertas disk yang berisi antibiotik dantelah diketahui konsentrasinya.Pada metode difusi, media yang
dipakai adalah agar MuellerHinton. Ada beberapa cara pada metode difusi ini, yaitu :

Cara Kirby-Bauer
Cara Kirby-Bauer merupakan suatu metode uji sensitivitas bakteri
yang dilakukan dengan membuat suspensi bakteri pada media Brain HeartInfusion (BHI) cair dari koloni pertumbuhan
kuman 24 jam, selanjutnya disuspensikan dalam 0,5 ml BHI cair (diinkubasi 4-8 jam pada suhu37C). Hasil inkubasi
bakteri diencerkan sampai sesuai dengan standarkonsentrasi kuman 108 CFU/ml (CFU : Coloni Forming Unit).
Suspensibakteri diuji sensitivitas dengan meratakan suspensi bakteri tersebut pada
permukaan media agar. Disk antibiotik diletakkan di atas media tersebutdan kemudian diinkubasi pada suhu 37C selama
19-24 jam. Dibacahasilnya :
1. Zona radical
Suatu daerah disekitar disk dimana sama sekali tidak ditemukan
adanya pertumbuhan bakteri. Potensi antibiotik diukur dengan mengukurdiameter dari zona radical(Jawetz et al., 2001).
2. Zona iradical
Suatu daerah disekitar disk yang menunjukkanpertumbuhan bakteri dihambat oleh antibiotik tersebut, tapi
tidakdimatikan. Disini akan terlihat adanya pertumbuhan yang kurangsubur atau lebih jarang dibanding dengan daerah
diluar pengaruhantibiotik tersebut (Jawetz et al., 2001).

Cara sumuran
Suspensi bakteri 108CFU/ml diratakan pada media agar,kemudian agar tersebut dibuat sumuran dengan garis
tengahtertentu menurut kebutuhan. Larutan antibiotik yang digunakan
diteteskan kedalam sumuran. Diinkubasi pada suhu 37C selama
18-24 jam. Dibaca hasilnya, seperti pada cara Kirby-Bauer (Jawetzet al., 2001).

Cara Pour Plate


Setelah dibuat suspensi kuman dengan larutan BHI sampaikonsentrasi standar (108CFU/ml), lalu diambil satu mata ose
dan
dimasukkan kedalam 4ml agar base 1,5% dengan temperatur 50C.Suspensi kuman tersebut dibuat homogen dan dituang
pada mediaagar Mueller Hinton. Setelah beku, kemudian dipasang diskantibiotik (diinkubasi 15-20 jam pada suhu 37C)
dibaca dan
disesuaikan dengan standar masing-masing antibiotik (Jawetz et
al., 2001).
Faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran diameter zone hambatan :
1. Kekeruhan suspensi bakteri.

Kurang keruh : diameter zone lebih lebar.

Lebih keruh : Diameter zone makin sempit sehingga R dilaporkan S atau sebaliknya.

2.

Waktu pengeringan / peresapan suspensi bakteri ke dalam MH agar. idak boleh melebihi batas waktu karena dapat
mempersempit diameter zone hambatan sehingga jadi R.
3. Temperatur inkubasi
Pertumbuhan optimal : 35 C bila 35O C ada bakteri yang kurang subur pertumbuhannya dan ada obat yang difusinya kurang
baik.
4. Waktu inkubasi.

Waktu : 16 18 jam

Bila Lebih 18 jam maka pertumbuhan lebih sempurna sehingga zone hambat makin sempit.
5. Ketebalan agar
Ketebalan : 4 mm, bila kurang maka difusi obat lebih cepat dan bila lebih maka difusi obat lambat.
6. Jarak antar disk obat

Jarak cakram : 3 cm dan 2 cm dari pinggir petridish dengan meter 9-10m paling banyak 7 disk obat.

Petridish dengan diameter 15 cm untuk 9 disk.


7. Potensi disk obat
Tiap jenis obat mempunyai diameter disk yang sama tetapi potensinya berbeda. Yang harus diperhatikan :

Cara penyimpanan : obat yang labil seperti penisillin dll disimpan pada suhu 4O C.

ED nya dan setiap disk obat baru diterima harus dicek dengan kontrol strain.
8. Komposisi media
Sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan bakteri, difusi obat, kativitas obat tersebut.Quality Control :

Upaya-upaya yang dilakukan untuk menetralisir faktor-faktor yang berpengaruh terhadap diameter zone hambatan.

Mengecek mutu media, disk obat dengan menggunakan bakteri standard :Staphylococcus aureus ATCC 25923, E. Coli
ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853

Pembahasan metode Difusi


Pada praktikum ini menggunakan metode difusi yaitu dengan Cara Kirby-Bauer. Metode ini sangat mudah dilakukan karena tidak rumit dalam
penegrjaannya dan efisien karena dalm satu perbenihan agar dapat menguju maksimal 12 macam antimikroba.Tidak membutuhkan alat dan
bahan yang banyak sedangkan kerugiannya tidak dapat diketahui secara tepat tingkat resistensi atau kepekaan bakteri terhadap antimikroba.
Penggunaan metode ini menunjukkan hasil tidak adanya zona hambat pada media tersebut. Hal ini terjadi karena bakteri patogen resisten
terhadap bakteri laut atau bakteri isolat.Apabila terbentuk zona hambat maka bakteri patogen tidak resisten terhadap bakteri laut dan bakteri
tersebut tidak aktif. Ada atau terbentuk dan tidaknya zona hambat menunjukan kultur bakteri patogen atau tidak terhadap bakteri laut. Saat
pembuatan media menggunakan bakteri patogen dengan komposisi 50 mikron, sedangkan bakteri laut yang diteteskan pada paper disk
sebanyak 30 mikron. Tujuannya agar semakin besar ukuran zona hambatnya. Zona hambat adalah zona dimana menunjukan aktif dan resisten
tidaknya suatu bakteri terhadap suatu senyawa atau zat. Dimana zona hambat merupakan senyawa metabolisme sekunder yang dikeluarkan
oleh bakteri untuk bertahan hidup. Sedangkan semakin kecil konsentrasi bakteri laut, maka semakin kecil atau bahkan tidak ada zona hambat
yang terbentuk

Pembahasan Metode Dilusi


Resistensi merupakan zona hambat antibiotik yang terjadi terhadap bakteri, sedangkansensitifitas merupakan zona hambat yang tidak terjadi
pada antibiotik terhadap bakteri.Sesuai hasil pengamatan, dengan menggunakan cara dilusi (pengenceran kaldu pepton), terlihat bahwa
Escherichia coli
bersifat peka terhadap antibiotikakloramfenikol. Hal ini disebabkan dari hasil konsentrasi hambat minimum (KHM)menunjukkan kategori peka
yaitu 5-15 g/mL. Hal ini berbeda dengan yang terlihat pada bakteri
Staphylococus aureus
besifat sangat peka terhadap antibiotika tetrasiklinHCl. Hal ini disebabkan konsentrasi hambat minimum (KHM) yang diperoleh < 1 gsehingga
dikategorikan sangat peka. Pada pengamatan, bakteri Staphylococus aureus tidak menunjukkan keresistensian terhadap antibiotik tetrasiklin
HCl.Bakteri memilikikemampuasn menjadi resisten karena pertama, suatu faktor yang memang sudah
ada pada mikroorganisme tersebut sebelumnya. Kedua, organisme impermaebel terhadapantibiotik. Dan Ketiga organisme mempunyai
struktur yang menghambat masuknyaantibiotik. Sebagai contoh, resisten terhadap penicillin pada suatu organisme dapatdisebabkan oleh
produksi penicillin yaitu suatu enzim yang menginaktifkan penicillin. Jika bakteri tidak resisten disebabkan oleh karena tidak
mempunyai gen yang berfungsi melindungi bakteri tersebut dari pengaruh bakterisida suatu obat /antibiotik
DAFPUS
Campbell, N. A. Dan Reece, J. B., 2005. Biologi Jilid 2. Erlangga. Jakarta.
Dwidjoseputro. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djambatan
Entjang, I.,2003, Mikrobiologi dan Parasitologi. Citra Aditya Bakti. Bandung

Landasan Teori Uji Biokim


Uji Biokimia
Uji biokimia adalah pengujian larutan atau zat-zat kimia dari bahan-bahan dan proses-proses yang terjadi dalam tubuh makhluk hidup, sebagai
upaya untuk memahami proses kehidupan dari sisi kimia (Lehninger, 1995).
Biokimia bertujuan untuk memahami bagaimana interaksi biomolekul satu dengan lainnya yang membawa sifat-sifat kehidupan ini. Belum
pernah dalam pengamatan logika molekul sel hidup, kita menemukan suatu pelanggaran terhadap hukum-hukum yang telah dikenal, seiring
dengan itu pula, kita belum pernah memerlukan pendefinisian hukum baru. Mesin organik lunak sel hidup berfungsi di dalam kerangka hukumhukum yang sama mengatur mesin buatan manusia. Akan tetapi, reaksi-reaksi kimia dan proses pengaturan sel telah maju demikian pesat,
melampaui kemampuan kerja mesin buatan manusia (Lehninger, 1995).
Ciri biokimia merupakan kriteria yang amat penting di dalam identifikasi spesimen bakteri yang tak dikenal karena secara morfologis biakan
ataupun sel bakteri yang berbeda dapat tampak serupa, tanpa hasil pengamatan fisiologis yang memadai mengenai organik yang diperiksa
maka penentuan spesiesnya tidak mungkin dilakukan. Karakteristik dan klasifikasi sebagai mikroba seperti bakteri berdasarkan pada reaksi
enzimatik ataupun biokimia. Mikroba dapat tumbuh pada beberapa tipe media memproduksi metabolit tentunya yang dideteksi dengan
interaksi mikroba dengan reagen test yang mana menghasilkan perubahan warna reagen (Murray, 2005).
Uji fisiologi bisanya identik dengan uji biokimia. Uji biokimia yang biasanya dipakai dalam kegiatan identifikasi bakteri atau mikroorganisme
yang antara lain uji katalase, koagulase, dan lain-lain. Pengujian biokimia merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam dunia
mikrobiologi (Lim, 1998).
Uji-uji biokimia yang biasanya dipakai dalam kegiatan identifikasi bakteri atau mikroorganisme yaitu antara lain adalah uji MR-VP, uji gula-gula,
uji SIM, Uji TSIA, Uji Indol, dan Uji Simmons Citrate (Dwidjoseputro, 1954).
2.2 Metode Uji Biokimia
Berikut beberapa uji biokimia yang digunakan untuk identifikasi bakteri, antara lain:
1. Reaksi Fermentasi Karbohidrat (Gula-gula)
Fermentasi merupakan salah satu aktivitas biokimia yang dilakukan oleh mikroba. Fermentasi adalah proses pengunahan senyawa
makromolekul organik menjadi senyawa yang lebih sederhana oleh aktivitas mikroba pada kondisi anaerob. Fermentasi dapat menghasilkan

berbagai senyawa akhir, contohnya fermentasi karbohidrat yang dapat menghasilkan berbagai senyawa asam seperti asam laktat dan
propionet, ester-ester, keton dan gas (Pelczar, 2008).
Sebagian besar mikroorganisme memperoleh energi dari substrat berupa karbohidrat yang selanjutnya di fermentasi menghasilkan asam-asam
organik (seperti asam laktat, format, asetat), dengan disertai atau tidak disertai pembentukan gas. Organisme-organisme yang berbeda akan
menggunakan karbohidrat/gula-gula yang berbeda tergantung dari komponen enzim yang dimilikinya. Perbenihan gula-gula digunakan untuk
melihat adanya pembentukan asam yaitu dengan adanya perubahan warna indikator (merah fenol atau biru bromtimol) yang terdapat dalam
perbenihan menjadi kuning yang sebelum ditanami berwarna merah (indikator merah fenol) atau berwarna biru (indikator biru bromtimol)
serta untuk pembentukan gas, yaitu dengan terlihatnyaudara di dalam tabung peragian/fermentasi (tabung durham). Jenis karbohidrat yang
digunakan pada uji fermentasi karbohidrat antara lain: Sukrosa, Laktosa, Maltosa, Manitol. Glukosa dapat langsung masuk dalam jalur
fermentasi tahap pertama. Sedangkan, sukrosa, laktosa mantol, dan maltosa akan di hidrolisis terlebih dahulu menjadi monosakarida
penyusunnya. Laktosa dihidrolisis menjadi galaktosa dan glukosa. Monosakarida jenis manosa dan galaktosa terlebih dahulu akan diubah
menjadi glukosa melalui reaksi epimerisasi. Sedangkan fruktosa akan diubah terlebih dahulu menjadi fruktosa 6-fosfat dan kemudian fruktosa
6-fosfat diubah menjadi glukosa 6-fosfat. Glukosa 6-fosfat dan glukosa hasil epimerisasi galaktosa dan manosa akan masuk dalam tahap awal
proses fermentasi untuk menghasilkan asam piruvat, asam asetat dan CO2 dan kemudian pada tahap kedua fermentasi asam piruvat dan asam
asetat di reduksi kembali oleh atom hidrogen yang dilepaskan dalam tahap pertama, membentuk asam laktat dan etanol (Volk dan Wheeler,
1993).
2.
Uji Imvic (Indol, Methyl Red, Voges-Proskauer, Simmons Citrate)
Identifikasi basil enterik sangat penting dalam mengendalikan infeksi usus dengan mencegah kontaminasi pasokan makanan dan air. Kelompok
bakteri yang dapat ditemukan di saluran usus manusia dan mamalia yang lebih rendah diklasifikasikan sebagai anggota
family Enterobacteriaeae. Yang termasuk dalam keluarga ini adalah:
1)
Pathogen seperti anggota genera Salmonella dan Shigella
2)
Sesekali pathogen seperti anggota genera Proteus dan Klabsiella
3)
Yang normal flora usus seperti Escherichia anggota marga dan Enterobacter, yang merupakan penduduksaprophytic dari saluran usus.
Diferensiasi kelompok utama Enterobacteriaceae dapat dicapai atas dasar sifat biokimia dan reaksi enzimatik di hadapan substrat tertentu. Seri
tes IMViC, indol, metil-merah, Voges-Preskauer, dan pemanfaatan sitrat dapat digunakan untuk identifikasi ini.
1)
Indol
Tryptophan merupakan asam amino esensial yang dapat mengalami oksidasi dengan cara kegiatan enzimatik beberapa bakteri. Konversi
triptofan menjadi produk metabolik di mediasi oleh enzim Tryptophanase. Media ini biasanya digunakan dalam indetifikasi yang cepat.
Perbenihan indol digunakan untuk melihat kemampuan bakteri mendegradasi asam amino triptofan secara enzimatik. Hasil uji indol yang
diperoleh negatif karena tidak terbentuk lapisan (cincin) berwarna merah muda pada permukaan biakan, artinya bakteri ini tidak membentuk
indol dari tryptopan sebagai sumber karbon, yang dapat diketahui dengan menambahkan larutan kovaks. Asam amino triptofan merupakan
komponen asam amino yang lazim terdapat pada protein, sehingga asam amino ini dengan mudah dapat digunakan oleh mikroorganisme
akibat penguraian protein (Volk dan Wheeler, 1993).
2)
MR-VP
Uji MR Perbenihan ini digunakan untuk mendeteksi bakteri yang memiliki kemampuan untuk mengoksidasi glukosa menghasilkan produk asam
berkonsentrasi tinggi yang stabil sehingga menyebabkan pH media turun hingga dibawah 4,4 yang ditandai dengan hasil positif, terjadi
perubahan warna menjadi merah setelah ditambahkan Methyl Red. Artinya, bakteri ini mengahasilkan asam campuran (metilen glikon) dari
proses fermentasi glukosa yang terkandung dalam medium MR-VP (Lehninger, 1995).
3)
Uji VP
Dengan hasil negatif, karena tidak terbentuk warna merah pada medium setelah ditambahkan -napthol dan KOH, artinya hasil akhir
fermentasi bakteri inibukan asetil metil karbinol (asetolin) (Volk dan Wheeler, 1993).
4)
Simmons Citrate
Perbenihan ini digunakan untuk melihat kemampuan organisme enterik berdasarkan kemampuan memfermentasi sitrat sebagai sumber
karbon. Perbenihan Simmons Citrate ini mengandung indikator biru bromtimol yang akan berubah menjadi biru pada reaksi positif dan tetap
hijau jika reaksi negatif (Volk dan Wheeler, 1993).
5)
Uji katalase
Uji katalase merupakan suatu pengujian terhadap bakteri tertentu untuk mengetahui apakah bakteri tersebut merupakan bakteri aerob,
anaerob fakultatif, atau anaerob obligat dan digunakan untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan hidrogen
peroksida dengan menghasilkan enzim katalase. Bakteri yang memerlukan oksigen manghasilkan hidrogen peroksida (H2O2) yang sebenarnya
beracun bagi bakteri sendiri. Namun mereka dapat tetap hidup dengan adanya anti metabolit tersebut karena mereka menghasilkan enzim
katalase yang dapat mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen. Enzim merupakan katalisator sejati, dimana molekul ini
meningkatkan dengan nyata kecepatan reaksi kimia spesifik yang tanpa enzim akan berlangsung sangat lambat. Enzim tidak dapat mengubah
titik keseimbangan reaksi yang dikatalisnya, enzim juga tidak akan habis dipakai atau diubah secara permanen oleh reaksi-reaksi ini. Enzim
merupakan biokatalis yang berfungsi untuk membantu proses metabolisme. Enzim memiliki kemampuan untuk mengkatalisis suatu reaksi.
Suatu enzim adalah suatu katalis biologis. Hampir tiap rekasi biokimia dikatalis oleh enzim. Enzim merupakan katalis yang lebih efisien daripada
kebanyakan katalis laboratorium atau industri. Enzim juga memungkinkan suatu selektivitas pereaksi-pereaksi dan suatu pengendalian laju
reaksi yang tidak dimungkinkan oleh kelas katalis lain. Kespesifikan enzim disebabkan oleh bentuknya yang unik dan oleh gugus-gugus polar
(atau nonpolar) yang terdapat dalam struktur enzim tersebut. Beberapa enzim bekerja bersama suatu kofaktor non protein, yang dapat berupa
senyawa organik maupun anorganik. Hidrolisis Gelatin terdapat enzim-enzim yang menguraikan golongan potein disebut protenase/protease,
kedua nama ini dianggap sinonim. Contoh pada hidrolisis gelatin dimana protein diperoleh dari hidrolisis kalogen, yaitu zat pada jaringan
penghubung dan tendon dari hewan. Gelatin akan terurai oleh mikrobia yang mensintesis enzim proteolisis. Larutan gelatin bersifat cair pada
suhu ruang atau suhu kamar dan padat apabila berada di dalam refrigerator. Dan apabila gelatin sudah dihidrolisis oleh mikroba, maka akan
tetap bersifat cair (Hadioetomo, 1993).
2.3 Morfologi Bakteri E. coli dan S. aureus
Berdasarkan perbedaan morfologi bakteri E. Coli dan Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut:
Morfologi E. Coli
Dari anggota family Enterobacteriaceae. Ukuran sel dengan panjang 2,06,0 m dan lebar 1,11,5 m. Bentuk sel dari bentuk
seperti coocal hingga membentuk sepanjang ukuran flamentous. Tidak ditemukan spora.
E. Coli batang gram negatif. Selnya bisa terdapat tunggal, berpasangan, dan dalam rantai pendek, biasanya tidak berkapsul. Bakteri ini aerobik
dan dapat juga aerobik fakultatif. E. Coli merupakan penghuni normal usus, seringkali menyebabkan infeksi.
Kapsula atau mikrokapsula terbuat dari asamasam polisakarida. Mukoid kadangkadang memproduksi pembuangan ekstraselular yang tidak
lain adalah sebuah polisakarida dari speksitifitas antigen K tententu atau terdapat pada asam polisakarida yang dibentuk oleh
banyak E. Coli seperti pada Enterobacteriaceae. Selanjutnya, digambarkan sebagai antigen M dan dikomposisikan oleh asam kolanik. Penyakit
yang sering ditimbulkan oleh E. Coli adalah Diare.
Morfologi Staphylococcus aureus
Bentuknya bulat atau lonjong (0,8 sampai 0,9), jenis yang tidak bergerak, tidak berspora dan gram positif. Tersusun dalam kelompok seperti
buah anggur. Pembentukan kelompok ini terjadi karena pembelahan sel terjadi dalam tiga bidang dan sel anaknya cenderung dekat dengan sel
induknya. Sifat biakan bersifat aerob dan tumbuh baik pada pembenihan yang sederhana pada temperatur optimum 37oC dan pH 7,4.
Staphylococcus Staph adalah kuman yang ditemukan pada kulit dan hidung kita. Spesies Staphylococcus ini adalah gram positif yang fakultatif
anaerob. Staphylococcus pathogen mempunyai sifat sebagai berikut:
Dapat menghemolisa eritrosit
Menghasilkan koagulasi dapat membentuk pigmen (kuning keemasan)
Dapat memecah manitol menjadi asam
Sebagian besar sebagai flora normal kulit yang tidak berbahaya. Sebagian besar Staphylococcus aureus (SA) dapat dirawat dengan antibiotik
seperti methicillin (salah satu tipe penicillin). Tetapi, SA menjadi meningkat pertahanannya dengan antibiotik yang biasa digunakan. Infeksi S.
aureus diasosiasikan dengan beberapa kondisi patologi, diantaranya bisul, jerawat, pneumonia, meningitis, dan arthritits.

Pembahasan :
Pada percobaan kali ini kami menggunakan dua jenis bakteri yang berbeda, yaitu: bakteri E. coli dan S.aureus.
Menurut literatur, pada bakteri E.coli yang menggunakan perbenihan gula-gula didapat pada media glukosa terjadi pembentukan asam yang
ditandai dengan perubahan warna dari merah menjadi kuning pada media glukosa, artinya bakteri ini membentuk asam dari fermentasi
glukosa. Pada media glukosa juga terbentuk gelembung pada tabung durham yang diletakkan terbalik didalam tabung media artinya hasil
fermentasi berbentuk gas. Sedangkan pada medium sukrosa, laktosa, maltosa dan manitol didapat tidak adanya pembentukan gas yang
ditandai dengan tidak berubahnya warna pada medium dan juga tidak terjadi pembentukan gas yang ditandai dengan tidak adanya gelembung
pada tabung durham.
Setelah 24 jam di inkubasikan dalam inkubator. Kami mendapatkan hasil yang berbeda pada kedua jenis bakteri ini, yaitu:
Pada percobaan yang di ujikan oleh kelompok 1, 2, 3 dan 4 yang menggunakan bakteri E.coli sebagai bakteri pembanding.
Pada medium SIM diperoleh hasil positif, yaitu terdapat gelembung di daerah inokulasi yang menandakan bahwa bakteriE.coli mampu
mengurai SIM dalam proses fermentasi bakteri dan bakteri E.coli membutuhkan SIM dalam proses metabolismenya. Kandungan dari medium
SIM : Nutrisi (salah satunya pepton yang mengandung asam amino termasuk Triptofan), Iron, dan Natrium thiosulfat. Dari kandungan inilah
bakteri E. coli dapat mengurai SIM untuk metabolisme dirinya sendiri. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan medium SIM
untuk untuk jenis bakteri E. coli.
Pada medium sitrat diperoleh hasil negatif, yaitu tidak terjadi perubahan warna dan tidak terdapat gelembung di daerah goresan, hal ini
menandakan bahwa bakteri E.coli tidak membutuhkan sitrat dalam proses metabolismenya dan dikarenakan bakteri E.coli tidak mempunyai
enzim sitrat permiase yang merupakan enzim pembawa sitrat Komposisi medium Sitrat. Komposisi medium sitrat, yaitu : Fermentasi
menggunakan mikroorganisme, Aspergillus niger, sumber nitrogen dan fosfat. Dari kandungan inilah E.coli tidak dapat mengurai sitrat untuk
metabolisme. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan medium Sitrat untuk jenis bakteri E.coli.
Pada medium glukosa diperoleh hasil positif, yaitu adanya perubahan warna jingga menjadi kuning yang menandakan bahwa bakteri ini
membentuk asam dari fermentasi glukosa. Adanya gelembung pada tabung durham menandakan bahwa hasil fermentasi dari
bakteri E.coli berbentuk gas dan dikarenakan oleh bakteri E.coli membutuhkan oksigen dalam proses metabolismenya. Komposisi medium
glukosa, yaitu : Pepton, BTB dan glukosa. Dari kandungan inilah E.coli mengurai glukosa untuk proses metabolismenya. Hal tersebut dapat
dilihat pada tabel hasil pengamatan medium glukosa untuk jenis bakteri E.coli.
Pada medium laktosa diperoleh hasil positif, yaitu adanya perubahan warna, dari warna merah menjadi warna kuning. Hal ini menandakan
bahwa bakteri E.coli membentuk asam dari fermentasi laktosa. Komposisi medium laktosa, yaitu : Pepton, BTB dan laktosa. Dari kandungan
inilah E.coli mengurai laktosa untuk proses metabolismenya. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan medium laktosa untuk
jenis bakteri E.coli.
Pada medium sukrosa diperoleh hasil positif, yaitu adanya perubahan warna merah menjadi warna kuning, hal ini menandakan bahwa
bakteri E.coli membentuk asam dari fermentasi sukrosa. Komposisi medium sukrosa, yaitu : Pepton, BTB dan sukrosa. Dari kandungan
inilah E.coli mengurai sukrosa untuk proses metabolismenya. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan medium sukrosa untuk
jenis bakteri E.coli.
Pada medium manosa diperoleh hasil positif, yaitu adanya perubahan warna merah menjadi warna kuning, hal ini menandakan bahwa
bakteri E.coli membentuk asam dari fermentasi manosa. Komposisi medium manosa, yaitu : Pepton, BTB dan manosa. Dari kandungan
inilah E.coli mengurai glukosa untuk proses metabolismenya. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan medium manosa untuk
jenis bakteri E.coli.
Pada medium manitol diperoleh hasil positif, yaitu adanya perubahan warna merah menjadi warna kuning muda, hal ini menandakan bahwa
bakteri E.coli membentuk asam dari fermentasi manitol. Komposisi medium manitol, yaitu : Pepton, BTB dan manitol. Dari kandungan
inilah E.coli mengurai manitol untuk proses metabolismenya. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan medium manitol untuk
jenis bakteri E.coli.
Pada medium MR diperoleh hasil positif, yaitu adanya perubahan warna kuning keemasan menjadi warna kuning muda, hal ini menandakan
bahwa bakteri E.coli membentuk asam dari fermentasi MR. Komposisi dari medium MR adalah media kaldu yang mengandung pepton, buffer,
dan glukosa. Dari kandungan inilah E.coli mengurai MR untuk proses metabolismenya. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan
medium MR untuk jenis bakteri E.coli.
Pada medium VP diperoleh hasil negatif, yaitu tidak adanya perubahan warna yang terjadi dan tidak ada terdapat gelembung. Hal ini
dikarenakan oleh bakteri E.coli membentuk basa dari fermentasi VP. Komposisi dari medium VP adalah media kaldu yang mengandung pepton,
buffer, dan glukosa. Dari kandungan inilah mengapa E.coli tidak dapat mengurai VP untuk proses metabolismenya. Hal tersebut dapat dilihat
pada tabel hasil pengamatan medium VP untuk jenis bakteriE.coli.
Pada medium urea diperoleh hasil negatif, yaitu tidak terdapat koloni di daerah sekitar goresan. Hal ini dikarenakan oleh, bakteri E.coli tidak
membutuhkan urea untuk proses metabolismenya. Komposisi dari urea, yaitu: buffer, urea, sedikitnutrient, indicator phenol red. Dari
kandungan inilah mengapa E.coli tidak dapat mengurai urea untuk proses metabolismenya. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel hasil
pengamatan medium urea untuk jenis bakteri E.coli. Dari kandungan inilah mengapa E.coli tidak dapat mengurai urea untuk proses
metabolismenya. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan medium urea untuk jenis bakteri E.coli.
Pada medium acid diperoleh hasil negatif, hal ini dikarenakan oleh kesalahan pada teknik penggoresan pada praktikan ataupun ketidaksterilan
alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini. Karena, menurut literatur hasil yang seharusnya kami peroleh adalah positif, yang dimana terjadi
perubahan warna dan terdapat koloni di sekitar goresan yang menandakan bahwa bakteri E.coli membutuhkan acid untuk proses
metabolismenya. Komposisi dari medium acid, yaitu: Asam sulfanilat, larutan alpha naftilamin dan agar. Dari kandungan inilah
mengapa E.coli tidak dapat mengurai acid untuk proses metabolismenya. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan medium acid
untuk jenis bakteri E.coli.
Pada medium KIA diperoleh hasil positif, karena terdapat koloni di sekitar goresan. Hal ini menandakan bahwa medium KIA mengidentifikasi
adanya bakteri Enterobacteroceae serta adanya produksi H2S (gas asam).
Menurut literatur, komposisi dari medium KIA, yaitu: Peptone, Yeast extract, Glucose, Lactose, Iron (II) sulfate, Sodium chloride, Sodium
thiosulphate, Phenol red, dan Agar. Dari kandungan inilah E.coli mengurai KIA untuk proses metabolismenya. Hal tersebut dapat dilihat pada
tabel hasil pengamatan medium KIA untuk jenis bakteri E.coli. Indikator medium KIA : Phenol red pH 7,8 0,2. Suasana asam : warna
kuning, suasana basa : warna merah.
Bakteri yang memecah karbohidrat akan memberikan suasana asam dengan indikator phenol red media menjadi berwarna kuning. Bakteri
yang tidak memecah karbohidrat akan memberikan suasana basa dengan indikator phenol redmedia menjadi berwarna merah. Bakteri yang
menghasilkan H2S memanfaatkan Iron (II) sulfate membentuk endapan hitam (FeS).
Kemudian, pada percobaan yang di ujikan oleh kelompok 5 dan 6 yang menggunakan bakteri S.aureus.
Pada medium SIM diperoleh hasil positif, yaitu terjadi perubahan warna dari warna kuning menjadi warna warna kuning keruh yang
menandakan bahwa bakteri S.aureus membentuk asam dari fermentasi medium SIM. Kandungan dari medium SIM : Nutrisi (salah satunya
pepton yang mengandung asam amino termasuk Triptofan), Iron, dan Natrium thiosulfat. Dari kandungan inilah bakteri S.aureus dapat
mengurai SIM untuk metabolisme dirinya sendiri. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan medium SIM untuk untuk jenis
bakteri S.aureus.
Pada medium sitrat diperoleh hasil negatif, karena tidak terjadi perubahan warna pada medium dan tidak adanya pertumbuhan bakteri di
daerah goresan. Hal ini dikarenakan oleh bakteri S.aureus tidak mempunyai enzim sitrat permiase yang merupakan enzim pembawa sitrat.
Komposisi medium Sitrat, yaitu : Fermentasi menggunakan mikroorganisme,Aspergillus niger, sumber nitrogen dan fosfat. Dari kandungan
inilah S.aureus tidak dapat mengurai sitrat untuk metabolisme. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan medium Sitrat untuk
jenis bakteri S.aureus.
Menurut literatur, Pada bakteri S.aureus yang menggunakan medium glukosa, maltosa dan sukrosa terjadi pembentukan asam yang ditandai
dengan perubahan warna media dari merah menjadi kuning dan tidak adanya gelembung pada medium glukosa tepatnya pada tabung durham
yang menunjukkan tidak adanya pembentukan gas. Sedangkan pada media laktosa dan manitol, didapatkan tidak terjadinya pembentukan gas
ditandai dengan tidak berubahnya warna media.
Pada medium glukosa diperoleh hasil positif, yaitu terdapat gelembung pada tabung durham yang menandakan bahwa hasil fermentasi dari
bakteri S. aureus berbentuk gas. Kemudian, terjadi perubahan warna dari merah menjadi kuning. Ini menandakan bahwa terjadi pembentukan

asam pada glukosa. Komposisi medium glukosa, yaitu : Pepton, BTB dan glukosa. Dari kandungan inilah S.aureus mengurai glukosa untuk proses
metabolismenya. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan medium glukosa untuk jenis bakteri S.aureus.
Pada medium laktosa diperoleh hasil negatif, yaitu tidak terjadi perubahan warna pada medium laktosa. Hal ini dikarenakan oleh bakteri S.
aureus tidak membutuhkan laktosa untuk proses metabolismenya. Komposisi medium laktosa, yaitu : Pepton, BTB dan laktosa. Dari kandungan
inilah S.aureus tidak dapat mengurai laktosa untuk proses metabolismenya. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan medium
laktosa untuk jenis bakteri S.aureus.
Pada medium sukrosa diperoleh hasil negatif, yaitu tidak terjadi perubahan warna pada medium sukrosa. Hal ini dikarenakan oleh bakteri S.
aureus tidak membutuhkan sukrosa untuk proses metabolismenya sehingga tidak terbentuknya asam yang menyebabkan tidak terjadinya
perubahan warna pada medium. Komposisi medium sukrosa, yaitu : Pepton, BTB dan sukrosa. Dari kandungan inilah sebabnya S.aureus tidak
dapat memfermentasi kandungan atau komponen dari senyawa tersebut. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan medium
sukrosa untuk jenis bakteri S.aureus.
Pada medium manosa diperoleh hasil negatif, yaitu tidak terjadi perubahan warna pada medium manosa. Hal ini dikarenakan oleh bakteri S.
aureus tidak membutuhkan sukrosa untuk proses metabolismenya sehingga tidak terbentuknya asam yang menyebabkan tidak terjadinya
perubahan warna pada medium. Komposisi medium sukrosa, yaitu : Pepton, BTB dan manosa. Dari kandungan inilah sebabnya S.aureus tidak
dapat memfermentasi kandungan atau komponen dari senyawa tersebut. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan medium
sukrosa untuk jenis bakteri S.aureus.
Pada medium manitol diperoleh hasil negatif, yaitu tidak terjadi perubahan warna pada medium manitol. Hal ini dikarenakan oleh bakteri S.
aureus tidak membutuhkan manitol untuk proses metabolismenya. Komposisi medium manitol, yaitu : Pepton, BTB dan manitol. Dari
kandungan inilah sebabnya S.aureus tidak dapat memfermentasi komponen dari senyawa tersebut. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel hasil
pengamatan medium sukrosa untuk jenis bakteri S.aureus.
Pada medium MR diperoleh hasil negatif yaitu tidak adanya perubahan warna pada medium. Karena, bakteri S. aureustidak menghasilkan asam
pada medium ini. Komposisi dari medium MR adalah media kaldu yang mengandung pepton, buffer, dan glukosa. Dari kandungan inilah bakteri
S.aureus tidak dapat mengurai MR untuk proses metabolismenya. Karena, bakteri S.aureus tidak menpunyai enzim tertentu yang dapat
mengurai medium ini. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan medium MR untuk jenis bakteri S. aureus.
Pada medium VP diperoleh hasil negatif yaitu tidak adanya perubahan warna pada medium. Karena, bakteri S. aureustidak menghasilkan asam
pada medium ini. Komposisi dari medium VP adalah media kaldu yang mengandung pepton, buffer, dan glukosa. Dari kandungan inilah S.
aureus tidak dapat mengurai VP untuk proses metabolismenya. Karena, bakteri S.aureus tidak menpunyai enzim tertentu yang dapat mengurai
medium ini. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan medium MR untuk jenis bakteri S. aureus.
Pada medium urea diperoleh hasil negatif, yang dimana tidak terjadi perubahan warna dan tidak bertumbuhnya bakteri di sekitar goresan. Hal
ini dikarenakan oleh kesalahan teknik penggoresan yang dilakukan oleh praktikan atau ketidaksterilan alat-alat yang digunakan selama
praktikum ini. Seharusnya hasil yang diperoleh ialah positif, yang mana terdapat koloni di daerah sekitar goresan. Karena bakteri S.
aureus membutuhkan urea untuk proses fermentasinya, begitupun pada medium acid. Komposisi dari urea, yaitu: buffer, urea,
sedikit nutrient, indicator phenol red. Dari kandungan inilah S.aureus dapat mengurai urea untuk proses metabolismenya. Hal tersebut dapat
dilihat pada tabel hasil pengamatan medium urea untuk jenis bakteri S.aureus.
Pada medium acid diperoleh hasil negatif, yang dimana tidak terjadi perubahan warna dan tidak bertumbuhnya bakteri di sekitar goresan. Hal
ini dikarenakan oleh kesalahan teknik penggoresan yang dilakukan oleh praktikan atau ketidaksterilan alat-alat yang digunakan selama
praktikum ini. Seharusnya hasil yang diperoleh ialah positif, yang mana terdapat koloni di daerah sekitar goresan. Karena bakteri S.
aureus membutuhkan acid untuk proses fermentasinya. Komposisi dari medium acid, yaitu : Asam sulfanilat, larutan alpha naftilamin dan
agar. Dari kandungan inilah S.aureusdapat mengurai KIA untuk proses metabolismenya. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan
medium acid untuk jenis bakteri S.aureus.
Pada medium KIA diperoleh hasil negatif, yakni tidak terdapat koloni di daerah sekitar goresan. Hal ini menandakan bahwa medium KIA tidak
membantu dalam proses fermentasi S. aureus sehingga tidak memproduksi H2S (Hidrogen Sulfida) atau yang biasa disebut dengan gas asam.
Komposisi dari medium KIA, yaitu: Peptone, Yeast extract, Glucose, Lactose, Iron (II) sulfate, Sodium chloride, Sodium thiosulphate, Phenol
red, dan Agar. Dari kandungan inilah S.aureus tidak dapat mengurai KIA untuk proses metabolismenya. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel
hasil pengamatan medium KIA untuk jenis bakteri S.aureus.
Jika pada tabel tersebut terdapat kesalahan mungkin karena saat melakukan percobaan tersebut tidak terlalu benar dalam hal melakukan
penusukan terhadap medium atau terdapat kesalahan lain seperti ketidaksterilan alat-alat yang digunakan pada praktikum ini sehingga
memberikan dampak yang fatal pada hasil yang diperoleh.
Pada percobaan kali ini hasil yang diperoleh di setiap bakteri berbeda-beda. Karena, setiap bakteri tidak mempunyai sifat yang sama. Maka dari
itu hasil yang kami dapatkan juga berbeda.
DAFPUS
Dwidjoseputro. 1954. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan : Malang
http://nunil08.student.ipb.ac.id/2010/06/19/uji-biokimia-metabolisme-bakteri/ (Diakses pada: 23 April 2014, pukul: 21.00 WITA)
Hadioetomo. 1993. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika, Jakarta.
http://nunil08.student.ipb.ac.id/2010/06/19/uji-biokimia-metabolisme-bakteri/ (Diakses pada: 23 April 2014, pukul: 21.00 WITA)
Lehninger. 1995. Microbiology: a Laboratory Manual.Adison-Wesley. Publishing company: California.
http://nunil08.student.ipb.ac.id/2010/06/19/uji-biokimia-metabolisme-bakteri/ (Diakses pada: 23 April 2014, pukul: 21.00 WITA)
Lim. 1998. Microbiology: a Laboratory Manual.Adison-Wesley Publishing company: California.
http://nunil08.student.ipb.ac.id/2010/06/19/uji-biokimia-metabolisme-bakteri/ (Diakses pada: 23 April 2014, pukul: 21.00 WITA)
Murray. 2005. Buku Ajar Mikrobiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Pelczar. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan, Malang.
http://nunil08.student.ipb.ac.id/2010/06/19/uji-biokimia-metabolisme-bakteri/ (Diakses pada: 23 April 2014, pukul: 21.00 WITA)

Anda mungkin juga menyukai