Asisten
Nama kelompok:
2443010167
Evelyn Ganadhi
2443012013
Anastasya Yessy
2443012046
2443012172
2443012200
I.
II.
Dasar teori
Titrasi merupakan salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan suatu
zat dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat lain yang diketahui
konsentrasinya. Prinsip dasar titrasi asam basa didasarkan pada reaksi nertalisasi
asam basa (Keenam, 1984)
Titik ekivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana sejumlah asam
tepat di netralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi berlangsung terjadi
perubahan pH. pH pada titik equivalen ditentukan oleh sejumlah garam yang
dihasilkan dari netralisaasi asam basa. Indikator yang digunakan pada titrasi asam
basa adalah yang memiliki rentang pH dimana titik equivalen berada. Pada
umumnya titik equivalen tersebut sulit untuk diamati, yang mudah dimatai adalah
titik akhir yaang dapat terjadi sebelum atau sesudah titik equivalen tercapai.
Titrasi harus dihentikan pada saat titik akhir titrasi tercapai, yang ditandai dengan
perubahan warna indikator. Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan titik
equivalen. Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita dapat memperkecil
kesalahan titrasi (keenam, 1984).
Pada titrasi asam kuat dan basa kuat, asam lemah dan basa lemah dalam air
akan terurau dengan sempurna. Oleh karena itu ion hidrogen dan ion hidroksida
selama titrasi dapat langsung dihitung dari jumlah asam atau basa yang
ditambahkan. Pada titik equivalen dari titrasi asam air, yaitu sama dengan 7
(Harry, 1990)
Secara umum, asam memiliki sifat sebagai berikut:
1. Rasa: masam ketika dilarutkan dalam air.
2. Sentuhan: asam terasa menyengat bila disentuh, terutama bila asamnya asam
kuat.
3. Kereaktifan: asam bereaksi hebat dengan kebanyakan logam, yaitu korosif
terhadap logam.
4. Hantaran listrik: asam, walaupun tidak selalu ionik, merupakan elektrolit.
5. Mengubah lakmus biru menjadi merah.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Sifat-sifat Basa :
Kaustik
Rasanya pahit
Licin seperti sabun
Nilai pH lebih dari sabun (>7)
Mengubah warna lakmus merah menjadi biru
Dapat menghantarkan arus listrik
Titrasi Asam Kuat - Basa Kuat
Contoh :
Asam kuat : HCl
Basa kuat : NaOH
Persamaan Reaksi :
HCl + NaOH NaCl + H2O
Reaksi ionnya :
H+ + OH- H2O
Titrasi asam basa merupakan contoh analisis glumetri, yaitu suatu cara atau
metode yang menggunakan larutan yang disebut titran dan dilepaskan dari
perangkat gelas yang disebut buret. Titik dalam titrasi dimana titran yang telah
ditambahkan cukup untuk bereaksi secara tepat dengan senyawa yang ditentukan
disebut titik ekivalen atau titik stoikhiometri, titik ini sering ditandai dengan
perubahan warna senyawa yang disebut indikator (Harry, 1990)
Berikut ini syarat-syarat yang diperlukan agar titrasi yang dilakukan berhasil :
1. Konsentrasi titrasi harus diketahui. Larutan seperrti ini disebut larutan standar.
2. Reaksi yang tepat antara titran dan senyawa yang dianalisis harus diketahui.
3. Titik stoikhiomtri atau titik ekivalen harus diketahui. Indikator yang
memberiakan perubahan warna, atau sangat dekat pada titik ekivalen yang
sering digunakan. Titik pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir.
4. Volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen harus diketahui
setepat mungkin.
Proses titrasi asam basa sering dipantau dengan penggambaran pH larutan
yang dianalisis sebagai fungsi jumlah titran yang ditambahkan. Gambar yang
diperoleh tersebut disebut kurva pH atau kurva titrasi. Dalam titrasi, suatu larutan
yang harus dinetralkan, misalnya asam dimasukkan kedalam buret lalu dimasukan
kedalam asam, mula-mula cepat, kemudian tetes demi tetes, sampai titik setara
dari titrasi tersebut terrcapai. Salah satu cara untuk mencapai titik setara adalah
melalui perubahan warna dari indikator asam basa. Titik pada saat dimana
indikator berubah warna dinamakan titik akhir ( end point ) dari indikator. Yang
diperlukan adalah memadamkan titik akhir indikator dengan titik setara dari
penetralan, ini dapat tercapai jika kita dapat menemukan indikator yang perubahan
warnanya terjadi dalam selang pH yang meliputi pH sesuai dengan titik setara
(Brady, 1988)
III.
Cara kerja
1. Membuat larutan baku primer Asam oksalat 0,1 N dalam 50 mL
Timbang asam oksalat sebanyak 0,3247 gram.
Masukkan ke dalam labu takar 50 mL.
Tambahkan aquadest sampai tanda miniskus bawah 50 mL.
Kocok hingga homogen.
2. Membuat larutan baku sekunder NaOH 0,1 N dalam 800 mL
Timbang kristal NaOH dengan menggunakan kaca arloji sebanyak 3,2
gram.
Masukkan ke dalam beaker glass.
Tambahkan aquadest sebanyak 800 mL yang telah diukur dengan gelas
ukur.
Aduk homogen.
ke dalam erlenmeyer.
Tambahkan 2 3 tetes indikator penophtalein.
Masukkan larutan baku sekunder (NaOH) ke dalam buret.
Titrasi perlahan hingga warna berubah menjadi pink.
= 0,103 N
1. 0,4055 g
2. 0,4043 g
3. 0,4119 g
Pembakuan larutan baku sekunder NaOH dengan larutan baku primer asam oksalat
Asam oksalat
V (ml)
10 ml
10 ml
NaOH
N
0,103
0,103
N NaOH =
V (ml)
10,4
10,3
N
0,099
0,1
= 0,0995 N
m (g)
0,4055
0,4043
0,4119
N
0,18403
0,1599
0,2439
W sampel (g)
0,4055
0,4043
0,4119
V titran (ml)
0,75
0,65
1,01
Kadar %
9,09
7,9024
12,0525
Perhitungan
Sampel
1
2
3
% kadar =
S1 =
Glibenklamid
N
0,0995
0,0995
0,0995
x 100%
x 100% = 9,09%
S2 =
x 100% = 7,9024%
S3 =
x 100% = 12,0525%
X (rata-rata) =
= 8,4962
Kadar akhir =
= 9,68%
% kesalahan =
x 100% = 50,9%
VI.
Pembahasan
Pada praktikum Titrasi Asam Basa (Asidi Alkalimetri), kami mendapatkan sampel
Glibenklamida. Glibenklamida (C23H28CIN3O5S) merupakan zat yang larut dalam etanol
panas. Pada praktikum titrasi glibenklamida, kami menggunakan baku primer dan baku
sekunder, Bakuprimer pada titrasi Asam Basa (Asidi Alkalimetri)
menggunakan Asam
Oksalat yang mempunyai BM 126,07 dan nilai valensi 2, dan untuk Baku Sekunder
menggunakan NaOH yang mempunyai BM 40 dan nilai valensi 1.(Farmakope Indonesia IV,
1995)
Pembakuan larutan NaOH dengan Asam Oksalat dilakukan 2 kali replikasi titrasi,
pembakuan larutan NaOH dengan Asam Oksalat yang pertama mendapatkan hasil 10,4 N dan
yang kedua mendapatkan hasil 10,3 N. Pada perhitungan titrasi standarisasi, didapatkan nilai
N NaOH = 0,0995 N. Titrasi glibenklamida dilaukan 3 kali replikasi, hal ini dilakukan untuk
melihat perbandingan atau selisih volume titrasi yang pertama sampai dengan yang ke tiga
tidak terlalu jauh sehingga dapat meminimalisir % kesalahan pada saat melakukan titrasi.
Pada titrasi sampel atau zat glibenklamid yang pertama didapatkan volume sebesar 0,75 ml,
yang kedua 0,65 ml, dan yang ke tiga 1,01 ml, sehingga dapat dilihat volume titrasi dari
titrasi yang pertama sampai yang ke tiga tidak terlalu jauh rentang volumenya. Pada
perhitungan % kadar sampel pertama di dapatkan hasil 9,05 %, yang kedua 7,90 %, dan yang
ke tiga didapatkan hasil 12,05%, sehingga jika % kadar di rata-rata didapatkan hasil 9,68 %.
Pada % kadar rata-rata Glibenklamida seharusnya 6,44 % sehingga % kadar rata-rata yang
kami peroleh melebihi kadar sesungguhnya Glibenklamida dan dapat diketahui % kesalahan
yang terjadi dengan melakukan perhitungan % kesalahan titrasi. % kesalahan titrasi yang
kami peroleh yakni 50,3 %. Apabila % kesalahan titrasi sekitar 10 % maka masih dapat
masuk rentang % kadar. Pada perhitungan 4 d, nilai kadar, masih masuk dalam rentang
karena hasil 4 d* > 1,19 ( 2,38 > 1,19).
VII.
Kesimpulan
Pada perhitungan penetapan kadar, % kadar yang didapatkan adalah 9,68 % dan
melebihi dari % kadar glibenklamid sesungguhnya yakni 6,44% sehingga didapatkan %
kesalahan titrasi sebesar 50,3%. Hal ini, kemungkinan disebabkan titrasi yang dilakukan
melebihi batas TAT, sehingga titrasi yang di dapatkan menyebabkan penetapan kadar
melebihi kadar glibenklamida sesungguhnya, selain dapat dilihat dari perhitungan % kadar
pertama hingga ke tiga hasil % kadar berbeda, kemungkinan pencampuran kurang homogen.
Brady, J. E & Holum J.L 1988. Fundamental of Chemistry, 3 Ed. New York : John
Wiley & Inc.
Brady, J.E & Humiston, G.E. 1980. Gemeral Chemistry, 2 Ed. New York : Jhon
Wiley & Sons Inc.
Keenam, et al.1984. Kimia Untuk Universitas 1. Edisi keenam. ( alih bahasa A.
Hadyana pudjaatmaka). Jakarta : Erlangga.
Harry Firman.1990. Kimia Dasar II. Bandung : IKIP Bandung