Anda di halaman 1dari 4

228P-BSNK-15-2-013

Analisis Penyebab Perbedaan Warna Pada Rijang


Kris Satria Nababan1
21100114120034
nababan_kris@ymail.com
1

Teknik Geologi Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Sari
Rijang merupakan batuan endapan silikat kriptokristalin dengan permukaan yang licin (glassy). Batuan ini sering juga disebut dengan
istilah chert. Rijang umumnya terbentuk di lautan dalam. Perlapisan rijang tersusun oleh sisa organisme penghasil silika seperti Diatom dan
Radiolaria. Endapan dari sisa organisme tersebut akan membentuk rijang. Rijang dapat ditemukan dalam berbagai warna. Umumnya rijang
berwarna hitam, putih dan merah. Perbedaan warna tersebut terjadi karena adanya faktor yang mengontrolnya. Adapun salah satu faktor
pengontrolnya ialah jenis organismenya.
Kata kunci : Batuan Sedimen Silika; Rijang

Pendahuluan
Rijang dikenal juga dengan sebutan chert merupakan
nama batuan golongan silika yang paling umum ditemukan.
Batuan jenis ini tidak banyak ditemukan serta
penyebarannya hanya pada tempat-tempat tertentu. Adapun
jumlah dari rijang (chert) ini hanya sekitar 1% dari seluruh
batuan sedimen yang menyusun kerak bumi ini. Batuan ini
menjadi marker atau penanda stratigrafi yang berumur
sangat tua antara prekambrian hingga kuarter. Rijang
(chert) umumnya ditemukan dalam bermacam-macam
warna. Adapun rijang terdiri dari tiga warna yaitu rijang
berwarna hitam, rijang berwarna putih serta rijang
berwarna merah. Perbedaan warna pada tubuh permukaan
rijang tersebut diakibatkan adanya beberapa faktor
pengontrol. Salah satu faktor pengontrol tersebut berupa
jenis organisme asal dari pembentukan rijang tersebut serta
faktor pengotor dari batuan tersebut.
Latar belakang dikarenakan adanya penemuan rijang
dengan berbagai macam warna pada permukaannya batuan
tersebut.
Tujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
menyebabkan terjadinya perbedaan warna pada tubuh
batuan rijang.
Tinjauan Pustaka
Rijang (Chert) adalah batuan endapan silikat
kriptokristalin dengan permukaan yang licin (glassy).
Rijang biasanya sering di sebut sebagai batu api oleh
orang-orang awam. Rijang dikenal juga dengan sebutan
chert merupakan nama batuan golongan silika yang paling
umum ditemukan. Batuan jenis ini tidak banyak ditemukan
serta penyebarannya hanya pada tempat-tempat tertentu.
Adapun jumlah dari rijang (chert) ini hanya sekitar 1% dari
seluruh batuan sedimen yang menyusun kerak bumi ini.
Batuan ini menjadi marker atau penanda stratigrafi yang
berumur sangat tua antara prekambrian hingga kuarter.

Umumnya rijang (chert) sendiri terbentuk pada


lingkungan laut dalam dan berasosiasi dengan endapanendapan pelagic serta turbidite. Rijang (chert) juga
ditemukan disekitar ophiolite serta daerah subduksi
membentuk sequens yang cukup tebal. Selain membentuk
bedding, chert juga dapat berbentuk seperti nodule pada
batugamping dilingkungan laut dangkal sebagai proses
replacement dari karbonat yang mengalami diagenesis (e.g.
Ledesma-Vzquez et al., 1997).
Sebagai batuan yang terendapkan sejak precambrian
batuan silikaan ini biasanya berasosiasi dengan mineralmineral ekonomis lainnya seperti endapan bijih besi,
endapan uranium, endapan mangan, dan endapan phospor.
Beberapa cebakan minyak juga sering kali berasosiasi
dengan endapan silika dimana memiliki potensi sebagai
source rock dan memungkinkan juga sebagai reservoir rock
karena porositas sekundernya.
Komposisi chert didominasi oleh SiO2 tetapi dapat pula
mengandung mineral minor Al, Fe, Mn, Ca, Na, K, Mg, Ni,
Cu, Ti, Sr dan Ba. Persentase SiO2 pada rijang (chert)
sendiri umumnya mencapai 99% pada chert murni
misalnya Arkansas Novaculite (Cressman, 1962) sementara
pada cherta yang berbentuk nodule, persentasenya hanya
sekitar 65%. Jones and Murchey, 1986 beranggapan bahwa
senyawa kimia pada chert berasal dari empat (4) proses
diantaranya biogenic, detrital, hydrogenous (precipitated or
absorbed from seawater), hydrothermal. Senyawa Si dan
Ca dapat terbentuk oleh pengendapan organisme silika, Al,
Ti, Ca, Mg, K dan Na dihasilkan oleh rombakan atau
detrital, K dan Mg juga dihasilkan oleh daerah vulkanik
aktif seperti back arc basin dan seamount. Unsur Fe, Mn,
Ni dan Cu terbentuk pada proses hydrothermal akibat aliran
panas seperti pada daerah oceanic spreading.
Rijang umumnya terbentuk dari organisme radiolaria
maupun diatom. Organisme radiolaria merupakan amoeba
yang memiliki rangka dalam yang rumit, biasanya dengan
inti yang membagi sel kedalam dan luar, Radiolaria
ditemukan sebagai zooplankton dilautan dan kerangka yang
tersisa menyebar dalam jumlah yang besar sebagai

radiolaria ooze. Oleh karena waktu hidup yang singkat,


radiolaria menjadi fosil penciri dari masa kambrium.
Contoh fosilnya adalah Actinomma, Heliosphaera dan
Hexadoridium. Sedangkan diatom merupakan organisme
sejenis alga dengan karakteristik tenggelam jika mati.
Metodologi
Pada penulisan paper ini , metode yang dipergunakan
oleh penulis adalah metode dengan berdasarkan studi
pustaka melalui media cetak berupa buku serta melalui
media sosial seperti mengunjungi link-link yang ada di
internet.
Pembahasan
Rijang merupakan nama batuan golongan silika yang
paling umum ditemukan. Batuan jenis ini tidak banyak
ditemukan serta penyebarannya hanya pada tempat-tempat
tertentu. Adapun jumlah dari rijang (chert) ini hanya sekitar
1% dari seluruh batuan sedimen yang menyusun kerak
bumi ini. Batuan ini menjadi marker atau penanda
stratigrafi yang berumur sangat tua antara prekambrian
hingga kuarter. Umumnya rijang (chert) sendiri terbentuk
pada lingkungan laut dalam dan berasosiasi dengan
endapan-endapan pelagic serta turbidite. Rijang (chert) juga
ditemukan disekitar ophiolite serta daerah subduksi
membentuk sequens yang cukup tebal.
Perlapisan rijang tersusun oleh sisa organisme penghasil
silika seperti Diatom dan Radiolaria. Endapan tersebut
dihasilkan dari hasil pemadatan dan rekristalisasi dari
lumpur silika organik yang terakumulasi pada lautan yang
dalam. Saat organisme tersebut mati cangkang mereka di
endapkan perlahan di dasar laut dalam yang kemudian
mengalami akumulasi yang masih saling lepas. Beberapa
perlapisan rijang belum tentu berasal dari bahan organik,
bisa saja berasal dari presipitasi silika yang berasal dari
dapur magma yang sama pada basaltik bawah laut (lava
bantal) yang mengalami presipitasi bersama dengan
perlapisan rijang.
Lumpur tersebut bersama-sama terkumpul di bawah
zona-zona plangktonik radiolaria dan diatom saat hidup di
permukaan air laut dengan suhu yang hangat. Materialmaterial tersebut diendapkan jauh dari busur daratan hingga
area dasar samudra, saat suplai sedimen terrigenius rendah,
dan pada bagan terdalam dari dataran abissal terdapat batas
ini dinamakan Carbonate Compensation Depth (CCD),
dimana akumulasi material-material carcareous tidak dapat
terbentuk.
Hal ini dikarenakan salah satu sifat air adalah air dingin
akan mengikat lebih banyak CO2 dibanding dengan air
hangat. Di laut, terdapat satu batas yang jelas dimana
kandungan CO2 di bawah lebih tinggi. Dibawah batas
tersebut, kandungan CO2 sangat tinggi akibatnya organisme
yang mengandung karbonat akan larut di CCD sehingga
tidak akan mengendap karena tidak akan pernah ke dasar
laut. Carbonate Compensation Depth ini terletak sekitar
kedalaman 2500 meter atau 2,5 kilometer di bawah
permukaan laut. Diatas Carbonate Compensation Depht,

sekitar 2000 meter, terdapat suatu daerah yang di sebut


lysoclyne.
Disini, sebagian karbonat sudah mulai larut sebagian.
Beberapa perlapisan rijang belum tentu berasal dari bahan
organik. Bisa saja berasal dari presipita silika yang berasal
dari dapur magma pada basaltik bawah laut (lava bantal)
yang mengalami presipitasi bersamaan dengan perlapisan
rijang.
Secara umum dianggap bahwa batuan ini terbentuk
sebagai hasil perubahan kimiawi pada pembentukan batuan
endapan erkompresi, pada proses diagenesis. Ada teori
yang mengatakan bahwa bahan serupa geliatin yang
mengisi rongga sedimen, misalnya lubang ayang di gali
oleh mollusca, yang kemudian akan berubah menjadi
silikat. Teori ini dapat menjelaskan bentuk kompleks yang
di temukan pada rijang.
Dari proses pembentukan tersebut maka akan
menghasilkan rijang. Adapun rijang yang dihasilkan pada
proses tersebut bermacam-macam apabila dilihat dari segi
warnanya. Rijang (chert) yang terbentuk dapat berupa
warna merah, putih maupun berwarna hitam. Perbedaan
warna tersebut terjadi dikarenakan adanya faktor
pengontrol pada proses pembentukannya. Adapun faktor
pengontrol tersebut yakni jenis organisme pembentuknya
serta pengotor yang terdapat pada saat proses pembentukan
rijang itu sendiri. Untuk rijang (chert) berwarna merah
dapat terbentuk dikarenakan jenis organisme yang berperan
dalam proses pembentuknya ialah organisme radiolaria
dimana organisme ini banyak mengandung silika. Pada saat
organisme ini mati dan mengalami pengendapan pada
tempatnya maka hasil endapannya ini akan membentuk
rijang dengan warna merah.
Sementara itu, untuk rijang berwarna putih terbentuk
dikarenakan jenis organisme pembentuknya ialah
organisme diatom yang kaya akan kandungan silika,
dimana ketika diatom mati dan terendapkan maka akan
menghasilkan rijang (chert) dengan warna pada tubuh
batuan tersebut putih.
Berbeda dengan rijang berwarna merah dan rijang
berwarna putih. Rijang (chert) berwarna hitam terbentuk
bukan karena pengaruh dari jenis organisme pembentuknya
melainkan rijang (chert) ini terbentuk karena adanya faktor
pengotor dari luar dimana ketika proses pembentukan
batuan ini terbentuk terjadi pencampuran atau terdapat
zat/unsur pengotor yang berasal dari lingkungan sekitar
pengendapan. Adapun unsur pengotor yang umumnya
terdapat yaitu berupa unsur besi (Fe) maupun unsur karbon
(C) dan zat pengotor lainnya.
Kesimpulan
Rijang (chert) merupakan batuan endapan silikat
kriptokristalin dengan permukaan yang licin (glassy).
Rijang terbentuk dari hasil pengendapan organisme diatom
maupun radiolaria yang merupakan organisme yang kaya
akan kandungan silika. Adapun proses pengendapan ini
terjadi pada dasar laut dalam dimana lebih tepatnya berada
pada daerah dibawah batas CCD. Pada proses pengendapan
tersebut akan menghasilkan rijang (chert) dengan tipe yang

berbeda-beda. Adapun tipe rijang yang terbentuk yaitu


rijang dengan tipe berwarna merah dimana batuan ini
terbentuk dari proses pengendapan jenis organisme
radiolaria, rijang dengan tipe warna putih dimana batuan ini
terbentuk dari hasil endapan jenis organisme diatom yang
kaya akan silika serta rijang dengan tipe berwarna hitam
dimana batuan ini terbentuk karena adanya pengaruh dari
zat atau unsur pengotor yang berasal dari luar disekitar
daerah pengendapan.
Referensi
Tim Asisten Petrologi 2015.2015.Buku Panduan Praktikum Petrologi.
Semarang:Teknik Geologi Universitas Diponegoro
http://www. rijangwp.blogspot.com/ (diakses pada Senin 18 Mei 2015,
pukul 05.00 WIB)
http://www.scribd.com/doc/147701255/Rijang-Dan-Pembentukannya
(diakses pada Senin 18 Mei 2015, pukul 05.10 WIB)

Lampiran

Gambar 1. Rijang Merah

Gambar 2. Rijang Putih

Gambar 3. Rijang Hitam

Anda mungkin juga menyukai