PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar. Gizi buruk masih menjadi masalah yang belum terselesaikan
sampai saat ini. Gizi buruk banyak dialami oleh bayi dibawah lima tahun (balita). Masalah
gizi buruk dan kekurangan gizi telah menjadi keprihatinan dunia sebab penderita gizi buruk
umumnya adalah balita dan anak-anak yang tidak lain adalah generasi generus bangsa. Kasus
gizi buruk merupakan aib bagi pemerintah dan masyarakat karena terjadi di tengah pesatnya
kemajuan zaman (Republika, 2009). Dengan alasan tersebut, masalah ini selalu menjadi
program penanganan khusus oleh pemerintah. Upaya pencegahan yang dilakukan di
antaranya dengan selalu meningkatkan sosialisasi, kunjungan langsung ke para penderita gizi
buruk, pelatihan petugas lapangan, pengarahan mengenai pentingnya ASI eksklusif pada ibu
yang memiliki bayi, serta koordinasi lintas sektor terkait pemenuhan pangan dan gizi (Antara
News, 2011), Namun sampai saat ini penanganan yang diberikan, hanya mampu mengurangi
sedikit kasus gizi buruk pada balita. Hal ini membuktikan bahwa penanganan dan program
yang diberikan oleh pemerintah belum mampu menekan jumlah kasus gizi buruk yang ada.
Ketidakberhasilan penanganan dan program tersebut mungkin dikarenakan kurang tepatnya
perbaikan terhadap faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi kasus gizi buruk pada balita.
Jika faktor-faktor yang mempengaruhi kasus gizi buruk pada balita diketahui dan diatasi
dengan tepat, otomatis kasus gizi buruk akan berkurang. Banyak faktor-faktor yang dianggap
mempengaruhi gizi buruk. Namun penyebab dasar terjadinya gizi buruk ada dua hal yaitu
sebab langsung dan sebab tidak langsung. Sebab langsung adalah kurangnya asupan gizi dari
makanan dan akibat terjadinya penyakit bawaan yang mengakibatkan mudah terinfeksi
penyakit DBD, HIV/ AIDS, dan lain-lain. Sedangkan kemiskinan diduga menjadi penyebab
utama terjadinya gizi buruk. Kurangnya asupan gizi bisa disebabkan oleh terbatasnya jumlah
makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan
karena alasan sosial dan ekonomi yakni kemiskinan (Republika, 2009). Selain kemiskinan,
faktor lingkungan dan budaya turut andil dalam kasus gizi buruk. Surabaya adalah salah satu
kota yang memiliki kasus gizi buruk yang relatif tinggi. Kenaikan angka gizi buruk di daerah
lain di Jawa Timur mencapai 2% sedangkan di Surabaya tahun 2010 mencapai 1,06%.
Namun Dinas Kesehatan berupaya menekan angka tersebut sesuai dengan target harapan
yakni 0%. (Surabayakita, 2010). Oleh sebab itu gizi buruk menjadi perhatian khusus oleh
pemerintah kota Surabaya untuk ditangani. Salah satunya dengan melakukan pendampingan
keluarga menuju keluarga sadar gizi, pelatihan petugas lapangan, sosialisasi pemberian ASI
eksklusif. Namun upaya yang dilakukan pemerintah Surabaya belum berhasil secara
maksimal. Untuk mengetahui secara tepat program-program apa saja yang harus dilakukan
pemerintah, maka perlu diketahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap gizi buruk.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) faktor-faktor yang diduga berpengaruh
terhadap kasus gizi buruk pada balita adalah kemiskinan, tingkat pengetahuan orang tua,
asupan gizi, dan faktor penyakit bawaan. Sedangkan menurut UNICEF faktor-faktor secara
langsungnya adalah asupan makanan, infeksi penyakit, dan faktor tak langsung meliputi pola
asuh anak, ketersedian pangan, layanan kesehatan/ sanitasi. Dengan mengetahui faktor-faktor
tersebut, peneliti ingin mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi jumlah kasus
jumlah kasus gizi buruk pada balita khususnya di Surabaya. Analisis regresi merupakan salah
satu analisis statistika yang bertujuan untuk memodelkan hubungan antara variabel respon Y
dengan variabel prediktor X. Regresi spasial adalah 3 salah satu metode yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara variabel
prediktor
dengan
memperhatikan aspek keterkaitan wilayah atau spasial. Aspek wilayah ini dinilai penting
untuk dikaji karena antar wilayah tentunya memiliki karakteristik yang berbeda. Regresi
spasial dibedakan menjadi dua pendekatan yaitu titik dan area. Regresi spasial titik antara lain
Geographically Weighted Regression (GWR),Geographically Weighted Poisson Regression
(GWPR), Geographically Weighted Logistic Regression (GWLR). Sedangkan regresi spasial
dengan pendekatan area meliputi Spatial Autoregressive Model (SAR), Spatial Error Model
(SEM), Spatial Autoregressive Moving Average (SARMA). Regresi spasial ini banyak
digunakan di berbagai bidang antara lain kesehatan, sosial, klimatologi, dan lain-lain.
Berbagai penelitian telah dilakukan terkait dengan faktorfaktor yang mempengaruhi gizi
buruk diantaranya Hayati (2009) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi gizi buruk balita
di jawa Timur dengan metode Analisis Diskriminan, Marice (2006) yang meneliti klasifikasi
status gizi balita dengan pendekatan diskriminan bootstrap menyimpulkan bahwa balita yang
memiliki gizi lebih adalah balita yang berumur dibawah dua tahun, bayi dengan berat badan
lahir rendah (BBLR) dan pendapatan dan pengeluaran keluarga berpotensi mengalami gizi
buruk atau kurang, variabel yang berpengaruh adalah frekuensi pemberian gizi, analisis
diskriminan bootstrap mampu mengklasifikasikan status gizi sebesar 46,67%. Mugiyono
(2000) meneliti analisis status kesehatan balita di jawa Timur dengan menggunakan metode
regresi logistik polikotomus menyimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi terhadap
2
status kesehatan balita adalah umur balita, pemberian ASI, imunisasi, dan sumber air minum.
Berdasarkan penjelasan diatas diketahui bahwa belum ada penelitian yang mengkaji gizi
buruk balita dan faktor-faktornya dengan memperhatikan aspek spasial. Oleh sebab itu pada
penelitian saat ini akan digunakan Spatial Autoregressive Model (SAR). Metode SAR dipilih
karena dinilai dapat mewakili 4 permasalahan yang ada yaitu perbedaan karakteristik wilayah
berpengaruh terhadap gizi buruk di Surabaya. Karena karakteristik daerah yang beragam satu
sama lainnya, perlu diakomodir dalam pembuatan suatu model. Oleh sebab itu, penggunaan
model regresi spasial diharapkan mampu menghasilkan model gizi buruk balita yang spesifik
di setiap daerah sehingga hasilnya diharapkan mampu memberi informasi serta masukan
yang positif bagi pemerintah dalam menekan jumlah gizi buruk di Surabaya.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka permasalahan yang
akan dibahas dalam penelitian ini adalah. Bagaimana model gizi buruk pada balita di Kota
Surabaya dengan Spatial Autoregressive Model (SAR) serta faktor-faktor apa saja yang
berpengaruh.
1.3 Tujuan
Berdasarkan permasalahan yang muncul, dapat dirumuskan tujuan penelitian ini
adalah. Mendapatkan model dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi gizi buruk
pada balita di Surabaya dengan Spatial Autoregressive Model (SAR).
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah mengembangkan dan
mengaplikasikan ilmu statistika, khususnya tentang pemodelan spasial. Selain itu
memberikan metode alternatif untuk penyelesaian masalah yang melibatkan analisis regresi.
Bagi pemerintah Surabaya, diharapkan bisa memberikan informasi dalam mengambil
kebijakan-kebijakan untuk meminimalkan jumlah gizi buruk pada balita di kota Surabaya
dengan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi terlebih dahulu
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI
Zat gizi (nutrien) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur
proses-proses kehidupan. Makanan setelah dikonsumsi mengalami proses pencernaan. Bahan
makanan diuraikan menjadi zat gizi atau nutrien. Zat tersebut selanjutnya diserap melalui
dinding usus dan masuk kedalam cairan tubuh.
Menurut Depkes (2002), status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang akibat
keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang
dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan.
Dalam menetukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut reference.
Baku antropometri yang sering digunakan di Indonesia adalah World Health Organization
National Centre for Health Statistic (WHO-NCHS). Berdasarkan baku WHO - NCHS status
gizi dibagi menjadi empat :
1.
2.
3.
Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderat, PCM (Protein Calori
Malnutrition)/ disebut juga Protien Energi Malnutrisi ( PEM ) atau (MEP) Malnutrisi
Energi dan Protein.
4.
a.
b.
Kwarshiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien lainnya yang biasa
dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita).
c.
Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan).
2.
3.
4.
Berat badan <60% standar dengan edema : marasmik kwashiorkor (MEP berat).
C.
ETIOLOGI
1.
Agen
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Host
a.
b.
Status Imunisasi
Tujuan imunisasi adalah mencegah penyakit dan kematian anak balita yang
disebabkan oleh wabah yang sering terjangkit, artinya anak balita yang telah
memperoleh imunisasi yang lengkap sesuai dengan umurnya otomatis sudah
memiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu maka jika ada kuman yang masuk
ketubuhnya secara langsung tubuh akan membentuk antibodi terhadap kuman
tersebut.
a.
b.
Pemberian Kolostrum
c.
d.
e.
Pekerjaan Ibu
Meningkatnya kesempatan kerja wanita dapat mengurangi waktu untuk tugastugas pemeliharaan anak, kurang pemberian ASI.
f.
g.
Penyakit Infeksi
Gizi kurang menghambat reaksi imunologis dan berhubungan dengan tingginya
prevalensi dan beratnya penyakit infeksi. Penyakit infeksi pada anak-anak yaitu
Kwashiorkor atau Marasmus sering didapatkan pada taraf yang sangat berat.
Infeksi sendiri mengakibatkan penderita kehilangan bahan makanan melalui
muntah-muntah dan diare.
MARASMUS
Nafsu makan baik
Sering diare
Perubahan kulit jarang
Perubahan rambut jarang
jagung, mudah di cabut tanpa rasa sakit, Monface jarang
Pembesaran hati, limfa, usus besar/colon
rontok
jarang
Perubahan status mental, apatis, rewel
Kelainan kulit berupa bercak merah muda
yang meluas dan berubah warna menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas (crazy
pavement dermatosis)
Sering mengalami monface
Pembesaran hati, limfa, usus besar/colon
sering karena proses perlemakan
E.
PATOFISIOLOGI
Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor.
Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host), agent
(kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet (makanan) memegang
peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan. Gopalan menyebutkan marasmus adalah
compensated malnutrition.
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan
hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk
mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan; karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh
sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat
sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme
protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah
jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah jadi asam
lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies
sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan
8
mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan
separuh dari tubuh.
F. PATHWAY
G.
tipe
gizi
buruk
adalah
marasmus,
kwashiorkor, dan
marasmus-
kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari
masing-masing tipe yang berbeda-beda.
9
1. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul
diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit
(kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit,
gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering
rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut
adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) :
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan ototototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Iga gambang dan perut cekung
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
2. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya
mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya
terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada
kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada
penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa
kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas
3. Marasmik-Kwashiorkor
Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis
kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok.
H. KOMPLIKASI
10
Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan mineral.
Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu dan begitu
luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya sangat banyak.
Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua organ sistem tubuh. Beberapa organ tubuh yang
sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan tulang, hati, pancreas, ginjal, jantung,
dan gangguan hormonal.
Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang disebabkan karena
kurangnya asupan zat Besi (Fe) atau asam Folat. Gejala yang bisa terjadi adalah anak
tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan sebagainya. Pengaruh sistem hormonal
yang terjadi adalah gangguan hormon kortisol, insulin, Growht hormon (hormon
pertumbuhan) Thyroid Stimulating Hormon meninggi tetapi fungsi tiroid
menurun.
setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur. Berat badan
merupakan hasil peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, antara lain
tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-lainnya. Berat badan dipakai sebagai
indikator terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang
anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran objektif dan dapat diulangi,
dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif murah, mudah dan tidak memerlukan
banyak waktu. Indikator berat badan dimanfaatkan dalam klinik untuk :
a) Bahan informasi untuk menilai keadaan gizi baik yang akut, maupun kronis,
tumbuh kembang dan kesehatan
b) Memonitor keadaan kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit
c) Dasar perhitungan dosis obat dan makanan yang perlu diberikan.
2.
11
Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian secara
tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi menjadi empat penilaian
adalah antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian status gizi
secara tidak langsung terbagi atas tiga adalah survei konsumsi makanan, statistik vital
dan faktor ekologi.
I.
1.
MANIFESTASI KLINIS
Secara umum anak tampak sembab, letargik, cengeng, dan mudah terangsang. Pada
tahap lanjut anak menjadi apatik, sopor atau koma.
2.
Gejala terpenting adalah pertumbuhan yang terhambat, berat dan tinggi badan lebih
rendah dibandingkan dengan BB baku. Penurunana BB ini tidak mencolok atau
mungkin tersamar bila dijumpai edema anasarka.
3.
Sebagian besar kasus menunjukkan adanya edema, baik derajat ringan maupun berat.
Edema ini muncul dini, pertama kali terjadi pada alat dalam, kemudian muka, lengan,
tungkai, rongga tubuh, dan pada stadium lanjut mungkin edema anasarka.
4.
Jaringan otot mengecil dengan tonusnya yang menurun, jaringan subkutan tipis dan
lembek.
5.
Kelainan gastrointestinal yang mencolok adalah anoreksia dan diare. Diare terdapat
pada sebagian besar penderita, yang selain infeksipenyebabnya mungkin karena
gangguan fungsi hati, pankreas, atau usus (atrofi). Intoleransi laktosa juga bisa terjadi.
6.
Rambut berwarna pirang, berstruktur kasar dan kaku, serta mudah dicabut. Pada taho
lanjut, terlihat lebih kusam, jarang, kering, halus, dan berwarna pucat atau putih, juga
dikenal signo de bandero.
J. PENATALAKSANAAN
Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi,
fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah
mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita
kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor.
1.
Tahap Penyesuaian
12
Tahap Penyembuhan
Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara
berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai 150200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari.
3.
Tahap Lanjutan
Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh
makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya
diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan,
memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya.
Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah :
a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda
hipoglikemia.
b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.
c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat
hipomagnesimia.
13
I. PENGKAJIAN
Hari / Tanggal
Metode
Waktu
: 10.00 WIB
14
A. Data Keluarga
1. Identitas Keluarga
1. Nama KK
: Tn. N
2. Jenis Kelamin
: Laki-laki
3. Umur
: 33 Tahun
4. Pendidikan
: SLTP
5. Pekerjaan
: Buruh
6. Alamat
Nama
Ny N
An. A
An. D
An. R
Tn A
Nn. T
Hubungan
Ibu
Anak Kandung
Anak Kandung
Anak Kandung
Keponakan
Keponakan
Sex
P
L
P
L
L
P
Umur
58 th
9 th
5 th
3 th
20 th
25 th
Genogram
15
Pendidikan
SLTP
SD
SLTP
SMEA
Agama
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
Ket.
Keterangan :
1 : BGM
: Laki laki
: Perempuan
: Jantung
: Kanker payudara
: garis perkawinan
: garis keturunan
: meninggal
1. Type Keluarga
: Keluarga Eksteded
2. Suku / Kebangsaan
: Jawa
3. Agama
: Islam
1. Keadaan Ekonomi
Keluarga Tn. N termasuk keluarga sejahtera III karena keluarga sudah dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya dan kebutuhan social psikologinya seperti kebutuhan akan pendidikan,
KB, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi,
namun belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan seperti kebutuhan menabung dan
memperoleh informasi.
16
Tanda-tanda vital
Kepala
Wajah
Hidung
Telinga
Mulut
Leher
17
Thorax
Abdomen
Ektremitas
TB
: 78 cm
BB
: 10 Kg
LLA
: 13 cm
LK
: 46 cm
LD
: 46 cm
An. D
An. D jarang sekali sakit, namun saat di timbang berat badannya kuang dari normal
yang seharusnya 19,2 hanya 12 kg. Dalam perhitungan status gizi an. D termasuk dalam
status gizi kurang dengan nilai Z-skore BB/U adalah -3,3.
Ketika dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan :
KU
Tanda-tanda vital
Kepala
Wajah
Hidung
Telinga
Mulut
18
Leher
Thorax
Abdomen
Ektremitas
TB
: 88 cm
BB
: 12 Kg
LLA
: 14 cm
LK
: 47 cm
LD
: 47 cm
1.
Kebersihan Diri
Kebiasaan personal hygiene keluarga untuk mandi biasanya 2-3 x sehari dengan sabun dan
gosok gigi. Cuci tangan sebelum dan sesudah makan.
1. 2.
Ny N mengatakan bahwa An. R memang dari kecil sering sakit-sakitan dan sudah menderita
kurang berat badannya sejak kecil.
Saat di konformasi untuk riwayat penyakit jantung di derita oleh ayah dari suami serta untuk
diabetes mellitus, ginjal, tidak di temukan ada penyakit keturunan.
An. A menderita BGM (Bawah Garis Merah) sejak bayi kecil dan an. D juga dengan status
gizi kurang.
1. 3.
Pola Nutrisi
Kebiasaan keluarga untuk makan dan minum setiap anggota keluarga tidak sama. Tn. N
makan 3 kali sehari dan minum yang tidak tentu tergantung dari aktivitas yang di lakukan
oleh Tn. N biasanya 5-10 gelas perhari. Untuk Ny.N juga tidak pasti kadang lebih 3 kali
karena harus menghabiskan makanan anaknya dan untuk minum juga tidak tentu antara 5-8
gelas sehari. Untuk anak-anak juga tidak pasti mereka akan makan jika lapar namun
biasanya mereka minimal makan 3 kali sehari dan untuk si bungsu (An R) jarang sekali
makan pada waktu sakit, namun jika sehat terkadang 4-5 kali sehari dengan di dukung lauk
yang di sukai. Kebiasaan minum anak-anak tergantung aktivitas, ketika aktivitasnya banyak
minumnya bisa lebih dari 6 gelas sehari biasanya berupa air putih, air teh dan susu.
1. 4.
Pola Istirahat
Sebisa mungkin Keluarga Tn. N ini tidur siang. Untuk Tn. N tidak tidak siang karena harus
bekerja. Untuk anak dan istri biasanya mereka tidur siang antar pukul 13.00 15.00 WIB.
Untuk tidur malam biasanya anak-anak mulai tidur pukul 21.00 WIB. Ny.N tidur pada pukul
22.00 05.00 WIB sedangkan untuk Tn. N tidur pada pukul 23.00 05.00 WIB, begitu pula
An. A dan An. D tidur sebelum pukul 21.00 dan bangun pada pukul 05.30.
20
1. 5.
Pola Eliminasi
Tn. N biasa BAB 1X/hari, BAK tergantung banyaknya air yang di minum kalau minumnya
banyak BAK bisa lebih dari 3 X. Ny. BAB 1 x/hari dan untuk BAK 2-3 kali sehari. Untuk
anak-anak tidak pasti An. E BAB 1 kali sehari, BAK 2-3 kali/hari. An D BAB 2 kali/hari,
BAK 3-4 kali sehari. An. R masih toilet traning BABnya tidak pasti kadang 3 hari sekali,
untuk BAK 3-5 kali/hari.
1. 6.
Pola Aktivitas
Kegiatan yang biasa Tn. N lakukan adalah bekerja sebagai buruh. sedangkan Ny. N bisanya
bekerja sebagai buruh pada malam hari dan siangnya mengurus anak-anaknya. Untuk anak
pertamanya sudah sekolah di SD untuk anak ke 2 di TK dan anak 3 masih dalam pengawasan
karena masih balita.
1. 7.
Kesehatan Reproduksi
Tn. N mempunyai 3 orang anak yang masih duduk di sekolah dasar. Tn. N sudah tidak pernah
melakukan hubungan seksual lagi karena jika sudah pulang kerja capek dan juga karena
beliau beranggapan sudah tua.
1. 8.
Keluarga Tn. N jarang sekali dan hampir tidak pernah berobat ke puskesmas terdekat, mereka
biasanya ke dokter terdekat karena mereka Ny,. N merasa repot tidak ada waktu untuk ke
puskesmas selain itu kendaraan juga tidak ada. Karena anak-anaknya masih kecil, Ny. N
memanfaatkan posyandu untuk memeriksakan anaknya setiap bulan.
C. Pengkajian Lingkungan
1.)
Kharakteristik Rumah
Rumah Tn. N merupakan rumah milik pribadi dengan ukuran kurang lebih 60 m 2. Termasuk
rumah permanen, berdinding tembok lantainya dari semen. Mempunyai 1 ruang tamu, 3
21
kamar tidur, 1 dapur, 1 kamar mandi dan WC. Ventilasi rumah sudah mencukupi 10% dari
total bangunan dan lingkungannya tampak sedikit kotor.
1. a.
Denah Rumah
Keterangan
C
B
1. b.
: ruang tamu
: kamar I
: kamar II
: dapur
Ada septic tank dan pembuangan air limbah rumah tangga dengan kontruksi semi permanen
yang terletak di belakang rumah. Saluran limbah menggunakan saluran limbah terbuka.
1. c.
Pembuangan Sampah
Pembuangan sampah keluarga biasanya di letakkan ke dalam plastik kresek dan tidak di
bedakan antara sampah terurai dan tidak terurai kemudian di buang ke lubanng sampah yang
terletak di belakang rumah.
1. d.
Sanitasi
Lingkungan rumah Tn. N tampak sedikit kotor dan berdebu, tidak memiliki pekarangan,
rumah karena sudah berbatasan denngan jalan kampung.
22
1. e.
Jamban Keluarga
Mempunyai jamban keluarga yang digunakan untuk ke tiga rumah dengan bentuk leher angsa
dan terletak di luar rumah.
1. f.
Keluarga memanfaatkan air sumur yang terletak di luar rumah dengan jarak antara sumur
dengan jamban kurang dari 10 meter. Ini di sebabkan karena tidak ada pekarangan atau
halaman lagi yang bias di manfaatkan.
2.)
Tetangga Tn. N termasuk tetangga yang baik, rasa kekeluargaan dan kegotong royongan
tinggi dan selalu siap membantu keluarga Tn. N.
3.)
Keluarga Tn. N sudah lama tinggal di rumah tersebut tidak pernah pindah.
4.)
Keluarga selalu mendapat dukungan oranng tuanya dan saudara-saudaranya, namun dari
keluarga belum mendapatkan dukungan karena anak-anaknya masih kecil. Bila ada masalah
kesehatan keluarga Tn. N selalu selalu di bawa ke dokter langganan mereka
1. a.
puskesmas
: kurang lebih 3 km
puskesmas pembantu
: kurang lebih 5 km
rumah sakit
: kurang lebih 10 km
posyandu
1. b.
Fasilitas Sosial
masjid/mushola
pasar
: kurang lebih 1 km
23
D. Struktur Keluarga
Cara Berkomunikasi Anggota Keluarga
Dalam kehidupan sehari-hari keluarga berkomunikasi dengan bahasa jawa. Keluarga Tn. N
merupakan keluarga yang terbuka, bila ada masalah selalu dikomunikasikan bersama,
Struktur Kekuatan Keluarga
Struktur kekuatan keluarga cenderung bersifat afektif, kekuasaan / sifat merubah perilaku
keluarga timbul karena ada perasaan saling menyayangi. Dalam pengambilan keputusan
dimusyawarahkan. Sebagai pengambil keputusan setelah sependapat adalah Tn. N sebagai
kepala keluarga.
Struktur Peran
Peran Tn. N sebagai suami dan tulang punggung keluarga. Ny N sebagai istri dan sebagai ibu
dari anak-anaknya dan apabila malam menjelang membantu suami mencukupi kebutuhan
sehari-hari denngan menjadi buruh cuci di perumahan..
Nilai dan Norma Keluarga
Dalam keluarga tidak ada nilai dan norma khusus yang mengikat anggota keluarga. Untuk
masalah kesehatanpun dalam keluarga tidak ada praktik yang harus dilakukan semua anggota
keluarga. Sistem nilai yang dianut keluarga dipengaruh status sosial, agama.
E. Fungsi Keluarga
Fungsi Afektif
24
Hubungan dalam keluarga Tn. N terjalin akrab, antara satu dengan yang lain saling
mendukung, menghormati, membantu bila ada masalah.
Fungsi Perawatan Keluarga
1. 1.
Keluarga sudah tahu bahwa anak R berada pada kondisi kurang berat badannya, keluarga
mengetahui dari posyandu dan waktu kecil tidak lengkap imunisasinya. Keluarga mengetahui
ketidaklengkapan imnunisasi, namun waktu itu dalam kondisi repot sehabis pindahan dan
mengurus anaknya yang nomer 2 sehingga tidak ada waktu ke fasilitas kesehatan sehingga
anaknya tidak mendapatkan imunisasi.
1. 2.
Masalah yang terjadi pada keluarga ini sebenarnya sudah tahu, namun untuk mengambil
keputusan yang belum optimal. Dibuktikan dengan tidak lengkapnnya imunisasi anak.
1. 3.
Keluarga belum maksimal merawat anggota yang sakit. Ini di buktikan bahwa an. R masih
berada di bawah garis merah pada KMSnya. Dengan usia 3,5 tahun anak mempunyai berat
badan 9 kg. Sewaktu pengkajian pertama di dapatkan data bahwa An. R menderita panas dan
terdapat bengkak pada langit-langit mulutnya sudah 1 mingu belum sembuh.
Waktu minggu ke dua nak eduanya sakit gigi dan hanya di kasih ponstan.
1. 4.
25
Fasilitas yang di gunakan keluarga Tn. N adalah ke dokter terdekat dan menfaatkan kartu
jamsostek serta ke posyandu.
Fungsi Reproduksi
Tn. N mempunyai 3 orang anak, salah satunya masih dalam usia sekolah dan anak kedua
sekolah di TK serta anak ketiga masih balita
Fungsi Sosialisasi
Interaksi dalam keluarga terjalin dengan akrab. Dengan masyarakat juga akrab, saling tolong
menolong bila ada masalah.
Fungsi Ekonomi
Tn. N sudah mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membiayai sekolah
anak-anaknya.. Untuk Ny. N juga bekerja di malam hari sebagi buruh cuci. Untuk masalah
ekonomi mereka berangapan sudah cukup hidup seperti ini walaupun pas-pasan namun jika
di turuti masih kurang.
F. Stres dan Koping Keluarga
Strategi Koping
Keluarga merasa apa yang terjadi merupakan kehendak Tuhan, Keluarga hanya bisa pasrah.
Bila ada masalah tidak dibuat tegang agar tidak stress berusaha berpikir dengan pikiran
dingin dan lebih santai.
Status Emosi
Tn. N termasuk orang yang tidak mudah untuk stress begitu juga Ny. N.
26
mempunyai keluhan atau mereka akan mencari dokter terdekat atau langganan untuk
berobat.Keluarga ini juga membeli obat di warung dan juga menggunakan jamu tradisional.
II. ANALISA DATA
No. Data
1.
DS
Masalah
Manajemen
terapeutik keluarga
tidak efektif
Penyebab
o Ketidakmampuan
mengenal masalah
keluarga untuk
merawat keluarga
yang sakit.
27
Tipology
Actual
DS:
Resiko
ketidakseimbanga
n pertumbuhan
Actual
o Ketidakmampuan
keluarga mengenal
9,5 kg.
masalah
o Ketidakmampuan
keluarga merawat
anggota keluarga
yang sakit
DO:
Anak R
28
o BB 10kg
o LLA 13 cm
o LK 46 cm
o LD 46 cm
o Berada pad BGM di KMS
Anak D
o BB 12 Kg
o LLA 14
o LK 47 cm
o LD 47 cm
o Z-score BB/U di bawah garis
normal: -3,3
3.
DS
Manajemen
terapeutik keluarga
tidak efektif
Actual
o Ketidakmampuan
keluarga
mengambil
terhadap anaknya.
keputusan
29
Ketidakefektifan
DS
o Ny. N mengatakan An. R
Imunisasinya tidak lengkap cuma
penatalaksanaan
terapeutik
keluarga.
Actual
o Ketidakmampuan
keluarga mengenal
masalah
o Ketidakmampuan
keluarga
mengambil
keputusan
tidak ada.
keluarga
o Ny. N sekarang mnyesal tidak
menggunkan
fasilitas kesehatan
kecil
o Ny. N berusaha mengimunisasi
sesudah anak R besar.
DO
Nyeri akut
Actual
o Ketidakmampuan
mengenal masalah
o Ketidakmampuan
mengambil
30
keputusan
menggunkan
sendiri
fasilitas kesehatan
o Ny. N mengatakan bahwa sudah
membersihkan gigi anaknya
dengan di sikat.
DO
o Bengakak pada pipi An D
o Gigi berlubang
actual
Kemungkinan
masalah
2.
dapat
diubah: Sebagian
X2
daya
dan
dana
yang
terbatas,
31
4.
untuk
dicegah:
tinggi
Menonjolnya
dokter terdekat
Keluarga merasa masalah harus segera ditangani
2/2 X 1
masalah: masalah
perlu
segera
ditangani
Jumlah
Diagnosa 2:
No
Kriteria
Sifat Masalah : resiko
Hitungan
2/3 X 1
Skor Pembenaran
2/3
Ny N mengatakanbawa anaknya
dari kecil nerat badannya kurang
1.
masalah X 2
2.
3.
dicegah: Tinggi
masalah
ditangani
Jumlah
Diagnosa 3:
perlu
lama,
Menonjolnya
4.
dalam transportasi
Masalah
ini
sudah
masalah: 2/2 X 1
segera
berusaha
3 2/3
32
memenuhi
Manajemen
terapeutik
keluarga
tidak
efektif
behubungan
dengan
Kriteria
Sifat Masalah : resiko
Hitungan
2/3 X 1
Skor Pembenaran
2/3
Ny. N mengatakan An. R masih
menyusu ASI walupun umurnya
1.
2.
3.
sapih.
Waktu dan tenaga ada,
Masalah
Kemungkinan
dicegah: Tinggi
sudah
lama,
ini
masalah
tidak
1/2
segera
ditangani
Jumlah
Diagnosa 4
4 1/6
Kriteria
Sifat Masalah : Actual
Kemungkinan
Hitungan
3/3 X 1
masalah X 2
Skor Pembenaran
1
An. D sedang sakit gigi dan pipinya
1
bengkak.
Tehnologi
kesehatan
yang
2.
3.
1
33
ada
serta
ketidakmauan
dicegah: tinggi
Menonjolnya
4.
masalah
masalah: 2/2 X 1
perlu
segera
dokter terdekat
Keluarga merasa masalah harus
segera ditangani agar An. D cepat
ditangani
Jumlah
Diagnosa 5
sembuh
4
Ketidakefektifan
penatalaksanaan
Ketidakmampuan
mengenal
terapeutik
masalah,
keluarga
ketidakmampuan
berhubungan
mengambil
dengan
keputusan,
Kriteria
Sifat Masalah : actual
Kemungkinan
Hitungan
33 X 1
masalah 0/2 X 2
Skor Pembenaran
1
An. R hanya di imunisasi saat lahir
0
saja.
sumber
daya
dan
dana
yang
2.
tidak
ada
serta
3.
dicegah: rendah
1/3
tahaun.
Masalah sudah lama terjadi dan
1/2
jalan
tangani
Diagnosa prioritas:
34
keluarga
mengambil
keputusan,
ketidakmampuan
keluarga
penatalaksanaan
terapeutik
keluarga
berhubungan
dengan
Tupan
Tupen
Kriteria
Standar Evaluasi
Evaluasi
35
Intervensi
D
x
1 Setelah
Setelah
dilakukan dilakukan 5
Verbal
psikomotor
keluarga
bulan
dapat :
keluarga
dapat
mengambi
l
mampu
menyapih
balitanya
tepat
balitanya
memahami
pemberian ASI
ASi yang
menyapih
ASI
tentang ASI -
pemberian
untu
tentang ASI
tetang waktu
waktu
keputusan
memahami
- Memahami
Memahami
perawatan X kunjungan
selama 1
Keluarga dapat:
Keluarga mampu
- Menyapih
mengambil keputusan
balitanya
untuk menyapih
balitanya.
2 Setelah
Setelah
dilakukan dilakukan 5
Status
Keluarga memahami
verbal
tentang :
tentang demam :
keluarga
bulan
dapat :
keluarga
dapat
-Mengenal
melakukan
perawatan
terhadap
anggota
keluarga
yang sakit
dan tidak
terjadi
yang
terjadi
-Memahami
tentang
dan cara
Pengertian
o Tanda dan
Tanda dan
gejala
gejala
o Factor yang
Factor yang
mempengar
mempengaruhi
uhi
Cara
pencegahan
penyakit
demam
demam
masalah
kesehatan
Pengertian
Keluarga dapat
36
o Cara
pencegahan
Lakukan pemeriksaan TTV
komplikasi
penangann
mengenali masalah
an anak
yang terjadi
Jelaskan dan
demam
Keluarga dapat
demontrasikan penanganan
merawat anggota
demam
Setelah
Verbal
Keluarga memahami
perawatan kunjungan
selama 1
keluarga
bulan
dapat
nyeri
mengenal
hilang
tentang
caries, tanda
Pengertian
Pengertian
Tanda dan
Cara pencegahan
penatalaksanaan
gejala
dan gejala
Cara
pencegahan
serta
penangan dari
Penanganan
caries.
- Keluarga
dapat
mengenal
masalah,
membawa ke fasilitas
Keluarga dapat
mengenal masalah
- Keluarga
mampu
mengambil
Keluarga mampu
keputusan.
mengambil keputusan
- Keluarga
mampu
menggunkan
Keluarga mampu
menggunkan fasilitas
37
kesehatan
fasilitas
kesehatan
kesehatan.
4 Setelah
Setelah
dilakukan dilakukan 5
Verbal
keluarga mengetahui
Psikomotor tentang
perawatan kali
selam 1
kunjungan
bulan, BB keluarga
anak
mengetahui
pertumbuhan dan
pertumbuhan dan
perkembangan:
perkembangan:
1. Pengertia
1. Pengertian
2. Tahap
2. tahap
bertambah tentang
pertumbuhan
perkembannga
dan perkem
perkembanngan
bangan:
3. pertumbuhan dan
3. Pertumbuhan
a. Pengertian
perkemabang yang
dan
normal
perkemabang
b. Tahap
yang normal
perkembanng
an
Jelaskan diskusikan
mengenai gizi:
c. Pertumbu
han dan perke
keluarga memahami
tentang gizi:
1. Pengertian
mbangan
yang normal
1. Pengertian
2. Gizi seimbang
Setelah
3. AKG
2. Gizi seimbang
3. AKG
4. Masalah gizi
dilakukan
kunjungan
4. Masalah gizi
sebanyak 5
kali keluarga
LLA
memahami
tentang gizi:
38
Pengertian
2. Gizi
seimbang
AKG
4.
4.
Masalah
gizi
5 Setelah
Setelah
dilakukan dilakukan 5
Verbal
Psikomotor tentang
mengenai imunisasi:
perawatan kali
selama 1
kunjungan
Imunisasi
1. Pengertian
1. Pengertian
2. Tujuan imuniaasi
2. Tujuan
3. Macam-macam
mengertia mengetahui
akan
tentang
pentingnya
imunisasi
imuniaasi
Imunisasi:
imunisasi dan
manfaatnya
3. Macam-macam
Pengertian
imunisasi dan
manfaatnya
2. Tujuan
imuniaasi
3. Macammacam
imunisasi
dan man
faatnya
39
V.
IMPLEMENTASI
Hari/tgl IMPLEMENTASI
Jumat, 11
Kunjungan pertama
Mei 2006
dan perkenalan
Pengkajian
EVALUASI
S Ny. N mengtakan senang sekali kami datang.
O Senyum bahagia terpancar dari wajahnya.
Penerimaan yang baik.
A Masalah belum ditemukan
P Lakukan pencarian
Senin 14
Mei 2006
periksa ke pelayanan
benjolan.
P Masalah teratasi sebagia
Lanjutkan intervensi
Selasa 15
Memberikan susu
40
Mei 2006
Rabu
24 Mei
P Lanjutkan intervensi
Terapi bermain
2006
A Masalah teratasi
P pertahankan
memeriksakan diri
Mengkaji
penannganan nyri
Penyuluhan tentang
karies gigi
2006
41
Evaluasi
26 Mei
2006
O Tersenyum
A Masalah teratasi
P Pertahankan
3. Resiko ketidakseimbangan pertumbuhan berhubungan dengan Ketidakmampuan keluarga
mengenal masalah, Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit
Hari/tgl IMPLEMENTASI
EVALUASI
Jumat, 11
Kunjungan pertama dan S Ny. N mengtakan senang sekali kami
Mei 2006
datang.
perkenalan
Pengkajian
O
Senin 14
Mei 2006
Lakukan pencarian
S
Pengkajian tahap kedua
Menayakan menu keluarga
dan
makanan
Berdiskusi
mempercantik
A
bersama
42
Masalah teratasi
dan
jadwal
pemberian P
Pertahankan
makan
Rabu 24
Mei 2006
25 Mei
mengenai tumbuh
Menganguguk
4 tahun
Kamis
Masalah teratsi
Petahankan
Berapa Mbak?
An/ D
2006
TB
: 88 cm
BB
: 12 Kg
LLA : 14 cm
LK
: 47 cm
LD
: 47 cm
An. R
o BB 10kg
o LLA 13 cm
o LK 46 cm
o LD 46 cm
43
Evaluasi
Juni 2006
naumn
setidakanya
mereka
perkenalan
pengkajian
Senin 14
Mei 2006
Mengkaji
umur
pemberian ASI
44
Mei 2006
Penyuluhan
ASI
mampu
untuk
mengambil
Menganguk
Masalah teratasi sebagian
Evaluasi
Mei 2006
belum
mampu
untuk
mengambil
Ketidakefektifan
Ketidakmampuan
penatalaksanaan
mengenal
masalah,
terapeutik
keluarga
ketidakmampuan
berhubungan
mengambil
dengan
keputusan,
perkenalan
Pengkajian
45
P Lakukan pencarian
Senin 14
Mei 2006
dan
juga
di
fasilitas kesehatan.
jagakesehatannya
Ny N sudah berusaha untuk mengimunisasi
dengan usia anak 3 tahuan naum yang ada
di bisan swasta.
O Raut penyesalan
A Masalah teratasi sebagian
P Penyuluhan imunisasi
Sabtu 26
Penyuluhan imunisasi
Mei 2006
Sabtu 10
Evaluasi
Juni 2006
46
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar. Gizi buruk masih menjadi masalah yang belum terselesaikan
sampai saat ini. Gizi buruk banyak dialami oleh bayi dibawah lima tahun (balita).
Upaya pencegahan yang dilakukan di antaranya dengan selalu meningkatkan
sosialisasi, kunjungan langsung ke para penderita gizi buruk, pelatihan petugas lapangan,
pengarahan mengenai pentingnya ASI eksklusif pada ibu yang memiliki bayi, serta
koordinasi lintas sektor terkait pemenuhan pangan dan gizi
SARAN
Semoga
makalah
yang
kami
buat
ini
dapat
bermanfaat
bagi
47
para
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Ciri-Ciri Kurang Gizi. Diakses 15 Desember 2008: Portal Kesehatan Online
Anonim. 2008. Kalori Tinggi Untuk Gizi Buruk. Diakses 15 Desember 2008: Republika
Online.
Nency, Y. 2005. Gizi Buruk, Ancaman Generasi Yang Hilang. Inpvasi Edisi Vol. 5/XVII/
November 2005: Inovasi Online
Notoatmojo, S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan Ke-2.
Jakarta: Rineka Cipta
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
48