Anda di halaman 1dari 39

PENDAHULUAN

Selain pemeriksaan pendengaran klasik yang hanya membutuhkan sebuah


garpu tala, kini semakin banyak digunakan metode pemeriksaan pendengaran yang
lebih presisi dalam pemeriksaan klinis telinga hidung tenggorokan(THT). Metode
tersebut dinamakan sebagai audiometri dan dibedakan menjadi pemeriksaan subjektif
yang hanya dapat dilaksanakan dengan kerja sama pasien dan pemeriksaan objektif
yang dapat dilakukan sekalipun pada anak kecil.1
Brain Evoked Response Audiometry atau BERA merupakan alat yang bisa
digunakan untuk mendeteksi dini adanya gangguan pendengaran, bahkan sejak
bayi baru saja dilahirkan. Istilah lain yang sering digunakan yakni Brainstem
Auditory Evoked Potential (BAEP) atau Brainstem Auditory Evoked Response
Audiometry (BAER). Alat ini efektif untuk mengevaluasi saluran atau organ
pendengaran mulai dari perifer sampai batang otak.2
Penggunaan tes BERA dalam bidang ilmu audiologi dan neurologi sangat
besar
manfaatnya dan mempunyai nilai obyektifitas yang tinggi bila dibandingkan dengan
pemeriksaan audiologi konvensional. Penggunaannya yang mudah, tidak invasif,
dan dapat dilakukan pada pasien koma sekalipun menyebabkan pemeriksaan BERA
ini dapat digunakan secara luas.3
Tes BERA dapat menilai fungsi pendengaran bayi atau anak yang
tidak kooperatif. Yang tidak dapat diperiksa dengan cara konvensional. Berbeda
dengan audiometri, alat ini bisa digunakan pada pasien yang kooperatif maupun nonkooperatif seperti pada anak baru lahir, anak kecil, pasien yang sedang mengalami
koma maupun stroke, tidak membutuhkan jawaban atau respons dari pasien seperti

pada audiometri karena pasien harus menekan tombol jika mendengar stimulus suara.
Alat ini juga tidak membutuhkan ruangan kedap suara khusus.2, 3
PEMBAHASAN

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI PENDENGARAN


1.

ANATOMI TELINGA
Telinga terdiri atas tiga bagian yaitu: telinga bagian luar, telinga bagian
tengah, dan telinga bagian dalam.4

Gambar 1. Anatomi telinga

1.1 TELINGA LUAR


Telinga luar terdiri atas auricula dan meatus akustikus eksternus. Auricula
mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpulkan getaran udara, auricula
terdiri atas lempeng tulang rawan elastis tipis yang ditutupi kulit. Auricula juga
mempunyai otot intrinsik dan ekstrinsik, yang keduanyadipersarafi oleh nervus
facialis.

Auricula atau lebih dikenal dengan daun telinga membentuk suatu bentuk
unik yang terdiri dari antihelix yang membentuk huruf Y, dengan bagian crux
superior di sebelah kiri dari fossa triangularis, crux inferior padasebelah kanan dari
fossa triangularis, antitragus yang berada di bawah tragus,sulcus auricularis yang
merupakan sebuah struktur depresif di belakang telinga di dekat kepala, concha
berada di dekat saluran pendengaran, angulus conchalis yang merupakan sudut di
belakang concha dengan sisi kepala,crus helix yang berada di atas tragus, cymba
concha merupakan ujung terdekat dari concha, meatus akustikus eksternus yang
merupakan pintu masuk dari saluran pendengaran, fossa triangularis yang
merupakan struktur depresif didekat anthelix, helix yang merupakan bagian terluar
dari daun telinga, incisura anterior yang berada di antara tragus dan antitragus, serta
lobus yang berada dibagian paling bawah dari daun telinga, dan tragus yang berada
di depan meatus akustikus eksternus.4

Gambar 2 Telinga Luar. Bagian bagian Auricula.5


Yang kedua adalah meatus akustikus eksternus atau dikenal juga dengan liang
telinga luar. Meatus akustikus eksternus merupakan sebuah tabung berkelok yang
menghubungkan aurikula dengan membrane timpani. Pada orang dewasa panjangnya
lebih kurang 1 inchi atau kurang lebih 2,5 cm, dan dapat diluruskan untuk

memasukkan otoskop dengan cara menarik auricula ke atas dan belakang. Pada anak
kecil auricula ditarik lurus kebelakang, atau ke bawah dan belakang. Bagian meatus
yang paling sempit adalah kira-kira 5 mm dari membran timpani.
Rangka sepertiga bagian luar meatus adalah kartilago elastis, dan 2/3 bagian
dalam adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng timpani. Meatus dilapisi oleh kulit,
dan sepertiga luarnya mempunyai rambut, kelenjar sebasea, dan glandula seruminosa.
Glandula seruminosa ini adalah modifikasi kelenjar keringat yang menghasilkan
sekret lilin berwarna coklat kekuningan. Rambut dan lilin ini merupakan barier yang
lengket, untuk mencegah masuknya benda asing.4
1.2. TELINGA TENGAH
Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis
temporalis
yang dilapisi oleh membran mukosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran
yang berfungsi meneruskan getaran membran timpani (gendang telinga) ke
perilympha telinga dalam. Cavum timpani berbentuk celah sempit yang miring,
dengan sumbu panjang terletak lebih kurang sejajar dengan bidang membran timpani.
Di depan, ruang ini berhubungan dengan nasopharing melalui tuba auditivae dan di
belakang dengan antrum mastoid.

Gambar 3. Telinga tengah.

Telinga

tengah

mempunyai

atap,

lantai,

dinding

anterior,

dinding

posterior, dinding lateral, dan dinding medial. Atap dibentuk oleh lempeng tipis
tulang, yang disebut tegmen timpani, yang merupakan bagian dari pars petrosa
ossis temporalis. Lempeng ini memisahkan kavum timpani dan menings dan
lobus temporalis otak di dalam fossa kranii media. Lantai dibentuk di bawah oleh
lempeng tipis tulang, yang mungkin tidak lengkap dan mungkin sebagian diganti
oleh jaringan fibrosa. Lempeng ini memisahkan kavum timpani dari bulbus
superior vena jugularis interna. Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh
lempeng tipis tulang yang memisahkan kavum timpani dari arteri carotis interna.
Pada bagian atas dinding anterior terdapat muara dari dua buah saluran. Saluran
yang lebih besar dan terletak lebih bawah menuju tuba auditiva, dan yang terletak
lebih atas dan lebih kecil masuk ke dalam saluran untuk muskulus tensor tympani.
Septum tulang tipis yang memisahkan saluran-saluran ini diperpanjang ke
belakang pada dinding medial, yang akan membentuk tonjolan mirip selat. Di
bagian atas dinding posterior terdapat sebuah lubang besar yang tidak beraturan,
yaitu auditus antrum. Di bawah ini terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut,
sempit, kecil, disebut pyramis. Dari puncak pyramis ini keluar tendo muskulus
stapedius. Sebagian besar dinding lateral dibentuk oleh membran timpani.4

Tulang Pendengaran
Di bagian dalam rongga ini terdapat 3 jenis tulang pendengaran yaitu :
tulang malleus, inkus, dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak
tanpa rongga sum-sum tulang.
Malleus adalah tulang pendengaran terbesar, dan terdiri : atas
caput,collum, processus longum atau manubrium, sebuah processus anterior dan
processus lateral. Caput mallei berbentuk bulat dan bersendi diposterior dengan

incus. Collum mallei adalah bagian sempit di bawah caput. Manubrium mallei
berjalan ke bawah dan belakang dan melekat dengan erat pada permukaan medial
membran timpani. Manubrium ini dapat dilihat melalui membran timpani pada
pemeriksaan dengan otoskop. Processus anterior adalah tonjolan tulang kecil
yang
dihubungkan dengan dinding anterior cavum timpani oleh sebuah ligamen.
Processus lateralis menonjol ke lateral dan melekat pada plica mallearis anterior
dan posterior membran timpani.3
Incus mempunyai corpus yang besar dan dua crus. Corpus incudis
berbentuk
bulat dan bersendi di anterior dengan caput mallei. Crus longum berjalan ke
bawah di belakang dan sejajar dengan manubrium mallei. Ujung bawahnya
melengkung ke medial dan bersendi dengan caput stapedis. Bayangan pada
membrane tympani kadang- kadang dapat dilihat pada pemeriksaan dengan
otoskop. Crus breve menonjol ke belakang dan dilekatkan pada dinding posterior
cavum tympani oleh sebuah ligamen.
Stapes mempunyai caput, collum, dua lengan, dan sebuah basis. Caput
stapedis kecil dan bersendi dengan crus longum incudis. Collum berukuran
sempit dan merupakan tempat insersio muskulus stapedius. Kedua lengan
berjalan
divergen dari collum dan melekat pada basis yang lonjong. Pinggir basis
dilekatkan pada pinggir fenestra vestibuli oleh sebuah cincin fibrosa, yang
disebut ligamentum annulare.4

Gambar 4 Tulang Pendengaran : Malleus, Incus, Stapes.

Otot Telinga Tengah


Terdapat 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran.
Otot tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya
berjalan
mula-mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang
kecil untuk melintasi rongga timpani dari dinding medial ke lateral
untuk berinsersi ke dalam gagang maleus. Tendo otot stapedius berjalan dari
tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior
untuk berinsersi ke dalam leher stapes. Otot-otot ini berfungsi protektif dengan
cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi.4

Gambar 5. Musculus Tensor Timpani dan Muskulus Stapeideus.3


1.2.1. MEMBRAN TIMPANI
Membran

timpani adalah membrana fibrosa tipis yang berwarna kelabu

mutiara. Membran ini terletak miring, menghadap ke bawah, depan, dan lateral.
Permukaannya konkaf ke lateral. Pada dasar cekungannya terdapat lekukan
kecil, yaitu umbo, yang terbentuk oleh ujung manubrium mallei.3

Gambar 6 Membran Timpani.6


Membran timpani berbentuk bulat dengan diameter kurang lebih 1 cm.
Pinggirnya menebal dan melekat di dalam alur pada tulang. Alur itu, yaitu sulcus
timpanicus, di bagian atasnya berbentuk incisura. Dari sisi-sisi incisura ini
berjalan dua plica, yaitu plica mallearis anterior dan posterior, yang menuju ke
processus lateralis mallei. Daerah segitiga kecil pada membran timpani yang
dibatasi oleh plika-plika tersebut dan disebut pars flaccida. Bagian lainnya
disebut pars tensa. Manubrium mallei dilekatkan di bawah pada permukaan
dalam membran timpani oleh membran mukosa. Membran tympani sangat
peka terhadap nyeri dan permukaan luarnya dipersarafi oleh nervus auriculo
temporalis dan ramus auricularis nervus vagus.3
Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral telinga dalam. Bagian terbesar
dari dinding memperlihatkan penonjolan bulat, disebut promontorium, yang
disebabkan oleh lengkung pertama cochlea yang ada dibawahnya. Di atas dan
belakang promontorium terdapat fenestra vestibuli, yang berbentuk lonjong dan
ditutupi oleh basis stapedis. Pada sisi medial fenestra terdapat perilympha skala
vestibuli telinga dalam. Di bawah ujung posterior promontorium terdapat fenestra
cochleae, yang berbentuk bulat dan ditutupi oleh membran timpani sekunder.

Pada sisi medial dari fenestra ini terdapat perilympha ujung buntu skala
timpani.3
Tonjolan tulang berkembang dari dinding anterior yang meluas kebelakang
pada dinding medial di atas promontorium dan di atas fenestra vestibuli.
Tonjolan

ini

menyokong

muskulus

tensor

timpani.

Ujung

posteriornya

melengkung ke atas dan membentuk takik, disebut processus cochleariformis. Di


sekelilingnya tendo muskulus tensor timpani membelok ke lateral untuk sampai
ke tempat insertionya yaitu manubrium mallei.3, 4

1.2.2 TUBA EUSTACHIUS


Tuba eustachius terbentang dari dinding anterior kavum timpani kebawah,
depan, dan medial sampai ke nasopharynx. Sepertiga bagian posterior-nya adalah
tulang dan dua pertiga bagian anteriornya adalah cartilago. Tuba berhubungan
dengan nasopharing dengan berjalan melalui pinggir atas muskulus constrictor
pharynges superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di dalam
cavum timpani dengan nasopharing.
1.2.3. ANTRUM MASTOID
Antrum mastoid terletak di belakang kavum timpani di dalam parspetrosa
ossis temporalis, dan berhubungan dengan telinga tengah melalui auditus
adantrum, diameter auditus adantrum lebih kurang 1 cm.
Dinding anterior berhubungan dengan telinga tengah dan berisi auditus
adantrum, dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideus dan
cerebellum. Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan membentuk dasar trigonum
suprameatus. Dinding medial berhubungan dengan kanalis semi circularis

posterior. Dinding superior merupakan lempeng tipis tulang, yaitu tegmen


timpani, yang berhubungan dengan menings pada fossa kranii media dan lobus
temporalis cerebri. Dinding inferior berlubang-lubang, menghubungkan antrum
dengan cellulae mastoidea.

1.3. TELINGA DALAM


Telinga dalam terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis, medial
terhadap telinga tengah dan terdiri atas : (1) telinga dalam osseus, tersusun dari
sejumlah rongga di dalam tulang; dan (2) telinga dalam membranaceus.3

13.1. TELINGA DALAM OSSEUS


Telinga dalam osseus terdiri atas tiga bagian :vestibulum, canali
semisirkularis, dan kokhlea. Ketiganya merupakan rongga-rongga yang
terletak didalam substantia kompakta tulang, dan dilapisi oleh endosteum
serta berisi cairan bening, yaitu perilympha, yang di dalamnya terdapat
labyrinthus membranaceus.
Vestibulum merupakan bagian tengah telinga dalam osseus, terletak
posterior terhadap cochlea dan anterior terhadap canalis semicircularis. Pada
dinding lateralnya terdapat fenestra vestibuli yang ditutupi oleh basis stapedis
dan ligamentum annularenya, dan fenestra cochleae yang ditutupi oleh
membran timpani sekunder. Di dalam vestibulum terdapat sacculus dan
utriculus telinga dalam membranaceus.3
Ketiga

canalis

semicircularis,

yaitu

canalis

semicircularis

superior,posterior, dan lateral bermuara ke bagian posterior vestibulum. Setiap


canalis mempunyai sebuah pelebaran di ujungnya disebut ampulla. Canalis

bermuara ke dalam vestibulum melalui lima lubang, salah satunya


dipergunakan bersama oleh dua canalis. Di dalam canalis terdapat ductus
semi circularis.4
Canalis semicircularis superior terletak vertikal dan terletak tegak
lurus
terhadap sumbu panjang os petrosa. Canalis semi circularis posterior juga
vertikal, tetapi terletak sejajar dengan sumbu panjang os petrosa. Canalis
semicircularis lateralis terletak horizontal pada dinding medial aditus
adantrum, di atas canalis nervi facialis.4
Cochlea berbentuk seperti rumah siput, dan bermuara ke dalam bagian
anterior vestibulum. Umumnya terdiri atas satu pilar sentral, modiolus
cochleae, dan modiolus ini dikelilingi tabung tulang yang sempit sebanyak
dua setengah putaran. Setiap putaran berikutnya mempunyai radius yang lebih
kecil

sehingga

bangunan

keseluruhannya

berbentuk

kerucut.

Apex

menghadap antero lateral dan basisnya ke postero medial. Putaran basal


pertama dari cochlea inilah yang tampak sebagai promontorium pada dinding
medial telinga tengah.3
Modiolus mempunyai basis yang lebar, terletak pada dasar meatus
acusticus internus. Modiolus ditembus oleh cabang-cabang nervus cochlearis.
Pinggir spiral, yaitu lamina spiralis, mengelilingi modiolus dan menonjol
kedalam canalis dan membagi canalis ini. Membran basilaris terbentang dari
pinggir bebas lamina spiralis sampai ke dinding luar tulang, sehingga
membelah canalis cochlearis menjadi skala vestibuli di sebelah atas dan skala
timpani di sebelah bawah. Perilympha di dalam skala vestibuli dipisahkan
dari cavum timpani oleh basis stapedis dan ligamentum annulare pada

fenestra vestibuli. Perilympha di dalam skala tympani dipisahkan dari


cavum timpani oleh membrane tympani sekunder pada fenestra cochleae.3, 4

1.3.2. TELINGA DALAM MEMBRANACEUS


Telinga dalam membranaceus terletak didalam telinga dalam osseus, dan berisi
endolympha dan dikelilingi oleh perilympha. telinga dalam membranaceus terdiri
atas utriculus dan sacculus, yang terdapat di dalam vestibulum osseus, tiga ductus
semicircularis, yang terletak di dalam canalis semicircularis osseus dan ductus
cochlearis yang terletak di dalam cochlea. Struktur-struktur ini sating berhubungan
dengan bebas.4
Ductus cochlearis berbentuk segitiga melalui ductus reuniens. Epitel sangat
khusus yangterletak di atas membrana basilaris membentuk organ corti (organ
spiralis) dan mengandung reseptor-reseptor sensorik untuk pendengaran.4
2. FISIOLOGI PENDENGARAN
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Reseptorreseptor khusus untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan. Dengan
demikian, gelombang suara hantaran udara harus disalurkan ke arah dan
dipindahkan ke telinga dalam, dan dalam prosesnya melakukan kompensasi
terhadap berkurangnya energi suara yang terjadi secara alamiah sewaktu
gelombang suara berpindah dari udara ke air. Fungsi ini dilakukan oleh telinga
luar dan telinga tengah.8
Daun telinga mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke
saluran telinga luar. Membran timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke
telinga tengah, bergetar sewaktu terkena gelombang suara. Daerah-daerah
gelombang suara yang bertekanan tinggi dan rendah berselang-seling

menyebabkan gendang telinga yang sangat peka tersebut menekuk keluar-masuk


seirama dengan frekuensi gelombang suara.3, 8
Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke cairan
di telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari
tiga tulang yang dapat bergerak atau osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang
berjalan melintasi telinga tengah. Tulang pertama : maleus, melekat ke membran
timpani, dan tulang terakhir, stapes, melekat ke jendela oval, pintu masuk ke
koklea yang berisi cairan. Ketika membrana timpani bergetar sebagai respons
terhadap gelombang suara, rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak dengan
frekuensi sama, memindahkan frekuensi gerakan tersebut dan membrane timpani
ke jendela oval. Setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan gerakan seperti
gelombang pada cairan telinga dalam dengan frekuensi yang sama dengan
frekuensi gelombang suara semula.3, 8
Gerakan

stapes

yang

menyerupai

piston

terhadap

jendela

oval

menyebabkan timbulnya gelombang tekanan. Ketika stapes bergerak mundur dan


menarik jendela oval ke luar ke arah telinga tengah, perilimfe mengalir dalam
arah berlawanan, mengubah posisi jendela bundar ke arah dalam. Jalur ini tidak
menyebabkan timbulnya persepsi suara tetapi hanya menghamburkan tekanan.7, 8
Transmisi gelombang suara melalui gerakan cairan di dalam perilimfe yang
ditimbulkan oleh getaran jendela oval yang mengikuti dua jalur : (1) melalui
skala vestibuli, mengitari helikotrema, dan melalui skala timpani, yang
menyebabkan jendela bundar bergetar. (2) skala vestibuli melalui membran
basilaris ke skala timpani. Jalur pertama hanya menyebabkan penghamburan
energi suara, tetapi jalur kedua mencetuskan pengaktifan reseptor untuk suara
dengan membengkokkan rambut di sel-sel rambut sewaktu organ corti pada

bagian atas membrana basilaris bergetar, mengalami perubahan posisi terhadap


membrana tektorial di atasnya.7, 8
Organ Corti, yang terletak di atas membran basilaris, di seluruh panjangnya
mengandung sel-sel rambut, yang merupakan reseptor untuk suara. Sel-sel
rambut menghasilkan sinyal saraf, jika rambut di permukaannya secara mekanis
mengalami perubahan bentuk berkaitan dengan gerakan cairan di telinga dalam.
Rambut-rambut ini secara mekanis terbenam di dalam membrana tektorial, suatu
tonjolan mirip tenda-rumah yang menggantung diatas, di sepanjang organ Corti.8
Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui
sinaps kimiawi dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf
auditorius (koklearis). Depolarisasi sel-sel rambut (sewaktu membran basilaris
bergeser ke atas) meningkatkan kecepatan pengeluaran zat perantara mereka,
yang menaikkan kecepatan potensial aksi di serat-serat aferen. Sebaliknya,
kecepatan pembentukan potensial aksi berkurang ketika sel-sel rambut
mengeluarkan sedikit zat perantara karena mengalami hiperpolarisasi (sewaktu
membrana basilaris bergerak ke bawah).7, 8
Dengan demikian, telinga mengubah gelombang suara di udara menjadi
gerakan-gerakan

berosilasi

membrana

basilaris

yang

membengkokkan

pergerakan maju-mundur rambut-rambut di sel reseptor. Perubahan bentuk


mekanis rambut-rambut tersebut menyebabkan pembukaan dan penutupan
(secara bergantian) saluran di sel, reseptor, yang menimbulkan perubahan
potensial sehingga mengakibatkan perubahan kecepatan pembentukan potensial
aksi yang merambat ke otak. Dengan cara ini, gelombang suara diterjemahkan
menjadi sinyal saraf yang dapat dipersepsikan oleh otak sebagai sensasi suara. 3, 7,
8

B. AUDIOMETRI OBJEKTIF
Pada pemeriksaan ini pasien tidak harus bereaksi. Terdapat 3 cara pemeriksaan,
yaitu

audiometri

impedans,

elektrokokleografi

(ECOG.),

evoked

response

audiometry.3
1. AUDIOMETRI IMPEDANS
Pada pemeriksaan ini diperiksa kelenturan membran timpani dengan
tekanan tertentu pada meatus akustikus eksterna.3
Didapatkan istilah :
a. Timpanometri, yaitu untuk mengetahui keadaan dalam kavum-timpani.
Misalnya, ada cairan, gangguan rangkaian tulang pendengaran (ossicular
chain), kekakuan membran timpani dan membran timpani yang sangat
lentur.
b. Fungsi tuba Eustachius (Eustachion tube function), untuk mengetahui tuba
Eustachius terbuka atau tertutup.
c. Refleks stapedius. Pada telinga normal, refleks stapedius muncul pada
rangsangan 70-80 dB di atas ambang dengar. Pada lesi di koklea, ambang
rangsang refleks stapedius menurun, sedangkan pada lesi di retrokoklea,
ambang itu naik.
Gambaran hasil timpanometri:
Tipe A : normal
Tipe B : terdapat cairan di telinga tengah
Tipe C : terdapat gangguan fungsi tuba Eustachius
Tipe AD : terdapat gangguan rangkaian tulang pendengaran.
Tipe As: terdapat kekakuan pada tulang Pendengaran (Otosklerosis)

2. ELEKTROKOKLEOGRAFI
Pemeriksaan ini digunakan untuk merekam gelombang-gelombang yang
khas dari evoke electropotential cochlea. Caranya ialah dengan elektrode jarum
(needle electrode), membran timpani ditusuk sampai promontorium, kemudian
dilihat grafiknya. Pengembangan pemeriksaan ini yang lebih lanjut dengan
elektrode permukaan (surface electrode), disebut BERA (brain evoked response
audiometry).3
3. EVOKE RESPONSE AUDIOMETRY
Dikenal juga sebagai Brainstem Evoke Response Audiometry ( BERA )
yaitu suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi pendengaran dan fungsi nervus VIII.
Caranya dengan merekam potensial listrik yang dikeluarkan sel koklea selama
menempuh perjalanan mulai telinga dalam hingga inti-inti tertentu di batang otak.
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan elektroda permukaan yang
dilekatkan pada kulit kepala atau dahi dan prosesus mastoid atau lobulus telinga.
Cara pemeriksaan ini mudah, tidak invasif dan bersifat objektif.3

Gambar 7. Contoh Alat Bera


C. ELECTRICAL RESPONS AUDIOMETRY (ERA)
Audiometri respon listrik (ERA), terutama audiometri batang otak, telah
menjadi pemeriksaan penunjang yang penting untuk menilai fungsi pendengaran.
Selanjutnya, akan dibahas prinsip dasar dari ERA dan kemudian menggambarkan
berbagai teknik dan menekankan aplikasi klinis dari alat tersebut.9
1. KONSEP DASAR ERA
Tujuan dari ERA adalah untuk merekam potensial yang muncul dalam
sistem pendengaran sebagai respon terhadap stimulasi suara. Prinsip dasar dari
rekaman potensial listrik dari sistem pendengaran adalah sama untuk semua
potensial, meskipun teknik rekaman tertentu bervariasi tergantung pada potensial
yang diukur. 9

Perkembangan komputer dan perangkat keras digital lainnya untuk sampel


dan respon rata-rata memungkinkan untuk mengekstrak potensi saraf sinkron
yang timbul dan jalur saraf pendengaran dalam menanggapi rangsangan suara.
Pengembangan lebih lanjut dari sistem mikro komputer yang didedikasikan
khusus untuk membangkitkan potensi rata-rata membuatnya praktis untuk
merekam potensi ini dalam pengaturan klinis. Sistem yang tersedia secara
komersial dapat mengontrol parameter dari rangsangan dan prosedur pengujian,
pemrosesan sinyal yang kompleks, serta melakukan fungsi normal komputer
mikro.9
2. POTENSI YANG DIBANGKITKAN PENDENGARAN
Sebagian besar potensial penting yang dibangkitkan pendengaran dan
kemungkinan lokasi potensial tersebut diuraikan dalam Tabel 1. Lokasi
sesungguhnya pembangkit beberapa respon ini tidak dikenal, dan masih ada
beberapa kontroversi mengenai lokasi ini dan latensi. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena ada beberapa situs saraf yang terlibat dalam produksi semua
respon tersebut.9
Tabel 1. Potensials evoked in the auditory system by short-duration sound stimulation
probable sites of origin, and typical latencies for moderately high levels of
stimulation.9
I. Cochlea (hair cells)
Cochlear microphonicimmediate
Summaring potentialimmediate
II. Auditory nerve
VIII nerve action potential (wave I) 2.0 msec
III. Brain stem
Wave II--eighth nerve and cochlear nucleus 3.0 msec
wave III--cochlear nucleus and superior olive 4.1 msec

wave IV--lateral lemniscus 5.3 msec


wave V--inferior colliculus and fiber tracts 5.9 msec
IV. Middle responses (auditory cortex)
No-- 8 to 10 msec (variable)
Po--13 msec
Na--22 msec
Pa--34 msec
Nb-- 44 msec
V. Vertex potential (auditory cortex)
P1--50 msec (variable)
N1-- 90 msec
P2--180 msec
N2250 msec
Mismatch negativity (mmn)200 msec
sustained cortical potential
late positive component
contingent negative variation

Catatan: Prinsip-prinsip dasar untuk merekam adalah sama dalam semua respon
audiometri listrik. Teknik-teknik bervariasi tergantung pada respon yang akan
diukur.

3. JENIS-JENIS ERA
Tiga teknik umum untuk merekam potensial yang dibangkitkan
pendengaran telah ditemukan yaitu

electrocochleography, audiometri respon

batang otak (BERA), dan audiometri respon kortikal listrik. Teknik-teknik ini
dibandingkan pada Tabel 2.9

Tabel 2. Comparison of electrical response audiometry techniques


Technique

Electrode

Effect of

Portion of Auditory

Placement

Anesthesia

System Tested

Electrocochleography Promontory or

None

tympanic

Peripheral nerve and

Reliability

Excellent

Cochlea

membrane or
ear canal
Auditory brain stem

Surface

None

response
Cortical evoked

Brain stem and

Good

periphery
Surface

response

Marked

Entire, depending on

Fair

response

D. AUDITORY BRAIN STEM EVOKED RESPONSE AUDIOMETRY = UJI


RESPONS AUDITORIK BATANG OTAK YANG DIBANGKITKAN
(ABR/BERA)
BERA adalah suatu pemeriksaan neurologi yang berguna untuk menilai fungsi
pendengaran batang otak terhadap rangsangan suara (click) dengan mendeteksi
aktivitas listrik pada telinga bagian dalam ke colliculus inferior. Dilakukan secara
objektif dan bersifat non-invasif.10, 11

Potensial listrik dari otak (kulit kepala) yang dibangkitkan oleh bunyi telah
menjadi subjek penelitian klinisi selama tigaperempat abad ini. Berbagai komponen
respons termasuk respons lambat, respon laten menengah, elektrokokleografi dan
respons cepat telah menarik perhatian. Uji respons auditorik batang otak yang
dibangkitkan (BERA) telah menjadi semakin penting dalam 20 tahun terakhir dan
penggunaannya semakin meluas. Seperti diketahui, BERA belum pernah dilakukan
sebelum 1968. Peralatan uji berkembang cepat dan pada tahun 1971, Jewett
memastikan deskripsi dari BERA. Kemajuan dalam teknologi ini berupa penurunan
harga dan ukuran komponen komputer secara cepat yang sangat penting untuk
operasi aparatus pengukuran BERA.4
Audiometri tanggapan batang otak (ABR) menggunakan elektroda permukaan
untuk mengukur potensial yang timbul pada saraf dan struktur batang otak.
Biasanya, satu elektroda ditempatkan pada titik kulit kepala dan satu di mastoid
yang menonjol atau cuping telinga dari bagian telinga. Aktivitas listrik dicatat secara
diferensial, diperkuat, dan disaring dari dua elektroda ini. Aktivitas terjadi selama 10
sampai 15 milidetik pertama setelah stimulasi suara dicatat. Keuntungan dari BERA
adalah anestesi tidak diperlukan, karena elektroda yang digunakan ditempelkan di
permukaan kulit kepala bukannya elektroda yang menembus (invasif). Dalam
prakteknya, baik narkosis basal atau anestesi sering diperlukan pada anak-anak
untuk mencegah gerakan berlebihan sehingga mengganggu rekaman yang akurat.
Audiometri respon pendengaran batang otak tidak dipengaruhi oleh pembiusan
basal atau anestesi umum.9

1. PRINSIP PEMERIKSAAN
Prinsip pemeriksaan BERA adalah menilai perubahan potensial listrik di
otak setelah pemberian rangsang sensoris berupa bunyi. Rangsang bunyi yang
diberikan melalui head phone akan menempuh perjalanan melalui saraf ke VIII di
koklea (gelombang I), nukleus koklearis (gelombang II), nukleus olivarius
superior (gelombang III), lemnikus lateralis (gelombang IV), kolikulus inferior
(gelombang V ) kemudian menuju ke korteks auditorius di lobus temporal otak.
Pemeriksaan

BERA

sangat

bermanfaat

terutama

pada

keadaan

tidak

memungkinkan dilakukan pemeriksaan pendengaran biasa, misalnya pada bayi,


anak dengan gangguan sifat dan tingkah laku, intelegensia rendah, cacat ganda,
kesadaran menurun. Pada orang dewasa dapat untuk memeriksa orang yang
berpura-pura tuli atau ada kecurigaan tuli saraf retrokoklea.3
Penempatan elektroda harus ditempatkan di atas kepala, rambut harus bebas
minyak.

Pasien

harus

di

instruksikan

untuk

mencuci

rambut

dengan

shampo. Konfigurasi elektroda standar untuk BERA melibatkan penempatan


elektroda non pembalik atas titik kepala dan elektroda pembalik di atas lobus
telinga
atau pada mastoid. Satu elektroda lebih ditempatkan di atas dahi, elektroda ini
penting untuk memfungsikan preamplifier.10

Gambar 8. Penempatan elektroda pada pemeriksaan BERA.10

Sistem pendengaran dirangsang oleh sinyal akustik singkat melalui konduksi


udara atau tulang. Hasil dari neuro listrik dicatat oleh elektroda yang ditempatkan
dipermukaan kepala. Penilaian dinilai berdasarkan identifikasi komponen
gelombang, morfologi, dan pengukuran latensi mutlak, dan interwave. Stimulus
yang diberikan dalam bentuk klik atau pip nada ditransmisikan ke telinga melalui
transduser yang ditempatkan di telinga. Bentuk gelombang impuls yang dihasilkan
pada tingkat batang otak dicatat dengan penempatan elektroda di atas kulit
kepala.10, 12
2. TEKNIK PEMERIKSAAN
BERA merupakan respons listrik saraf kedelapan dan sebagian batang otak
yang timbul dalam 10 hingga 12 milidetik setelah suatu rangsang pendengaran
ditangkap oleh telinga dalam. Dengan menghadirkan sejumlah bunyi klik pada
telinga, dibangkitkan letupan-letupan sinkron dari serabut-serabut auditorik
frekuensi tinggi. Sangat disayangkan bahwa amat sukar untuk membaca suatu
respons listrik tunggal. Supaya pola ini dapat terlihat jelas, harus digunakan skema
untuk membuat rata-rata agar setiap gelombang atau lokasi perangsangan menjadi
nyata. Standar mutakhir menghadirkan rangsang klik pada tingkat 75 atau 80 dB di
atas ambang pendengaran. Bunyi klik ini diulangi dengan kecepatan pengulangan
pasti, mis., 1.1/detik atau 33/detik hingga respons klik 1.500 atau 2.000 telah
dirata-ratakan. Elektroda yang dipasang pada mastoid dibandingkan dengan
elektroda di tengah dahi, menciptakan suatu EEG. Dengan mengambil angka ratarata gelombang-gelombang EEG ini, terbentuklah suatu pola. Bentuk-bentuk
gelombang ini dikemukakan oleh Jewett pada tahun 1971 dan diberi label I sampai
VII. Kini sudah jelas bahwa gelombang I dan II berasal dari daerah saraf kranial
kedelapan dan gelombang selanjutnya berasal lebih tinggi di batang otak. 4
Variabel-variabel yang berkaitan dengan intensitas dan polaritas bunyi klik
dapat dikendalikan. Kondisi pasien seperti suhu tubuh dan pengobatan dapat

mempengaruhi hasil rekaman, namun umumnya pengaruh ini tidak bermakna


untuk mendapatkan suatu pola gelombang yang dapat dipercaya.4
Hasil-hasil uji ini kemudian dipetakan untuk melihat waktu relatif dari
gelombang I hingga V. Periode waktu ini dikenal sebagai masa laten dari tiaptiap gelombang dan selang waktu laten antar gelombang. Dari rekaman ini
mungkin pula diketahui amplitudo dan morfologi secara umum.4
TEKNIK PEMBERIAN STIMULUS
Seperti di ECOG, stimulus yang paling umum digunakan untuk BERA
adalah klik wide-band. Stimulus ini menyajikan keterbatasan yang sama di
audiometri batang otak seperti di ECOG pada seluruh koklea yang dirangsang,
audiogram tidak dapat diprediksi kecuali dalam kasus-kasus gangguan
pendengaran datar. Mayoritas kehilangan sensorineural yang miring dengan
kerugian yang lebih besar dalam frekuensi yang lebih tinggi.9

Rangsangan frekuensi relatif spesifik, seperti semburan nada, nada pips,


klik tersaring, mungkin juga dapat digunakan untuk memperoleh respon batang
otak. Rangsangan ini memberikan lebih banyak informasi frekuensi-spesifik
mengenai koklea dan dapat digunakan untuk memperkirakan ambang
audiometri. Namun, intensitas sedang sampai tinggi dapat merangsang banyak
bagian dari koklea, sehingga sulit dalam menentukan bagian mana dari koklea
terlibat dalam respon.9
Penambahan simultan kebisingan high-pass di berbagai frekuensi cut-off
secara bersamaan dan stimulasi klik merupakan sarana menilai kontribusi dari
berbagai area koklea. Dengan menggunakan teknik ini, estimasi yang baik dari
audiogram berdasarkan-tempat tertentu fungsi koklea dapat dibuat. 9

TEKNIK PEREKAMAN
Standar elektroda elektroensefalografik yang melekat pada vertex dan kedua
mastoids pasien. Aktivitas listrik lebih dari 10 sampai 15 milidetik setelah
stimulus, onset direkam berbeda-beda, biasanya dari elektroda titik (input positif
ke amplifier) dan elektroda mastoid (input negatif ke amplifier) dari tes
audiometri.9

Aktivitas listrik disaring dengan passband dari 100 Hz sampai 3 kHz, dan
aktivitas ini diperkuat 100.000 kali atau lebih, karena potensi ini umumnya
kurang dari satu mikrovolt pada permukaan kulit kepala.9
Sedasi tidak digunakan pada orang dewasa atau pada bayi kecil, yang
sering tidur selama prosedur. Anak tidak kooperatif beratnya mencapai 25 kg
yang dibius dengan suntikan intramuskular kombinasi meperidine (Demerol, 25
mg), promethazine (Phenergran, 6,25 mg), dan chlorpromazine (Thorazine, (>
0,24 mg) per mL;. maksimal 1 mL digunakan hidrat Kloral 500 mg / 5 ml) dalam
dosis oral 1-2 ml per 10 kg dapat digunakan di tempat injeksi.9

3. MEKANISME KERJA PEMERIKSAAN BERA


BERA mengarah pada pembangkitan potensial yang ditimbulkan dengan suara
singkat atau nada khusus yang ditransmisikan oleh transduser akustik dengan
menggunakan earphone atau headphone (headset). Bentuk gelombang yang
ditimbulkan dari respon tersebut dinilai dengan menggunakan elektrode permukaan
yang biasannya diletakkan pada bagian vertex kulit kepala dan pada lobus telinga.13
Pencatatan rata-rata grafiknya diambil berdasarkan panjang gelombang atau
amplitudo (microvoltage) dalam waktu (millisecond). Puncak dari gelombang yang
timbul ditandai dengan I-VII. Bentuk gelombang tersebut normalnya muncul dalam
periode waktu 10 millisecond setelah rangsangan suara (click) pada intensitas tinggi
(70-90 dB) tingkat pendengaran normal atau normal hearing level [nHL]).13

Gambar 9. Method of recording brainstem evoked auditory potentials


(BAEPs).14
Brainstem

Evoke

Response

Audiometri

(BERA)

dilakukan

dengan

menggunakan rangsangan suara klik yang menghasilkan respon dari regio basilar
koklea. Setiap telinga dapat dievaluasi secara terpisah, dengan intensitas rangsangan
yang diberikan sebesar 35-40 dB nHL. BERA yang dirangsang oleh suara klik sangat
berhubungan dengan sensitivitas pendengaran dalam kisaran frekuensi dari 10004000 Hz. Sinyalnya berjalan melalui jalur pendengaran atau auditory pathway dari
kompleks inti koklear, proksimal ke colliculus inferior. Sebuah elektroda aktif
ditempatkan pada titik kepala yang memungkinkan untuk pencatatan potensi
pendengaran yang ditimbulkan dari saraf pendengaran dan batang otak (potensi awal
pada gelombang I-V), dan struktur pendengaran yang lebih dalam yaitu pada
thalamo-korteks. BERA memiliki latensi yang pendek (<10 ms), saat ini digunakan
secara klinis untuk menguji jalur pendengaran sampai ke tingkat colliculus
inferior.13, 14

Gambar 10 Jalur pendengaran dan lokasi anatomi yang berkaitan dengan gelombang yang
ditimbulkan oleh BERA. Saraf pendengaran (gelombang I-inti koklea, gelombang II- nucleus
kokhlea, gelombang III-Superior olive, gelombang IV-Lateral lemniscus, gelombang VColliculus inferior) Thalamus dan lobus temporal membentuk gelombang tengah dan akhir
dari BERA.14

Gambar 11 Ambang audiometri didefinisikan sebagai intensitas minimum yang


diperlukan untuk mendapatkan gelombang V yang jelas, yaitu biasanya pada 20 dB.
Pada 70 dB tercatat 5 gelombang yang jelas, respon latensi meningkat dan amplitudo
gelombang berkurang.13

Reaksi

yang

timbul

sepanjang

jaras-jaras

saraf

pendengaran

dapat

dideteksi berdasarkan waktu yang dibutuhkan (satuan milidetik) mulai dari saat
pemberian impuls sampai menimbulkan reaksi dalam bentuk gelombang. Gelombang
yang terjadi sebenarnya ada 7 buah, namun yang penting dicatat adalah gelombang I,
III,dan V.13
Komponen Bentuk Gelombang 13
1. Gelombang I : Respon gelombang BERA I merupakan gambaran yang luas
dari potensial aksi saraf auditori gabungan pada bagian distal dari nervus kranialis
VIII. Respon tersebut berasal dari aktivitas aferen dari serabut saraf VIII (neuron
urutan pertama) saat meninggalkan koklea dan masuk ke kanalis auditori internal.
2. Gelombang II : gelombang BERA II ditimbulkan oleh nervus VIII proksimal saat
memasuki batang otak.
3. Gelombang III : gelombang BERA III ditimbulkan pada bagian caudal dari pons
auditori. Nukleus koklearis mengandung hampir 100.000 neuron, kebanyakan
dipersarafi oleh sembilan serabut saraf.

4. Gelombang IV : gelombang BERA IV, memiliki puncak yang sama dengan


gelombang V, muncul dari neuron urutan ketiga pontin yang kebanyakan terletak
pada kompleks olivary superior, tetapi kontribusi tambahan untuk terbentuknya
gelombang IV dapat datang dari nukleus koklearis dan nucleus dari lemniskus
lateral.
5. Gelombang V : pembentukan gelombang V terbentuk dari aktivitas dari struktur
auditori anatomik multipel. Gelombang BERA V merupakan komponen yang
paling sering di analisa pada aplikasi klinis BERA. Meskipun terdapat beberapa
data mengenai hal yang tepat dalam pembentukan gelombang V, gelombang V
berasal dari sekitar kollikulus inferior. Aktivitas neuron urutan kedua mungkin
secara sekunder mempengaruhi beberapa hal dalam pembentukan gelombang V.
Kollikulus inferior merupakan sebuah struktur yang kompleks, dengan lebih dari
99% akson dari regio auditori batang otak bawah melewati lemniskus lateral ke
kollikulus inferior.
6. Gelombang VI dan VII : Gelombang VI dan VII dianggap berasal dari thalamus
(medial geniculate body), tetapi tempat pembentukan sebenarnya masih
diragukan.
4. EVALUASI PEMERIKSAAN BERA
Penilaian BERA : 3
1. Masa laten absolut gelombang I, III, V
2. Beda masing-masing masa laten absolut (interwave latency I - V, I - III, III V)
3. Beda masa laten absolut telinga kanan dan kiri (interaural latency)
4. Beda masa laten pada penurunan intensitas bunyi (latensy intensity function)
5. Rasio amplitudo gelombang V/I yang meningkat dengan menurunnya
intensitas.

Gambar 12 Masa laten antar gelombang normal.3


Gelombang I, yang ditimbulkan oleh ujung koklear CN VIII, memberikan
informasi yang berharga mengenai aliran darah ke koklea. Karena iskemik
merupakan penyebab kehilangan pendengaran yang berkaitan dengan pembedahan,
gelombang I di monitor secara seksama untuk melihat adanya perubahan pada latensi
atau penurunan amplitudo.13
Interval puncak gelombang I-II dan I-III dapat memberikan informasi distal
dan proksimal selama pembedahan CN VIII. Gelombang V dan latensi interval
puncak gelombang I-V di monitor untuk melihat adanya perubahan pada latensi dan
amplitudo. Latensi gelombang I-V memberikan informasi mengenai integritas CN
VIII terhadap batang otak auditori.13
Dalam

hal

patologi

retrokoklear,

banyak

faktor-faktor

yang

dapat

mempengaruhi hasil pemeriksaan BERA, termasuk derajat kehilangan pendengaran


sensorineural, kehilangan pendengaran asimetris, batasan pengujian, dan faktor-faktor
pasien lainnya. Pengaruh ini dapat terjadi saat melakukan pemeriksaan maupun saat
menganalisa hasil pemeriksaan BERA.13
Penemuan yang menandakan adanya patologi retrokoklear dapat meliputi satu
atau lebih dari tanda berikut ini: 13
1. Perbedaan latensi gelombang V interaural absolut (IT5) memanjang
2. Interval antar puncak gelombang I-V interaural-memanjang
3. Latensi absolut dari gelombang V memanjang dibandingkan dengan data
normatif
4. Latensi absolut dan latensi interval antar puncak gelombang I-III, I-V, III-V
memanjang dibandingkan dengan data normatif

5. Tidak adanya respon auditori batang otak pada telinga yang dilakukan
pemeriksaan.

E. APLIKASI KLINIS BERA

Secara klinis BERA berguna pada beberapa kondisi. Pertama, uji ini sangat
membantu dalam diagnosis tumor sudut serebelopontin. Kedua, dapat pula membantu
pada penyakit Meniere atau pusing non-Meniere lainnya. Ketiga, BERA berguna
dalam menetapkan ambang pendengaran pada bayi dan pasien-pasien yang sukar
diperiksa. Akhirnya, uji ini mungkin bernilai dalam evaluasi gangguan proses
pendengaran.4
Berbagai kondisi yang dianjurkan untuk pemeriksaan BERA antara lain :
bayi baru lahir untuk mengantisipasi gangguan perkembangan bicara/bahasa. Jika ada
anak yang mengalami gangguan atau lambat dalam berbicara, mungkin salah satu
sebabnya karena anak tersebut tidak mampu menerima rangsangan suara karena
adanya gangguan di telinga.2
BERA juga dapat dimanfaatkan untuk menentukan sumber gangguan
pendengaran

apakah

di

koklea

atau

retro

choclearis,

mengevaluasi

brainstem (batang otak), serta menentukan apakah gangguan pendengaran disebabkan


karena psikologis atau fisik. Pemeriksaan ini relatif aman, tidak nyeri, dan tidak ada
efek samping, sehingga bisa juga dimanfaatkan untuk screening medical check up.1
Meskipun

BERA

memberikan

informasi

mengenai

fungsi

dan

sensitivitas pendengaran, namun tidak merupakan pengganti untuk evaluasi


pendengaran formal,dan hasil yang didapat harus dapat dihubungkan dengan hasil
audiometri yang biasa digunakan jika tersedia.11

1. Pemeriksaan Tuli Anorganik


Pemeriksaan ini diperlukan untuk memeriksa seseorang yang pura-pura tuli,
misalnya untuk mengklaim asuransi, terdapat beberapa cara pemeriksaan antara
lain :3
1. Cara Stenger : memberikan 2 nada suara yang bersamaan pada kedua telinga,
kemudian pada sisi yang sehat nada dijauhkan.
2. Dengan audiometri nada murni secara berulang dalam satu minggu, hasil
audiogramnya berbeda.
3. Dengan Impedans.
4. Dengan BERA
2. Audiologi Anak (Neonatus Hingga Usia 24 Bulan)
Untuk memeriksa ambang dengar anak dilakukan di dalam ruangan khusus
(free field). Cara memeriksa ialah dengan beberapa cara :3
1. Free field test: Menilai kemampuan anak dalam memberikan respons
terhadap rangsang bunyi yang diberikan. Anak diberi rangsang bunyi sambil
bermain, kemudian dievaluasi reaksi pendengarannya. Alat yang digunakan
dapat berupa neometer atau Viena tone
2. Audiometri bermain (play audiometri). Pemeriksaan audiometri nada murni
pada anak yang dilakukan sambil bermain. Dapat dimulai pada usia 3-4 tahun
bila anak cukup koperatif.
3. BERA

(Brainstem

Evoke

Response

Audiometry).

Menilai

fungsi

pendengaran secara obyektif, dapat dilakukan pada anak yang tidak koperatif
yang sulit diperiksa dengan pemeriksaan konvensional
4. Echocheck dan Emisi Otoakustik (Otoacoustic emissions / OAE). Menilai
fungsi koklea secara obyektif dan dapat dilakukan dalam waktu yang sangat
singkat. Sangat bermanfaat untuk program skrining pendengaran pada bayi
dan anak.

Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) telah ditetapkan


sebagai alat skrining yang paling dapat diandalkan untuk mendengar
penilaian pada neonatus sejak penggunaan pertama pada tahun 1978 untuk
tujuan ini. Namun, keahlian teknis yang diperlukan dan waktu dikonsumsi
dalam melakukan BERA pada neonatus atau anak membuat modalitas ini
cepat menjadi alat skrining yang ideal.15
Sejumlah uji klinis telah diganti oleh ABR pada kelompok usia ini. Uji
tingkah laku seringkali sukar dinilai dan terkadang memberi hasil yang tidak
konsisten serta memerlukan pemeriksa yang lebih berpengalaman. 4
Umumnya unit neonatus menggunakan ABR dalam menyaring anak
yang diduga berisiko terhadap gangguan pendengaran. Pemeriksaan ini
dianjurkan antara lain pada:4
1. Riwayat ketulian dalam keluarga
2. Rubela maternal
3. Anak dengan anomali kepala dan leher
4. Kadar bilirubin 20 mg/dl atau lebih
5. Berat lahir 1.500 g atau kurang
Pada anak yang lebih tua mungkin diperlukan sedasi dengan kloral
hidrat untuk membatasi aktivitasnya. Tindakan ini tidak mempengaruhi hasil
pengujian. Adakalanya diperlukan anestesia umum untuk menenangkan
anak yang hiperaktif. Walaupun hal ini tidak diinginkan namun dapat
berhasil baik.4

3
6

Gambar 13. Newborn Hearing Screening with Brainstem Auditory Evoked


Potentials.16

3. Tumor Serebelopontin
Uji BERA menjadi metode yang menonjol untuk diagnosis neuroma
akustik. Selters dan Brackmann melaporkan validitas ramalan yang sangat
tinggi (hampir 95%) dengan metode uji ini. Secara spesifik uji ini lebih baik
dari pada uji-uji pendengaran sebelumnya. Pengukuran BERA didapat dengan
menggunakan masa laten antara gelombang I dan V. Dengan meningkatnya
masa laten gelombang I hingga III, maka makin tinggi pula kemungkinan
diagnosis tumor serebelopontin. Hal ini benar sekalipun lesi sangat kecil dan
tidak terungkapkan oleh uji lainnya. Dengan bertambah besarnya tumor dan
bertambah beratnya gangguan pendengaran, bentuk-bentuk gelombang menjadi
tidak jelas dan bahkan dapat menghilang seluruhnya.4
4. Penyakit Meniere
Dalam evaluasi pasien dengan penyakit Meniere adalah penting untuk
mencari sebab patologi retrokoklear seperti tumor akustik. Di samping itu,
penting pula untuk memastikan bahwa masalah tersebut benar pada koklea
sendiri. Untuk proses ini BERA merupakan
indikator yang akurat. Nyatalah
3
7

bahwa lesi koklea hanya sedikit berpengaruh terhadap masa laten dan konduksi
jaras bila keterlambatan koklea telah ditiadakan. Dengan meningkatnya
intensitas rangsangan, maka keterlambatan akan menurun dramatis. Penurunan
ini bersifat non-linear dan merupakan petunjuk pengumpulan suara keras pada
penyakit Meniere.4
5. Evaluasi Ambang
Pada pasien-pasien yang tidak kooperatif atau pasien yang tidak dapat
bekerja sama karena keadaan mental ataupun usianya, dapat dilakukan evaluasi
pendengaran memakai BERA. Adalah sulit untuk mendapatkan ambang
pendengaran mutlak dengan uji BERA, akan tetapi mungkin untuk mendapat
angka yang mendekati ambang pendengaran. BERA sering digunakan pada
keadaan-keadaan di mana neonatus memerlukan perawatan intensif dan
khususnya mudah mengalami ketulian sensorineural. Ambang BERA dengan
bunyi klik berkorelasi baik dengan ambang nada mumi pada frekuensi 2 KHz
dan 4 KHz, namun tidak demikian dengan frekuensi 500 Hz, kendatipun alat
mutakhir yang dilengkapi penyaring khusus dan strategi lain dapat mengatasi
masalah ini.4
6. Gangguan pada Batang Otak
Disfungsi batang otak dapat dievaluasi memakai BERA. Uji ini terbukti
membantu dalam diagnosis sklerosis multipel (SM). Pasien SM menghasilkan
BERA yang sukar untuk diulangi kembali. Mereka seringkali pola BERA yang
berubah-ubah, dapat normal pada pengujian pertama namun sukar dikenali atau
terganggu pada uji berikutnya. BERA mempermudah dokumentasi dan, pada
beberapa kasus, diagnosis sklerosis multipel.4
Bila digabungkan dengan respons listrik dari pengujian selanjutnya
sehingga terbentuk rangkaian respon dapat membantu menjelaskan integritas
seluruh sistem saraf akustikus dan mempertimbangkan gangguan seperti ini
sebagai gangguan proses pendengaran dan kekurangan perhatian.4
3
8

7. Menilai gangguan pendegaran pada pasien dengan diabetes mellitus


Menurut penalitian dari Ravinder Sharma et al, (2000) didapatkan
korelasi hubungan antara hasi BERA yang abnormal dengan neuropati
diabetik. Sebanyak 85,71% subjek dengan neuropati diabetes memiliki hasil
BERA yang abnormal sementara sisanya sebanyak 36,36% subjek tanpa
neuropati memiliki hasil BERA yang abnormal. Goldsher et al, (1986)
melaporkan respon batang otak yang dibangkitkan abnormal pada penderita
diabetes dengan neuropati di 44% kasus. Usia rata-rata pasien dalam studi
adalah 33 tahun. Ini menjelaskan insiden yang lebih tinggi dari respon batang
otak yang dibangkitkan abnormal dalam berbagai penelitian. N. Panda &
Prabhakar (1987) juga menyarankan bahwa keterlambatan latensi gelombang
respon membangkitkan batang otak pasti terkait dengan kehadiran
neuropati.17

3
9

DAFTAR PUSTAKA
1.

Nagel P, Grkov R. Pemeriksaan Diagnostik Penunjang. In: Suwono WJ,


Suyono YJ, editors. Dasar-Dasar Ilmu THT. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2014. p.
4-5.

2.

Kartika H. BERA. Available at: URL: http://hennykartika.wordpress.com.


Accessed 21st August, 2015.

3.

Efiaty, Soepardi A, Iskandar N, Bashiruddin J, Resuti RD. Buku Ajar Ilmu


Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. 6th ed. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.

4.

Lassman FM, Levine SC, Greenfield DG. Audiologi. In: Adams GL, Boies
LR, Higler PH, editors. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997. p. 46-63.

5.

Kacker A. Medical findings based on ear anatomy. Available at: URL:


http://www.umm.edu/imagepages/1126.htm Accessed 23rd August, 2015.

6.

Saunders. Tympanic Membrane. Available at: URL: http://medicaldictionary.thefreedictionary.com/tympanic+membrane. Accessed 23rd


August, 2015.

7.

Guyton AC, Hall JN. The Sense of Hearing. In: Schmitt W, editor.
Textbook of Medical Physiology. 11th ed. USA: Elsevier Saunders; 2006.
p. 651-62.

8.

Sherwood L. Telinga: Pendengaran dan Keseimbangan. In: Yesdelita N,


editor. Fisiologi Manusia : dari Sel ke Sistem. 6th ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2012. p. 230-9.

9.

Peck JE, Lee KJ. Eletrical Response Audiometry. In: Lee KJ, editor.
Essential Otolaryngology : Head & Neck Surgery. 8th ed. New York:
McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2003. p. 68-84.

10.

Balasubramanian T. BERA. Available at: URL:


http://www.drtbalu.co.in/bera.html Accessed 22nd August, 2015.

11.

Esteves MCBN, Aringa AHBD, Arruda GV, Aringa ARD, Nardi JC.
Brainstem Evoked Response Audiometry in Normal Hearing Subjects.
Braz J Otorhinolaryngol 2009;75(3):420-5.

12.

University M. Brainstem Auditory Evoked Response or Auditory


Brainstem Response. Available at: URL:
http://www.med.umich.edu/childhearinginfo/pv/baer.htm. Accessed 22nd
August, 2015.
4
0

13.

Bhattacharyya N. Auditory Brainstem Response Audiometry. Available at:


URL: http://emedicine.medscape.com/article/836277-overview#showall.
Accessed 23rd August, 2015.

14.

Minary P, Blatrix S. Audiometry. Available at: URL:


http://www.neuroreille.com/promenade/english/audiometry/ex_ptw/fexplo
_ptw.htm. Accessed 24th August, 2015.

15.

Dhawan R, Mathur N. Comparative Evaluation of Transient Evoked OtoAcoustic Emission (TEOAE) and Braistem Evoked Response Audiometry
(BERA) as Screening Modality for Hearing Impairment in Neonates.
Indian Journal of Otolaryngology and Head and Neck Surgery
2006;59(1):15-18.

16.

Emcap. Newborn Hearing Screening with Brainstem Auditory Evoked


Potentials. Available at: URL: http://emcap.iua.upf.edu/babylab.html
Accessed 23rd August, 2015.

17.

Sharma R, Gupta SC, Tyagi I, Kumar S, Mukherjee K. Brain Stem Evoked


Responses in Patients with Diabetes Mellitus. India Journal
Otolaryngology and Head and Neck Surgery 2000;52(3):223-229.

4
1

Anda mungkin juga menyukai