NYERI PUNGGUNG
Oleh:
dr. Huldani
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul......................................................................................
ii
Daftar Isi...............................................................................................
iii
iv
10
11
13
14
16
23
29
31
BAB V
33
36
DAFTAR PUSTAKA
ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Penampang Tulang Belakang Potongan Transversal .
iii
7
10
BAB I
PENDAHULUAN
iv
1.2.Rumusan masalah
Tingginya insidensi penyakit ini mengharuskan tingginya kontak pasien
dengan tenaga medis sehingga diperlukan pembelajaran agar kasus seperti ini
dapat ditangani dengan tepat sebagaimana penanganan penyakit lainnya yang
sering ditemui. Dengan demikian, rumusan masalah pada tinjauan pustaka ini
adalah:
1. Bagaimana algoritma diagnosis nyeri punggung yang tepat?
2. Bagaimana algoritma pengelolaan nyeri punggung yang tepat?
1.3.Tujuan
Tinjauan kepustakaan ini bertujuan menjelaskan dasar teori nyeri
punggung yang terdiri atas definisi, klasifikasi, etiologi, epidemiologi, faktor
risiko, patofisiologi, diagnosis, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis.
1.4.Manfaat
Tinjauan pustaka ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada
mahasiswa kedokteran dan praktisi kesehatan agar dapat menegakkan diagnosis
dan memberikan penanganan yang tepat pada kasus nyeri punggung.
vi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Nyeri punggung adalah nyeri yang dirasakan di bagian punggung yang
berasal dari otot, persarafan, tulang, sendi atau struktur lain di daerah tulang
belakang. Tulang belakang adalah suatu kompleks yang menghubungkan jaringan
saraf, sendi, otot, tendon, dan ligamen, dan semua struktur tersebut dapat
menimbulkan rasa nyeri (6). Nyeri punggung diakibatkan oleh regangan otot atau
tekanan pada akar saraf (1). Nyeri punggung adalah masalah yang sering dirasakan
kebanyakan orang dalam hidup mereka. Nyeri punggung biasanya dirasakan
sebagai rasa sakit, tegangan, atau rasa kaku di bagian punggung. Nyeri ini dapat
bertambah buruk dengan postur tubuh yang tidak sesuai pada saat duduk atau
berdiri, cara menunduk yang salah, atau mengangkat barang yang terlalu berat (2).
vii
dilapisi oleh sinovia, diskus intervertebralis yang kompresibel, dan ligamen yang
elastic, yang berperan dalam gerak fleksi, ekstensi, rotasi, dan gerak lateral dari
tulang belakang (7).
Stabilitas tulang belakang tergantung dari integritas korpus vertebrae,
diskus intervertebralis dan struktur penunjang yakni otot dan ligament. Meskipun
ligamen yang menopang tulang belakang sangat kuat, stabilitas tulang belakang
tetap dipengaruhi aktivitas refleks maupun volunteer dari otot sacrospinalis,
abdomen, gluteus maximus, dan otot hamstring (7).
Struktur tulang belakang yang peka terhadap nyeri adalah periosteum
vertebrae, dura, sendi facet, annulus fibrosus dari diskus intervertebralis, vena
epidural, dan ligamentum longitudinal posterior. Gangguan pada berbagai struktur
ini dapat menjelaskan penyebab nyeri punggung tanpa kompresi radix saraf.
Nucleus pulposus dari diskus intervertebral tidak peka terhadap nyeri dalam situasi
yang normal. Tulang belakang regio lumbal dan servikal merupakan struktur yang
paling peka terhadap gerkana dan mudah mengalami trauma (4).
viii
ix
Gambar 2.4. Kompresi Radix Saraf L5 dan S1 oleh Diskus yang Mengalami
Herniasi (4)
2.3. Klasifikasi
Nyeri punggung dapat bersifat akut atau kronik, nyerinya berlangsung terus
menerus atau hilang timbul, nyerinya menetap di suatu tempat atau dapat
menyebar ke area lain. Nyeri punggung dapat bersifat tumpul, atau tajam atau
tertusuk atau sensasi terbakar. Nyerinya dapat menyebar sampai lengan dan tangan
atau betis dan kaki, dan dapat menimbulkan gejala lain selain nyeri. Gejalanya
dapat berupa perasaan geli atau tersetrum, kelemahan, dan mati rasa (6).
Nyeri punggung dapat dibagi secara anatomi, yaitu: nyeri leher, nyeri
punggung bagian tengah, nyeri punggung bagian bawah, dan nyeri pada tulang
ekor. Nyeri punggung dapat dibagi berdasarkan durasi terjadinya, yaitu: akut (12
minggu), kronik (>12 minggu), dan subakut (6-12 minggu) (6). Nyeri punggung
dapat dibagi berdasarkan penyebabnya, yaitu (4) :
1. Nyeri lokal, yang disebabkan oleh regangan struktur yang sensitive terhadap
nyeri yang menekan atau mengiritasi ujung saraf sensoris. Lokasi nyeri dekat
dengan bagian punggung yang sakit.
2. Nyeri alih ke bagian punggung, dapat ditimbulkan oleh bagian visceral
abdomen atau pelvis. Nyeri ini biasanya digambarkan sebagai nyeri abdomen
atau pelvis tetapi dibarengi dengan nyeri punggung dan biasanya tidak
terpengaruh
dengan
posisi
tubuh
tertentu.
Pasien
dapat
juga
xi
xii
2.4. Etiologi
Nyeri punggung dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang terjadi pada
tulang belakang, otot, diskus intervertebralis, sendi, amupun struktur lain yang
menyokong tulang belakang. Kelainan tersebut antara lain (4):
1. Kelainan kongenital/kelainan perkembangan: spondilosis dan spondilolistesis,
kiposkoliosis, spina bifida, gangguan korda spinalis.
2. Trauma minor: regangan, cedera whiplash.
3. Fraktur: traumatik - jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, atraumatik
osteoporosis, infiltrasi neoplastik, steroid eksogen.
4. Herniasi diskus intervertebral.
xiii
2.5. Epidemiologi
Nyeri muskuloskeletal sering terjadi dan sering dikaitkan dengan kecacatan
yang wajar dan biaya kesehatan yang tinggi, dan nyeri punggung merupakan
kelainan muskuloskeletal yang paling sering terjadi. Perkiraan total biaya yang
dikeluarkan untuk mengobati nyeri punggung di Inggris saja pada tahun 2000
menghabiskan dana sebesar 12,3 juta poundsterling. Nyeri punggung
prevalensinya sangat tinggi dan memiliki dampak besar pada lingkungan sosial
dan individu. Penyakit ini menyerang satu dari lima orang dalam waktu yang
xiv
bersamaan dan pada usia 30 tahun setengah populasi akan mengalami paling tidak
satu episode nyeri punggung (8).
Pentingnya nyeri punggung dan leher ditandai sebagai berikut: (a) biaya
yang dihabiskan selama menderita nyeri punggung 100 milyar dollar per tahun,
termasuk biaya kesehatan secara langsung ditambah biaya karena produktivitas
yang menurun, (b) gejala nyeri punggung merupakan penyebab utama disabilitas
pada individu yang berusia <45 tahun, (c) nyeri punggung bawah merupakan
penyebab paling sering kedua untuk berobat ke dokter di Amerika, (d) 1%
populasi Amerika tidak mampu bekerja dalam waktu yang lama karena menderita
nyeri punggung (4).
Nyeri punggung bawah merupakan penyebab tersering kelima seseorang
berobat ke dokter di Amerika. Kira-kira seperempat warga Amerika berusia
dewasa dilaporkan menderita nyeri punggung bawah yang berlangsung paling
tidak seharian penuh dalam 3 bulan terakhir, dan 7,6% warga dilaporkan menderita
1 episode nyeri punggung bawah yang parah dalam waktu 1 tahun. Nyeri
punggung bawah juga sangat mahal pembiayaannya: total biaya kesehatan
tambahan untuk nyeri punggung di Amerika diperkirakan mencapai 26,3 milyar
dollar pada tahun 1998. Sebagai tambahan, biaya yang hilang secara tidak
langsung karena kehilangan waktu bekerja sangat penting, diperkirakan 2% dana
cadangan Amerika dikeluarkan untuk mengatasi cedera punggung (9).
Hasil penelitian yang dilakukan Pokdi Nyeri PERDOSSI (Persatuan Dokter
Saraf Seluruh Indonesia) di Poliklinik Neurologi Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002 menemukan prevalensi penderita NPB
xv
sebanyak 15,6%. Angka ini berada pada urutan kedua tertinggi sesudah sefalgia
dan migren yang mencapai 34,8%. Dari hasil penelitian secara nasional yang
dilakukan di 14 kota di Indonesia juga oleh kelompok studi Nyeri PERDOSSI
tahun 2002 ditemukan 18,13% penderita NPB dengan rata-rata nilai VAS sebesar
5,462,56 yang berarti nyeri sedang sampai berat. Lima puluh persen diantaranya
adalah penderita berumur antara 41-60 tahun (5).
xvi
memegang peranan yang cukup kuat dalam menyebabkan nyeri punggung kronik
(17).
Faktor risiko nyeri pinggang belum sepenuhnya jelas. Faktor risiko yang
paling sering dilaporkan untuk nyeri pinggang adalah beban kerja fisik yang berat
seperti mengangkat, posisi tubuh membungkuk, dan getaran seluruh tubuh. Gaya
hidup juga dianggap sebagai faktor risiko dari nyeri pinggang. Merokok,
kurangnya latihan fisik, dan jam tidur yang pendek meningkatkan risiko nyeri
pinggang. Sebuah tinjauan sistematis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
yang jelas antara konsumsi alkohol dan nyeri pinggang. Hubungan antara nyeri
pinggang dan faktor psikososial juga telah dilaporkan. Pekerja pengolah pangan
diketahui sebagai populasi yang berisiko tinggi mengalami nyeri pinggang karena
mereka bekerja dalam posisi membungkuk, mengangkat bahan yang berat, di
lantai yang basah, dan suhu yang panas (18).
Faktor yang berperan menyebabkan nyeri punggung bawah pada remaja
antara lain: perkembangan yang sangat pesat, kurangnya fleksibilitas dari otot
kuadriceps dan hamstring, bekerja sambil sekolah, dan merokok (11).
2.7. Patofisiologi
Bangunan peka nyeri mengandung reseptor nosiseptif (nyeri) yang
terangsang oleh berbagai stimulus lokal (mekanis, termal, kimiawi). Stimulus ini
akan direspon dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang akan
menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme nyeri merupakan proteksi yang bertujuan
untuk mencegah pergerakan sehingga proses penyembuhan dimungkinkan. Salah
xvii
satu bentuk proteksi adalah spasme otot, yang selanjutnya dapat menimbulkan
iskemia (10).
Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan
terlibatnya berbagai mediator inflamasi; atau nyeri neuropatik yang diakibatkan
lesi primer pada sistem saraf (10).
Iritasi neuropatik pada serabut saraf dapat menyebabkan 2 kemungkinan.
Pertama, penekanan hanya terjadi pada selaput pembungkus saraf yang kaya
nosiseptor dari nervi nevorum yang menimbulkan nyeri inflamasi. Nyeri dirasakan
sepanjang serabut saraf dan bertambah dengan peregangan serabut saraf misalnya
karena pergerakan. Kemungkinan kedua, penekanan mengenai serabut saraf. Pada
kondisi ini terjadi perubahan biomolekuler di mana terjadi akumulasi saluran ion
Na dan ion lainnya. Penumpukan ini menyebabkan timbulnya mechano-hot spot
yang sangat peka terhadap rangsang mekanikal dan termal (10).
Rangsangan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, termik atau suhu,
kimiawi dan campuran, diterima oleh reseptor yang terdiri dari akhiran saraf bebas
yang mempunyai spesifikasi. Di sini terjadi potensial aksi dan impuls ini
diteruskan ke pusat nyeri. Serabut saraf yang berasal dari reseptor ke ganglion
masuk ke kornu posterior dan berganti neuron. Di sini ada dua kelompok neuron,
yaitu: (a) yang berganti neuron di lamina I yang kemudian menyilang linea
mediana membentuk jaras anterolateral yang langsung ke talamus, sistem ini
disebut system neospinotalamik yang menghantarkan rangsangan nyeri secara
cepat. Kelompok (b) bersinaps di lamina V kemudian menyilang linea mediana
membentuk jaras anterolateral dan bersinaps di substantia retikularis batang otak
xviii
2.8. Diagnosis
2.7.1. Anamnesis
Dalam anamnesis perlu diketahui:
1. Awitan
Penyebab mekanis nyeri punggung menyebabkan nyeri mendadak yang timbul
setelah posisi mekanis yang merugikan. Mungkin terjadi robekan otot,
peregangan fasia atau iritasi permukaan sendi. Keluhan karena penyebab lain
timbul bertahap (10).
2. Lama dan frekuensi serangan
Nyeri punggung akibat sebab mekanik berlangsung beberapa hari sampai
beberapa bulan. Herniasi diskus bisa membutuhkan waktu 8 hari sampai
resolusinya. Degenerasi diskus dapat menyebabkan rasa tidak nyaman kronik
dengan eksaserbasi selama 2-4 minggu (10).
3. Lokasi dan penyebaran
Kebanyakan nyeri punggung akibat gangguan mekanis atau medis terutama
terjadi di daerah lumbosakral. Nyeri yang menyebar ke tungkai bawah atau
xix
hanya di tungkai bawah mengarah ke iritasi akar saraf. Nyeri yang menyebar
ke tungkai juga dapat disebabkan peradangan sendi sakroiliaka. Nyeri
psikogenik tidak mempunya pola penyebaran yang tetap (10).
4. Faktor yang memperberat/memperingan
Pada lesi mekanis keluhan berkurang saat istirahat dan bertambah saat
aktivitas. Pada penderita HNP duduk agak bungkuk memperberat nyeri. Batuk,
bersin atau manuver valsava akan memperberat nyeri. Pada penderita tumor,
nyeri lebih berat atau menetap jika berbaring (10).
5. Kualitas/intensitas
Penderita perlu menggambarkan intensitas nyeri serta dapat
membandingkannya dengan berjalannya waktu. Harus dibedakan antara nyeri
punggung dengan nyeri tungkai, mana yang lebih dominan dan intensitas dari
masing-masing nyerinya, yang biasanya merupakan nyeri radikuler. Nyeri
pada tungkai yang lebih banyak dari pada nyeri punggung dengan rasio 8020% menunjukkan adanya radikulopati dan mungkin memerlukan suatu
tindakan operasi. Bila nyeri nyeri punggung lebih banyak daripada nyeri
tungkai, biasanya tidak menunjukkan adanya suatu kompresi radiks dan juga
biasanya tidak memerlukan tindakan operatif. Gejala nyeri punggung yang
sudah lama dan intermiten, diselingi oleh periode tanpa gejala merupakan
gejala khas dari suatu NPB yang terjadinya secara mekanis.
Walaupun suatu tindakan atau gerakan yang mendadak dan berat, yang
biasanya berhubungan dengan pekerjaan, bisa menyebabkan suatu NPB,
xx
namun sebagian besar episode herniasi diskus terjadi setelah suatu gerakan
yang relatif sepele, seperti membungkuk atau memungut barang yang enteng.
Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang bisa menyebabkan
bertambahnya nyeri NPB, yaitu duduk dan mengendarai mobil dan nyeri
biasanya berkurang bila tiduran atau berdiri, dan setiap gerakan yang bisa
menyebabkan meningginya tekanan intra-abdominal akan dapat menambah
nyeri, juga batuk, bersin dan mengejan sewaktu defekasi.
Selain nyeri oleh penyebab mekanik ada pula nyeri non-mekanik. Nyeri pada
malam hari bisa merupakan suatu peringatan, karena bisa menunjukkan adanya
suatu kondisi terselubung seperti adanya suatu keganasan ataupun infeksi(10).
2.7.2. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi :
Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat
nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya
skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh
spasme otot paravertebral (10).
Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:
xxi
2. Palpasi :
Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan
suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay).
Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan
menekan pada ruangan intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke
kanan ke kiri prosesus spinosus sambil melihat respons pasien. Pada
spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan (step-off) pada
palpasi di tempat/level yang terkena. Penekanan dengan jari jempol pada
prosesus spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra.
Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan neurologis.
xxii
Refleks yang menurun atau menghilang secara simetris tidak begitu berguna
pada diagnosis NPB dan juga tidak dapat dipakai untuk melokalisasi level
kelainan, kecuali pada sindroma kauda ekuina atau adanya neuropati yang
bersamaan. Refleks patella terutama menunjukkan adanya gangguan dari
radiks L4 dan kurang dari L2 dan L3. Refleks tumit predominan dari S1.
Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada
hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron
(UMN). Dari pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan yang
berupa UMN atau LMN (10).
3. Pemeriksaan motoris : harus dilakukan dengan seksama dan harus
dibandingkan kedua sisi untuk menemukan abnormalitas motoris yang
seringan mungkin dengan memperhatikan miotom yang mempersarafinya (10).
4. Pemeriksaan sensorik : Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena
membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap penting
arti diagnostiknya dalam membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai
dermatom yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna dalam
menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris (10).
5. Tanda-tanda rangsangan meningeal :
xxiii
dan nyeri akan berkurang bila lutut dalam keadaan fleksi. Terdapat
modifikasi tes ini dengan mengangkat tungkai dengan lutut dalam keadaan
ekstensi (stright leg rising). Modifikasi-modifikasi tanda laseque yang lain
semua dianggap positif bila menyebabkan suatu nyeri radikuler. Cara
laseque yang menimbulkan nyeri pada tungkai kontra lateral merupakan
tanda kemungkinan herniasi diskus.
Pada tanda laseque, makin kecil sudut yang dibuat untuk menimbulkan
nyeri makin besar kemungkinan kompresi radiks sebagai penyebabnya.
Demikian juga dengan tanda laseque kontralateral. Tanda Laseque adalah
tanda pre-operatif yang terbaik untuk suatu HNP, yang terlihat pada 96,8%
dari 2157 pasien yang secara operatif terbukti menderita HNP dan pada
hernia yang besar dan lengkap tanda ini malahan positif pada 96,8%
pasien. Harus diketahui bahwa tanda Laseque berhubungan dengan usia
dan tidak begitu sering dijumpai pada penderita yang tua dibandingkan
dengan yang muda (<30 tahun).
Tes Bragard: Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama
seperti tes laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki.
Tes Sicard: Sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari
kaki.
xxiv
Tes valsava: Pasien diminta mengejan/batuk dan dikatakan tes positif bila
timbul nyeri (10).
Foto rontgen (lebih bagus jika pasien dalam keadaan berdiri) pada posisi
anteroposterior, lateral, dan oblique sering dilakukan untuk pemeriksaan
rutin nyeri pinggang dan sciatica. Gambaran radiologis sering terlihat
normal
atau
kadang-kadang
dijumpai
penyempitan
ruang
diskus
CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level
neurologis telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang (10).
xxv
MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan
menunjukkan berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli
bedah ortopedi tetap memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus
mana yang paling terkena (10).
MRI sangat berguna bila: vertebra dan level neurologis belum jelas,
kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak,
untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi, kecurigaan
karena infeksi atau neoplasma.
untuk
menentukan
lokalisasi
lesi
pre-operatif
dan
2.9. Penatalaksanaan
2.8.1. Terapi Non Farmakologis
1. Aktivitas: lakukan aktivitas normal. Penting untuk melanjutkan kerja
seperti biasanya.
2. Tirah baring: tidak dianjurkan sebagai
kasus dapat dilakukan tirah baring 2-3 hari pertama untuk mengurangi
nyeri.
3.
xxvi
pemanas
(kering
atau
lembab),
pemanas
inframerah,
xxvii
xxviii
efeknya minimal dengan efek samping yang lebih besar. Efek tertinggi
terjadi dalam 4 hari pertama terapi. Kesimpulan serupa juga sama untuk
obat lain yang sejenis. Baclofen dan Tizanidine memiliki lebih sedikit
potensi kecanduan daripada relaksan otot lainnya. Relaksan otot tidak
dianjurkan untuk WAD fase akut karena bukti tentang manfaatnya
masih belum jelas.
4. Opioid
Sebuah badan literatur ekstensif melaporkan efektivitas jangka pendek
opioid dalam berbagai sindrom nyeri (rekomendasi A). Namun, tidak
ada penelitian acak berkualitas tinggi untuk menunjukkan manfaat dan
keamanan opioid jangka panjang untuk setiap indikasi pemberiannya.
Kegunaan opioid pada nyeri leher harus seimbang dengan efek samping
yang ditimbulkan seperti sembelit, sedasi, dan ketergantungan. Beberapa
pihak mendukung penggunaan opioid dalam berbagai sindrom nyeri
ketika strategi lain tidak melngurangi rasa sakit secara adekuat, dan ada
bukti jelas bahwa obat ini tidak merugikan pasien dan memberikan
peningkatan yang signifikan dan berkelanjutan.
5. Antidepresan ajuvan dan Antikonvulsan
Meskipun tidak ada penelitian acak berkualitas terkontrol untuk
penggunaan agen ini secara khusus pada nyeri leher, penggunaannya,
terutama dalam nyeri kronis dan neuropatik, secara didukung secara luas
oleh berbagai literatur (rekomendasi A). Juga harus dicatat bahwa dalam
xxix
xxx
xxxi
BAB III
ALGORITMA NYERI PUNGGUNG
Nyeri leher
Anamnesis dan
Pemeriksaan fisik
Evaluasi awal
WAD
Foto
rontgen
Radikulopat
i
Nyeri leher
aksial
Imobilisasi
dan
konsultasi
segera
Infeksi atau
neoplasma
Pemeriksaan
Lab dan
pencitraan
Konsultasi
1-2
minggu
Pertimbangkan penggunaan
opioid, antidepresan, dan
modalitas fisik
4-6 minggu
Antidepresan dan
antikonvulsan
pertimbangkan MRI
Foto rontgen
xxxii
Mielopati
MR
I
Konsultasi
Nyeri (+)
Gejala Sendi
Sakroiliaka (-)
Gejala Sendi
Sakroiliaka (+)
Diskografi
Provokatif
Injeksi Sendi
Sacroiliaka
Nyeri (-)
Diagnosis: Nyeri
Diskogenik
Blok Sendi
Sacroiliaka (+)
Diagnosis: Nyeri
Sendi Sacroiliaka
Nyeri (+)
Diagnosis: Nyeri
Diskogenik
xxxiii
Blok Sendi
Sacroiliaka (-)
Diskografi
Provokatif
Nyeri (-)
Injeksi
Epidural
BAB IV
TABEL KOMPARASI
Myelu
Diskus
Sendi Facet
Tajam
Tajam
Tajam
Dalam
Dalam
Mudah
Mudah
Mudah
Sulit
Sulit
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
Luas
Luas
Luas
Sempit
Sempit
Punggung>T
Punggung>T
m
Kualita
s Nyeri
Lokalis
asi
Parestes
ia
Area
Kepara
han
Modifik
asi
Sendi
Radix
Leher
Tungkai>Pun Tungkai>Pun
Sacroiliaka
ggung
ggung
ungkai
ungkai
Memburuk
Memburuk
Memburuk
Memburuk
Memb
uruk
dengan
posisi
fleksi
ekstensi
ekstensi
Pinggang
Pinggang
fleksi
Pola
penyeb
aran
Mengi
kuti
Mengikuti
Mengikuti
sampai
sampai
distribu
distribusi
distribusi
pinggul,
pinggul,
si radix
radix saraf
radix saraf
paha, dan
paha, dan
pangkal paha
pangkal paha
Jarang
Jarang
saraf
Penyeb
aran
sampai
Sering
Sering
Sering
bawah
lutut
xxxiv
Ganggu
an
fungsi
sensori
Mungk
Mungkin
Mungkin
Jarang
Jarang
Obyektif
Obyektif
Subyektif
Subyektif
Mungkin ada
Mungkin ada
Jarang
Jarang
Mungkin ada
Mungkin ada
Tidak ada
Tidak ada
Nyeri sampai
Nyeri sampai
Hanya nyeri
Hanya nyeri
tungkai
tungkai
pinggang
pinggang
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
in
k
Kelema
han
motorik
Atrofi
Obyekt
if
Mungk
in ada
Ganggu
an
reflex
Mungk
in ada
Ekstens
Nyeri
sampai
tungkai
tungkai
Tanda
ketegan
gan
radix
saraf
Ganggu
an
fungsi
otonom
xxxv
BAB V
RESUME DAN KESIMPULAN
5.2. Kesimpulan
xxxvi
Nyeri punggung dapat diatasi dengan diagnosis dan tatalaksana yang tepat.
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang baik. Tatalaksana nyeri punggung meliputi terapi
non-farmakologis dan terapi farmakologis.
5.3. Saran
Nyeri pungung merupakan masalah di bidang neurologi yang memiliki
angka kejadian yang cukup sering. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang
lebih mendalam dari praktisi kesehatan terutama yang berada di lini terdepan
untuk mengenali dan
xxxvii
DAFTAR PUSTAKA
1. http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/back+pain
2. http://www.nhs.uk/conditions/back-pain/Pages/Introduction.aspx
3. Sudirman S, Hargiyanto. Kajian teknologi kesehatan atas perbedaan efek
analgesia dari elektroakupunktur dengan frekuensi rendah, kombinasi, dan
tinggi, pada nyeri punggung bawah. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan 2011;
14(2): 203-208.
4. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, et al. Back and Neck Pain. Dalam
Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th Edition. New York: McGrawHill, 2008.
5. Purba JS, Ng DS. Nyeri punggung bawah: patofisiologi, terapi farmakologi
dan non-farmakologi akupunktur. Medicinus 2008; 21(2): 38-42.
6. en.wikipedia.org/wiki/Back_pain
7. Ropper AH, Brown RH. Pain in the back, neck, and extremities. Dalam Adams
and Victors: Principles of Neurology. Eight Edition. New York: McGrawHill, 2005.
8. Docking RE, Fleming J, Brayne C, et al. Epidemiology of back pain in older
adults: prevalence and risk factors for back pain onset. Rheumatology 2011;
50: 164-1653.
9. Chou R, Qaseem A, Snow V, et al. Diagnosis and treatment of low back pain:
a joint clinical practice guideline from the american college of physicians and
the american pain society. Ann Intern Med 2007; 147: 478-491.
10. Tunjung R. Diagnosis dan penatalaksanaan nyeri punggung bawah
di puskesmas. dokterblog.wordpress.com/2009/05/17/diagnosis-dan-penatalak
sanaan-nyeri-punggung-bawah-di-puskesmas/
11. Feldman DE, Shrier I, Rossignol M, et al. Risk factors for the development of
low back pain in adolescence. Am J Epidemiol 2001; 154(1): 30-36.
12. Yuliana. Low back pain. CDK 2011; 38(4): 270-273.
13. Swenson RS. Therapeutic modalities in the management of nonspecic neck
pain. Phys Med Rehabil Clin N Am 2003; 14: 605627.
14. Douglass AB, Bope ET. Evaluation and treatment of posterior neck pain in
family practice. J Am Board Fam Pract 2004; 17: S1322.
15. Hansen JT, Koeppen BM. Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology.
Teterboro: Icon Custom Communications, 2002.
16. Picavet HSJ, Vlaeyen JWS, Schouten JSAG. Pain catastrophizing and
kinesiophobia: predictors of chronic low back pain. Am J Epidemiol 2002;
156: 10281034.
17. Ehrlich GE. Low back pain. Bulletin of the World Health Organization 2003;
81(9): 671-676.
18. Tomita S, Arphorn S, Muto T, et al. Prevalence and risk factors of low back
pain among thai and myanmar migrant seafood processing factory workers in
Samut Sakorn Province, Thailand. Industrial Health 2010; 48: 283291.
19. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2009.
xxxviii
xxxix