Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN IKM DAN IKK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
ASPEK K3 PADA PEKERJA BENGKEL LAS

Disusun Oleh:
Hestina Lambona

110207011

Febriani Intang

110207108

Reski Purwasari

110207127

Hardianty Hamzah

110208083

Pembimbing:
dr. Sultan Buraena, MS, Sp.OK
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN
ILMU KEDOTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR

2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

LATAR BELAKANG
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari
hari sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai
suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan
baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan
manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi
keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam
usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat
kerja.1
Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan hal yang
tidak terpisahkan dalam sistem ketenagakerjaan dan sumber daya
manusia. Keselamatan dan kesehatan kerja tidak saja sangat penting
dalam meningkatkan jaminan sosial dan kesejahteraan para pekerjanya
akan tetapi jauh dari itu keselamatan dan kesehatan kerja berdampak
positif atas keberlanjutan produktivitas kerjanya.1
Perkembangan pembangunan yang semakin maju dewasa ini
berdampak pada majunya industri las. Namun, beberapa industri las yang
berkembang di Indonesia masih berupa industri sektor informal yaitu
sektor kegiatan ekonomi marginal atau kecil-kecilan. Peranan sektor
informal di Negara Indonesia cukup besar, karena mampu menyerap
tenaga kerja yang tidak tertampung pada sektor formal. Akan tetapi,
kelompok masyarakat pekerja sektor informal ini masih belum
memperoleh perhatian dalam hal kesehatan dan keselamatan kerja.
Selama ini mereka hanya memperoleh pelayanan kesehatan secara umum,
namun belum dikaitkan dengan pekerjaannya. Pada umumnya fasilitas
pelayanan keselamatan dan kesehatan kerja lebih banyak dinikmati oleh
tenaga kerja yang bekerja pada industri yang berskala besar. Pada industri

berskala kecil atau menengah, fasilitas pelayanan kesehatan dan


keselamatan kerja masih bersifat parsial dan mungkin tidak ada sama
sekali.2
Pada industri las, terdapat beberapa kondisi lingkungan kerja yang
berpotensi menimbulkan dampak terhadap pekerja seperti cahaya dan
sinar yang berbahaya (radiasi), arus listrik yang berbahaya, debu dan gas
dalam asap las, suhu panas, bahaya jatuh atau tertimpa benda-benda
keras, dan kebisingan pada waktu menggerinda, meluruskan benda kerja,
pengelasan dan lain sebagainya.2,3
Berdasarkan landasan diatas maka timbul pemikiran dan keinginan
untuk mensurvei kesehatan dan keselamatan kerja pada sektor usaha
informal bengkel las. Selain itu survei ini juga merupakan salah satu
kewajiban untuk memenuhi tugas mata kuliah K3 (Kesehatan dan
Keselamatan Kerja).

1.2.

TUJUAN PENELITIAN
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang aspek keselamatan dan kesehatan
kerja pada pekerja di bengkel las.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui faktor hazard yang dialami pekerja di
b.

bengkel las
Untuk mengetahui tentang alat kerja dan cara kerja/proses
yang digunakan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja di

c.

bengkel las
Untuk mengetahui APD yang digunakan pekerja di bengkel

d.
e.

las
Untuk mengetahui ketersediaan obat P3K di bengkel las
Untuk mengetahui pemeriksaan kesehatan yang pernah
dilakukan sesuai peraturan (sebelum kerja, berkala, berkala

f.

khusus)
Untuk mengetahui resiko penyakit yang dapat muncul

g.

berhubungan dengan pekerjaan di bengkel las


Untuk mengetahui prinsip pengontrolan benda hazard

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

PENGERTIAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu
sistem yang dirancang untuk menjamin keselamatan yang baik pada
semua personel di tempat kerja agar tidak menderita luka maupun
menyebabkan penyakit di tempat kerja dengan mematuhi/taat pada
hukum dan aturan keselamatan dan kesehatan kerja, yang tercermin pada
perubahan sikap menuju keselamatan di tempat kerja, program
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem program
yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan
(preventif) timbulnya kecelakaan dan penyakit kerja akibat hubungan
kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang
berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit kerja akibat hubungan
kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.1,4
Keselamatan kerja merupakan sebuah keniscayaan dalam dunia
kerja hari ini. Kondisi ini bukan hanya disebabkan oleh aturan atau
regulasi pemerintah dalam bidang ketenaga-kerjaan yang semakin ketat
tapi juga demi keberlanjutan bisnis dari perusahaan itu sendiri. Secara
umum, kesehatan dapat diartikan sebagai perlindungan terhadap tubuh
dan pikiran dari penyakit yang berasal dari material, proses dan prosedur
yang digunakan di tempat kerja. Sedangkan keselamatan dapat
definisikan sebagai perlindungan dari luka fisik. Batasan antara
kesehatan dan keselamatan sebuah kondisi yang dikenal dengan sakit.
Kedua

kata

ini

sering

digunakan

secara

bersama-sama

untuk

mengindikasikan penampakan fisik dan kesehatan mental dari individu di


tempat kerja.1
Dalam konteks yang sedikit berbeda, keselamatan kerja dapat
diartikan sebagai adalah merupakan segala sarana dan upaya untuk
mencegah terjadinya suatu kecelakaan kerja. Dalam hal ini keselamatan
yang dimaksud bertalian erat dengan mesin, alat kerja dalam proses
landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan
pekerjaan. Tujuan keselamatan kerja adalah melindungi keselamatan
tenaga kerja didalam melaksanakan tugasnya, melindungi keselamatan
setiap orang yang berada di lokasi tempat kerja dan melindungi
keamanan peralatan serta sumber produksi agar selalu dapat digunakan
secara efisien.4
Dessler (1992) mengatakan bahwa program keselamatan dan
kesehatan kerja diselenggarakan karena tiga alasan pokok, yaitu 5:
1.
Moral. Para pengusaha menyelenggarakan upaya pencegahan
kecelakaan dan penyakit kerja pertama sekali semata-mata atas
dasar kemanusiaan. Mereka melakukan hal itu untuk memperingan
penderitaan
2.

karyawan

dan

keluarganya

yang

mengalami

kecelakaan dan penyakit akibat kerja.


Hukum. Dewasa ini, terdapat berbagai peraturan perundangundangan yang mengatur ikhwal keselamatan dan kesehatan kerja,
dan hukuman terhadap pihak-pihak yang melanggar ditetapkan
cukup berat. Berdasarkan peraturan perundang-undangan itu,
perusahaan dapat dikenakan denda, dan para supervisor dapat
ditahan apabila ternyata bertanggungjawab atas kecelakaan dan

3.

penyakit fatal.
Ekonomi. Adanya alasan ekonomi karena biaya yang dipikul
perusahaan dapat jadi cukup tinggi sekalipun kecelakaan dan
penyakit yang terjadi kecil saja. Asuransi kompensasi karyawan
ditujukan untuk member ganti rugi kepada pegawai yang
mengalami kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Schuler dan Jackson (1999) mengatakan, apabila perusahaan dapat


melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja dengan baik,
maka perusahaan akan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut :4

2.2

1.

Meningkatkan produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja

2.
3.
4.

yang hilang.
Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih komitmen.
Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.
Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih

5.

rendah karena menurunnya pengajuan klaim.


Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari

6.

partisipasi dan ras kepemilikan.


Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatkan

citra perusahaan.
7.
Perusahaan dapat meningkatkan keuntungannya secara substansial.
DESKRIPSI UMUM LAS
Menurut Deutsce Industrie Normen (DIN) las adalah ikatan
metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilaksankan dalam
keadaan, dijelaskan lebih lanjut bahwa las adalah sesuatu proses dimana
bahan dan jenis yang sama digabungkan menjadi satu sehingga terbentuk
suatu sambungan melalui ikatan kimia yang dihasilkan dari pemakaian

panas dan tekanan.5


2.2.1. Jenis-Jenis Pengelasan
Berdasarkan proses pengelasan, maka pengelasan terbagi menjadi
dua antara lain (Bintoro, 1999) : 5
1. Las Oksi Asetilen
Las oksi asetilen merupakan proses pengelasan secara manual
dengan pemanasan permukaan logam yang akan dilas atau disambung
sampai mencair oleh nyala gas asetilen melalui pembakaran C2H2 dengan
gas O2 dengan atau tanpa logam pengisi. Pembakaran gas C2H2 oleh
oksigen (O2) dapat menghasilkan suhu yang sangat sangat tinggi sehingga
dapat mencairkan logam. Gas asetilen merupakan salah satu jenis gas yang
sangat mudah terbakar dibawah pengaruh suhu dan tekanan. Gas asetilen
disimpan di dalam suatu tabung yang mampu menahan tekanan kerja.
2. Las listrik
Las tahanan listrik adalah proses pengelasan yang dilakukan
dengan jalan mengalirkan arus listrik melalui bidang atau permukaan-

permukaan benda yang akan disambung. Elektroda-elektroda yang dialiri


listrik digunakan untuk menekan benda kerja dengan tekanan yang cukup.
Penyambungan dua buah logam atau lebih menjadi satu dengan jalan
pelelehan atau pencairan dengan busur nyala listrik. Tahanan yang
ditimbulkan oleh arus listrik pada bidang-bidang sentuhan akan
menimbulkan panas dan berguna untuk mencairkan permukaan yang akan
disambung.
2.2.2. Perlengkapan Keselamatan Kerja Las
Demi keamanan dan kesehatan tubuh, operator las harus memakai
alat-alat yang mampu melindungi tubuh dari bahaya-bahaya yang
ditimbulkan akibat pengelasan. Perlengkapan tersebut antara lain : 3,5
1. Pelindung muka
Bentuk dan pelindung muka ada beberapa macam tetapi secara
prinsip pelindung muka mempunyai fungsi yang sama, yaitu melindungi
mata dan muka dari pancaran sinar las dan percikan bunga api. Pelindung
muka mempunyai kacamata yang terbuat dari bahan tembus pandang yang
berwarna sangat gelap dan hanya mampu ditembus oleh sinar las.
Kacamata ini berfungsi melihat benda kerja yang dilas dengan mengurangi
intensitas cahaya yang masuk ke mata.
2. Kacamata bening
Untuk membersihkan torak atau untuk proses finishing misalnya
penggerindaan, mata perlu perlindungan, tetapi tidak dengan pelindung
muka las. Mata tidak mampu melihat benda kerja karena kacamata yang
berada pada pelindung muka sangat gelap. Oleh karena itu, diperlukan
kacamata bening yang mampu digunakan untuk melihat benda kerja dan
sangat ringan sehingga tidak mengganggu proses pekerjaan.
3. Masker wajah
Masker berfungsi untuk menyediakan udara segar yang akan
dihirup oleh sistem pernapasan manusia. Masker digunakan untuk
pengelasan ruangan yang sistem sirkulasi udaranya tidak baik. Karena
proses pengelasan akan menghasilkan gas-gas yang membahayakan sistem
pernapasan jika dihirup dalam jumlah besar. Jika gas hasil pengelasan
tidak segera dialirkan ke luar ruangan maka akan dihirup oleh operator.
4. Pakaian las

Pakaian ini berfungsi untuk melindungi tubuh dari percikan bunga


api dan pancaran sinar las. Pakaian las terbuat dari bahan yang lemas
sehingga tidak membatasi gerak si pemakai. Selain bahan pakaian yang
digunakan lemas, juga harus ringan, tidak mudah terbakar, dan mampu
menahan panas atau bersifat isolator. Model lengan dan celana dibuat
panjang agar mampu melindungi seluruh tubuh dengan baik.
5. Pelindung badan (apron)
Untuk melindungi kulit dan organ-organ tubuh pada bagian badan
dari percikan bunga api dan pancaran sinar las yang mempunyai intensitas
tinggi maka pada bagian badan perlu dilindungi sperti halnya pada bagian
muka, karena baju las yang digunakan belum mampu sepenuhnya
melindungi kulit dan organ tubuh pada bagian dada.
6. Sarung tangan
Kontak dengan panas dan listrik sering terjadi yaitu melewati
kedua tangan, contoh: penggantian elektroda atau memegang sebagian dari
benda kerja yang memperoleh panas secara konduksi dari proses
pengelasan. Untuk melindungi tangan dari panas dan listrik maka operator
las harus menggunakan sarung tangan, karena mempunyai sifat mampu
menjadi isolator panas dan listrik (mampu menahan panas dan tidak
menghantarkan listrik).
7. Sepatu las
Sepatu las dapat melindungi telapak dan jari-jari kaki kemungkinan
tergencet benda keras, benda panas atau sengatan listrik. Dengan memakai
sepatu las bebarti tidak ada aliran arus listrik dari mesin las ke ground
(tanah) melewati tubuh kita, karena bahan sepatu berfungsi sebagai
isolator listrik.
2.2.3. Manajemen dalam Pengelasan
Juru las yang terampil dan peralatan las yang baik belum tentu
dapat menjamin hasil las yang bermutu tinggi, apabila sarana lainnya tidak
terpenuhi. Manajemen pengelasan dalam hal ini harus mengatur beberapa
sarana penting yang dapat mempengaruhi hasil pengelasan seperti
pelaksanaan yang aman, pengawasan mutu, dan pemeriksaan proses.
Manajemen tersebut terdiri atas beberapa pengawasan, antara lain :3,5
1. Pengamanan pelaksanaan

Agar pengelasan

dapat

dilakukan

dengan

aman,

alat-alat

pengamanan harus lengkap dan juru las harus mengerti dan dapat serta
mau menggunakan alat pengaman tersebut, dalam hal ini yang penting
adalah :
a. Pemakaian baju kerja yang sesuai dan aman.
b. Pemakaian pelindung dengan baik.
c. Pada pengelasan di tempat yang tinggi harus menggunakan alat
pengaman agar tidak terjatuh.
d. Pengamanan terhadap bahaya kebakaran dan ledakan.
2. Pengawasan umum
Untuk mendapatkan mutu pengelasan yang baik perlu adanya
pengawasan pada peralatan yang digunakan, bahan las yang dipilih,
pelaksanaan dan keterampilan. Pengawasan yang dimaksud diatas
diterangkan sebagai berikut
a. Pengawasan peralatan
Dengan menggunakan peralatan yang sempurna, akan diperoleh
mutu hasil lasan yang baik dan efisiensi kerja yang tinggi, karena itu
diperlukan sistem manajemen yang dapat menentukan cara-cara
pemilihan alat, pembelian alat, peminjaman alat kepada pekerja dan
cara memperbaiki alat yang rusak.
b. Pengawasan bahan las
Pengaturan pembelian bahan las baik dalam jenis maupun dalam
jumlah harus menjamin agar selalu terdapat jumlah persediaan seperti
yang telah ditentukan dan yang sesuai dengan jadwal pelaksanaan.
c. Pengawasan pelaksanaan
Apabila proses pengelasan telah ditentukan, maka perlu untuk
mengadakan

pengawasan

agar

prosedur

pengelasan

diikuti

sepenuhnya. Untuk mempermudah pengawasan dan menghindari


kesalahan perlu dibuat petunjuk kerja yang terperinci yang meliputi
kondisi pengelasan, penggunaan alat, pemakaian bahan, prosedur
pengerjaan dan cara-cara mengadakan perbaikan bila terjadi cacat.
d. Pengawasan keterampilan
Untuk mendapatkan juru las yang terampil perlu diadakan
pelatihan dan pendidikan. Tiap-tiap juru las harus mempunyai

kualifikasi berdasarkan peraturan yang ditentukan oleh badan yang


berwenang dalam bidang konstruksi yang sesuai dan menguasai
e.

tentang pengelasan.
Pengawasan proses
terhadap proses ditujukan untuk mempertinggi produktivitas, yang
berarti hasil yang baik dengan cepat dan murah. Pengawasan proses
meliputi pengawasan dan pengaturan tempat, pengaturan pekerja,
pengaturan bahan, alat dan lain sebagainya.

2.2.4. Bahaya Dalam Pengelasan


Pada pekerjaan pengelasan banyak risiko yang akan terjadi apabila
tidak hati-hati terhadap penggunaan peralatan, mesin dan posisi kerja yang
salah. Beberapa risiko bahaya yang paling utama pada pengelasan antara
lain :3,5,6
1. Cahaya dan sinar yang berbahaya
Selama proses pengelasan akan timbul cahaya dan sinar yang dapat
membahayakan juru las dan pekerja lain yang ada di sekitar pengelasan.
Cahaya tersebut meliputi cahaya yang dapat dilihat atau cahaya tampak,
sinar ultraviolet dan sinar inframerah.
a. Sinar ultraviolet
Sinar ultraviolet sebenarnya adalah pancaran yang mudah diserap,
tetapi sinar ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap reaksi kimia
yang terjadi di dalam tubuh. Bila sinar ultraviolet yang terserap oleh
lensa dan kornea mata melebihi jumlah tertentu maka pada mata akan
terasa seakan-akan ada benda asing di dalamnya. Dalam waktu antara
6 sampai 12 jam kemudian mata akan menjadi sakit selama 6 sampai
24 jam. Pada umunya rasa sakit ini akan hilang setelah 48 jam.
b. Cahaya tampak
Semua cahaya tampak yang masuk ke mata akan diteruskan oleh
lensa dan kornea ke retina mata. Bila cahaya ini terlalu kuat maka akan
segera menjadi lelah dan kalau terlalu lama mungkin akan menjadi
sakit. Rasa lelah dan sakit ini sifatnya juga hanya sementara.
c. Sinar inframerah
Adanya sinar inframerah tidak segera terasa oleh mata, karena itu
sinar ini lebih berbahaya sebab tidak diketahui, tidak terlihat dan tidak

terasa. Pengaruh sinar inframerah terhadap mata sama dengan


pengaruh panas, yaitu menyebabkan pembengkakan pada kelopak
mata, terjadinya penyakit kornea, presbiopia yang terlalu dini dan
2.

terjadinya kerabunan.
Arus listrik yang berbahaya
Besarnya kejutan yang timbul karena listrik tergantung pada
besarnya arus dan keadaan badan manusia. Tingkat dari kejutan dan
hubungannya dengan besar arus adalah sebagai berikut:
a. Arus 1 mA hanya akan menimbulkan kejutan yang kecil saja dan tidak
membahayakan.
b. Arus 5 mA akan memberikan stimulasi yang cukup tinggi pada otot dan
menimbulkan rasa sakit.
c. Arus 10 mA akan menyebabkan rasa sakit yang hebat.
d. Arus20 mA akan menyebabkan terjadi pengerutan pada otot sehingga
orang yang terkena tidak dapat melepaskan dirinya tanpa bantuan orang

lain.
e. Arus 50 mA sangat berbahaya bagi tubuh.
f. Arus 100 mA dapat mengakibatkan kematian.
3. Debu dan gas dalam asap las
Debu dalam asap las besarnya berkisar antara 0,2 m sampai dengan 3
m. Komposisi kimia dari debu asap las tergantung dari jenis pengelasan
dan elektroda yang digunakan. Bila elektroda jenis hydrogen rendah, di
dalam debu asap akan terdapat fluor (F) dan oksida kalium (K2O). Dalam
pengelasan busur listrik tanpa gas, asapnya akan banyak mengandung
oksida magnesium (MgO). Gas-gas yang terjadi pada waktu pengelasan
adalah gas karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), ozon (CO3)
4.

dan gas nitrogen dioksida (NO2).


Bahaya Suhu Panas dan Kebakaran
Suhu panas yang dihasilkan dari percikan api mesin las dapat
mengakibatkan luka bakar pada tubuh para pekerja las. Selain itu,
kebakaran juga dapat terjadi karena adanya kontak langsung antara api
pengelasan dengan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti solar, bensin,
gas, cat kertas dan bahan lainnya yang mudah terbakar serta karena kabel
yang menjadi panas yang disebabkan karena hubungan yang kurang baik,

kabel yang tidak sesuai atau adanya kebocoran listrik karena isolasi yang
rusak.
5. Bahaya Jatuh.
Didalam pengelasan dimana ada pengelasan di tempat yang tinggi akan
selalu ada bahaya terjatuh dan kejatuhan benda-benda keras. Bahaya ini
dapat menimbulkan luka ringan ataupun berat bahkan kematian karena itu
usaha pencegahannya harus diperhatikan.
6. Kebisingan Mesin Las
Gangguan pendengaran akibat bising ( noice induced hearing
loss/NHL) adalah gangguan pendengaran yang disebabkan akibat terpajan
bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan
biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Bising ini memiliki
intensitas 85 desibel (dB) atau lebih sehingga dapat menyebabkan
kerusakan reseptor Corti di telinga dalam sifat ketuliannya yaitu tuli saraf
cochlea dan biasanya terjadi pada kedua telinga. Banyak hal yang
mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising antara lain
intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekuensi tinggi, lebih lama terpapar
bising, kepekaan individu, dan faktor lain yang dapat menimbulkan
ketulian. Kebisingan dari peralatan kerja maupun lingkungan tempat kerja
merupakan salah satu faktor fisik yang berpengaruh terhadap keselamatan
kerja. Gangguan yang ditimbulkan oleh kebisingan pada mesin las antara
lain gangguan saat mendengar, gangguan dalam berkomunikasi dan
gangguan pada saat berkonsentrasi.

BAB III
METODOLOGI
3.1.

BAHAN DAN CARA


3.1.1. Peralatan yang diperlukan
Peralatan yang diperlukan untuk melakukan walk through
survey (survey jalan sepintas) dalam rangka untuk survey

kesehatan dan kedokteran kerja pada tuka di industri perikanan,


diantaranya:
a. Alat tulis menulis
Berfungsi sebagai media untuk pencatatan selama survey
b.

jalan sepintas.
Kamera
Berfungsi sebagai alat untuk memotret keadaan-keadaan

c.

yang terdapat pada industri perikanan.


Check list
Berfungsi sebagai alat untuk mendapatkan data primer

mengenai survey jalan sepintas yang dilakukan.


3.1.2. Cara Pemantauan
Kami merencanakan untuk memantau dan mengidentifikasi
faktor yang berhubungan dengan penyakit akibat kerja pada
pekerja bengkel las. Pemantauan ini dilakukan dengan metode
walk through survey dengan menggunakan kuesioner dan check
3.2.

list.
LOKASI
Lokasi survey kesehatan dan kedokteran kerja yang dijalankan adalah
pada bengkel las Karya Teknik jalan Perintis Kemerdekaan Km.11, kota

3.3.
3.4.

Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.


BIAYA
Biaya yang digunakan pada survey ini adalah swadaya.
JADWAL
Waktu pelaksanaan survey ini dilaksanakan pada tanggal 2 7 Juni 2014.
JADWAL KEGIATAN
NO
1.

Tanggal
2 Juni 2014

2.
4.
5.
6.

3 Juni 2014
4 Juni 2014
5- 6 Juni 2014
7 Juni 2014

Kegiatan
Melapor ke bagian K3 RS Ibnu Sina
Pengarahan kegiatan
Pembuatan proposal
Walk Through Survey
Pembuatan laporan Walk Through Survey
Presentasi laporan Walk Through Survey

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1. Sejarah dan kegiatan Bengkel Las Karya Tehnik
Bengkel las Karya Tekhnik didirikan pada bulan Maret 1991 di Kelurahan
Tamalanrea, Kota Makassar oleh H. Aso T, yang merupakan pemilik bengkel
sampai sekarang. Bengkel ini mengerjakan penegelasan material-material besi
untuk dijadikan barang siap pakai seperti pagar rumah, peralatan permainan anak
(ayunan, kursi taman, dll), kerangka atap rumah, dan lainnya. Pada awal
berdirinya, bengkel las Karya Tekhnik mempekerjakan 5 orang karyawan yang
masing-masing memilki tugas dan tanggung jawab. Dua orang memilki tugas
sebagai juru las, 3 orang sebagai juru pemotong material besi dan merangkap
sebagai juru cat. Tiga orang yang bekerja sebagai juru las telah bekerja di bengkel
tersebut sejak berdirinya bengkel, yakni sejak tahun 1991. Para pekerja bekerja
tiap hari dari hari Senin sampai hari Sabtu, mulai pukul 08.00 WITA sampai pukul
16.00 WITA. Terkadang pekerja juga bekerja di tempat yang diminta oleh
pelanggan. Semua pekerja masuk setiap hari kerja dan bekerja sesuai dengan
pesanan yang ada.
4. 2. Hasil Pengamatan
Dari hasil walk trough survey yang dilakukan di bengkel las Karya Teknik
pada tanggal 4 Juni 2014 dengan menggunakan check list faktor hazard
pemantauan kesehatan dan keselamatan kerja, maka didapatkan beberapa hal
menyangkut kesehatan dan keselamatan kerja di bengkel tersebut:

Terdapat hazard fisik pada bengkel las Karya Teknik, yaitu berupa faktor
kebisingan, faktor cahaya dan sinar-sinar berbahaya, dan faktor temperatur
tinggi ( suhu panas ).

Terdapat hazard kimia berupa cairan, gas/uap, dan debu.

Terdapat hazard biologi yang bersumber dari higienitas perorangan dan


kebersihan lingkungan tempat kerja yang kurang.

Terdapat hazard ergonomi berupa posisi tubuh, cara bekerja, ruangan kerja
para pekerja yang tidak ergonomis.

Alat-alat yang digunakan pada bengkel las ini belum cukup lengkap untuk
pekerjaan di bidang pengelasan, seperti belum tersedianya meja khusus
untuk tempat pengelasan yang dapat diatur tinggi rendahnya sesuai dengan
posisi pekerja, dan meja kursi yang tersedia juga jumlahnya belum
memadai.

Alat Pelindung Diri ( APD ) yang tersedia belum lengkap, hanya berupa
pelindung muka, kacamata bening, sarung tangan, dan belum memenuhi
standar alat pelindung diri. Selain itu Alat pelindung diri yang tersedia
tidak terawatt dan tidak memiliki tempat penyimpanan khusus.

Tidak ada emeriksaan kesehatan baik itu berupa pemeriksaan awal


maupun pemeriksaan kesehatan berkala bagi para pekerja.

Rambu-rambu tentang kesehatan dan keselamatan kerja yang kurang


memadai, hanya terdapat satu buah kotak P3K yang isinya kurang
lengkap.

Tidak terdapat alat-alat yang menunjang keselamatan kerja seperti APAR,


simulasi keadaan bahaya, rambu-rambu evakuasi, alarm tanda bahaya, dan
tempat evakuasi saat terjadi keadaan bahaya.

Keluhan kesehatan atau sakit yang sering dialami oleh pekerja antara lain
pegal-pegal, demam, keluhan sakit pada mata, batuk-batuk, luka bakar
pada kulit

4. 3. Pembahasan
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada bengkel las Karya Teknik,
terdapat hazard fisik yaitu berupa faktor kebisingan, faktor cahaya dan sinar-sinar
berbahaya, dan faktor temperatur tinggi ( suhu panas ). Faktor kebisingan ini
timbul pada saat pekerja melakukan pengelasan, menggurinda, dan memotong

material-material besi. Kebisingan yang terjadi dialami oleh kelima pekerja yang
bekerja di bengkel las

Terdapat hazard kimia berupa cairan, gas/uap, dan debu.

Terdapat hazard biologi yang bersumber dari higienitas perorangan dan


kebersihan lingkungan tempat kerja yang kurang.

Terdapat hazard ergonomi berupa posisi tubuh, cara bekerja, ruangan kerja
para pekerja yang tidak ergonomis.

Alat-alat yang digunakan pada bengkel las ini belum cukup lengkap untuk
pekerjaan di bidang pengelasan, seperti belum tersedianya meja khusus
untuk tempat pengelasan yang dapat diatur tinggi rendahnya sesuai dengan
posisi pekerja, dan meja kursi yang tersedia juga jumlahnya belum
memadai.

Alat Pelindung Diri ( APD ) yang tersedia belum lengkap, hanya berupa
pelindung muka, kacamata bening, sarung tangan, dan belum memenuhi
standar alat pelindung diri. Selain itu Alat pelindung diri yang tersedia
tidak terawatt dan tidak memiliki tempat penyimpanan khusus.

Tidak ada pemeriksaan kesehatan baik itu berupa pemeriksaan awal


maupun pemeriksaan kesehatan berkala bagi para pekerja.

Rambu-rambu tentang kesehatan dan keselamatan kerja yang kurang


memadai, hanya terdapat satu buah kotak P3K yang isinya kurang
lengkap.

Tidak terdapat alat-alat yang menunjang keselamatan kerja seperti APAR,


simulasi keadaan bahaya, rambu-rambu evakuasi, alarm tanda bahaya, dan
tempat evakuasi saat terjadi keadaan bahaya.

Keluhan kesehatan atau sakit yang sering dialami oleh pekerja antara lain
pegal-pegal, demam, keluhan sakit pada mata, batuk-batuk, luka bakar
pada kulit di bengkel las Karya Tekhnik setelah mereka melakukan proses
pengelasan.

Radiasi dari sinar las juga dapat berupa sinar tak tampak, meliputi sinar
inframerah dan sinar ultraviolet. Sinar infra merah akan memerikan dampak

khususnya pada meta pekerja las, berupa gangguan pada kornea mata (misalnya
katarak) dan kerabunan. Sinar ultraviolet akan memerikan efek pada mata berupa
rasa nyeri pada mata, mata seperti berpasir, memicu keratitis dan konjungtivitis.
Pekerja bengkel las mengeluhkan cepat lelah, mata terasa berpasir, mata terasa
perih dan susah memejamkan mata pada malam hari saat hendak tidur. Pekerja
juga memiliki riwayat sering menderita mata merah setelah bekerja, utamaya pada
awal-awal masa mereka bekerja di bengkel las tersebut menunjukkan adanya
kejadian konjungtivitis akut akibat radiasi sinar las. Konjungtivitis merupakan
akibat dai sinar ultraviolet dari radiasi sinar las. . Efek-efek tersebut menunjukkan
terjadinya paparan dari radisi sinar tak tampak pada pekerja bengkel las Karya
Teknik
Untuk melindungi pekerja dari efek radiasi, pekerja menggunakan beberapa alat
pelindung diri seperti pelindung wajah, kacamata las hitam dan bening, serta
sarung tangan. Namun alat pelindung diri yang tersedia tidak lengkap untuk
memproteksi diri para pekerja. Alat pelindung diri yang disiapkan oleh pemilik
bengkel tidak lengkap bahkan pekerja harus mempersiapkan beberapa alat
pelindung diri dengan biaya sendiri. Penggunaan alat pelindung diri yang tidak
memadahi, tidak dipergunakan secara terus menerus dan tidak lengkapnya alat
pelindung diri yang digunakan
merupakan faktor pendukung terpaparnya pekerja dengan radiasi selama proses
pengelasan. Pekerja juga beranggapan bahwa penggunaan beberapa alat pelindung
diri, misalnya pelindung wajah, terkadang menggangu kesempurnaan kerja karena
alat tersebut cukup berat. Pekerja kemudian menggunakan alat yang lebih
sederhana berupa kacamata hitam biasa yang justru akan memberikan pengaruh
yang buruk akibat paparan radiasi pada pekerja akibat proteksi yang tidak
adekuat.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Terdapat faktor hazard yang dialami pekerja di bengkel las antara lain faktor
kebisingan, faktor cahaya dan sinar-sinar berbahaya, faktor temperatur tinggi
( suhu panas ), faktor kimia, faktor biologi, dan faktor ergonomi di bengkel
las Karya Teknik Makassar.
2. Alat-alat yang digunakan belum cukup lengkap untuk pekerjaan di bidang
pengelasan, seperti belum tersedianya meja khusus untuk tempat pengelasan
yang dapat diatur tinggi rendahnya sesuai dengan posisi pekerja, dan meja
kursi yang tersedia juga jumlahnya belum memadai di bengkel las Karya
Teknik Makassar.

3. Terdapat APD di bengkel las Karya Teknik namun yang tersedia belum
lengkap, selain itu Alat pelindung diri yang tersedia tidak terawat dan tidak
memiliki tempat penyimpanan khusus di bengkel las Karya Teknik Makassar.
4. Terdapat satu buah kotak P3K yang isinya kurang lengkap di bengkel las
Karya Teknik Makassar.
5. Tidak dilakukan pemeriksaan kesehatan baik itu berupa pemeriksaan awal
maupun pemeriksaan kesehatan berkala bagi para pekerja di bengkel las
Karya Teknik Makassar.
6. Keluhan kesehatan atau sakit yang sering dialami oleh pekerja antara lain
pegal-pegal, demam, keluhan sakit pa di bengkel las Karya Teknik da mata,
batuk-batuk, luka bakar pada kulit setelah mereka melakukan proses
pengelasan di bengkel las Karya Teknik Makassar.
7. Tidak terdapat kontrol benda hazard yang memadai di bengkel las Karya
Teknik, terlihat dari ketidakpatuhan para pekerja dalam menggunakan Alat
Pelindung Diri secara rutin dan kurang ergonomisnya tempat kerja.
5.2. Saran
Masih banyak yang perlu diperbaiki pada aspek K3 pada pekerja las di
bengkel Karya Teknik Makassar. Masih perlunya melakukan penyuluhan
kesehatan dan keselamatan kerja serta peningkatan pengetahuan pada pekerja
bengkel las tentang pentingnya penggunaan Alat Pelindung Diri serta gangguan
kesehatan yang sering terjadi pada pekerja las untuk meminimalisir terjadinya
keluhan-keluhan dan penyakit akibat kerja. Jika ada keluhan pada pekerja las,
sebaiknya memeriksakan diri ke dokter kedokteran kerja atau dokter umum untuk
mendapatkan penanganan secara tepat. Pencegahan kecelakaan kerja di bengkel
las secara umum yang harus diperhatikan pihak atasan dan pekerja las merupakan
tindakan preventif seperti kata pepatah Lebih baik mencegah daripada
mengobati. Tindakan yang umum dilakukan untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja di bengkel las adalah penggunanaan alat pelindung diri.
Selain memastikan semua alat pelindung diri tersedia, memperhatikan dan
menghindari faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja, baik faktor

lingkungan maupun faktor manusia atau pekerja itu sendiri. Manajer atau
supervisor hendaknya memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada pekerja
di bengkel las mengenai semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan. Dalam
hal ini, dibutuhkan pelatihan atau training dan pengawasan yang intensif. Manajer
atau supervisor hendaknya memasang gambar atau poster keselamatan kerja yang
berhubungan dengan bengkel las yang akan mengingatkan karyawan akan
pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja.
Selain itu, perlunya memperbaiki manajemen tentang kesehatan dan
keselamatan kerja karena terjadinya kecelakaan kerja bisa merupakan akibat
kesalahan manajemen.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hughes, Phill, Ed Ferret. Introduction to Health and Safety at Work, 5th
edition. Oxford and Massachusets: Elsevier, 2011.
2. Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat. Upaya Kesehatan Kerja Sektor
Informal di Indonesia. www.itjen.depkes.go.id.htm , diakses pada 2 Juni
2014 pukul 22.14.
3. Verry, Eko. Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Pengelasan.
http://ekoverryng.blogspot.com/ , diakses pada 2 Juni 2014 pukul 22.34.
4. Musoffan, Wildan. Analisa Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja
dalam

Upaya

Identifikasi

Potensi

Bahaya.

Jakarta:

Universitas

Gunadarma, 2007.
5. Sirait, GB. Bahaya dalam Pengelasan. http://repository.usu.ac.id/ . diakses
pada 2 Juni 2014 pukul 22.49.
6. Angelia, Ivana. Pengaruh Kebisingan Mesin Las Disel Listrik terhadap
Fungsi Pendengaran pada Pekerja Bengkel Las di Kecamatan Mapanget
Kota Manado.

http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/3679/3205 .
diakses pada 3 Juni 2014 pukul 00.40.

Anda mungkin juga menyukai