Anda di halaman 1dari 22

Pemilihan Jenis Pondasi

Dalam menentukan spesifikasi sistem pondasi atau bahkan menentukan sistem struktur yang
akan diadopsi maka ada baiknya engineer memahami kondisi lingkungan dimana struktur
tersebut akan dibangun. Ini penting, bagaimanapun yang namanya proyek adalah sangat
spesifik. Pemahaman akan kondisi alam sejak awal akan sangat membantu memilih sistem
struktur juga pondasi yang dapat dipilih.
Untuk struktur yang mencakup suatu lokasi yang relatif kecil (tidak luas) maka data
penyelidikan tanah setempat dan lokasi mungkin sudah mencukupi sebagai gambaran awal
memilih sistem yang dimaksud. Di Kalimantan misalnya, didaerah yang ternyata adalah
tanah gambut, jika disitu akan dibangun gedung misalnya maka faktor berat struktur dan
pondasi dalam tentunya sudah mewarnai strategi perencanaan yang harus dikerjakan.
Sebaiknya dipilih struktur yang relatif ringan, tidak peka terhadap differential settlement dan
tentu saja sistem pondasi dangkal tidak bisa digunakan karena beresiko tinggi terhadap
penurunan tanah jangka panjang.
Jadi kecuali daya dukung pondasi (forces) maka penurunan pondasi (displacement) juga perlu
menjadi patokan dalam memilih sistem pondasi. Pondasi yang masuk dalam kelompok
pondasi dangkal (telapak, footing, cakar ayam, laba-laba, pondasi menerus) beresiko tinggi
terhadap kemungkinan terjadinya penurunan jangka panjang, khususnya jika tanah
dibawahnya mayoritas adalah lempung (clay), kalau pasir (tertentu) perhatikan bisa juga
terjadi efek liquifaction bila ada gempa. Meskipun jelas, pondasi dangkal relatif
pengerjaannya sederhana dan berbiaya ringan dibanding pondasi dalam (bor atau pancang).
Jika ternyata diperlukan sistem pondasi dalam, maka ada beberapa pilihan, untuk gedung
umumnya dua macam saja yaitu pondasi tiang pancang dan tiang bor. Pondasi caisson umum
dipakai untuk jembatan. Jika dari mekanisme pengalihan gaya yang ditinjau maka dari sistem
pondasi dalam tersebut dapat dipisahkan menjadi dua yaitu gaya dari ujung pondasi ditransfer
ke tanah melalui mekanisme friksi (dinding tiang pondasi) dan melalui mekanisme tumpu
(ujung tiang pondasi).

Jika tiang pondasi di pasang (pancang atau bor) sampai


tanah keras (SPT > 40) maka yang akan bekerja adalah
mekanime tumpu. Ini merupakan mekanisme yang paling
andal melawan resiko terjadinya penurunan. dengan asumsi
bahwa daya dukung tanah OK.
Mekanisme tumpu sangat dipengaruhi oleh diameter
ujung tiang yang bertemu dengan tanah, jadi semakin besar
diameternya maka semakin besar daya dukung tumpu yang
dihasilkan. Berkaitan dengan hal tersebut maka sistem
pondasi tiang bor, yang memungkinkan mempunyai
diameter yang besar maka lebih unggul dibanding tiang
pancang. Bahkan untuk sistem pondasi Franki yang
mempunyai alat untuk memperbesar ujung pondasi jelas
akan sangat menguntungkan. Itu pula yang
menjawab mengapa jika diperlukan sistem pondasi dengan
daya dukung besar, misal 300 ton atau lebih maka sistem
pondasi tiang bor akan menjadi prioritas untuk
dipertimbangkan. Untuk pondasi tiang pancang, karena
ukurannya terbatas oleh alat angkut, maka kapasitasnya juga terbatas. Jika dipaksakan maka
perlu jumlah tiang pancang yang lebih banyak. Perlu dipikirkan pile-cap dan ruangnya.
Bila demikian pakai saja pondasi tiang bor.
Ya, tidak bisa begitu saja, jika karena gaya-gayanya memungkinkan memakai tiang pancang,
mengapa tidak. Jika digunakan pondasi tiang pancang maka jelas, tiangnya sudah dibuat
terlebih dulu, bahkan dapat memakai baja atau beton prategang. Kedua material tersebut
mempunyai keunggulan, lebih reliable dibanding beton bertulang pada pondasi tiang bor
yang harus dicor ditempat. Kualitasnya tergantung kontraktor yang mengerjakan.
Jadi ini masalah keyakinan sistem struktur yang tertanam di bawah tanah tersebut.
Jika pakai tiang pancang, maka karena daya dukung relatif kecil dibanding tiang bor maka
perlu jumlah tiang pancang yang lebih banyak. Kalau dipakai tiang bor karena daya dukung
bisa besar, tentunya pakai diameter tiang bor yang lebih besar dari tiang pancang , kalau
pakai diameter sama maka daya dukung tiang bor kalah dengan tiang pancang.
Tetapi keyakinan bahwa bagian bawah mutu tiangnya baik maka yang bisa diandalkan adalah
tiang pancang, daerah lemahnya hanya pada sambungannya. Kalau ini bisa diatasi, pasti ok.
Jadi resiko gagal untuk tiang pancang relatif kecil dibanding tiang bor dalam segi
pelaksanaannya. Jadi katakanlah dalam suatu proyek jika dipakai tiang pancang perlu 100
tiang, maka jika gagal satu maka hanya 1% saja, tapi coba jika pakai tiang bor yang hanya
perlu katakanlah 50 tiang, maka jika gagal satu maka prosentasi kegagalan 2%, lebih tinggi.

Dalam memilih tentu hal tersebut perlu dipertimbangkan.


Itu di atas baru dari sisi kekuatan dan kekakuan, bagaimana yang lain.
Kemudian perlu diperhatikan juga sistem struktur atas yang digunakan, misalnya untuk
struktur statis tertentu dan struktur statis tak-tentu akan mempunyai ambang batas yang
berbeda berkaitan dengan adanya penurunan (differential settlement).
Ingat pondasi yang nggak kuat itu dapat dilihat dari terjadinya penurunan. Jadi kekuatan dan
kekakuan itu adalah barangnya sebenarnya sama aja. Hanya cara memandang aja.
Tadi diatas, saya meminta untuk melihat kondisi proyek, ini penting karena pelaksanaan
sistem pondasi dalam di atas mempengaruhi tanah disekitarnya. Tiang pancang, kecuali
menghasilkan noise yang mengganggu. Juga tanah bisa terpengaruh, contohnya heave. Itu
bisa diatasi dengan strategi pelaksanaan. Tapi kalau rumah tetangganya yang pakai pondasi
dangkal terpengaruh heave tersebut, sehingga terangkat dan rumahnya retak-retak. Sistem
pondasi tiang bor kurang beresiko kalau soal itu.
Ketersediaan teknologi dan material. Ya ini lain soal, ini umumnya masalah kontraktor.
Banyak yang menjadi bahan pertimbangan untuk memilih pondasi tersebut. Jadi rasanya
tidak ada formula pendek untuk menetapkan suatu pilihan. Inilah seninya engineer tersebut.

Proses Pelaksanaan Pondasi Bore Pile

Pekerjaan pondasi umumnya merupakan pekerjaan awal dari suatu proyek. Oleh karena itu
langkah awal adalah dilakukan pemetaan terlebih dahulu. Ini adalah gunanya ilmu ukur
tanah. Umumnya yang ngerjain adalah alumni stm geodesi dan pertanahan. Proses ini
sebaiknya sebelum alat- alat proyek masuk, karena kalau sesudahnya, maka susah untuk
nembak-nya. Dari pemetaan ini maka dapat diperoleh suatu patokan yang tepat antara
koordinat pada gambar kerja dan kondisi lapangan.

Foto 1 : Excavator mempersiapkan areal proyek agar alat-alat berat yang lain bisa masuk.
Pekerjaan pondasi tiang bor memerlukan alat- alat berat pada proyek tersebut. Disebut alatalat berat memang karena bobotnya itu yang berat, makanya manajer proyek harus dapat
memastikan perkerjaan persiapaan apa yang diperlukan agar alat yang berat tersebut dapat
masuk ke areal dengan baik.

Foto 2 : Bahkan bila perlu, dipasang juga pelat- pelat baja.


Pelat baja tersebut dimaksudkan agar alat- alat berat tidak ambles jika kekuatan tanahnya
diragukan. Jika sampai ambles, untuk ngangkat kembali biayanya lebih besar dibanding
biaya yang diperlukan untuk mengadakan pelat- pelat tersebut. Perlu tidaknya pelat-pelat
tersebut tentu didasarkan dari pengalaman- pengalaman sebelumnya, tidak ada itu di buku
teks. Itu yang saya maksud dengan seni agar pekerjaan lancar.

Foto 3 : Pekerjaan penulangan pondasi tiang bor.


Paralel dengan pekerjaan persiapan, maka pembuatan penulangan tiang bor telah dapat
dilakukan. Ini penting, karena jangan sampai sudah dibor, ternyata tulangannya belum siap.
Jika tertunda lama, tanah pada lubang bor bisa rusak (mungkin karena hujan atau lainnya).
Bisa- bisa perlu dilakukan pengerjaan bor lagi. Pemilihan tempat untuk merakit tulangan juga
penting, tidak boleh terlalu jauh, masih terjangkau oleh alat- alat berat tetapi tidak boleh
sampai mengganggu manuver alat- alat berat itu sendiri. Ini gambar detail strukturnya,
biasanya digambarkan seperti ini. Ini fondasi franki yang terkenal itu, yang dibagian
bawahnya membesar. Itu khas-nya Franky. Ada yang diameternya lebih dari 1 m, tapi
prinsipnya hampir sama. Kedalaman pondasi adalah sampai tanah keras (SPT 50) dalam hal
ini adalah 17-18 m (lokasi di Bogor).

Gambar Detail Pondasi Franki


Jika alat-alat berat sudah siap, juga tulangan- tulangannya, serta pihak ready mix concretenya sudah siap, maka dimulailah proses pengeboran. Skema alat- alat bornya adalah.

Gambar diatas bisa menggambarkan secara skematik alat- alat yang digunakan untuk
mengebor. Dalam prakteknya, mesin bor-nya terpisah sehingga perlu crane atau excavator
tersendiri seperti ini.

Foto 4 : Persiapan Alat Bor

Perhatikan mesin bor warna kuning belum dipasangkan dengan mata bornya yang dibawah
itu. Saat ini difoto, alat bor sedang mempersiapkan diri untuk memulai.

Kecuali alat bor dengan crane terpisah, pada proyek tersebut juga dijumpai alat bor yang
terintegrasi dan sangat mobile. Mungkin ini yang lebih modern, tetapi kelihatannya
jangkauan kedalamannya lebih terbatas dibanding yang sistem terpisah. Mungkin juga,
karena diproyek tersebut ada beberapa ukuran diameter tiang bor yang dipakai. Jadi pada
gambar- gambar nanti, fotonya gabungan dari dua alat tersebut.

Pengeboran
Ini merupakan proses awal dimulainya pengerjaan pondasi tiang bor, kedalaman dan diameter
tiang bor menjadi parameter utama dipilihnya alat-alat bor. Juga terdapatnya batuan atau
material dibawah permukaan tanah. Ini perlu diantisipasi sehingga bisa disediakan metode,
dan peralatan yang cocok. Kalau asal ngebor, bisa-bisa mata bor-nya stack di bawah. Biaya
itu. Ini contoh mesin bor dan auger dengan berbagai ukuran siap ngebor.

Mesin Bor dan Auger


Setelah mencapai suatu kedalaman yang mencukupi untuk menghindari tanah di tepi lubang
berguguran maka perlu di pasang casing, yaitu pipa yang mempunyai ukuran diameter dalam
kurang lebih sama dengan diameter lubang bor.

Persiapan Pemasangan casing


Perhatikan mesin bor-nya beda, tetapi pada prinsipnya cara pemasangan casing sama:
diangkat dan dimasukkan pada lubang bor. Tentu saja kedalaman lubang belum sampai
bawah, secukupnya. Kalau nunggu sampai kebawah, maka bisa-bisa tanah berguguran semua.
Lubang tertutup lagi. Jadi pemasangan casing penting.

Setelah casing terpasang, maka pengeboran dapat dilanjutkan. Gambar di atas, mata auger
sudah diganti dng Cleaning Bucket yaitu untuk membuang tanah atau lumpur di dasar lubang.

Jika pekerjaan pengeboran dan pembersihan tanah hasil pengeboran dan akhirnya sudah
menjadi kondisi tanah keras. Maka untuk sistem pondasi Franky Pile maka bagian bawah
pondasi yang bekerja dengan mekanisme bearing dapat dilakukan pembesaran. Untuk itu
dipakai mata bor khusus, Belling Tools sebagai berikut.

Akhirnya setelah beberapa lama dan diperkirakan sudah mencapai kedalaman rencana maka
perlu dipastikan terlebih dahulu apakah kedalaman lubang bor sudah mencukupi, yaitu
melalui pemeriksaan manual.

Perlu juga diperhatikan bahwa tanah hasil pemboran perlu juga dichek dengan data hasil
penyelidikan terdahulu. Apakah jenis tanah adalah sama seperti yang diperkirakan dalam
menentukan kedalaman tiang bor tersebut. Ini perlu karena sampel tanah sebelumnya
umumnya diambil dari satu dua tempat yang dianggap mewakili. Tetapi dengan proses
pengeboran ini maka secara otomatis dapat dilakukan prediksi kondisi tanah secara tepat, satu

persatu pada titik yang dibor. Apabila kedalaman dan juga lubang bor telah siap, maka
selanjutnya adalah penempatan tulangan rebar.

Jika perlu, mungkin karena terlalu dalam maka penulangan harus disambung di lapangan.
Ngangkatnya bertahap.

Ini kondisi lubang tiang bor yang siap di cor.

Pengecoran beton :
Setelah proses pemasangan tulangan baja maka proses selanjutnya adalah pengecoran beton.
Ini merupakan bagian yang paling kritis yang menentukan berfungsi tidaknya suatu pondasi.
Meskipun proses pekerjaan sebelumnya sudah benar, tetapi pada tahapan ini gagal maka
gagal pula pondasi tersebut secara keseluruhan.
Pengecoran disebut gagal jika lubang pondasi tersebut tidak terisi benar dengan beton,
misalnya ada yang bercampur dengan galian tanah atau segresi dengan air, tanah longsor
sehingga beton mengisi bagian yang tidak tepat.
Adanya air pada lobang bor menyebabkan pengecoran memerlukan alat bantu khusus, yaitu
pipa tremi. Pipa tersebut mempunyai panjang yang sama atau lebih besar dengan kedalaman
lubang yang dibor.

Cukup panjang. Inilah yang disebut pipa tremi. Foto ini cukup menarik karena bisa
mengambil gambar mulai dari ujung bawah sampai ujung atas. Ujung di bagian bawah agak
khusus, tidak berlubang biasa tetapi ada detail khusus sehingga lumpur tidak masuk kedalam
tetapi beton di dalam pipa bisa mendorong keluar.

Yang teronggok di bawah adalah corong beton yang akan dipasang di ujung atas pipa tremi,
tempat memasukkan beton segar. Yang di bawah ini pekerjaan pengecoran pondasi tiang bor
di bagian lain, terlihat mesin bor (warna kuning) yang difungsikan crane-nya (mata bor nya
nggak dipasang, mesin bor non-aktif).

Posisi sama seperti yang diatas, yaitu pipa tremi siap dimasukkan dalam lobang bor.

Pipa tremi sudah berhasil dimasukkan ke lubang bor. Perhatikan ujung atas yang ditahan
sedemikian sehingga posisinya terkontrol (dipegang) dan tidak jatuh. Corong beton dipasang.
Pada kondisi pipa seperti ini maka pengecoran beton siap. Truk readymix siap mendekat.

Pada tahap pengecoran pertama kali, truk readymixed dapat menuangkan langsung ke corong
pipa tremi seperti kasus di atas. Pada tahap ini, mulailah pengalaman seorang supervisor
menentukan.Kenapa ?
Karena pipa tremi tadi perlu dicabut lagi. Jadi kalau beton yang dituang terlalu banyak maka
jelas mencabut pipa yang tertanam menjadi susah. Sedangkan jika terlalu dini mencabut pipa
tremi, sedangkan beton pada bagian bawah belum terkonsolidasi dengan baik, maka bisa-bisa
terjadi segresi, tercampur dengan tanah. Padahal proses itu semua kejadiannya di bawah, di
dalam lobang, nggak kelihatan sama sekali. Jadi pengalaman supervisi atau operator yang
mengangkat pipa tadi memegang peran sangat penting. Enjinir baru lulus pasti kesulitan
mengerjakan hal tersebut. Pada kasus ini, tidak hanya teori, lha itu seninya di lapangan. Perlu
feeling yang tepat. Ingat kalau salah, pondasi gagal, cost-nya besar lho.

Jangan sepelekan aba-aba seperti di atas. Belum tentu seorang sarjana teknik sipil yang baru
lulus dengan IP 4.0 bisa mengangkat tangan ke atas secara tepat. Karena untuk itu perlu

pengalaman. Jadi menjadi seorang engineer tidak cukup hanya ijazah sekolah formil, perlu
yang lain yaitu pengalaman yang membentuk mental engineer yang handal.

Jika beton yang di cor sudah semakin ke atas (volumenya semakin banyak) maka pipa tremi
harus mulai ditarik ke atas. Perhatikan bagian pipa tremi yang basah dan kering. Untuk kasus
ini karena pengecoran beton masih diteruskan maka diperlukan bucket karena beton tidak
bisa langsung dituang ke corong pipa tremi tersebut.

Adanya pipa tremi tersebut menyebabkan beton dapat disalurkan ke dasar lubang langsung
dan tanpa mengalami pencampuran dengan air atau lumpur. Karena BJ beton lebih besar dari

BJ lumpur maka beton makin lama-makin kuat untuk mendesak lumpur naik ke atas. Jadi
pada tahapan ini tidak perlu takut dengan air atau lumpur sehingga perlu dewatering segala.
Gambar foto di atas menunjukkan air / lumpur mulai terdorong ke atas, lubang mulai
digantikan dengan beton segar tadi.
Proses pengecoran ini memerlukan supply beton yang continuous, bayangkan saja bila ada
keterlambatan beberapa jam. Jika sampai terjadi setting maka pipa treminya bisa tertanam lho
dibawah dan nggak bisa dicabut. Sedangkan kalau keburu di cabut maka tiang beton bisa
tidak continue. Jadi bagian logistik / pengadaan beton harus memperhatikan itu.

Jika pengerjaan pengecoran dapat berlangsung dengan baik, maka pada akhirnya beton dapat
muncul dari kedalaman lobang. Jadi pemasangan tremi mensyaratkan bahwa selama
pengecoran dan penarikan maka pipa tremi tersebut harus selalu tertanam pada beton segar.
Jadi kondisi tersebut fungsinya sebagai penyumbat atau penahan agar tidak terjadi segresi
atau kecampuran dengan lumpur.
Sampai tahap ini pekerjaan tiang bor selesai.

Analisis Sederhana Perhitungan Pondasi Tiang Pancang

Pada bangunan tinggi, umumnya digunakan pondasi dalam, baik berupa tiang pancang
maupun tiang bor. Disamping itu, sering kali digunakan pondasi rakit (basement) yang
kadang juga diperkuat lagi dengan pondasi tiang pancang. Pondasi tiang ini dapat berupa :
Frankie Pile, Baja profil H, dan Pipa baja. Namun yang paling sering diguakan adalah tiang
pancang beton bertulang, pipa beton prategang, dan pondasi bor (dengan atau tanpa selubung
casing).
Untuk perencanaan pondasi ini, perlu dilakukan penyelidikan tanah, terutama sondir untuk
mendapatkan nilai konus (qc) dan JHP (Jumlah Hambatan Pelekat = ) Nilai qc dan ini
untuk mengitung kapasitas daya dukung satu tiang.
Pada pondasi tiang pancang ini, dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
1. Point Bearing Pile (pondasi yang bertumpu pada lapisan taah keras)
Pada kondisi ini, tiang dianggap bertumpu pada lapisan keras dengan nilai qc = 200 kg/cm2
2. Friction Pile (pondasi yang mengandalkan lekatan tanah)
Mengingat lapisan tanah keras berada jauh di dalam tanah, maka daya dukung tiang pancang
dihitung berdasarkan rumus :
Ptiang = (A.qc)/3 + (O..qc)/3
Dimana:
A adalah luas penampang tiang
Qc adalah tegangan konus tanah keras (qc = 200 kg/cm2)
O adalah keliling penampang tiang
adalah Jumlah Hambatan Pelekat ( = 0,2 kg/cm2)
Di atas pondasi tiang, diberikan poer atau plat pengikat (pile cap). Ketebalan poer ini
diperhitungkan berdasarkan tegangan pons :
pons = (P kolom)/(a+b+2t)2t untuk kolom persegi
pons = (P kolom)/(2r +t)t untuk kolom lingkaran

Bangunan tinggi yang menggunakan pondasi rakit berupa basement, daya dukung
pondasinya dihitung berdasarkan :
Prakit = WG + Wpondasi
Dimana WG adalah berat bangunan
Wpondasi adalah berat pondasi rakit
Jika pondasi bangunan merupakan gabungan antara pondasi rakit dan pondasi tiang, maka
jumlah tiang pancang yang diperlukan adalah :
n = (Wg-P rakit)/(P tiang)
Dimana :
Wg adalah berat bangunan
Prakit adalah daya dukung pondasi rakit
Ptiang adalah daya pikul satu pondasi tiang

Pekerjaan Tiang Pancang


Pondasi adalah bagian terbawah dari suatu struktur yang berfungsi menyalurkan beban dari
struktur diatasnya ke lapisan tanah pendukung. Pondasi sendiri jenisnya ada bermacam macam. Penentuan jenis pondasi biasanya dipengaruhi keadaan tanah disekitar bangunan atau
pun jenis beban bangunan itu sendiri. Jika ingin Tahu lebih dalam lagi tentang pondasi, buka
spoiler dibawah ini:
Pondasi :
Penentuan Jenis pondasi didasarkan pada penyelidikan Tanah, Jenis penyelidikan
tanah yang kerap dilakukan adalah Test SPT atau CPT . Untuk Kedua jenis Test ini
akan saya ceritakan pada tulisan saya yang lain.

Pertama tim surveyor menentukan titik-titik dimana tiang pancang akan diletakkan,
penentuan ini harus sesuai dengan gambar konstruksi yang telah ditentukan oleh perencana.

Jika sudah fix titik mana yang akan dipancang, nah sampai saat itu, pekerjaan tiang pancang
sudah bisa dilakukan.
Peralatan dan Bahan yang harus disiapkan untuk pekerjaan tiang pancang antara lain Pile
(tiang pancang), Alat Pancang (dapat berupa diesel hammer atau Hydrolic Hammer), Service
Crane.
Proses pengangkatan tiang pancang dari tempat tiang pancang untuk dipasangkan ke alat
pancang menggunakan service crane. Dengan Service crane tiang dipasangkan ke alat
pemancang dimana biasa alat pemancang sudah berada tepat diarea titik pancang.

Setelah Pile Terpasang dan posisi alat sudah berada pada titik pemancangan, maka
pemancangan siap dilakukan. Alat pancang yang digunakan dapat berbeda - beda jenisnya.
Seperti Diesel Hammer atau Hydraulic Hammer. Beda keduanya adalah Diesel Hammer
bersifat memukul sehingga pasti terdengan suara bising.. dueng..duengg..dueng... dan
terkadang meminbulkan getaran, getaran ini dapat mengakibatkan bangunan disekitar
menjadi retak jika jarang antara bangunan dan daerah pemancangan terlalu dekat, sementara
itu hydraulic hammer bersifat menekan, jadi pengaruh suara dan getaran relatif kecil.
Bedanya yang lain adalah penggunaan Hydraulic hammer lebih mahal. Proses pemancangan
dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Pemancangan dihentikan jika sampai mencapai tanah keras, indikasi jika pemancangan sudah

mencapai tanah keras adalah palu dari hammer sudah mental tinggi, biasanya dalam tiap alat
pancang sudah ada ukurannya, jika sudah pada posisi seperti itu maka segera dilakukan
pembacaan kalendering.

Contoh Bacaan Kalendering

Pembacaan ini dilakukan pada alat pancang sewaktu memancang. Jika dari bacaan tinggi
bacaan sudah bernilai 1 cm atau lebih kecil, maka pemancangan sudah siap dihentikan. Itu
artinya tiang sudah menencapai titik tanah keras, tanah keras itulah yang menyebabkan
bacaan kalenderingnya kecil yaitu 1 cm atau kurang. Jika diteruskan dikhawatirkan akan
terjadi kerusakan pada tiang pancang itu sendiri seperti pada topi tiang pancang atau badan
tiang pancang itu sendiri. Pembacaan 1 kalendering dilakukan dengan 10 pukulan.

Anda mungkin juga menyukai