Puji syukur Saya panjatkan ke hadirat Tuhan YME, berkat rahmat dan
karunia-Nya Saya menyelesaikan makalah ini yang berjudul Peran Audit forensik
dalam Mengungkap Fraud dan Penerapannya dalam Kasus Hambalang.
Makalah ini terdiri dari 4 bab yaitu pendahuluan, kajian teori, pembahasan
kasus dan penutup dalam kajian teori. Kami memaparkan antara lain pengertian audit
forensik, Tugas auditor forensik, Peran bpk dalam audit forensik, Pelaksanaan audit
forensik, Peran penting audit forensik, Tujuan audit forensik. Perbedaan audit forensik
dan audit konvensional, Alasan diperlukannya audit forensik, serta Audit forensik
dalam membantu mewujudkan good Governance. Dan di bagian pembahasan saya
akan memaparkan penerapan audit forensik dalam kasus Hambalang.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan memenuhi kewajiban tugas
mata pelajaran Capita Selekta. Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat kami harapkan.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................ 2
BAB I................................................................................ 3
PENDAHULUAN.......................................................................4
A. Latar Belakang............................................................................... 4
B. Kronologi Kasus Hambalang Dari Tahun ke Tahun..........................5
C. Indikasi Penyimpangan.....................................................................7
B.
RUMUSAN MASALAH.......................................................9
BAB II.............................................................................11
KAJIAN TEORI........................................................................11
A. PENGERTIAN AUDIT FORENSIK.....................................................11
B. TUGAS AUDITOR FORENSIK..........................................................12
C. PERAN BPK DALAM AUDIT FORENSIK............................................13
D. PELAKSANAAN AUDIT FORENSIK..................................................14
E. PERAN PENTING AUDIT FORENSIK................................................16
F. TUJUAN AUDIT FORENSIK..............................................................17
G. PERBEDAAN AUDIT FORENSIK DAN AUDIT KONVENSIONAL..........18
H. ALASAN DIPERLUKANNYA AUDIT FORENSIK.................................19
I. AUDIT FORENSIK DALAM MEMBANTU MEWUJUDKAN GOOD
GOVERNANCE..................................................................................... 20
BAB III............................................................................22
PEMBAHASAN.......................................................................22
1. Kasus Hambalang.........................................................................22
2. Hasil Audit Forensik Kasus Hambalang.........................................25
3.Permasalahan..................................................................................28
BAB III............................................................................32
PENUTUP..............................................................................32
A. KESIMPULAN.................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA............................................................33
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindak kecurangan di pemerintahan di Indonesia sudah mencapai tingkat yang
memprihatinkan. Bila kita sering membaca surat kabar atau melihat televisi, maka
kita akan disuguhi banyak berita tentang kasus-kasus fraud yang telah melibatkan
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, baik dijajaran lembaga legislatif,
3
Tahun 2009
Diajukan anggaran pembangunan dan mendapat alokasi sebesar Rp 125 miliar, tapi
tidak dapat dicairkan (dibintangi) karena surat tanah Hambalang belum selesai.
Tahun 2010
Pada tanggal 6 Januari 2010 diterbitkan surat Keputusan Kepala BPN RI Nomor 1/
HP/ BPN RI/2010, tentang Pemberian Hak Pakai atas nama Kemenpora atas tanah di
Kabupaten Bogor- Jawa Barat dan berdasarkan Surat Keputusan tersebut, kemudian
pada tanggal 20 Januari diterbitkan sertifikat hak pakai nomor 60 atas nama
Kemenpora dengan luas tanah 312.448 m2. Lalu pada 30 Desember 2010 keluar izin
pendirian bangunan.
Lalu pada 2010 juga ada perubahan lagi yakni penambahan fasilitas sarana dan
prasarana antara lain bangunan sport sains, asrama atlet senior, lapangan menembak,
ekstrem sport, panggung terbuka dan volley pasir dengan dibutuhkan anggaran Rp
1,75 triliun.
Lalu sejak 2009-2010 sudah dikeluarkan anggaran total Rp 675 miliar. Lalu 6
Desember 2010 keluar surat kontrak tahun jamak dari Kemenkeu untuk pembangunan
proyek sebesar Rp 1,75 triliun dan pengajuan pembelian alat- alat membengkak
menjadi Rp 2,5 Triliun.
Tahun 2012
31 Desember 2012 pekerjaan direncanakan selesai. Lalu penerimaan siswa baru
direncanakan pada 2013-2014.
C. Indikasi Penyimpangan
2. Dalam proses
B.
RUMUSAN MASALAH
10
BAB II
KAJIAN TEORI
untuk
membandingkan
kesesuaian
antara
kondisi
dan
kriteria.
Sementara forensik adalah segala hal yang bisa diperdebatkan di muka hukum /
pengadilan.
Dengan
didefinisikan
sebagai
tindakan
Charterji
(2009) Audit
forensik
(forensic
auditing)
dapat
didefinisikan sebagai aplikasi keahlian mengaudit atas suatu keadaan yang memiliki
konsekuensi hukum. Audit forensik umumnya digunakan untuk melakukan pekerjaan
investigasi secara luas. Pekerjaan tersebut meliputi suatu investigasi atas urusan
keuangan suatu entitas dan sering dihubungkan dengan investigasi terhadap tindak
kecurangan (fraud), oleh karena itu audit forensik sering juga diartikan sebagai audit
investigasi.
Di Indonesia lembaga yang berhak untuk melakukan auditforensik adalah
auditor
BPK,
BPKP, dan
KPK
yang
memiliki
sertifikat Certified
Fraud
Examiners (CFE).
11
12
dengan
menerapkan
Audit Forensik
atau
sebagian
orang
13
BLBI, sedangkan kasus aliran Dana Bank Indonesia lebih heboh lagi karena
hasilaudit investigasi BPK menunjukkan aliran dana Bank Indonesia sebesar Rp127,5
Milyar ke Pejabat Bank Indonesia, Anggota DPR termasuk diantaranya sudah menjadi
Menteri Negara, kasus ini mencuat tajam sehingga Mantan Gubernur BI dan beberapa
pejabat yang terkait harus mendekam diterali besi ditemani koleganya para anggota
DPR yang menerima aliran dana tersebut, hal yang patut ditunggu adalah kelanjutan
hasil pengadilan yang menentukan siapa saja yang terlibat didalamnya.
fraud
telah
dilakukan,
siapa
pelakunya
dan
juga
termasuk
mengkuantifikasi kerugian finansial yang diderita oleh klien dan mengumpulkan bukti
yang akan digunakan di pengadilan.
Memberi saran untuk pencegahan terulangnya fraud.
Mempertimbangkan cara terbaik mendapatkan bukti.
Menggunakan teknik audit berbantuan computer, bila diperlukan.
Langkah III: Mengumpulkan Bukti
Dalam rangka mengumpulkan bukti yang lengkap, auditor (investigator) harus
memahami jenis fraud dan bagaimana kecurangan tersebut telah dilakukan. Buktibukti yang dikumpulkan harus memadai untuk membuktikan identitas pelakunya,
mekanisme pelaksanaan fraud, dan jumlah kerugian finansial yang diderita. Hal
penting yang harus dipikirkan adalah bahwa tim auditor memiliki keahlian di dalam
mengumpulkan bukti yang akan digunakan dalam kasus persidangan, dan menjaga
rantai pengamanan bukti-bukti hingga dikemukakan dalam persidangan. Jika ada
bukti yang belum dapat disimpulkan atau ada kejanggalan dalam rantai prosesnya,
maka bukti tersebut mungkin akan dimentahkan dalam persidangan, atau bahkan bisa
menjadi bukti yang melemahkan. Auditor juga harus diperingatkan bahwa
kemungkinan bukti-bukti akan diselewengkan (falsified), dirusak atau dihancurkan
oleh tersangka.
Bukti dapat dikumpulkan dengan menggunakan berbagai teknik, seperti:
Menguji pengendalian guna mendapatkan bukti adanya kelemahan (kemungkinan
adanya kecurangan);
15
Simpulan, yaitu berisi kesimpulan atas audit yang telah dilakukan. Biasanya
mencakup sebab fraud, kondisi fraud, serta penjelasan detail mengenai fraud tersebut.
2)
Investigasi kriminal.
3)
4)
5)
Perselisihan pernikahan.
17
18
19
kelebihan
investigasi
lainnya adalah independen, jauh dari kecurangan dan teliti karena setiap laporan
keuangan yang masuk dihitung dan diperiksa hingga detail oleh auditor yang
kompeten. Sehingga apabila ditemukan indikasi fraud atau penyimpangan termasuk
korpusi dapat dideteksi bahkan dicegah. Menurutnya, Audit forensik adalah alat
20
pengontrol dan investigasi setiap kegiatan keuangan pemerintah pusat dan daerah
sehingga dapat diketahui hasil bahkan pelanggarannya. Dengan itu, dapat mencegah
tindakan pidana yang mungkin terjadi serta mewujudkan pemerintah yang baik serta
profesional.
Prof Dr Margareth Gfrerer juga menyebutkan bahwa audit forensik dapat
dilakukan dengan sistem pengendalian internal terutama melalui penerapan
manajemen resiko. Sistem pengendalian tersebut dapat berjalan apabila didukung
kebijakan dari bawah hingga atas dengan skema prosesauditing, evaluasi, monitoring,
dan pelaporan. Dengan penerapan sistem seperti itu akan meminimalisasi timbulnya
resiko seperti, pelanggaran dan kasus korupsi yang terjadi sehingga mewujudkan
upaya good governance yang berlandaskan transparansi dan akuntabilitas.
21
BAB III
PEMBAHASAN
Kasus Hambalang
Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional
22
23
bagaimana ceritanya berubah menjadi sport center," kata Adhyaksa saat berbincang
dengan VIVAnews.
Nilai proyek ini kemudian melejit hingga Rp2,5 triliun saat Kemenpora
dipimpin oleh Menteri Andi Mallarangeng. Hal tersebut terungkap dalam audit
Hambalang, bahwa pada tanggal 8 Februari 2010 dalam Raker antara Kemenpora
dengan Komisi X, Menpora menyampaikan rencana Lanjutan Pembangunan tahap I
P3SON di Bukit Hambalang Rp625.000.000.000. Permintaan itu diajukan karena
dalam DIPA Kemenpora TA 2010 baru tersedia Rp125 miliar. Menpora Andi
Mallarangeng juga menyampaikan bahwa usulan tersebut merupakan bagian rencana
pembangunan P3SON Bukit Hambalang Sentul yang secara keseluruhan memerlukan
dana sebesar Rp2,5 triliun.
Andi Mallarangeng pun menghormati hasil audit BPK atas proyek Hambalang
tersebut. Bahkan dirinya mendukung perlu adanya pihak yang bertanggung jawab jika
memang ditemukan adanya penyimpangan. "Sebagai menteri tentu saya menjalankan
tugas sebaik-baiknya termasuk dalam hal pengawasan," kata Andi.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo menyebut total
kerugian negara akibat Proyek Hambalang sebesar Rp463,67 miliar. Hal itu
disampaikan dalam paparan laporan hasil audit Hambalang Jilid II di ruang pimpinan
DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (23/8). "BPK menyimpulkan ada indikasi kerugian
negara sebesar Rp463,67 miliar akibat adanya indikasi penyimpaangan dan
penyalahgunaan wewenang wewenang yang mengandung unsur-unsur pidana yang
dilakukan pihak-pihak terkait dalam pembangunan P3SON Hambalang," paparnya.
Pelanggaraan tersebut terletak pada beberapa tahapan. Pertama, proses
pengurusan hak atas tanah. Kedua, proses pengurusan izin pembangunan. "Ketiga,
proses pelelangan. Keempat, proses persetujuan RKA-KL dan persetujuan Kontrak
24
2.
sejumlah hasil audit terhadap kasus Hambalang ke DPR. Menurutnya laporan audit
investigasi kasus Hambalang dilakukan dua tahap. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)
kasus Hambalang tahap I dilakukan pada 30 Oktober 2012.
Hasilnya telah disampaikan ke DPR. Dalam LHP tahap I, BPK menyimpulkan
ada
indikasi
penyimpangan
terhadap
peraturan
perundang-undangan
atau
25
Artinya, LHP tahap I dan II merupakan satu satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan.
Keduanya
secara
komprehensif
menyajikan
berbagai
dugaan
2)
3)
Bahwa pihak Kemenpora selaku pemilik proyek tidak pernah melakukan studi
amdal maupun menyusun DELH (Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup) terhadap
proyek pembangunan P3 SON Hambalang sebagaimana yang diamanatkan UU
Lingkungan Hidup. Persyaratan adanya studi amdal terlebih dahulu sebelum
26
mengajukan izin lokasi, site plan, dan IMB kepada Pemkab Bogor tidak pernah
dipenuhi oleh Kemenpora.
Terkait dengan persetujuan RAK K/L dan persetujuan tahun jamak, BPK juga
menemukan adanya pencabutan Peraturan Menteri Keuangan No 56/2010 yang
diganti dengan Peraturan Menteri Keuangan No 194/2011 tentang Tata Cara
Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak dalam Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.
Peraturan Menteri Keuangan No 194/2011 patut diduga bertentangan dengan
Pasal 14 UU No 1/2004. Peraturan tersebut diduga untuk melegalisasi dugaan
penyimpangan
yang
56/2010,mengindikasikan
telah
adanya
terjadi.
Pencabutan
pembenaran
atas
Permenkeu
No
ketidakbenaran
atau
27
persyaratan sebagai mana yang ditetapkan dalam peraturan yang berlaku. Sehingga
sudah seharusnya permohonan tersebut ditolak.
3.Permasalahan
Pada pengelolaan keuangan negara yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, dari hasil laporan
BPK menunjukkan dari semua tahapan tersebut terdapat indikasi
penyimpangan baik yang secara langsung maupun tidak langsung berindikasi
pada kerugian negara, yaitu :
Adanya pengajuan permohonan, maupun penandatanganan persetujuan
yang tidak dilakukan oleh pejabat yang berwenang. Sesuai dengan UU No. 17
Tahun 2003 pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa Keuangan Negara dikelola secara
tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif,
transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan. Juga pada pasal 3 ayat 4 disebutkan bahwa APBN/APBD
mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan
stabilisasi. Yang seharusnya fungsi otorisasi itu dijalankan oleh pejabat yang
berwenang dalam hal ini adalah Menteri/Pimpinan Lembaga selaku pengguna
anggaran sebagaimana disebutkan pada pasal 9 yang berbunyi Menteri /pimpinan
lembaga
sebagai
Pengguna
Anggaran/Pengguna
Barang
kementerian
28
29
kelengkapan dan kebenaran tagihan sesuai tugasnya. SPM itu bersama dengan
surat Pertanggungjawaban Belanja dari WM selaku Ses Kemenpora diajukan ke
KPPN untuk penerbitan SP2D. Hal tersebut tidak sesuai dengan UU No. 1 Tahun
2004 Pasal 4 ayat 1 huruf f yang menyebutkan bahwa Menteri/pimpinan lembaga
selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang
dipimpinnya, berwenang: menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian
dan perintah pembayaran.
Kerugian negara disebabkan antara lain perubahan Peraturan Menteri
Keuangan No. 56/PMK.02/2010 menjadi PMK no. 194/PMK.02/2011 tentang
Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak Dalam Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah. PMK baru tersebut mengubah makna substansi
dalam proses persetujuan kontrak tahun jamak. Akibatnya, anggaran dana proyek
Hambalang yang awalnya ratusan miliar menjadi triliunan rupiah. Pada PMK No.
56/PMK.02/2010 ada pesyaratan wajib mendapatkan rekomendasi dari instansi
teknis terkait dengan kelayakan atass kontrak tahun jamak. Namun persyaratan itu
tidak ada lagi dalam PMK no. 194/PMK.02/2011. Selain itu untuk mendapatkan
kontrak tahun jamak semestinya setelah mendapat persetujuan dari DPR. PMK no.
194/PMK.02/2011 bertentangan dengan Pasal 14 UU No. 1 Tahun 2004 dan
berpotensi melegalisasi penyimpangan untuk kasus Hambalang dalam tahun-tahun
berikutnya.
Selain itu penyimpangan tersebut, yang berakibat indikasi kerugian keuangan
negara, juga merupakan pelanggaran terhadap UU No. 17 Tahun 2003 Pasal 34
ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 35 Ayat (1).
Pasal yang diberikan terkait hukuman yang diterima pelaku:
30
31
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Audit forensik dapat didefinisikan sebagai aplikasi keahlian mengaudit atas
suatu keadaan yang memiliki konsekuensi hukum. Tujuan dari audit forensik adalah
mendeteksi atau mencegah berbagai jenis kecurangan. Salah satu pendekatan yang
bisa diambil dalam upaya pemberantasan korupsi adalah dengan menerapkan
Audit Forensik. Audit forensik mampu menekan kasus kriminal yang berkaitan
dengan keuangan di Indonesia seperti korupsi, pencucian uang, transaksi ilegal dan
sebagainya. Terlebih kasus tersebut sering terjadi di lingkungan pemerintahan
sehingga menghambat pemerintah baik pusat maupun daerah untuk mewujudkan
pemerintahan yang baik.
Dalam kasus Hambalang Audit Forensik dibutuhkan untuk mengungkap
kecurangan yang terjadi dalam kasus tersebut. Hal tersebut juga penting untuk
pengembangan kasus dugaan korupsi Hambalang yang tengah ramai dibicarakan saat
ini.
DAFTAR PUSTAKA
32
Diakses
Panji.
(2012,
24
April).
Gambaran
Umum
Audit
Forensik.
33
Tuanakotta,
Theodorus
M.
2007.
Seri
34