Anda di halaman 1dari 24

PRESENTASI KASUS BESAR

CHRONIC LIMB ISCHEMIA (CLI)

Pembimbing:
dr. Rendi Asmara, Sp.JP

Disusun oleh:
Hafidh Riza P

G4A013093

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PROF. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2014

LEMBAR PENGESAHAN
Presentasi Kasus Besar
CHRONIC LIMB ISCHEMIA (CLI)

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti program profesi dokter di
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Disusun Oleh :
Hafidh Riza P

G4A013093

Pada tanggal
Agustus 2014
Mengetahui
Pembimbing,

dr. Rendi Asmara, Sp.JP

BAB I
STATUS PENDERITA
A. Identitas Penderita
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Agama
Status
Pekerjaan
Tanggal masuk RSMS
Tanggal periksa
No.CM

: Ny. P
: 49 tahun
: Perempuan
: Kajonang 1/4 Bojongsari
: Islam
: Menikah
: Ibu Rumah Tangga
: 22 Juli 2014
: 23, 24, 25 Juli 2014
: 0081029

B. Anamnesis
1) Tanggal 23 Juli 2014
Keluhan utama
: nyeri pada kaki kanan
Keluhan tambahan : bengkak pada kedua kaki, sesak nafas.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rujukan dari RSUD Bojongsari dan datang ke IGD RSMS pada tanggal
22 Juli 2014 jam 10.35. Pasien mengeluh nyeri pada kaki kanan sejak 6 bulan
yang lalu. Nyeri dirasa seperti tertusuk dan tertekan, sehingga kaki tidak dapat
digerakkan sama sekali. Nyeri muncul baik saat istirahat ataupun saat mencoba
menggerakkan kaki. Pasien juga mengeluh bengkak pada kedua kaki, dan kaki
kanan tampak lebih besar dan berwarna lebih hitam dibandingkan kaki kiri.
Pasien juga mengeluh sesak nafas, dan lebih nyaman tidur dengan posisi setengah
duduk.
2) Tanggal 24 Juli 2014
Keluhan utama
: muntah darah berwarna hitam
Keluhan tambahan : bengkak dan nyeri pada kedua kaki, sesak nafas, lemas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh muntah darah berwarna hitam saat pagi ini. Jumlah darah
yang keluar sekitar 50 cc dan pasien mengalami muntah darah hingga 4 kali
dalam sehari. Pasien tampak lemas dan tidak bertenaga. Pada hari perawatan
pertama, pasien mendapatkan terapi drip UFH dengan syringe pump.
Pasien masih mengeluh nyeri pada kaki kanan, seperti tertusuk dan tertekan,
sehingga kaki tidak dapat digerakkan sama sekali. Pasien juga mengeluh bengkak
pada kedua kaki, dan kaki kanan tampak lebih besar dan berwarna lebih hitam
dibandingkan kaki kiri. Pasien juga mengeluh sesak nafas, dan lebih nyaman tidur
dengan posisi setengah duduk.

3) Tanggal 25 Juli 2014


Keluhan utama
: muntah darah berwarna hitam,
Keluhan tambahan : BAB darah, bengkak dan nyeri pada kedua kaki, sesak
nafas, lemas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh muntah darah berwarna hitam saat pagi ini. Keluhan muntah
darah sudah lebih membaik dibandingkan dengan hari kemarin. Jumlah darah
yang keluar sekitar 50 cc dan pasien mengalami muntah darah sebanyak 2 kali
hingga pagi hari ini. Pasien tampak lemas dan tidak bertenaga. Pasien juga
mengeluh keluar darah merah saat sedang buang air besar.
Pasien masih mengeluh nyeri pada kaki kanan, seperti tertusuk dan tertekan,
sehingga kaki tidak dapat digerakkan sama sekali. Pasien juga mengeluh bengkak
pada kedua kaki, dan kaki kanan tampak lebih besar dan berwarna lebih hitam
dibandingkan kaki kiri. Pasien juga mengeluh sesak nafas, dan lebih nyaman tidur
dengan posisi setengah duduk.
Pada pukul 11.00 pasien mengalami apneu dan kemudian meninggal dunia
pada pukul 11.15.
Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat keluhan yang sama
2. Riwayat hipertensi
3. Riwayat DM
4. Riwayat penyakit jantung
5. Riwayat penyakit ginjal
6. Riwayat asam urat
7. Riwayat alergi
8. Riwayat mondok
9.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Diakui. Sebelumnya pasien mondok dan

dirujuk ke RSMS dengan diagnosis CHF dan suspek Selulitis.


Riwayat cuci darah
: Disangkal
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat keluhan yang sama
: Disangkal
Riwayat sakit kuning
: Disangkal
Riwayat hipertensi
: Disangkal
Riwayat DM
: Disangkal
Riwayat penyakit jantung
: Disangkal
Riwayat penyakit ginjal
: Disangkal
Riwayat sosial ekonomi

1. Occupational
Saat ini pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.
2. Diet
Pasien sering makan-makanan berlemak (goreng-gorengan). Pasien makan 2-3
kali dalam sehari

3. Drug
Pasien tidak mengkonsumsi obat apapun.
C. Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital
Dilakukan di bangsal Mawar, 23 Juli 2014, Hari Perawatan +1
1. Keadaan umum : Sedang
2. Kesadaran
: Compos Mentis
3. Vital sign
Tekanan Darah
: 90/50 mmHg
Nadi
: 60 x/menit
Respiration Rate
: 24 x/menit
Suhu
: 36 0C
Dilakukan di bangsal Mawar, 24 Juli 2014, Hari Perawatan +2
1. Keadaan umum
: Sedang
2. Kesadaran
: Compos Mentis
3. Vital sign
Tekanan Darah
: 100/60 mmHg
Nadi
: 60 x/menit
Respiration Rate
: 24 x/menit
Suhu
: 36 0C
Dilakukan di bangsal Mawar, 24 Juli 2014, Hari Perawatan +2
1. Keadaan umum
: Sedang
2. Kesadaran
: Compos Mentis
3. Vital sign
Tekanan Darah
: 100/70 mmHg
Nadi
: 58 x/menit
Respiration Rate
: 24 x/menit
Suhu
: 36 0C
Pemeriksaan Fisik (dilakukan 22-25 Juli 2014)
1. Berat badan
: 55 kg
2. Tinggi badan
: 158 cm
3. Indeks Massa Tubuh
: 22 kg/m2
4. Status generalis
a. Pemeriksaan kepala
1) Bentuk kepala
Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-)
2) Rambut
Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut dan terdistribusi merata
3) Mata
Simetris, konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
4) Telinga
Discharge (-), deformitas (-)
5) Hidung
Discharge (-), deformitas (-) dan napas cuping hidung (-)
6) Mulut
Bibir sianosis (-), lidah sianosis (-)
b. Pemeriksaan leher

Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)


Palpasi :JVP R+2 cm
c. Pemeriksaan thoraks
Paru
Inspeksi
: Dinding dada tampak simetris, tidak tampak
ketertinggalan gerak antara hemithoraks kanan dan kiri,
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Jantung
Inspeksi
Palpasi

kelainan bentuk dada (-)


: Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri
Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri
: Perkusi orientasi selurus lapang paru sonor
Batas paru-hepar SIC V LMCD
: Suara dasar vesikuler +/+
Ronki basah halus -/Ronki basah kasar -/Wheezing-/: Ictus Cordis tampak di SIC V 2 jari medial LMCS
: Ictus Cordis teraba pada SIC V 2 jari medial LMCS dan

kuat angkat (-)


Perkusi
: Batas atas kanan
: SIC II LPSD
Batas atas kiri
: SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri
: SIC VI 2 jari lateralLMCS
Auskultasi
: S1>S2 reguler; Gallop (-), Murmur (-)
d. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi
: datar
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Perkusi
: Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi
: Nyeri tekan (-), undulasi (-),Nyeri Ketok CV (-)
Hepar
: Teraba 1 jari BACD, tepi lancip, permukaan rata, kenyal.
Lien
: Tidak teraba
e. Pemeriksaan ekstremitas
Pemeriksaan

Ekstremitas
superior
Dextra Sinistra
-

Edema
Sianosis
Akral dingin
Reflek fisiologis
Reflek patologis

+
-

+
-

Ekstremitas inferior
Dextra
+
+ di
distal
+
-

Sinistra
+
+
-

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah
Tanggal
Hemoglobin

22 Juli 2014
15,6 g/dL

24 Juni 2014
12,9 g/dL

Nilai rujukan
12 16

Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
Hitung Jenis
Eosinofil
Basofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
SGOT
SGPT

17450 /uL (H)


46 %
5,2 x106/uL
225000 /uL
87,5 fL
29,9 pg
34,1 %
0,1 %
0,0 % (L)
0,6 % (L)
89,2 % (H)
3,9% (L)
6,1 %
127 (H)
119 (H)

13260 /uL (H)


46 %
4,7 x106/uL
182.000 /uL
86,1 fL
29,9 pg
34,5 %
0,2 %
0,0 %
0,6 %
89,7 %
4,2 %
6,3 %
-

4800 10800
27-47
4,2 5,4
150000 - 450000
79 99
27 31
33 37
01
24
25
40 70
25 40
28
15-27
20-65

2. Pemeriksaan X-Foto Pedis Dextra AP/Lateral (12 Juli 2014)


Kesan:
- Susp Formation di Os Calcaneus dextra aspek posterosuperior
- Susp Selulitis di plantar pedis dextra
- Porotic pada os pedis dextra
3. EKG

Interpretasi:
1. Bradikardia (HR 60)
2. Gambaran junctional rhythm

E. Diagnosis
- CHF NYHA IV
- Bradikardi

CLI (Chronic Limb Ischemic) class III

F. Usulan Pemeriksaan Penunjang


1. Cek DL, PT, APTT
G. Penatalaksanaan
Tanggal 22 Juli 2014
Farmakologi :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

O2 4lpm
IVFD RL 14 tpm
Inj. Ceftriaxon 2x1 gr IV
Inj Rantin 2x1 amp IV
Inj. Ketorolac 3x1 amp
Inj. Sulfas Atropin 1 amp bila HR < 50
Drip UFH (unfractioned Heparin) dgn Syringe pump, dosis maintenance 16

unit/kgBB/jam 880 unit / jam


8. PO Disolf 3x1
9. PO Acetosal 1x1
10. Konsul Bedah
Non Farmakologi
1. Bed rest
2. Motivasi keluarga tentang risiko penyakit pasien
Monitoring
1.
2.
3.
4.

Keadaan umum pasien


Evaluasi perdarahan (muntah darah, BAB darah, mimisan, dll)
DL, PT, APTT
Tekanan darah

Tanggal 23 Juli 2014


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

O2 4lpm
Loading cairan RL 100 cc / 15 menit, lanjut maintenance 1500-2000 cc/24 jam
Stop Disolf, Acetosal dan Drip UFH syringe pump
Inj. Ceftriaxon 2x1 gr IV
Inj Rantin 2x1 amp IV
Inj. Ketorolac 3x1 amp
Inj. Sulfas Atropin 1 amp bila HR < 50
Inj. Pantoprazol 2x1
Inj. Kalnex 2x1

Non Farmakologi

1. Bed rest
2. Motivasi keluarga tentang risiko penyakit pasien
Monitoring
1.
2.
3.
4.

Keadaan umum pasien


Evaluasi perdarahan (muntah darah, BAB darah, mimisan, dll)
DL
Vital sign

Tanggal 24 Juli 2014


1. O2 4lpm
2. Loading cairan RL 100 cc / 15 menit, lanjut maintenance 1500-2000 cc/24 jam
3. Stop Disolf, Acetosal dan Drip UFH syringe pump
4. Inj. Ceftriaxon 2x1 gr IV
5. Inj Rantin 2x1 amp IV
6. Inj. Ketorolac 3x1 amp
7. Inj. Sulfas Atropin 1 amp bila HR < 50
8. Inj. Pantoprazol 2x1
9. Inj. Kalnex 2x1
10. Konsul Penyakit Dalam
Non Farmakologi
1. Bed rest
2. Motivasi keluarga tentang risiko penyakit pasien
Monitoring
1.
2.
3.
4.

Keadaan umum pasien


Evaluasi perdarahan (muntah darah, BAB darah, mimisan, dll)
DL, PT, APTT
Vital sign

H. Prognosis
Ad vitam

: malam

Ad sanationam

: malam

Ad functionam

: malam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Chronic Limb Ischemia (CLI) atau iskemia tungkai kronik merupakan penyakit
arteri perifer atau peripheral arterial disease (PAD) yang terjadi akibat inadekuat
perfusi pada jaringan perifer yang disebabkan sumbatan (trombus atau emboli) atau
stenosis pada pembuluh darah perifer, dan memiliki gejala lebih dari 2 minggu, seperti
nyeri tungkai bawah saat aktivitas atau istirahat, muncul perlukaan seperti ulkus atau
gangren pada tungkai bawah. Predileksi tersering adalah pembuluh darah distal,
seperti pembuluh darah tungkai bawah dan tangan (Beard, 2000; Slovut & Sullivan,
2008).
II. Etiologi dan Faktor Risiko
CLI adalah fase lanjut dari PAD yang merupakan hasil progresif dari penebalan
arteri yang disebabkan oleh penimbunan plak aterom atau proses aterokslerosis.
Faktor risiko terjadinya CLI sama dengan risiko terjadinya aterosklerosis, antara lain:
1. Usia. Pada Framingham Heart Study didapati usia > 65 tahun meningkat resiko
PAD. Hubungan yang kuat bertambahnya usia (>70 tahun)
2. Merokok, merupakan salah satu factor resiko yang sangat penting terjadi PAD dan
komplikasinya : intermitten claudicatio dan critical limb ischemia
3. Diabetes. Diabetes mellitus akan meningkatkan resiko PAD asimptomatik atau
simptomatik PAD sebesar 1.5 4 kali lipat dan berhubungan dengan kejadian
kardiovaskuler dan mortalitas pada individu dengan PAD. Penyakit ini sangat
berhubungan dengan penyakit oklusi pada arteri tibialis. Pasien dengan PAD lebih
sering

mendapat

mikroangiopati

atau

neuropati

dan

terjadi

gangguan

penyembuhan luka. Pasien DM juga mempunyai resiko lebih tinggi terjadi ulkus
4.
5.
6.
7.

iskemik dan gangren.


Obesitas
Gaya hidup minim aktivitas (pekerjaan dibalik meja, tidak rutin berolahraga),
Kolesterol tinggi.
Hipertensi. Pasien dengan hipertensi dan PAD peningkatannya lebih besar terjadi

stroke dan miokard infark.


8. Hiperkoagulasi
9. Penyakit Kelainan vaskuler. Tromboangitis obliterans (Buergers disease)
merupakan salah satu penyebab terjadinya iskemia tungkai bawah pada pasien
muda.
10. Gagal ginjal
11. Riwayat keluarga atherosklerosis atau penyakit jantung koroner dan stroke (Santili
& Santili, 2000; VC, 2013).

III.

Klasifikasi
Berdasarkan The Fontaine Score, yang dibentuk Rene Fontaine pada 1954, CLI
diklasifikasikan menjadi 4 kelas (Slovut & Sullivan, 2008; Allison et al., 2011) :
Tabel 2.1 The Fontaine Score for CLI Classification
Staging
Stage I
Stage IIa
Stage IIb
Stage III
Stage IV

Deskripsi
Asymptomatic
Mild Claudication
Moderate to severe claudication
Ischemic Rest Pain
Ulceration or gangrene, or both

Stage I: pasien tidak menunjukkan gejala atau asimptomatik. Pada tahap ini
obstruksi yang terjadi masih inkomplit.
Stage II: Mild claudication. Klaudikasio adalah rasa sakit, kram, atau gatal pada
tungkai yang disebabkan akibat kurangnya aliran darah yang muncul saat
berjalan dan beraktivitas dan hilang saat beraktivitas. Apabila nyeri
muncul saat berjalan lebih dari 200 meter maka dimasukkan dalam
kategori stage IIa dan kategori 1 pada . Apabila gejala tersebut muncul
saat berjalan kurang dari 200 meter, maka dimasukkan dalam kategori
stage IIb.
Stage III : Rest pain. Gejala muncul saat pasien beristirahat atau saat tidak sedang
menggerakkan kaki. Pada fase ini dapat disebut critical limb ischemia,
dan bersifat irreversibel.
Stage IV: apabila telah muncul kerusakan jaringan seperti ulkus atau gangren yang
bersifat irreversibel.
Menurut klasifikasi yang dibentuk Rutherford, CLI diklasifikasikan menjadi 6
kelas:
Tabel 2.2 Klasifikasi Rutherford

IV.

Grade
0
I
I

Category
0
1
2

I
II
III
III

3
4
5
6

Patofisiologi

Clinical
Asymptomatic
Mild claudication
Moderate claudication
Severe claudication
Ischemic Rest pain
Minor tissue loss
Major tissue loss

Proses aterosklerosis dianggap sebagai faktor utama terjadinya kelainan vaskular


perifer. Keadaan dislipidemia yang ditandai peningkatan LDL, penurunan HDL dan
peningkatan trigliserid mampu menginisasi terjadinya aterosklerosis. LDL akan
mengalami oksidasi pada pembuluh darah arteri dan menginisiasi pelepasan sitokin
IL-1, TNF , dan monosit kemoatraktan protein 1, yang meningkatkan ekspresi
leukosit dan monosit di endotel. Leukosit dan monosit akan masuk ke tunica intima
arteri dan monosit akan mengalami perubahan menjadi makrofag. Makrofag ini akan
memakan lemak-lemak LDL teroksidasi pada vaskuler, dengan harapan menurunkan
jumlah lemak arteri. Namun apabila jumlah lemak terlampau banyak, makrofag akan
penuh dengan lemak dan membentuk foam cells, yang menjadi fatty streak dan akan
menjadi prekusor pembentukan plak aterosklerosis (NHLBI, 2009).
Fatty streak ini bersifat rapuh dan mudah pecah. Pecahan plak ini akan
menyebabkan terjadinya cedera endotel, yang menginisasi pelepasan faktor
pembekuan dan pembentukan trombus. Trombus ini dapat pecah dan menyumbat pada
tempat yang lain menjadi emboli. Diabetes juga memiliki peran dalam terjadinya
pembentukan

aterosklerosis

melalui

mekanisme

angiopati

dan

neuropati.

Pembentukan aterosklerosis atau embolus pada pembuluh darah perifer di tungkai


bawah akan menyebabkan terjadinya oklusi pembuluh darah yang menyebabkan
gangguan perfusi pada tungkai bawah (NHLBI, 2009).
Oklusi yang inkomplit tidak akan menimbulkan gejala apapun. Apabila oklusi telah
lebih dari 50%, akan muncul gejala klaudikasio (nyeri saat beraktivitas) yang
diakibatkan karena metabolisme anaerob dari otot-otot tungkai akibat hipoperfusi.
Penurunan aliran darah disertai perlambatan aliran darah yang menuju tungkai dalam
jangka waktu yang lama akan menyebabkan terjadinya kematian sel tungkai perifer
dan risiko terjadinya infeksi dan ulkus apabila bagian tersebut mengalami luka. Proses
ini lebih sering terjadi pada ekstremitas bawah dibandingkan dengan ekstremitas atas
karena aliran darah balik dari tungkai bawah lebih lambat dibandingkan dengan aliran
darah ekstremitas atas (Slovut & Sullivan, 2008; Stephens, 2014).

Gambar 2.1 Mekanisme atherosklerosis


Emboli merupakan penyebab tertinggi atas kejadian iskemia mendadak, biasanya
berasal dari jantung (80%). Emboli juga dapat terbentuk dari aterom proksimal, tumor,
atau benda asing. Emboli sering muncul pada percabangan arteri atau area pembuluh
darah yang sempit. Arteri femoralis menjadi tempat tersering (43%), diikuti arteri
iliaca (18%), aorta (15%) dan arteri popliteal (15%). Keadaan emboli merupakan
faktor morbiditas tertinggi pada CLI. Umumnya, pasien CLI dapat meninggal karena
tromboemboli pada organ-organ penting seperti otak, jantung atau paru (Slovut &
Sullivan, 2008; Stephens, 2014).

Gambar 2.2 Mekanisme terjadinya iskemia


V. Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala yang timbul umumnya bervariasi tergantung derajat klasifikasi yang
dialami pasien. Pada pasien dengan oklusi inkomplit mungkin tidak ditemukan
gejala apapun. Pada pasien dengan oklusi yang lebih luas hingga oklusi maksimal,
dapat ditemukan gejala-gejala sebagai berikut:
a. Claudicatio intermitten
Rasa nyeri dan kram yang muncul saat sedang berjalan dan berkurang saat
istirahat. Hal ini disebabkan karena kurangnya oksigen pada jaringan
diakibatkan suplai darah yang tidak sesuai dengan kebutuhan jaringan saat
sedang berjalan, sehingga terjadi metabolisme anaerob dari sel. Keluhan ini
muncul pada iskemi tungkai derajat 2 menurut klasifikasi Fontaine.
b. Rest Pain
Nyeri berat pada kaki, bersifat menetap, tidak membaik dengan istirahat dan
sering memberat pada malam hari. Hal ini disebabkan iskemi berkepanjangan
pada tungkai. Rasa nyeri ini sering dirasakan pada punggung kaki atau bahkan
seluruh kaki.
c. Non-healing ulcers
Beberapa pasien mengeluh muncul luka yang tak kunjung sembuh pada ibu
jari atau kaki bagian distal. Riwayat trauma perlu ditanyakan pada pasien
dengan ulkus tungkai bawah. Ulkus dapat terasa nyeri, namun umumnya tidak

terasa nyeri akibat mekanisme neuropati dan angiopati oleh iskemia


berkepanjangan. Gangguan ulkus ini umumnya bersifat irreversibel.
d. Gangren
Munculnya luka basah yang terinfeksi
e. Warna kulit tungkai yang berubah (menghitam) (Rai, 2009).
2. Pemeriksaan Fisik
Diagnosis dari CLI pada beberapa kasus dapat dikonfirmasi dengan
pemeriksaan fisik yang sederhana dengan melakukan palpasi pada arteri tungkai
bawah dan mencari bukti-bukti lain adanya iskemia.
a. Pulsasi arteri yang lemah atau tidak ada
Pembuluh darah femoral, popliteal, dorsalis pedis dan tibialis posterior harus
dipalpasi pada kedua sisi, seperti pada pembuluh darah karotis, brachial dan
radialis. Tidak adanya pulsasi ipsilateral (ketika pulsasi dari kontralateral
terasa) merupakan tanda diagnosis dari PAD. Pasien yang dicurigai CLI dapat
pula diminta melakukan aktivitas jalan di tempat selama 5 menit agar pulsasi
di pergelangan kaki (dorsalis pedis) dapat teraba. Apabila pulsasi arteri
tersebut tidak terasa, maka hal tersebut juga merupakan patognomonik dari
PAD (Slovut & Sullivan, 2008; Rai, 2009).
b. Bruit
Arteri-arteri besar dapat diauskultasi untuk mendengarkan suara bruit.
Adanya bruit mengindikasikan stenosis pada arteri bagian proksimal (Rai,
2009).
c. Tanda-tanda lain iskemia kronik
Hilangnya lemak subkutan, atrofi kulit, hilangnya rambut pada bagian
yang mengalami iskemia, penonjolan kuku, dan infeksi jamur diantara jari-jari
kaki merupakan tanda-tanda iskemia pada tungkai bawah. Warna kulit yang
memucat saat tungkai diangkat dan merah saat ditekan merupakan
karakteristik iskemia dikarenakan hilangnya tonus vasomotor, namun sulit
dinilai pada pasien dengan kulit gelap. Pemanjangan waktu capillary dan
venous refill juga merupakan salah satu tanda iskemia. Ulkus dan gangren
adalah tanda iskemia yang lanjut. Gejala-gejala ini muncul pada pasien yang
telah memasuki derajat critical limb ischemia, merupakan kondisi serius dan
lanjut dari iskemia tungkai bawah yang memerlukan tatalaksana segera
dengan mengembalikan aliran darah ke area yang mengalami iskemia sebelum
terjadinya kegagalan sirkulasi (Rai, 2009; VC, 2013).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. ABI (Ankle Brachial Index)

Tes ini mudah dalam mendeteksi penyakit arteri perifer dengan menghitung
rasio tekanan darah sistolik pembuluh darah arteri lengan dibagi sistolik pada
pembuluh darah arteri pergelangan kaki. Pada PAD, tekanan darah pergelangan
kaki menurun. Penurunan dibawah dari 90 mmHg mengkonfirmasi adanya
iskemia tungkai bawah.
Interpretasi ABI menurut :
1) American Collage of Cardiology/American

Diabetes

Association

(ACC/ADA)
a) >1.3
: dugaan kalsifikasi arteri
b) 0.91 1-3 : normal
c) 0.9-0.8 : ringan
d) 0.79 0.5 : sedang
e) <0.5
: berat
2) Hiat dkk
a) >1.30
: dugaan kalsifikasi arteri
b) 0.91 1.30: normal
c) 0.41 0.90: ringan sedang
d) 0.00 0.5 : berat
Hasil ABI dibawah <0.8 dapat mengkonfirmasi diagnosis iskemia tungkai
bawah. Apabila hasil ABI tidak dapat mendeteksi penyakit arteri perifer karena
pembuluh darah yang kaku, maka digunakan test toe-brachial index. Tes ini
lebih baik untuk menilai perfusi ke tungkai bawah bila nilai ABI 1.30. Nilai
toe-brachial index <0.70 dapat menegakkan adanya gangguan pembuluh darah
perifer (Rai, 2009).
b. Segmental limb pressure
Segmental limb pressure dapat menilai adanya penyakit arteri perifer serta
lokasinya yang dicatat dengan alat Doppler Plaethysmographic Cuffs yang
ditempatkan pada arteri brakialis dan daerah tungkai bawah ternasuk di atas
paha, di bawah lutut dan pergelangan kaki. Tes ini mempunyai batasan yang
sama dengan ABI tentang adanya pembuluh darah yang kaku (Beard, 2000;
Rai, 2009).
c. Pulse Volume Recording
Pulse Volume Recording,

digunakan

dengan

system

cuffs,

PneumoPlaethysmograph mendeteksi perubahan volume pada tungkai melalui


siklus jantung. Perubahan kontur nadi dan amplitude juga dapat dianalisa.
Gelombang normal bila kenaikannya yang tinggi, puncak sistolik yang
menajam, pulsasi yang menyempit, adanya dicrotic notch sampai dasar. Pada
gangguan arteri perifer, terdapat gambaran gelombang yang mulai landai,

puncak yang melingkar, pulsasi yang melebar, dicortic notch yang menghilang
dan melengkung ke bawah.
d. Duplex ultrasonography
Alat ini berguna dalam mendeteksi penyakit arteri perifer tungkai bawah
yang juga dapat berguna dalam menilai lokasi penyakit dan membedakan
adanya lesi stenosis dan oklusi. Duplex Ultrasonography merupakan
kombinasi analisa gelmobang Doppler dan kecepatan aliran (velocity).
e. Arteriografi. Merupakan gold standard dari diagnosis PAD pada tungkai
bawah. Arteriografi dapat menggambarkan:
1) Tempat dan keadaan dari perlukaan arteri,
2) Bagian arteri proksimal hingga oklusi,
3) Bagian arteri distal hingga ke lesi,
4) Bagian sirkulasi kolateral
f. MRA dan CTA
Magnetic Resonance Angiography (MRA) adalah alat yang khusus
digunakan sebagai diagnose radiologi penyakit arteri perifer. MRA dilakukan
sebagai tindakan lanjutan persiapan evaluasi revaskularisasi
Computed Tomographic Angiography (CTA) digunakan sebagai alat
diagnostic arteri perifer dengan kemampuan resolusi tampilan gambar lebih
baik dan tiap scanning menampilkan 64 channel menggunakan multidetector
VI.

scanner (Rai, 2009).


Penatalaksanaan
a. Non Farmakologis
Ada beberapa terapi konservatif yang dapat menurunkan perkembangan gejala
iskemia tungkai bawah dengan gejala yang masih bersifat irreversibel (intermitten
claudicatio), antara lain:
1. Berhenti merokok
Rokok merupakan faktor risiko terjadinya aterosklerosis dan memperlambat
aliran darah. Perbaikan klinis yang ditandai dengan perbaikan jarak langkah
dijumpai pada pasien yang berhenti merokok.
2. Latihan berjalan dan latihan fisik ringan
Pasien umumnya takut untuk berjalan karena menganggap akan
memperburuk kondisi klinisnya. Sebaliknya, latihan berjalan akan membentuk
perkembangan pembuluh darah kolateral dan memperbaiki jarak tempuh saat
berjalan. Beberapa studi RCT menunjukkan bahwa program latihan rutin
berjalan terbukti sama efekif dengan PTA (percutaneous transluminal
angioplasty) dalam memperbaiki jarak tempuh jalan pada pasien dengan
intermitten claudicatio. Studi menunjukkan bahwa latihan fisik ringan pada

tungkai atas memiliki manfaat dalam menurunkan angka kematian akibat


kejadian jantung.
3. Perawatan kaki
Penggunaan alas kaki yang memadai akan menurunkan risiko terjadi luka
yang berujung pada ulkus atau gangren, terutama pada pasien dengan diabetes.
4. Meninggikan posisi tumit
Meninggikan tumit satu inchi dengan menggunakan sepatu dapat menurunkan
beban kerja otot tungkai dan meningkatkan maximum walk distance pada
pasien dengan intermitten claudication.
5. Perubahan gaya hidup
Pasien moderate intermitten claudication dengan usia lanjut disarankan untuk
merubah pola hidup dibandingkan mengambil opsi pembedahan vaskuler.
Peningkatan aktivitas fisik dan latihan, makan makanan rendah lemak dan
kolesterol, berhenti merokok akan meningkatkan harapan hidup pasien.
b. Farmakologis
1. Aspirin
Aspirin merupakan obat NSAID yang memiliki efek anti inflamasi, analgesik,
anti-piretik dan dapat menghambat agregasi trombosit. Efek mengurangi
agregasi trombosit diakibatkan dari peningkatan aktivitas fibrinolitik,
penurunan konsentrasi vitamin K dan faktor-faktor koagulasi. Diharapkan akan
menurunkan pembentukan trombus dan risiko terjadinya embolus. Pemberian
aspirin dalam dosis 40-300 mg terbukti memiliki manfaat untuk pasien PAD
akibat aterosklerosis. Pemantauan efek samping seperti perdarahan perlu
diperhatikan. Aspilet merupakan salah satu obat aspirin dengan sediaan tablet
80 mg.
2. Agen anti-platelet lain
Clopidogrel dapat berperan penting seperti aspirin, namun dengan harga
sediaan yang lebih mahal. Kombinasi clopidogrel dengan aspilet dapat
digunakan, utamanya pada pasien post PTA. Anti-platelet dapat menurunkan
risiko efek samping vaskuler seperti stroke, infark miokard dan kematian
hingga 25%, dan dapat meningkatkan pembentukan cabang pembuluh darah.
3. Statin
Obat yang termasuk golongan HMG-CoA inhibitor ini dapat menurunkan
kadar kolesterol serum dan LDL. Selain itu, statin dapat memperbaiki fungsi
sel endotelial dan menurunkan kadar plasma fibrinogen.
4. Cilostazol
Berperan sebagai inhibitor phosphodiesterase-III yang meningkatkan aktivitas
seluler cAMP. Berperan dalam menghambat agregasi platelet, menurunkan

proliferasi otot polos vaskuler dan vasodilatasi. Empat studi RCT


menunjukkan bahwa penggunaan cilostazol dapat meningkatkan jarak tempuh
pada pasien intermitten claudication. Dosis yang dianjurkan adalah 50-100 mg
dalam 2 kali sehari. Kontra indikasi pada hamil dan gagal jantung kongestif.
Memberikan respons 2-3 minggu setelah pemberian.
5. Pentoxyfiline
Merupakan agen hemorheologik yang menurunkan viskositas darah dan
meningkatkan fleksibilitas eritrosit. Beberapa studi menunjukkan pemberian
pentoxyfiline dapat meningkatkan jarak tempuh pada 60-70 % pasien
intermitten claudication. Dosis: 400-800 mg dalam 3x sehari.
6. Prostaglandin I & E
Infus prostaglandin telah digunakan untuk penyelamatan tungkai bawah pada
critical

limb

ischemia

yang

tidak

memungkinkan

untuk

dilakukan

pembedahan. Dilaporkan pemberian prostaglandin dapat menyelamatkan 60%


kasus critical limb ischemia. Harga obat ini cenderung mahal (9000 Rs per
vial) dengan pemberian selama 14-28 hari sehingga jarang digunakan.
7. Heparin
Bersifat anti koagulan dan mencegah terjadinya pembentukan trombus.
Unfractioned atau low molecular weight Heparin sering digunakan dokter
bedah vaskular segera pasca operasi pembedahan direct arterial untuk
mencegah timbulnya bekuan darah. Pemberian dosis awal adalah 5000 iu IV.
8. Antikoagulan oral
Warfarin dan acitrom telah digunakan dalam pemberian antikoagulan jangka
panjang pasca bypass pembuluh darah lutut.
9. Analgesik
Obat analgesik umumnya diberikan pada pasien dengan gejala rest pain.
Pemberian diawali dengan kombinasi agen analgesik ringan (paracetamol, na
diklofenak, ibuprofen, dll). Codein, ketorolac dan tramadol dapat pula
diberikan. Analgetik narkotik seperti morfin sebaiknya dihindari karena dapat
menyebabkan ketergantungan, disebabkan efek analgesik yang hanya 48-72
jam pasca pemberian.
Pada pemberian agen antikoagulan ataupun antiplatelet perlu dilakukan
pemantauan ada tidaknya gejala perdarahan spontan, pemantauan darah lengkap
(Hb, Ht, Trombosit) dan nilai marker pembekuan darah (PT, APTT, penilaian
faktor-faktor koagulasi lain). Adanya kelainan koagulasi dan manifestasi
perdarahan menjadi indikasi mutlak penghentian obat-obat tersebut (Slovut &
Sullivan, 2008; Rai, 2009).

c. Terapi pembedahan
Terapi invasif endovascular sering menjadi pilihan dalam perawatan CLI.
Beberapa prosedur endovascular digunakan untuk mengobati CLI meliputi:
1. Angioplasty : Sebuah balon kecil dimasukkan melalui tusukan di pangkal
paha. Balon mengembang satu atau beberapa kali, dengan menggunakan
larutan garam untuk membuka arteri.
2. Cutting ballon : Sebuah balon tertanam dengan mikro-pisau yang digunakan
untuk melebarkan daerah yang sakit.
3. Cold ballon (CryoPlasty) : Balon digelembungkan menggunakan nitrous
oxide. Gas membekukan plak selama dilatasi, pertumbuhan plak dihentikan,
dan jaringan parut sedikit dihasilkan.
4. Stent : Tabung logam yang diperluas dan dibiarkan di tempat untuk
memberikan perancah untuk arteri yang telah dibuka dengan menggunakan
percutaneous transluminal balloon angioplasty (PTA).
5. Balon-expanded : balon A digunakan untuk memperluas stent. Stent ini lebih
kuat, tapi kurang fleksibel.
6. Self-expanding : Compressed stent dikirim ke jaringan yang sakit. Stent ini
lebih fleksibel.
7. Laser atherectomy: potongan kecil dari plak yang menguap oleh ujung probe
laser.
8. Atherectomy Directional: Sebuah kateter dengan pisau potong berputar
digunakan untuk fisik menghilangkan plak dari arteri, membuka saluran
aliran.
9. Bedah perawatan
Pengobatan luka atau ulkus gangren dapat ditindak lanjuti oleh prosedur
bedah tambahan.
10. Amputasi
Diperlukan apabila telah muncul gangren dan sebagai tatalaksana critical limb
ischemia saat pilihan terapeutik lainnya tidak menimbulkan hasil yang
diharapkan, dan pembedahan bypass diprediksi tidak akan memperbaiki
vaskularisasi meski operasi bypass telah dilaksanakan (Slovut & Sullivan,
VII.

2008; Rai, 2009).


Komplikasi
1. Tromboemboli, merupakan penyebab kematian tersering pada CLI.
2. Gangren

VIII. Prognosis
Pasien dengan chronic critical limb ischemia memerlukan pemantauan
lanjut jangka panjang pasca amputasi atau revaskularisasi dengan stent ataupun

angioplasty. Setelah proses pembedahan, pasien memerlukan rehabilitasi untuk


perbaikan kemampuan kemandirian. Asupan nutrisi perlu diatur untuk perbaikan
penyembuhan dan recovery luka. Disamping itu, patensi dari bypass-graft perllu
dinilai secara periodik setelah revaskularisasi. Four year survival rate pada pasien
chronic critical limb ischemia dilaporkan sekitar 40%, dengan penyebab kematian
utama adalah penyakit jantung koroner dan cerebrovascular disease seperti stroke.
Pada pasien dengan tingkat derajat lebih rendah, terapi konservatif dan
medikamentosa dapat memperbaiki gejala intermitten claudicatio (Rai, 2009;
Stephens, 2014).

BAB III
KESIMPULAN
1. Chronic Limb Ischemia (CLI) atau iskemia tungkai kronik merupakan penyakit
arteri perifer atau peripheral arterial disease (PAD) yang terjadi akibat inadekuat
perfusi pada jaringan perifer yang disebabkan sumbatan (trombus atau emboli) atau
stenosis pada pembuluh darah perifer yang terjadi lebih dari 2 minggu.
2. Berdasarkan kriteria Fontaine, pasien ini termasuk CLI derajat III, karena
mengeluh nyeri hebat pada tungkai bawah saat sedang beristirahat. Derajat III
dapat diklasifikan ke arah critical limb ischemia.
3. Tromboemboli merupakan komplikasi tersering dan memiliki tingkat mortalitas
tinggi pada pasien CLI.

DAFTAR PUSTAKA
Allison, M., Denenberg, J. & Criqui, M., 2011. Family History of Peripheral Artery
Disease Is Associated With Prevalence and Severity of Peripheral Artery Disease.
Journal of The American College of Cardiology, 58, p.13.
Beard, J., 2000. Chronic Lower Limb Ischemia. Western Journal of Medicine, 173(1),
pp.60-63.
NHLBI,
2009.
Atherosclerosis.
[Online]
Available
www.nhlbi.nih.gov/./atherosclerosis/atherosclerosis_whatis.html
[Accessed
Agustus 2014].

at:
6

Rai, K.M., 2009. Approach to Management of Chronic Lower Limb Ischemia. Journal of
GMC-Nepal, 2(2), pp.77-88.
Santili, J.D. & Santili, S.M., 2000. Chronic Critical Limb Ischemia: Diagnosis, Treatment
and Prognosis. American Family Physician, 7(1), pp.1899-908.
Slovut, D.P. & Sullivan, T.M., 2008. Critical limb ischemia: medical and surgical
management. Society for Vascular Medicine, 13, pp.281-91.
Stephens, E., 2014. Peripheral Vascular Disease. [Online]
http://emedicine.medscape.com/article/761556-overview#a0104
Agustus 2014].
VC,

Available
[Accessed

at:
6

2013.
Critical
Limb
Ischemia.
[Online]
Available
at:
http://www.vascularcures.org/about-vascular-disease/2011-05-05-02-02-59/criticallimb-ischemia-cli [Accessed 6 Agustus 2014].

Anda mungkin juga menyukai