Anda di halaman 1dari 39

Referat

NYERI PUNGGUNG

Oleh:
dr. Huldani

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
BANJARMASIN
JANUARI, 2012

DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul......................................................................................

Kata Pengantar .....................................................................................

ii

Daftar Isi...............................................................................................

iii

Daftar Gambar ......................................................................................

iv

BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................

2.1. Definisi ..............................................................................

2.2. Anatomi dan Fisiologi Tulang Belakang ..........................

2.3. Klasifikasi .........................................................................

2.4. Etiologi ..............................................................................

10

2.5. Epidemiologi .....................................................................

11

2.6 Faktor Risiko .....................................................................

13

2.7. Patofisiologi ......................................................................

14

2.8. Diagnosis ...........................................................................

16

2.9 Penatalaksanaan ................................................................

23

BAB III ALGORITMA NYERI PUNGGUNG ................................

29

BAB IV TABEL KOMPARASI .......................................................

31

BAB V

RESUME DAN KESIMPULAN ........................................

33

BAB VI PENUTUP ..........................................................................

36

DAFTAR PUSTAKA

ii

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Penampang Tulang Belakang Potongan Transversal .

Gambar 2.2 Penampang Tulang Belakang Potongan Sagital .....

Gambar 2.3 Kolumna Spinalis

Gambar 2.4 Kompresi Radix Saraf L5 dan S1 oleh Diskus yang


Mengalami Herniasi.. .
Gambar 2.5 Pola Dermatomal Nyeri Radikuler ..

iii

7
10

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Nyeri punggung adalah nyeri di bagian lumbar, lumbosacral, atau di daerah
leher. Nyeri ini sangat beragam ketajaman dan intensitasnya. Nyeri punggung
diakibatkan oleh regangan otot atau tekanan pada akar saraf (1). Nyeri punggung
biasanya dirasakan sebagai rasa sakit, tegangan, atau rasa kaku di bagian
punggung. Nyeri ini dapat bertambah buruk dengan postur tubuh yang tidak sesuai
pada saat duduk atau berdiri, cara menunduk yang salah, atau mengangkat barang
yang terlalu berat (2).
Dalam satu penelitian dikatakan bahwa kurang lebih 60-80% individu
setidaknya pernah mengalami nyeri punggung dalam hidupnya. Sebagian besar
(75%) penderita akan mencari pertolongan medis dan 25% di antaranya perlu
dirawat inap untuk evaluasi lebih lanjut (3). Pentingnya nyeri punggung dan leher
ditandai sebagai berikut: (a) biaya yang dihabiskan selama menderita nyeri
punggung 100 milyar dollar per tahun, termasuk biaya kesehatan secara langsung
ditambah biaya karena produktivitas yang menurun, (b) gejala nyeri punggung
merupakan penyebab utama disabilitas pada individu yang berusia <45 tahun, (c)
nyeri punggung bawah merupakan penyebab paling sering kedua untuk berobat ke
dokter di Amerika, (d) 1% populasi Amerika tidak mampu bekerja dalam waktu
yang lama karena menderita nyeri punggung (4).

iv

Hasil penelitian yang dilakukan Pokdi Nyeri PERDOSSI (Persatuan Dokter


Saraf Seluruh Indonesia) di Poliklinik Neurologi Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002 menemukan prevalensi penderita NPB
sebanyak 15,6%. Angka ini berada pada urutan kedua tertinggi sesudah sefalgia
dan migren yang mencapai 34,8%. Dari hasil penelitian secara nasional yang
dilakukan di 14 kota di Indonesia juga oleh kelompok studi Nyeri PERDOSSI
tahun 2002 ditemukan 18,13% penderita NPB dengan rata-rata nilai VAS sebesar
5,462,56 yang berarti nyeri sedang sampai berat. Lima puluh persen diantaranya
adalah penderita berumur antara 41-60 tahun (5).

1.2.Rumusan masalah
Tingginya insidensi penyakit ini mengharuskan tingginya kontak pasien
dengan tenaga medis sehingga diperlukan pembelajaran agar kasus seperti ini
dapat ditangani dengan tepat sebagaimana penanganan penyakit lainnya yang
sering ditemui. Dengan demikian, rumusan masalah pada tinjauan pustaka ini
adalah:
1. Bagaimana algoritma diagnosis nyeri punggung yang tepat?
2. Bagaimana algoritma pengelolaan nyeri punggung yang tepat?

1.3.Tujuan
Tinjauan kepustakaan ini bertujuan menjelaskan dasar teori nyeri
punggung yang terdiri atas definisi, klasifikasi, etiologi, epidemiologi, faktor
risiko, patofisiologi, diagnosis, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis.

1.4.Manfaat
Tinjauan pustaka ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada
mahasiswa kedokteran dan praktisi kesehatan agar dapat menegakkan diagnosis
dan memberikan penanganan yang tepat pada kasus nyeri punggung.

vi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Nyeri punggung adalah nyeri yang dirasakan di bagian punggung yang
berasal dari otot, persarafan, tulang, sendi atau struktur lain di daerah tulang
belakang. Tulang belakang adalah suatu kompleks yang menghubungkan jaringan
saraf, sendi, otot, tendon, dan ligamen, dan semua struktur tersebut dapat
menimbulkan rasa nyeri (6). Nyeri punggung diakibatkan oleh regangan otot atau
tekanan pada akar saraf (1). Nyeri punggung adalah masalah yang sering dirasakan
kebanyakan orang dalam hidup mereka. Nyeri punggung biasanya dirasakan
sebagai rasa sakit, tegangan, atau rasa kaku di bagian punggung. Nyeri ini dapat
bertambah buruk dengan postur tubuh yang tidak sesuai pada saat duduk atau
berdiri, cara menunduk yang salah, atau mengangkat barang yang terlalu berat (2).

2.2. Anatomi dan Fisiologi Tulang Belakang


Tulang belakang adalah struktur yang kompleks, yang terbagi menjadi
bagian anterior dan posterior. Tulang belakanh terdiri dati korpus vertebra yang
silindris, dihubungkan oleh diskus intervertebralis, dan dilekatkan oleh
ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Bagian posterior lebih lunak dan
terdiri dari pedikulus dan lamina yang membentuk kanalis spinalis. Bagian
posterior dihubungkan satu sama lain oleh sendi facet (disebut juga sendi apofisial
atau zygoapofisial) superior dan inferior. Sendi facet dan sendi sacroiliaka, yang

vii

dilapisi oleh sinovia, diskus intervertebralis yang kompresibel, dan ligamen yang
elastic, yang berperan dalam gerak fleksi, ekstensi, rotasi, dan gerak lateral dari
tulang belakang (7).
Stabilitas tulang belakang tergantung dari integritas korpus vertebrae,
diskus intervertebralis dan struktur penunjang yakni otot dan ligament. Meskipun
ligamen yang menopang tulang belakang sangat kuat, stabilitas tulang belakang
tetap dipengaruhi aktivitas refleks maupun volunteer dari otot sacrospinalis,
abdomen, gluteus maximus, dan otot hamstring (7).
Struktur tulang belakang yang peka terhadap nyeri adalah periosteum
vertebrae, dura, sendi facet, annulus fibrosus dari diskus intervertebralis, vena
epidural, dan ligamentum longitudinal posterior. Gangguan pada berbagai struktur
ini dapat menjelaskan penyebab nyeri punggung tanpa kompresi radix saraf.
Nucleus pulposus dari diskus intervertebral tidak peka terhadap nyeri dalam situasi
yang normal. Tulang belakang regio lumbal dan servikal merupakan struktur yang
paling peka terhadap gerkana dan mudah mengalami trauma (4).

viii

Gambar 2.1. Penampang Tulang Belakang Potongan Transversal (4)

Gambar 2.2. Penampang Tulang Belakang Potongan Sagital (4)

ix

Gambar 2.3. Kolumna Spinalis (4)

Gambar 2.4. Kompresi Radix Saraf L5 dan S1 oleh Diskus yang Mengalami
Herniasi (4)

2.3. Klasifikasi
Nyeri punggung dapat bersifat akut atau kronik, nyerinya berlangsung terus
menerus atau hilang timbul, nyerinya menetap di suatu tempat atau dapat
menyebar ke area lain. Nyeri punggung dapat bersifat tumpul, atau tajam atau
tertusuk atau sensasi terbakar. Nyerinya dapat menyebar sampai lengan dan tangan
atau betis dan kaki, dan dapat menimbulkan gejala lain selain nyeri. Gejalanya
dapat berupa perasaan geli atau tersetrum, kelemahan, dan mati rasa (6).
Nyeri punggung dapat dibagi secara anatomi, yaitu: nyeri leher, nyeri
punggung bagian tengah, nyeri punggung bagian bawah, dan nyeri pada tulang
ekor. Nyeri punggung dapat dibagi berdasarkan durasi terjadinya, yaitu: akut (12
minggu), kronik (>12 minggu), dan subakut (6-12 minggu) (6). Nyeri punggung
dapat dibagi berdasarkan penyebabnya, yaitu (4) :
1. Nyeri lokal, yang disebabkan oleh regangan struktur yang sensitive terhadap
nyeri yang menekan atau mengiritasi ujung saraf sensoris. Lokasi nyeri dekat
dengan bagian punggung yang sakit.
2. Nyeri alih ke bagian punggung, dapat ditimbulkan oleh bagian visceral
abdomen atau pelvis. Nyeri ini biasanya digambarkan sebagai nyeri abdomen
atau pelvis tetapi dibarengi dengan nyeri punggung dan biasanya tidak
terpengaruh

dengan

posisi

tubuh

tertentu.

Pasien

dapat

juga

mempermasalahkan nyeri punggungnya saja.


3. Nyeri yang berasal dari tulang belakang, dapat timbul dari punggung atau
dialihkan ke bagian bokong atau tungkai. Penyakit yang melibatkan tulang
belakang lumbal bagian atas dapat menimbulkan nyeri alih ke regio lumbal,

xi

pangkal paha, atau paha bagian atas.

Penyakit yang melibatkan tulang

belakang lumbal bagian bawah dapat menimbulkan nyeri alih ke bagian


bokong, paha bagian belakang, atau betis dan tungkai (jarang). Injeksi
provokatif pada struktur tulang belakang bagian lumbal yang sensitif terhadap
nyeri dapat menimbulkan nyeri tungkai yang tidak mengikuti distribusi
dermatomal. Nyeri sclerotomal ini dapat menjelaskan kasus nyeri di bagian
punggung dan tungkai tanpa adanya bukti penekanan radix saraf.
4. Nyeri punggung radikular biasanya bersifat tajam dan menyebar dari tulang
punggung region lumbal sampai tungkai sesuai daerah perjalanan radix saraf.
Batuk, bersin, atau kontraksi volunteer dari otot abdomen (mengangkat barang
berat atau pada saat mengejan) dapat menimbulkan nyeri yang menyebar. Rasa
nyeri dapat bertambah buruk dalam posisi yang dapat meregangkan saraf dan
radix saraf. Saraf femoral (radix L2, L3, dan L4) melewati paha bagian depan
dan tidak akan teregang dengan posisi duduk. Gambaran tentang nyeri saja
biasanya tidak bisa digunakan untuk membedakan nyeri sklerotomal dan
radikulopati.
5. Nyeri yang berhubungan dengan spasme otot, walaupun tak jelas, biasanya
dikaitkan dengan banyak gangguan tulang belakang. Spasme otot biasanya
dikaitkan dengan postur abnormal, otot paraspinal yang teregang, dan rasa
nyeri yang tumpul.

xii

Gambar 2.5. Pola Dermatomal Nyeri Radikuler (15)

2.4. Etiologi
Nyeri punggung dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang terjadi pada
tulang belakang, otot, diskus intervertebralis, sendi, amupun struktur lain yang
menyokong tulang belakang. Kelainan tersebut antara lain (4):
1. Kelainan kongenital/kelainan perkembangan: spondilosis dan spondilolistesis,
kiposkoliosis, spina bifida, gangguan korda spinalis.
2. Trauma minor: regangan, cedera whiplash.
3. Fraktur: traumatik - jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, atraumatik
osteoporosis, infiltrasi neoplastik, steroid eksogen.
4. Herniasi diskus intervertebral.

xiii

5. Degeneratif: kompleks diskus-osteofit, gangguan diskus internal, stenosis


spinalis dengan klaudikasio neurogenik, gangguan sendi vertebral, gangguan
sendi atlantoaksial (misalnya arthritis reumatoid).
6. Arthritis: spondilosis, artropati facet atau sakroiliaka, autoimun (misalnya
ankylosing spondilitis, sindrom reiter).
7. Neoplasma metastasis, hematologic, tumor tulang primer.
8. Infeksi/inflamasi: osteomyelitis vertebral, abses epidural, sepsis diskus,
meningitis, arachnoiditis lumbalis.
9. Metabolik: osteoporosis hiperparatiroid, imobilitas, osteosklerosis (misalnya
penyakit paget).
10. Vaskular: aneurisma aorta abdominal, diseksi arteri vertebral.
11. Lainnya: nyeri alih dari gangguan visceral, sikap tubuh, psikiatrik, pura-pura
sakit, sindrom nyeri kronik.

2.5. Epidemiologi
Nyeri muskuloskeletal sering terjadi dan sering dikaitkan dengan kecacatan
yang wajar dan biaya kesehatan yang tinggi, dan nyeri punggung merupakan
kelainan muskuloskeletal yang paling sering terjadi. Perkiraan total biaya yang
dikeluarkan untuk mengobati nyeri punggung di Inggris saja pada tahun 2000
menghabiskan dana sebesar 12,3 juta poundsterling. Nyeri punggung
prevalensinya sangat tinggi dan memiliki dampak besar pada lingkungan sosial
dan individu. Penyakit ini menyerang satu dari lima orang dalam waktu yang

xiv

bersamaan dan pada usia 30 tahun setengah populasi akan mengalami paling tidak
satu episode nyeri punggung (8).
Pentingnya nyeri punggung dan leher ditandai sebagai berikut: (a) biaya
yang dihabiskan selama menderita nyeri punggung 100 milyar dollar per tahun,
termasuk biaya kesehatan secara langsung ditambah biaya karena produktivitas
yang menurun, (b) gejala nyeri punggung merupakan penyebab utama disabilitas
pada individu yang berusia <45 tahun, (c) nyeri punggung bawah merupakan
penyebab paling sering kedua untuk berobat ke dokter di Amerika, (d) 1%
populasi Amerika tidak mampu bekerja dalam waktu yang lama karena menderita
nyeri punggung (4).
Nyeri punggung bawah merupakan penyebab tersering kelima seseorang
berobat ke dokter di Amerika. Kira-kira seperempat warga Amerika berusia
dewasa dilaporkan menderita nyeri punggung bawah yang berlangsung paling
tidak seharian penuh dalam 3 bulan terakhir, dan 7,6% warga dilaporkan menderita
1 episode nyeri punggung bawah yang parah dalam waktu 1 tahun. Nyeri
punggung bawah juga sangat mahal pembiayaannya: total biaya kesehatan
tambahan untuk nyeri punggung di Amerika diperkirakan mencapai 26,3 milyar
dollar pada tahun 1998. Sebagai tambahan, biaya yang hilang secara tidak
langsung karena kehilangan waktu bekerja sangat penting, diperkirakan 2% dana
cadangan Amerika dikeluarkan untuk mengatasi cedera punggung (9).
Hasil penelitian yang dilakukan Pokdi Nyeri PERDOSSI (Persatuan Dokter
Saraf Seluruh Indonesia) di Poliklinik Neurologi Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002 menemukan prevalensi penderita NPB

xv

sebanyak 15,6%. Angka ini berada pada urutan kedua tertinggi sesudah sefalgia
dan migren yang mencapai 34,8%. Dari hasil penelitian secara nasional yang
dilakukan di 14 kota di Indonesia juga oleh kelompok studi Nyeri PERDOSSI
tahun 2002 ditemukan 18,13% penderita NPB dengan rata-rata nilai VAS sebesar
5,462,56 yang berarti nyeri sedang sampai berat. Lima puluh persen diantaranya
adalah penderita berumur antara 41-60 tahun (5).

2.6. Faktor Risiko


Faktor risiko terjadinya nyeri punggung adalah usia, kondisi kesehatan
yang buruk, masalah psikologik dan psikososial, artritis degeneratif, merokok,
skoliosis mayor (kurvatura >80o), obesitas, tinggi badan yang berlebihan, hal yang
berhubungan dengan pekerjaan seperti duduk dan mengemudi dalam waktu lama,
duduk atau berdiri berjam-jam (posisi tubuh kerja yang statik), getaran,
mengangkat, membawa beban, menarik beban, membungkuk, memutar, dan
kehamilan (10,16).
Postur tubuh yang tegak tergantung pada lekukan tulang belakang yang
normal, dan lekukan tersebut bukan penyebab nyeri punggung. Obesitas yang
menyebabkan bobot abdomen menjadi berat, dan proses kehamilan pada tahap
lanjut, dapat mengubah kelengkungan tulang belakang dan menyebabkan nyeri
punggung. Dalam kasus kehamilan, rasa nyeri biasanya menghilang setelah proses
kelahiran. Beberapa kegiatan, seperti jogging dan berlari di permukaan yang rata,
angkat berat, dan duduk lama (terutama di mobil, truk, dan kursi yang tidak
nyaman), dapat menyebabkan nyeri punggung. Namun demikian, faktor psikologis

xvi

memegang peranan yang cukup kuat dalam menyebabkan nyeri punggung kronik
(17).
Faktor risiko nyeri pinggang belum sepenuhnya jelas. Faktor risiko yang
paling sering dilaporkan untuk nyeri pinggang adalah beban kerja fisik yang berat
seperti mengangkat, posisi tubuh membungkuk, dan getaran seluruh tubuh. Gaya
hidup juga dianggap sebagai faktor risiko dari nyeri pinggang. Merokok,
kurangnya latihan fisik, dan jam tidur yang pendek meningkatkan risiko nyeri
pinggang. Sebuah tinjauan sistematis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
yang jelas antara konsumsi alkohol dan nyeri pinggang. Hubungan antara nyeri
pinggang dan faktor psikososial juga telah dilaporkan. Pekerja pengolah pangan
diketahui sebagai populasi yang berisiko tinggi mengalami nyeri pinggang karena
mereka bekerja dalam posisi membungkuk, mengangkat bahan yang berat, di
lantai yang basah, dan suhu yang panas (18).
Faktor yang berperan menyebabkan nyeri punggung bawah pada remaja
antara lain: perkembangan yang sangat pesat, kurangnya fleksibilitas dari otot
kuadriceps dan hamstring, bekerja sambil sekolah, dan merokok (11).

2.7. Patofisiologi
Bangunan peka nyeri mengandung reseptor nosiseptif (nyeri) yang
terangsang oleh berbagai stimulus lokal (mekanis, termal, kimiawi). Stimulus ini
akan direspon dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang akan
menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme nyeri merupakan proteksi yang bertujuan
untuk mencegah pergerakan sehingga proses penyembuhan dimungkinkan. Salah

xvii

satu bentuk proteksi adalah spasme otot, yang selanjutnya dapat menimbulkan
iskemia (10).
Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan
terlibatnya berbagai mediator inflamasi; atau nyeri neuropatik yang diakibatkan
lesi primer pada sistem saraf (10).
Iritasi neuropatik pada serabut saraf dapat menyebabkan 2 kemungkinan.
Pertama, penekanan hanya terjadi pada selaput pembungkus saraf yang kaya
nosiseptor dari nervi nevorum yang menimbulkan nyeri inflamasi. Nyeri dirasakan
sepanjang serabut saraf dan bertambah dengan peregangan serabut saraf misalnya
karena pergerakan. Kemungkinan kedua, penekanan mengenai serabut saraf. Pada
kondisi ini terjadi perubahan biomolekuler di mana terjadi akumulasi saluran ion
Na dan ion lainnya. Penumpukan ini menyebabkan timbulnya mechano-hot spot
yang sangat peka terhadap rangsang mekanikal dan termal (10).
Rangsangan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, termik atau suhu,
kimiawi dan campuran, diterima oleh reseptor yang terdiri dari akhiran saraf bebas
yang mempunyai spesifikasi. Di sini terjadi potensial aksi dan impuls ini
diteruskan ke pusat nyeri. Serabut saraf yang berasal dari reseptor ke ganglion
masuk ke kornu posterior dan berganti neuron. Di sini ada dua kelompok neuron,
yaitu: (a) yang berganti neuron di lamina I yang kemudian menyilang linea
mediana membentuk jaras anterolateral yang langsung ke talamus, sistem ini
disebut system neospinotalamik yang menghantarkan rangsangan nyeri secara
cepat. Kelompok (b) bersinaps di lamina V kemudian menyilang linea mediana
membentuk jaras anterolateral dan bersinaps di substantia retikularis batang otak

xviii

dan di talamus. Sistem ini disebut system paleospinotalamik yang mengantarkan


perasaan nyeri yang kronik dan yang kurang terlokalisasi (19).
Percobaan-percobaan decade terakhir menunjukkan adanya sistem nyeri
yang desenden, yang menghambat nyeri. Daerah periakuaduktus dan nucleus rafe
magnus merupakan bagian penting sistem ini. Rangsangan di tempat ini akan
menghambat nyeri (19).

2.8. Diagnosis
2.7.1. Anamnesis
Dalam anamnesis perlu diketahui:
1. Awitan
Penyebab mekanis nyeri punggung menyebabkan nyeri mendadak yang timbul
setelah posisi mekanis yang merugikan. Mungkin terjadi robekan otot,
peregangan fasia atau iritasi permukaan sendi. Keluhan karena penyebab lain
timbul bertahap (10).
2. Lama dan frekuensi serangan
Nyeri punggung akibat sebab mekanik berlangsung beberapa hari sampai
beberapa bulan. Herniasi diskus bisa membutuhkan waktu 8 hari sampai
resolusinya. Degenerasi diskus dapat menyebabkan rasa tidak nyaman kronik
dengan eksaserbasi selama 2-4 minggu (10).
3. Lokasi dan penyebaran
Kebanyakan nyeri punggung akibat gangguan mekanis atau medis terutama
terjadi di daerah lumbosakral. Nyeri yang menyebar ke tungkai bawah atau

xix

hanya di tungkai bawah mengarah ke iritasi akar saraf. Nyeri yang menyebar
ke tungkai juga dapat disebabkan peradangan sendi sakroiliaka. Nyeri
psikogenik tidak mempunya pola penyebaran yang tetap (10).
4. Faktor yang memperberat/memperingan
Pada lesi mekanis keluhan berkurang saat istirahat dan bertambah saat
aktivitas. Pada penderita HNP duduk agak bungkuk memperberat nyeri. Batuk,
bersin atau manuver valsava akan memperberat nyeri. Pada penderita tumor,
nyeri lebih berat atau menetap jika berbaring (10).
5. Kualitas/intensitas
Penderita perlu menggambarkan intensitas nyeri serta dapat
membandingkannya dengan berjalannya waktu. Harus dibedakan antara nyeri
punggung dengan nyeri tungkai, mana yang lebih dominan dan intensitas dari
masing-masing nyerinya, yang biasanya merupakan nyeri radikuler. Nyeri
pada tungkai yang lebih banyak dari pada nyeri punggung dengan rasio 8020% menunjukkan adanya radikulopati dan mungkin memerlukan suatu
tindakan operasi. Bila nyeri nyeri punggung lebih banyak daripada nyeri
tungkai, biasanya tidak menunjukkan adanya suatu kompresi radiks dan juga
biasanya tidak memerlukan tindakan operatif. Gejala nyeri punggung yang
sudah lama dan intermiten, diselingi oleh periode tanpa gejala merupakan
gejala khas dari suatu NPB yang terjadinya secara mekanis.
Walaupun suatu tindakan atau gerakan yang mendadak dan berat, yang
biasanya berhubungan dengan pekerjaan, bisa menyebabkan suatu NPB,

xx

namun sebagian besar episode herniasi diskus terjadi setelah suatu gerakan
yang relatif sepele, seperti membungkuk atau memungut barang yang enteng.
Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang bisa menyebabkan
bertambahnya nyeri NPB, yaitu duduk dan mengendarai mobil dan nyeri
biasanya berkurang bila tiduran atau berdiri, dan setiap gerakan yang bisa
menyebabkan meningginya tekanan intra-abdominal akan dapat menambah
nyeri, juga batuk, bersin dan mengejan sewaktu defekasi.
Selain nyeri oleh penyebab mekanik ada pula nyeri non-mekanik. Nyeri pada
malam hari bisa merupakan suatu peringatan, karena bisa menunjukkan adanya
suatu kondisi terselubung seperti adanya suatu keganasan ataupun infeksi(10).
2.7.2. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi :
Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat
nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya
skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh
spasme otot paravertebral (10).
Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:

Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.

Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali menyebabkan nyeri pada


tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan artritis
lumbal, karena gerakan ini akan menyebabkan penyempitan foramen
sehingga menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal.

xxi

Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri


pada tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang
terinflamasi diatas suatu diskus protusio sehingga meninggikan tekanan
pada saraf spinal tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada
fragmen yang tertekan di sebelahnya (jackhammer effect).

Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh


membungkuk ke depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu
sisi atau ke lateral yang meyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral
menandakan adanya HNP pada sisi yang sama.

Nyeri pada ekstensi ke belakang pada seorang dewasa muda menunjukkan


kemungkinan adanya suatu spondilolisis atau spondilolistesis, namun ini
tidak patognomonik (10).

2. Palpasi :
Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan
suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay).
Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan
menekan pada ruangan intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke
kanan ke kiri prosesus spinosus sambil melihat respons pasien. Pada
spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan (step-off) pada
palpasi di tempat/level yang terkena. Penekanan dengan jari jempol pada
prosesus spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra.
Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan neurologis.

xxii

Refleks yang menurun atau menghilang secara simetris tidak begitu berguna
pada diagnosis NPB dan juga tidak dapat dipakai untuk melokalisasi level
kelainan, kecuali pada sindroma kauda ekuina atau adanya neuropati yang
bersamaan. Refleks patella terutama menunjukkan adanya gangguan dari
radiks L4 dan kurang dari L2 dan L3. Refleks tumit predominan dari S1.
Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada
hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron
(UMN). Dari pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan yang
berupa UMN atau LMN (10).
3. Pemeriksaan motoris : harus dilakukan dengan seksama dan harus
dibandingkan kedua sisi untuk menemukan abnormalitas motoris yang
seringan mungkin dengan memperhatikan miotom yang mempersarafinya (10).
4. Pemeriksaan sensorik : Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena
membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap penting
arti diagnostiknya dalam membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai
dermatom yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna dalam
menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris (10).
5. Tanda-tanda rangsangan meningeal :

Tanda Laseque: menunjukkan adanya ketegangan pada saraf spinal


khususnya L5 atau S1. Secara klinis tanda Laseque dilakukan dengan fleksi
pada lutut terlebih dahulu, lalu di panggul sampai 900 lalu dengan perlahanlahan dan graduil dilakukan ekstensi lutut dan gerakan ini akan
menghasilkan nyeri pada tungkai pasien terutama di betis (tes yang positif)

xxiii

dan nyeri akan berkurang bila lutut dalam keadaan fleksi. Terdapat
modifikasi tes ini dengan mengangkat tungkai dengan lutut dalam keadaan
ekstensi (stright leg rising). Modifikasi-modifikasi tanda laseque yang lain
semua dianggap positif bila menyebabkan suatu nyeri radikuler. Cara
laseque yang menimbulkan nyeri pada tungkai kontra lateral merupakan
tanda kemungkinan herniasi diskus.
Pada tanda laseque, makin kecil sudut yang dibuat untuk menimbulkan
nyeri makin besar kemungkinan kompresi radiks sebagai penyebabnya.
Demikian juga dengan tanda laseque kontralateral. Tanda Laseque adalah
tanda pre-operatif yang terbaik untuk suatu HNP, yang terlihat pada 96,8%
dari 2157 pasien yang secara operatif terbukti menderita HNP dan pada
hernia yang besar dan lengkap tanda ini malahan positif pada 96,8%
pasien. Harus diketahui bahwa tanda Laseque berhubungan dengan usia
dan tidak begitu sering dijumpai pada penderita yang tua dibandingkan
dengan yang muda (<30 tahun).

Tanda Laseque kontralateral (contralateral Laseque sign) dilakukan dengan


cara yang sama, namun bila tungkai yang tidak nyeri diangkat akan
menimbulkan suatu respons yang positif pada tungkai kontralateral yang
sakit dan menunjukkan adanya suatu HNP.

Tes Bragard: Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama
seperti tes laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki.

Tes Sicard: Sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari
kaki.

xxiv

Tes valsava: Pasien diminta mengejan/batuk dan dikatakan tes positif bila
timbul nyeri (10).

2.7.2. Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium:
Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap darah
(LED) dan morfologi darah tepi (penting untuk mengidentifikasi infeksi atau
myeloma), kalsium, fosfor, asam urat, alkali fosfatase, asam fosfatase, antigen
spesifik prostat (jika ada kecurigaan metastasis karsinoma prostat),
elektroforesis protein serum (protein myeloma), dalam kasus khusus, dapat
diperisa tes tuberculin atau tes Brucella, tes faktor rheumatoid, dan
penggolongan HLA (jika curiga adanya ankylosing spondylitis) (7).
2. Pemeriksaan Radiologis :

Foto rontgen (lebih bagus jika pasien dalam keadaan berdiri) pada posisi
anteroposterior, lateral, dan oblique sering dilakukan untuk pemeriksaan
rutin nyeri pinggang dan sciatica. Gambaran radiologis sering terlihat
normal

atau

kadang-kadang

dijumpai

penyempitan

ruang

diskus

intervertebral, osteofit pada sendi facet dan penumpukan kalsium pada


vertebrae, pergeseran korpus vertebrae (spondilolistesis), infiltasi tulang
oleh tumor. Penyempitan ruangan intervertebral kadang-kadang terlihat
bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan suatu
skoliosis akibat spasme otot paravertebral (7).

CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level
neurologis telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang (10).

xxv

MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan
menunjukkan berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli
bedah ortopedi tetap memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus
mana yang paling terkena (10).
MRI sangat berguna bila: vertebra dan level neurologis belum jelas,
kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak,
untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi, kecurigaan
karena infeksi atau neoplasma.

Mielografi atau CT mielografi dan/atau MRI adalah alat diagnostik yang


sangat berharga pada diagnosis NPB dan diperlukan oleh ahli bedah
saraf/ortopedi

untuk

menentukan

lokalisasi

lesi

pre-operatif

dan

menentukan adakah adanya sekwester diskus yang lepas dan mengeksklusi


adanya suatu tumor.

2.9. Penatalaksanaan
2.8.1. Terapi Non Farmakologis
1. Aktivitas: lakukan aktivitas normal. Penting untuk melanjutkan kerja
seperti biasanya.
2. Tirah baring: tidak dianjurkan sebagai

terapi, tetapi pada beberapa

kasus dapat dilakukan tirah baring 2-3 hari pertama untuk mengurangi
nyeri.
3.

Olahraga : harus dievaluasi lebih lanjut jika pasien tidak kembali ke


aktivitas sehari-harinya dalam 4-6 minggu.

xxvi

4. Manipulasi: dipertimbangkan untuk kasus-kasus yang membutuhkan


obat penghilang nyeri ekstra dan belum dapat kembali bekerja dalam 1-2
minggu (12).
5. Modalitas lain: (a) intervensi fisik: orthosis, pemijatan, mobilisasi,
manipulasi, traksi, (b) modalitas termal: ultrasound terapeutik, diatermi,
bantalan

pemanas

(kering

atau

lembab),

pemanas

inframerah,

hidroterapi, kantong es (dengan atau tanpa pemijatan) (c) terapi elektrik:


stimulasi galvanic, arus interferensial, arus mikro, stimulasi saraf
transkutaneus elektrik, stimulasi neuromuscular, (d) terapi olahraga:
terapi rentang gerakan, program penguatan (isometric, kinetik), program
latihan aerobic, program latihan aqua, control neuromuscular, koreksi
postural, (e) magnet, (f) terapi meridian: akupunktur, elektroakupunktur,
(g) terapj laser, (h) terapi lingkungan:; biofeedback dan relaksasi, (i)
intervensi edukasi, (j) terapi kombinasi atau multimodalitas (13).
2.8.2. Terapi Farmakologis
1. Asetaminofen
Penggunaan asetaminofen dosis penuh (2 sampai 4 g per hari) sebagai
terapi lini pertama didukung oleh bukti-bukti yang kuat dan beberapa
pedoman terapi (rekomendasi A). Harus diketahui bahwa pada pasien
dengan riwayat alkoholisme, sedang puasa, memiliki penyakit liver,
mengonsumsi obat tertentu (terutama antikonvulsan), atau orang tua
yang lemah, toksisitas hati dapat terjadi pada dosis yang
direkomendasikan. Selanjutnya, toksisitas asetaminofen meningkat

xxvii

secara substansial jika dikonsumsi bersamaan dengan dengan inhibitor


siklooksigenase-2 spesifik (COX-2) atau obat-obat anti-inflamasi
(NSAID).
2. NSAID
Ada bukti kuat keberhasilan penggunaan NSAID pada nyeri akut dan
bukti moderat pada nyeri kronis (rekomendasi A). NSAID
direkomendasikan oleh sebagian besar pedoman pengobatan. Semua
NSAID tampaknya memiliki khasiat yang sama. Mempertimbangkan
manfaat dibandingkan efek samping, American Geriatrics Society
merekomendasikan COX-2 inhibitor sebagai terapi lini pertama
dibandingkan NSAID non spesifik. Salisilat non-asetil (kolin
magnesium trisalicylate, salsalat) terbukti efektif dan memiliki lebih
sedikit efek samping gastrointestinal dibandingkan NSAID non spesifik
dengan biaya lebih rendah daripada lebih agen selektif. Jika NSAID non
spesifik yang dipilih, sitoproteksi lambung harus dipertimbangkan
berdasarkan profil risiko pasien. NSAID harus dipertimbangkan ketika
peradangan diyakini memainkan peran penting dalam proses produksi
nyeri.
3. Relaksan Otot
Bukti yang mendukung penggunaan relaksan otot masih kurang jelas
(rekomendasi B). Sebuah tinjauan dari 14 percobaan acak terkontrol
moderat berkualitas menunjukkan bahwa cyclobenzaprine lebih efektif
daripada plasebo dalam pengelolaan nyeri leher dan punggung. Namun,

xxviii

efeknya minimal dengan efek samping yang lebih besar. Efek tertinggi
terjadi dalam 4 hari pertama terapi. Kesimpulan serupa juga sama untuk
obat lain yang sejenis. Baclofen dan Tizanidine memiliki lebih sedikit
potensi kecanduan daripada relaksan otot lainnya. Relaksan otot tidak
dianjurkan untuk WAD fase akut karena bukti tentang manfaatnya
masih belum jelas.
4. Opioid
Sebuah badan literatur ekstensif melaporkan efektivitas jangka pendek
opioid dalam berbagai sindrom nyeri (rekomendasi A). Namun, tidak
ada penelitian acak berkualitas tinggi untuk menunjukkan manfaat dan
keamanan opioid jangka panjang untuk setiap indikasi pemberiannya.
Kegunaan opioid pada nyeri leher harus seimbang dengan efek samping
yang ditimbulkan seperti sembelit, sedasi, dan ketergantungan. Beberapa
pihak mendukung penggunaan opioid dalam berbagai sindrom nyeri
ketika strategi lain tidak melngurangi rasa sakit secara adekuat, dan ada
bukti jelas bahwa obat ini tidak merugikan pasien dan memberikan
peningkatan yang signifikan dan berkelanjutan.
5. Antidepresan ajuvan dan Antikonvulsan
Meskipun tidak ada penelitian acak berkualitas terkontrol untuk
penggunaan agen ini secara khusus pada nyeri leher, penggunaannya,
terutama dalam nyeri kronis dan neuropatik, secara didukung secara luas
oleh berbagai literatur (rekomendasi A). Juga harus dicatat bahwa dalam

xxix

sindrom nyeri kronis, depresi sering terjadi bersamaan, dan pengobatan


depresi secara agresif sering memberikan bermanfaat.
6. Hipnotik sedatif
Tidak ada penelitian acak berkualitas terkontrol yang cukup panjang
untuk menunjukkan manfaat dan keamanan jangka panjang obat ini
untuk mengobati nyeri. Selain menghilangkan rasa sakit yang secara
khusus disebabkan oleh kejang otot, obat ini bukan penghilang rasa sakit
yang efektif.
7. Steroid
Injeksi steroid epidural adalah prosedur yang biasa dilakukan untuk
nyeri leher radikuler dan nyeri punggung bawah. Hasil uji coba dibagi
antara hasil yang positif dan negatif. Perbedaan hasil yang didapat
merupakan akibat, setidaknya sebagian, dari penyakit yang berbeda
antar kelompok pasien dan perbedaan teknik. Uji coba terakhir dengan
pemilihan pasien yang lebih hati-hati dan teknik terstandar telah
menunjukkan hasil yang lebih positif. Oleh karena itu keputusan untuk
mempertimbangkan penggunaan steroid epidural pada setiap pasien
merupakan latihan dalam penilaian klinis. Tidak ada ada alasan yang
jelas dalam penggunaan injeksi steroid epidural pada nyeri nonradicular.
Penggunaan steroid untuk nyeri radikuler harus jelas (rekomendasi B).
Beberapa pihak merekomendasikan penggunaan injeksi steroid epidural,
sedangkan yang lain tidak. Percobaan sederhana yang mempelajari
manfaat klinis steroid sistemik masih belum meyakinkan, dan uji klinis

xxx

untuk membandingkan steroid oral dan epidural masih belum ada.


Injeksi steroid intraartikular belum terbukti dapat menghilangkan rasa
sakit jangka panjang yang efektif, dan penggunaan steroid tidak
dianjurkan untuk mengobati WAD kronis (14).

xxxi

BAB III
ALGORITMA NYERI PUNGGUNG

3.1. Algoritma untuk pengelolaan pasien dengan nyeri leher (14)

Nyeri leher

Anamnesis dan
Pemeriksaan fisik

Evaluasi awal

WAD

Foto
rontgen

Radikulopat
i

Nyeri leher
aksial

Asetaminofen, inhibitor COX2, relaksan otot, kembali ke


rutinitas lebih awal

Imobilisasi
dan
konsultasi
segera

Infeksi atau
neoplasma
Pemeriksaan
Lab dan
pencitraan

Konsultasi

1-2
minggu

Pertimbangkan penggunaan
opioid, antidepresan, dan
modalitas fisik

4-6 minggu

Antidepresan dan
antikonvulsan
pertimbangkan MRI

Foto rontgen

xxxii

Mielopati

MR
I

Konsultasi

3.2. Algoritma untuk pengelolaan pasien dengan nyeri pinggang (20)

Nyeri Pinggang Kronis


Tanpa Herniasi Diskus
Blok Saraf Sendi Facet
(Lidocaine)

Blok Saraf Sendi Facet


Positif

Diagnosis: Nyeri Sendi


Facet

Nyeri (+)

Blok Saraf Sendi Facet


Negatif

Gejala Sendi
Sakroiliaka (-)

Gejala Sendi
Sakroiliaka (+)

Diskografi
Provokatif

Injeksi Sendi
Sacroiliaka

Nyeri (-)

Diagnosis: Nyeri
Diskogenik

Blok Sendi
Sacroiliaka (+)
Diagnosis: Nyeri
Sendi Sacroiliaka

Nyeri (+)

Diagnosis: Nyeri
Diskogenik

xxxiii

Blok Sendi
Sacroiliaka (-)
Diskografi
Provokatif

Nyeri (-)

Injeksi
Epidural

BAB IV
TABEL KOMPARASI

Myelu

Diskus

Sendi Facet

Tajam

Tajam

Tajam

Dalam

Dalam

Mudah

Mudah

Mudah

Sulit

Sulit

(+)

(+)

(+)

(-)

(-)

Luas

Luas

Luas

Sempit

Sempit

Punggung>T

Punggung>T

m
Kualita
s Nyeri
Lokalis
asi
Parestes
ia
Area
Kepara
han
Modifik
asi

Sendi

Radix

Leher

Tungkai>Pun Tungkai>Pun

Sacroiliaka

ggung

ggung

ungkai

ungkai

Memburuk

Memburuk

Memburuk

Memburuk

Memb
uruk
dengan
posisi

dengan posisi dengan posisi dengan posisi dengan posisi


fleksi

fleksi

ekstensi

ekstensi

Pinggang

Pinggang

fleksi
Pola
penyeb
aran

Mengi
kuti

Mengikuti

Mengikuti

sampai

sampai

distribu

distribusi

distribusi

pinggul,

pinggul,

si radix

radix saraf

radix saraf

paha, dan

paha, dan

pangkal paha

pangkal paha

Jarang

Jarang

saraf
Penyeb
aran
sampai

Sering

Sering

Sering

bawah
lutut

xxxiv

Ganggu
an
fungsi
sensori

Mungk

Mungkin

Mungkin

Jarang

Jarang

Obyektif

Obyektif

Subyektif

Subyektif

Mungkin ada

Mungkin ada

Jarang

Jarang

Mungkin ada

Mungkin ada

Tidak ada

Tidak ada

Nyeri sampai

Nyeri sampai

Hanya nyeri

Hanya nyeri

tungkai

tungkai

pinggang

pinggang

(+)

(+)

(+)

(-)

(-)

(+)

(-)

(-)

(-)

(-)

in

k
Kelema
han
motorik
Atrofi

Obyekt
if
Mungk
in ada

Ganggu
an
reflex

Mungk
in ada

Ekstens

Nyeri

sampai

tungkai

tungkai

Tanda
ketegan
gan
radix
saraf
Ganggu
an
fungsi
otonom

xxxv

BAB V
RESUME DAN KESIMPULAN

5.1. Rangkuman/ Resume


Nyeri leher adalah nyeri yang dihasilkan dari interaksi yang kompleks
antara otot dan ligamen serta faktor yang berhubungan dengan postur, kebiasaan
tidur, posisi kerja, stress, kelelahan otot kronis, adaptasi postural dari nyeri primer
lain (bahu, sendi temporo mandibular, kranioservikal), atau perubahan degeneratif
dari diskus servikalis dan sendinya. Nyeri leher dapat disebabkan oleh berbagai
macam kelainan seperti spondilosis servikalis, infeksi, neoplasma, rheumatoid
arthritis, tortikolis spasmodik, trauma (WAD), dan fibromialgia.

5.2. Kesimpulan

Nyeri punggung adalah nyeri di bagian lumbar, lumbosacral, atau di daerah


leher. Nyeri ini sangat beragam ketajaman dan intensitasnya. Nyeri punggung
diakibatkan oleh regangan otot atau tekanan pada akar saraf.

Nyeri punggung merupakan masalah klasik manusia yang menyebabkan


banyaknya pengeluaran biaya dan seringnya kunjungan ke dokter. Nyeri
punggung menyebabkan morbiditas yang besar dan sering menyebabkan
individu tidak dapat bekerja.

Nyeri punggung dapat di bedakan berdasarkan lokasi dan penyebabnya yakni


kelainan myelum, kelainan radix, kelainan diskus, kelainan sendi facet, dan
kelainan sendi sacroiliaka.

xxxvi

Nyeri punggung dapat diatasi dengan diagnosis dan tatalaksana yang tepat.
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang baik. Tatalaksana nyeri punggung meliputi terapi
non-farmakologis dan terapi farmakologis.

5.3. Saran
Nyeri pungung merupakan masalah di bidang neurologi yang memiliki
angka kejadian yang cukup sering. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang
lebih mendalam dari praktisi kesehatan terutama yang berada di lini terdepan
untuk mengenali dan

menyaring kasus yang ditemukan di masyarakat agar

penanganan tepat dan cepat dapat segera dilaksanakan. Masih diperlukan


pembahasan lebih lanjut dan mendalam mengenai berbagai kasus neurologi
lainnya.

xxxvii

DAFTAR PUSTAKA

1. http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/back+pain
2. http://www.nhs.uk/conditions/back-pain/Pages/Introduction.aspx
3. Sudirman S, Hargiyanto. Kajian teknologi kesehatan atas perbedaan efek
analgesia dari elektroakupunktur dengan frekuensi rendah, kombinasi, dan
tinggi, pada nyeri punggung bawah. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan 2011;
14(2): 203-208.
4. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, et al. Back and Neck Pain. Dalam
Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th Edition. New York: McGrawHill, 2008.
5. Purba JS, Ng DS. Nyeri punggung bawah: patofisiologi, terapi farmakologi
dan non-farmakologi akupunktur. Medicinus 2008; 21(2): 38-42.
6. en.wikipedia.org/wiki/Back_pain
7. Ropper AH, Brown RH. Pain in the back, neck, and extremities. Dalam Adams
and Victors: Principles of Neurology. Eight Edition. New York: McGrawHill, 2005.
8. Docking RE, Fleming J, Brayne C, et al. Epidemiology of back pain in older
adults: prevalence and risk factors for back pain onset. Rheumatology 2011;
50: 164-1653.
9. Chou R, Qaseem A, Snow V, et al. Diagnosis and treatment of low back pain:
a joint clinical practice guideline from the american college of physicians and
the american pain society. Ann Intern Med 2007; 147: 478-491.
10. Tunjung R. Diagnosis dan penatalaksanaan nyeri punggung bawah
di puskesmas. dokterblog.wordpress.com/2009/05/17/diagnosis-dan-penatalak
sanaan-nyeri-punggung-bawah-di-puskesmas/
11. Feldman DE, Shrier I, Rossignol M, et al. Risk factors for the development of
low back pain in adolescence. Am J Epidemiol 2001; 154(1): 30-36.
12. Yuliana. Low back pain. CDK 2011; 38(4): 270-273.
13. Swenson RS. Therapeutic modalities in the management of nonspecic neck
pain. Phys Med Rehabil Clin N Am 2003; 14: 605627.
14. Douglass AB, Bope ET. Evaluation and treatment of posterior neck pain in
family practice. J Am Board Fam Pract 2004; 17: S1322.
15. Hansen JT, Koeppen BM. Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology.
Teterboro: Icon Custom Communications, 2002.
16. Picavet HSJ, Vlaeyen JWS, Schouten JSAG. Pain catastrophizing and
kinesiophobia: predictors of chronic low back pain. Am J Epidemiol 2002;
156: 10281034.
17. Ehrlich GE. Low back pain. Bulletin of the World Health Organization 2003;
81(9): 671-676.
18. Tomita S, Arphorn S, Muto T, et al. Prevalence and risk factors of low back
pain among thai and myanmar migrant seafood processing factory workers in
Samut Sakorn Province, Thailand. Industrial Health 2010; 48: 283291.
19. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2009.

xxxviii

20. Manchikanti L, Singh V. An algorithmic approach to diagnosis and


management of low back pain. Pain Physician 2001; 4: 597-604.

xxxix

Anda mungkin juga menyukai