Anda di halaman 1dari 28

Referat

Hipertensi pada Anak

Hipertensi Pada Anak


BAB I
PENDAHULUAN
Anak bahkan bayi dapat mengalami hipertensi, bahkan penyakit ini dapat
menimbulkan kematian. Penting dilakukan deteksi dini dengan pengukuran
darah secara rutin pada setiap anak usia 3 tahun ke atas paling sedikit sekali
setahun. Hipertensi pada anak dibagi dua kategori, yaitu hipertensi primer bila
penyebab hipertensi tidak dapat dijelaskan atau tidak diketahui penyakit
dasarnya, biasanya berhubungan dengan faktor keturunan, masukan garam,
stres, dan kegemukan. Sedangkan hipertensi sekunder terjadi akibat adanya
penyakit lain yang mendasarinya. Dari penelitian selama ini menunjukkan
hipertensi pada anak kebanyakan (80%) bersifat sekunder akibat penyakit lain.

Satu sampai tiga dari 100 anak yang diperiksa tekanan darahnya menunjukkan
hipertensi dan 0,1% di antaranya merupakan hipertensi berat. Hipertensi pada
anak memerlukan penanganan yang cepat dan adekuat. Keterlambatan tata
laksana hipertensi dapat berakibat fatal bagi pasien. Berbeda dengan dewasa,
hipertensi pada anak mempunyai kekhususan dalam hal cara pengukuran
tekanan darah, kriteria diagnosis hipertensi, dan penyebab hipertensi. Prevalensi
hipertensi pada anak diperkirakan 1-3%.1
Hipertensi pada anak dapat dibedakan menjadi hipertensi krisis dan non krisis.
Hipertensi krisis dapat timbul mendadak tanpa diketahui penyakit sebelumnya
atau merupakan akibat hipertensi yang sudah ada sebelumnya. Hipertensi krisis
dapat menyebabkan ensefalopati, gagal jantung, gagal ginjal, edema paru, dan
retinopati. Penanggulangan hipertensi krisis harus segera dilakukan untuk
mencegah kerusakan organ target. Gambaran klinis krisis hipertensi berupa
1

tekanan darah yang sangat tinggi (umumnya tekanan darah diastolik > 120
mmHg) dan menetap pada nilai-nilai yang tinggi dan terjadi dalam waktu yang
singkat dan menimbulkan keadaan klinis yang gawat. Seberapa besar tekanan
darah yang dapat menyebabkan krisis hipertensi tidak dapat dipastikan, sebab
hal ini juga bisa terjadi pada penderita yang sebelumnya normotensi atau
hipertensi ringan/sedang. Walaupun telah banyak kemajuan dalam pengobatan
hipertensi, namun para klinisi harus tetap waspada akan kejadian krisis
hipertensi, sebab penderita yang jatuh dalam keadaan ini dapat membahayakan
jiwa/kematian bila tidak ditanggulangi dengan cepat dan tepat. Pengobatan yang
cepat dan tepat serta intensif lebih diutamakan daripada prosesur diagnostik
karena sebagian besar komplikasi krisis hipertensi bersifat reversibel.

BAB II
HIPERTENSI
1. Definisi
Hipertensi adalah suatu keadaan tekanan darah sistolik dan atau diastolik
persentil ke-95 untuk umur dan jenis kelamin pada pengukuran 3 kali berturutturut.2
2. Teknik Mengukur Tekanan Darah
Tekanan darah harus diukur sekali dalam setahun pada setiap anak, sebaiknya
menggunakan manometer gravitasi merkuri. Teknik doppler dan oscilometri
dapat digunakan pada bayi infant dan anak lebih kecil yang pengukuran tekanan
darah auskultasinya sulit untuk di dapatkan.

Manset yang digunakan harus cocok untuk ukuran anak. Bila menggunakan
manset yang terlalu sempit akan menghasilkan angka pengukuran yang lebih
tinggi,

sebaliknya

bila

menggunakan

manset

memberikan hasil angka pengukuran lebih rendah.

yang

terlalu

lebar

akan

Pengukuran yang diulang pada beberapa waktu disarankan untuk memperoleh


informasi yang berarti.

Ukuran Manset yang sesuai sangat penting untuk pengukuran tekanan darah
yang akurat. Manset harus cukup panjang untuk mengelilingi lengan dan cukup
lebar untuk menutupi kira-kira panjang dari bahu ke siku. 7
Anak yang diukur harus santai atau rileks dan dalam posisi duduk yang nyaman
atau posisi supinasi dengan lengan kanan diletakkan sejajar jantung.
Manset harus dipompa pada tekanan kira-kira 20 mm lebih besar dari pulsasi
radius menghilang dan kemudian dikempeskan pada rata-rata 2-3 mmHg
perdetik sampai terdengar bunyi suara lembut.

Bunyi korotkof pertama menunjukkan tekanan sistolik. Fase pertama inikemudian


disusul oleh fase 2 , yang ditandai dengan suara bising (murmur), lalu disusul
dengan fase 3 berupa suara yang keras, setelah itu suara mulai melemah (fase
4) dan akhirnya menghilang (fase 5). Fase 4 dan fase 5 biasanya terjadi secara
berkesinambungan, dan fase 5 bisa tidak terdengar sama sekali. Pada anak fase
5 sulit didengar, maka fase 4 digunakan sebagai petunjuk tekanan diastolik. The
Second Task Force on Blood Pressure Control in Children menganjurkan
menggunakan fase 4 sebagai petunjuk tekanan diastolik untuk anak-anak
berusia kurang dari 13 tahun, sedang fase 5 digunakan sebagai petunjuk
tekanan diastolik untuk anak-anak usia 13 tahun keatas.

Tekanan darah sistolik pada ekstremitas bawah harus diukur saat ketinggian
tekanan darah sistolik pada ekstremitas atas yang pertama kali dicatat dan
ketika si pemeriksa menemukan amplitudo dari denyut arterial di kaki lebih
rendah daripada di tangan. Ketidak sesuaian antara nilai-nilai ini merupakan
indikasi koarktasio aorta. Dengan pasien pada posisi supinasi tempatkan manset
pada betis. Manset harus cukup lebar untuk menutupi minimal 2/3 dari panjang
lutut ke pergelangan kaki. Ultrasound dopler dapat digunakan untuk mendeteksi
permulaan aliran darah, menunjukkan tekanan darah sistolik pada posterior tibial
ataupun arteri dorsalis pedis. Nilai tersebut harus dibandingkan dengan
kesamaan yang didapatkan pada tekanan darah sistolik dopler pada lengan.

Batasan Hipertensi Pada Anak


Nilai tekanan darah yang dipakai untuk mendiagnosis hipertensi pada dewasa
ditetapkan berdasarkan analisis meningkatnya morbiditas dan mortalitas yang
berhubungan dengan tingginya tekanan darah tersebut. 141 Pada anak batasan
tekanan darah ditetapkan berdasarkan pola tekanan darah anak sehat. Tekanan
3

darah anak meningkat seiring dengan meningkatnya umur. Nilai tekanan darah
normatif ditetapkan berdasarkan gender, tinggi badan dan umur. Tekanan darah
dibawah persentil 90 berdasarkan umur, gender dan tinggi badan dinyatakan
normal. Pada publikasi yang keempat dari National High Blood Pressure
Education Program (NHBPEP) Working Group on Children and Adolescents tahun
2004 sebagai updating dari 1987 Task Force Report on High Blood Pressure in
Children and Adolescents telah diadakan sedikit perubahan pada definisi dan
klasifikasi hipertensi pada anak dan remaja. 4
Anak-anak dengan tekanan darah sistolik maupun diastolik yang berada diantara
persentil 90 dan 95 dikategorikan sebagai prahipertensi. Namun anak-anak
remaja yang mempunyai tekanan darah diatas 120/80 mmHg juga dinyatakan
sebagai prahipertensi meskipun masih berada dibawah persentil 90. Penetapan
kategori

prahipertensi

penting

untuk

melakukan

intervensi

pencegahan

terjadinya hipertensi yang sesungguhnya. Pada dewasa tekanan darah dan


penyakit kardiovaskuler mempunyai hubungan yang jelas dan tidak tergantung
pada faktor risiko yang lain. Risiko tersebut dimulai pada tekanan darah 115/75
mmHg, sebuah nilai dibawah batasan prahipertensi, dimana risiko akan berlipat
dua pada setiap kenaikan 20/10 mmHg. Anak-anak dengan tekanan darah diatas
persentil 95 didiagnosis sebagai menderita hipertensi. Anak-anak dengan
tekanan darah diantara persentil 95 dan persentil 99 + 5 mmHg diklasifikasikan
hipertensi stadium 1. Tekanan darah diatas persentil 99 + 5 mmHg masuk
kategori hipertensi stadium 2 yang memerlukan intervensi yang lebih cepat
(tabel 1).

Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah pada anak dan dewasa8

Pediatrics definition
Normal

<90th percentile

<120/80

Prehyperten

90th to <95th percentile, or if BP 120-139/80-89

sive

exceeds 120/80
even if <90th percentile up <95th
percentilea

Stage

1 95th to 99th percentile + 5 mmHg

140-159/90-99

hypertension
Stage

2 >99th percentile + 5 mmHg

160/100

hypertension
a

This occurs typically typically at 12 years old for systolic blood

pressure (SBP) and at 16 years old for diastolic blood pressure (DBF).

Kenaikan tekanan darah haruslah dikonfirmasi pada 3 kali kesempatan yang


berbeda, kecuali apabila pasien mengalami hipertensi yang parah dan/atau
simtomatik. Kadang-kadang pasien menunjukkan peningkatan tekanan darah (>
persentil 95) yang menetap dikamar praktek, tetapi tekanan darah menjadi
normal (< persentil 95) apabila pasien berada dirumah atau dilingkungan seharihari. Keadaan demikian disebut sebagai "white coat hypertension". Pada
5

keadaan tersebut pemantauan dengan ambulatory blood pressure monitor 24


jam merupakan cara terbaik untuk menegakkan diagnosis. Signifikansi white
coat hypertension pada anak masih memerlukan penelaahan lebih mendalam,
tetapi risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler lebih rendah dibandingkan true
hypertension pada dewasa.5

Manifestasi Klinik
Sebagian besar pasien hipertensi esensial didiagnosis secara kebetulan
pada

saat

dilakukan

pemeriksaan

fisik

rutin

disekolah

atau

pada

saat

pemeriksaan oleh dokter karena keluhan yang lain. Sebagian besar pasien tidak
menunjukkan gejala klinik, tetapi sebagian lainnya mengeluhkan gejala-gejala
sakit kepala, pusing, lemah, atau gejala-gejala kardiovaskular. Pasien dengan
penyebab sekunder biasanya sering menunjukkan gejala yang berhubungan
dengan penyakit penyebabnya (misal hematuria pada glomerulonefritis atau
rasa panas dan penurunan berat badan pada hipertiroidisme) yang lebih
menonjol dibandingkan gejala hipertensinya.
Hipertensi krisis
Diluar klasifikasi hipertensi tersebut diatas terdapat suatu keadaan yang
disebut hipertensi krisis, yaitu apabila tekanan darah sistolik atau diastolik
berada 50% di atas tekanan darah 95 persentil. Pada anak di atas 6 tahun secara
praktis dipakai kriteria tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau tekanan darah
diastolik > 120 mmHg, atau meskipun tekanan darah < 180/120 tetapi disertai
gejala ensefalopati, dekompensi jantung atau edema papil pada mata.
Hipertensi krisis dapat terjadi baik pada hipertensi akut misalnya pada
glomerulonefritis

akut

pasca

streptokokus

atau

pada

hipertensi

kronik.

Hipertensi krisis memerlukan penurunan tekanan darah yang cepat untuk


mencegah kerusakan organ target. Hipertensi krisis dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Hipertensi emergensi
2. Hipertensi urgensi
Definisi hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik
atau diastolik yang telah atau dalam proses mengalami kerusakan organ target
yaitu otak, jantung, ginjal atau mata. Oleh karena itu harus diturunkan dalam
beberapa menit atau jam. Pada hipertensi urgensi dapat diturunkan lebih
6

perlahan yaitu beberapa hari. Hipertensi urgensi sewaktu-waktu dapat progresif


menjadi hipertensi emergensi, karena itu harus diturunkan dalam 12-24 jam.
Manifestasi klinik hipertensi emergensi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
1

Ensefalopati
Gagal jantung
Edema paru
Gagal ginjal
Krisis adrenergik
Trauma kepala
Stroke
Infark miokard
Diseksi aneurisma
Eklamsia
Manifestasi klinik hipertensi emergensi nomor 7 - 1 0 biasanya ditemukan

pada orang dewasa, jarang pada anak. Pada anak yang sering ditemukan adalah
ensefalopati hipertensi pada penderita glomerulonefritis akut pasca streptokokus
(GNAPS)
Mortalitas sangat tinggi apabila hipertensi krisis tidak mendapatkan terapi
yang cepat dan tepat. Dilaporkan bahwa angka mortalitas dalam satu tahun
dapat mencapai hampir 90% pada penderita dewasa yang tidak cepat diatasi.3
Ensefalopati Hipertensi
Ensefalopati hipertensi (EH) merupakan bagian dari hipertensi krisis
yaitu tekanan darah yang meningkat mendadak dan berlebihan dengan akibat
terjadi disfungsi serebral. Karena EH dan hipertensi krisis merupakan dua hal
yang saling berhubungan, maka pembahasan kedua hal tersebut akan dilakukan
bersama-sama.
Gejala klinik ensefalopati hipertensi
Gejala dini EH yang merupakan gejala prodromal terjadi 12 - 48 jam
sebelumnya ialah keluhan sakit kepala yang makin lama makin hebat, mual,
muntah dan gangguan penglihatan seperti kabur dan diplopia. Selanjutnya
terjadi mental confusion, penurunan kesadaran yang makin berat, kejang
umum

atau

fokal.

Defisit

neurologik

fokal

dapat

dijumpai

misalnya

hemiparesis, afasia, refleks asimetrik dan nistagmus. Gejala neurologik fokal


tersebut bersifat sementara. Bila kelainan tersebut menetap maka diagnosis EH
perlu dipertanyakan. Timbulnya EH tidak hanya ditentukan oleh derajat
hipertensi tetapi juga oleh kecepatan peningkatan tekanan darah' 241. Gejala EH
7

terjadi karena ada gangguan autoregulasi pembuluh darah serebral yang


menyebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak.
Pada penderita hipertensi kronik, EH timbul pada tingkat hipertensi yang
lebih tinggi karena telah ada pergeseran autoregulasi pembuluh darah otak,
sedangkan pada anak yang sebelumnya normotensif gejala EH dapat timbul
pada tingkat yang lebih rendah. Pemeriksaan funduskopi pada anak jarang
memperlihatkan gambaran perdarahan maupun edema papil. Loggie (1979) 4
tidak menemukan kelainan retina pada anak dengan EH. Alatas dkk (1979)
meneliti 12 anak dengan hipertensi krisis, 4 di antaranya menderita EH, dan
hanya menemukan 1 kelainan fundus berupa penyempitan arteriol tanpa
eksudat, perdarahan ataupun edema papil .5
Pemeriksaan pungsi lumbal menunjukkan peninggian tekanan intrakranial
tetapi komposisi cairan serebrospinal normal. Pungsi lumbal tidak perlu
dilakukan

pada

penderita

EH

kecuali

bila

dicurigai

adanya

perdarahan

intrakranial. Pemeriksaan EEG dan foto kepala tidak memberi bantuan dalam
menegakkan diagnosis EH tetapi dapat dilakukan untuk menyingkirkan kelainan
intrakranial yang lain. Dalam keadaan meragukan pemeriksaan CT-scan dan
MRI otak dapat membantu diagnosis EH walaupun pengalaman penggunaannya
masih sangat terbatas.4
Kriteria yang paling tepat untuk diagnosis EH ialah hilangnya gejala
dengan cepat setelah tensi dapat diturunkan. Bila hal ini tidak terjadi maka
diagnosis EH patut diragukan. Diagnosis banding yang perlu dipikirkan ialah
perdarahan intraserebral atau subaraknoid, tumor intrakranial, trauma kepala,
ensefalitis, ensefalopati uremik dan toksik.
Patofisiologi ensefalopati hipertensi
Pada keadaan normal peredaran darah serebral senantiasa dijaga dalam
batas tertentu oleh suatu sistem yang disebut autoregulasi. Bila terjadi
penurunan tekanan darah sistemik akan terjadi

vasodilatasi, sedangkan

sebaliknya akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah serebral. Hal ini diatur
oleh aktivitas saraf simpatis untuk melindungi kerusakan jaringan otak. Sirkulasi
darah otak (cerebral blood flow = CBF) akan konstan pada level Mean Arterial
Pressure (MAP) antara 60 dan 120 mmHg.5
Bila tekanan darah sistemik meningkat terus sampai mencapai MAP 180
mmHg maka kemampuan vasokonstriksi pembuluh darah otak tidak dapat
8

dipertahankan lagi, dan terjadilah peregangan serta vasodilatasi (lihat gambar


1). Keadaan ini disebut breakthrough CBF sehingga terjadi hiperperfusi jaringan
otak dan perembesan cairan ke jaringan perivaskular. Akibatnya terjadi edema
serebri dengan gejala ensefalopati hipertensi.
Pada penderita hipertensi kronik, pembuluh darah serebral mengalami
adaptasi yaitu dengan melakukan penebalan dinding pembuluh darah. Kurva
autoregulasi akan bergeser ke kanan (gambar 3).5

Gambar 3. Autoregulasi sirkulasi darah otak


Sehingga breakthrough vasodilatasi CBF terjadi pada tensi yang lebih
tinggi dari 180 mmHg MAP. Hal ini yang menerangkan mengapa ensefalopati
hipertensi pada hipertensi akut seperti pada GNAPS terjadi pada tensi yang lebih
rendah, sedangkan pada hipertensi kronik terjadi pada tensi yang lebih tinggi.
Penurunan tekanan darah yang cepat pada fase edema otak akan menyebabkan
hilangnya gejala klinis dengan cepat tanpa sekuele.
Pada hipertensi kronik bila penurunan tekanan darah dilakukan terlalu
cepat maka akan terjadi hipoperfusi dan iskemia serebral yang lebih cepat
daripada hipertensi akut dengan gejala awal lemas dan pusing dan dapat
berlanjut menjadi koma, bahkan kematian. Jadi akibat pergeseran ke kanan
(gambar 3) pada hipertensi kronik cerebral blood flow sudah menurun pada
level MAP 150-120 mmHg, sedangkan pada hipertensi akut hipoperfusi CBF
baru terjadi pada MAP 50-60 mmHg[251. Oleh karena itu terutama pada
ensefalopati yang terjadi pada hipertensi kronik penurunan tekanan darah tidak
boleh terlalu cepat.

5. Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Darah Pada Anak


Ras : The Task Force mencatat tidak ada perbedaan tekanan darah antara anakanak ras kulit hitam dan kulit putih. Namun anak-anak ras kulit hitam pada
berbagai usia memiliki tahanan vascular perifer yang lebih tinggi dan sensitifitas
tekanan darah terhadap konsumsi garam yang lebih besar dibandingkan anakanak ras kulit putih.
Jenis Kelamin : Tidak ada perbedaan yang signifikan tekanan darah antara anak
laki-laki dan perempuan usia 6 tahun. dari usia tersebut sampai pubertas
tekanan darah pada anak-anak perempuan sedikit lebih tinggi dibanding anak
laki-laki. Dari pubertas dan seterusnya, pria memiliki tekanan darah sedikit lebih
tinggi dibandingkan wanita.
Usia : Tekanan darah dipengaruhi oleh berat dan tinggi badan. Namun hubungan
ini tidak menjadi suatu bukti sampai anak menginjak usia sekolah. Data standar
yang diterbitkan olehThe Task Force tahun 1987, mempertimbangkan faktorfaktor ini.
Riwayat :
Sejarah yang bisa dipercaya menyediakan petunjuk-petunjuk tentang penyebab
hipertensi diantaranya :
1.

Prematuritas

2.

Bronkopulmonary Displasia

3.

Riwayat katerisasi arteri umbilikal

4.

Kegagalan pertumbuhan

5.

Riwayat trauma pada kepala dan abdomen

6.

Penyakit keturunan (misalnya neurofibromatosis, hipertensi)

7.

Pengobatan

(misalnya

amphetamin,

steroid,

antidepresan

trisiklik,

penyalahgunaan obat)
8.

Pyelonefritis

Gejala-gejala yang timbul dan tidak spesifik pada neonatus dan tidak terdapat
pada anak-anak yang usianya lebih dewasa kecuali hipertensi berat. Tanda-tanda
dan gejala yang harus diwaspadai oleh dokter terdapat dibawah ini : 3
Neonatus

Anak

Kegagalan Pertumbuhan

Sakit kepala

Serangan yang tiba-tiba

Kelelahan
10

Lethargy

Penglihatan buram

Respiratory Distress

Epistaksis

Gagal jantung Congestive

Bell palsy

3. Patofisiologi
Tingkat tekanan darah ditentukan oleh keseimbangan curah jantung dan
tahanan perifer. Peningkatan pada kedua variabel ini, (dengan tidak adanya
penurunan kompensasi diantara salah satunya), hal inilah yang sebenarnya yang
meningkatkan tekanan darah. Banyak faktor yang mengatur curah jantung dan
tahanan perifer (lihat Tabel 1). Sebagai tambahan, beberapa faktor ini
dipengaruhi oleh perubahan dalam elektrolit homeostasis, khususnya peubahanperubahan dalam sodium, kalsium dan potasium. Pada kondisi normal, jumlah
sodium yang diekskresikan dalam urine setara dengan jumlah yang dicerna.
Hasilnya hampir tetap dengan volume ekstraselular. Retensi dari sodium
meningkatkan volume ekstraseluler yang dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah. Lewat keberagaman mekanisme fisik dan hormonal. Pemicupemicu ini mengubah Glomerular Filtration Rate dan tubular reabsorption
Sodium,

menghasilkan

ekskresi

sodium

yang

berlebihan

dan

perbaikan

keseimbangan sodium.
Peningkatan

konsentrasi

intraselular

dari

kalsium

yang

diakibatkan

oleh

perubahan konsentrasi plasma kalsium, meningkatkan kontraktilitas pembuluh


darah. Sebagai tambahan, kalsium menstimulasi pelepasan renin, sintesis dari
epinefrin, dan aktivitas dari sistem saraf simpatis. Disisi lain peningkatan
pengambilan

potasium

mennsupresi

produksi

dan

pelepasan

renin

dan

menginduksi pengeluaran natrium, oleh karena itu menurunkan tekanan


darah.Komplesitas dari sistem tersebut menjelaskan kesulitan pada saat
mengidentifikasi mekanisme riwayat hipertensi pada pasien tertentu. Ini
menjelaskan mengapa pada sebagian besar pasien, pengobatan lebih kepada
faktor regulator daripada penyebab penyakit.

Tabel 1. Faktor yang mempengaruhi tekanan darah

Curah Jantung

Tahanan Perifer

Baroreseptor

Yang membuat tekanan

11

Volume ekstraseluler

Angiotensin II

Volume sirkulasi

Kalsium (intraseluler)

Atrial Natriuretic hormon

Katekolamin

Mineralokortikoid

Sistem Saraf Simpatis

Angiotensin

Yang menurunkan Tekanan

Katekolamin

Atrial Natriuretic hormon

Sistem Saraf Simpatis

Endothelial Relaxing Factors


Kinin
Prostaglandin E2
Prostaglandin I2

12

6. Etiologi Hipertensi
Umumnya hipertensi pada anak merupakan hipertensi sekunder yang perlu
dicari

penyebabnya

dan

sebagian

besar

dapat

ditanggulangi

sehingga

pemberian obat seumur hidup dapat dihindari. Secara umum, penyebab


hipertensi pada anak dapat disebabkan penyebab renal, vaskular, endokrin, dan
lain-lain. Hipertensi pada anak terutama disebabkan oleh kelainan renoparenkim
dengan penyebab terbanyak adalah glomerulonefritis akut pasca streptokokus.

Beberapa penyebab hipertensi pada anak antara lain:

13

Tabel 2. Penyebab hipertensi akut dan kronik pada penyakit anak 6

Akut

Kronik

Ginjal

Ginjal
Glomerulonefritis

akut

Gagal Ginjal Kronis

pasca streptokokus
Glomerulopati kronis
Sindrom hemolitik uremik
Uropati Obstruktif
Nefritis akut
Polikistik Ginjal (dominan /
Gagal ginjal akut
Operasi traktus urinarius

resesif)
Nefropati Refluk

dan ginjal
Transplantasi Postrenal

Vaskular

Vaskular

Embolus/ trombosis arteri

Stenosis arteri renal

renal
Koarktasio Aorta
Patent Ductus Arteriosus
Vaskulitis Sistemik
Syndrom William

Obat-obatan
Steroid

Obat-obatan
Steroid

14

Dekongestan

Eritropoetin

Oral kontrasepsi

Siklosporin/Tacrolimus

Amphetamine,

Cocain,

Oral Kontrasepsi

Phencyclidine
Beta-Adrenergik
agonis/theophylin
Cafein/nikotin

Trauma

Endokrin

Luka bakar

Pheochromacytoma

Traksi (terutama femur)

Sindrom Cushing

Peningkatan

Hiperplasia

tekanan

Intrakranial

adrenal

kongenital

Trauma Spinal

Hipo/hypertiroid
Neuroblastoma
Hiperparatiroid
Hiperaldoteronism primer
Endokrinopatis
genetik

Lain-lain

Lain-lain

Peningkatan

volume

Hipertensi esensial

intravascular
Obesitas
Hiperkalsemia

15

hipertensi

Disfungsi Otonom (Guillain

Bronkopulmonary displasia

Barre)
Peningkatan
Ansietas

tekanan

intrakranial
Kehamilan

Tabel 3. Penyebab Tersering Hipertensi pada berbagai kelompok umur 7


Neonatus

1-6 tahun

Trombosis
atau

vena Stenosis Arteri Penyakit


arteri

renal
Anomali

7-12 tahun

Renal

Kongenital
Bronkopulmonary
Displasia
Koarktasio Aorta

parenkim

ginjal

aorta

Penyakit
parenkim

Renovaskul
ar

Tumor Wilms

Koarktasio

esensial

Abnormal

Ginjal

Neuroblastoma

Hipertensi

parenkim

Penyakit
Renal

Adolesen

ginjal
Penyebab

Penyebab
endokrin

endokrin
Prematur?

Hipertensi
esensial
Prematur?

7. Tahapan Pemeriksaan Penunjang pada Hipertensi

Pemeriksaan tahap I untuk evaluasi diagnostik kearah penyebab hipertensi


sekunder :
Pemeriksaan untuk mendeteksi penyakit ginjal :

Urinalisis, biakan urin

Kimia darah (kolesterol, albumin, globulin, asam urat, ureum, kreatinin)

Klirens kreatinin dan ureum

Darah lengkap

Pielograf intravena (bila skanning ginjal dan USG tak tersedia)


16

Pemeriksaan untuk mendeteksi penyakit endokrin

Elektrolit serum

Aktivitas renin plasma dan aldosteron

Katekolamin plasma

Katekolamin urin dan metabolitnya dalam urin

Aldosteron dan metabolit steroid dalam urin (17 ketosteroid dan 17


hidrokortikosteroid)

Evaluasi akibat hipertensi terhadap organ target :EKG, foto Rontgen dada
dan ekokardiografi

Pemeriksaan tahap II evaluasi diagnostik ke arah penyebab hipertensi sekunder

ASTO, Komplemen (C3), kultur apus tenggorok/keropeng infeksi kulit

Sel LE, uji serologi untuk SLE

Miksio sistouretrografi (MSU)

Biopsi & CT Ginjal

Tc 99m DTPA atau DMSA Scan, Renografi

Arteriografi

Digital Substraction Angiography (DSA)

CT kelenjar adrenal atau abdomen

Scanning Adrenal dengan I 131 meta-iodobenzilguanidin

Katekolamin vena kava

Analisis aldosteron dan elektrolit urin

Uji Supresi dengan deksametason

Renin Vena renalis

8. Dosis Obat Anti Hipertensi Oral Pada Anak


Klasifikasi/Nama

Dosis per hari

Dosis per hari

Awal

Maksimal

Hidroklorotiazid

1 mg/kg

4 mg/kg

tiap 12 jam

Klortalidon

1 mg/kg

2 mg/kg

sekali sehari

Obat

Interval dosis

Diuretika

17

Spironolakton

1 mg/kg

3 mg/kg

tiap 12 jam

Furosemid

2 mg/kg

6 mg/kg

tiap 6-8 jam

0,5 mg /kg

10 mg/kg

Tiap 8 jam

0,05 mg/kg

0,4 mg

Tiap 8 jam

1-3 mg/kg

3 mg/kg

Tiap 12 jam

0,002 mg/kg

0,06 mg

Tiap 8 jam

5 mg/kg

40 mg/kg

Tiap 6-8 jam

0,02-0,07

2,5 mg

Sekali sehari

1-2 mg/kg

8 mg/kg

Tiap 8-12 jam

0,1-0,2 mg/kg

1-2 mg/kg

Tiap 12 jam

0,25 mg/kg

1 mg/kg

Tiap 6-8 jam

Penghambat
Adrenergik
Penghambat
Beta Propanolol
Penghambat
alfa
Prazosin
Penghambat
alfa-beta
Labetalol
Antiadrenergi
k sentral
Klonidin
Metildopa
Bekerja

pada

ujung-ujung
saraf simpatik
Reserpin

mg/kg

Vasodilator
langsung
Hidralazin
Minoksidil
Calcium
Channel
Blockers
Nifedipine

18

Diltiazem

2 mg/kg

ACE Inhibitors

0,5

3,5 mg/kg
mg/kg, 5 mg/kg

Neonatus 0,05-

Captopril

0,5 mg/kg

Enalapril

1 mg/kg

Tiap 12 jam
Tiap 8 jam
Tiap 24 jam

0,08-0,1 mg/kg

DIAGNOSIS
Anamnesis
Anamnesis harus dilengkapi sedetil mungkin untuk mencari kemungkinan
diagnostik (tabel 6). Banyak pasien yang mengeluh gejala-gejala non-spesifik
seperti misalnya nyeri kepala, lelah, dan ganguan tidur. Keluhan berupa nyeri
kepala hebat, gangguan penglihatan, nyeri dada lebih spesifik untuk hipertensi
berat. Hematuria dan sembab mengarah kepada glomerulonefritis akut,
sedangkan

penurunan

berat

abnormalitas endokrin atau

badan

tumor

dan

berkeringat

menunjukkan

neuroendokrin. Riwayat pemasangan

kateter arteri umbilikal mengarahkan pada penyebab ginjal. Riwayat keluarga


tentang diet, tidur, dan pemakaian obat-obatan tertentu menunjukkan etiologi
hipertensi individual.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang menyeluruh ditujukan untuk mencari kemungkinan
adanya penyakit penyebab atau kerusakan organ target. Pada pemeriksaan
awal, tekanan darah hendaknya diukur pada keempat ekstremitas sebagai suatu
skrining untuk koartasio aorta, yang harus dicurigai apabila tekanan darah
ekstremitas atas lebih tinggi dari ekstremitas bawah. Denyut nadi ekstremitas
bawah biasanya juga lebih lemah. Pemeriksaan jantung termasuk pemeriksaan
bruit karotid atau abdominal akan melengkapi diagnosis. Pemeriksaan kepala
dan leher mencari adanya pembesaran tiroid atau retinopati hipertensi,
pemeriksaan
Pemeriksaan

kulit

untuk

neurologi

melihat

mungkin

adanya

akan

striae

menemukan

atau

neurofibroma.

adanya

tanda-tanda

hipertensi akut atau kronik seperti misalnya palsi Bell atau adanya defisit
neurologis berupa hemiparesis.

19

Pemeriksaan Laboratorium dan Pencitraan


Evaluasi

laboratorium

termasuk

pemeriksaan

elektrolit

(alkalosis

metabolik hipokalemia), fungsi ginjal (BUN dan kreatinin), mencari adanya


anemia karena penyakit ginjal kronik (PGK) dan penyakit kronik lainnya.
Urinalisis

dilakukan

untuk

mencari

hematuria

atau

proteinuria.

Rasio

mikroalbumin/kreatinin urine diperlukan untuk mencari mikroalbuminuria yang sering ditemukan pada dewasa dengan hipertensi kronik, tapi jarang
pada anak-anak. Kadar Plasma renin activity (PRA) diperlukan untuk skrining
pasien-pasien

dengan

kelainan

ginjal,

renovaskular

dan

kelainan

mineralokortikoid.
PRA juga meningkat pada pasien-pasien dengan pheochromocytoma,
sedangkan PRA yang rendah didapat pada hipertensi yang disebabkan oleh
ekspansi

volume

dan

hiperaldosteronisme.

Pada

pasien-pasien

dengan

hipertensi esensial sebaiknya dilakukan pemeriksaan hiperkholesterolemia,


hiperinsulinemia, dan sindrom metabolik. Echocardiogram sebaiknya dilakukan
pada semua pasien dengan hipertensi, dan dievaluasi adanya anomali
kongenital, seperti misalnya koarktasio atau hipertrofi ventrikel kiri (LVH),
untuk mendeteksi kerusakan organ target. Adanya LVH memerlukan tindakan
medis yang lebih agresif. Uji serial diperlukan untuk pemantauan terapi dan
progres hipertensi.
USG ginjal perlu untuk mengidentifikasi pasien dengan lesi parenkimal,
misal parut ginjal, infeksi selama masa kanak-kanak, atau anomali struktur. Pada
anak-anak USG Doppler kurang sensitif dalam mengidentifikasi stenosis arteri
renal. Meskipun MRI cukup jeli dalam mendeteksi adanya stenosis arteri renalis,
angiography masih tetap merupakan baku emas dalam mendeteksi adanya
stenosis arteri renalis.111 Pemeriksaan yang lain termasuk DMSA, hendaknya
dilakukan pada pasien dengan dugaan parut ginjal dan infeksi saluran kemih
berulang (tabel 8).

Panduan Diagnosis Klinik

Tabel 8. Evaluasi klinik untuk diagnosis hipertensi8

20

Study or procedure

Purpose

Target population

Evaluation for identifiable causes


History, including
family history,

sleep

history, History
and
examination

physical All children with persistent BP >95th


percentile

risk factors, diet, and habits such as help


focus
smoking
evaluation
and
drinking
examination

alcohol;

subsequent

physical

BUN, creatinine, electrolytes,

R/0 renal disease and

All children with persistent BP >95th


percentile

urinalysis, and urine culture

chronic pyelonephritis

CBC

R/0 anemia, consistent with

All children with persistent BP >95th


percentile

chronic renal disease


Renal U/5

R/0 renal scar, congenital


anomaly,
size

or

disparate

All children with persistent BP >9Eth


percentile
renal

Evaluation for oomorbidity


Fasting lipid panel, fasting glucose

Identify hyperlipidemia;
identify
abnormalities

Overweight patients with BP at 90-94th


percentile;

metabolic all patients with BP>95th percentile.


Family history
of hypertension
disease.

or

cardiovascular

Child with chronic renal disease


Drug screen

Polysomnography

Identify substances that might

History
suggestive
contribution

of

possible

cause hypertension

by substances or drugs

Identify sleep disorder in

History of loud, frequent snoring

association with hypertension


Evaluation
damage

for

target-organ

Echocardiogram

Identify
LVH
indications

and

of cardiac involvement

other Patients with comorbid risk factor? And


BP90-94th percentile; all patients
with BP>95th percentile

Retinal examination

Identify
changes

retinal

vascular Patients with comorbid risk factor? And


BP90-94th percentile; all patients
with BP>95th percentile

Further evaluation as Indicated


Ambulatory BP monitoring

Identify

white-coat Patients in whom white-coat

21

Study or procedure

Purpose

Target population

hypertension,
abnormal diurnal BP pattern, hypertension is suspected, and when
BP load

other
information on BP pattern is needed

Plasma renin determination

Identify low renin, suggesting

Young

children

with

stage

hypertension and
mineralocorticoid-related

any child or adolescent with stage 2

disease

hypertension.
Positive

family

history

of

severe

hypertension
Renovascular imaging (captopril renal Identify renovascular disease

Young

children

with

stage

scan):

hypertension

Isotopicscintigraphy (renal scan)

and any child or adolescent with

Magnetic resonance angiography

stage 2 hypertension

Duplex Doppler flow studies


3-dimensional CT
Arteriography: DSA or classic
Plasma and urine steroid levels

Identify steroid-mediated

Young

children

with

stage

hypertension
hypertension

and any child or adolescent with


stage 2 hypertension

Plasma and urine catecholamines

Identify

catecholamine- Young

children

with

stage

mediated

hypertension

hypertension

and any child or adolescent with

stage 2 hypertension
BP, blood pressure; BUN, blood urea nitrogen; CBC, complete blood count; CT, computed tomography; DSA,
digital subtraction angiograpoy; LVH, left ventricular hypertrophy; RJG, rule out; U/S, ultrasound.
*Comorbid risk factors also include diabetes mellitus and kidney disease.

Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Anak

22

Kerusakan organ target


Dengan meningkatnya prevalensi hipertensi pada anak dan remaja,
morbiditas dan mortalitas yang ditimbulkan juga semakin meningkat. Pada
pasien dewasa, hipertensi merupakan faktor risiko terjadinya infark miokard,
gagal jantung, stroke, dan PGK.[4] WHO melaporkan bahwa kontrol tekanan darah
yang buruk merupakan risiko yang dominan terjadinya kematian diseluruh
dunia, 62% penyakit serebrovaskular dan 49% penyakit jantung iskemik.' 411
Hipertensi juga merupakan penyebab kedua terbanyak terjadinya gagal ginjal
terminal pada pasien dewasa di Amerika Serikat.
Efek jangka panjang tekanan darah tinggi pada anak dan remaja sulit
dievaluasi karena lamanya interval waktu antara ditegakkannnya diagnosis dan
timbulnya komplikasi seperti misalnya serangan jantung atau stroke. Namun
kerusakan-kerusakan pada jantung, pembuluh darah, retina dan ginjal telah
terbukti pada anak muda dengan hipertensi, yang kadang-kadang sudah
terlihat pada diagnosis awal. Anak dengan tekanan darah tinggi mempunyai
risiko menjadi hipertensi pada dewasa. LVH merupakan organ target yang paling
sering terserang, sekitar 34-38% diantara anak-anak yang menderita hipertensi.
23

Mikroalbuminuria (30-300 mg albumin/g kreatinin pada pemeriksaan


urin pertama pada pagi hari) menunjukkan awal kerusakan pada pasien dewasa,
yang tidak berhubungan dengan adanya gangguan kardiovaskuler'46481 Anak-anak
yang menyandang mikroalbuminuria mempunyai risiko terjadinya penyakit ginjal
hipertensi. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi marker
untuk nefropati hipertensi yang lebih sensitif dan strategi intervensi yang
efektif untuk mencegah terjadinya gagal ginjal terminal.
Penutup
Prevalensi hipertensi pada anak dan remaja cenderung meningkat.
Diagnosis memerlukan perhatian pada teknik pengukuran tekanan darah yang
benar, pertimbangkan penyebab, dan evaluasi kerusakan organ target dan
faktor risiko kardiovaskular. Deteksi dini penting untuk meminimalkan efek
kesehatan jangka panjang akibat hipertensi.
BAB. III
KRISIS HIPERTENSI
1. Definisi Krisis Hipertensi
Hipertensi krisis merupakan peninggian tekanan darah secara akut yang
mengganggu fungsi organ vital tubuh yang dapat mengancam jiwa. Hipertensi
krisis didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan atau
diastolik > 120 mmHg atau setiap tingkat hipertensi (sistolik <> 1 kali batas
atas tekanan darah normal berdasarkan umur dan jenis kelamin.

2. Manifestasi Klinik Hipertensi


Pada keadaan krisis hipertensi yang ditunjukkan dengan naiknya tekanan darah
secara mendadak dalam waktu yang cepat dapat timbul ensefalopati hipertensif
yang ditandai kejang baik kejang fokal maupun kejang umum, diikuti dengan
penurunan kesadaran dari somnolen sampai koma.
Manifestasi klinik ini lebih sering terlihat pada hipertensi anak daripada orang
dewasa.
Manifestasi krisis hipertensi ini sering dikacaukan dengan epilepsi dan bila
tekanan darah tidak diukur maka diagnosis krisis hipertensi sebagai penyebab
ensefalopati akan terlewatkan begitu saja. Manifestasi lain ensefalopati hiper

24

tensif adalah hemiplegia, gangguan penglihatan dan pendengaran, parese


nervus fasialis.5
Pada pemerikasaan funduskopi dapat ditemukan kelainan retina berat berupa
perdarahan, eksudat, edema pupil, atau penyempitan pembuluh darah arteriol
retina.
Krisis hipertensi jarang meninggalkan gejala sisa, bila penurunan tekanan darah
segera dilaksanakan dengan menggunakan obat antihipertensi secara adekuat.
Walaupun

demikian,

ditemukan

atrofi

otak

pada

pemeriksaan

computer

tomography. Manifestasi klinik krisis hipertensi lainnya adalah dekompensatio


cordis dengan edema paru yang ditandai dengan gejala edema, dispnu, sianosis,
takikardi, ronkhi, kardiomegali, suara bising jantung dan hepatomegali. 5
Pada pemeriksaan foto thoraks terlihat pembesaran jantung dengan edema
paru.

Sedang

pada

pemeriksaan

EKG

kadang-kadang

dapat

ditemukan

pembesaran ventrikel kiri. Manifestasi dekompensatio cordis ini lebih sering


ditemukan pada bayi. Gangguan faal ginjal selain dapat diakibatkan oleh krisis
hipertensi juga dapat ditimbulkan oleh hipertensi berat kronik yang menetap.
Umumnya manifestasi klinik hipertensi berat atau krisis hipertensi pada bayi dan
anak hampir selalu penyebabnya berkaitan dengan hipertensi sekunder.

1,5

3. Pengobatan Krisis Hipertensi


Prinsip pengobatan hipertensi krisis adalah menurunkan tekanan darah secepat
mungkin dengan obat antihipertensi yang onsetnya cepat, mencegah dan
menanggulangi kerusakan organ target, dan mencari penyebab hipertensi. Obatobat yang bekerjanya paling cepat adalah obat parenteral seperti natrium
nitroprusid dan diazoksida tetapi kedua obat ini jarang digunakan. Natrium
nitroprusid diberikan melalui pompa infus dengan dosis yang dititrasi, 0,5 - 8
mg/kgbb per menit. Penggunaan obat ini memerlukan pengawasan ketat dan
biasanya dilakukan di ruang perawatan intensif. Diazoksida diberikan secara
intravena dengan dosis 2 - 5 mg/kgbb dengan bertahap. Respons obat ini sangat
cepat dan responsnya sering tidak dapat diprediksi.
Obat yang sering digunakan adalah klonidin drip. Nifedipin sublingual/oral mulai
banyak digunakan karena pemberiannya mudah, tidak memerlukan ruang
perawatan intensif, dan hasilnya cukup memuaskan.
25

1. Klonidin
Klonidin diberikan per drip dikombinasi dengan furosemid. Klonidin dilarutkan
dalam 100 ml glukosa 5% dalam buret infus dan diberikan secara infus
menggunakan mikrodrip. Dosis awal klonidin drip adalah 0.002 mg/kgbb/8 jam
atau 12 tetes mikrodrip per menit dengan dosis maksimal 36 tetes mikrodrip per
menit (3 kali lipat dosis awal atau 0,006 mg/kgbb/8 jam). Tekanan darah diukur
secara berkala setiap 30 menit sampai tekanan darah diastolik < 100 mmHg,
dan selanjutnya setiap 1-3 jam sampai tekanan darah stabil.

Secara praktisnya, pemberian klonidin drip adalah sebagai berikut: pada


permulaan diberikan klonidin 12 tetes mikrodrip per menit. Bila tekanan darah
tidak turun, setiap 30 menit dosis dinaikkan 6 tetes per menit sampai tekanan
darah diastolik turun di bawah 100 mmHg dengan dosis maksimal 36 tetes
mikrodrip per menit. Klonidin drip dikombinasi dengan diuretik furosemid 1-2
mg/kgbb/kali diberikan 2-3 kali sehari. Bila dengan klonidin drip dosis maksimal
tekanan darah diastolik belum turun di bawah 100 mmHg, ditambahkan kaptopril
oral dosis 0,3 mg/kgbb/kali 2-3 kali sehari dengan dosis maksimal kaptopril
adalah 2 mg/kgbb/kali. Bila tekanan darah turun di bawah 100 mmHg, tetesan
klonidin drip diturunkan bertahap sambil diberikan kaptopril oral dengan dosis
sama seperti di atas. Bila tekanan darah belum turun juga, dapat ditambahkan
obat beta bloker atau alfa-metil dopa.
2. Nifedipin
Nifedipin diberikan sublingual dosis 0.1 mg/kgbb/kali dan bila tekanan darah
tidak turun, dosis dinaikkan 0,1 mg/kgbb/kali setiap 30 menit sampai tekanan
darah diastolik turun di bawah 100 mmHg dengan dosis maksimal 10 mg/kali.
Tekanan darah diukur secara berkala setiap 30 menit sampai tekanan darah
diastolik < style=""> stabil.

Secara praktisnya, nifedipin disediakan dalam kemasan pulvis 2,5 mg per


bungkus. Pemberian obat diawali dengan nifedipin 0,1 mg/kgbb/kali (1 pulvis
atau 2,5 mg) dan bila tekanan darah tidak turun, dosis dinaikkan setiap 30 menit
26

menjadi 5 mg ( 2 pulvis), kemudian 7,5 mg (3 pulvis) sampai tekanan darah


diastolik turun di bawah 100 mmHg dengan dosis maksimal 10 mg/kali (4 pulvis).

Nifedipin dikombinasi dengan diuretik furosemid 1-2 mg/kgbb/kali diberikan 2


kali sehari.
Bila tekanan darah diastolik sudah < 100 mmHg, diberikan nifedipin oral dengan
dosis 0,25 - 1 mg/kgbb/hari 3-4 kali sehari. Bila dengan nifedipin dosis maksimal
tekanan darah diastolik belum turun di bawah 100 mmHg, ditambahkan kaptopril
oral dosis 0,3 mg/kgbb/kali diberikan 2-3 kali sehari dengan dosis maksimal
kaptopril

mg/kgbb/kali.

Bila

tekanan

darah

belum

turun

juga,

dapat

ditambahkan obat beta bloker atau alfa-metil dopa.

Selain pemberian obat antihipertensi, dilakukan juga terapi suportif seperti diet
rendah garam, mengatasi manifestasi klinis yang terjadi, serta mencari
penyebab hipertensi dan menanggulanginya.5

BAB IV
KESIMPULAN
Mengenal hipertensi pada anak jauh lebih sulit daripada orang dewasa, karena
batasan hipertensi tergantung pada umur, jenis kelamin, tinggi dan berat badan.
Berbagai etiologi sebagai penyebab hipertensi perlu ditegakkan secara teliti
sebelum menyatakan bentuk hipertensi mengingat hipertensi pada anak-anak
dan

adolesen

adalah

tipe

sekunder. Hipertensi

pada

anak

memerlukan

penanganan yang cepat dan adekuat. Keterlambatan tata laksana hipertensi


dapat berakibat fatal bagi pasien.
Hipertensi krisis dapat timbul mendadak tanpa diketahui penyakit sebelumnya
atau merupakan akibat hipertensi yang sudah ada sebelumnya. Hipertensi krisis
dapat menyebabkan ensefalopati, gagal jantung, gagal ginjal, edema paru, dan
retinopati. Penanggulangan hipertensi krisis harus segera dilakukan untuk
mencegah kerusakan organ target sebagai akibat tingginya tekanan darah.

27

DAFTAR PUSTAKA
1. Husein Alatas, et al. Buku Ajar Nefrologi Anak edisi 2. Jakarta : Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2002. Hal 242-87
2. Hardiono D. Pusponegoro, et al. Standar Pelayanan Medis Kesehatan
Anak edisi 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2005. Hal 166-75
3. Singadipoera, Boed S,dr, DSAK. Ilmu Kesehatan Anak Nefrologi Anak.
Bandung : FK UNPAD-RS Hasan Sadikin. 1993. Hal 46-69
4. Sudung

Pardede.

Tata

laksana

Hipertensi

Krisis

Pada

Anak.www.IDAI.or.id.2004.
5. Nanan Sekarwana. Hipertensi Pada Anak. www.IDAI.or.id
6. Victoria

F.

Norwood,

MD.

Hypertension.http://pedsinreview.aappublications.org. 2002.
7. Adrian Spitzer, MD. Hypertension. www.emedicine.com.2004.
8. Dikutip dari: McNiece KL, Portman RJ, 2007. Hypertension: Epidemiology
and evaluation. In: Kher KK, Schnaper HW, Makker SP, eds. Clinical
Pediatric Nephrology. London: Informa Healthcare; 461-80

28

Anda mungkin juga menyukai