Bahasa
Indonesia
Untuk Ulangan Blok
Tanggal 2. Maret
2010
Mikael Pratama
Kristyawicaksono
mikael.pratama@yahoo.com
Jakarta, 1980
2. Struktur Hikayat
2.1 Alur
Secara garis besar alur hikayat ini sebagai berikut. Merasa sebagai raja besar di Langkapuri, Rawana meminta Mandudari istri Dasarata, kepada
suaminya. Dasarata tidak menolak. Rawana diberi Mandudari tiruan oleh Mandudari Asli. Dasarata meniduri Mandudari tiruan. Mandudari tiruan
melahirkan anak perempuan yang kemudian dibuang oleh Rawana. Maharaja Kala menemukan anak perempuan yang dinamainya Sita Dewi.
Karena menang sayembara, Sri Rama berhasil memperistri Sita Dewi. Sita Dewi diculik Rawana sebagai balas dendam terhadap Laksmana yang
telah menganiaya saudaranya, Surapandaki. Sri Rama berusaha mencari dan merebut Sita Dewi dari Rawana, mendapat bantuan dari Sugriwa dan
Hanuman dari kerajaan Lakurkatakina, dari Maharesi Sahagenta. Terjadilah perang besar-besaran antara pihak Sri Rama dan Rawana,
dimenangkan Sri Rama. Sri Rama berkuasa di kerajaan Langkapuri kemudian mendirikan negeri Daryapuranegara yang adil makmur aman
sejahtera. Sri Rama memiliki anak Tilawi dan Gusi dari Sita Dewi. Sri Rama mengasingkan diri bertapa selama empat puluh tahun dan
meninggal.
Kisah dalam HSR diceritakan dengan gaya diaan, dan si penutur adalah sebagai the third person point of view. Pengarang bertindak sebagai orang
yang menceritakan apa adanya secara objektif. Para Pelaku yang diceritakan sangat banyak. Di antara para pelaku tersebut yang bisa dianggap
sebagai tokoh cerita adalah:
1) Sri Rama, seorang yang secara fisik sangat sempurna. Akan tetapi, dari segi watak sesekali diceritakan berwatak tidak seperti seorang
pahlawan. Ia anak Dasarata, cicit Nabi Adam, AS(?) yang dianugerahi Dewata Mulia Raya (Allah Swt) kerajaan, kekuatan, kekuasaan yang tiada
bandingnya.
2) Rawana, seorang raja yang pada awalnya memiliki sifat agung sebgai raja. Akan tetapi, kemudian ia menjadi sangat sombong, serakah, kasar,
kejam, dan bengis, Ia merupakan tokoh antagonis Sri Rama.
3) Hanuman, seorang anak Sri Rama dan Sita Dewi yang dilahirkan secara tak lazim melalui Anjani. Dia juga sebagai orang kepercayaan Sri
Rama dalam melawan Rawana. Dia digambarkan sebagai seekor kera sakti yang terampil, penuh akal, dan tipu daya.
4) Laksmana, adik kandung dan sekaligus abdi Sri Rama. Hampir selama hidupnya, ia mengabdikan diri kepada Sri Rama.
5) Sita Dewi, istri Sri Rama. Ia seorang istri yang ideal model kuno, setia, pasif. Ia tahu akan kewajiban Sri Rama sebagai raja dan ksatria. Dia
juga sangat tahu kewajibannya sebagai seorang seorang istri.
Tokoh-tokoh lainnya yang bisa dianggap sebagai pelaku cerita yang tidak terlalu penting, yaitu: Dasarata, Mandudari, Maharaja Kala, Citradana,
Berdana, Gagak Sura, Catayu, Sugriwa, Kikuwi, Bibusanam, Tilawi, Gusi, Hanuman Tugangga, Pariaban, Janbuana, Anila, Anggada, Anggata,
Mahabiru, Karang, dan Ketula (pelaku cerita pembatu Sri Rama); Surapandaki, Sagasadana, Gangga Mahasura, Indrajit, Kumbakarna, Badubisa,
Perwatakan para tokoh dilakukan dengan cara penjelasan langsung oleh pengarang, prilaku tokoh tersebut, dan dialog tokoh-tokoh lain.
Adapun anak baginda yang bernama Sri Rama itu pun besarlah, terlalu maha elok rupanya, dalam alam dunia ini seorang pun tiada sebagainya.
Syahdan lagi perkasya dan berani. Datanglah usianya baginda kepada tujuh tahun tahun Maka terlalu sekali nakal. (HSR: 149).
Di bagian tertentu yang terbatas, misalnya pada HSR XIX, watak Sri Rama digambarkan melalui dialog tokoh lain. ”jikalau dipanah tiada
membunuh dia, jika ditikam dengan senjata tiadakan membunuh Sri Rama, jika dibakar tiada hangus, jika dibuangkan ke air itu pun tiada ia mati,
jika kamu beri makan racun pun tiada ia mati” (HSR: 487-488).
Latar
Kisah Sri Rama berlatarkan kerajaan-kerajaan yang tidak secara eksplisit disebutkan di mana persisnya. Bahkan nama beberapa kerajaan tidak
disebutkan. Nama-nama kerajaan yang tersebut dalam kisah ini yaitu kerajaan Langkapuri, Inderapuranegara, Biruhsyapurwa, Mandupuranegara,
Darwatipurwa, Daryapuranegara, Lakurkatakina, Asphaboga. Berdasarkan asal usul cerita HSR, diperkirakan nama-nama kerajaan itu berasal dari
daerah India.
Di samping nama-nama kerajaan, HSR juga menyebutkan nama tempat, yaitu bukit Serandib. Lokasi persisnya tempat tersebut juga tidak jelas.
Kemungkinan juga berasal dari dari India. Selain itu disebutkan beberapa tempat lain sebagai latar khusus peristiwa, yaitu bumi, hutan, danau,
lautan, dan langit/udara (angkasa), taman dan kota. ”Maka tatkalala Catayu pun sampailah ke bumi maka ia telentang-lentang ke langit lalu
berkata, ”Ya tuhanku, pertemukan kiranya hambamu dengan Sri Rama.” (HSR: 238).
Berkenaan dengan latar waktu, dalam HSR ini tidak banyak yang bisa dikemukakan. HSR memberi kesan bahwa itu tidak merupakan faktor
dalam cerita. Kejadian-kejadian dalam cerita diurutkan tanpa suatu petunjuk kapan terjadi, mana yang yang terjadi lebih dahulu, mana yang
bersamaan, dan mana yang kemudian.
Unsur waktu yang bisa diperoleh dari kisah ini adalah waktu-waktu khusus kejadian suatu peristiwa cerita, waktu sehari-hari seperti pagi, siang,
malam. Selain itu, kalaupun ada hanyalah penjelas lamanya suatu peristiwa terjadi. Berikut adalah sebagai contohnya:
Maka dengan kodrat Allah subhana (hu) wa taala itu Nabi Adam pun diturunkan Allah taala dari dalam syorga, berapa lamanya dalam dunia.
Maka sekali peristiwa Nabi Adam alaihissalam berjalan-jalan pada waktu subuh. Maka tatkala itu Nnabi Adam pun bertemu dengan
Rawanapertapa itu, kakinya digantungnya ke atas, kepalanya ke bawah. Maka Adam bertanya, ”Hai Rawana ngapa engkau melakukan dirimu
demikian dan berapa lama sekarang?” Maka sahut Rawana, ”Ya tuhanku Nabi Allah, lama hamba sekarang baharu dua belas tahun pertapa
demikian ini.” (HSR: 4)
Perlu dikemukakan di sini bahwa rupanya bagi pengarang bilangan dua belas merupakan angka kesayangan (Ikram, 1980:22). Rawana bertapa
dua belas tahun (HSR: 3), menjadi raja di dalam negeri keindraan, di dalam bumi, di laut masing-masing selama dua belas tahun (HSR: 8-9). Sita
Dewi kawin waktu dua belas tahun (HSR: 171), ditawan Rawana dua belas tahun (HSR: 615), juga waktu dibuang selama dua belas tahun (HSR:
749).
Adapun latar sosial yang tampak dalam kisah ini adalah keadaan masyarakat di lingkungan istana kerajaan. Hal ini tampak pada status para
pelaku yang terkelompokkan atas paduka raja yang disembah dan kawula yang mengabdi.
Seluruh kawula selalu mengabdikan hidupnya bagi kepentingan sang raja sebagai tuannya.
Maka kata maharaja Bibusanam, ”Jikalau tuan hamba hendak berdatang sembah pun nanti hari siang karena Sri Rama lagi beradu. ”Maka Indrajit
(sangat) ditegur oleh maharaja Bibusanam maka Indrajit pun undur daripada tempat itu. Maka maharaja Bibusanam pun tahulah akan Indrajit.
Maka oleh maharaja Bibusanam dihunusnya senjatanya maka ia turun ke tanah mendapatkan Indrajit. Maka ditegurnya Indrajit katanya,
”Mengapatah maka tuan hamba selaku ini menghilangkannnn nama segala laki-laki? Adapun Sri Rama dan Laksmana lagi beradu. Jikalau tuan
hamba hendak bertikam marilah dengan hamba karena hamba seorang juga yuang jaga.” (HSR: 560).
Hikayat Sri Rama sebagai bagian dari sastra Melayu, menggunakan bahasa Melayu sebagai medianya. Dalam mengisahkan hikayat ini,
pengarang menggunakan bahasa seperti orang yang menceritakan sejarah. Apa yang diceritakan dan digambarkan dari tokohnya adalah apa-apa
yang teramati serta eksistensi kejiwaaan yang tersimpulkan dari prilaku para tokoh. Jadi, bahasa digunakan sebagai alat pemaparan (ekspositoris).
Bahasa yang digunakan berkesan bahasa lugas, objektif. Bukan bahasa artifisial yang dibuat-buat demi keindahan cerita. Bahkan untuk
menggambarkan watak tokoh yang luar biasa sekali pun, pengarang lebih memilih kata-kata pembanding yang terbatas.
Menurut Ikram (1980: 9), cerita Melayu, khusunya yang tertulis, tidak lepas dari sifatnya sebagai alat pengajaran. Dalam HSR hal ini tampak
pada bagian tertentu yang beberapa kali muncul, dapat dieknalnya sebagai ’Leitmotif’. ’Leitmotif’ ini merupakan perumusan dari ajaran etika
yang dikemukakan oleh cerita sebagai keseluruhan, yang terkandung dalam segenap unsur ceritanya. Untuk pertama kali ’Leitmotif’ ini muncul
dalam dialog Nabi Adam dan Rawana (HSR: 5-6). Melihat perjuangan Rawana yang begitu gigih untuk mencapai kemuliaan dan kebesaran, Nabi
Adam meluluskan permohonannya dengan memohonkan kepada Allah dengan syarat Rawana harus menjadi raja yang baik.
”Sekarang engkau dijadikan Allah taala raja kepada keempat negeri. Bukan barang-barang kebesaran kauperoleh karena itu kepada seseorang pun
belum ada demikian dianugerahkan Allah taala; baharulah kepadamu juga jikalau dapat engkau baik kerajaanmu dan ingat engkau
menghukumkan karena Allah subhanahu wa taala, karena dipinjaminya juga kerajaan itu dan berkata benar / dan jangan kaubinasakan hati
ra’yatmu dan teguh-teguh negerimu dengan kelengkapan dan segala senjatamu dan kasihi segala rakyatmu dengan hukum sebenarnya dan jangan
kaukerjakan barang yang dilarangkan Allah taala. Sekarang engkau hendaklah berjanji engkau dengan aku apabila kauperbuat pekerjaan yang
salah atau rakyatmu berbuat pekerjaan yang salah keuperkenankan dan tiada kauhukumkan dengan hukum sebenarnya dengan segala itu juga
engkau dibinasakan Allah subhanahu wa taala. Jika engkau mau berjanji demikian, maka aku mau memohonkan kehendakmu itu kepada Allah
karena segala raja-raja dunia semuhanya raja pinjaman. Jangan kamu takabur karena kerajaan kamu dan kebesaran kamu semuhanya semuhanya
pinjaman juga. Jangan kamu seperti aku inilah keluar dari dalam syorga sebab tiada menurut titah / Tuhanku dan melalui firmanNya. ... (HSR: 5-
7).
Amanat yang hampir sama dengan yang dikemukakan Nabi Adam di atas, antara lain dikemukakan pula oleh Jamumenteri ketika ia akan
diangkat menjadi raja. Pengangkatan itu ditolaknya karena ia merasa tidak dapat memenuhi persyaratan-persyaratannya (HSR: 18-19). Dari
dialog penolakannya sebagai raja, Jamumenteri mengemukakan tujuh persyaratan sebagai raja. Tidak layak menjadi raja jika seseorang tidak
memenuhi tujuh persyaratan tersebut. Jika dianalisis dan disusun kembali maka diperoleh tujuh sifat raja yang ideal, yaitu (1) kearifan, (2)
keadilan, (3) kasih, (4) sifat-sifat lahiriah yang menarik, (5) keberanian demi harga diri, (6) keahlian perang, dan (7) pertapa.
fak·ta n hal (keadaan, peristiwa) yg merupakan kenyataan; sesuatu yg benar-benar ada atau terjadi;
Fakta adalah keadaan, kejadian, atau peristiwa yang benar dan bisa
dibuktikan. Termasuk di dalamnya ucapan pendapat atau penilaian orang atas sesuatu. Dalam kode etik jurnalistik, pasal 3 ayat (30) dijelaskan
antara lain,
“…di dalam menyusun suatu berita, wartawan Indonesia harus membedakan
antara kejadian (fact) dan pendapat (opini) sehingga tidak mencampuradukkan
yang satu dengan yang lain untuk mencegah penyiaran berita-berita yang
diputarbalikkan atau dibubuhi secara tidak wajar.”
Pendapat juga disebut opini. Dikenal public opinion atau pendapat umum
dan general opinion atau anggapan umum. Opini merupakan persatuan (sintesis)
pendapat-pendapat yang banyak; sedikit banyak harus didukung orang banyak
baik setuju atau tidak setuju; ikatannya dalam bentuk perasaan/emosi; dapat
berubah; dan timbul melalui diskusi sosial.
Kata Kunci :
Opini ditandai dengankata-kata yang bersifat subyektif, misalnya sangat, semakin, dapat, mungkin. Karakteristik lainnya adalah mengandung
bentuk-bentuk kata sifat: baik, buruk, mudah, sukar; dan diawali kata menurut… (yang merupakan pernyataan seseorang )
Dalam soal, kalimat fakta dan opini biasanya dihadirkan berdampingan. Untuk fakta, carilah kalimat yang berisi hal-hal yang benar-benar terjadi
atau telah terjadi (terlihat dari data-data akurat yang diberikan ).
CONTOH SOAL 1
Gubernur Jawa Barat H. Danny Setiawan menyampaikan itu pada peringatan Hari Pahlawan yang digelar di lapangan Gedung Sate,
Jl.Diponegoro Bandung, Senin (12/11) ”Bangsa Indonesia termasuk didalamnya masyarakat Jabar, akan tetap hidup dan berdiri tegak bila
memiliki semangat nasionalisme tersebut,” katanya.
A. Menurut H.Danny Setiawan bangsa Indonesia, termasuk di dalamnya masyarakat Jabar, akan tetap hidup dan berdiri tegak bila memiliki
semangat nasionalisme.
B. Semangat kebersamaan itu diharapkan untuk diperlihatkan masyarakat dengan “hitung-hitungan“ perannya masing-masing
C. Esensi kepahlawanan bisa direfleksikan dalam setiap upaya pembangunan masyarakat di Jabar.
D. Peringatan Hari Pahlawan yang digelardi lapangan gedung Sate, Jl.Diponegoro Bandung, Senin (12/ 11).
PEMBAHASAN
Fakta adalah sesuatu yang benar-benar terjadi atau hal yang diungkapkan berdasarkan suatu bukti nyata (realita). Sesuai dengan kata kunci di
atas, kata menurut
(opsiA), kata diharapkan (opsiB), dan kata bisa (opsi C) menunjukkan sebuah opini (persepsi), bukan fakta.
Cara Cepat
Dalam opsi (D) dimuat data berupa tempat dan tanggal terjadinya sebuah peristiwa. Hal ini tentu merupakan bukti atas sesuatu yang benar-benar
telah terjadi, atau disebut sebagai fakta. Jawaban : D
CONTOH SOAL 2
Pemerintah Kabupaten Tangerang memperbaiki 42 sekolah.Dana diperoleh dari pinjaman Bank Jabar. Sepuluh sekolah di antaranya mengalami
kerusakan yang terutama parah. Hidayat selaku pimpro mengatakan bahwa kecil kemungkinan proyek tersebut gagal.
A. Pertama
B. Kedua
C. Ketiga
D. Keempat
PEMBAHASAN
Konsep dasar
Opini atau pendapat adalah hasil pemikiran yang berupa penilaian, masukan, ide, pandangan, perkiraan, atau gambaran perasaan seseorang
terhdap sesuatu masalah. Sifatnya subyektif.
Berdasarkan kata kunci di atas, kalimat opini ditandai oleh kemunculan kata mungkin
Selain itu, Hidayat mengatakan bahwa merupakan bagian kalimat yang menunjukkan opini seseorang.
Cara Cepat
Jawaban : D
Kesalahan penulisan yang berakibat nilai bahasa Indonesia mendapat di bawah nilai
standart adalah tanggung jawab pemakai. Tulisan ini hanya sebagai objek pembelajaran
teman-teman penulis dan penulis saja.
Mikael Kristya
mikael.pratama@yahoo.com