Anda di halaman 1dari 88

OBAT JAMUR KULIT

Umumnya, obat jamur kulit ini bekerja menghambat jamur dengan mengganggu aktivitas
sel jamur sehingga menjadi rusak. Obat jamur kulit diberikan berupa krim atau salep
yang dapat dioleskan langsung pada daerah yang terinfeksi jamur. Namun, suatu obat
jamur secara sistemik diperlukan sebagai tambahan bila infeksi sudah meluas.
I.

Penggolongan obat Jamur Kulit


Obat jamur kulit yang ada di Indonesia , antara lain:
1.

Griseofulvin
Obat ini efektif untuk infeksi jamur di kulit, rambut, dan kuku yang
disebabkan berbagai jamur dermatofit seperti Trichophyton,
Epidermophyton, dan Microsporum. Griseofulvin bekerja dengan
menghambat mitoisi jamur dengan mengikat protein mikrotubuler dalam
sel.

2.

Imidazol dan Triazol


Obat jamur golongan imidazol mempunyai spektrum yang luas. Kelompok
ini adalah mikonazol, klotrimazol, ekonazol, isokonazol, tiokonazol, dan
bifonazol. Angka penyembuhan tinea pedis dengan mikonazol sebesar
95%.

3.

Tolnaftat
Tolnaftat merupakan suatu tiokarbamat yang efektif untuk sebagian besar
dermatofitosis yang disebabkan T. Rubrum, T. metagrophites, T. tonsurans,
E. Floccosum, M.canis, M. Auduoini dan P.orbiculare tapi tidak efektif
terhadap candida. Angka penyembuhan tolnaftat pada tinea pedis sebesar
80%.

4.

Nistatin
Obat ini merupakan suatu antibiotik polien yang dihasilkan oleh
Streptomyces noursei. Nistatin terutama digunakan infeksi kandida di
kulit, selaput lendir dan saluran cerna.

5.

Lainnya
kandisidin, asam benzoat dan asam salisilat, asam uindesilat, haloprogin,
natamisin, siklopiroks olamin.

II.

Infeksi jamur kulit

Infeksi jamur kulit kerap diderita oleh masyarakat yang tinggal di negara beriklim
tropis. Indonesia memiliki iklim tropis yang berakibat suhu udara yang panas dan
lembab sehingga menguntungkan bagi pertumbuhan organisme seperti jamur dan
parasit.
Jamur dapat tumbuh pada daerah kulit manusia yang lembab misalnya ketiak,
selangkangan, sela jemari kaki, lipatan kulit yang lembab, di bawah lipatan
payudara, atau di lipatan bokong. Bagian-bagian kulit tersebut selain lembab,
sering tidak kering setiap kali habis mandi.
Infeksi jamur sendiri dibedakan menurut lokasi bersarangnya sebagai berikut;
1.
2.
3.
4.
5.

6.

7.

8.

9.

Tinea capitis bila menyerang kulit kepala, rambut, alis, dan bulu mata.
Tinea barbae yang singgah di dagu dan pipi yang biasa ditumbuhi cambang.
Tinea manuum yang mendarat di tangan dan telapak tangan.
Tinea unguinum bisa menyerang kuku hingga rusak, rapuh, dan bentuknya tak
lagi normal. Di bagian bawah kuku bakal menumpuk sisa jaringan kuku rapuh.
Tinea pedis yang menyelip di sela-sela jari dan telapak kaki, dikenal juga dengan
athlete's foot, ringworm of the foot, kutu air atau rangen kata orang Jawa, paling
sering bercokol di antara jari ke-4 dan ke-5, yang kerap meluas ke bawah jari dan
sela jari-jari lain.
Pityriasis versicolor alias panu, yang kerap muncul dibadan, ketiak, lipatan paha,
lengan, tungkai atas, leher, wajah, dan kulit kepala. Bentuknya berupa bercak
bersisik halus putih hingga kecokelatan. Panu merupakan penyakit jamur
permukaan menahun dan tak memberikan keluhan berarti.
Tinea corporis atau kadas (kurap) timbul di leher atau badan, ditandai dengan
munculnya bercak bulat atau lonjong, berbatas tegas antara yang kemerahan,
bersisik, dan berbintil. Daerah tengahnya biasanya lebih "tenang", tak berbintil.
Bila dibiarkan, bisa menjadi penyakit menahun, keluhannya pun jadi samar-samar
hingga menimbulkan infeksi bakteri.
Tinea cruris atau infeksi jamur di lipatan paha, daerah bawah perut, kelamin luar,
selangkangan, dan sekitar anus. Penyakit yang satu ini kerap dianggap enteng,
karena lebih enak digaruk ketimbang diobati. Tak jarang jamur selangkangan ini
wujudnya menjadi tak karuan. Kulit selangkangan pun lebih legam, meradang dan
basah bergetah, terutama jika jamur sudah ditunggangi infeksi oleh kuman lain.
Candidosis. Infeksi jamur Candida sp. ini banyak menyerang kulit dan vagina
kaum hawa. Umumnya tak berbahaya, meski dapat meradang. Kehadirannya
ditandai dengan penebalan kulit, dadih putih bak kotoran, peradangan, dan sakit
saat buang air kecil atau senggama.
Penyakit jamur dapat berlangsung selama bertahun-tahun. Setelah diobati dengan
obat jamur, biasanya penyakit akan mereda, tapi kemudian kambuh lagi. Hal ini
yang menimbulkan persepsi bahwa penyakit jamur sukar disembuhkan.

Sebenarnya penyakit jamur bisa disembuhkan. Hanya saja jamur kulit sering tidak diobati
sampai tuntas dan salah memilih obat antijamur. Untuk pemilihan obat jamur dan anti

parasit topikal yang tepat ada baiknya anda periksakan diri dan konsultasi ke dokter
spesialis kulit.
Di apotik online medicastore anda dapat mencari obat jamur dan anti parasit topikal yang
berbeda dengan isi yang sama secara mudah dengan mengetikkan di search engine
medicastore. Sehingga anda dapat memilih dan beli obat kulit sesuai dengan kemampuan
anda.

Inflamasi / Radang
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
-->
Definisi
Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera
atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung
(sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu (Dorland, 2002).
Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi
kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan agen
yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen menyebar lebih luas. Reaksireaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki atau diganti
dengan jaringan baru. Rangkaian reaksi ini disebut radang (Rukmono, 1973).
Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti
oleh radang adalah kuman (mikroorganisme), benda (pisau, peluru, dsb.), suhu (panas
atau dingin), berbagai jenis sinar (sinar X atau sinar ultraviolet), listrik, zat-zat kimia, dan

lain-lain. Cedera radang yang ditimbulkan oleh berbagai agen ini menunjukkan proses
yang mempunyai pokok-pokok yang sama, yaitu terjadi cedera jaringan berupa
degenerasi (kemunduran) atau nekrosis (kematian) jaringan, pelebaran kapiler yang
disertai oleh cedera dinding kapiler, terkumpulnya cairan dan sel (cairan plasma, sel
darah, dan sel jaringan) pada tempat radang yang disertai oleh proliferasi sel jaringan
makrofag dan fibroblas, terjadinya proses fagositosis, dan terjadinya perubahanperubahan imunologik (Rukmono, 1973).
Secara garis besar, peradangan ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah
lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan, kenaikan
permeabilitas kapiler disertai dengan kebocoran cairan dalam jumlah besar ke dalam
ruang interstisial, pembekuan cairan dalam ruang interstisial yang disebabkan oleh
fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam jumlah berlebihan, migrasi
sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan, dan pembengkakan sel
jaringan. Beberapa produk jaringan yang menimbulkan reaksi ini adalah histamin,
bradikinin, serotonin, prostaglandin, beberapa macam produk reaksi sistem komplemen,
produk reaksi sistem pembekuan darah, dan berbagai substansi hormonal yang disebut
limfokin yang dilepaskan oleh sel T yang tersensitisasi (Guyton & Hall, 1997).
Tanda-tanda radang (makroskopis)
Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau.
Tanda-tanda radang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup pada abad
pertama sesudah Masehi, sudah dikenal dan disebut tanda-tanda radang utama. Tandatanda radang ini masih digunakan hingga saat ini. Tanda-tanda radang mencakup rubor
(kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit), dan tumor (pembengkakan). Tanda pokok
yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu functio laesa (perubahan fungsi)
(Abrams, 1995; Rukmono, 1973; Mitchell & Cotran, 2003).
Umumnya, rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah
yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola
yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah mengalir ke
mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah.
Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena
peradangan akut (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).

Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor
disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki suhu
37oC disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak daripada ke
daerah normal (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang
ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat
merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat
pembengkakan jaringan yang meradang (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan
oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial.
Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat
meradang (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland,
2002). Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi
belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang
meradang (Abrams, 1995).
Mekanisme radang
1. Radang akut
Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang
didesain untuk mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan
berbagai mikroba yang menginvasi dan memulai proses pembongkaran jaringan
nekrotik. Terdapat 2 komponen utama dalam proses radang akut, yaitu perubahan
penampang dan struktural dari pembuluh darah serta emigrasi dari leukosit.
Perubahan penampang pembuluh darah akan mengakibatkan meningkatnya aliran
darah dan terjadinya perubahan struktural pada pembuluh darah mikro akan
memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit
yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan selanjutnya
berakumulasi di lokasi cedera (Mitchell & Cotran, 2003).

Segera setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang mungkin didahului
oleh vasokonstriksi singkat. Sfingter prakapiler membuka dengan akibat aliran
darah dalam kapiler yang telah berfungsi meningkat dan juga dibukanya anyaman
kapiler yang sebelumnya inaktif. Akibatnya anyaman venular pasca kapiler melebar
dan diisi darah yang mengalir deras. Dengan demikian, mikrovaskular pada lokasi
jejas melebar dan berisi darah terbendung. Kecuali pada jejas yang sangat ringan,
bertambahnya aliran darah (hiperemia) pada tahap awal akan disusul oleh
perlambatan aliran darah, perubahan tekanan intravaskular dan perubahan pada
orientasi unsur-unsur berbentuk darah terhadap dinding pembuluhnya. Perubahan
pembuluh darah dilihat dari segi waktu, sedikit banyak tergantung dari parahnya
jejas. Dilatasi arteriol timbul dalam beberapa menit setelah jejas. Perlambatan dan
bendungan tampak setelah 10-30 menit (Robbins & Kumar, 1995).
Peningkatan permeabilitas vaskuler disertai keluarnya protein plasma dan
sel-sel darah putih ke dalam jaringan disebut eksudasi dan merupakan gambaran
utama reaksi radang akut. Vaskulatur-mikro pada dasarnya terdiri dari saluransaluran yang berkesinambungan berlapis endotel yang bercabang-cabang dan
mengadakan anastomosis. Sel endotel dilapisi oleh selaput basalis yang
berkesinambungan (Robbins & Kumar, 1995).
Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan
keluar ke dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal ini berakibat
meningkatnya konsentrasi protein plasma dan menyebabkan tekanan osmotik
koloid bertambah besar, dengan menarik kembali cairan pada pangkal kapiler
venula. Pertukaran normal tersebut akan menyisakan sedikit cairan dalam jaringan
interstisial yang mengalir dari ruang jaringan melalui saluran limfatik. Umumnya,
dinding kapiler dapat dilalui air, garam, dan larutan sampai berat jenis 10.000 dalton
(Robbins & Kumar, 1995).
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di
atas 1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah putih
yang melakukan emigrasi. Cairan ini tertimbun sebagai akibat peningkatan
permeabilitas vaskuler (yang memungkinkan protein plasma dengan molekul besar
dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik intravaskular sebagai akibat

aliran darah lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit leukosit yang
menyebabkan emigrasinya (Robbins & Kumar, 1995).
Penimbunan sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada lokasi
jejas, merupakan aspek terpenting reaksi radang. Sel-sel darah putih mampu
memfagosit bahan yang bersifat asing, termasuk bakteri dan debris sel-sel nekrosis,
dan enzim lisosom yang terdapat di dalamnya membantu pertahanan tubuh dengan
beberapa cara. Beberapa produk sel darah putih merupakan penggerak reaksi
radang, dan pada hal-hal tertentu menimbulkan kerusakan jaringan yang berarti
(Robbins & Kumar, 1995).
Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan
sel-sel darah merah menggumpal dan membentuk agregat-agregat yang lebih
besar daripada leukosit sendiri. Menurut hukum fisika aliran, massa sel darah
merah akan terdapat di bagian tengah dalam aliran aksial, dan sel-sel darah putih
pindah ke bagian tepi (marginasi). Mula-mula sel darah putih bergerak dan
menggulung pelan-pelan sepanjang permukaan endotel pada aliran yang tersendat
tetapi kemudian sel-sel tersebut akan melekat dan melapisi permukaan endotel
(Robbins & Kumar, 1995).
Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar
dari pembuluh darah. Tempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antar-sel
endotel. Walaupun pelebaran pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi leukosit,
tetapi leukosit mampu menyusup sendiri melalui pertemuan antar-sel endotel yang
tampak tertutup tanpa perubahan nyata (Robbins & Kumar, 1995).
Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju ke arah
utama lokasi jejas. Migrasi sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh
pengaruh-pengaruh kimia yang dapat berdifusi disebut kemotaksis. Hampir semua
jenis sel darah putih dipengaruhi oleh faktor-faktor kemotaksis dalam derajat yang
berbeda-beda. Neutrofil dan monosit paling reaktif terhadap rangsang kemotaksis.
Sebaliknya

limfosit

bereaksi

lemah.

Beberapa

faktor

kemotaksis

dapat

mempengaruhi neutrofil maupun monosit, yang lainnya bekerja secara selektif


terhadap beberapa jenis sel darah putih. Faktor-faktor kemotaksis dapat endogen

berasal dari protein plasma atau eksogen, misalnya produk bakteri (Robbins &
Kumar, 1995).
Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses fagositosis.
Meskipun sel-sel fagosit dapat melekat pada partikel dan bakteri tanpa didahului
oleh suatu proses pengenalan yang khas, tetapi fagositosis akan sangat ditunjang
apabila mikroorganisme diliputi oleh opsonin, yang terdapat dalam serum (misalnya
IgG, C3). Setelah bakteri yang mengalami opsonisasi melekat pada permukaan,
selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan meliputi partikel, berdampak pada
pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini terletak pada vesikel sitoplasma
yang masih terikat pada selaput sel, disebut fagosom. Meskipun pada waktu
pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap, granula-granula sitoplasma
neutrofil menyatu dengan fagosom dan melepaskan isinya ke dalamnya, suatu
proses yang disebut degranulasi. Sebagian besar mikroorganisme yang telah
mengalami pelahapan mudah dihancurkan oleh fagosit yang berakibat pada
kematian mikroorganisme. Walaupun beberapa organisme yang virulen dapat
menghancurkan leukosit (Robbins & Kumar, 1995).
2. Radang kronis
Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang
(berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan dari
inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan. Perbedaannya dengan radang
akut, radang akut ditandai dengan perubahan vaskuler, edema, dan infiltrasi
neutrofil dalam jumlah besar. Sedangkan radang kronik ditandai oleh infiltrasi sel
mononuklir (seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi jaringan, dan
perbaikan (meliputi proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis)
(Mitchell & Cotran, 2003).
Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul
menyusul radang akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan
radang akut menjadi radang kronik berlangsung bila respon radang akut tidak dapat
reda, disebabkan agen penyebab jejas yang menetap atau terdapat gangguan pada
proses penyembuhan normal. Ada kalanya radang kronik sejak awal merupakan
proses primer. Sering penyebab jejas memiliki toksisitas rendah dibandingkan

dengan penyebab yang menimbulkan radang akut. Terdapat 3 kelompok besar yang
menjadi penyebabnya, yaitu infeksi persisten oleh mikroorganisme intrasel tertentu
(seperti basil tuberkel, Treponema palidum, dan jamur-jamur tertentu), kontak lama
dengan bahan yang tidak dapat hancur (misalnya silika), penyakit autoimun. Bila
suatu radang berlangsung lebih lama dari 4 atau 6 minggu disebut kronik. Tetapi
karena banyak kebergantungan respon efektif tuan rumah dan sifat alami jejas,
maka batasan waktu tidak banyak artinya. Pembedaan antara radang akut dan
kronik sebaiknya berdasarkan pola morfologi reaksi (Robbins & Kumar, 1995).
Mediator kimia peradangan
Bahan kimia yang berasal dari plasma maupun jaringan merupakan rantai
penting antara terjadinya jejas dengan fenomena radang. Meskipun beberapa cedera
langsung merusak endotelium pembuluh darah yang menimbulkan kebocoran protein
dan cairan di daerah cedera, pada banyak kasus cedera mencetuskan pembentukan
dan/atau pengeluaran zat-zat kimia di dalam tubuh. Banyak jenis cedera yang dapat
mengaktifkan mediator endogen yang sama, yang dapat menerangkan sifat stereotip
dari respon peradangan terhadap berbagai macam rangsang. Karena pola dasar radang
akut stereotip, tidak tergantung jenis jaringan maupun agen penyebab pada hakekatnya
menyertai mediator-mediator kimia yang sama yang tersebar luas dalam tubuh.
Beberapa mediator dapat bekerja bersama, sehingga memberi mekanisme biologi yang
memperkuat kerja mediator. Radang juga memiliki mekanisme kontrol yaitu inaktivasi
mediator kimia lokal yang cepat oleh sistem enzim atau antagonis (Abrams, 1995;
Robbins & Kumar, 1995).
Cukup banyak substansi yang dikeluarkan secara endogen telah dikenal sebagai
mediator dari respon peradangan. Identifikasinya saat ini sulit dilakukan. Walaupun
daftar mediator yang diusulkan panjang dan kompleks, tetapi mediator yang lebih
dikenal dapat digolongkan menjadi golongan amina vasoaktif (histamin dan serotonin),
protease plasma (sistem kinin, komplemen, dan koagulasi fibrinolitik), metabolit asam
arakidonat (leukotrien dan prostaglandin), produk leukosit (enzim lisosom dan limfokin),
dan berbagai macam mediator lainnya (misal, radikal bebas yang berasal dari oksigen
dan faktor yang mengaktifkan trombosit) (Abrams, 1995; Robbins & Kumar, 1995).
1. Amina vasoaktif

Amina vasoaktif yang paling penting adalah histamin. Sejumlah besar


histamin disimpan dalam granula sel jaringan penyambung yang disebut sel mast.
Histamin tersebar luas dalam tubuh. Histamin juga terdapat dalam sel basofil dan
trombosit. Histamin yang tersimpan merupakan histamin yang tidak aktif dan baru
menampilkan efek vaskularnya bila dilepaskan. Stimulus yang dapat menyebabkan
dilepaskannya histamin adalah jejas fisik (misal trauma atau panas), reaksi
imunologi (meliputi pengikatan antibodi IgE terhadap reseptor Fc pada sel mast),
fragment komplemen C3a dan C5a (disebut anafilaktosin), protein derivat leukosit
yang melepaskan histamin, neuropeptida (misal, substansi P), dan sitokin tertentu
(misal, IL-1 dan IL-8) (Mitchell & Cotran, 2003; Robbins & Kumar, 1995; Abrams,
1995).
Pada manusia, histamin menyebabkan dilatasi arteriola, meningkatkan
permeabilitas venula, dan pelebaran pertemuan antar-sel endotel. Histamin bekerja
dengan mengikatkan diri pada reseptor-reseptor histamin jenis H-1 yang ada pada
endotel pembuluh darah. Pada perannya dalam fenomena vaskular, histamin juga
dilaporkan merupakan bahan kemotaksis khas untuk eosinofil. Segera setelah
dilepaskan oleh sel mast, histamin dibuat menjadi inaktif oleh histaminase.
Antihistamin merupakan obat yang dibuat untuk menghambat efek mediator dari
histamin. Perlu diketahui bahwa obat antihistamin hanya dapat menghambat tahap
dini peningkatan permeabilitas vaskular dan histamin tidak berperan pada tahap
tertunda yang dipertahankan pada peningkatan permeabilitas (Mitchell & Cotran,
2003; Robbins & Kumar, 1995; Abrams, 1995).
Serotonin (5-hidroksitriptamin) juga merupakan suatu bentuk mediator
vaasoaktif. Serotonin ditemukan terutama di dalam trombosit yang padat granula
(bersama dengan histamin, adenosin difosfat, dan kalsium). Serotonin dilepaskan
selama agregasi trombosit. Serotonin pada binatang pengerat memiliki efek yang
sama seperti halnya histamin, tetapi perannya sebagai mediator pada manusia tidak
terbukti (Mitchell & Cotran, 2003; Robbins & Kumar, 1995).
2. Protease plasma
Berbagai macam fenomena dalam respon radang diperantarai oleh tiga
faktor plasma yang saling berkaitan yaitu sistem kinin, pembekuan, dan

komplemen. Seluruh proses dihubungkan oleh aktivasi awal oleh faktor Hageman
(disebut juga faktor XII dalam sistem koagulasi intrinsik). Faktor XII adalah suatu
protein yang disintesis oleh hati yang bersirkulasi dalam bentuk inaktif hingga
bertemu kolagen, membrana basalis, atau trombosit teraktivasi di lokasi jejas
endotelium.

Dengan

bantuan

kofaktor

high-molecular-weight

kininogen

(HMWK)/kininogen berat molekul tinggi, faktor XII kemudian mengalami perubahan


bentuk menjadi faktor XIIa. Faktor XIIa dapat membongkar pusat serin aktif yang
dapat memecah sejumlah substrat protein (Mitchell & Cotran, 2003).
Aktivasi sistem kinin pada akhirnya menyebabkan pembentukan bradikinin.
Bradikinin merupakan polipeptida yang berasal dari plasma sebagai prekursor yang
disebut HMWK. Prekursor glikoprotein ini diuraikan oleh enzim proteolitik kalikrein.
Kalikrein sendiri berasal dari prekursornya yaitu prekalikrein yang diaktifkan oleh
faktor XIIa. Seperti halnya histamin, bradikinin menyebabkan dilatasi arteriola,
meningkatkan permeabilitas venula dan kontraksi otot polos bronkial. Bradikinin
tidak menyebabkan kemotaksis untuk leukosit, tetapi menyebabkan rasa nyeri bila
disuntikkan ke dalam kulit. Bradikinin dapat bertindak dalam sel-sel endotel dengan
meningkatkan celah antar sel. Kinin akan dibuat inaktif secara cepat oleh kininase
yang terdapat dalam plasma dan jaringan, dan perannya dibatasi pada tahap dini
peningkatan permeabilitas pembuluh darah (Mitchell & Cotran, 2003; Robbins &
Kumar, 1995).
Pada sistem pembekuan, rangsangan sistem proteolitik mengakibatkan
aktivasi trombin yang kemudian memecah fibrinogen yang dapat larut dalam
sirkulasi

menjadi

gumpalan

fibrin.

Faktor

Xa

menyebabkan

peningkatan

permeabilitas vaskular dan emigrasi leukosit. Trombin memperkuat perlekatan


leukosit pada endotel dan dengan cara menghasilkan fibrinopeptida (selama
pembelahan fibrinogen) dapat meningkatkan permeabilitas vaskular dan sebagai
kemotaksis leukosit (Mitchell & Cotran, 2003).
Ketika faktor XIIa menginduksi pembekuan, di sisi lain terjadi aktivasi sistem
fibrinolitik. Mekanisme ini terjadi sebagai umpan balik pembekuan dengan cara
memecah fibrin kemudian melarutkan gumpalan fibrin. Tanpa adanya fibrinolisis ini,
akan terus menerus terjadi sistem pembekuan dan mengakibatkan penggumpalan
pada keseluruhan vaskular. Plasminogen activator (dilepaskan oleh endotel,

leukosit, dan jaringan lain) dan kalikrein adalah protein plasma yang terikat dalam
perkembangan gumpalan fibrin. Produk hasil dari keduanya yaitu plasmin,
merupakan protease multifungsi yang memecah fibrin (Mitchell & Cotran, 2003).
Sistem komplemen terdiri dari satu seri protein plasma yang berperan
penting dalam imunitas maupun radang. Tahap penting pembentukan fungsi biologi
komplemen ialah aktivasi komponen ketiga (C3). Pembelahan C3 dapat terjadi oleh
apa yang disebut jalur klasik yang tercetus oleh pengikatan C1 pada kompleks
antigen-antibodi (IgG atau IgM) atau melalui jalur alternatif yang dicetuskan oleh
polisakarida

bakteri

(misal,

endotoksin),

polisakarida

kompleks,

atau

IgA

teragregasi, dan melibatkan serangkaian komponen serum (termasuk properdin dan


faktor B dan D). Jalur manapun yang terlibat, pada akhirnya sistem komplemen
akan memakai urutan efektor akhir bersama yang menyangkut C5 sampai C9 yang
mengakibatkan pembentukan beberapa faktor yang secara biologi aktif serta lisis
sel-sel yang dilapisi antibodi (Mitchell & Cotran, 2003; Robbins & Kumar, 1995).
Faktor yang berasal dari komplemen, mempengaruhi berbagai fenomena
radang akut, yaitu pada fenomena vaskular, kemotaksis, dan fagositosis. C3a dan
C5a (disebut juga anafilaktosin) meningkatkan permeabilitas vaskular dan
menyebabkan vasodilatasi dengan cara menginduksi sel mast untuk mengeluarkan
histamin. C5a mengaktifkan jalur lipoksigenase dari metabolisme asam arakidonat
dalam netrofil dan monosit. C5a juga menyebabkan adhesi neutrofil pada endotel
dan kemotaksis untuk monosit, eosinofil, basofil dan neutrofil. Komplemen yang
lainnya, C3b, apabila melekat pada dinding sel bakteri akan bekerja sebagai
opsonin dan memudahkan fagositosis neutrofil dan makrofag yang mengandung
reseptor C3b pada permukaannya (Mitchell & Cotran, 2003).
a. Metabolit asam arakidonat
Asam arakidonat merupakan asam lemak tidak jenuh (20-carbon
polyunsaturated fatty acid) yang utamanya berasal dari asupan asam linoleat
dan berada dalam tubuh dalam bentuk esterifikasi sebagai komponen fosfolipid
membran sel. Asam arakidonat dilepaskan dari fosfolipid melalui fosfolipase
seluler yang diaktifkan oleh stimulasi mekanik, kimia, atau fisik, atau oleh
mediator inflamasi lainnya seperti C5a. Metabolisme asam arakidonat

berlangsung melalui salah satu dari dua jalur utama, sesuai dengan enzim yang
mencetuskan, yaitu jalur siklooksigenase dan lipoksigenase. Metabolit asam
arakidonat (disebut juga eikosanoid) dapat memperantarai setiap langkah
inflamasi. (Mitchell & Cotran, 2003).
Jalur siklooksigenase menghasilkan prostaglandin (PG) E2 (PGE2),
PGD2, PGF2?, PGI2 (prostasiklin), dan tromboksan A2 (TXA2). Setiap produk
tersebut berasal dari PGH2 oleh pengaruh kerja enzim yang spesifik. PGH 2
sangat tidak stabil, merupakan prekursor hasil akhir biologi aktif jalur
siklooksigenase. Beberapa enzim mempunyai distribusi jaringan tertentu.
Misalnya, trombosit mengandung enzim tromboksan sintetase sehingga produk
utamanya adalah TXA2. TXA2 merupakan agen agregasi trombosit yang kuat
dan vasokonstriktor. Di sisi lain, endotelium kekurangan dalam hal tromboksan
sintetase, tetapi banyak memiliki prostasiklin sintetase yang membentuk PGI 2.
PGI2 merupakan vasodilator dan penghambat kuat agregasi trombosit. PGD2
merupakan metabolit utama dari jalur siklooksigenase pada sel mast. Bersama
dengan PGE2 dan PGF2?, PGD2 menyebabkan vasodilatasi dan pembentukan
edema. Prostaglandin terlibat dalam patogenesis nyeri dan demam pada
inflamasi (Mitchell & Cotran, 2003).
Jalur lipoksigenase merupakan jalur yang penting untuk membentuk
bahan-bahan proinflamasi yang kuat. 5-lipoksigenase merupakan enzim
metabolit asam arakidonat utama pada neutrofil. Produk dari aksinya memiliki
karakteristik yang terbaik. 5-HPETE (asam 5-hidroperoksieikosatetranoik)
merupakan derivat 5-hidroperoksi asam arakidonat yang tidak stabil dan
direduksi

menjadi

5-HETE

(asam

5-hidroksieikosatetraenoik)

(sebagai

kemotaksis untuk neutrofil) atau diubah menjadi golongan senyawa yang


disebut leukotrien. Produk dari 5-HPETE adalah leukotrien (LT) A4 (LTA4), LTB4,
LTC4, LTD4, dan LTE5. LTB4 merupakan agen kemotaksis kuat dan
menyebabkan agregasi dari neutrofil. LTC4, LTD4, dan LTE4 menyebabkan
vasokonstriksi, bronkospasme, dan meningkatkan permeabilitas vaskular
(Mitchell & Cotran, 2003).
Lipoksin juga termasuk hasil dari jalur lipoksigenase yang disintesis
menggunakan jalur transeluler. Trombosit sendiri tidak dapat membentuk

lipoksin A4 dan B4 (LXA4 dan LXB4), tetapi dapat membentuk metabolit dari
intermediat LTA4 yang berasal dari neutrofil. Lipoksin mempunyai aksi baik prodan anti- inflamasi. Misal, LXA 4 menyebabkan vasodilatasi dan antagonis
vasokonstriksi yang distimulasi LTC4. Aktivitas lainnya menghambat kemotaksis
neutrofil dan perlekatan ketika menstimulasi perlekatan monosit (Mitchell &
Cotran, 2003).
b. Produk leukosit
Granula

lisosom

yang

terdapat

dalam

neutrofil

dan

monosit

mengandung molekul mediator inflamasi. Mediator ini dilepaskan setelah


kematian sel oleh karena peluruhan selama pembentukan vakuola fagosit atau
oleh fagositosis yang terhalang karena ukurannya besar dan permukaan yang
tidak dapat dicerna. Kalikrein yang dilepaskan dari lisosom menyebabkan
pembentukan bradikinin. Neutrofil juga merupakan sumber fosfolipase yang
diperlukan untuk sintesis asam arakidonat (Robbins & Kumar, 1995).
Di dalam lisosom monosit dan makrofag juga banyak mengandung
bahan yang aktif untuk proses radang. Pelepasannya penting pada radang akut
dan radang kronik. Limfosit yang telah peka terhadap antigen melepaskan
limfokin. Limfokin merupakan faktor yang menyebabkan penimbunan dan
pengaktifan makrofag pada lokasi radang. Limfokin penting pada radang kronik
(Robbins & Kumar).
c. Mediator lainnya
Metabolit oksigen reaktif yang dibentuk dalam sel fagosit saat
fagositosis dapat luruh memasuki lingkungan ekstrasel. Diduga bahwa radikalradikal bebas yang sangat toksik meningkatkan permeabilitas vaskular dengan
cara merusak endotel kapiler. Selain itu, ion-ion superoksida dan hidroksil juga
dapat menyebabkan peroksidase asam arakidonat tanpa enzim. Akibatnya,
akan dapat terbentuk lipid-lipid kemotaksis (Robbins & Kumar, 1995).
Aseter-PAF merupakan mediator lipid yang menggiatkan trombosit. Hal
ini karena menyebabkan agregasi trombosit ketika dilepaskan oleh sel mast.
Selain sel mast, neutrofil dan makrofag juga dapat mensintesis aseter-PAF.

Aseter-PAF

meningkatkan

permeabilitas

vaskular,

adhesi

leukosit

dan

merangsang neutrofil dan makrofag (Robbins & Kumar, 1995).


Daftar Pustaka
1. Dorland, W.A.N. (2002). Kamus Kedokteran Dorland (Setiawan, A., Banni, A.P., Widjaja,
A.C., Adji, A.S., Soegiarto, B., Kurniawan, D., dkk , penerjemah). Jakarta: EGC. (Buku
asli diterbitkan 2000).
2. Rukmono (1973). Kumpulan kuliah patologi. Jakarta: Bagian patologi anatomik FK UI.
3. Guyton, A.C. & Hall, J.E. (1997). Buku ajar fisiologi kedokteran (9th ed.) (Setiawan, I.,
Tengadi, K.A., Santoso, A., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1996).
4. Abrams, G.D. (1995). Respon tubuh terhadap cedera. Dalam S. A. Price & L. M. Wilson,
Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit (4th ed.)(pp.35-61)(Anugerah, P.,
penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1992).
5. Mitchell, R.N. & Cotran, R.S. (2003). Acute and chronic inflammation. Dalam S. L. Robbins
& V. Kumar, Robbins Basic Pathology (7th ed.)(pp33-59). Philadelphia: Elsevier Saunders.
6. Robbins, S.L. & Kumar, V. (1995). Buku ajar patologi I (4th ed.)(Staf pengajar laboratorium
patologi anatomik FK UI, penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1987).

MORFOLOGI MIKROB : MORFOLOGI MIKROSKOPIS


DAN MAKROSKOPIS JAMUR

View

clicks

Posted July 22nd, 2008 by hendra_eka_puspita


Mikrobiologi
Aspergillus fumigatus
Microskopic morphology
Hifa bersepta dan berhialin, serta umumnya fertil. Miselium bercabang. Konidiofor
berdinding halus dan tebal, bersepta, membengkak membawa sterigma dimana
tumbuhnya konidia, tidak berwarna, panjang dapat mencapai 300 m, dan berakhir dalam
suatu gelembung yang berbentuk kubah yang berdiameter 20-30 m. Konidia
membentuk rantai yang berwarna hijau, coklat, atau hitam, halus yang kemudian dengan
sempurna menjadi kasar, agak bulat dengan diameter 2-3.5 m.
Deskripsi morfologi biakan (koloni)
Koloni berwarna putih menjadi biru kehijauan, hitam atau coklat pada biakan yang sudah
dewasa. Aspergillus fumigatus memiliki peranan yang merugikan, spesies ini hidup di
paru-paru yang dapat menyebabkan penyakit Aspergilosis paru-paru pada hewan dan
manusia.
Rhizopus oryzae
Microskopic morphology
Hifa bersepta dan berhialin. Tidak selalu bercabang. Mempunyai stolon dan rhizoid yang
berwarna gelap jika sudah tua. Sporangiospora tumbuh pada noda dimana terbentuk juga
rhizoid. Sporangium besar dan berwarna hitam, kolumela agak bulat, tidak mempunyai
sporangiola. Pertumbuhannya cepat, membentuk miselium seperti kapas. Pertumbuhan
seksual dengan membentuk zigospora. Bersifat heterotalik dimana reproduksi seksual
membutuhkan dua talus yang berbeda.
Deskripsi morfologi biakan (koloni)
Pertumbuhan jamur cepat, berwarna putih memenuhi cawan; miselium aerial seperti
kapas dan berambut. Rhizopus sering disebut kapang roti karena sering tumbuh dan
menyebabkan kerusakan pada roti. Namun Rhizopus oryzae dapat dimanfaatkan dalam
pembuatan makanan tradisional seperti tempe dan oncom hitam.
Penicillium citrinum
Microskopic morphology
Hifa bersepta, miselium bercabang, biasanya berwarna. Konidiofor bersepta, berasal dari
hifa di bawah permukaan, bercabang. Kepala yang membawa spora berbentuk seperti
sapu, dengan sterigma yang muncul dalam satu kelompok. Konidia membentuk rantai
karena muncul satu per satu dari sterigma. Konidia waktu masih muda berwarna hijau,
kemudian berubah menjadi kebiru-biruan atau kecoklatan.
Deskripsi morfologi biakan (koloni)
Biakan dewasa biasanya hijau atau biru kehijauan. Penicillium citrinum merupakan

kapang yang mengontaminasi bahan pangan yang akan menimbulkan gejala keracunan
bila sampai masuk kedalam tubuh bersama makanan.
Saccharomyces cerevisiae
Microskopic morphology
Sel memiliki ukuran yang bervariasi. Sel vegetatif yang berbentuk bulat. Reproduksi
dapat dengan pembelahan tunas, pembelahan sel, pertunasan sel, atau dengan
pembentukan spora aseksual yakni blastospora, khlamidospora, arthospora.
Saccharomyces bereproduksi dengan cara pertunasan, tempat melekatnya tunas pada
induk sel sedemikian kecilnya, sehingga seolah-olah tidak terbentuk septa, karena septa
yang terbentuk sangat kecil tidak dapat terlihat dengan mikroskop biasa.

PATOFISIOLOGI DAN BLOKADE NYERI


Abstrak
Usaha untuk mengontrol atau mereduksi level nyeri, selalu menjadi salah satu aspek

penting dari terapi medis. Pengetahuan mengenai patofisiologi terjadinya nyeri serta
blokade terhadap nyeri merupakan dasar dari terapi. Dari definisi yang dibuat oleh IASP
(International Association for the Study of Pain), nyeri memiliki komponen kognitif,
emosional dan tingkah laku, selain komponen sensori. Paling sering, diklasifikasikan
berdasarkan satu dimensi yaitu berdasarkan patofisiologi (nosiseptif vs neuropatik)
ataupun berdasarkan durasinya (nyeri akut vs kronik). Sebagai dasar dari mekanisme
terjadinya nyeri melalui jaras nyeri, terjadi empat proses dasar yaitu transduksi, transmisi,
modulasi dan persepsi. Melibatkan saraf sensoris untuk nyeri, nosiseptor, di perifer,
medulla spinalis, dan struktural yang lebih tinggi di otak melalui serangkaian proses yang
kompleks untuk menghasilkan sebuah persepsi berupa sensasi yang tidak menyenangkan
atau mengancam. Proses yang kompleks ini melibatkan banyak mediator kimia dan
reseptor. Blokade nyeri yang merupakan dasar dari terapi nyeri, dapat terjadi di semua
tingkat, baik perifer, spinal dan supraspinal. Melibatkan banyak proses yang dapat
dicapai dengan adanya intervensi farmakologis atau non-farmakologis. Kata kunci: nyeri,
patofisiologi, blokade, nosiseptor, nosiseptif, neuropatik, transduksi, transmisi, modulasi,
persepsi.
I. Pendahuluan
Pemahaman mengenai sensasi nyeri serta usaha untuk mengontrol atau mereduksi level
nyeri, selalu menjadi salah satu aspek penting dari terapi medis. Dalam praktek, nyeri
adalah masalah medis yang sering ditemui. Bahkan tidak jarang menjadi keluhan utama
yang membuat pasien datang menemui dokter. Dari data yang ada, 9 dari 10 orang di
Amerika secara reguler mengalami nyeri. Setiap tahunnya, 25 juta orang di Amerika
mengalami nyeri akut karena trauma ataupun pembedahan dan 50 juta orang mengalami
nyeri kronik. Nyeri kronik adalah penyebab tersering dari disabilitas dalam jangka waktu
yang lama, dan hampir sepertiga dari orang di Amerika mengalami nyeri kronik yang
berat pada masa hidupnya.1
Masalah lain adalah kenyataan bahwa sering kali penanganan terhadap nyeri tidak
memadai. Penanganan yang tidak adekuat terhadap nyeri dapat menimbulkan kerugian
secara fisik, psikologis dan finansial.1 Pemahaman akan mekanisme nyeri yang baik
dapat meningkatkan kualitas penanganan terhadap nyeri.
Nyeri telah lama menjadi subjek yang sulit dimengerti. Namun pemahaman tentang nyeri
saat ini telah mengalami revolusi. Awalnya pengertian nyeri hanya menitik beratkan pada
sensasi yang disebabkan oleh adanya cedera atau penyakit. Saat ini telah berkembang
dengan penjelasan mengenai proses yang lebih kompleks dan mengikutsertakan dimensi
emosi dan kognitif selain sensorik.
Sebagai dasar dari mekanisme nyeri adalah adanya jaras penghantar nyeri, yang bekerja
menerima impuls dari perifer, serta menghantarkannya ke susunan saraf pusat sehingga
dapat diterjemahkan sebagai sebuah persepsi yang sensasi yang tidak menyenangkan atau
mengancam. Proses ini menyangkut empat kejadian yaitu transduksi, transmisi, persepsi
dan modulasi, yang melibatkan berbagai macam struktural baik saraf sensoris perifer,
medula spinalis serta struktur yang lebih tinggi di batang otak dan korteks. Proses yang
kompleks ini melibatkan berbagai mediator kimia dan reseptornya.
Demikian pula dengan proses blokade nyeri yang berkaitan dengan usaha mengontrol
atau mereduksi nyeri. Blokade ini dapat terjadi pada setiap tingkatan proses dari
mekanisme terjadinya nyeri, baik di perifer, tingkat spinal ataupun supraspinal. Blokade

nyeri ini dapat merupakan hasil dari intervensi secara farmakologis ataupun nonfarmakologis.
Sebagai dokter anestesiologi, nyeri adalah hal yang dihadapi dalam praktek sehari-hari,
terutama nyeri akut akibat pembedahan. Karena itu pemahaman yang baik mengenai
patofisiologi dan juga blokade nyeri menjadi suatu keharusan sebagai bekal penanganan
nyeri.
II. Definisi Nyeri
Pengertian nyeri telah coba dijelaskan sejak lama. Aristoteles yang mendeskripsikan
bahwa ada lima indra yang dimiliki manusia, yaitu pengelihatan, penciuman,
pendengaran, rasa dan sentuhan, mendeskripsikan nyeri sebagai passion of the soul.2
Beberapa ahli setelahnya banyak pula yang mendeskripsikan nyeri sebagai sebuah emosi.
Pengertian ini memicu berkembangnya teori psikis dari nyeri.
Lain halnya dengan Rene Descartes, ia mencoba menjelaskan nyeri sebagai sebuah
proses fisiologis, suatu respon terhadap rangsangan. Ia menyatakan bahwa proses nyeri
seperti kejadian dimana orang membunyikan lonceng gereja, aktifitas menarik tali disatu
sisi akan menimbulkan lonceng berdentang di sisi lain.2 Konsep ini membawa teori
spesifik mengenai jaras nyeri. Banyak pula orang yang setuju dengan penjelasan nyeri
sebagai proses fisiologis. Bahkan penjelasan mengenai terjadinya nyeri selama bertahuntahun hanya berkisar pada proses pada jaras ini.
Pada tahun 1968, Mc Caffery mendefinisikan nyeri sebagai whatever the experiencing
person says it is, existing whenever s/he says it does.1 Definisi ini mengutamakan nyeri
sebagai pengalaman subjektif tanpa adanya ukuran yang objektif, dimana pendapat
pasien adalah indikator utama dari ada atau tidaknya nyeri serta intensitasnya.
IASP (International Association for the Study of Pain) memberikan definisi Nyeri sebagai
unpleasant sensory and emotional experience associated with actual or potential
damage, or discribe in terms of such damage. And pain is always subjectif. Each
indifidual learns the application of the word through experience related injury in early
life.1,2,3 Definisi ini menggambarkan nyeri sebagai pengalaman yang kompleks
menyangkut multidimensional.
Definisi diatas mengandung dua poin penting, yaitu bahwa secara normal nyeri dianggap
sebagai indikator sedang atau telah terjadinya cedera fisik. Namun tidak berarti bahwa
pasti terjadi cedera fisik dan intensitas yang dirasakan dapat jauh lebih besar dari cedera
yang dialami. Yang kedua bahwa komponen kognitif, emosional dan tingkah laku dari
nyeri dipengaruhi oleh proses belajar dari pengalaman yang lalu tentang nyeri baik yang
dialami ataupun yang orang lain alami.
III. Klasifikasi Nyeri
Penggolongan nyeri yang sering digunakan adalah klasifikasi berdasarkan satu dimensi
yaitu berdasarkan patofisiologi (nosiseptif vs neuropatik) ataupun berdasarkan durasinya
(nyeri akut vs kronik).
III.1. Nosiseptik vs Neuropatik
Berdasarkan patofisiologinya nyeri dibagi menjadi nyeri nosiseptik dan nyeri neuropatik.
Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang disebabkan oleh adanya stimuli noksius (trauma,
penyakit atau proses radang).1,3 Dapat diklasifikasikan menjadi nyeri viseral, bila berasal
dari rangsangan pada organ viseral, atau nyeri somatik, bila berasal dari jaringan seperti

kulit, otot, tulang atau sendi. Nyeri somatik sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua
yaitu superfisial (dari kulit) dan dalam (dari yang lain).
Pada nyeri nosiseptik system saraf nyeri berfungsi secara normal, secara umum ada
hubungan yang jelas antara persepsi dan intensitas stimuli dan nyerinya mengindikasikan
kerusakan jaringan. Perbedaan yang terjadi dari bagaimana stimuli diproses melalui tipe
jaringan menyebabkan timbulnya perbedaan karakteristik. Sebagai contoh nyeri somatik
superfisial digambarkan sebagai sensasi tajam dengan lokasi yang jelas, atau rasa
terbakar. Nyeri somatik dalam digambarkan sebagai sensasi tumpul yang difus. Sedang
nyeri viseral digambarkan sebagai sensasi cramping dalam yang sering disertai nyeri alih
(nyerinya pada daerah lain).1
Nyeri neuropatik adalah nyeri dengan impuls yang berasal dari adanya kerusakan atau
disfungsi dari sistim saraf baik perifer atau pusat.1,3,4 Penyebabnya adalah trauma,
radang, penyakit metabolik (diabetes mellitus, DM), infeksi (herpes zooster), tumor,
toksin, dan penyakit neurologis primer. Dapat dikategorikan berdasarkan sumber atau
letak terjadinya gangguan utama yaitu sentral dan perifer. Dapat juga dibagi menjadi
peripheral mononeuropathy dan polyneuropathy, deafferentation pain, sympathetically
maintained pain, dan central pain.
Nyeri neuropatik sering dikatakan nyeri yang patologis karena tidak bertujuan atau tidak
jelas kerusakan organnya. Kondisi kronik dapat terjadi bila terjadi perubahan
patofisiologis yang menetap setelah penyebab utama nyeri hilang. Sensitisasi berperan
dalam proses ini. Walaupun proses sensitisasi sentral akan berhenti bila tidak ada sinyal
stimuli noksius, namun cedera saraf dapat membuat perubahan di SSP yang menetap.
Sensitisasi menjelaskan mengapa pada nyeri neuropatik memberikan gejala hiperalgesia,
alodinia ataupun nyeri yang persisten.
Nyeri neuropatik dapat bersifat terus menerus atau episodik dan digambarkan dalam
banyak gambaran seperti rasa terbakar, tertusuk, shooting, seperti kejutan listrik, pukulan,
remasan, spasme atau dingin. Beberapa hal yang mungkin berpengaruh pada terjadinya
nyeri neuropatik yaitu sensitisasi perifer, timbulnya aktifitas listrik ektopik secara
spontan, sensitisasi sentral, reorganisasi struktur, adanya proses disinhibisi sentral,
dimana mekanisme inhibisi dari sentral yang normal menghilang, serta terjadinya
gangguan pada koneksi neural, dimana serabut saraf membuat koneksi yang lebih luas
dari yang normal.1,4
III.2. Akut vs Kronik
Nyeri akut diartikan sebagai pengalaman tidak menyenangkan yang kompleks berkaitan
dengan sensorik, kognitif dan emosional yang berkaitan dengan trauma jaringan, proses
penyakit, atau fungsi abnormal dari otot atau organ visera.1,3 Nyeri akut berperan
sebagai alarm protektif terhadap cedera jaringan. Reflek protektif (reflek menjauhi
sumber stimuli, spasme otot, dan respon autonom) sering mengikuti nyeri akut. Secara
patofisiologi yang mendasari dapat berupa nyeri nosiseptif ataupun nyeri neuropatik.
Nyeri kronik diartikan sebagai nyeri yang menetap melebihi proses yang terjadi akibat
penyakitnya atau melebihi waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhan, biasanya 1 atau 6
bulan setelah onset, dengan kesulitan ditemukannya patologi yang dapat menjelaskan
tentang adanya nyeri atau tentang mengapa nyeri tersebut masih dirasakan setelah proses
penyembuhan selesai.1,3 Nyeri kronik juga diartikan sebagai nyeri yang menetap yang
mengganggu tidur dan kehidupan sehari-hari, tidak memiliki fungsi protektif, serta

menurunkan kesehatan dan fungsional seseorang. Penyebabnya bermacam-macam dan


dipengaruhi oleh factor multidimensi, bahkan pada beberapa kasus dapat timbul secara de
novo tanpa penyebab yang jelas. Nyeri kronik dapat berupa nyeri nosiseptif atau nyeri
neuropatik ataupun keduanya.
Nyeri kronik sering di bagi menjadi nyeri kanker (pain associated with cancer) dan nyeri
bukan kanker (chronic non-cancer pain, CNCP). Banyak ahli yang berpendapat bahwa
nyeri kanker diklasifikasi terpisah karena komponen akut dan kronik yang dimilikinya,
etiologinya yang sangat beragam, dan berbeda dalam secara signifikan dari CNCP baik
dari segi waktu, patologi dan strategi penatalaksanaannya. Nyeri kanker ini disebabkan
oleh banyak faktor yaitu karena penyakitnya sendiri (invasi tumor ke jaringan lain, efek
kompresi atau invasi ke saraf atau pembuluh darah, obstruksi organ, infeksi ataupun
radang yang ditimbulkan), atau karena prosedur diagnostik atau terapi (biopsy, post
operasi, efek toksik dari kemoterapi atau radioterapi).1
IV. Mekanisme Dasar Nyeri
Mekanisme dasar terjadinya nyeri adalah proses nosisepsi. Nosisepsi adalah proses
penyampaian informasi adanya stimuli noksius, di perifer, ke sistim saraf pusat.
Rangsangan noksius adalah rangsangan yang berpotensi atau merupakan akibat
terjadinya cedera jaringan, yang dapat berupa rangsangan mekanik, suhu dan kimia.
Bagaimana informasi ini di terjemahkan sebagai nyeri melibatkan proses yang kompleks
dan masih banyak yang belum dapat dijelaskan. 1,5,6
Deskripsi makasnisme dasar terjadinya nyeri secara klasik dijelaskan dengan empat
proses yaitu transduksi, transmisi, persepsi, dan modulasi.1,5 Pengertian transduksi
adalah proses konversi energi dari rangsangan noksius (suhu, mekanik, atau kimia)
menjadi energi listrik (impuls saraf) oleh reseptor sensorik untuk nyeri (nosiseptor).
Sedangkan transmisi yaitu proses penyampaian impuls saraf yang terjadi akibat adanya
rangsangan di perifer ke pusat. Persepsi merupakan proses apresiasi atau pemahaman dari
impuls saraf yang sampai ke SSP sebagai nyeri. Modulasi adalah proses pengaturan
impuls yang dihantarkan, dapat terjadi di setiap tingkat, namun biasanya diartikan
sebagai pengaturan yang dilakukan oleh otak terhadap proses di kornu dorsalis medulla
spinalis.1
IV.1. Anatomi Jaras Nyeri
Sebuah sel saraf secara umum terdiri dari badan sel (dimana terdapat inti sel), dendrit
(berupa cabang kecil), dan akson (berupa proyeksi panjang dari membran dan sitoplasma,
dapat dibungkus dengan myelin atau tidak). Sel saraf yang berperan dalam nosisepsi
adalah sel saraf sensorik. Sel saraf ini juga disebut sebagai sel ordo pertama atau sel
afferen primer. Sel ini merupakan sel unipolar, dimana akson dan dendrit bersambung,
dan badan sel terletak disalah satu sisinya.7
Badan sel dari sel saraf sensorik terletak di ganglia dorsalis, dekat dengan medulla
spinalis, dan memiliki satu akson dengan cabang yang pendek menuju medulla spinalis di
kornu dorsalis dan cabang yang panjang menuju ke perifer yang berakhir pada jaringan.
Ujung serabut perifernya berfungsi menerima rangsangan sensorik dan mengubahnya
menjadi impuls saraf. Sedangkan ujung yang berada di kornu dorsalis membentuk
hubungan dengan neuron di kornu dorsalis melalui sinaps.6,7 (gambar 1)
Gambar 1. Serabut saraf aferen primer6

Namun beberapa serabut saraf afferen primer ini, type C, memasuki spinal melalui jalur
ventral, tempat keluarnya serabut motorik.3,7 Hal ini menjelaskan rasa nyeri yang timbul
pada perangsangan di ventral dan menetapnya rasa nyeri walau telah terjadi transeksi dari
serabut saraf dorsalis (rhyzotomi).
Serabut saraf nyeri yang berasal dari daerah kepala dibawa oleh saraf cranial Trigeminus
(V), Fasial (VII), Glossofaringeal (IX), dan Vagal (X). Badan sarafnya terletak pada,
secara berurutan, ganglia gasserian, ganglia genikulata, ganglia superior dan petrosa,
serta ganglion jugular (somatic) dan nodusum (visceral).3
Ujung saraf aferen primer yang berfungsi menerima rangsangan nyeri dikenal sebagai
nosiseptor. Nosiseptor ini dapat berupa interoseptor, yang menerima rangsangan di organ
dalam, atau eksteroseptor, yang menerima rangsangan dari luar tubuh. Beberapa
nosiseptor berbentuk reseptor khusus, sisanya berupa ujung saraf bebas. Badan pacini dan
muscle spindle adalah nosiseptor yang menerima rangsangan berupa distorsi mekanik
ambang rendah dari jaringan, secara berurutan letaknya ada di kulit dan otot rangka.
Ujung saraf bebas berfungsi sebagai nosiseptor terhadap distorsi mekanik ambang tinggi
pada jaringan juga rangsangan yang disebabkan oleh suhu dan kimia (disebut juga
alogen), seperti asam, peningkatan kadar kalium, asam lemak, dan bermacam peptida
(serotonin, bradykinin dan prostaglandin).1,6,7
yangNosiseptor yang terletak di viseral, selain serabut saraf tipe A berbentuk badan
pacini pada mesenterium, umumnya adalah ujung saraf dan C. Rangsangan noksius di
viseral agak sedikitbebas dari serabut A berbeda yaitu distensi dari organ berlumen,
spasme otot polos, tarikan pada mesenterium, iskemia, dan kimia endogen yang berkaitan
dengan inflamasi.3,8
Untuk persarafan viseral memiliki kekhususan, yaitu memiliki dua jalur persarafan baik
vagus dan nervus spinalis atau nervus pelvic dan nervus spinalis. Nervus vagus dan
pelvic membawa persarafan parasimpatis untuk organ visera. Persarafan oleh vagus saat
ini terbukti berperan dalam kemonosisepsi dan aspek afektif dari nyeri. Nervus
spinalisnya sering ditemui berjalan bersama dengan nervus simpatik eferen, sehingga
melalui ganglia prevertebra (simpatik) sebelum ganglia paravertebra (dorsalis). Serabut
sarafnya dapat berprojeksi dengan saraf simpatik, sehingga mempengaruhi fungsi, dapat
pula berprojeksi ke atas atau ke bawah di trunkus simpatikus, sebelum akhirnya menuju
kornu dorsalis. Di kornu dorsalis sendiri projeksinya sangat difus, dapat naik atau turun
beberapa dermatom atau menyebrang ke kontra lateral. Selain berakhir di lamina rexed I
dan II, serabutnya juga berakhir di lamina X.3,8
Pada dasarnya semua akson, baik yang bermielin atau tidak, diselubungi oleh lapisan
myelin.6,7 Beberapa serabut yang tidak bermielin diselubungi oleh satu lapis myelin dari
satu sel schwan, sedangkan akson yang bermielin diselubungi oleh beberapa lapisan
myelin dari satu sel schwan. Akson yang dilapisi sel mielin ini memiliki jeda atau bagian
yang tidak bermielin, dimana lapisan myelin selanjutnya berasal dari sel schwan yang
berbeda. Jeda ini disebut nodus ranvier.
Akson diklasifikasikan berdasarkan hubungan dari ukuran, derajat mielinisasi, dan
kecepatan hantaran. m. serabutSerabut tipe A, memiliki serabut paling besar yaitu 4-20
ini bermielin, dan memiliki kecepatan hantar 140 meter per detik (mps). , yang secara
dan A, ASerabut tipe A dibagi lagi menjadi serabut A berurutan menggambarkan

derajat mielinisasi dari paling tinggi ke rendah. Serabut tipe B adalah serabut bermielin
yang lebih kecil, m dan kecepatan hantaran 18 mps. Sedangkan tipe Cberukuran 2-4 m
dan kecepatan hantaran 1 mps.3memiliki ukuran kurang dari 2
, dan, ASerabut saraf sensorik biasanya adalah serabut saraf tipe A C. yang umumnya
mengantarkan impuls nosiseptif adalah serabut saraf A menghantarkan informasi tentang
stimulusdan C.1,5,6,7 Serabut A mekanik baik yang ambang rendah atau yang ambang
tinggi sering kali memiliki ujung saraf khusus. Sebagian yang lain juga menghantarkan
sensasi dari rangsang suhu. Serabut C menghantarkan impuls dari stimulus mekanik
ambang tinggi, suhu dan kimia. Ujungnya umumnya tidak berdiferensiasi khusus. Sering
disebut C-polimodal nosiseptor. Secara mudahnya sebagai aturan umum untuk membuat
perbedaan antara nosiseptor memberikan informasi dengan frekuensi impuls dan C,
nosiseptor AA yang lebih, hantaran yang lebih cepat dan informasinya lebih spesifik
atau lebih mudah di diskriminasikan, sering juga disebut first pain, sedangkan serabut
C sebaliknya atau sering disebut second pain . yang biasanya menyampaikan informasi
sentuhan terkadangSerabut A dapat pula berperan sebagai nosiseptor bila disensitisasi.1
Serabut saraf aferen untuk tipe A dapat juga diklasifikasikan menjadi tipe 1 dan tipe 2.
Sifat dari dua tipe ini dapat dilihat pada tabel 1.
Pada saat akan memasuki kornu dorsalis, serabut saraf secara teratur memiliki tendensi
untuk berkumpul dengan golongannya. Serabut yang besar akan masuk dengan posisi di
medial sedangkan yang kecil akan ada di lateral.3,6 Beberapa dapat naik atau turun 1-3
segmen medulaspinalis membentuk traktus dorsolateralis (lissauer) sebelum
Tabel 1. Perbandingan antara serabut nosiseptor A tipe I dan tipe II.10
Karakteristik Tipe I Tipe II
Ambang rangsang panas terhadap stimuli singkat Tinggi Rendah
Ambang rangsang panas terhadap stimuli lama Rendah Rendah
Respon terhadap panas yang intens Meningkat perlahan Adaptasi
Latensi respon terhadap panas yang intens Panjang Pendek
Puncak latensi terhadap panas yang intens Lambat Cepat
Ambang rangsang terhadap stimuli mekanik Sensitif Kurang sensitif
Conduction velosity Serabut A dan A Serabut A
Sensitisasi terhadap cedera akibat panas Ya Tidak
Lokasi Kulit berambut dan glabrous skin Kulit berambut
akhirnya berhubungan dengan neuron di kornu dorsalis (neuron Ordo 2) melalui sinaps.
Beberapa berhubungan dengan neuron ordo 2 melalui interneuron.
Neuron di kornu dorsalis secara mikroskopik membentuk lapisan-lapisan yang disebut
lamina Rexed. Ada empat lamina yang berperan utama dalam nosiseptif yaitu lamina I, II,
IV dan V.2,6 Lamina I atau disebut lapisan marginal, mengandung neuron yang besar.
Neuron ini spesifik menerima input nosisepsi, dan memiliki informasi lapangan somatic
yang diskret. Neuron ini sebagian akan menyeberang dan memproyeksikan ke thalamus
melaluai jalur yang disebut traktus spinothalamikus, sebagian yang lain berproyeksi intra
dan intersegmen sebagai interneuron yang memperantai refleks.
Lamina II disebut substansia gelatinosa, menerima input dari serabut A dan C, yaitu
stimuli suhu, kimia dan mekanik. Sedangkan lamina IV dan V diebut nucleus propius,
neuronnya terbagi dua golongan besar yaitu yang merespon input dari serabut A (stimuli
suhu dan mekanik ambang rendah), atau yang merespon input dari stimulus yang

bervariasi yang , atau C, dari yang tidak berbahaya, Adibawa serabut saraf tipe A
hingga yang paling berbahaya, sehingga dinamakan neuron wide-dynamic-range (WDR).
Dengan derajat yang sedikit lamina X menerima .input dari serabut saraf nosisepsi tipe
A
Neuron di kornu dorsalis berperan menghantarkan impuls dari kornu dorsalis ke bagisnbagian yang lebih tinggi di SSP. Impuls yang telah melalui proses modulasi di kornu
dorsalis akan dihantarkan melalui bundle yang disebut traktus ascenden. Dari kornu
dorsalis, beberapa serabut saraf yang memprojeksikan sinyal ke thalamus melalui traktus
spinotalamikus. Jaras ini dianggap sebagai jaras utama penghantaran nyeri. Ada pula
yang memprojeksikan ke formasio reticularis, mesensefalon, hipothalamus,
thelensefalon, dan nucleus servikalis lateral, melalui traktus spinoretikular,
spinomesensefalik dan spinohipothalamik, spinothelensefalik serta spinoservikalis. Jarasjaras ini dianggap sebagai jaras alternatif, namun tidak kalah penting. Ada pula beberapa
serabut di kolumna dorsalis, yang terutama menghantarkan input sensorik non-nosiseptif,
yang responsive terhadap nyeri. 1,2,3
Selain berprojeksi dengan neuron yang akan menghantarkan impuls ke susunan saraf
pusat yang diatas, serabut saraf aferen primer juga berprojeksi dengan dengan serabut
motorik baik somatik ataupun simpatis, baik secara langsung ataupun melalui
interneuron. Hubungan ini memperantarai terjadinya reflek respon segmental, yaitu
aktifitas otot, vasokonstriksi, menurunnya tonus atau spasme otot gastrointestinal dan
traktus urinarius dan pelepasan katekolamin.3,9
Projeksi dan mekanisme yang terjadi di atas tingkat medulla spinalis sangat kompleks.
(gambar 2) Projeksi ke formasio retikularis akan diteruskan lagi menuju thalamus.
Projeksi ke thalamus diterima dibeberapa bagian, kompleks ventrobasal menerima input
yang secara somatotipikal terorganisasi baik. Nukleus thalamus medial berhubungan
dengan input dari viseral, melayani integrasi dari somatosensori dan
Gambar 2. Jaras asenden2
ACC=anterior cingulate cortex; PO=posterior Nuclear Complex; AMYG=amygdala;
HT=Hypothalamus; M1=primary motor area; MDvc=ventrocaudal medial dorsal nucleus;
NS=nociceftif specific; PAG=periaquaductal grey; PB=parabrachial nukleus;
PCC=posterior cingulate cortex; PF=prefrontal cortex; PPC=posterior parietal complex;
S1,S2=first,second somatosensory cortical areas; SMA=suplementary motor area;
VPL=ventro posterior lateral nukleus; WDR=wide dynamic range.
aktifitas limbik. Sedangkan nukleus intralaminaria menerima projeksi dari traktus
spinothalamikus dan mengirimkannya ke area luas di kortek serebral.
Pada tingkat ini terjadi pula hubungan dengan sitem saraf simpatis, yang memperantarai
apa yang disebut respon refleks suprasegmental. Reflek ini akan meningkatkan lebih
lanjut aktifitas jantung, metabolisme dan kebutuhan akan oksigen, serta menyebabkan
pelepasan hormon katabolik seperti katekolamin, kortisol, adrenocorticotropic hormone
(ACTH), adrenodiuretic hormone (ADH), glokagon dan aldosteron.9
Daerah luas di korteks serebri menerima projeksi dari thalamus. Lobus parietal berperan
dalam menentukan lokalisasi dari nyeri. Sedangkan lobus frontalis yang menerima
projeksi dari nukleus thalamus medial berperan dalam aspek afektif dari nyeri melalui
hubungannya dengan sistim limbik. Melalui hubungan ini dapat terjadi pula aktifitas

simpatis, yang akan meningkatkan pula pelepasan katekolamin dan kortisol.9 Beberapa
bagian yang dianggap berperan penting dalam proses ini yaitu thalamus, daerah abu-abu
periakuaduktal, insula serta korteks singulata.2,6
IV.2. Fisiologi Nyeri
Rangsangan noksius, baik mekanik, suhu atau kimia, secara langsung akan merangsang
nosiseptor melalui bekerjanya saluran natrium atau kation non-selektif.4 Saluran ion ini
dapat bekerja dengan adanya perubahan struktur membran setelah adanya stimuli
mekanik. Untuk rangsang suhu terdapat reseptor TRPV1-4 (Transien Reseptor Potential
Vaniloid 1-4), yang memiliki pembagian batasan rangsangan yaitu suhu ~2734C untuk
TRPV 4, 3339C untuk TRPV 3, >42C untuk TRPV1 yang juga dirangsang oleh
capsaicin, camphor, dan asam (proton), dan >52C untuk TRPV2.pada nosiseptor yang
paling utama adalah TRPV1.4,10,11 Untuk rangsang dingin ditengarai adanya reseptor
TRPM8 (Transien Reseptor Potential M 8) untuk suhu <28C dan juga mentol, atau
reseptor TRPA1 (Transien Reseptor Potential A 1) untuk suhu <18C.11
Selain itu kerusakan jaringan menyebabkan dilepaskannya bermacam byproduct jaringan
seperti prostaglandin, substansia P, bradikinin, leukotrien, histamin, serotonin, dan sitokin
(interleukin, tumor necrotizing factor dan neurotropin). Beberapa substrat ini dapat
merangsang nosiseptor (menyebabkan impuls) secara langsung atau tidak langsung
melalui sel inflamator dan kebanyakan akan mensensitisasi (meningkatkan frekwensi on
off impuls) nosiseptor, serta memiliki efek sinergistik.6,10 Proses diterimanya
rangsangan oleh nosiseptor hingga menyebabkan timbulnya impuls disebut proses
transduksi. Proses ini, terjadi sangat rumit, melibatkan banyak substrat dan reseptor. Pada
tingkat ini bahkan terdapat mekanisme modulasi perifer. (gambar 3)
Tidak semua nyeri yang berasal dari perifer adalah nyeri nosiseptif, beberapa nyeri
neuropatik disebabkan oleh kerusakan atau disfungsi dari system saraf perifer (serabut
saraf perifer, ganglia, dan pleksus saraf). Pada kerusakan saraf maka proses utama yang
terjadi hampir sama dengan kerusakan jaringan lain.
Serabut saraf afferen primer juga memiliki fungsi sebagai efektor yang bekerja lokal serta
berperan dalam proses penyembuhan. Serabut ini akan memfasilitasi terjadinya
vasodilatasi perifer lokal, plasma ekstravasasi, serta proses imunologi dan stimulasi
terhadap sel epidermis, dengan cara melepaskan substansia P, neurokinin, calcitonin gene
related peptide (CGRP), somatostatin dan vasoaktif polipeptid intestinal. (gambar 4)
Adanya rangsangan akan meyebabkan terjadinya potensial aksi pada membran yang
selanjutnya akan diteruskan melalui akson. Ada tidaknya myelin berpengaruh pada proses
penghantaran impuls saraf yang melalui akson. Pada neuron yang tidak bermielin impuls
saraf atau potensial aksi menjalar sebagai gelombang yang tidak terputus. Sedangkan
pada akson yang bermielin impuls akan menjalar dengan potensial aksi hanya pada
daerah yang tidak bermielin atau nodus ranvier, sehingga penjalaran akan berlangsung
lebih cepat. Hal ini disebut sebagai penghantaran saltatori.7
Timbulnya impuls yaitu dengan mekanisme depolarisasi dan repolarisasi dari membran
sel. Hal ini terjadi karena perbedaan gradien konsentrasi ion di dalam dan di luar
membran serta sifat selektif permeabilitas dari membran. Konsentrasi ion kalium di
dalam sel sekitar 10 kali lebih besar dibandingkan diluar sel sedangkan untuk ion natrium
kebalikannya. Di membran terdapat pompa ion (Na+/K+ pump) yang menggunakan
energi ATP untuk menjaga perbedaan gradien ini disaat istirahat. Pada saat istirahat

membran potensial adalah 70 sampai 80 mV.

Gambar 3. Mekanisme perifer.10


ASIC=acid sensing ion chanel; CRH=corticotropin releasing hormone; GIRK=G-proteincoupled inward potasium chanel; iGluR=ionotropic glutamate receptor; IL=interleukin;
mGluR=metabotropik glutamate receptor; NGF=nerve grow factor; PAF=platelet
activating factor; PG=prostaglandin; PK=protein kinase; SSTR2A=somatostatin reseptor
2A; TNF=tumor necrosis factor; TrkA=tirokinase receptor A; TTXr=tetrodotoksin
resistent sodium chanel; LIF=leukimia inhibitor factor
Pada saat aktifasi, saluran ion spesifik terhadap natrium akan terbuka dan menyebabkan
masuknya natrium dan membuat membran potensial naik, proses ini disebut depolarisasi.
Hingga mengaktifkan saluran ion kalium spesifik yang bergantung pada voltage yang
akan menyebabkan keluarnya kalium, yang menyebabkan kembali ke membran potensial
istirahat. Lalu pompa Na+/K+ akan bekerja mengembalikan ke keadaan semula, dengan
mengeluarkan natrium dan memasukkan kalium.
Gambar 4. Peran nosiseptor sebagai efektor.10
Stimuli noksius akan menyebabkan timbulnya potensial aksi yang tidak hanya
mengaktifkan proses di susunan saraf pusat namun juga menimbulkan proses di perifer
melalui cabang aksonnya. Potensial aksi ini akan menyebabkan pelepasan neuropeptida
seperti substansia P, CGRP, dan Neurokinin A (NkA). Neuropeptida ini akan merangsang
sel epidermal(1), sel imun(2), atau menyebabkan vasodilatasi(3), ekstravasasi plasma(4),
dan kontraksi otot polos(5).
Proses penghantaran impuls dari perifer hingga ke SSP hingga impuls dapat
diterjemahkan disebut transmisi. Transmisi terjadi dalam beberapa fase. Fase pertama
yaitu dari perifer menuju medulla spinalis. Impuls yang terjadi di nosiseptor akan
menjalar melalui akson dari serabut aferen primer menuju kornu dorsalis di medula
spinalis. Di kornu dorsalis serabut aferen primer ini akan melepaskan asam amino
eksitatoris (EAAs), glutamat dan aspartat, dan neuropeptida, substansia P dan calcitonin
gene related peptide (CGRP), di sinaps, yang akan menimbulkan impuls saraf di kornu
dorsalis yang akan diteruskan ke sistim yang berada diatasnya. EAAs, terutama glutamat
dan aspartat, berperan sebagai mediator pada transmisi eksitasi di SSP. Sedangkan
Substansia P berperan mengaktifkan neuron spinal serta meningkatkan respon neuron
spinal terhadap EAAs.1,3 Pelepasan neurotransmitter ini difasilitasi oleh teraktifasinya
voltage gated Ca chanel, pada saraf aferen primer terutama saluran ion kalsium tipe N.11
Tetapi tidak semua proses yang terjadi di sini memfasilitasi nosiseptif. Interneuron spinal
melepaskan asam amino inhibisi, yaitu gama-aminobutiric acid (GABA) dan
neuropeptida, yaitu opioid endogen, yang akan mengikat reseptor pada serabut aferen
primer dan serabut saraf di kornu dorsalis yang akan mencegah transmisi dengan
mekanisme pre- dan post-sinaps. Selain itu ada pula input inhibisi yang berasal dari otak,

yang akan memodulasi proses transmisi.


Neurotransmitter mempengaruhi sel saraf melalui reseptornya. Terdapat reseptor Nmehyil D-aspartat (NMDA) dan alfa-amino-3-hidroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic
acid (AMPA) yang merupakan reseptor ionotropik dan metabotropik dari glutamat.
Terdapat pula reseptor GABAA dan GABAB, dimana reseptor GABAB terlokalisir di
presinaps, dan reseptor neurokinin1 (NK1), yang sensitive terhadap juga dapat
ditemukan disini,, dan , substansia P. Reseptor opioid hanya ditemukan di terminal
dari serabut aferen primer.reseptor Selain itu ditemukan pula reseptor kolinergik baik
nikotinik maupun 2-adrenergik.12 Beberapa neurotransmittermuskarinik, serta reseptor
dan neuromodulator yang berperan dalam proses ini dapat dilihat pada tabel 2.
Informasi yang diteruskan ke sistim yang lebih tinggi pada akhirnya akan diterjemahkan
sebagai persepsi nyeri. Persepsi ini berupa rasa tidak nyaman pada bagian dari tubuh,
memiliki karakteristik sebagai sensasi tidak menyenangkan dan emosi negatif yang
diartikan sebagai ancaman.
Baik korteks atau sistim limbik terlibat dalam proses persepsi. Serabut saraf dari kornu
dorsalis akan melalui thalamus dan menuju area somatosensoris korteks serebri
kontralateral, dimana akan menghasilkan informasi mengenai lokasi, intensitas dan
kualitas dari nyeri. Sebagian serabut ini di thalamus akan direlay menuju sistim limbik.
Input ini bersama dengan input yang sampai di sistim retikuler dan mesensefalon akan
Tabel 2. Neurotransmiter nyeri3
Neurotransmitter Reseptor Efek
Substansia P NK-1 Eksitasi
CGRP Eksitasi
Glutamat NMDA, NMPA, kainite, quisqualate Eksitasi
Aspartat NMDA, NMPA, kainite, quisqualate Eksitasi
Adenosin triphosphat(ATP) P1, P2 Eksitasi
Somatostatin Inhibisi
Asetilcholin Muskarinik Inhibisi
Enkefalin , , Inhibisi
-endorfin , , Inhibisi
Norepinefrin 2 Inhibisi
Adenosin A1 Inhibisi
Serotonin 5-HT1, (5-HT3) Inhibisi
GABA A, B Inhibisi
Glisin Inhibisi
membuat aspek afektif dari nyeri. Hal ini berkaitan dengan kondisi sosial dan lingkungan,
serta pengalaman yang lalu dan kebudayaan mempengaruhi persepsi individu terhadap
nyeri. Terbukti dengan berbedanya persepsi nyeri pada tiap individu dengan rangsang
nyeri yang sama.
Modulasi dari transmisi nosiseptif terjadi pada level yang multipel, baik perifer, spinal
ataupun supraspinal. Namun secara klasik modulasi terjadi pada kornu dorsalis dimana
terdapat pengaruh dari otak melalui jalur descenden. Modulasi yang terjadi di perifer
salah satunya adalah fenomena sensitisasi perifer. Sensitisasi di perifer terjadi karena
tersensitisasinya nosiseptor oleh karena adanya rangsangan yang intens, berulang atau
berkepanjangan dari mediator inflamasi ataupun rangsangan noksius (suhu,mekanik atau

kimia). Nosiseptor yang tersensitisasi menjadi lebih mudah untuk teraktifasi karena
ambang rangsangnya menjadi rendah dan memiliki frekuensi aktifitas yang berlebih.
Mereka menjadi lebih mudah dan lebih sering menimbulkan impuls saraf. Selain itu
nosiseptor uang tersensitisasi ini mengalami penurunan latensi respon dan spontan
aktifitas bahkan sesudah tidak adanya stimuli. Sensitisasi perifer berperan terhadap
terjadinya sensitisasi sentral, dan kondisi klinis hiperalgesia (respon yang berlebihan
terhadap rangsangan nyeri) primer dan allodinia (nyeri yang disebabkan oleh rangsangan
yang secara normal tidak menimbulkan nyeri).
Dasar dari sensitisasi perifer adalah pelepasan mediator kimia yang akan merangsang
lebih lanjut niosiseptor, seperti pelepasan alogen dari jaringan yang rusak, histamin dari
sel mast, basofil, dan platelet, serotonin, bradikinin dan metabolit asam arachnoid. Ini
akan menyebabkan hiperalgesia primer dan alodinia pada daerah yang terkena cedera.
Selain itu fungsi nosiseptor sebagai efektor juga memberikan kontribusi terhadap
terjadinya sensitisasi perifer. Kerena nosiseptor akan melepaskan substansia P dan CGRP
maka menyebabkan ekstravasasi plasma, vasodilatasi dan mengaktifkan sel mast. Yang
pada akhirnya melepaskan mediator-mediator kimia yang akan merangsang nosiseptor
dan memperluas keterlibatan nosiseptor lainnya. Hal ini menyebabkan hiperalgesia
sekunder, dimana rasa nyeri dirasakan juga meluas ke daerah yang seharusnya tidak sakit,
serta alodinia.
Selain fasilitasi, proses modulasi di perifer juga memiliki komponen inhibisi. Hal ini
terjadi dengan adanya reseptor opioid di perifer. Sel inflamasi seperti makrofag, monosit
dan limfosit mengandung opioid peptida, yang akan ) dan (IL1dilepaskan dengan
rangsangan dari interleukin1 corticotropin releasing hormone dari jaringan. Selain itu
juga terdapat pengaruh dari somatostatin, GABA, serta adanya reseptor muskarinik pada
proses inhibisi ini.(gambar 3)
Modulasi pada tingkat spinal cukup kompleks, terdiri dari efek inhibisi dan fasilitas. Efek
fasilitasi ini diperantarai oleh mekanisme sensitisasi sentral. Sensitisasi sentral, adalah
suatu keadaan hipereksitabilitas neuron spinal. Hal ini dapat disebabkan oleh kerusakan
jaringan atau radang atau injury saraf dan input dari perifer yang berjalan terus
dibutuhkan untuk mempertahankannya.
Ada dua bentuk dari sensitisasi sentral, yang pertama (fase akut) adalah proses yang
bergantung pada adanya aktifitas dari nosiseptor. Yang kedua (fase lanjut) adalah proses
yang bergantung pada transkripsi, yang melibatkan faktor transkripsi serta menimbulkan
perubahan dari proses transkripsi dan ekspresi gen. Proses ini dapat disebabkan oleh
adanya impuls dari nosiseptor atau diperantarai sinyal humoral.4
Beberapa karakteristik dari neuron di kornu dorsalis yaitu mereka akan meningkatkan
frekwensi potensial aksi seiring dengan pengulangan input dari serabut C-nosiseptif, hal
ini disebut sebagai fenomena windup. Selain itu diikuti pula dengan perluasan daerah
penerimaan dari serabut aferen, yang bermanifestasi sebagai allodinia pada daerah
sekeliling yang cedera. Karakteristik lain yaitu sifat konvergensi dimana neuron ini
menerima input dari jaringan yang secara anatomic terpisah, yang menyebabkan nyeri
alih.
Terjadinya sensitisasi sentral berkaitan stimuli yang berulang dari c-nosiseptor yang akan
menimbulkan peningkatan secara gradual frekuensi aktifasi neuron kornu dorsalis (windup). Proses ini di perantarai dengan aktifasi reseptor N-metil D-aspartat (NMDA).
Dimulai dengan pelepasan substansi eksitatoris (glutamat, substansia P) setelah adanya

stimuli noksius. Substansi ini mengaktifkan NMDA dan neurokinin1 (NK1) reseptor
yang meningkatkan kadar kalsium intraseluler, dan aktifasi kalsium dependen kinase
intraselular. Kinase ini memecah asam arachnoid, dan memfosforisasi ion chanel dan
reseptor NMDA. Perubahan yang terjadi termasuk peniadaan blokade magnesium
voltage-dependent dari reseptor NMDA. Hal ini menyebabkan glutamat dapat
mengaktifasi reseptor NMDA. Pada akhirnya akan meningkatkan eksitabilitas neuron
kornu dorsalis, yang dapat berlangsung selama beberapa menit hingga beberapa jam.
Efek yang timbul adalah peningkatan rasa nyeri yang progresif dengan stimuli berulang.
Bentuk kedua atau fase lambat yang menyebabkan terjadinya sensitisasi berkaitan dengan
perubahan dari proses transkripsi dan ekspresi gen. Hal ini dapat disebabkan impuls
noksius yang berkepanjangan dari nosiseptor atau sinyal humoral. Proses pertama hanya
melibatkan sistim yang menerima input, sedangkan proses kedua menyebabkan efek yang
lebih luas, seperti ekspresi adanya siklooksigenase-2 (COX 2) pada SSP beberapa jam
setelah adnya kerusakan jaringan.4
Sensitisasi sentral berhubungan dengan berkurangnya inhibisi sentral, aktifitas spontan
neuron kornu dorsalis, koneksi saraf yang berubah (neuron yang biasanya hanya
teraktifasi dengan stimulus yang rendah intensitasnya dapat teraktifasi), perluasan area
penerimaan di neuron kornu dorsalis. Hal ini dapat bermanifestasi sebagai hiperalgesia
sekunder, dimana rasa nyeri dirasakan juga meluas ke daerah yang tidak sakit, allodinia,
nyeri persisten, dan nyeri alih ke daerah yang tidak sakit. Sensitisasi pada dasarnya
bertujuan untuk adaptasi, atau memproteksi pada saat penyembuhan. Namun bisa tidak
hilang setelah penyembuhan dan menjadi nyeri kronik.
Pengaruh fasilitasi dari struktural supra spinal masih belum dimengerti dengan jelas. Pada
model hewan ditemukan adanya jaras desenden fasilitori bulbospinal yang diperantarai
oleh serotonin dan dihambat oleh antagonis 5-hidroksitriptamin-3 (5-HT3).4 Hal ini
ditunjang dengan ditemukannya reseptor 5-HT3 pada neuron eksitatori di kornu
dorsalis.12 Ditenggarai jaras ini berhubungan dengan PGA (daerah abu-abu
periakuaduktal)-RVM (rostroventral medulla) sistim.13
Pada beberapa keadaan terjadi hubungan antara nosiseptor dengan serabut saraf simpatis
yang lebih jauh, dimana saraf simpatis merangsang aktifnya nosiseptor. Keadaan ini
biasanya terjadi setelah adanya cedera saraf, walau tidak selalu. Mekanismenya
diperantarai oleh reseptor 1-adrenergik pada nosiseptor yang dirangsang oleh pelepasan
noradrenalin dari saraf simpatis. Proses ini dilengkapi dengan adanya penghambatan
pelepasan noradrenergik bila ada rangsangan terhadap 2-adrenergik pada terminal saraf
simpatis.10reseptor
Gambar 5. Gate pain theory yang diperluas.2
Modulasi yang merupakan inhibisi pada tingkat ini di selain inhibisi segmental juga
inhibisi yang melibatkan daerah yang lebih tinggi, yaitu jalur inhibitoris desenden. Secara
umum modulasi ini digambarkan dengan teori gerbang (gate pain theory) yang pertama
kali diajukan oleh Walls dan Melzak pada tahun 1965. (gambar 5)
Inhibisi segmental terjadi dengan melibatkan neuron WDR yang selain menerima impuls
dari nosiseptor, juga serta serabut dari segmentmenerima impuls non-noksius dari
serabut A (daerah) lain. Prosesnya adalah terjadinya inhibisi terhadap WDR neuron, yang

akan menginhibisi impuls noksius, bila teraktifasi. Proses ini diperantarai oleh GABA
dan glysin serta adenosin.3
Proses modulasi supraspinal diperantarai dengan pengaruh dari otak melalui serabut
inhibitor descenden. Daerah multipel di otak berperan dalam descending inhibitory
pathway ini. Daerah abu-abu periakuaduktal (PAG), di midbrain dan periventrikular
dekat hypothalamus mengandung banyak neurotransmitter opioid endogen. Kedua daerah
ini saling berhubungan dan berhubungan secara anatomi dengan rostroventral medulla.
Dari daerah rostroventral medulla (RVM) ini mengirim projeksi ke bawah melalui
funikulus dorsolateralis menuju lamina I, II dan V. Norepinefrin, serotonin, GABA dan
opioid berperan meningkatkan aktifasi jaras ini. Serabut saraf ini bersinap dengan saraf di
kornu dorsalis, dan melepaskan substansi inhibisi yang akan berikatan dengan
reseptornya pada neuron aferen primer atau neuron di kornu dorsalis.1,6,13
Jaras inhibitori adrenergik berasal dari PAG dan formasio retikularis. Jaras ini
bertransmisi ke NRM (nuklues raphe magnus) dan medulary reticular formation. Serabut
saraf serotonergik dari NRM akan meneruskannya ke kornu dorsalis. Aktifasinys
diperantarai norepinefrin melalui mekanisme pre- dan post-sinaps. Sistim opioid
endogen, terutama di NRM dan formasio retikularis, bekerja melalui -endorfin. Opioid
endogenmethionin enkefalin, leusin enkefalin dan ini bekerja primer di presinaptik
dengan menginhibisi influks kalsium yang akan menginhibisi pelepasan substansia P.
namun bekerja pula di post-sinaps.3,13
Modulasi oleh aspek psikologis juga dapat terjadi. Mekanismenya melibatkan banyak
bagian di otak. Beberapa afek yang memodulasi nyeri antaralain factor pengalihan
perhatian yang dapat mengurangi rasa sakit, mekanismenya dipengaruhi oleh aktifnya
daerah PAG dan kotex orbitofrontal. Disisi lain aktifnya daerah thalamus, korteks
singulata anterior (ACC), korteks insular (IC) dan korteks somatosensori primer (SI)
terlihat pada perhatian terhadap rasa sakit. Hipnotik sugesti berperan dalam modulasi
nyeri dengan melibatkan sistim limbik dan korteks frontal. Status emosi mempengaruhi
melalui aktifitas sistim limbik.14
V. Blokade Nyeri
Blokade nyeri dapat terjadi di semua tingkat, dari perifer hingga sentral. Efek sebagai anti
nyeri atau anti nosisepsi dikenal sebagai sfat analgesik. Mekanisme terjadinya blokade
nyeri merupakan kunci utama dari manajemen atau penatalaksanaan nyeri.
Penatalaksanaan nyeri menyangkut farmakologi dan non-farmakologi.
Intervensi farmakologis terutama menggunakan obat yang kerja utamanya memberikan
anti-nyeri atau disebut analgesik, tetapi juga menggunakan obat lain yang memiliki efek
blokade nyeri walau itu bukan potensi utamnya. Beberapa analgesik bekerja dengan
target meredakan proses radang yang menyebabkan sensitisasi. Sebagai contoh obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs) menghambat siklooksigenase (COX) yang akan
menghambat sintesis prostaglandin. Mekanisme kerja dari obat golongan NSAID yang
paling utama adalah inhibisi dari enzim siklooksigenase (COX) yang akan menyebabkan
terhambatnya sintesis prostaglandin. Prostaglandin adalah salah satu substansia yang
dihasilkan dari adanya proses inflamasi, yang akan merangsang nosiseptor sehingga
menimbulkan impuls nosiseptif.
Diketahui COX memiliki tiga isomer, secara garis besar tiap isomer ini memiliki
karakteristik kerja masing-masing. COX-1 umumnya terdapat pada semua jaringan secara

normal, tetapi memainkan peran di traktus gastrointestinal (GIT), ginjal dan pada platelet,
dimana ia berfungsi menghasilkan prostaglandin dengan effek kerja yang menguntungkan
yaitu mengatur aliran darah ke mukosa gaster dan ginjal. Sedangkan COX-2 umumnya
tidak ada kecuali apabila ada proses radang. COX-2 ini menghasilkan prostaglandin yang
menimbulkan stimuli pada nosiseptor. COX-3, suatu varian dari COX-1, lebih banyak
bekerja di sentral, penghambatan terhadap COX-3 di sentral diperlihatkan sebagai
mekanisme kerja utama dari asetaminofen.1,3,15
Mekanisme kerja utama opioid adalah dengan berikatan dengan reseptor opioid di SSP.
Efeknya adalah menimbulkan inhibisi transmisi input nosiseptif di kornu dorsalis, dengan
berikatan dengan reseptor opioid di serabut saraf aferen primer dan serabut saraf di kornu
dorsalis, efeknya akan menyerupai kerja dari opioid endogen. Selain itu opioid
mengaktifkan modulasi sinyal di medulla spinalis melalui pengaktifan inhibisi sentral,
serta merubah aktifitas sistim limbik. Jadi opioid tidak hanya mempengaruhi nyeri secara
sensorik tetapi juga secara afektif.
Beberapa obat lain diketahui memiliki efek analgesik selain efek utamanya. Obat antiepilepsy (AED) memiliki kemampuan mengurangi eksitabilitas membran dan menekan
terjadinya impuls saraf abnormal pada neuron. Hai ini terutama berperan menekan proses
yang terjadi pada sensitisasi, sehingga sering digunakan pada nyeri neuropatik.
Anti-depresan memiliki efek memblok reuptake dari serotonin dan norepinefrin di SSP,
sehingga meningkatkan aktifitas dari system modulasi nyeri endogen. Obat anestesi lokal
bekerja dengan memblok saluran natrium pada membran sel saraf, sehingga memblok
terjadinya konduksi impuls saraf. Capsaicin, alkaloid yang disintesis dari cabai, bekerja
mendeplesi substansia P pada terminal saraf sensorik lokal. Zat ini diberikan secara
topikal. Berguna pada neuropati DM, osteoartritis, dan neuralgia post-herpes. Namun
capsaicin juga memberikan rasa panas.
Dengan adanya pengaruh inflamasi terhadap mekanisme terjadinya nyeri maka
Kortikosteroids, Dexamethasone, Methylprednisolone, memiliki tempat -opioid, NE
(norepinephrine)/5-HT atausebagai anti-nyeri. Mixed 5-hydroxytryptamine (serotonin)
reuptake inhibitor, Tramadol, memiliki efek anti-nyeri dengan bekerja pada reseptorreseptor tersebut. Selain itu efektifitas dari tramadol berkaitan pula pada metabolitnya
opioido-desmetiltramadol, yang memiliki afinitas terhadap reseptor 200 kali lipat dari
induknya. Baclofen, yaitu GABA agonis, bekerja dengan cara berikatan dengan GABA
reseptor dan menginhibisi proses transmisi.
Selective 5-HT1B/1D (5-hydroxytryptamine receptor subtypes 1B/1D) receptor agonist,
Zolmitriptan, Rizatriptan, Sumatriptan, Almotriptan, bekerja dengan berikatan dengan
reseptornya. Ziconotide, N-type calcium channel blocker, bekerja pada reseptornya dan
menghasilkan hambatan pada pelepasan neurotransmiter. Obat 2-adrenergik agonis,
seperti clonidin, memiliki efek dengan berikatan pada reseptornya. Yang akan
meningkatkan mekanisme inhibisi di kornu dorsalis. Botulinum toksin saat ini sering
dipakai untuk nyeri yang berkaitan dengan spasme otot, namun beberapa penelitian
menunjukan pengaruhnya pada proses di spinal dan korteks yang dapat membawa pada
fakta yang lain.16,17
Obat-obat anestesi pada umumnya memiliki sifat analgesia dengan mekanisme yang
berbeda. Pada anestesi inhalasi, obat ini memiliki sifat analgesik dengan mekanisme kerja
yang tidak spesifik, selain secara umum meningkatkan kerja GABA sebagai mediator
inhibisi, diduga juga bekerja pada reseptor opioid. Proses utamanya adalah inhibisi pada

tingkat spinal. Obat anestetik non-volatil seperti propofol, etomidate, barbiturat bekerja
dengan mekanisme inhibisi melalui GABA. Benzodiazepin tidak memiliki sifat analgesik
langsung. Ia bekerja dengan memfasilitasi peningkatan konduktansi ion klor melalui
membran, yang berarti memfasilitasi kerja reseptor GABAA.
Ketamin selain bekerja mendisosiasi thalamus juga memiliki mekanisme kerja sebagai
antagonis reseptor NMDA, yang berperan juga dalam proses sensitisasi, sehingga
memiliki kelebihan sebagai analgetik. Selain itu ada juga dugaan ketamin berhubungan
dengan opioid reseptor. Potensi analgesik ini lebih tinggi pada S(+) ketamine, karena ia
memiliki afinitas lebih besar terhadap reseptor NMDA.18
Obat anestesi lokal bekerja dengan berikatan dengan saluran ion. Terutama pada saluran
yang teraktifasi atau terbuka, obat anestesi lokal akan membentuk ikatan dengan bagian
dalam dari saluran ion. Hal ini akan membuat saluran ion menjadi stabil dan terjadi
blokade dari timbulnya atau penghantaran impuls.
Metode non-farmakologis biasanya digunakan sebagai ajuvan terhadap terapi
farmakologis. Thermotherapi (aplikasi panas), kryotherapi (aplikasi dingin), counterirritation, electroanalgesia (transcutaneous electrical stimulation), akupuntur atau
therapeutic massage, bekerja memblokade nyeri diduga dengan penjelasan pada pain gate
theory yang diajukan wall dan melzack. Dengan adanya rangsangan noksius atau nonnoksius akan memberikan inhibisi pada neuron WDR di kornu dorsalis.19 Pada
akupuntur diduga adanya peranan dari opioid endogen, dimana efek analgesiknya dapat
diantagonis dengan nalokson.3 Pada sebuah studi menggunakan MRI menyatakan area
korteks singulata anterior dan thalamus yang teraktifasi saat adanya rangsang noksius
akan mengalami deaktifasi setelah akupuntur.20 Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Tsuchiya dkk, dikatakan terjadi peningkatan produksi dari nitrit oksida (NO) perifer pada
daerah yang nyeri sehingga menyebabkan meningkatnya sirkulasi lokal yang membantu
mengurangi rasa nyeri.21
Prosedur bedah saraf untuk mengatasi nyeri termasuk neurolisis (injeksi kimia atau
penghasil panas atau dingin untuk merusak neuron), prosedur neuroaugmentasi, dan
operasi neuroablatif (gangguan terhadap impuls saraf dan atau pengangkatan struktur
yang berkaitan dengan nyeri).
Kesimpulan
1. Pengetahuan akan mekanisme terjadinya nyeri dan blokade nyeri merupakan dasar dari
penatalaksanaan nyeri.
2. Nyeri merupakan sebuah persepsi yang tidak hanya memiliki aspek sensori tetapi juga
emosi, kognitif dan tingkah laku.
3. Pembentukan sebuah persepsi nyeri melalui proses yang sangat kompleks, secara
sederhana digambarkan dengan empat proses besar yaitu transduksi, transmisi, modulasi
dan persepsi.
4. Proses sensitisasi perifer dan sentral, menjadi dasar dari nyeri patologis.
5. Blokade nyeri dapat terjadi akibat interfensi secara farmakologis maupun non
farmakologis yang mempengaruhi mekanisme pembentukan persepsi nyeri.
6. Masih banyaknya mekanisme yang belum terjawab dalam proses terjadinya nyeri,
membuka peluang yang luas untuk penelitian untuk peningkatan tatalaksana nyeri.

Daftar Pustaka
1. Katz JA, Berry PH, Covington EC, Dahl JL, Miaskowski C. Pain: Current
Understanding of Assessment, Management, and Treatments. Diakses dari
www.npcnow.org, pada tanggal 1 Mei 2007.
2. Bond MR, Simpson KH. Pain Its Nature and Treatment. London: Elsevier Chuchill
Livingstone, 2006.
3. Morgan GE, Michail MS, Muray MJ. Clinical Anesthesiology, 4th ed. New York:
Lange, 2006.
4. Tabolt RM, McCrory CR. Mechanisms of Postoperative Pain-Neuropathic. Dalam:
Shorten G, Carr DB, Harmon D, Puig MM, Browne J, eds. Postoperative Pain
Management:An Evidence-Based Guide to Practice. Philadelpia: Saunders Elsevier,
2006.
5. Frizelle H. Mechanisms of Postoperative Pain-Nociceptive. Dalam: Shorten G, Carr
DB, Harmon D, Puig MM, Browne J, eds. Postoperative Pain Management:An EvidenceBased Guide to Practice. Philadelpia: Saunders Elsevier, 2006.
6. Rathmell J F. An Introduction of Neuoanatomy and Neurophysiology Relevant to Pain
and Regional Anasthesia. Dalam: Hines, R L, ed. Regional Anasthesia: The Requisites in
Anesthesiology. Philadelpia: Elsevier Mosby, 2004.
7. Martini, F H. Fundamental of Anatomy and Physiology. 7th ed. San Francisco: Pearson
Benjamin Cummings, 2006.
8. Bielefeld K, Gebhart GF. Visceral Pain: Basic Mecanisms. Dalam: Shorten G, Carr
DB, Harmon D, Puig MM, Browne J, eds. Postoperative Pain Management:An EvidenceBased Guide to Practice. Philadelpia: Saunders Elsevier, 2006.
9. Bonica JJ. Postoperative pain. Dalam Bonica JJ, Loeser JD, Chapman CR, eds. The
Management of Pain. 1st ed. Pennsylvania: Lea and Fibiger, 1990.
10. Meyer RA, Ringkamp M, Campbell JN, Raja SN. Peripherial Mecanisms of
Cutaneous Nosiseption. Dalam: McMahon SB, Koltzenberg M, eds. Wall and Melzacks
Textbook of Pain, 5th ed. London: Elsevier Chuchill Livingstone, 2006.
11. McCleskey EW, Julius D. Cellular and Molecular Properties of Primary Afferent
Neurons. Dalam: McMahon SB, Koltzenberg M, eds. Wall and Melzacks Textbook of
Pain, 5th ed. London: Elsevier Chuchill Livingstone. 2006.
12. Todd AJ, Koerber HR. Neuroanatomical substrates of spinal nosiception. Dalam:
McMahon SB, Koltzenberg M, eds. Wall and Melzacks Textbook of Pain, 5th ed.
London: Elsevier Chuchill Livingstone. 2006.
13. Fields HL, Basbaum AI, Heinricher MM. Central Nervous System mechanisms of
Pain Modulation. Dalam: McMahon SB, Koltzenberg M, eds. Wall and Melzacks
Textbook of Pain, 5th ed. London: Elsevier Chuchill Livingstone. 2006.
14. Bushnell MC, Apkarian AV. Representation of Pain in the Brain. Dalam: McMahon
SB, Koltzenberg M, eds. Wall and Melzacks Textbook of Pain, 5th ed. London: Elsevier
Chuchill Livingstone. 2006.
15. McQuay HJ, Moore A. NSAIDS and Coxibs: Clinical Use. Dalam: McMahon SB,
Koltzenberg M, eds. Wall and Melzacks Textbook of Pain, 5th ed. London: Elsevier
Chuchill Livingstone. 2006.
16. Humm AM, Pabst C, Lauterburg T, Burgunder JM. Enkephalin and aFGF are
differentially regulated in rat spinal motoneurons after chemodenervation with botulinum
toxin. Exp Neurol 2000; 161:361-72.

17. Kanovsk P, Streitov H, Dufek J, Znojil V, Daniel P, Rektor I. Change in


lateralization of the P22/N30 cortical component of median nerve somatosensory evoked
potentials in patients with cervical dystonia after successful treatment with botulinum
toxin A. Mov Disord 1998; 13:108-17.
18. Himmelseher S, Durieux ME. Ketamine for Perioperative Pain Management.
Anesthesiology Jan 2005; 102(1) : 211-220.
19. Kakigi R, Shibasaki H. Mechanisms of Pain Relief by Vibration and Movement.
Journal of Neurology, Neurosurgery, and Psychiatry 1992; 55: 282-286.
20. Cho ZH, dkk. fMRI Neurophysiological Evidence of Acupuncture Mechanisms.
Diakses dari www.medicalacupuncture.org/aama_marf/journal/article1.html, pada
tanggal 2 mei 2007.
21. Tsuchiya M, Taso EF, Inoue M, Asada A. Acupuncture Enhances Generation of Nitric
Oxide and Increases Local Circulation. Anesth Analg 2007;104:301-307.

EMBRYOLOGY MANUSIA
ASRUL MAPPIWALI
Perkembangan manusia dimulai dari adanya suatu pembuahan yaitu proses pertemuan
dua sel khusus antara sel benih pria (spermatozoon) dengan sel benih wanita (ovum).

Kedua sel tersebut bergabung menjadi satu membentuk organisme baru disebut zygote.
Pada embryo manusia, sel benih sederhana ( primordial germ cells = PGC) terbentuk
pada dinding yolk sac pada akhir minggu ketiga. Sel-sel ini selanjutnya akan bermigrasi
dari asalnya menuju ke arah kelenjar kelamin (gonade) yang sedang berkembang. Setelah
PGC sampai pada gonade wanita (ovarium) akan berdiferensiasi menjadi oogonia.
Apabila PGC tadi bermigrasi ke gonade pria (testis) akan berkembang menjadi
spermatogonia.
Proses pembentukan sel benih (sel gamet) disebut gametogenesis, terdiri dari dua jenis:
1. Proses pembentukan sel benih pria disebut SPERMATOGENESIS
2. Proses pembentukan sel benih wanita disebut OOGENESIS.
SPERMATOGENESIS
Diferensiasi PGC pada pria dimulai pada saat pubertas. Pada waktu lahir, PGC ini dapat
dijumpai di dalam testis yaitu di dalam saluran-saluran yang disebut tubulus
seminiferous. Beberapa saat sebelum masa dewasa, PGC berkembang menjadi
spermatogonia. Selanjutnya spermatogonia berdiferensiasi menjadi spermatocyte primer,
kemudian menjadi spermatocyte secunder, dan selanjutnya menjadi spermatid. Spermatid
akan mengalami beberapa perubahan yang akhirnya akan menjadi spermatozoon. Proses
perubahan dari spermatid menjadi spermatozoon disebut spermiogenesis, terdiri dari 4
tahap yaitu:
1. Mula-mula terjadi pembentukan acrosome yang meliputi lebih dari separuh permukaan
inti.
2. Terjadi pemekatan inti
3. Terjadi pembentukan leher, lempeng tengah dan ekor.
4. Terjadi penyusutan sitoplasma dan terbentuk spermatozoon yang matang.
Pada manusia, perkembangan dari spermatogonia menjadi spermatozoa yang matang
memerlukan waktu kurang lebih 61 hari.
OOGENESIS
Setelah PGC tiba di ovarium akan berdiferensiasi menjadi oogonia. Proses selanjutnya,
oogonia akan berkembang dan memperbanyak diri menjadi oocyte primer yang
berukuran lebih besar dari sel induknya. Dari satu oocyte primer akan membelah diri
menjadi dua oocyte secunder, akan tetapi hanya satu yang berkembang secara sempurna,
sedangkan yang satunya tidak sempurna perkembangannya. Selanjutnya setiap oocyte
secunder baik yang berkembang sempurna maupun yang tidak, masing-masing akan
membelah diri menjadi dua. Oocyte secunder yang berkembang sempurna akan
membentuk oocyte yang matang yang disebut ovum, sedangkan yang lainnya akan
menyusut. Pembelahan sel yang terjadi pada oocyte primer disebut pembelahan meiosis
pertama, dimana belahan anak sel mengandung 2n DNA dan 23 pasang kromosome.
Pembelahan sel yang terjadi pada oocyte secunder disebut meiosis kedua, dimana belahan
selnya menghasilkan 1n DNA dan 23 buah kromosome. Dalam perkembangannya,
jumlah oogonia akan bertambah dengan cepat sehingga menjelang bulan kelima
keseluruhan diperkirakan mencapai 6 juta oogonia. Kemudian oogonia berdegenerasi
sehingga banyak yang mati (atretic). Menjelang bulan ketujuh, sebagian besar oogonia
telah berdegenerasi, kecuali yang terletak pada bagian permukaan ovarium. Selanjutnya
oocyt primer dikelilingi selapis sel gepeng yang disebut sel folliculer, membentuk follicle

primer.
Pada waktu lahir, oocyte primer berjumlah kira-kira 700.000 - 2 juta. Selama masa
kanak-kanak sebagian besar mengalami atretik, sehinga menjelang puber, jumlahnya
kira-kira tinggal 40.000. Selanjutnya sel-sel follikuler yang berbentuk gepeng berubah
menjadi sel-sel kuboid membentuk follicle secunder. Pada mulanya sel-sel follikuler
berhubungan erat dengan oocyte, kemudian terpisah oleh adanya suatu zat
mukopolisacharida yang dihasilkan oleh sel-sel follikuler dan mengendap pada
permukaan oocyte. Endapan ini makin lama makin tebal membentuk lapisan yang disebut
zona pellucida. Selanjutnya sel-sel follikuler berproliferasi membentuk lapisan celluler
yang tebal di sekeliling oocyte. Selanjunya pada lapisan celluler terbentuk rongga-rongga
kecil ( rongga follicle) yang berisi cairan. Rongga-rongga ini makin lama makin besar,
kemudian menyatu membentuk suatu rongga besar yang disebut antrum folliculi.
Mulanya antrum folliculi berbentuk seperti bulan sabit yang makin lama makin besar
mendesak sel-sel folliculer ke pinggir. Sel-sel folliculer di sekitar oocyte tetap utuh
membentuk cummulus oophorus. Follicel secunder berkembang terus dan semakin besar
akhirnya membentuk follicel matang disebut follicle de Graaf. Follicle de Graaf
dikelilingi oleh dua lapis jarinan ikat yaitu lapisan dalam disebut theca interna, yang
banyak mengandung pembuluh darah, dan lapisan luar yang disebut theca externa yang
akan menyatu dengan stroma ovarium.
OVULASI DAN SIKLUS MENSTRUASI
Pada masa akil balik, wanita mulai mengalami siklus bulanan secara teratur, yang dikenal
sebagai siklus menstruasi yang diatur oleh kelenjar hypophyse. Kelenjar hypophyse akan
mengeluarkan hormon gonadotropin yang terdiri dari FSH (Follicle Stimulating
Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone) yang mengatur dan meransang perubahan
berkala dalam ovarium. Pada awal siklus menstruasi, sejumlah follicle primer mulai
tumbuh oleh pengaruh hormon FSH. Dari sejumlah follicle yang tumbuh tersebut hanya
satu yang dapat mencapai perkembangan maksimal pada setiap siklus. Sel-sel theca
interna pada follicle yang matang (follicle de Graaf) akan menghasilkan hormon estrogen
yang akan meransang pengeluaran hormon LH. Hormon LH ini diperlukan untuk
meransang pelepasan ovum.
Pada hari menjelang ovulasi, follicle de Graaf bertambah besar dengan cepat sampai
mencapai ukuran kira-kira 15 mm. Pada permukaan ovarium terdapat penonjolan lokal
dan pada puncak penonjolan ini nampak suatu titik tanpa pembuluh darah, daerah ini
disebut stigma. Sebagai akibat kelemahan titik tersebut, cairan follicle merembes keluar
bersama-sama dengan ovum dengan sel-sel cummulus oophorus. Pelepasan ovum dari
ovarium disebut ovulasi. Pada saat ovulasi terjadi, ovum akan terlepas keluar dari
ovarium yang dikelilingi oleh lapisan zona pellucida dan lapisan corona radiata. Ovulasi
terjadi sekali dalam satu siklus, kira-kira 14 + hari sebelum permulaan menstruasi
berikutnya. Walaupun waktu antara ovulasi dan menstruasi berikutnya tetap, tetapi waktu
antara ovulasi dan menstruasi sebelumnya sangat bervariasi sehingga siklus haid setiap
wanita bervariasi antara 26 - 32 hari. Setelah terjadi ovulasi, sel-sel follicle yang
tertinggal akan diisi oleh darah. Dengan pengaruh hormon LH, sel-sel ini akan
menghasilkan zat warna kekuning-kuningan sehingga sisa sel-sel follicle tadi berubah
menjadi sel-sel lutea, sehingga follicle berubah menjadi corpus luteum. Corpus luteum
akan mengahasilkan hormon progesteron.
Apabila terjadi fertilisasi, corpus luteum akan tetap dipertahankan oleh adanya hormon

gonadotropin yang dikeluarkan oleh trophoblast, dan membentuk corpus luteum


gravidarum. Apabila tidak terjadi fertilisasi, corpus luteum tidak bisa brtahan lama dan
akan mencapai puncak perkembangannya sampai hari ke 9 setelah ovulasi, dan
selanjutnya akan mengecil menjadi corpus albicans.
PERUBAHAN YANG TERJADI PADA ENDOMETRIUM
Dinding uterus terdiri dari 3 lapisan yaitu:1. Endometrium, yang berada pada lapisan
paling dalam 2. Myometrium, merupakan lapisan otot yang terletak di bagian tengah, dan
3. Perimetrium, merupakan lapisan peritoneum yang melapisi dinding sebelah luar.
Dengan pengaruh hormon progesteron yang dihasilkan oleh corpus luteum, kelenjar pada
endometrium akan bertumbuh berkelok-kelok menghasilkan banyak sekret yang berupa
cairan. Pembuluh darah juga berkelok-kelok, lapisan endometrium semakin menebal dan
akhirnya lapisan endometrium terbagi dalam tiga lapisan yang berbeda yaitu: 1. Lapisan
paling luar (dekat dengan myometrium) disebut stratum basale.. 2. Lapisan tengah yang
agak longar disebut stratum spongiosa. 3. Lapisan paling dalam merupakan lapisan yang
paling padat disebut stratum compacta.
Apabila tidak terjadi fertilisasi, corpus luteum menjadi corpus albicans, produksi hormon
progesteron menurun, mucosa endometrium tidak dapat dipertahankan lagi,. Akibat
terjadinya kontriksi pembuluh darah arteri, darah keluar bersama-sama dengan lapisan
endometrium (stratum spongiosa dan stratum compacta) akan terlepas berupa potonganpotongan kecil jaringan ikat dan kelenjar sebagai darah menstruasi. Sifat utama darah
menstruasi adalah tidak dapat membeku disebabkan adanya enzym proteolytic yang
merusak zat-zat pembeku yang ada di dalam darah. Jumlah darah yang hilang pada waktu
menstruasi rata-rata 50 - 60 ml dam waktu 2 - 7 hari. Setelah selesai perdarahan, terjadi
kembali pertumbuhan endometrium dalam tiga fase, yaitu fase menstruasi, proliferasi,
dan fase sekresi.
FERTILISASI
Fertilisasi (pembuahan ) adalah proses penyatuan antara spermatozoon dengan ovum,
terjadi di dalam daerah ampulla tuba uterina. Pada saat terjadinya ovulasi, oocyte (ovum)
akan keluar meninggalkan ovarium, kemudian masuk ke dalam tuba uterina. Ovum pada
saat itu dilapisi oleh lapisan zona pellucida dan corona radiata.
Seorang pria dewasa, pada saat ejaculatio dapat mengeluarkan cairan ejaculat 2-3 ml
yang mengandung kira-kira 100-200 juta spermatozoa. Dari sejumlah tersebut yang
diletakkan di dalam vagina, tidak seluruhnya mendapat kesempatan untuk membuahi,
sebab sebagian besar akan mati dalam perjalanan. Yang dapat sampai ke daerah
pembuahan (ampulla) kira-kira hanya 300 - 500 ekor saja, dan dari sejumlah tersebut
hanya satu yang mempunyai kesempatan untuk dapat membuahi satu ovum. Proses
terjadinya fertilisasi terjadi dalam beberapa tahap yaitu:
Tahap pertama: Penembusan corona radiata.
Spermatozoon yang telah bertemu dengan ovum akan menembus corona radiata.
Penghancuran corona radiata dilakukan oleh enzym-enzym yang diproduksi oleh mucosa
tuba uterina dan dari spermatozoa sendiri.
Tahap kedua: Penembusan zona pellucida
Selaput pelindung kedua dari oocyte adalah zona pellucida. Dengan pengaruh enzym
yang dilepaskan oleh acrosome, spermatozoon dapat menembus zona pellucida. Sekali

spermatozoon menyentuh zona pellucida, ia akan melekat dengan kuat sekali dan
menembusnya dengan sangat cepat. Setelah spermatozoon yang pertama dapat
menembus zona pellucida dan segera masuk ke dalam ovum, zona pellucida akan segera
mempertebal diri dengan sehingga tidak bisa lagi di masuki/ditembus oleh spermatozan
lainnya. Sangat jarang terjadi adanya dua spermatozoa dapat membuahi sekaligus pada
satu oocyte.
Tahap ketiga: Penyatuan sel spermatozoon-ovum
Setelah meliwati zona pellucida spermatozoon akan menyentuh membran sel oocyte,
kemudian kedua membran plasmanya bersatu. Segera setelah spermatozoon masuk ke
dalam oocyte, cytoplasma akan menyusut dan terlihat ruang perivitellinum antara oocyte
dengan zona pellucida. Setelah itu spermatozoon bergerak maju hinga mendekati
pronucleus wanita. Kemudian spermatozoon akan melepaskan ekornya dan intinya
membengkak membentuk pronucleus pria. Secara morphologis pronucleus pria dan
pronucleus wanita tidak dapat dibedakan satu dengan yang lainnya. Selanjutnya kedua
pronuclei tersebut menyatu membentuk satu sel baru yang disebut zygote. Sementara itu
timbullah sulcus yang dalam pada permukaan sel yang berangsur-angsur membagi
cytoplasma menjadi dua bagian, untuk selanjutnya akan terjadi pembelahan sel.
Penentuan jenis kelamin ditentukan oleh jenis spermatozoon yang membuahi oocyte.
Apabila spermatozoon yang mengandung chromosom X yang membuahi maka akan
terbentuk embryo wanita (XX), sedangkan apabila yang membuahi mengandung
chromosome Y, maka akan terbentuk embryo pria (XY).
PEMBELAHAN SEL
Setelah terjadi pembuahan, zygote yang terbentuk akan membelah diri menjadi dua,
empat, delapan, enambelas sel. Dalam waktu kira-kira 30 jam akan tercapai tingkat dua
sel, tingkat empat sel akan tercapai dalam 40 - 50 jam. Seterusnya pembelahan berjalan
terus menjadi 8 sel, 12 sel seterusnya sampai pada tingkat yang disebut morula. Zygote
yang sementara mengalami pembelahan sel berjalan menuju ke dalam uterus, dan pada
waktu tiba di uterus sudah dalam tingkat morula. Perkembangan selanjutnya pada tingkat
morula, akan terbentuk ruangan-ruangan kecil yang berisi cairan. Ruangan-ruangan
tersebut makin lama makin besar kemudian membentuk satu rongga yang disebut
blastocele. Sel-sel pada saat ini akan menyusun diri, kemudian terbentuk kelompok sel di
salah satu sisi membentuk inner cells mass (massa sel dalam), yang selanjutnya akan
berkembang menjadi embryoblast. Di sekeliling massa sel dalam terbentuk lapisan sel
yang dikenal sebagai outer cells mass ( massa sel luar) yang akan berkembang menjadi
trophoblast, dan selanjutnya trophoblast akan berkembang menjadi placenta. Pada
stadium ini zona pellucida segera mengilang dan dikenal sebagai stadium blastocyte.
Selanjutnya blastocyte akan bersarang di dalam endometrium pada umur kira-kira 5,5 - 6
hari sesudah ovulasi. Peristiwa bersarangnya blastocyte ke dalam endometrium disebut
implantasi (nidasi) . Pada saat implantasi kadang terjadi sedikit perdarahan berupa bercak
yang sehingga seorang ibu menyangka darah menstruasi, sehingga tidak jarang
mengacaukan perhitungan umur kehamilan. Pada perkembangan hari ke6, sebagian besar
blastocyte sudah tertanam ke dalam stroma endometrium. Pada kutub dimana terdapat
embryoblast disebut kutub embryonal, dan kutub lainnya disebut kutub abembryonal.
PEMBENTUKAN PLACENTA

Menjelang permulaan minggu ketiga, trophoblast berkembang menjadi dua lapisan,


lapisan sebelah dalam membentuk massa padat yang mempunyai inti tunggal dikenal
sebagai cytotrophoblast. Lapisan sebelah luar, mempunyai banyak inti, tidak mempunyai
batasan-batasan sel yang tegas, disebut sebagai syncytiotrphoblast atau syncytium.
Selanjutnya trophoblast berkembang terus dan terbentuk tonjolan-tonjola yang terdiri dari
inti cytotrophoblast yang diliputi oleh selapis syncytium, tonjolan ini disebut villi primer
(jonjot primer). Selanjutnya sel-sel mesoderm menembus inti villi primer dan tumbuh ke
arah desidua. Susunan yang baru terbentuk ini dikenal sebagai villi secunder. Menjelang
akhir minggu ketiga, sel-sel mesoderm di dalam inti villi secunder mulai berdiferensiasi
menjadi sel darah dan pembuluh darah kecil, sehingga akhirnya terbentuk susunan kapiler
villi. Pada saat ini dikenal sebagai villi tertier. Pembuluh darah di dalam villi tertier
membentuk hubungan dengan kapiler yang berkembang di dalam mesoderm chorion
plate dan di dalam conecting stalk. Selanjutnya susunan pembuluh darah ini mengadakan
hubungan dengan susunan peredaran darah di dalam embryo, sehingga terjadi hubungan
antara villi tertier dengan embryo. Oleh karena itu, apabila jantung mulai berkontraksi
dalam minggu keempat, susunan villi telah siap mengedarkan darah ke dalam embryo
yang membawa zat makanan dan oxygen yang diperlukan. Sementara itu, cytotrphoblast
di dalam villi menembus secara progressif ke dalam syncytium di sekitarnya sehingga
mencapai endometrium maternal. Di sini mereka mengadakan hubungan dengan
perluasan yang sama dari villi di sekitarnya.
Menjelang permulaan bulan kedua, trophoblast ditandai oleh sejumlah besar villi-villi
secunder dan tertier yang berbentuk seperti jari-jari. Villi-villi ini berakar pada mesoderm
chorion plate, yang pada awalnya meliputi seluruh permukaan chorion. Dengan
berlanjutnya kehamilan, villi-villi pada kutub embryonal terus tumbuh dan meluas,
membentuk chorion frondosum. Villi pada kutub abembryonal mengalami degenerasi
disebut chorion laeve. Perbedaan pertumbuhan villi pada kutub embryonal dan
abembryonal diikuti pula perbedaan pertumbuhan decidua. Desidua pada kutub
embryonal akan menjadi decidua basalis, desidua yang meliputi kutub abembryonal
disebut decidua capsularis, sedangkan decidua di bagian lain disebut decidua parietalis.
Dengan bertambah besarnya cavum chorion, decidua capsularis akan berdegenerasi
sehingga chorion laeve akan bersentuhan langsung dengan decidua parietalis kemudian
menyatu. Cavum uteri akhirnya tertutup. Chorion frondosum bersama-sama dengan
decidua basalis membentuk placenta.
Fungsi Placenta ialah: 1. Tempat pertukaran hasil metabolisme gas oxigen dan CO2
antara peredaran darah ibu dan janin. 2. Menghasilkn hormon.
PERKEMBANGAN EMBRYO
PEMBENTUKAN DISCUS GERMINALIS BILAMINER
Pada minggu kedua, embryoblast akan berdiferensiasi menjadi dua lapisan sel yang
berbentuk cakram , sehingga disebut discus germinalis bilaminer, yang terdiri dari:: 1.
Lapisan sel berbentuk kuboid yang terletak di sebelah dalam disebut lapisan germinalio
entoderm. 2. Lapisan sel berbentuk kolumner di sebelah luar disebut lapisan germinalis
ectoderm.
Mula-mula sel-sel dari ectoderm berhubungan erat dengan cytotrophoblast, tetapi pada
perkembangan selanjutnya terbentuk celah-celah kecil diantara kedua lapisan tersebut.

Selanjutnya celah-celah tersebut bergabung membentuk satu rongga yang disebut rongga
amnion. Sel-sel yang membatasi rongga amnion yang berbatasan dengan trophobalst
disebut amnioblast.
Pada perkembangan hari ke 9, blastocyte terbenam semakin dalam, trophoblast
berkembang dengan pesat khususnya pada kutub embryonal. Pada derah Syncytium
terbentuk banyak vacuola kecil yang kemudian bersatu membentuk rongga yang besar.
Pada kutub abembryonal, sel-sel gepeng yang dari permukaan dalam cytotrophoblast
melepaskan diri membentuk suatu membaran tipis yang dikenal sebagai membrana
Heuser. Membrana ini melanjutkan diri ke daerah entoderm dan bersama-sama
membentuk dinding dari blastocele yang saat ini disebut yolk sac primitivum (cavum
exocoeloma).
Pada hari ke 11 dan ke 12, blastocyte telah terbenam secara keseluruhan di dalam stroma
endometrium. Differensiasi trophoblast tidak terbatas pada bagian syncytium saja, tetapi
juga pada cytotrphoblast. Pada permukaan dalam cytotrophoblast, sel-sel melepaskan diri
dan membentuk jaringan mesoderm extra embryonal. Jaringan ini mengisi rongga yang
meluas antara trophoblast di sebelah luar dengan amnion dan yolk sac primitivum di
sebelah dalam. Di dalam mesoderm extra embryonal terbentuk rongga yang disebut
coeloma extra embryonal. Selanjutnya coeloma extra embryonal akan meluas membentuk
rongga besar melapisi hampir seluruh permukaan dalam cytotrphoblast membentuk
cavum chorion, akibatnya yolk sac primitivum bersama cavum amnion melepaskan diri
dari cytotrophoblast kecuali pada daerah yang akan menjadi penghubung yang disebut
connecting stalk yang kemudian akan menjadi umbilicus. Yolk sac primitivum
berkembang menjadi yolk sac definitivum. Mesoderm extra embryonal akan menjadi
chorion plate.
PEMBENTUKAN DISCUS GERMINALIS TRILAMINER
Pada perkembangan minggu ketiga, kejadian yang paling khas ialah terbentuknya
primitive streak, yang merupakan suatu garis sederhana pada permukaan ectoderm.
Ujung anterior primitive streak disebut nodus primitivum. Sel-sel pada primitive streak
ini berbentuk bulat, berbeda dengan sel-sel ectoderm di sekitarnya. Diperkirakan bahwa
sel-sel dari lapisan ectoderm berpindah ke arah primitive streak yang kemudian berubah
bentuk dan mengadakan invaginasi ke dalam alur primitive streak. Selanjutnya sel-sel
tadi menyebar ke arah lateral diantara lapisan ectoderm dan entoderm membentuk lapisan
ketiga di bagian tengah dan disebut sebagai lapisan germinalis mesoderm (mesoderm
intra embryonal). Sel-sel ini berkembang terus sampai berhubungan dengan mesoderm
extra embryonal. Perkembangan selanjutnya, nodus primitivum akan menjadi lubang
sederhana disebut blastophorus. Sel-sel yang mengadakan invaginasi di daerah
blastophorus terus bergerak ke depan sampai pada prochordal plate (ujung anterior
ectoderm dan entoderm). Sel-sel ini membentuk batang yang menyerupai tabung disebut
processus notochord.
Menjelang perkembangan hari ke 17, lapisan mesoderm dan processus notochord
memisahkan lapisan ectoderm dan entoderm kecuali pada bagian cranial pada prochordal
plate dan pada bagian caudal pada cloacal plate. Menjelang hari ke 18, dasar processus
notochord bersatu dengan entoderm di bawahnya. Lama kelamaan processus notochord
mnghilang dan tinggal saluran kecil disebut canalis neuroentericus yang menghubungkan
antara yolk sac dengan rongga amnion. Selanjutnya processus notochord berproliferasi

dan membentuk tali yang padat disebut chorda dorsalis.


Dari ketiga lapisan germinalis tadi akan terbentuk jaringan-jaringan dan organ-organ
embryo.
Dari ectoderm akan terbentuk:
central nervus system
pheriferal nervus system
epitel mucosa dari teinga, hidung, mata.
epidermis
kelenjar mammae, hypophyse, kel-kel. subcutaneus
email gigi
Dari Entoderm akan terbentuk
epitel yang membatasi tr. Digestivus, tr. Respiratorius.
parenchym dari tonsil, gld. Thyroidea, gld. Para thyroidea, thymus, hepar, pancreas.
epitel yang membatasi vesica urinaria dan urethra.
primordial grem cell (PGC) : ovum dan spermatozoa.
epitel yang membatasi cav. Tympani, tuba eustachii.
Dari mesoderm akan terbentuk:
jaringan ikat, kartilago, tulang, otot.
jantung, pembuluh darah, pembuluh lymphe, lymphonodus.
ren, gonade dan saluran-salurannya.
selaput serosa seperti: pericardium, pleura, peritoneum.
lien
cortex adrenalis
Selain dari ketiga lapisan germinal tersebut diatas, ditemukan pula beberapa organ yang
berkembang dari lapisan khusus yaitu disebut mesectoderm. Dari mesectoderm
terbentuk : ganglion, nervus sensoris, melanoblast,cartilago branchialis,mesenchyme dari
kepala.
OSTEOGENESIS
Proses pembentukan dan perkembangan tulang disebut osteogenesis. Dikenal ada dua
jenis osteogenesis yaitu osteogenesis desmalis dan osteogenesis chondralis.
Osteogenesis desmalis, yaitu pembentukan tulang yang langsung dari jaringan
mesenchym menjadi tulang. Penulangan secara desmalis ditemukan pada tulang-tulang
pipih, misalnya calvaria cranii (os parietale, sebagian os frontale, sebagian os occipitale,
sebagian os temporale), os scapula. Di dalam jaringan mesenchym dimana akan akan
terjadi penulangan, muncullah pusat-pusat penulangan ( inti penulangan primer) sebagai
tempat permulaan terjadinya penulangan. Pada proses penulangan ini sel-sel mesenchym
berproliferasi dan berangsur-angsur mengubah bentuk yang kemudian disebut osteoblast
(sel pembentuk tulang). Osteoblast-osteoblat ini mula-mula letaknya tidak beraturan,
kemudian menyusun diri dalam sebuah deretan dan mengeluarkan zat collagen yang
dapat menyebabkan jaringan yang terbentuk nampak seperti membran yang dikenal
sebagai osteoid. Oleh karena itu penulangan ini dikenal pula sebagai osteogenesis
membranosa. Selanjutnya osteoid tadi akan menjadi matriks tulang yang mengalami
perkapuran. Matrix tulang yang telah mengalami perkapuran selalu terpisah dari
osteoblast-osteobalst oleh lapisan osteoid yang tipis. Akan tetapi beberapa osteoblast
tertanam di dalam matrix tulang itu sendiri dan membentuk osteocyt (sel-sel tulang).

Beberapa waktu kemudian terbentuklah sejumlah tonjolan-tonjolan tulang yang disebut


spicula. Selanjutnya spicula-spicula bertumbuh sehingga ujung-ujungnya membesar dan
membentuk trabecula yang menyebar dari inti penulangan primer menuju ke segala arah
bagian perifer. Tulang-tulang yang terbentuk akan dikelilingi oleh mesenchym padat yang
disebut periosteum. Pada permukaan dalam dari periosteum, sel-sel mesenchym
berdiferensiasi menjadi osteoblast yang meletakkan lempeng-lempeng tulang yang sejajar
dengan inti penulangan primer. Lempeng-lempeng tulang ini dikenal sebagai substantia
compacta. Tulang-tulang membranosa seperti ini ditemukan pada tulang-tulang cranium.
Di bagian tengah akan terjadi penyerapan tulang yang dilakukan oleh osteoclast (sel
perusak tulang). Dengan adanya perusakan tulang ini terbentuklah bagian yang
berlubang-lubang yang disebut substantia spongiosa. Dengan cara ini terbentuklah
substantia compacta di bagian luar yang disebut tabula externa dan di bagian dalam
disebut tabula interna, serta substantia spongiosa di bagian tengah disebut diploe.

OSTEOGENESIS CHONDRALIS
Penulangan secara chondralis ditemukan pada tulang-tulang panjang misalnya humerus,
femur dll. Mula-mula terbentuk suatu model tulang rawan hyalin yang dikelilingi oleh
lapisan mesenchym padat yang mengandung pembuluh darah. Mesenchym ini mula-mula
membentuk lapisan luar yang disebut perichondrium. Perichondrium kemdian akan
menjadi periosteum. Perkembangan selanjutnya akan menyusup suatu tunas pembuluh
darah ke dalam pusat model. Selanjutnya terjadi reaksi dari sel-sel cartilago di sekitar
tempat masuknya pembuluh darah tadi, sehingga mengalami perubahan-perubahan dan
terbentuk empat daerah yaitu.
1. Zona Proliferasi : yaitu daerah dimana sel-sel cartilago memperlihatkan mitosis yang
banyak.
2. Zona hypertrophy: yaitu daerah dimana sel-sel mengalami pembesaran.
3. Zona necrose : yaitu daerah dimana sel-sel mengalami kematian dan intercelluler
matrix terisi dengan garam-garam calcium.
4. Zona vasculer: yaitu daerah tempat pembuluh darah menyusup masuk ke dalam
rongga-rongga yang terbentuk akibat adanya sel-sel necrose.
Bersamaan dengan pembuluh darah tadi ikut pula menyusup sel-sel mesenchym khusus
yang disebut osteoclast yang akan memecahkan matrix tulang, sehingga terbentuk
rongga-rongga kecil. Rongga-rongga kecil tadi kemudian akan bersatu membentuk
rongga yang lebih besar. Selain itu sel-sel osteoblast akan menyusun diri sepanjang
dinding rongga besar yang baru terbentuk tadi dan akan mengalami perkapuran. Proses
ini dikenal sebagai penulangan Enchonrdalis,yang menghasilkan taju-taju tulang rawan
yang terbungkus dengan tulang (taju-taju campuran). Segera setelah pembentukannya,
sejumlah tonjolan-tonjolan yang letaknya di tengah dihancurkan oleh osteoclast. Dengan
demikian hanya tonjolan-tonjolan yang letaknya di samping yang masih utuh
memperkuat dinding tulang. Sebagai akibat penyerapan ini terbentuklah rongga sumsum
yang luas pada bagian tengah. Dari pusat penulangan primer di bagian diaphysis,
penulangan enchondralis berangsur-angsur meluas ke arah ujung-ujung model tulang
rawan (epiphysis).
Pada waktu lahir, diaphysis biasanya telah menjadi tulang secara keseluruhan, namun

kedua bagian epiphysis tetap sebagai tulang rawan (belum mengalami penulangan). Akan
tetapi segera setelah lahir, pusat-pusat penlangan mulai timbul pada bagian epiphysis
secara enchondralis. Penulangan di sini sama dengan pada diaphysis. Untuk sementara
waktu masih terdapat lempeng rawan antara diaphysis dan epiphysis, lempeng ini dikenal
sebagai lempeng epiphyse (epiphyseal plate). Epiphyseal plate ini memegang perana
pada pertumbuhan panjang dari tulang. Setelah tulang mencapai panjang maximal,
epipyseal plate tadi akan menghilang dan epiphysis akan bersatu dengan diaphysis. Pada
tulang panjang, epiphyseal plate ditemukan pada ke dua ujung tulang, sedangkan pada
tulang-tulang yang lebih kecil misalnya ossa phalnges, hanya terdapat pada satu ujung
saja. Pada tulang yang bentuknya irreguler seperti os vertebrae terdapat satu atau lebih
pusat penulangan primer, dan biasanya nampak pula beberapa pusat penulangan secunder.
Pusat-pusat penulangan secunder pada tulang-tulang extremitas berkembang pada waktu
yang berbeda-beda setelah kelahiran. Pengetahuan mengenai timbulnya pusat-pusat
penulangan ini berguna bagi ahli-ahli radiology untuk menentukan apakah seseorang
anak telah mencapai usia pertumbuhan yang sesuai.
OSTEOGENESIS CHONDROMETAPLASTICA
Osteogenesis pada mandibula, berbeda dengan osteogenesis tulang-tulang yang lainnya.
Mula-mula terbentuk lebih dahulu suatu model tulang rawan seperti pada osteogenesis
chondralis. Kemudian mensenchyme di sebelah luar dari model tadi akan mengalami
penulangan secara desmalis sehingga terbentuk tulang selapis demiselapis. Akhirnya
model tulang rawan tadi dikelilingi oleh jaringan tulang yang baru terbentuk dan
mendesak tulang rawan yang ada. Makin lama tulang rawan makin terdesak dan akhirnya
menghlang. Kadang-kadang masih ada tersisa yang dikenal sebagai cartilago Meckeli.
Penulangan ini dikenal sebagai osteogenesis chondro metaplastica.
ONTOGENI CRANIUM
Cranium dapat dibagi dalam dua bagian:
1. Neurocranium, yaitu tulang-tulang yang melingdungi otak.
2. Viscero cranium atau Splanchno cranium yaitu tulang-tulang yang membentuk
kerangka wajah.
Bagian dari neurocranium yang mengelilingi otak yang berbentuk sebagai kubah terdiri
dari tulang-tulang pipih, disebut calvaria cranii. Bagian lain yang merupakan bagian
cartilaginosa yang membentuk dasar tengkorak disebut basis cranii. Pada waktu bayi
lahir, tulang-tulang calvaria cranii dipisahkan satu dengan lainnya oleh jaringan ikat tipis
yang disebut sutura. Pada tempat di mana lebih dari dua tulang bertemu, sutura akan
melebar dan dikenal sebagai fontanella (ubun-ubun). Di sebelah depan terdapat fontanella
major yang dibentuk oleh pertemuan antara os parietale kiri kanan, dengan os frontale
kiri kanan dengan os parietale kiri kanan. Di bagian belakang terdapat fontanella minor
yang dibentuk oleh pertemuan antara os parietale dengan os occipitale. Di bagian lateral
terdapat fontanella lateral dan fontanella postero lateral. Degan adanya sutura dan
fontanella ini akan dapat memungkinkan tulang-tulang cranium saling merapat bahkan
meliputi satu dengan lainnya sehingga cranium dapat sedikit mengecil pada waktu bayi
dilahirkan. Beberapa sutura dan fontanella tetap berbentuk selaput untuk waktu yang
agak lama setelah bayi lahir. Dikenal beberapa sutura antara lain: sutura sagittalis, sutura
coronaria, sutura lambdoidea, sutura metopica.

NEUROCRANIUM
Pada pembentukan tulang-tulang basis cranii, chorda dorsalis memainkan peranan yang
penting. Mula-mula terbentuk tulang-tulang rawan dari mesenchym di sekitar chorda
dorsalis yang merupakan suatu lempeng yang dikenal sebagai cartilago para chordalis
atau basal plate (lempeng basalis). Lempeng ini meluas dari daerah sella turcica hingga
ke somit-somit occipitalis yang membentuk 4 buah sclerotom. Sclerotom yang paling
cranial mengilang, tetapi 3 yang lainnya menetap membentuk tulang rawan yang tidak
bersegmen, kemudian bersatu dengan lempeng basalis. Oleh karena itu dasar os
occipitale terbentuk dari cartilago para chordalis dan sclerotom occipitalis. Di sebelah
rostral lempeng basalis ditemukan cartilago hypophyse dan trbeculae cranii. Cartilagocartilago ini segera menyatu dan membentuk corpus ossis sphenoidalis dan corpus ossis
ethmoidalis. Dengan demikian terbentuklah lempeng tulang rawan yang memanjang di
garis tengah. Di samping kiri dan kanan dari lempeng ini terdapat mesenchymmesenchym yang mengalami condensasi (pemekatan). Yang paling rostral disebut ala
orbitalis atau ala sphenoidalis akan membentuk ala parva ossis sphenoidalis. Di sebelah
caudal dari ala orbitalis terdapat ala temporalis, akan membentuk ala magna ossis
sphenoidalis. Di sbelah caudalnya lagi, di samping dari cartilago para chordalis terdapat
capsula periotic, akan membentuk pars petrosa dan pars mastoidea ossis temporalis.
Dengan demikian pembentukan basis cranii dimulai pembentukan cartilago, kemudian
dirubah menjadi tulang melalui osteogenesis chondralis.
VISCERO CRANIUM
Viscero cranium terutama dibentuk oleh arcus pharyngeus I, yang disebut juga arcus
mandibularis. Arcus mandibularis terdiri dari dua bagian. Bagian dorsal disebut processus
maxillaris yang akan membentuk premaxilla, maxilla, os zygomaticum dan sebagian os
temporale. Bagian ventral disebut processus mandibularis (cartilago meckeli). Ujung
dorsal processus mandibularis bersama-sama dengan ujung dorsal arcus pharyngeus II
(cartilago Reichert) kelak akan membentuk incus, malleus dan stapes. Penulangan dari ke
tiga tulang tersebut dimulai pada bulan keempat, sehingga merupakan tulang yang
pertama menjadi tulang secara sempurna. Pada mulanya wajah bentuknya kecil dibanding
dengan neurocranium. Hal ini disebabkan karena belum terbentuknya sinus-sinus
paranasalis. Dengan tumbuhnya gigi-geligi, serta berkembangnya sinus paranasalis,
wajah akan memperoleh ciri-cirinya seperti pada orang dewasa.
COLUMNA VERTEBTRALIS
Kira-kira pada minggu keempat, sel-sel sclerotom bermigrasi ke arah medial mengelilingi
medulla spinalis dan chorda dorsalis, sehingga membentuk suatu batang mesenchym
yang bersegmen sesuai dengan segmen sclerotomnya. Diantara segmen-segmen tadi
terdapat arteri inter segmentalis. Dalam perkembangan selanjutnya, setiap segmen
sclerotom mengalami condensasi dan menyatu dengan bagian atas sclerotom di
bawahnya, dan bersama-sama dengan jaringan inter segmentalis membentuk corpus
vertebrae precartilaginosa. Sel-sel yang berasal dari bagian atas segmen sclerotom
mengisi ruang antar corpus precartilaginosa dan ikut mengambil bagian dalam
pembentukan discus intervertebralis. Sementara chorda dorsalis menghilang pada corpus
vertebrae, sisanya akan menetap dan membesar pada daerah discus intervertebralis. Di

sini sisa chorda dorsalis akan mengalami degenerasi mucoid dan membentuk nucleus
pulposus. Selanjutnya nucleus pulposus akan dikelilingi oleh serabut-serabut melingkar
yang disebut annulus fibrosus. Ke dua struktur ini membentuk discus intervertebralis.
SKELETON APPENDICULARE
Pada permulaan minggu kelima, mulai nampak tunas anggota (limb buds) yang mulamula berbentuk seperti lengkungan busur panah. Pada perkembangan selanjutnya akan
berbentuk seperti dayung. Limb bud untuk extremitas superior berkembang lebih cepat
dibanding dengan extremitas inferior. Pada mulanya lim bud terdiri dari mesenchym di
bagian tengah yang berasal dari mesoderm somatis, dan di bagian luar ditutupi oleh
lapisan ectoderm. Pada bagian ujung (apex) limb bud, ectoderm mengalami penebalan
membentuk Apical ectodermal ridge (AER). AER ini sangat penting yang memegang
peranan dalam perkembangan extremitas. Dari beberapa penelitian telah dilaporkan
bahwa apabila AER dihilangkan pada tahap awal perkembangan, maka extremitas tidak
berkembang secara sempurna. Pada embryo usia 6 minggu, lim bud semakin memanjang
dan terjadi suatu penyempitan dibagian tengah sehingga terbetuk bagian proximal dan
bagian distal. Bagian distal limb bud menjadi gepeng yang disebut hand plate untuk
extermitas superior dan foot plate untuk extremitas inferior. Selanjutnya pada hand/foot
plate terbentuk lekukan-lekukan yang menyebar yang memberikan bayangan akan
terbentuknya jari-jari. Selanjutnya limb bud semakin panjang, kemudian terjadi
penyempitan yang kedua yaitu pada bagian proximal sehingga unsur-unsur utama
extremitas dapat dikenal yaitu, brachium, ante brachium dan manus.
Sementara bentuk luarnya mulai terwujud, mesenchym di dalamnya mengalami
condensasi dan sel-selnya menjadi bulat membentuk chondrobalast. Menjelang
perkembangan minggu ke 6, sudah dapat dikenal adanya model tulang rawan hyalin yang
pertama, sebagai bayangan bakal menjadi tulang-tulang extremitas. Selanjutnya model
tulang rawan tadi akan mengalami penulangan secara chondralis.
KELAINAN-KELAINAN BAWAAN
Pada perkembanan tulang, dapat ditemukan berbagai kelainan atara lain achondroplasia,
yaitu suatu kelainan umum perkembangan tulang yang terjadi karena adanya gangguan
penulangan enchondralis pada epiphyseal plate pada tulang-tulang panjang, sehingga
tulang-tulang tidak bertambah panjang. Akibatnya orangnya menjadi kerdil. Pada
perkembangan cranium dapat dikenal kelainan pertumbuhan:
1. Encephalocele, yaitu terjadinya penonjolan ke luar dari jaringan otak yang disebabkan
karena tulang-tulang cranium tidak tertutup secara sempurna.
2. Scaphocephali, yaitu bentuk kepala yang memanjang, ini disebabkan karena sutura
sagittalis menutup lebih awal.
3. Acrocephali, yaitu bentuk kepala yang tinggi, ini disebabkan karena sutura coronaria
menutup lebih awal.
4. Plagiocephali, yaitu bentuk kepala tidak symetris, ini disebabkan karena sutura
coronaria dan sutura lambdoidea yang sepihak menutup lebih awal.
5. Microcephali, yaitu bentuk kepala kecil, ini disebabkan karena otak tidak mengalami
pertumbuhan secara sempurna sehingga cranium juga tidak berkembang.
Pada perkembangan columna vertebralis dapat terjadi kelainan-kelainan berupa gangguan
akibat tidak tertutupnya arcus vertebralis, kelainan disebut spina bifida. Kelainan ini

dapat disertai timbulnya kelainan-kelainan medulla spinali misalnya menonjolnya


medulla spinalis ke luar yang dapat berupa myelocele atau meningocele.
Pada perkembangan extremitas dapat ditemukan berbagai kelainan a.l:
1. Amelia, yaitu keadaan dimana tidak terbentuk salah satu atau ke dua extremitas (tidak
ada tangan dan/atau kaki.
2. Micromelia, yaitu keadaan dimana semua unsur extremitas ada tetapi ukurannya
pendek/kecil.
3. Meromelia, yaitu keadaan dimana tangan(manus) dan atau kaki (pedis) melekat
langsung pada badan, tidak terbentuk brachium, antebrachium atau femur dan cruris.
4. Syndactylia, yaitu jari-jari saling berlengketan
5. Polydactylia, yaitu jumlah jari-jari lebih dari 5 pada setiap manus atau pedis.
6. Ectrodactylia, yaitu jumlah jari-jari yang kurang dari 5 pada setiap manus atau pedis.
7. Brachydactylia, yaitu semua ukuran jari-jari menjadi pendek

ONTOGENI OTOT
Menjelang hari ke 17, sel-sel mesoderm intra embryonale membentuk suatu lembaran
yang tipis pada ke dua sisi neural tube. Sebagian sel-sel di bagian tengah menebal,
membentuk mesoderm paraxiale. Lebih ke arah lateral, lapisan mesoderm tetap tipis
disebut mesoderm laterale. Mesoderm laterale akan berhubungan langsung dengan
mesoderm extra embryonale. Mesoderm laterale kemudian akan terbagi dua lembaran,
yang akan meliputi amnion disebut mesoderm somatis atau lamina parietalis, dan yang
meliputi yolk sac disebut mesoderm splanchnicus atau lamina visceralis. Ke dua lamina
ini membatasi suatu rongga yang disebut coeloma intra embryonalis. Diantara mesoderm
paraxiale dan mesoderm laterale akan terbentuk mesoderm intermedia. Menjelang hari ke
21, mesoderm paraxiale di tiap sisi neural tube, membentuk kelompok-kelompok sel
epitheloid yang berpasangan yang disebut somit. Pasangan somit I timbul pada bagian
leher embryo. Dari sini somit-somit yang baru akan terbentuk secara berurutan dari arah
cranial ke caudal. Setiap hari akan terbentuk kira-kira 3 somit, dan akhirnya pada minggu
ke 5 terdapat 42-44 pasang somit yang terdiri dari :
somit occipitalis : 4 pasang
somit cervicalis : 8 pasang
Somit thoracalis : 12 pasang
Somit lumbalis : 5 pasang
Somit sacralis : 5 pasang
Somit Coccygealis : 8-10 pasang
Somit occipitalis I dan 5-6 pasang somit coccygealis yang terakhir akan segera
menghilang. Selama masa perkembangan ini, umur embryo biasanyanya dinayatakan
dalam jumlah somit.
DIFFERENSIASI SOMIT
Menjelang permulaan minggu ke 4, sel-sel epitheloid yang membentuk dinding ventral
dan medial somit mengalami pertumbuhan yang pesat. Sel-sel ini lambat laun kehilangan
bentuk epitheloidnya, berubah menjadi bentuk polymorph dan bermigrasi ke arah chorda
dorsalis. Sel-sel ini keseluruhan disebut sclerotom yang membentuk jaringan

mesenchym. Salah satu sifat utama dari mesenchym ini ialah mempunyai kemampuan
untuk berdiferensiasi dengan berbagai cara yaitu: 1. menjadi fibroblast , yang akan
membentuk serabut-serabut reticuler, collagen, elastin, yang terdapat di dalam jaringan
penunjang; 2. Menjadi chondroblast untuk membentuk tulang dan tulang rawan.
Setelah sel-sel sclerotom bermigrasi ke arah ventro medial, unsur-unsur tersebut akan
membentuk columna vertebralis. Bagian dari somit yang tidak bermigrasi yaitu dinding
dorsolateral disebut dermatom. Perkembangan selanjutnya, dermatom akan membentuk
lapisan sel-sel baru di bagian dalamnya yang disebut myotom. Setelah terbentuk myotom,
sifat-sifat epitheloidnya menghilang lalu menyebar di bawah ectoderm di sekitarnya. Di
sini sel-sel ini akan membentuk dermis atau jaringan subcutis. Dengan demikian maka
setiap somit akan membentuk :
sclerotom untuk pembentukan tulang dan tulang rawan
myotom untuk pembentukan otot
dermatom untuk pembentukan kulit.
Setiap segmen dan dermatom akan mempunyai komponen persarafan pada segmennya
masing-masing.
OTOT CORAK
Segera setelah sel-sel myotom terbentuk dari dermatom di sekitarnya, sel-sel ini berubah
bentuk menjadi memanjang berbentuk spindel yang disebut myoblast. Dalam
perkembangan selanjutnya myoblast-myoblast bersatu membentuk serabut-serabut otot
yang panjang berisi banyak inti yang selanjutnya myotom akan meluas ke arah rongga
coeloma.
SUSUNAN OTOT BATANG BADAN
Menjelang akhir minggu ke 5 otot-otot dinding badan dibagi ke dalam dua bagian yaitu
bagian dorsal disebut epimere dan bagian ventral disebut hypomere. Saraf-saraf yang
menginnervasi segmen otot, juga dibagai menkadi ramus dorsalis untuk epimere dan
ramus ventralis untuk hypomere. Selanjutnya epimere akan membentuk otot-otot
extensoren columna vertebralis dan hypomere akan pecah menjadi tiga lapisan yaitu:
Pada dinding thorax akan membentuk :
1. M. intercostalis externus
2. M. intercostalis internus
3. M. transversus thoracis
Pada dinding abdomen akan membentuk:
1. M. Obliquus externus abdominis
2. M. Obliquus internus abdominis
3. M. Transversus abdominis
Selain ke tiga lapisan otot tersebut di atas, pada ujung hypomere timbul jaringan otot
memanjang yang pada daerah cervical membentuk otot-otot infrahyoidei, pada daerah
thorax membentuk m. sternalis, yang biasanya menghilang, dan pada daerah abdomen
membentuk m. rectus abdominis.
Pada daerah cranium, perkembangan myotom-myotom tidak begitu jelas. Pada mulanya
dapat ditemukan 4 pasang somit occipitalis, kemudian somit pertama (yang paling
cranial) segera menghilang. Ke tiga pasang somit yang lainnya akan bermigrasi ke depan,
membentuk otot-otot extrinsic dan intrinsic lingua.

SUSUNAN OTOT-OTOT EXTREMITAS


Pada perkembangan akhir minggu ke 4, pada permukaan ventro-lateral embryo terbentuk
tonjolan yang bakal menjadi extremitas. Tonjolan ini disebut limb bud. Limb bud untuk
extremitas superior terdapat pada setinggi antara somit segmen cervicalis 6 dan s segmen
thoracalis 2 (C6 - Th. 2), sedangkan untuk extremitas inferior terletak setinggi somit
segmen Lumbalis 4 dan segmen Sacralis 3 (L4 - S3). Pembentukan lim bud superior lebih
cepat dibanding dengan limb bud inferior. Pembentukan susunan otot extremitas terjadi
pada minggu ke 7 yang dimulai oleh adanya condensasi mesenchym dekat pangkal limb
bud yang berasal dari mesoderm somatis. Dari sini bermigrasi baik ke bagian ventral
maupun ke bagian dorsal. Limb bud. Mesenchym di bagian ventral akan membentuk
otot-oto flexoren, dan yang di bagian dorsal akan membentuk otot-otot extesoren.
SUSUNAN OTOT-OTOT PHARYNX
Ketika embryo berumur kira-kira 7 minggu, sel-sel mesenchym yang terletak pada arcus
pharyngealis berdiferensiasi menjadi myoblast-myoblast, yang selanjutnya bermigrasi ke
berbagai arah. Sekalipun migrasinya sangat jauh, tetap dapat diikuti asal otot ini yaitu
dengan melihat asal saraf yang menginnervasinya. Dengan cara ini dapat ditemukan
bahwa otot-otot wajah, otot-otot pharynx dan otot-otot larynx berasal dari arcus
pharyngealis.
SUSUNAN OTOT POLOS
Jaringan otot polos terutama berkembang dari lapisan mesoderm splanchnicus. Sel-sel
mesenchym ini akan membentuk otot yang melapisi tractus digestivus, tractus
respiratorius, serta pembuluh darah pada mesenterium. Pembuluh-pembuluh drah yang
berkembang pada extremitas, dinding badan dan kepala, memperoleh lapisan otot yang
meliputinya dari mesenchym setempat. Ternyata mesenchym yang terdapat di seluruh
badan adalah sumber potensial untuk jaringan otot polos, kecuali otot polos pada iris
yaitu m. sphincter pupillae dan m. delatator pupillae, diduga berdifernsiasi dari ectoderm
optical cap (cawang mata).
KELAINAN BAWAAN
Tidak adanya sebagian atau keseluruhan dari suatu otot adalah hal yang sering terjadi.
Salah satu contoh: tidak adanya m. pectoralis major, atau sebagian tidak ada. Tidak
sempurnyanya pembentukan otot diaphragma, sehingga bisa timbul hernia
diaphragmatica. Tidak tertutupnya dinding abdomen karena otot-ototnya tidak
berkembang dengan sempurna, sehingga bisa timbul omphalocele. Ketegangan m.
sternocleidomastoideus disebut torti colli.
embrylogy 1

BAGIAN ANATOMI FAK. KEDOTERAN


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR.

UROGENITALIA
Urogenitalia adalah gabungan dari sisterna urinarius dan sisterna genitalia. Sistem
urinarius dari ren, ureter, vesica urinaria dan urethra. Sisterna genitalia terdiri dari organa
genitalia msculina dan organ genitalia femina.
Kedua sistem ini dibicarakan bersama-sama atas dasar ontogeni dan adanya organ yang
berfungsi ganda. Urethra masculina berada di dalam penis, merupakan bagian dari
sisterna urinarius dan bagian dari sisterna reproduksi. Urethra feminina terletak
berdampingan (di ventral) vagina, serta bermuara ke dalam vulva.
Organ-organ urogenitalia ada yang terdapat di dalam cavum abdominis, cavitas pelvis
dan ada yang berada di bagian luar tubuh. Sebaliknya di dalam cavitas pelvis terdapat
pula sebagian dari tractus digestivus, seperti ileum, colon sigmoideum dan rectum.
BAB I
PELVIS
Pendahuluan
Pelvis berfungsi dalam transmisi gaya berat badan pada waktu berdiri, duduk dan
berpindah tempat. Pada wanita pelvis mempunyai fungsi tambahan, yaitu merupakan
jalan lahir bagi bayi pada waktu partus.
SKELETON PELVIS
Tulang-tulang yang membentuk pelvis terdiri atas dua buah os coxae, yang berada di
bagian ventral dan lateral, os sacrum dan os coccygeus di bagian dorsal.
Dalam posisi Anatomi, spina iliaca anterior superior dan tuberculum pubicum terletak
pada bidang frontal yang sama; ujung coccygeus dan margo superior symphysis osseum
pubis berada pada bidang horizontal yang sama. Facies interna corpus pubis terletak
menghadap ke arah cranial, ditempati oleh vesica urinaria. Facies pelvina ossis sacri
menghadap ke arah caudal. Pelvis minor (= true pelvis ) membentuk apertura pelvis
superior, cavitas pelvis dan apertura pelvis inferior. Apertura pelvis superior (= pelvic
inlet ) dibentuk oleh tepi cranialis symphysis osseum pubis, linea arcuata sinistra dan
linea arcuata dextra, serta promontorium.
Pada apertura pelvis superior dapat diukur diameter conjugata (= diameter anterior
posterior), diameter obliqua dan diameter transversal (= diameter sinister). Diameter
conjugata adalah jarak antara promontorium dan tepi cranialis symphysis osseum pubis.
Diameter conjugata diagonalis adalah jarak antara promontorium dan tepi caudalis
symphysis osseum pubis, yang diukur dengan cara melakukan vaginal toucher. Diameter
transversal adalah jarak antara articulatio sacroiliaca dengan eminentia iliopectinae yang
kontra lateral.
Cavitas pelvis letaknya mengarah ke dorsal dan caudal, mulai dari apertura pelvis
superior sampai pada apertura pelvis inferior; bentuk dinding dorsal lebih panjang
daripada dinding ventralnya.
Apertura pelvis inferior (= pelvic outlet) berbentuk belah ketupat, dibatasi oleh
ligamentum arcuatum pubis, ramus inferior ossis pubis, tuber ischiadicum, ligamentum
sacrotubersum dan ujung os coccygeus.
Klasifikasi pelvis pada wanita ditentukan atas dasar bentuk pelvic inlet dan ukuran-

ukurannya. Menurut bentuknya apertura pelvis superior dibagi menjadi 4 tipe, sebagai
berikut :
1. gynecoid, berbentuk bulat ;
2. android, berbentuk jantung kartu ;
3. anthropoid, berbentuk oval ;
4. platypelloid, berbentuk oval melintang.
DINDING PELVIS
Dinding pelvis terdiri atas tiga lapisan, yakni lapisan internal, intermedia dan external.
Lapisan intermedia terdiri dari os sacrum, os coccygeus dan os coxae, serta membrana
obturatoria, ligamentum sacrotubersum dan ligamentum sacrospinosum.
Lapisan externa dibentuk oleh otot-oto dan fascia yang berada di sebelah superficialis
dari lapisan intermedia, termasuk m.gluteus maximus.
Lapisan interna dibentuk oleh otot-otot dan fascia yang melekat pada lapisan interrmedia;
selain itu dibentuk pula oleh peritoneum, pembuluh darah dan serabut-serabut saraf.
Dinding pelvis dibagi menjadi dua buah dinding lateral, sebuah dinding posterior dan
sebuah dinding dasar (= lantai ).
Dinding lateral dibentuk oleh bagian dari os coxae yang berada di sebelah caudal dari
linea terminalis, ditutupi oleh m.obturator internus dan fascia obturatoria. Pada
m.obturator internus terdapat nervus obturatorius dan cabang-cabang dari vasa iliaca
interna yang berjalan ke arah ventro-caudal. Percabangan pembuluh darah yang
dimaksud adalah arteria umbicalis, arteria obturatoria, arteria vesicalis superior, dan pada
wanita arteria uterina serta arteria vaginalis. Di bagian posterior dari dinding ini terdapat
ureter, di bagian anterior terdapat ligamentum teres uteri (= round ligament of uterus )
dan pada pria ductus deferens. Pada wanita di dinding lateral terdapat fossa ovarica,
yakni suatu cekungan yang dibatasi oleh arteria umbilicalis, yang telah mengalami
obliterasi, di bagian anterior terdapat ureter, dan di bagian posterior terdapat vasa iliaca
communis.
Dinding posterior berbentuk melengkung; bagian cranialnya menghadap ke arah caudoventral. Dibentuk oleh os sacrum dan os coccygeus. Pada bagian lateral terdapat
m.piriformis dan m.coccygeus. Pada dinding ini terdapat plexus lumbosacralis, plexus
venosus dan percabangan arteria iliaca intrna. Pada permukaan os sacrum terletak arteria
sacralis media dan truncus sympathicus yang berjalan di sebelah caudalnya.
Dinding dasar (lantai) dibentuk oleh peritoneum, diaphragma pelvis, diaphragma
urogenitale dan perineum.
Peritoneum di bagian caudal membentuk refleksi dan bagian ventral rectum menuju ke
vesica urinaria, yang pada pria membentuk excavatio rectovesicalis, pada wanita refleksi
ini menuju ke uterus dan vagina membentuk excavatio rectouterina. padA sisi lateral dari
excavatio tersebut terdapat lipatan peritoneum yang membentuk plica rectovesicalis dan
plica rectouterina. Baik pada pria maupun pada wanita kedua plica ini dinamakn plica
sacrogenitale. Pada wanita refleksi peritoneum dari permukaan anterior uterus menuju ke
vesica urinaria membentuk excavatio vesicouterina.
Diaphragma pelvis dibentuk oleh m.levator ani dan m.coccygeus serta fascia pelvis
lamina parietalis, yang membungkus kedua otot tersebut. M.levator ani merupakan otot
yang kuat dan tebal, terletak hampir horizontal. Di rectum pada pria dan wanita. Ketiga

organ tersebut tadi mendapat dukungan dari serabut-serabut m.levator ani. M.levator ani
dibagi menjadi tiga bagian, yakni m.pubococcygeus, m.puborectalis dan
m.ileococcygeus.
m.pubococcygeus merupakan bagian yang utama, melekat dari facies dorsalis corpus
pubis, berjalan ke dorsal menuju ke os coccygeus. Pada pria otot ini mengarah ke dorsal,
megadakan perlekatan pada glandula prostat (myofibril bagian medial), disebut m.levator
prostatae. Pada wanita serabut otot di bagian medial tersebut mengadakan perlekatan
pada urethra dan vagina, disebut m.pubovaginalis; myofibril yang lainnya bersama-sama
dengan myofibril yang kontralateral membungkus urethra dan vagina, dinamakan
m.sphincter vaginae. Di bagian dorsal uerthra dan vagina terdapat myofibril yang
mengadakan insertio pada centrum tendineum perinei, dan ada sebagian kecil myofibril
(= serabut otot puboanalis) yang melanjutkan diri pada dinding canalis analis.
Serabut-serabut m.pubococcygeus yang berada di bagian paling lateral berasal dari arcus
tendineus m.levator ani.
m.puborectalis merupakan bagian yang paling posterior dari m.levator ani, yang banyak
kali hanya berupa suatu aponeurose saja. Musculus ini berasal dari facies medialis spina
ischiadica dan mengadakan insertio pada sisi lateral bagian caudal os sacrum serta bagian
cranial os coccygeus.
Diaphragma pelvis berfungsi membantu fiksasi viscera pelvis dan menahan tekanan intra
abdominal yang semakin meningkat. Bersama-sama dengan kontraksi otot-otot dinding
ventral abdomen meningkatkan tekanan intra abdominal, misalnya pada defecasi.
M.levator prostetae dan m.apubovaginalis berperan dalam mengontrol proses miksi (otototot ini terletak di caudalis vesica urinaria). Pada waktu defecasi m.puborectalis
mengalami relaksasi sehingga anorectal junction menjadi kendor.
Diaphragma urogenitale dibentuk oleh m.transversus perinei profundus dan m.sphincter
urethrae. Di dalam diaphragma urogenitale terdapat glandula bulbourethralis.
Diaphragma urogenitale terdapat di dalam spatium perinei profundum. Letaknya hampir
horizontal pada posisi orang berdiri tegak. Dilalui oleh urethra kira-kira 2,5 cm di sebelah
dorsalis symphysis osseum pubis. Fascia yang menutupi diaphragma urogenitale
merupakan lanjutan dari pars anterior fascia diaphragmatis pelvis inferior.
FASCIA PELVIS
Terdiri dari lamina parietalis, yang menutupi otot-otot pelvis, dan lamina visceralis yang
mentupi viscera pelvis. Di beberapa tempat fascia ini menebal membentuk ligamentum.
Lamina parietalis membentuk fascia obturatoria, melanjutkan diri menjadi fascia iliaca
( menutupi m.iliacus). fascia ini membungkus vasa dan nervus obturatorius. Di sebelah
anterior melekat pada facies dorsalis corpus pubis dan di bagian dorsal melekat pada tepi
anterior incisura ischiadica major.
Tempat melekat m.levator ani pada fascia obturatoria disebut arcus tendineus m.levator
ani. Di sbelah caudalis dari tempat perlekatan m.levator ani, m.obturator internus
bersama-sama dengan fascia obturatoria membentuk dinding lateral fossa ischiorectalis
(= fossa ischionalis). Vasa dan nervus pudendus dibungkus oleh fascia ini membentuk
canalis pudendalis (= Alcock). Fascia pelvis menebal membentuk ligamentum
puboprostaticum pada pria dan ligamnetum pubovesicalis pada wanita. Ligamentum ini

meluas ke dorsal dan membungkus cervix uteri, membentuk ligamentum pubocervicale.


Penebalan dari fascia yang meluas dari os sacrum sampai pada cervix uteri membentuk
ligamnetum uterosacrale. Ligamentum tersebut tadi bersama-sama dengan diaphragma
pelvis memfiksir uterus pada posisi normal.
FASCIA DIAPHRAGMATIS PELVIS
Fascia ini merupakan bagian dari fascia pelvis lamina parietalis, terdiri dari dua lapisan,
yakni fascia diphragmatis pelvis superior dan fascia diaphragmatis pelvis inferior.
Fascia diaphragmatis pelvis superior menutupi permukaan medial (facies pelvina)
m,levator ani dan m.occygeus. penebalan dari fascia ini membentuk arcus tendineus
fasciae pelvis, yang meluas dari spina ischiadica sampai ke facies dorsalis corpus pibis,
dekat pada symphysis osseum pubis. Bagian anterior dari arcus tendineus fasciae pelvis
membentuk ligamnetum puboprostaticum mediale (= ligamentum pubovesicale). Facies
diaphragmatis pelvis superior bersatu dengan ligamnetum sacrospinosum, banyak kali
berjalan ke dorsal untuk membungkus m.piriformis.
Fascia diaphragmatis pelvis inferior lebih tipis daripada yang superior, berada pada
permukaan inferior m.levator ani dan m.coccygeus. fascia ini membentuk dinding medial
fossa ischiorectalis (= fossa ischionalis ).
PERINEUM
Perineum adalah suatu daerah yang sesuai dengan apertura pelvis inferior, berbentuk
belah ketupat, dibatasi oleh arcus pubicum, tuber ischiadicum (bersama tepi m.gluteus
maximus) dan ujung os coccygeus, berada di sebelah caudalis dari diaphragma pelvis.
Perineum dibagi menjadi trigonum urogenitale dan trigonum anale.
Pada trigonum urogenitale pria terdapat muara urethra, dan pada wanita terdapat muara
urethra dan muara vagina. Di klinik obstetry perineum adalah daerah yang terletak
diantara anus dan commissura labiorum posterior.
Perineum dibentuk dari superficial ke profunda oleh :
1. Kulit
2. Fascia perinei superficialis
3. Fascia perinei profundus
4. Spatium perinei superficialis
5. Fascia diaphragmatis urogenitalis inferior
6. Spatiun perinei profundus
7. Fascia diaphragmatis urogenitalis superior
Fascia perinei superficialis disebut juga fascia Collesi, merupakan jaringan subcutaneus
yang terdiri atas jaringan ikat, lemak dan otot polos. Fascia ini meluas ke scrotum dan
kehilangan jaringan lemaknya, sedangkan serabut otot polos bertambah banyak,
membentuk tunica dartos. Jaringan lemak pada fascia ini meluas ke regio femoris bagian
medial dan ke dinding abdomen (melanjutkan menjadi fascia Camperi). Fascia perinei
superficialis di abgaian dorsal melekat pada tepi posterior diaphragma urogenitale dan
pada centrum tendineum, di bagian lateral melekat pada ramus ischiopubicus ( melekat
bersama-sama bagain fascia lata ), ke bagian anterior meluas ke scrotum.
Fascia perinei profundus melekat pada tepi posterior diaphragma urogenitale. Di bagian

lateral mel;ekat pada ramus ischiopubicus. Di bagian anterior fascia ini menyatu dengan
ligamentum suspensorium penis, lalu melanjutkan diri pada fascia abdominis
superficialis, yang meanutupi m.obliquus externus abdominis dan m.rectus abdominis.
Spatium perinei superficialis adalah suatu celah (kantong) yang dibentuk di bagian caudal
oleh fascia perinei profundus dan di bagian superior oleh fascia diaphragmatis inferior. Di
dalam spatium ini terdapat m.transversusu perinei superficialis, m.ischiocavernosus dan
m.bulbocavernosus.
Spatium perinei profundus adalah juga sebuah celah (kantong), yang dibentuk oleh fascia
diaphragmatis urogenitalis superior dan fascia diaphragmatis inferior. Spatium ini berisi
m.transversus perinei profundus dan m.sphincter urethrae (membranaceae), yang
membentuk diaphragma urogenitale dan di dalamnya terdapat glandula bulbourethralis.
Fascia diaphragmatis urogenitalis superior (lamina profunda, lamina interna) adalah
sebuah lembaran berbentuk segitiga, terletak diantara ramus ischiopubicus sinister dan
dexter, berada diantara m.transversusu perinei profundus dan m.pubococcygeus, menyatu
dengan fascia yang membungkus kedua otot tersebut. melekat di sebelah anterior pada
symphysis osseum pubis, di sebelah dorsal melekat pada centrum tendineum, di sebelah
lateral melekat pada sisi medial ramus ischiopubicus, dan menyatu dengan fascia
obturatoria. Ditembusi oleh urethra dan vagina. Melekat pada pars inferior capsula yang
membungkus prostat.
Fascia diaphragmatis urogenitalis inferior (lamina superficialis, lamina externa) adalah
suatu lembaran berbetuk segitiga, terletak diantara ramus ischiopubicus sinister dan
dexter. Di sebelah lateral melekat pada sisi medial rami ischiopubicus pada ligamentum
arcuatum pubicum dan pada tuber ischiadicum.
Pada trigonum anale terdapat anus, baik pada pria maupun wanita. Jaringan subcutaneus
pada regio ini meluas ke arah cranial pada kedua sisi anus dan mengisi fossa ischioanalis
(= fossa ischiorectelis). Jaringan ini memfiksir canalis analais dan memberi kesempatan
canalis analis membesar pada waktu defecasi.
Fossa ischiorectalis (= fossa ischioanalis) berada diantara kulit di sebelah caudal dan
diaphragma pelvis di sebelah cranial. Mempunyai dinding lateral yang letaknya hampir
vertikal, dibentuk oleh m.obturator internus bersama-sama dengan fascia obturatoria.
Pada dinding lateral ini terdapat canalis pudendalis. Dinding supero-medial dibentuk oleh
fascia diaphragmatis pelvis inferior dan m.sphincter ani externus. Dinding ini bertemu
dengan dinding lateral pada tempat pertemuan fascia obturatoria dengan fascia
diaphragmatis pelvis inferior. Di sebelah ventral fossa ischiorectalis dibatasi oleh tepi
posterior diaphragmatis urogenitale dan centrum tendineum perinei.
Fossa ischiorectalis berisi jaringan ikat yang membentuk septa (rongga-rongga) dan
jaringan lemak (= ischiorectal pad of fat). Di sebelah posterior fossa ini dibayasi oleh
ligamentum sacrotubersum dan ditutupi oleh m.gluteus maximus.
Centrum tendineum perinei (= corpus perinale ) adalah sebuan bangunan fibrimuscular

yang terletak pada bidang mediana diantara canalis analis dan diaphragma urogenitale.
Pada bangunan ini melekat m.transversus perinei superficialis et profundus,
m.bulbospongiosus, m.levator ani, m.sphincter ani externus dan serabut-serabut otot
polos dari startum longitudinale dinding rectum. Pada centrum tendineum ini juga
melekat fascia perinei superficialis, fascia perinei profundus, fascia diaphragmatis
urogenitalis superior dan fascia diaphragmatis urogenitalis inferior.
Pada wanita yang akan partus centrum tendineum perinei ini perlu mendapat perhatian
istimewa, oleh karena dapat robek, untuk menghindari hal tersebut maka dilakukan
episiotomy.
VASCULARISASI
A.ILIACA INTERNA
A.iliaca interna (= a.hypogastrica) dipercabangkan oleh a.iliaca communis di sebelah
ventral articulatio sacroiliaca, setinggi promontorium, panjang 4 cm. Arteri ini disilangi
di sebelah ventral oleh ureter. Dipisahkan terhadap articulatio sacroiliaca oleh vena iliaca
interna. Di bagian cranial a.iliaca interna berada di sebelah medial dari vena iliaca interne
dan m.psoas major, dan di bagian caudal arteri ini terletak di sebelah medial nervus
obturatorius.
Arteria iliaca interna memberi percabangan parietal dan visceral.
Cabang parietal adalah sebagai berikut :
a.iliolumbalis
1. a.sacralis lateralis
2. a.obturatoria
3. a.glutea superior
4. a.glutea inferior
5. a.pudenda interna
6. a.pudenda interna
percabangan visceral adalah sebagai berikut :
1. a.umbalis
2. a.vesicalis superior
3. a.ductus deferens
4. a.vesicalis inferior
5. a.uterina
6. a.vaginalis
7. a.rectalis media.
A.iliolumbalis
Berjlan ke arah cranial dan lateral menuju ke fossa iliaca, mempercabangkan ramus
iliacus yang memberi suplai darah kepada m.iliacus, dan ramus lumbalis yang memberi
vascularisasi kepada m.quadratus lumborum dan m.psoas major.
A.sacralis lateralis
Sering ada dua buah, yakni ramus superior dan ramus inferior. Ramus superior berjalan
melalui foramen sacralis I atau yang ke II. Ramus inferior berjalan ke caudal, berada di

sebelah ventral m.piriformis dan nervus sacralis, di sebelah lateral truncus sympathicus
menuju ke coccygeus.
A.obturatoria
Berjalan ke ventral-caudal pada fascia obturatoria menuju ke foramen obturatorium. Di
sebelah cranialnya terdapat nervus obturatorius, dan di sebelah caudalnya berjalan vena
obturatoria. Ureter menyilang arteri ini dekat pada pangkalnya. Memberikan rami
musculares dan a.nutricia kepada ilium serta ramus pubicus yang berjalan ascendens pada
facies pelvina ilii. sEtelah melalui foramen obturatorium a.obturatoria mempercabangkan
ramus anterior dan ramus posterior, berjalan ke anterior dan posterior mengelilingi tepi
foramen obturatorium. Terletak pada membrana obturatoria dan mensuplai m.obturator
externus.
A.pudenda interna
A.pudenda interna pada pria lebih besar daripada wanita. Berjalan ke caudo-lateral
menuju ke tepi caudal foramen ishiadicum majus, meninggalkan pelvis dengan berjalan
diantara m.piriformis dan os coccygeus. Kemudian menyilang di sebelah dorsal spina
ischiadica, berada di sebelah medial nervus yang menuju ke m.obturator internus, dan
dengan melewati foramen ischiadicum minus mencapai perineum.
Arteri ini berjalan bersama-sama dengan vena pudenda interna dan percabangan nervus
pudendus di dalam canalis pudendalis Alcock. Melanjutkan diri ke ventral, menembusi
tepi posterior diaphragma urogenitale, masuk ke dalam spatium perinei profundus, dekat
pada ramus inferior ossis pubis. Sebelum mencapai symphysis osseum pubis a.pudenda
interna membentuk dua cabang terminal, yakni a.dorsalis penis (clitoridis) dan a.profunda
penis (clitoridis). A.pudenda interna memberi cabang kepada plexus sacralis, otot-otot
pelvis dan otot-otot pada regio glutea.
Percabangannya lainnya :
1. arteria rectalis inferior
2. rami scrotales (labiales) posteriores
3. arteria perinealis
4. arteria bulbi penis
5. arteria bulbi vestibuli (vaginae)
6. arteria urethralis
A.umbilicalis
Merupakan pembuluh darah utama dalam circulatio foetalis, yang setelah lahir
mengalami obliterasi menjadi ligamentum umbilicale laterale. Bagian proximal arteri
tetap ada dan tetap berfungsi (= pars patens), berjalan ke ventral sepanjang dinding lateral
pelvis dan sepanjang fascia infero-lateral vesica urinaria, mempercabangkan a.ductus
deferens dan a.vesicalis superior. Ligamentum umbilicale lateral ditutupi oleh peritoneum
membentuk plica umbilicale laterale, sedangkan ligamentum umbilicale mediale yang
adalah sisa dan urachus, berada diantara vertex vesica urinaria dan umbilicus, ditutupi
oleh peritoneum membentuk plica umbilicale mediale.
VENA ILIACA INTERNA
Vena iliaca interna (= vena hypogastrica) bergabung dengan vena iliaca externa
membentuk vena iliaca communis. Terletak di sebelah dorsal arteria iliaca interna,

disilangi di sebelah lateral oleh nervus obturatorius. Menerima aliran darah venous yang
dibawa oleh vena-vena yang mengikuti percabangan a.iliaca interna, kecuali a.umbilicalis
dan a.iliolumbalis. vena-vena yang dimaksud adalah :
1. vena glutea superior
2. vena glutea inferior
3. vena pudenda interna
4. vena dorsalis penis (clitoridis)
juga menerima aliran darah venous dari plexus venosus, yakni :
1. plexus venosus rectalis
2. plexus venosus vesicalis
3. plexus venosus prostaticus
4. plexus venosus uterinus
5. plexus venosus vaginalis
Plexus sacralis tidak menerima aliran darah venosus dari viscera, tetapi mempunyai
hubungan dengan vena azygos dan sisterna vena vertebralis.
INNERVASI
Terutama berasal dari nervus spinalis segmental sacralis dan coccygeus, serta dari pars
pelvis systema autonomica. Plexus sacralis dibentuk oleh ramus ventralis n.sacralis 1 4
dan truncus lumbosacralis. Terletak di sbelah ventral m.piriformis, dipisahkan dari vena
iliaca interna dan ureter oleh fascia pelvis parietalis.
Nervus pudendus
Dibentuk oleh nervus sacralis 2-3-4, mempersarafi perineum, mengandung komponen
motoris, sensoris dan serabut-serabut post ganglioner sympathis. Berjalan melalui
foramen ischiadicum ( sciaticum) majus, di caudalis m.pisiformis. kemudian menyilang
di sebelah dorsal spina ischiadica, berada di sebelah medial arteria pudenda interna,
mencapai perineum melalui foramen ischiadicum (sciaticum) minus bersama-sama
dengan arteri tersebut. di dalam canalis pudendalis Alcock n.pudendus mempercabangkan
nervus rectalis inferior, dan selanjutnya membentuk bifurcatio menjadi nervus perinealis
dan rectus dorsalis penis ( clitoridis ).
N.rectalis inferior
Berjalan menembusi dinding medial canalis pudendalis, membentuk beberapa cabang,
berjalan melalui fossa ischiorectalis, mempersarafi m.sphincter ani externus, kulit di
sekitar anus dan canalis analis.
N.perinealis
Mempercabangkan ramus superficialis dan ramus profundus. Ramus profundus berjalan
menembusi dinding medial canalis pudendalis, meampersarafi m.sphincter ani externus
dan m.levator ani. Kemudian ramus ini menembusi fascia perinei superficialis dan fascia
perinei profundus, masuk kedalam spatium perinei superficialis, mempersarafi
m.bulbospongiosum, m.ischiocavernosum, m.transversus perinei superficialis dan bulbus
penis. Ramus superficialis terbagi menjadi dua buah nervi scrotales ( labiales )
posteriores, sebuah di lateral dan sebuah medial. Kedua cabang ini menembusi fascia
perinei profundus dan fascia perinei superficialis, berjalan ke arah ventral bersama-sama

dengan rami scrotales (labiales) posteriores menuju ke scrotum (labium majus).


N.dorsalis penis (clitoridis)
Menembusi tepi posterior diaphragma urogenitale, mempersarafi m.transversus perinei
profundus dan m.sphincter urethrae membranaceae.
INNERVASI SYMPATHIS
Berasal dari dua sumber, yakni truncus sympathicus dan plexus aorticus. Truncus
sympathicus pars sacralis terletak pada facies pelvina ossis sacri, terdiri sebagian besar
dari serabut-serabut preganglioner. Ujung caudalis truncus sympathis membentuk
ganglion impar, terletak di sebelah ventral os coccygeus. Pada truncus sympathicus pars
sacralis ini terdapat 3 4 buah ganglia vertebralia. Serabut-serabut dari plexus aorticus
bersama-sama nervi splanchnici lumbales membentuk plexus hypogastricus superior (=
nervus presacralis ). Di sebelah ventral os sacrum plexus ini memberi dua buah cabang
yang disebut nervus hypogastricus dexter et sinister. Setiap saraf ini berjalan pada sisi
rectum (pada wanita, di sisi rectum dan vagina). Di bagian caudal os sacrum nervus
hypogastricus bersama-sama dengan nervus splanchinicus pelvicus membentuk plexus
hypogastricus inferior (= plexus pelvicus).
SISTEMA LYMPHATICA
Berada pada os sacrum, menerima lymphe dari pembuluh-pembuluh lymphe yang
berjalan mengikuti arteria iliaca interna, yaitu :
lymphonodi sacrales
lymphonodi iliaci interni
lymphonodi iliaci externi
lymphonodi iliaci communes.
Lymphonodi sacrales
Berada pada os sacrum, menerima lymphe dari visceraplexis, regio perineum dan regio
glutea. Dari lymphonodus ini lymphe mengalir menuju ke lymphonodi iliaci interni dan
ke lymphonodi iliaci communes.
Lymphonodi iliaci interni
[ Berada di sekeliling arteria iliaca interna, menerima lymphe dari viscera pelvis,
perineum dan regio glutea. Pembuluh efferen menuju ke lymphonodi iliaci communes.
Lyphonodi iliaci externi
Terletak di sepanjang arteria iliaca externa. Menerima lymphe dari lymphonodus
inguinalis superficialis dan lymphonodus inguinalis profundus, dari diding ventral
abdomen di bagian caudalis umbilicus, serta dari viscera pelvis. Pembuluh efferen
menuju ke lymphonodi iliaci communes.
Lymphonodi iliaci communes
Menerima aliran lymphe dari ketiga kelompok lymphonodi tersebut tadi.

BAB II
ORGANA URINARIA
Pendahuluan
Organa urinaria terdiri dari ren, ureter, vesica urinaria dan urethra. Organ-organ ini
berfungsi memproduksi urine, melalui proses filtrasi darah, dan mengumpulkan urine
untuk sementara waktu. Selain itu pada ren terdapat glandula suprarenalis yang termasuk
sistem endokrin. Lokalisasi dari organ-organ tersebut berada di dalam cavum abdominis,
cavitas pelvis dan di luar tubuh.

REN
MORFOLOGI, STRUKTUR DAN LOKALISASI
Ren ( L, Gk = nefros, I = kidney ) ada dua buah, berada di sebelah kiri dan kanan
columna vertebralis. Berbentuk seperti kacang merah denga ukuran panjang 11 cm, lebar
6 cm, tebal 3 cm. Ukuran berat kira-kira 135 150 gram. Berwarna agak kecoklatcoklatan. Mempunyai extermitas cranialis (= polus cranialis ) dan extremitas inferior (=
polus caudalis ), facies anterior dan facies posterior, kedua permukaan itu bertemu pada
margo lateralis dan margo medialis. Kira-kira pada pertengahan margo medialis terbentuk
suatu cekungan yang dinamakna hilum renale, yang merupakan tempat masuk arteria
renalis dan serabut-serabut saraf serta tempat keluarnya vena renalis dan ureter. Kedua
buah ren dibungkus oleh suatu jaringan ikat yang membentuk capsula fibrosa, dan
membungkus juga struktur-struktur yang masuk dan meninggalkan hilum renale. Capsula
fibrosa ini dibungkus oleh jaringan le,ak ( adipose tissue, disebut perirenal fat = corpus
adiposum pararenale ), yang bersama-sama dengan jaringan ikat (connective tissue)
membentuk fascia renalis.
Secara relatif ren pada anak-anak lebih besar daripada orang dewasa. Ren ikut bergerak
dengan gerakan respirasi.
Struktur ren terdiri atas cortex renalis dan medulla renalis, yang masing-masing berbeda
dalam warna dan bentuk. Cortex renalis berwarna pucat, mempunyai permukaan yang
kasar. Medulla renalis terdiri atas pyramidales renale (= pyramis renalis Malpighii ),
berjumlah antara 12 20 buah, berwarna agak gelap. Basis dari bangunan piramid ini,
disebut basis pyramidis berada pada cortex, dan apexnya yang dinamakan papilla renalis,
terletak menghadap ke arah medial, bermuara pada calyx minor.
Diantara satu piramid dengan piramid lainnya terdapat jaringan cortex yang berbentuk
colum, disebut columna renalis Bertini. Pada basis dari setiap piramid terdapat deretan
jaringan medulla yang meluas ke arah cortex, disebut medullary rays. Setiap piramid
bersama-sama dengan columna renalis Bertini yang berada di sampingnya membentuk
lobus renalis, berjumlah antara 5 14 buah.
Pada setiap papilla renalis bermuara 10 40 buah ductus yang mengalirkan urine ke
calyx minor. Daerah tersebut berlubang-lubang dan dinamakan area cribrosa.
Hilum renale meluas membentuk sinus renalis, dan didalam sinus renalis terdapat pelvis
renalis, yang merupakan pembesaran dari ureter ke arah cranialis (Gk. Pyelos). Pelvis
renalis terbagi menjadi 2 3 calices renalis majores, dan setiap calyx major terbagi
menjadi 7 14 buah calices renalis minores.
Ren terletak di bagian posterior cavum abdominis, retroperitoneal, di sebelah kiri dan
kanan columna vertebralis, setinggi vertebra lumbalis 1 4 pada posisi berdiri.
Kedudukan ini bisa berubah mengikuti perubahan posisi tubuh. Ren dexter terletak lebih
rendah dari yang sinister disebabkan karena hepar berada di sebelah cranial dari ren. Pada
wanita kedudukan ren kira-kira setengah vertebra lebih rendah daripada pria.
Axis transversal dan ren terletak latero dorsal, dan axis longitudinal terletak laterocaudal, sehingga extremitas superior renalis letaknya lebih dekat pada linea mediana
daripada extremitas inferior renalis.
Extremitass inferior renalis pada umumnya dapat dipalpasi.
Ren sinister dan ren dexter berdampingan dengan organ-organ yang berada di sekitarnya,

baik pada facies anterior maupun pada facies posteriornya.


Facies posterior renalis berbentuk kurang cembung bila dibandingkan dengan facies
anteriornya, dan berhadapan dengan organ-organ bersangkutan. Ren sinister di bagian
cranio-lateral terdapat, dari lateral ke medial, costa XI, costa XII. Processus transversus
vertebra lumbalis I. Di bagian caudal, dari medial lateral, terdapt m.transversus
abdominis, m.quadratus lumborum, m.psoas major dan processus transversus vertebrae
lumbalis sinister.
Ren dexter di bagian cranial terdpat diaphragma thoracis, costa XII dan processus
transversus vertebrae lumbalis I, dan di bagian caudal dari lateral ke medial terdapat
m.transversus abdominis, m.quadratus lumborum, m.psoas major dan processus
transversus vertebrae lumbalis II.
Diantara facies posterior ren dan otot dinding dorsal abdomen terdapat nervus
subcostalis, nervus iliohypogastricus dan nervus ilioinguinalis.
Facies anterior renalis berbentuk cembung, dan pada kedua extremitas superiornya
terdapat glandula suprarenalis.
Ren sinister di bagian tengah terdapat corpus pancreatis dan caudal pancreatis, di sebelah
cranialnya terdapat paries posterior ventriculi, yang menyebabkan terbentuknya
impressio lienalis. Di sebelah caudal, dari medial ke lateral terdapat duodenum dan
flexura colica sinistra.
Ren dexter, pada 2/3 bagian cranial berhadapan dengan facies posterior lobus hepatis
dexter, di sebelah caudalnya terdapat flexura colica dextra. Di sebelah medial dari area
hepatica terdapat duodenum, membentuk area duodenalis renalis.
Fascia renalis yang berada pada facies ventralis (= lamina ventralis ) meluas melewati
linea mediana, sedangkan bagian yang berada pada facies posterior renalis (= lamina
posterior ) menyatu dengan jaringan ikat pada facies anterior columna vertebralis. Facies
renalis juga membungkus glandula suprarenalis, dan di bagian caudal dari ren kedua
lapisan fascia tadi saling mendekati, tidak melekat erat.
Ren difiksasi pad tempatnya oleh fascia renalis, corpus adiposum pararenale dan vasa
renalis.
VASCULARISASI
ARTERIA RENALIS
Dipercabangkan oleh aorta abdominalis di sebelah caudal dari pangkal arteria
mesenterica superior, berada setinggi discus intervertebrale antara vertebra lumbalis I dan
II.
Arteria renalis dextra berjalan di sebelah dorsal vena cava inferior, memberikan
percabangan yang berjalan menuju ke glandula suprarenalis dan ureter. Di dalam sinus
renale arteria renalis mempercabangkan ramus primeryang disebut ramus anterior yang
besar dan ramus posterior yang kecil. Masing-masing arteri tersebut berjalan masuk
kedalam belahan anterior dan belahan posterior dari ren. Batas antara belahan anterior
dan belahan posterior disebut Broedels line, yang miskin vascularisasi. Ramus primer
mempercabangkan arteria interlobaris, berada diantara pyramid., ;a;u berjalan pada basis
piramid membentuk arcus yang membentuk arcus, disebut arteria arcuata. Dari arteria
arcuata dipercabangkan arteria interlobularis. Ujung terminal a.arcuata dan
a.interlobularis berjalan vertikal, paralel, paralel satu sama lain, menuju ke cortex renalis.
A.interlobularis berakhir sebagai arteriola glomerularis afferens (= vasa afferens )

membentuk glomerulus . pembuluh arah yang meninggalkan glomerulus disebut arteriola


glomerulus efferens (= vasa efferens ), selanjutnya membentuk plexus arteriosus, dan dari
plexus tersebut dipercabangkan arteriola recta (= vasa recta ) yang berjalan menuju ke
pelvis renalis.
Arteriolae rectae membentuk plexus dan dari plexus ini darah mengalir kedalam venulae
rectae, lalu menuju ke venae interlobulares, dari sini menuju ke venae arcuatae dan
selanjutnya bermuara kedalam venae interlobaris. Vena interrlobaris bermuara kedalam
vena cava inferior.
Venulae stellatae adalah pembuluh darah yang terdapat di daerah subcapsularis, dibentuk
oleh cabang-cabang arteria interlobularis, menjadikan suatu anastomosis arterio-venosa,
dan selanjutnya bermuara kedalam vena cava inferior.
NODUS LYMPHSTICUS
Pembuluh lymphe pada ren membentuk tiga buah plexus, yakni yang berada di dalam
ren, yang berada di sebelah profunda capsula dan yang berada di dalam corpus adiposum
pararenale. Pembuluh lymphe dari substansi ren membentuk 4 5 buah pembuluh
lymphe yang lebih besar, menuju ke hilum renale. Pembuluh lymphe di bagian profunda
capsula renalis dan yang berada di dalam corpus adiposum mempunyai hubungan yang
bebas satu sama lainnya. Kemudian membentuk pembuluh lymphe yang besar dan
bersama-sama dengan pembuluh lymphe dari jaringna ren mengikuti perjalanan vena
renalis menuju dan berakhir pada lymphonodus aorticus lateralis.
INNERVASI
Plexus renalis dibentuk oleh percabangan dari plexus coeliacus. Serabut-serabut dari
plexus tersebut tadi berjalan bersama-sama dengan vena renalis. Plexus suprarenalis juga
dibentuk oleh percabangan dari plexus coeliacus. Kadang-kadang mendapatkan
percabangan dari nervus splanchnicus major dan dari plexus lienalis.
Plexus renalis dan plexus suprarenalis mengandung komponen sympathis dan
parasympathis yang dibawa oleh Nervus vagus.
Stimulus dari pelvis renalis dan ureter bagian cranialis oleh nervus splanchnicus.
ANOMALI
Ada beberapa anomali yang sering diketemukan, yakni :
1. Horseshoe kidney yang terbentuk oleh karena extremitas inferior dari kedua ren
tumbuh bersatu ;
2. Congenital policystic kidney, terbentuk karena ductus secretorius berkembang tidak
normal ;
3. Pe4lvic kidney, ren tidak mengalami ascensus dan tetap tertinggal didalam cavitas
pelvis ;
4. Multiple renal artery, pada satu ren terdapat dua buah arteria renalis, masing-masing
menuju ke extremitas superior dan extremitas inferior.
GLANDULA SUPRARENALIS
Kelenjar ini tidak termasuk sisterna uropoetica, melainkan adalah bagian dari sistem
endokrin. Berat kira-kira 3 6 gram. Terletak pada puncak extremitas superior, tepatnya

di bagian ventro-supero-medial. Dibungkus oleh fascia renalis. Glandula suprarenalis


dextra berbentuk piramid., berada di sebelah ventraldari diaphragma thoracis, di sebelah
dorsal dari hepar, vena cava inferior dan peritoneum.
Glandula suprarenalis sinistra berbentuk agak datar, berada di sebelah ventral diaphragma
thoracis, di sebelah dorsal peritoneum (bursa omentalis) dan di cranialis ddari pancreas.
Di sebelah anteriornya terdapat arteria lienalis.
Struktur kelenjar terdiri atas cortex dan medulla. Dari bagian cortex dihasilkan hormon
steroid yang berfungsi mempertahankan keseimbangan elektrolit, metabolisme protein
dan karbohidrat. Dari bagian medulla dihasilkan epinephrin dan neropinephrin.
Suplai darah berasal dari beberapa sumber, sebagai berikut : arteriae suprarenalis
superiores yang dipercabangkan oleh arteria pherenica inferior, satu atau beberapa arteria
suprarenalis inferior yang dipercabangkan oleh arteria renalis, dan arteria suprarenalis
media yang dipercabangkan oleh aorta abdominalis.
Aliran darah venous dibawa oleh vena suprarenalis yang meninggalkan kelenjar ini
melalui hilus glandulae suprarenalis. Vena suprarenalis dextra bermuara kedalam vena
cava inferior, sedangkan vena suprarenalis sinistra bermuara kedalam vena renalis,
kadang-kadang bersama-sama dengan vena phrenica inferior.
Pembuluh lymphe ada beberapa yang berada di dalam cortex dan lebih banyak terdapat di
dalam medulla, berjalan mengikuti pembuluh vena.
Innervasi diperoleh dari cabang-cabang plexus coeliacus, n.splanchnicus thoracialis dan
lumbalis. Serabut saraf preganglioner sympathis berjalan langsung menuju ke medulla.
URETER
MORFOLOGI DAN LOKALISASI
Ureter adalah suatu saluran yng dibentuk oleh jaringan otot polos dengan ukuran 25 30
cm, menghubungkan ren dengan vesica urinaria. Terletak retroperitoneal, sebagian berada
di dalam cavum abdominis, disebut pars abdominalis, dan sebagian lagi berada di dalam
cavitas pelvis, disebut pars pelvica. Kedua bagian ini kurang lebih sama panjang.
Merupakan kelanjutan dari pelvis renalis, meninggalkan ren melalui hilum renale, berada
di sebelah dorsal vasa renalis, berjalan descendens pada permukaan m.psoas major.
Ureter dexter berada di sebelah dorsal dupdenum pars descendens dan menyilang radix
mesenterii di bagian dorsal.
Ureter menyilang arteria iliaca communis atau pangkal arteria iliaca externa, berjalan di
sebelah ventro-caudal arteria iliaca interna, lalu menyilang arteria umbilicalis serta vasa
obturatoria dan nervus obturatorius di sbelah medialnya. Selanjutnya berjalan sepanjang
dinding lateral pelvis, lalu membelok ke medial menuju ke dinding dorsal vesica urinaria.
Ureter pars pelvica masculina berada di sebelah lateral ductus deferens. Ketika sampai di
vesica urinaria, ureter terletak di sebelah ventral ujung cranial vesicula seminalis, di
sebelah ventral dari ductus deferens.
Pada wanita ureter pars pelvica berada pad tepi posterior ovarium, lalu berjalan di dalam
ligamentum sacro-uterinum, selanjutnya berada di dalam ligamentum cervicale laterale,
di sebelah caudal pars inferior ligamentum latum (= broad ligament ). Dekat pada cervix
uteri ureter membelok ke medial, berada di dalam ligamentum vesicale laterale, berjalan
di sebelah ventral ligamentum vaginale laterale menuju ke vesica urinaria. Ureter sinister
terletak lebih dekat pada vagina daripada ureter dexter.

Kedua ureter bermuara kedalam vesica urinaria dengan jarak 5 cm satu sama lian.
Berjalan oblique sepanjang 2 cm di dalam dinding vesica urinaria sebelum bermuara
kedalam vesica urinaria. Muara tersebut berbentuk lubang yang pipih, disebut ostium
ureteris, yang pada vesica urinaria yang kosong berjarak 2,5 cm satu sama lain,
sedangkan vesica urinaria yang terisi penuh jarak antara kedua muara tersebut adalah 5
cm.
Uereter menyempit di tiga tempat, masing-masing pada tempat peralihan pelvis renalis
menjadi ureter, ketika menyilang arteria iliaca communis dan ketika bermuara kedalam
vesica urinaria.
VASCULARISASI
Arteri yang memberi suplai darah kepada ureter sangat bervariasi, dan bersumber pada
arteria renalis, aorta abdominalis, arteria ovarica (arteria testicularis), arteria iliaca
interna, arteria uterina dan arteria vesicalis. Arteri-arteri tersebut membentuk anastomose.
Yang selalu ada adalah percabangan-percabangan dari arteria vesicalis inferior, yang
selain memberi vascularisasi kepada ureter pars inferior, juga kepada trigonum vesicae
Lieutaudi. Pembuluh vena berjalan bersama-sama dengan arteri.
LYMPHONODUS
Pembuluh-pembuluh lymphe dari ureter pars cranialis bergabung dengan pembuluh
lymphe dari ren, sebelum berjalan menuju ke lymphonodi aortici laterales. Pembuluhpembuluh lymphe lainnya berjalan langsung menuju ke lymphonodi aortici laterales,
yang berada berdekatan dengan arteria testicularis. Pembuluh-pembuluh lymphe dari
bagian yang lebih ke caudalis membawa lymphe menuju ke lymphonodi iliaci
communes, lymphonodi iliaci externi dan lymphonodi iliaci interni.
INNERVASI
Serabut-serabut saraf yang menuju ke ureter berasal dari nervus thoracalis 10 12, nervus
lumbalis 1 nervus sacralis 4. Serabut-serabut tersebut mencapai ureter melalui plexus
renalis, plexus aorticus, plexus hypogastricus superior dan plexus hypogastricus inferior.
Plexus uretericus mengandung komponen sympathis dan parasympathis, namun
fungsinya belum jelas, mungkin berfungsi sensibel.
Ureter yang mengalami distensi atau spasme dapat menimbulkan rasa nyeri yang berupa
kolik, dan juga proyeksi extern melalui nervus thoracalis 11 nervus lumbalis 2.
VESICA URINARIA
MORFOLOGI DAN LOKALISASI
Vesica urinaria adalah sebuah kantong yang dibentuk oleh jaringan ikat dan otot polos,
berfungsi sebagai tempat penyimpanan urine. Apabila terisi sampai 200 300 cm maka
timbul keinginan untuk melakukan miksi. Miksi adalah suatu proses yang dapat
dikendalikan, kecuali pada bayi dan anak-anak kecil merupakan suatu reflex.
Bentuk, ukuran, lokalisasi dan hubungan dengan organ-organ di sekitarnya sangat
bervariasi, ditentukan oleh usia, volume dan jenis kelamin. Dalam keadaan kosong
bentuk vesica urinaria agak bulat. Terletak di dalam pelvis. Pada wanita letaknya lebih
rendah daripada pria.
Dalam keadaan terisi penuh vesica urinaria dapat mencapai umbilicus.
Perubahan bentuk mengikuti tahapan pengisian, mula-mula diameter transversal yang

bertambah, lalu dikuti peningkatan diameter longitudinal. Dalam kondisi terisi penuh,
maka kedua ukuran tadi adalah sama.
Dalam keadaan kosong vesica urinaria mempunyai empat buah dinding, yaitu facies
superior, fascies infero-lateralis (dua buah) dan facies posterior.
Facies superior berbentuk segitiga dengan sisi basis menghadap ke arah posterior. Facies
superior dan facies infero-lateralis bertemu di bagian ventral membentuk apex vesicae.
Antara apex vesicae dan umbilicus terdapat ligamentum umbilicale medium, yang
merupakan sisa dari urachus.
Facies infero-lateral satu sama lian bertemu di bagian anterior membentuk sisi anterior
yang bulat, dan di bagian inferior membentuk collum vesicae. Collum vesicae dapat
bergerak dengan bebas dan difiksasi oleh diphragma urogenitale.
Facies posterior membentuk fundus vesicae (= basis vesicae). Sudut inferior dari fundus
berada pada collum vesicae.
Bagian yang berada di antara apex vesicae, di bagian ventral, dan fundus vesicae di
bagian dorsal, disebut corpus vesicae.
Facies superior dan bagian superior dari basis vesicae ditutupi oleh peritoneum, yang
membentuk reflexi (lipatan, lengkungan) dari dinding lateral dan dari dinding ventral
abdomen, di dekat tepi cranialis symphysis osseum pubis. Dalam keadaan vesica urinaria
terisi penuh maka peritoneum ditekan ke arah cranial sehingga reflexi tadi turut terangkat
ke cranialis. Di sisi lateral vesica urinaria reflexi peritoneum membentuk fossa para
vesicalis.
Di sebelah dorsal vesica urinaria peritoneum membentuk reflexi ke arah uterus pada
wanita dan rectum pada pria.
Facies superior vesica urinaria mempunyai hubungan dengan organ-organ di
sekitarnya,melalui peritoneum, yaitu dengan intestinum tenue dan colon sigmoideum.
Pada wanita, vesica urinaria dalam keadaan kosong berada di sbelah caudal corpus uteri.
Di antara symphysis osseumpubis dan vesica urinaria terdapat spatium retopubis (=
spatium praevesicale Retzii ), berbentu huruf U, dan berisi jaringan ikat longgar, jaringan
lemak dan plexus venosus. Spatium ini dibatasi oleh fascia prevesicalis dan fascia
transversalis abdominis.
Facies infero-lateral vesicae dipisahlan dari m.levator ani dan m.obturator internus oleh
fascia pelvis.
Di sebelah dorsal dari vesica urinaria feminina terdapat uterus dan vagina. Reflexi
peritoneum dari permukaan superior vesica urinaria meluas sampai pada facies anterior
uterus setinggi isthmus, sehingga corpus uteri terletak di sebelah cranial dari vesica yang
kosong. Celah yang terdapat di antara corpus uteri dan facies superior vesica yang
kosong. Celah yang terdapat di antara corpus uteri dan facies superior vesica urinaria
dinamakan spatium uterovaginalis. Di antara basis vesica urinaria dengan vagina dan
corpus uteri terdpat jaringan ikat longgar.
Collum vesica urinaria difiksasi oleh penebalan fascia pelvis, disebut ligamentum
pubovesicalis, pada facies dorsalis symphysis osseum pubis, dan melanjutkan diri
menjadi ligamentum pubocervicale yang memfiksasi cervix uteri serta bagian cranial
vagina pada symphysis osseum pubis.
Pada pria peritoneum yang menutupi facies superior vesica urinaria meluas ke posterior
membungkus ductus deferens dan bagian superior vesicula seminalis, lalu melengkung
pada permukaan anterior rectum, membentuk spatium retrovesicalis, suatu celah yang

berada di antara rectum dan vesica urinaria, berisi interstinum tenue. Ke arah posterolateral peritoneum membentuk plica sacrogenitalis, yang berjalan ke dorsal mencapai tepi
lateral os sacrum. Basis vesica urinaria terletak menghadap ke dorsal dan agak ke caudal.
Bagian caudalnya dipisahkan dari rectum oleh vesicula seminalis dan bentuk ductus
deferens.
Collum vesicae mempunyai hubungan dengan facies superior atau basis prostat, difiksasi
oleh ligamentum puboprostaticum mediale dan ligamentum puboprostaticum laterale.
lIgamentum puboprostaticum mediale melekat pada pertengahan symphysis osseum
pubis dan pada pihak lain melekat pada capsula prostatica, membentuk lantai spatium
retropubicum. Ligamentum puboprostaticum laterale melekat pada ujung anterior arcus
tendineus fascia pelvis dan meluas ke arah medial dan dorsal menuju ke pars superior
capsula prostatica.
Pada kedua jenis kelamin masih terdapat ligamentum lateral yang merupakan penebalan
dari fascia pelvis, yang meluas dari sisi laterale vesica urinaria menuju ke arcus tendineus
fasciae pelvis
Pembuluh-pembuluh darah vena dari plexus venosus vesicalis berjalan ke dorsal dari
basis vesicae menuju ke vena iliaca interna, dibungkus oleh jaringan ikat longgar dan
disebut ligamentum posterior.
Dari apex vesicae sampai ke umbilicus terdapat ligamentum umbilicale medianum, yang
merupakan sisa dari urachus. Sisa arteria umbilicalis membentuk ligamentum umbilicale
laterale. Ketiga ligamenta tersebut dibungkus oleh peritoneum parietale, membentuk
plica umbilicalis media dan plica umbilicalis lateralis, tetapi tidak berfungsi untuk
memfiksasi collum vesicae.
Struktur vesica urinaria terdiri atas jaringan ikat dan otot-otot polos. Mucosa vesica
urinaria berwarna agak kemerah-merahan, dan bervariasi sesuai dengan tingkat
volumenya. Dalam keadaan kosong mucosa membentuk lipatan-lipatan yang disebabkan
oleh karena perlekatannya pada lapisan otot menjadi longgar. Mucosa pada fundus
vesicae melekat erat pada lapisan otot dan membentuk sebuah segitiga dengan
permukaan yang licin, berwarna lebih gelap, disebut trigonum vesicae Lieutaudi. Sisasisa dari segitiga ini berukuran 2,5 5 cm dan bertambah panjang mengikuti volume
vesica urinaria.
Pada sudut craniodorsal dari trigonum vesicae terdapt ostium ureteris, yang adalah muara
ureter berbentuk elips, dan pada sudut di sebelah caudal (apex) terdapat ostium urethrae
internum,. Yang merupakan pangkal dari urethra. Di sebelah dorsal ostium uretrae
internum terdapat penonjolan yang disebut uvula vesicae, yang dibentuk oleh lobus
medius prostat. Di sebelah superior trigonum vesicae, berada diantara kedua muara
ureter, terdapat plica interurterica, berwarna pucat, dibentuk oleh serabut-serabut
transversal otot polos dinding vesica urinaria. Serabut-serabut otot ini adalah lanjutan dari
stratum longitudinale internum dari ureter. Muara ureter pada vesica urinaria membentuk
lipatan pada dinding vesica, berada di sebelah lateralnya, dan disebut plica ureterica.
VASCULARISASI dan ALIRAN LYMPHE
Arteria vesicalis superior dan arteria vesicalis inferior dipercabangkan oleh arteria iliaca
interna. Aliran darah venous dari daerah muara ureter dan dari collum vesicae bergabung
dengan pembuluh vena dari prostat dan urethra, dan bersama-sama bermuara kedalam
vena iliaca interna.

Pembuluh-pembuluh lymphe terdapat di seluruh permukaan vesica urinaria membawa


lymphe menuju ke ll.nn.iliaci externi danll.nn.aoritici laterales.
INNERVASI
Plexus vesicalis dibentuk oleh serabut-serabut sympathis dan parasympathis,
mengandung komponen motoris dan sensibel. Serabut efferent parasympathis (= nervus
erigentis ) berasal dari medulla spinalis segmen sacralis 2 4 menuju ke m.detrusor,
berganti neuron pada dinding vesica urinaria. Berfungsi pula sebagai penghambat
(inhibitory fibers) bagi otot polos vesicae dan m.sphincter urethrae.
Stimulus parasympathis menimbulkan kontraksi dinding vesica urinaria dan relaksasi
sphincter urethrae.
Stimulus sympathis menyebabkan kontraksi otot-otot trigonum vesicae, muara ureter dan
sphincter urethrae, dan disertai relaksasi otot dinding vesica. Serabut sensibel membawa
stimulus nyeri dan stimulus pembesaran vesica (distension, vesica terisi penuh). Stimulus
nyeri dibawa oleh serabut-serabut sympathis dan parasympathis. Nyeri pada vesica dapat
menyebar pada regio hypogastrica ( referred pain ), sedangkan nyeri pada daerah
trigonum vesicae dapat menyebar sampai ke ujung penis atau clitoris.
ANOMALI
Jarang terjadi pada vesica. Banyak yang terkait dengan anomali urachus, misalnya cyste,
diverticulum dan urachus persistence (fistula pada umbilicus).
MEKANISME MIKSI (= MICTURITION )
Mekanisme micti dipengaruhi oleh lantai pelvis, dinding abdomen dan diaphragma
thoracis. Ssebelum micti berlangsung, terjadi kontraksi otot-otot dinding abdomen dan
diaphragma thoracis sehingga tekanan intra abdominal meningkat dan diikuti oleh
relaksasi m.pubococcygeus. selanjutnya collum vesicae bergarak turun dan dengan segera
diikuti oleh kontraksi m.detrusor. pada saat yang sama terjadi kontraksi serabut-serabut
longitudinal otot dinding urethra (berhubungan dengan m.detrusor) yang membuat
urethra menjadi lebih pendek serta membuka ostium urethrae internum, lalu urine
mengalir keluar.
Apabila m.pubococcygeus berkontraksi maka collum vesicae terangkat kembali ke
cranial, diikuti oleh relaksasi m.detrusor dan serabut longitudinal otot dinding urethra,
dengan demikian yerthra menjadi panjang kembali (bentuk semula), ostium urethrae
internum menutup dan urine berhenti mengalir keluar.
URETHRA
Merupakan suatu saluran fibromuscular yang dilalui oleh urine keluar dari vesica
urinaria. Saluran ini menutup apabila kosong. Pada pria urethra dilalui juga oleh semen
(spermatozoa). Ada beberapa perbedaan antara urethra feminina dan urethra masculina.
URETHRA FEMININA
MORFOLOGI dan LOKALISASI
Panjang 4 cm, terletak di bagian anterior vagina. Muaranya disebut ostium urethrae

externum, berada didalam vestibulum vaginae, di ventralis dari ostium vaginae, di antara
kedua ujung anterior labia minora. Berjalan melalui diaphragma pelvis dan diaphragma
urogenitale. Pada dinding dorsal terdapat suatu lipatan yang menonjol, membentuk crista
urethralis. Urethra difiksasi pada os pubis oleh serabut-serabut ligamentum pubovesicale.
VASCULARISASI dan ALIRAN LYMPHE
Pars cranialis mendapat suplai darah dari arteria vesicalis inferior. Pars medialis
mendapat suplai darah dari cabang-cabang arteria vesicalis inferior dan arteria uterina.
Sedangkan pars caudalis mendapat vascularisasi dari cabang-cabang arteria pudenda
interna.
Aliran darah venous dibawa menuju ke plexus venosus vesicalis dan vena pudenda
interna.
Pembuluh-pembuluh lymphe berjalan mengikuti arteria pudenda menuju ke lymphonodi
iliaci interni.
INNERVASI
Pars cranialis urethrae dipersarafi oleh cabang-cabang dari plexus nervosus vesicalis dan
plexus nervosus uterovaginalis. Pars caudalis dipersarafi oleh nervus pudendus.
URETHRA MASCULINA
MORFOLOGI dan LOKALISASI
Dimulai pada collum vesicae, mempunyai ukuran panjang 20 cm, berjalan menembusi
glandula prostat, diaphragma pelvis, diaphragma urogenitale dan penis ( radix penis,
corpus penis dan glans penis ). Dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1. pars prostatica
2. pars membranacea
3. pars spongiosa
urethra pars prostatica berjalan menembusi prostata, mulai dari basis prostatae sampai
pada apex prostatae. Panjang kira-kira 3 cm. Mempunyai lumen yang lebih besar
daripada di bagian lainnya. Dalam keadaan kosong dinding anterior bertemu dengan
dinding posterior. Dinding anterior dan dinding lateral membentuk lipatan longitudinal.
Pada dinding anterior dan dinding lateral membentuk lapisan longitudinal. Pada dinding
posterior di linea mediana terdapat crista urethralis, yang ke arah cranialis berhubungan
dengan uvula vesicae, dan ke arah caudal melanjutkan diri pada pars membranacea. Pada
crista urethralis terdapat suatu tonjolan yang dinamakan collicus seminalis (=
verumontanum ), berada pada perbatasan sepertiga bagian medial dan sepertiga bagian
caudal urethra pars prostatica. Pada puncak dari collicus terdapat sebuah lubang, disebut
utriculus prostaticus, yang merupakan bagian dari suatu diverticulum yang menonjol
sedikit kedalam prostata. Bangunan tersebut tadi adalah sisa dari pertemuan kedua ujung
caudalis ductus paramesonephridicus ( pada wanita ductus ini membentuk uterus dan
vagina ). Di sisi-sisi utriculus prostaticus terdapat muara dari ductus ejaculatorius (dilalui
oleh semen dan secret dari vesicula seminalis). Saluran yang berada di sebelah lateral
utriculus prostaticus, disebut sinus prostaticus, yang pada dinding posteriornya bermuara
saluran-saluran dari glandula prostat (kira-kira sebanyak 30 buah).

Urethra pars membranacea berjalan ke arah caudo-ventral, mulai dari apex prostatae
menuju ke bulbus penis dengan menembusi diaphragma pelvis dan diaphragma
urogenitale. Merupakan bagian yang terpendek dan tersempit, serta kurang mampu
berdelatasi. Ukuran panjang 1 2 cm, terletak 2,5 cm di sebelah dorsal tepi caudal
symphysis osseum pubis. Dikelilingi oleh m.sphincter urethrae membranaceae pada
diaphragma urogenitale. Tepat di caudalis diaphragma urogenitale, dinding dorsal urethra
berjalan sedikit di caudalis diaphragma. Ketika memasuki bulbus penis urethramembelok
ke anterior membentuk sudut lancip. Glandula bulbourethralis terletak di sebelah cranial
membrana perinealis, berdekatan pada kedua sisi urethra. Saluran keluar dari kelenjar
tersebut berjalan menembusi membrana perinealis, bermuara pada pangkal urethra pars
spongiosa.
Urethra pars spongiosa berada didalam corpus spongiosum penis, berjalan di dalam
bulbus penis, corpus penis sampai pada glans penis. Panjang kira-kira 15 cm, terdiri dari
bagian yang fiks dan bagian yang mobil. Bagian yang difiksasi dengan baik dimulai dari
permukaan inferior membrana perinealis, berjalan di dalam bulbus penis. Bulbus penis
menonjol kira-kira 1,5 cm di sebelah dorsal urethra. Bagian yang mobil terletak di dalam
bagian penis yang mobil. Dalam keadaan kosong, dinding urethra menutup membentuk
celah transversal dan pada glans penis membentuk celah sagital. Lumen urethra pars
spongiosa masing-masing di dalam bulbus penis, disebut fossa intrabulbaris, dan pada
glans penis, dinamakan fossa navicularis urethrae. Lacunae urethrales (= lacuna
Morgagni ) adalah cekungan-cekungan yang terdapat pada dinding urethra di dalam glans
penis yang membuka ke arah ostium urethrae externum, dan merupakan muara dari
saluran keluar dari glandula urethrales. Ostium urethrae externum terdapat pada ujung
glans penis dan merupakan bagian yang paling sempit.
VASCULARISASI dan ALIRAN LYMPHE
Urethra pars prostatica mendapat suplai darah terutama dari arteria vesicalis inferior dan
arteria rectalis media. Urethra pars membranacea diberi suplai darah oleh arteria bulbi
penis. Urethra pars spongiosa mendapat suplai darah dari arteria urethralis dan cabangcabang arteria dorsalis penis dan arteria profunda penis. Aliran darah venous menuju ke
plexus venosus prostaticus dan ke vena pudenda interna. Aliran lymphe dari urethra pars
prostatica dan pars membranacea dibawa oleh pembuluh-pembuluh lymphe yang berjalan
mengikuti vasa pudenda interna menuju ke lymphonodi iliaci interni (sebagian besar) dan
ke lymphonodi iliaci externi (sebagian kecil). Aliran lymphe dari urethra pars spongiosa,
sebagian besar dibawa menuju ke lymphonodus inguinalis profundus, dan sebagian kecil
menuju ke lymphonodus iliacus externus.
Urethra feminina pars cranialis mendapatkan vascularisasi dari arteria vesicalis inferior.
Pars medialis mendapatkannya dari arteria vesicalis inferior dan cabng-cabang dari
arteria uterina, sedangkan pars caudalis disuplai oleh arteria pudenda interna. Pembuluh
darah vena membawa aliran darah venous menuju ke plexus venosus vesicalis dan vena
pudenda interna.

INNERVASI

Urethra pars prostatica menerima innervasi dari plexus nervosus prostaticus. Urethra pars
membranacea dipersarafi oleh nervus cavernosus penis, dan pars spongiosa diinervasi
oleh cabng-cabang dari nervus pudendus. Urethra feminina pars cranialis dipersarafi oleh
plexus nervosus vesicalis dan plexus nervosus uterovaginalis, pars caudalis dipersarafi
oleh nervus pudendus.

BAB III
ORGANA GENITALIA MASCULINA
PENDAHULUAN
Organa genitalia masculina selain berfungsi memproduksi spermatozoa dan hormon juga
dipakai untuk mengalirkan urine keluar melalui urethra. Dibagi menjadi organa genitalis
masculina interna dan organa genitalia masculina externa. Organa genitalis interna terdiri
dari :
1. Testis
2. Epididymis
3. Ductus deferens
4. Vesicula seminalis
5. Funiculus spermaticus
6. Prostata
7. Glandula bulbourethralis.
Organa genitalia masculina externa terdiri atas :
1. Penis
2. Urethra masculina
3. Scrotum
TESTIS (= ORCHIS )
MORFOLOGI dan STRUKTUR
Testis berbentuk ovoid, berat 10 n- 14 gram. Mempunyai ukuran panjang 4 cm, ukuran
anterior-posterior 3 cm, dan ukuran lebar 2,5 cm. Setiap testis mempunyai facies medialis
dan facies lateralis yang berbentuk konveks, bertemu di bagian anterior dan posterior
membentuk margo anterior dan margo posterior yang juga berbentuk konveks bulat.
Ujung-ujungnya berbentuk bulat dan disebut extremitas superior dan extremitas inferior.
Permukaan testis halus. Testis mempunyai capsula yang terdiri atas tiga lembar lapisan,
dan superficial ke profunda, yakni :
1. Tunica vaginalis, merupakan bagian dan peritoneum, terdiri dari lamina parietalis dan
lamina visceralis; di bagian dorsal dari testis terjadi peralihan dari lamina parietalis
menjadi lamina visceralis.

2. Tunica albuginea, dibentuk oleh jaringan ikat, berwarna putih. Dibungkus oleh tunica
vaginalis, kecuali permukaan testis yang ditempati oleh epididymis. Di bagian dorsal
tunica albuginea menebal, membentuk mediatinum testis (= corpus Highmori ).
3. Tunica vasculosa, dibentuk oleh anyaman pembuluh darah dan jaringan ikat, berada
pada facies profunda dari tunica albuginae dan mengikuti permukaan septula testis.
Dari mediatinum testis terdapat beberapa septula testis ke arah tunica albuginea,
membagi testis kedalam 250 buah rongga-rongga kecil (= lobuli testis). Di dalam setiap
rongga tersebut terdapat dua buah tubuli seminiferi contorti atau lebih. Setiap tubuli tadi
mempunyai ukuran dua feet (60 cm). Ke arah mediatinum testis tubuli tadi saling
berhubungan dan berbentuk lurus, disebut tubuli seminiferi recti. Di dalam mediatinum
testis tubuli seminiferi recti mengadakan anastomose membentuk rete testis. Dari rete
testis terdapat 6 12 buah ductuli efferentes testis yang mengadakan hubungan dengan
epididymis.
VASCULARISASI dan ALIRAN LYMPHE
Arteria testicularis memberi beberapa percabangan, menuju ke margo posterior,
menembusi tunica albuginea, berjalan mengikuti septula testis menuju ke mediastinum
testis. Arteria testicularis mengadakan anastomose dengan arteria deferentialis dan arteria
spermatica externa, dan bersumber pada aorta abdominalis.
Pembuluh-pembuluh vena berjalan ke posterior menuju ke margo posterior, menembusi
tunica albuginea dan bergabung dengan plexus pampiniformis. Selanjutnya plexus
pampiniformis menjadi vena testicularis di dekat anulus inguinalis internus. Vena
testicularis dextra bermuara kedalam vena cava inferior, dan vena testicularis sinistra
bermuara kedalam vena renalis sinistra.
Pembuluh-pembuluh lymphe berjalan mengikuti vasa testicularis menuju ke
lymphonodus lumbalis.
INNERVASI
Testis dipersarafi oleh serabut-serabut saraf dari plexus nervosus testicularis. Plexus ini
dibentuk oleh nervus spinalis thoracalis 6 9 dan nervus thoracalis 10 12, yang turut
mempersarafi dinding abdomen di sekitar umbilicus. Plexus nervosus testicularis juga
menerima serabut-serabut saraf yang dipercabangkan oleh nervus genitofemoralis dan
nervus scrotalis posterior. Serabut-serabut saraf sympathis membawa komponen
vasomotoris.
Referred pain (rasa nyeri) pada testis menyebar ke daerah inguinalis dan daerah bagian
caudal dinding abdomen.
EPIDIDYMIS
MORFOLOGI dan LOKALISASI
Epididymis berbentuk suatu saluran yang berkelok-kelok sepanjang kira-kira 5 6 meter.
Secara keseluruhan bentuknya seperti sebuah koma, terletak pada margo posterior testis
dan menutupi extremitas superior serta facies lateralis testis. Terdiri atas caput, corpus
dan cauda epididymis.
Caput epididymis berada di bagian cranial, corpus epididymis berada di bagian medial
dan cauda epididymis berada di bagian caudal. Cauda epididymis melanjutkan diri

menjadi ductus deferens, berjalan ascendens pada sisi medial epididymis. Caput
epididymis dihubungkan oleh ductus efferentes testis dengan testis.
Epididymis mempunyai permukaan yang menghadap ke testis, dinamakan facies
testicularis yang berbentuk konkaf, dan permukaan posterior yang bundar dan bebas,
ditutupi oleh tunica vaginalis. Di antara corpus epididymis dan sisi lateral testis terdapat
sinus epididymis, suatu rongga kecil berbentuk agak oval. Rongga tadi berada di bagian
kanan pada testis dexter, dan berada di bagian kiri pada testis sinister.
Setiap ductuli efferentes testis membentuk lobuli epdidymis. Lobuli ini bersatu
membentuk caput epididymis, dan selanjutnya bermuara kedalam ductus epididymidis.
Ductus epididymidis membentuk corpus dan cauda epididymidis. Ductus epididymidis
berkelok-kelok, mempunyai ukuran kira-kira sepanjang intestinum tenue. Cauda
epididymidis berakhir pada ductus deferens,
VASCULARISASI dan ALIRAN LYMPHE
Epididymis mendapat suplai darah dari cabang-cabng arteria testicularis. Pembuluh vena
bermuara kedalam plexus pampiniformis.
Pembuluh-pembuluh lymphe berjalan bersama-sama dengan vasa testicularis menuju ke
lymphonodus lumbalis.
INNERVASI
Diperoleh dari cabang-cabang plexus hypogastricus inferior.
DUCTUS DEFERENS
MORFOLOGI dan LOKALISASI
Merupakan lanjutan dari cauda epididymidis, yang berbentuk saluran, tempat mengalir
spermatozoa dari testis sampai urethra. Dindingnya mempunyai lapisan otot yang tebal,
sedangkan lumennya sangat kecil. Mula-mula berjalan ascendens di sebelah dorsal testis,
pada sisi medial epididymis, lalu meninggalkan scrotum dan masuk kedalam canalis
inguinalis, berada di bagian dorsal funiculus spermaticus. Kemudian membelok ke
sebelah lateral arteria epigastrica inferior, berjalan ascendens extra peritoneal menuju ke
sisi postero-lateral vesica urinaria, bermuara kedalam urethra. Ujung terminal ductus
deferens membesar dan berkelok-kelok, disebut ampulla ductus deferentis.
VASCULARISASI dan ALIRAN LYMPHE
Arteria deferentialis merupakan salah satu cabang dari arteria vesicalis superior yang
memberi suplai darah kepada epididymis dan ductus deferens (= vas deferens ). Arteria
deferentialis mengadakan anastomose dengan arteria testicularis.
Ada sebagian dari vena bermuara kedalam vena testicularis dan ada sebagian lagi yang
menuju ke plexus pampiniformis.
Pembuluh-pembuluh lymphe menuju ke lymphonodus iliacus externus.
INNERVASI
Kontraksi ductus deferens berada di bawah pengaruh serabut-serabut saraf sympathis.
Serabut-serabut parasympathis dibawa oleh nervi erigentes, yang berasal dari medulla
spinalis sacralis.

VESICULA SEMINALIS
MORFOLOGI dan LOKALISASI
Ada dua buah yang terletak simetris, berada diantara vesica urinaria dan rectum. Berupa
kantong dengan ukuran 5 cm. Ujung cranial berbentuk bulat, buntu, dan ujung caudal
kecil, membentuk ductus excretorius. Volume dari vesicula kira-kira 1,5 5 cc. Sumbu
panjang dari vesicula seminalis membentuk sudut 45 derajat dengan axis vertikal,
arahnya caudo-medio-ventral. Posisi ini dipengaruhi oleh isi dari vesica urinaria dan
rectum. Bentuk dan ukuran vesicula seminallis ditentukan oleh usia. Vesicula yang kanan
biasanya lebih besar daripada yang kiri. Bagian cranial dari vesicula ditutup oleh
peritoneum, dan terletak di sebalah dorso-caudal pars terminalis ureter. Di antara kedua
vesicula seminalis terdapat kedua ampulla dari ductus deferens yang letaknya saling
berdekatan pada linea mediana. Ampulla ductus deferentis bergabing dengan ductus
ejaculatorius.
Di antara pars caudalis vesicula seminalis dan prostata di satu pihak dan rectum di pihak
lainnya terdapat penebalan jaringan ikat yang dinamakan fascia Denonvilliers. Fascia ini
adalah modifikasi dari peritoneum.
VASCULARISASI dan ALIRAN LYMPHE
Suplai darah diperoleh dari cabang-cabang arteria vesicalis inferior dan arteria vesicalis
media.
Pembuluh ven abermuara kedalam plexus venosus vesicoprostaticus.
Pembuluh lymphe berjalan bersama-sama dengan pembuluh darah.
INNERVASI
Vesicula seminalis dipersarafi oleh serabut-serabut sympathis dan para sympathis.
Pengosongna vesicula seminalis dipengaruhi oleh persarafan sympathis.
FUNICULUS SPERMATICUS
MORFOLOGI dan LOKALISASI
Dibentuk oleh :
1. ductus deferens, bersama-sama dengan vasa deferentialis dan serabut-serabut saraf
yang menuju ke epididymis; ductus deferens terletak di bagian posterior didalam
funiculus spermaticus, dan di dalam canalis inguinalis berada di baian caudal ;
2. arteria testicularis, terletak di sebelah ventral ductus deferens, bersama-sama dengan
serabut-serabut saraf yang menuju ke testis;
3. plexus pampiniformis, suatu anyaman pembuluh-pembuluh vena yang berasal dari
testis, epididymis dan ductus deferens;
4. pembuluh-pembuluh lymphe;
5. arteria cremasterica;
6. ramus genitalis, suatu cabang dari nervus genitofemoralis;
7. processus vaginalis peritonei.
Funiculus spermaticus d
bungkus dari superficial ke profunda oleh :
1. fascia spermatica externa berbentuk tipis, melekat pada crus inferius (anulus inguinalis
externus), merupakan lanjutan dari fascia yang menutupi m.obliquus externus

abdominis ;
2. fascia cremasterica bersama-sama dengan m.cremaster ;
3. fascia spermatica interna, tipis, berasal dari fascia transversalis abdominis, berada
bersama-sama dengan jaringan extra peritoneal.
M.cremaster merupakan myofibril dari m.obliquus internus abdominis. Mendapat
vascularisasi dari arteria cremasterica, dan innervasi dari ramus genitalis
n.genitofemoralis. stimulus di bagian cranial facies medialis regio femoris dapat
menimbulkan kontraksi m.cremaster sehingga testis terangkat, ini yang dinamakan reflex
cremaster.
Arteria cremasterica (= a.spermatica externa) adalah salah satu cabang dari arteria
epigastrica inferior. Mengadakan anastomose dengan arteria spermatica interna.
Funiculus spermaticus terletak mulai dari anulus inguinalis internus, berjalan melalui
danalis inguinalis sampai pada margo posterior testis. Di bagian caudalis dari anulus
inguinalis externus funiculus spermaticus terletak di sebelah ventral m.adductor longus.
Ditempat ini arteria pudenda externa superficialis menyilang funiculus spermaticus di
bagian anterior, dan arteria pudenda externa profunda berjalan menyilang di sebelah
dorsalnya.
PROSTATA
MORFOLOGI dan LOKALISASI
Terdiri atas kelenjar (50 %) dan jaringan ikat fibromuscular (25 % myofibril otot polos
dan 25 % jaringan ikat), membungkus yrethra pars prostatica. Mempunyai bentuk seperti
piramid terbalik dengan basis (= basis prostatae) mneghadap ke arah collum vesicae dan
apex (= apex prostatae) yang menghadap ke arah diaphragma urogenitale. Facies anterior
berbentuk konveks, facies posterior agak konkaf dan dua buah facies infero-lateralis.
Facies anterior berada 2,5 cm di sebelah dorsal facies posterior symphysis osseum pubis.
Celah yang terbentuk ini terisi oleh jaringan lemak retropubica dan ligamentum
puboprostaticum. Facies infero-lateralis difiksasi oleh serabut-serabut m.pubococcygeus
(m.levator ani). Facies posterior menghadap ke arah rectum, dan dipisahkan oleh
ligamentum Denonvilliers.
Ukuran prostata adalah tinggi 3 cm, lebar 4 cm dan lebar anterior-posterior sebesar 2,5
cm.
Fascia prostatica adalah bagian dari fascia pelvis, yang ke arah caudal melanjutkan diri
menjadi fascia diaphragmatis urogenitalis superior, dan difiksasi pada symphysis osseum
pubis oleh ligamentum puboprostaticum mediale (= ligamentum pubovesicale). Fascia
prostatica membi=ungkus capsula prostatica, yakni jaringan ikat pada permukaan
prostata. Pada sisi lateral prostata, diantara fascia prostatica dan capsula prostatae
terdapat plexus venosus prostaticus.
Plexus venosus prostaticus menerima vena dorsalis penis, meneruskan aliran darah
venous kepada plexus venosus vesicalis, dan selanjutnya bermuara kedalam vena iliaca
interna.
Prostata selain difiksasi oleh ligamentum puboprostaticum mediale, yang mengandung
m.puboprostaticus, juga difiksasi oleh ligamentum puboprostaticum laterale pada arcus
tendineus fascia pelvis.

Urethra berjalan vertikal menembus bagian anterior prostata. Basis prostatae mempunyai
hubungan erat dengan collum vesicae, kecuali di bagian lateral. Celah yang terbentuk di
antaranya terisi oleh plexus venosus vesicoprostaticus dan ductus ejaculatorius.
Jaringan kelenjar membentuk tiga buah gugusan konsentris, yaitu :
1. gugusan mucosal yang terletak paling profunda dengan saluran keluarnya yang
bermuara kedalam urethra di sebelah cranial dari colliculus seminalis;
2. gugusan submucosal, terletak di bagian intermedia, saluran keluarnya bermuara
kedalam urethra setinggi colliculis seminalis;
3. gugusan utama(gld.prostatica propria), bentuknya besar dan membungkus kedua
gugusan lainnya, kecuali di bagian anterior di mana kedua gugusan lainnya dihubungi
satu sama lain oleh isthmus prostatae (serabut otot polos). Gugusan ini mempunyai
saluran keluar yang bermuara kedalam sinus prostaticus.
Prostata membentuk tiga buah lobi, yakni dua buah lobus lateralis dan sebuah lobus
medius. Kedua lobus lateralis dihubungkan satu sama lain di sebelah ventral urethra oleh
isthmus prostatae, yang tampak dari luar. Lobus medius mempunyai ukuran yang
bervariasi, terletak m,enonjol kedalam urethra pars cranialis pada permukaan posterior,
dan menyebabkan terbentuknya uvula vesicae. Hyppertrophi lobus medius dapat
menghalangi pengeluara urine.
VASCULARISASI dan ALIRAN LYMPHE
Ramus prostaticus dipercabangkan oleh arteria vesicalis inferior. Prostata seringkali juga
mendapatkan suplai darah dari percabangan arteria rectalis superior. Apabila ada arteria
rectalis media maka ada percabangannya yang mensuplai prostata. Ramus prostaticus
memasuki prostata pada celah antara prostata dengan vesica urinaria.
Pembuluh vena berjalan memasuki plexus venosus prostaticus, yang selanjutnya
bergabung dengan plexus venosus vesicalis, kemudian bermuara kedalam vena iliaca
interna.
Pembuluh-pembuluh lymphe berjalan menuju ke lymphonodus iliacus internus. Ada juga
yang menuju ke lymphonodus iliacus externus dan lymphonodus sacralis.
INNERVASI
Menerima serabut-serabut saraf sympathis dan parasympathis dari plexus nervosus
prostaticus. Serabut-serabut parasympathis berasal dari medulla spinalis segmental
sacralis.
GLANDULA BULBOURETHRALIS
Kelenjar ini disebut juga glandula Cowperi. Ada buah yang terlatak di sebelah kiri dan
kanan linea mediana, berada didalam spatium perineum profundus, di antara pars
caudalis prostata dan bulbus penis. Terletak di sebelah dorsal urethra pars membranacea.
Mempunyai diameter 0,5 1,5 cm. Dibungkus oleh m.sphincter urethrae membranaceae.
Saluran keluar dari kelenjar ini berjalan menembusi fascia inferior diaphragmatis
urogenitalis, masuk di bagian caudal urethra pars spongiosa pada dinding posterior.
Berfungsi mengeluarkan secret yang belum jelas fungsinya.
Mendapat suplai darah dari cabang-cabang arteria bulbi penis. Pembuluh lymphe berjalan
menuju ke lymphonodus iliacus internus.

PENIS
MORFOLOGI dan STRUKTUR
Penis dibentuk oleh jaringan erectil, yang dapat mengeras (ereksi) dan dipakai untuk
melakukan copulasi. Ereksi terjadi oleh karena rongga-rongga di dalam jaringan erectil
terisi darah. Terdiri atas dua bagian utama, yaitu bagian yang difiksasi, disebut radix
penis, dan bagian yang mobil dan dinamakan corpus penis.
Radix penis terletak pada trigonum urogenitale. Terdiri atas tiga buah batang jaringan
erectil. Bagian yang berada pada linea mediana disebut corpus spongiosum penis, meluas
ke dorsal menjadi bulbus penis. Bagian ini dibungkus oleh m.bulbospongiosus. ujung
posterior bulbus penis membesar dan ditembusi oleh urethra, yang selanjutnya berjalan
didalam corpus spongiosum penis. Corpus cavernosum penis ada dua buah, masingmasing dibagian dorsal membentuk crus penis. Crus penis difiksasi pada ramus puboischiadicus dan pada membrana perinealis, dibungkus oleh m.ischiocavernosus, berada di
sebelah lateral dari bulbus penis.
Corpus penis terletak bebas dan mudah bergarak, dibungkus oleh kulit. Dorsum penis
adalah bagian dari penis yang menghadap ke arah ventral pada saat penis berada dalam
keadaan flaccid (lemas), dan menghadap ke arah cranial pada penis yang ereksi. Urethra
menghadap ke arah caudal pada penis yang ereksi. Pada permukaan ini terdapat raphe
penis, yang melanjutkan diri pada raphe scroti. Corpus penis mengandung kedua buah
corpus cavernosum penis dan corpus spongiosum penis. Corpora cavernosa penis
merupakan bagian yang utama dari corpus penis, membentuk dorsum penis dan bagian
lateral penis. Kedua corpora tersebut bersatu pada facies urethralis, pada linea mediana,
membentuk sebuah cekungan yang ditempati oleh corpus spongiosum penis. Ujung
anterior buntu dan dibungkus oleh glans penis.
Corpus spongiosum penis mempunyai bentuk yang lebih kecil daripada corpus
cavernosum penis, terletak di sepanjang corpus penis, dan ujung anterior membesar
membentuk glans penis. Antara glans penis dan corpus penis terdapat suatu cekungan,
disebut collum glandis. Tepi dari glans penis yang agak menonjol, berada dekat pada
collum glandis, disebut corona glandis.dekat ujung glans penis, pada linea mediana,
terdapat ostium urethrae externum. Kulit yang membungkus glans pemnis disebut
preputium penis, yang meluas dari collum glandis. Frenulum preputi adalah lipatan kulit
yang menonjol pada linea mediana, meluas dari permukaan interna preputium menuju ke
ostium urethrae externum.
Kulit penis licin, halus, elastis, berwarna gelap. Dekat pada radix penis kulit ditumbuhi
rambut. Pada corpus penis kulit melekat longgar pada jaringan subcutaneus, kecuali pada
glans penis. Di daerah collum glandis dan corona glandis terdapat sejumlah glandulae
preputiales yang memproduksi smegma, mempunyai bau yang khas.
Penis dibungkus oleh fascia penis superficialis, yang merupakan jaringan subcutaneus,
mengandung beberapa myofibril, dan tidak mengandung jaringan lemak. fAscia ini
melanjutkan diri pada tunica dertos (scrotum) dan fascia perinei superficialis.
Fascia penis profunda merupakan lanjutan dari fascia perinealis profunda, kuat,
membungkus kedua corpora cavernosa dan corpus spongiosum penis secara keseluruhan.
Fascia ini hanya mencapai collum glandis dan tidak sampai pada glans penis.
Di sebelah profunda dari fascia penis profunda terdapat tunica albuginea. Tunica
albuginea corporum cavernosum terdiridari serabut jaringan ikat longitudinal di sebelah

superficial yang membungkus kedua corpora cavernosa penis, dan jaringan ikat yang
circular berada di bagian profunda membungkus setiap corpus cavernosum penis.
Jaringan ikat yang arahnya circular ini bertemu pada bidang mediana membentuk septum
penis, yang bentuknya tebal dan utuh dekat pada radix penis, sedangkan makin ke arah
terminal menjadi tipis sehingga terjadi hubungan antara corpus cavernosum penis kiri dan
kanan.
Tunica albuginea corporis spongiosi membungkus corpus spongiosum penis, berbentuk
tipis dan bersifat elastis.
Di dalam corpus cavernosum penis terdapat trabeculae corporum cavernosum dan di
dalam corpus spongiosum penis terdapat juga trabeculae corporis spongiosi. Trabeculae
ini meluas mulai dari permukaan tunica albuginea ke arah medial, membatasi ronggarongga caverve yang dapat berisi darah. Trabecula ini dibentuk oleh jaringan ikat
collagen, elastin dan serabut otot polos, dilalui oleh pembuluh arteri dan serabut-serabut
saraf.
Ligamentum fundiforme penis memfiksir penis pada batas antara radix dan corpus,
dibentuk oleh serabut-serabut jaringan ikat dari linea alba dan jaringan subcutaneus, yang
terpisah menjadi pars sinistra dan pars dextra, melekat pada sisi-sisi penis. Kedua bagian
ligamentum tersebut bersatu pada facies urethralis, dan meluas sampai pada septum
scroti.
Di sebelah profunda ligamnetum fundiforme penis terdapat ligamentum suspensorium
penis, yang pada satu sisi melekat di bagian ventral symphysisosseum pubis dan pada sisi
lain melekat pada fascia penis profunda, di sisi lateral penis.
VASCULARISASI dan ALIRAN LYMPHE
1. Arteria bulbi penis, berjalan di dalam bulbus penis, lalu melanjutkan diri kedalam
corpus spongiosum penis.
2. Arteria urethralis, berada di sebelah anterior a.bulbi penis, masuk kedalam corpus
spongiosum penis, melanjutkan diri sampai pada glans penis.
3. Arteria profunda penis, setelah masuk kedalam crus penis, selanjutnya berjalan di
dalam corpus cavernosum penis.
4. Arteria dorsalis penis, berjalan di sebelah profunda fascia penis profunda, berada pada
dorsum penis, terletak di sebelah medial dari nervus dorsalis penis dan di sebelah lateral
dari vena dorsalis penis. Percabangan dari arteri ini memberi suplai darah kepada corpus
cavernosum penis dan corpus spongiosum penis, mengadakan anastomose dengan
percabangan dari arteria profunda penis dan arteria bulbi penis. gLans penis terutama
mendapat vascularisasi dari arteria dorsalis penis.
Keempat buah arteri tersebut tadi dipercabangkan oleh arteria pudenda interna.
Vena dorsalis penis ada sebuah, menerima darah venous dari glans penis, preputium,
corpus spongiosum dan corpora cavernosa, lalu membentuk bifurcatio sebuah vena ke
kanan dan sebuah ke kiri, bermuara kedalam plexus venosus prostaticus.
Vena dorsalis penis cutanea (superficialis) membawa darah venous dari kulit dan jaringan
subcutaneus, bermuara kedalam vena saphena magna.
Pembuluh-pembuluh lymphe dari kulit dan preputium berjalan menuju ke lymphonodus
inguinalis superficialis, sedangkan yang berasal dari glans penis berjalan menuju ke
lymphonodus inguinalis profundus dan lymphonodus iliacus externus.

INNERVASI
Penis dipersarafi oleh :
1. Nervus dorsalis penis, dipercabangkan oleh nervus pudendus, mempersarafi kulit,
terutama glans penis.
2. Ramus profundus nervi perinealis, berjalan masuk kedalam bulbus penis, lalu masuk
kedalam corpus spongiosum penis, terutama mempersarafi urethra.
3. Nervus ilioinguinalis, memberikan cabang-cabang yang mempersarafi kulit pada radix
penis.
4. Nervus cavernosus penis ( major et minor ) mempersarafi jaringan erectil pada bulbus,
crus, corpus spongiosum penis dan corpus cavernosum penis. Berasal dari truncus
sympathicus dan nervus sacralis 2 4 (parasympathis) melalui plexus nervosus pelvicus.
Beberapa cabang berjalan bersama-sama dengan nervus dorsalis penis.
Saraf-saraf tersebut di atas berfungsi membawa stimulus sensibel, termasuk rasa nyeri
dari kulit dan urethra, dan mengontrol circulasi darah penis.
MEKANISME ERECTI
Stimulus parasympathis dibawa oleh nervus cavernosus penis yang menyeababkan
vasodelatasi arteria helicinae di dalam jaringan erectil, sehingga caverne penuh terisi
darah, vena menjadi tertekan dan membuat penis menjadi erecti. Sesudah ejaculasi, maka
stimulus sympathis menyebabkan vasoconstricti arteri, dengan demikian darah vena
mengalir kembali, lalu penis menjadi flaccid.
SCROTUM
MORFOLOGI dan STRUKTUR
Scrotum adalah sebuah kantong yang terbagi menjadi dua bagian oleh septum scroti,
ditempati oleh testis, epididymis dan bagian caudal funiculus sparmaticus beserta
pembungkusnya. Terletak di sebelah caudal dari radix penis dan symphysis osseum pubis.
Scrotum dibentuk oleh lapisan-lapisan dari superficial ke profunda, sebagai berikut :
1. Kulit, tipis, mengandung banyak pigmen, sedikit rambut, banyak kelenjar sebacea dan
kelenjar keringat. Pada linea mediana terdapat raphe scroti, yang ke arah anterior menjadi
raphe penis dan ke arah posterior menjadi raphe perinealis.
2. Tunica dartos, mengandung serabut-serabut otot polos, yang dinamakan m.dartos.
lapisan ini melekat pada kulit, tidak mengandung jaringan lemak dan banyak mengadung
pembuluh darah. Lapisan ini membentuk septum scroti.
3. Tunica vaginalis, yang merupakan bagian dari peritoneum, turut bersama-sama dengan
testis masuk kedalam scrotum.
4. Fascia spermatica externa, suatu lembarab tipis yang membungkus funiculus
spermaticus dan testis. Pada anulus inguinalis externus lapisan ini melanjutkan diri
dengan fascia yang membungkus m.obliquus externus abdominis.
5. Lamina cremasterica yang terdiri atas fascia cremasterica dan serabut-serabut
m.cremaster, mempunyai hubungan dengan m.obliquus internus abdominis bersama
dengan fascianya.
6. Fascia spermatica interna, suatu lembaran yang tipis, sukar dipisahkan dari lamina
cremasterica, tetapi mudah dilepaskan dan funiculus spermaticus dan testis yang

dibungkusnya.
Bentuk dan ukuran scrotum bervariasi antar individu, dan berubah menurut kondisi. Pada
waktu udara dingin, m.dartos berkontraksi membuat kulit scrotum berkeriput. Sebaliknya
pada suhu udara panas kulit scrotum menjadi longgar. Keadaan ini berkaitan dengan
fungsi scrotum untuk mempertahankan suhu yang optimal sehingga proses
spermatogenesis dapat berlangsung dengan baik dan sempurna.
VASCULARISASI dan ALIRAN LYMPHE
Ada beberapa arteri yang memberi suplai darah kepada scrotum, sebagai berikut :
1. Arteria pudenda externa, memberi vascularisasi ke bagian anterior scrotum.
2. Ramus scrotalis arteriae pudendae internae, mensuplai scrotum bagian posterior.
3. Cabang-cabang arteria testicularis.
4. Cabang-cabang arteria cremasterica.
Pembuluh-pembuluh vena berjalan bersama-sama dengan arteri terkait.
Pembuluh lymphe berjalan menuju ke lymp[honodus inguinalis superficialis.
INNERVASI
Scrotum dipersarafi oleh :
1. Nervus ilioinguinalis, mempersarafi scrotum bagian ventral ;
2. Ramus genitalis nervi genitofemoralis, juga mempersarafi bagian anterior scrotum ;
3. Ramus scrotales mediales et laterales sebagai cabang dari nervus perinealis,
mempersarafi scrotum bagian posterior bersama-sama dengan saraf yang tersebut di
bawah ini ;
4. Ramus perinealis n.cutaneus femoris posterior.

BAB IV
ORGANA GENITALIA FEMININA
PENDAHULUAN
Terdiri atas genitalia feminina interna dan organa genitalia externa. Organa genitalia
interna terdiri dari :
1. Ovarium

2. Tuba uterina (Salpinx)


3. Uterus
4. Vagina
Organa genitalia externa atau pudendum femininum, disebut juga vulva, terdiri dari :
1. Mons pubis
2. Labium majus pudendi
3. Labium minus pudendi
4. Vestibulum vaginae
5. Clitoris
6. Bulbus vestibuli
7. Glandula (GI) vestibularis major
8. Glandulae (GII) vestibulares minores.
Ovarium, tuba uterina, uterus dan sebagian dari vagina berada di dalam cavitas pelvis.
Sebagian dari vagina berada pada perineum. Vulva terletak di sebelah ventral dan caudal
dari symphysis osseum pubis.
OVARIUM
Ada dua buah yang memproduksi oocyte sesudah usia pubertas. Selain itu ovarium
menghasilkan dua jenis hormon, yaitu :
1. Oestrogen (= follicular hormone) yang dihasilkan oleh sel-sel follicle pada ovarium;
hormon ini mempengaruhi tanda-tanda sex secunder, seperti pembesaran mamma,
timbunan lemak pada regio glutea, pertumbuhan rambut pada pubis dan axilla, selain itu
juga mempengaruhi pertumbuhan endomentrium selama cyclus menstruasi berlangsung ;
2. Progesteron ( hormon copus luteum ), dihasilkan oleh corpus luteum, yang berperan
pada saat implantasi aacyte yang telah mengalami fertilisasi, serta pertumbuhan awal dari
embryo.
Produksi kedua hormon tersebut di atas dipengaruhi oleh hormon gonadotropin yang
dihasilkan oleh hypophyse pars distalis. Masih ada hormon yang ketiga, yakni relaxin,
yang dihasilkan oleh ovarium pada masa hamil. Hormon ini berfungsi menghalangi otot
uterus berkontraksi sebelum waktunya.
MORFOLOGI dan LOKALISASI
Ovarium adalah suatu organ yang homolog dengan testis. Pada wanita nullipara ovarium
terletak di dalam fossa ovarica, yang berada pada dinding lateral pelvis. Letaknya
setinggi spina iliaca anterior superior, difiksasi pada uterus, sehingga posisinya dapat
berubah mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi pada uterus. Fossa ovarica dibatasi
di bagian anterior sisa arteria umbilicalis, di bagian dorsal oleh ureter dan arteria iliaca
interna.
Sebelum mengalami ovulasi pertama, permukaan ovarium halus dan berwarna pink,
setelah mengalami beberapa kali ovulasi maka permukaannya menjadi kasar oleh karena
jaringan ikat yang mengisi follicle terkait, berwarna abu-abu.
Ukuran panjang ovarium adalah kira-kira 4 cm, lebar 2 cm dan tebal 1 cm, berat 7 gram,
dipengaruhi oleh usia dan cyclus menstruasi.
Sumbu panjang ovarium terletak hampir vertikal, mempunyai facies medialis dan facies
mesovaricus. Facies lateralis ditutupi oleh peritoneum parieta;e, dan di antara keduanya

ini terdapat jaringan extraperitoneal, yang sekaligus membungkus vasa obturatoria dan
nervus obturatorius. Facies medialis ditutupi oleh tuba uterina.
Margo anterior atau margo mesovaricus melekat pada mesovarium dan menghadap ke
arah sisa arteria umbilicalis. Pada margo tersebut terdapat hilum ovarii, yaitu tempat
masuk keluarnya vasa ovarica, pembuluh lymphe dan nervus ovaricus.
Margo liber atau margo posterior berhubungan dengan tuba uterina dan ureter. Extremitas
tubaria (tubale) atau extramitas superior mempunyai hubungan erat dengan tuba uterina
melalui ligamentum suspensorium ovarii. Di dalam ligamentum tersebut terdapat vasa
ovarica dan plexus nervosus. Extramitas uterina atau extramitas inferior difiksasi oleh
ligamentum ovarii proprium pada tempat bermuara tuba uterina pada corpus uteri.
VASCULARISASI dan ALIRAN LYMPHE
Ovarium mendapatkan vascularisasi dari :
1. Arteria ovarica, berjalan di dalam ligamentum suspensorium ovarii, berada di antara
kedua lembaran ligamentum latum uteri, mencapai mesovarium dan masuk kedalam
ovarium melalui hilus ;
2. Ramus ovaricus a.uterina, berjalan ke arah lateral di dalam ligamentum latum uteri
menuju ke mesovarium, dan mengadakan anatomose dengan arteria ovarica ;
3. Vena ovarica sinistra bermuara kedalam vena renalis sinistra ;
4. Vena ovarica dextra bermuara kedalam vena inferior.
Pembuluh lymphe dari ovarium berjalan bersama-sama dengan vasa ovarica menuju ke
lymphnodus lumbalis.
INNERVASI
Ovarium mendapat persarafan dari percabangan plexus ovaricus yang mengandung
komponen vasomotoris.
TUBA UTERINA (= TUBA FALLOPII )
MORFOLOGI dan LOKALISASI
Dalam bahasa Yunani tuba uterina disebut salpinx yang berarti terompet atau tuba. Di
klinik radang pada tuba uterina disebut salpingitis. Ada dua buah tuba uterina yang
berfungsi tempat mengalir ovum ( oocyte ) dari ovarium menuju ke uterus. Fertilisasi
terjadi pada tuba uterina.
Tuba uterina terletak pada margo superior ligamentum latum uteri dan berada di antara
kedua lembaran ligamentum tersebut, mempunyai ukuran panjang kira-kira 10 cm,
berjalan ke lateral dari uterus menuju ke extremitas uterina ovarii. Lalu berjalan di
cranialis margo mesovarium, melengkung di sebelah cranial extremitas tubaria ovarii,
berakhir pada margo liber dan faciess medialis ovarii.
Terbagi menjadi empat bagian, yaitu :
1. Pars uterina, berada didalam dinding uterus, berakhir didalam cavitas uteri, di tempat
ini terdapat ostium uterinum tubae ;
2. Isthmus tubae uterinae adalah bagian yang paling sempit dan mempunyai dinding yang
lebih tebal daripada ampulla ;
3. Ampulla tubae uterinae, merupakan bagian yang paling panjang dan paling lebar,
bentuk berkelok-kelok, mempunyai dinding yang relatif tipis, di tempat ini terjadi
fertilisasi ;

4. Infudibulum tubae uterinae, padda ujung terminalnya terdapat ostium abdominale


tubae uterinae, mempunyai diameter 2 cm, dilalui oleh ovum, melalui ostium ini terjadi
hubungan antara cavitas peritonealis dengan dunia luar. Pada ostium abdominale tubae
uterrinae terdapat fimbriae tubae, beupa tonjolan-tonjolan kecil, irregular, dan salah satu
tonjolan mempunyai bentuk yang lebih daripada yang lainnya, disebut fimbria ovarica,
sering melekat pada extremitas tubaria ovarii.
VASCULARISASI dan ALIRAN LYMPHE
Tuba uterina mendapat suplai darah dari ramus tubarius a.ovarica dan cabang-cabang
kecil dari arteria ovarica. Pembuluh vena berjalan mengikuti arteri menuju ke plexus
venosus ovaricus dan vena uterina.
Pembuluh-pembuluh lymphe berjalan bersama-sama dengan pembuluh darah, bergabung
dengan pembuluh-pembuluh lymphe dari ovarium menuju ke lymphonodus lumbalis.
INNERVASI
Tuba uterina dipersarafi oleh serabut saraf sympathis dan parasympathis. Saraf sympathis
berasal dari plexus hypogastricus, dan komponen parasympathis dari N.vagus
mempersarafi tuba uterina bagian lateral, sedangkan bagian medial dan tuba uterina
dipersarafi oleh nervus splanchinicus pelvicus. Serabut-serabut afferen menuju ke medial
spinalis thoracal 11 lumabl 2.
UTERUS
MORFOLOGI dan LOKALISASI
Dalam bahasa Yunani uterus disebut hystera. Uterus adalah organ muscular, berdinding
tebal, mempunyai bentuk seperti buah peer. Mempunyai ukuran panjang 7,5 cm, lebar 5
cm dan tebal 3 4 cm. Pada wanita yang pernah melahirkan maka ukuran-ukuran
tersebut menjadi lebih besar.
Permukaan anterior datar, ditempati oleh vesica urinaria, dinamakan facies vesicalis.
Permukaan dorsal berbentuk konveks, disebut facies intestinalis. Pada tepi lateral uterus
terdapat ligamentum latum uteri.
Uterus terletak di dalam cavitas pelvis, membentuk sudut 90 derajat dengan vagina;
posisi ini disebut angle of anteversion. Letak uterus tidak tepat pada linea mediana,
banyak kali berada di sebelah kanan.
Posisi uterus sangat bervariasi baik dalam ukuran, bentuk, lokalisasi maupun struktur,
yang dipengaruhi oleh usia, kondisi gravid dan keadaan organ-organ yang berada
disekitarnya, seperti vesica urinaria dan rectum.
Uterus dibagi menjadi empat bagian, sebagai berikut :
1. Fundus uteri yang letaknya di bagian cranial dan mempunyai permukaan yang bundar ;
2. Corpus uteri, merupakan bagian yang palaing utama, terletak menghadap ke arah
caudal dan dorsal. Facies vesicalis uteri dipisahkan dari vesica urinaria oleh spatium
uterovesicalis. Facies intestinalis uteri dipisahkan dari colon sigmoideum di bagian
cranial dan dorsal oleh excavatio rectouterina. Pada margo lateralis melekat ligamentum
latum uteri ;
3. Isthimus uteri, bagian ini mengecil, panjang kira-kira 1 cm. Pada waktu gravid bagian
ini menjadi bagian dari corpus uteri, yang klinik disebut lower uterina segment ;
4. Cervix uteri, letak mengarah ke caudal dan dorsal. Merupakan bagian yang terletak di

antara isthimus uteri dan vagina. Dibagi dua bagian oleh dinding anterior vagina menjadi
portio supravaginalis (cervicis) dan portio vaginalis (cervicis).
(a) Portio supravaginalis dipisahkan dari vesica urinaria oleh jaringan ikat longgar, dan
dari rectum oleh excavatio rectouterina (= cavum Douglassi ). disebelah lateralnya
terdapat ureter dan arteria uterina
(b) Portio vaginalis meluas kedalam vagina. Di ujungnya terdapat orificium externum
uteri. Bagian anteriornya membentuk labium anterius dan bagian posterior membentuk
labium posterius.
Di dalam cervix terdapat canalis cervicis uteri yang sempit di bagian caudal. Pada
dinding anterior dan dinding posterior terdapat lipatan mucosa yang dinamakan plica
palmata, letaknya sedemikian rupa sehingga tidak saling bertemu.
Imp,antasi terjadi pada dinding uterus. Di dalam uterus terdapat cavitas uteri, yang
bersama-sama dengan vagina membentuk jalan lahir.
Posisi uterus adalah anteversi ( posisi uterus terhadap vagina) dan anteflexi (posisi corpus
uteri terhadap cervix).
Spatium uterovesicalis dibentuk oleh reflexi peritoneum dari facies posterior vesica
urinaria, menuju ke isthmus uteri, lalu berjalan ke cranial pada facies vesicalis corpus
uteri.
Setelah membungkus fundus, peritoneum berjalan ke caudal pada facies intestinalis
sampai di bagian dorsal cervix uteri dan pars cranialis vagina, kemudian menutupi facies
ventralis rectum, lekukan inimembentuk excavatio rectouterina.
Uterus difiksasi oleh :
1) Diaphragma pelvis, terutama m.levator ani.
2) Ligamentum fibromuscular, yakni penebalan fascia pelvis yang mengandung serabutserabut otot polos, terdiri atas :
(a) Ligamentum pubocervicale, memfiksasi bagian anterior cervix pada facies dorsalis
symphysis osseum pubis ( = ligamentum puboprostaticum latrale et mediale );
(b) Ligamentum cardinale, disebut juga ligamentum cervicale larerale atau ligamentum
transversum colli (Mackenrodt) menghubungkan sisi laterale cervix bersama bagian
cranial dinding vagina dengan dinding laterale pelvis. Dibentuk oleh penebalan jaringan
ikat yang membungkus vasa uterina, mulai dari tempat percabangan dari arteria iliaca
interna sampai pada cervix ;
(c) Ligamentum uterosacrale memfiksir cervix pada os sacrum, berada didalam plica
rectouterina ;
(d) Ligamentum teres uteri memfiksir corpus uteri pada dinding ventral abdomen, turut
membentuk posisi anteflexi uterus. Ligamnetum ini dibentuk oleh jaringan fibromuscular,
di satu pihak melekat di bagian inferior pertemuan tuba uterina dengan uterus dan di
pihak lain melekat pada labium majus pudendi. Ligamentum ini melanjutkan diri menjadi
ligamentum suspensorium ovarii. Ligamentum teres uteri berjalan ke lateral, berada di
dalam ligamentum latum uteri, mencapai dinding lateral pelvis, lalu berjalan ke ventral
dan cranial menyilang sisa arteria umbilicalis dan vasa iliaca extrena, mencapai anulus
inguinalis internus, lalu membelok dengan tajam di sebelah lateral arteria epigastrica
inferior, masuk kedalam canalis inguinalis, keluar dari anulus inguinalis externus dan
mengadakan perlekatan pada labium majus pudendi.
(e) Ligamentum latum uteri, dibentuk oleh peritoneum yang menutup facies vasicalis dan

facies intestinalis uteri, meluas ke dinding lateral pelvis. Ligamnetum latum uteri terdiri
atas dua lembaran, meluas ke cranial dan membungkus tuba uterina. Kedua lembaran
tersebut salaing mendekati ke arah uterus, ke arah lateral dan caudal saling menjauhi.
Lamina anterior melanjutkan diri dengan peritoneum yang menutupi lantai dan dinding
lateral pelvis. Lamina posterior meluas ke bagian dorsal uterus membentuk plica
rectouterina. Plica tersebut membentuk batas lateral dan excavatio rectouterina, berjalan
sepanjang sisi rectum mencapai dinding posterior pelvis.
Mesosalpinx adalah bagian dari ligamentum latum uteri yang berada di antara tuba
uterina dan tempat peralihan ligamentum latum uteri yang membentuk mesosalpinx.
Mesometrium adalah bagian dari ligamentum latum uteri yang berada di sebelah caudal
mesosalpinx dan mesovarium.
3) Lipatan peritoneum yang membentuk :
(a) Plica vesicouterina (= ligamentum anterior ) adalah reflexi peritoneum dari dinding
anterior uterus, pada batas cervix dengan corpus, menuju ke facies posterior vesica
urinaria.
(b) Plica rectovaginalis (= ligamnetum posterior ) adalah reflexi peritoneum dari facies
fornix posterior vaginae menuju ke facies anterior rectum.
(c) Plica rectouterina, disebut juga plica sacrogenitalis adalah lipatan peritoneum yang
membungkus ligamentum uterosacrale.
VASCULARISASI dan ALIRAN LYMPHE
Suplai darah diperoleh dari arteria uterina, yang dipercabangkan oleh arteria iliaca
interna, seringkali luga dipercabangkan oleh arteria vesicalis superior. Arteri ini berjalan
ke arah medial pada facies superior ligamentum cervicale laterale, memberi percabangan
kepada cervix dan vagina bagian cranial, lau membelok ke cranial, berjalan didalam
ligamentum latum uteri dekat pada sisi cranial uterus, dan memberi cabang-cabang pada
kedua permukaan corpus uteri. Selama gravid srteri ini menjadi besar, dan sesudah partus
arteri ini menjadi berkelok-kelok. Mengadakan anastomose dengan ramus uterinus
a.ovarica. Vena uterina berjalan mengikuti arteria uterina, bermuara kedalam vena iliaca
interna.
INNERVASI
Innervasi sympathis diperoleh dari medulla spinalis segmental thoracalis XII lumbalis I.
Serabut parasympathis berasal dari medulla spinalis segmental sacralis. Serabut-serabut
efferent sympathis dan parasympathis mencapai uterus melalui plexus nervosus
hypogastricus dan plexus nervosus pelvicus. Rasa nyeri dari uterus berasal dari kontraksi
otot uterus oleh karena ischaemia otot-otot tersebut. stimulus tersebut diproyeksikan pada
dermatome thoracalis XI dan XII, serta regio lumbosacralis.
VAGINA
MORFOLOGI dan LOKALISASI
Vagina ( L. = sheath ) adalah sebuah organ of copulation selain itu berfungsi juga untuk
jalan lahir dan sebagi saluran untuk mengeluarkan darah menstruasi. Saluran vagina
mempunyai hubungan dengan cavitas uteri, dan ke arah caudal bermuara pada vestibulum
vaginae, suatu ruangan yang terletak di antara kedua labia minora pudendi, melalui

ostium vaginae.
Kedudukan vagina adalah caudo-ventral pada satu bidang yang kira-kira paralel dengan
apertura pelvis superior, membentuk sudut sebesar 60 derajat dengan bidang horizontal.
Apabila vesica urinaria dalam keadaan kosong, maka axis vagina membentuk sudut kirakira 90 derajat dengan sumbu uterus. Dengan bertambahnya volume vesica urinaria maka
sudut tersebut tadi menjadi bertambah besar.
Vagina sangat elastis, terutama bagian yang berada di sebelah cranial diaphragma pelvis.
Lumen vagina berbentuk huruf H pada penampang melintang. Facies interna dinding
anterior (= paries anterior ) dan facies interna dinding posterior (= paries posterior ) letak
saling bersentuhan. Baik pada paries anterior maupun paries posterior terdapat tonjolan
longitudinal, disebut columna rugarium anterior dan columna rugarium posterior. Ujung
caudal columna rugarium anterior membentuk penonjolan yang disebut carina urethalis
vaginae. Mucosa dinding vagina membentuk lipatan-lipatan horizontal yang dinamakan
rugae vaginales.
Dinding anterior ditembusi oleh cervix uteri, mempunyai ukuran panjang sebesar 1,5 cm,
dan dinding posterior berukuran 9 cm. Dinding lateral di bagian cranial difiksasi pada
ligamentum cervicale laterale dan di bagian caudal difiksasi pada diaphragma pelvis.
Cekungan yang terbentuk antara portio vaginalis cervicis dan dinding vagina, disebut
fornix vaginae, yang dapat dibagi menjadi fornix anterior, fornix posterior dan fornix
lateral. Fornix superior membentuk cekungna yang paling dalam dan dindingnya
berhubungan dengan peritoneum yang membeatasi excavatio rectouterina. Pada fornix
lateral terdapat ligamentum latum uteri, arteria uterina dan ureter.
Pada nullipara (= virgin) terdapat hymen, yaitu lipatan mucosa yang terdapat pada ujung
vagina ketika bermuara kedalam vestibulum vaginae. Lipatan di bagian posterior lebih
besar daripada lipatan di bagian anterior. Ada berbagai bentuk hymen, seperti cincin
(anularis), seminularis, cribriformis, fimbriatus dan imperforatus. Apabila hymen robek,
pada coitus pertama, maka sisa-sisanya yang masih tertinggal disebut carunculae
hymenalis (perlu dibedakan dari hymen fimbriatus).
Dinding anterior di bagian cranial (1/3 bagian) mempunyai hubungan dengan basis vesica
urinaria, dan di bagian caudal (2/3 bagian) bersatu dengan dinding posterior urethra.
Orifium vaginae berada di bagian dorsal dari ostium urethrae externum.
Dinding dorsal dibagian cranial mempunyai hubungan dengan excavatio rectouterina, di
bagian caudal dipisahkan dari rectum oleh jaringan ikat.
Di bagian lateral dan cranial vagina mempunyai hubungan dengan jaringan ikat yang
mengandung plexus venosus vaginalis, kedua ureter, a.uterina dan beberapa ligamenta.
M.pubococcygeus membungkus vagina kira-kira 3 cm di sebelah cranial orificium
vaginae, dan berperan sebagai sphincter. Selanjutnya vagina berjalan menembusi
diaphragma urogenitale dan dinding lateralnya mengadakan hubungan dengan bulbus
vestibuli, m.bulbospongiosus dan glandula vestibularis major (= Bartholini), bagian ini
merupakan bagian yang paling sempit. Bagian caudal vagina bersatu dengan centrum
tendineum.
VASCULARISASI dan ALIRAN LYMPHE
Vagina mendapatkan vascularisasi dari :
1) percabangan arteria uterina,mensuplai vagina pars cranialis ;
2) arteria vaginalis memberi percabangan kepada dinding ventral dan dorsal vagina,

mengadakan anastomose pada linea mediana, membentuk arteria azygos anterior dan
arteria azygos posterior ;
3) percabangan dari arteria bulbi vaginae yang mensuplai darah kepada bagian caudal
vagina.
Arteria uterina dan arteria vaginalis adalah cabang dari iarteria iliaca interna. Arteria
bulbi vaginae dipercabangkan oleh arteria pudenda interna, sedangkan arteria pudenda
interna adalah cabang dari arteria iliaca interna.
Pembuluh vena berkumpul membentuk plexus venosus vaginalis, mengadakan
anastomose dengan plexus venosus uterinus serta plexus venosus vesicalis.
Pembuluh-pembuluh lymphe dari pars cranialis vagina berjalan mengikuti a.uterina
menuju ke lymphonodus iliacus internus dan lymphonodus iliacus externus. Dari pars
medialis vaginae pembuluh lymphe berjalan mengikuti a.vagianlis bermuara kedalam
lymphnodus iliacus internus. Pembuluh-pembuluh lymphe dari bagian caudal vagina
berjalan menuju ke lymphonodus sacralis dan lymphonodus iliacus communis.
Pembuluh-pembuluh lymphe dari bagian yang berdekatan dengan hymen berjalan
menuju ke lymphonodus inguinalis superficialiss.
INNERVASI
Vaginamendapat innervasi sympathis dari plexus hypogastricus, dan serabut-serabut
afferen berada dalam nervus pudendus. Persarafan parasympathis berpusat pada medulla
spinalis segmen sacralis 2 3, yang membawa komponen vasodilator untuk arteri. Pars
caudalis vaginae dipersarafi oleh nervus pudendus.
VULVA
(= ORGANA GENITALIS FEMINA EXTERNA )
Nama lain adalah pudendum, terdiri atas beberapa organ.
MONS PUBIS
Mons pubis adalah suatu penonjolan yang berada di sebelah ventral symphysis osseum
pubis, dibentuk oleh jaringan lemak. Pada usia pubertas mons pubis (= mons veneris)
ditumbuhi rambut yang kasar dan membentuk batas cranial yang horizontal.
LABIUM MAJUS PUDENDI
Terdiri dari dua buah labia majora, dibentuk oleh lipatan kulit, yang terletak (mengarah)
caudo-dorsal, mulai dari mons pubis. Kedua labia majora ini membatasi suatu celah yang
dinamakan rima pudendi.
Pada facies externa terdapat banyak pigmen, ditumbuhi rambut pada usia
pubertas,mengandung banyak kelenjar sebacea dan kelenjar keringat. Facies internanya
licin dan tidak ditumbuhi rambut.
Labium majus pudendi sinister dan labium majus pudendi dexter bertemu di bagian
anterior membentuk commissura labiorum anterior. Di bagian posterior ujung labia
majora bertemu dengan penonjolan centrum tendineum perinei membentuk commissura
labiorum posterior.
Jaringan subcutaneus mengandung banyak lemak, mempunyai hubungan dengan jaringan
subcutaneus regio urogenitale, mons pubis dan dinding ventral abdomen.

Pada labium majus pudendi melekat ligamentum teres uteri, dan labium majus pudendi
homolog dengan scrotum.
LABIUM MINUS PUDENDI
Berbentuk dua buah lipatan kulit yang kecil, terletak di sebelah medial labium majus
pudendi, permukannya licin, tidak mengandung jaringan lemak, berwarna pink. Labium
minus pudendi di bagian dorsal bergabung dengan facies medial medialis labium majus
pudendi dan saling bertemu dengan pihak sebelah membentuk lipatan transversal.
Disebut frenulum labiorum pudendi (= fourchette). Bangunan ini tampak jelas pada
nullipara.
Di bagian anterior labium minus pudendi terbagi menjadi pars medialis dan pars lateralis.
Pars lateralis dari labium minus pudendi sinister bertemu dengan pars lateralis dari
labium minus pudendi dexter membentuk preputium clitoridis. Pars medialis dari kedua
labia minora pudendi saling bertemu di bagian caudal dari clitoris membentuk frenulum
clitoridis.
Labium minus pudendi terletak tersembunyi di balik labium majus pudendi, kecuali pada
anak-anak dan pada wanita yang telah mengalami menopause.
VESTIBULUM VAGINAE
vestibulum vaginae adalah suatu celah yang terdapat di antara kedua labia minora, dan di
tempat ini terdapat muara dari vagina, disebut orificium vaginae, ostium yretrae externum
dan muara ductus excretorius glandula vestibularis major.
Ostium urethrae externum terletak 2,5 cm di sebelah dorsal dari clitoris, dan berada di
sebelah ventral dari orificium vaginae, terletak pada linea mediana dengan tepinya yang
sedikit menonjol.
Orificium vaginae mempunyai bentuk yang lebih besar dari ostium urethrae externum,
terletak pada linea mediana. Ukuran dan bentuknya ditentukan oleh bentuk dari hymen.
Ductus excretorius dari glandula vestibularis major ada dua buah, masing-masing
bermuara di antara orificium vaginae dan labium minus pudendi.
Saluran keluar dari glandulae vestibulares minores bermuara didalam vestibulum vaginae
di antara orificium vaginae dan ostium urethrae externum.
Fossa navicularis (= fossa vestibuli vaginae) adalah suatu cekungan yang berada di antara
orificium vaginae dan frenulum labiorum pudendi.
CLITORIS
Organ ini homolog dengan penis. Terdiri dari jaringan erectil, dapat ereksi, tidak dilalui
oleh urethra. Ukuran panjang 2,5 cm, dibentuk oleh dua buah corpora cavernosa. Terletak
di sebelah dorsal commissura labiorum anterior, ditutupi oleh kedua labia minora.
Corpus cavernosum ke arah dorso-lateral melekat pada arcus pubicus melalui crus
clitoridsi. Crus clitoridis ditutupi oleh m.ischiocavernosus, dan m.bulbospongiosus
melekat pada radix clitoridis. M.bulbospongiosus melekat pada centrum tendenium, lalu
membungkus pars caudalis vaginae dan orificium vaginae, melekat pada radix clitoridis,
selanjutnya melekat pada sisi arcus pubis.
Kedua crus clitoridis saling bertemu dan melanjutkan diri menjadi dua buah corpora
cavernosa clitoridis ( corpus cavernosus clitoridis sinistrum et dextrum ) membentuk
corpus clitoridis. Kedua corpora cavernoasa ini dibungkus oleh fascia clitoridis. Antara

corpus cavernosus kiri dan kanan terdapat septum corporum cavernosum. Ujung anterior
corpus clitoridis membentuk glans clitoridis, suatu tonjolan yang bundar dan sangat
sensitif. Radix clitoridis difiksasi pada facies ventralis symphysis osseum pubis oleh
ligamentum suspensorium clitoridis.
BULBUS VESTIBULI
Ada sepasang jaringan erectil yang memanjang, terletak pada sisi ostium vaginae,
ditutupi oleh m.bulbospongiosus. di bagian dorsal bentuknya besar dan di bagian anterior
kecil dan saling bertemu (bersatu), berada di sepanjang tepi caudal corporis clitoridis
sampai pada glans clitoridis. Bulbus vestibuli homolog dengan bulbus penis dan corpus
spongiosus penis.
GLANDULA VESTIBULARIS MAJOR ( BARTHOLINI )
Ada dua buah kelenjar kecil berbentuk bundar, berada di sebelah dorsal bulbus vestibuli.
Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah yang terdapat di antara labium
minus pudendi dan tepi hymen.
Glandula ini homolog dengan glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini tertekan
pada wakti coitus dan mengeluarkan secresinya untuk membasahi (melicinkan)
permukaan vagina di bagian caudal.
VASCULARISASI dan ALIRAN LYMPHE
Vascularisasi diperoleh dari :
1) rami labiales anteriores yang dipercabangkan oleh arteria pudenda externa, memberi
suplai darah kepada labia major dan labia minora
2) rami labiales posteriores, dipercabangkan oleh arteria pudenda interna, memberi juga
suplai darah kepada labia majora dan labia minora
3) arteria profunda clitoridis, memberi suplai darah kepada crus clitoridis dan corpus
cavernosum clitoridis
4) arteria dorsalis clitoridis memberi vascularisasi kepada glans clitoridis
5) arteia bulbi vestibuli ( vaginae ) memberi vascularisasi kepada bulbus vestibuli dan
glandula vestibularis major.
Pembuluh-pembuluh lymphe berjalan menuju ke lymphonodus inguinalis externus.
INNERVASI
Labia major dan labia minora dipersarafi oleh rami labiales anteriores yang
dipercabangkan oleh nervus ilioinguinalis dan rr.labiales posteriores yang
dipercabangkan dari nervus pudendus.
Bulbus vestibuli mendapatkan innervasi dari plexus uterovaginalis, yang melanjutkan diri
menjadi nervus cavernosus clitoridis.
Clitoris juga mendapat persarafan dari nervus dorsalis clitoridis
Innervasi otonom diperuntukkan kepada pembuluh darah dan kelenjar.

Anda mungkin juga menyukai