Oleh:
Akhmad Miftahudin Fazri G99141096
Tara Ken WitaKirana
G99141097
Pembimbing:
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
Akhmad Miftahudin Fazri G99141096
Tara Ken WitaKirana
G99141097
BAB I
PENDAHULUAN
Resistensi insulin adalah kondisi ketika konsentrasi produksi insulin yang
ada
tidak
bisa
memenuhi
kebutuhan
biologi
tubuh
dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Insulin
2.1.1 Struktur dan Bahan Kimia Insulin
Insulin merupakan hormone peptide yang disekresikan oleh sel dari
Langerhans pancreas. Fungsi insulin adalah untuk mengatur kadar normal glukosa
darah. Insulin bekerja melalui memperantarai uptake glukosa seluler, regulasi
metabolism karbohidrat, lemak, dan protein, serta mendorong pemisahan dan
pertumbuhan sel melalui efek motigenik pada insulin (Wilcox, 2005).
Insulin memiliki struktur dipeptida, yang terdiri dari rantai A dan B. Kedua
rantai ini dihubungkan dengan jembatan sulfide yang menghubungkan struktur
helix terminal N-C dari rantai A dengan struktur central helix dari rantai B. Insulin
mengandung 51 asam amino, dengan berat molekul 5802. Rantai A terdiri dari 21
asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino (Wilcox, 2005).
2.1.2 Sintesis dan Pelepasan Insulin
Insulin dikode oleh lengan pendek kromosom 117 dan disintesa oleh sel
dari islet pancreas Langerhans sebagai proinsulin. Proinsulin disintesa di ribosomRetikulum Endoplasma kasar dari mRNA sebagai pre-proinsulin. Pre-proinsulin
dibentuk melalui sintesa signal peptide. Pelepasan signa peptida akan membentuk
proinsulin di Retikulum Endoplasma. Vesikel sekretori akan mengirim proinsulin
dari reticulum endoplasma ke badan golgi. Di badan golgi, proinsulin akan
diberikan tambahan zink dan kalsium yang akan menyebabkan bentukan
heksamer proinsulin yang tidak larut air. Enzim di luar badan golgi akan merubah
proinsulin menjadi insulin dan C-peptide (Wilcox, 2005).
Sekresi insulin dapat dipengaruhi oleh perubahan pada transkripsi gen,
translasi, modifikasi post-translasi di badan Golgi, dan factor-faktor lain yang
mempengaruhi pelepasan insulin oleh granula sekretorik. Modifikasi jangka
panjang dapat terjadi melalui perubahan pada jumlah sel dan differensiasinya.
(SH2)
yang
spesifik,
yang
meliputi
enzim
penting
seperti
hasil yang bertentangan. Selanjutnya, pada sel otot dari subyek diabetes, pada
konsentrasi insulin fisiologis, stimulasi transpor glukosa terbukti terganggu,
sedangkan aktivasi protein kinase B normal (Sheperd et al, 1999; Shulman, 2000).
polimorfisme genetic dari fosforilasi tyrosine reseptor insulin, protein IRS atau
PIP-3 kinase, atau abnormalitas fungsi GLUT 4 yang disebabkan berbagai hal
(Wilcox, 2005; Ye, 2013)
Peningkatan konsentrasi plasma bebas asam lemak biasanya terkait dengan
banyak insulin resisten negara bagian, termasuk obesitas dan diabetes melitus tipe
2 (Kahn et al, 2000; Shulman, 2000). Dalam sebuah penelitian cross-sectional dari
muda keturunan, berat badan normal dari pasien diabetes tipe 2, kami menemukan
hubungan terbalik antara konsentrasi plasma puasa asam lemak dan sensitivitas
insulin, konsisten dengan hipotesis bahwa metabolisme asam lemak diubah
kontribusi untuk resistensi insulin pada pasien dengan diabetes tipe 2 (Shulman,
2000; Garvey et al, 1998). Selanjutnya, studi terbaru ukuran konten trigliserida
intramuskular oleh otot biopsi atau konten trigliserida intramyocellular dengan 1H
NMR (Shulman, 2000) telah menunjukkan hubungan yang lebih kuat antara
akumulasi trigliserida intramyocellular dan resistensi insulin. Dalam serangkaian
studi klasik, Randle dkk. menunjukkan bahwa asam lemak bersaing dengan
glukosa untuk oksidasi substrat dalam hati tikus terisolasi otot dan otot diafragma
tikus. Mereka berspekulasi bahwa oksidasi lemak menyebabkan peningkatan
resistensi insulin berhubungan dengan obesitas (Kahn et al, 2000; Shulman, 2000;
Ye, 2013; Olatunbosun, 2015).
Mekanisme asam lemak yang berakibat resistensi insulin pada otot rangka
seperti yang diusulkan oleh Randle dkk. Peningkatan lemak konsentrasi asam
mengakibatkan ketinggian asetil KoA yang intramitochondrial/CoA dan
NADH/NAD+ rasio, dengan inaktivasi berikutnya dari piruvat dehidrogenase. Hal
ini
pada
gilirannya
menyebabkan
konsentrasi
sitrat
untuk
meningkat,
Secara umum penyebab resistensi insulin bisa terletak pada reseptor insulin, post
reseptor insulin atau faktor luar.
2.2.2 Faktor Reseptor Insulin
2.2.2.1 Kelainan Genetik
Beberapa bentuk resistensi insulin dapat melibatkan reseptor itu sendiri,
perubahan pada ekspresi reseptor insulin, pengikatan dan aktivitas kinase.
Blokade tempat fosforilasi yang berbeda menghambat aksi tertentu insulin.
Penderita yang memiliki defek genetic pada reseptor insulinnya dapat
mempengaruhi ekspresi, pengikatan ligan dan kegiatan tirosin kinase. Penderita
ini menunjukkan resistensi insulin yang berat, sebagai sindroma yang secara
klinik bervariasi meliputi sindrom tipe A, leprechaunism, sindroma Rabson
Mandenhall(Laakso, 2001; Shulman, 2000).
Kelainan yang diturunkan ini ditemukan di keluarga yang mengalami mutasi
reseptor insulin serta memberikan gambaran mengenai fungsi reseptor insulin.
Kebanyakan individu yang disertai resistensi insulin familial berat membawa lesi
pada kedua alel reseptor insulin (lnsr) baik sebagai homozigot ataupun hetrozigot.
Pada individu-individu ini, komplemen seluler keseluruhan dari reseptor insulin
mengalami kelainan. Pada beberapa kasus sindroma tipe A dari resistensi insulin
(ditandai dengan penyakit ovarium polikistik, tanda virilisasi, acanthosis nigrans
dan peningkatan kecepatan pertumbuhan), individu yang terkena bersifat
heterozigot sederhana dengan hanya satu alel yang detektif. Kehilangan fungsi
reseptor insulin pada penderita ini mencapai 50 persen dari reseptor insulin,
penurunan kadar reseptor insulin tidak bias mempengaruhi aksi insulin yang
merugikan (Shulman, 2000; Ye, 2013).
Beberapa mekasnisme dapat menerangkan derajat resistensi insulin pada
penderita ini, adalah karena prekursor insulin dapat membentuk hybrid, yaitu
reseptor mutan yang berfungsi menggantikan reseptor yang terganggu.
Model yang menarik timbul dari penelitian mencit knockout lnsr.
Karakteristik pada reseptor insulin homozygous dari tikus null ini berbeda dari
yang dihasilkan mutasi reseptor pada manusia, mencit ini segera mati sesudah
lahir karena resistensi insulin yang ekstrim. Mencit heterozigot, yang membawa
hanya satu alel lnsr yang rusak secara fenotip normal, tanpa adanya gangguan
yang terlihat pada pensinyalan insulin. Sekalipun, defek pada gen lnsr jarang pada
populasi umum yang mengakibatkan resistensi insulin, kemungkinan tetap ada
bahwa penurunan kadar reseptor insulin, yang tidak mempunyai efek, dapat
berinteraksi dengan perubahan down stream lain untuk menghasilkan resistensi
insulin(Olatunbosun, 2015)..
Reseptor insulin juga merupakan sasaran untuk fosforilasi beta-subunit
serin/teronin. Data dari beberapa model eksperimental menyatakan bahwa
modifikasi ini memungkinkan fungsi reseptor diperlemah. Penelitian-penelitian in
vitro memperlihatkan bahwa aktifitas tirosin kinase dari reseptor insulin menurun
sebagai akibat dari fosforilasi serin/treonin (Olatunbosun, 2015).
2.2.2.2 Protein Kinase C
Hormon counter-regulasi dari sitokin dapat mengaktifkan serin kinase,
terutama protein kinase C (PKC), yang menyebabkan resistensi perifer insulin.
Beberapa isoform PKC diaktifkan secara kronis oleh model resistensi insulin pada
manusia dan roden. Kinase-kinase ini dapat mengkatalisa fosforilasi serin atau
treonin dari reseptor insulin atau substratnya. Penghambatan farmakologis
aktivitas PKC atau penurunan ekspresi PKC akan meningkatkan sensitivitas
insulin dan aktivitas tirosin kinase reseptor insulin.(Olatunbosun, 2015).
2.2.2.3 Tirosin Fosfatase (PTPase)
Protein tirosin fosfatase (PTPase) dapat mendefosforilasi reseptor insulin,
yang menurunkan aktivitas kinasenya sehingga memperlemah aksi insulin. Dua
PTPase terdampak pada regulasi negatif reseptor insulin, yaitu PTP1B dan LAR
(leucocyte antigen related). Peningkatan ekspresi fosfatase ini telah dilaporkan
pada pasien yang resisten terhadap insulin dan diabetes tipe 2. Secara in vitro
peningkatan ekspresi enzim ini mencegah pengaktifan reseptor insulin dan IRS-1.
Mencit yang fungsi gen PTP1B tidak aktif menghasilkan peningkatan sensitivitas
insulin, hal ini menunjukkan bahwa regulasi fungsi PTP1B dapat merupakan
target untuk pengobatan resistensi insulin (Shulman, 2000; Pessin, 2000;
Olatunbosun, 2015)
2.2.3 Faktor Post Reseptor Insulin
2.2.3.1 Mutasi pada Glukosa Transport
pada
otot.
Peningkatan
kadar
GLUT-4
tersebut
menurunkan
ini
berada
proksimal
dalam
rangkaian
untuk
pengaktifan
menurun pada otot dari penderita gemuk dan mereka yang diabetes (Shulman,
2000; Pessin, 2000).
Gangguan uptake glukosa yang distimulasi insulin dapat juga diakibatkan
dari regulasi naik (up regulation) protein yang menghambat jalur persinyalan.
Ekspresi dan aktivitas beberapa protein tirosin fosfatase meningkat pada otot
skeletal dan lemak pada subjek gemuk ((Shulman, 2000; Pessin, 2000).
Knockout dari gen untuk satu dari fosfatase ini pada mencit transgenic
meningkatkan pensinyalan insulin dan mencegah resistensi insulin maupun
kegemukan. Protein lain dapat berupa substrat 15-kd dari protein kinase C, yang
diekspresikan berlebih pada jaringan target insulin pada subjek gemuk maupun
pada penderita diabetes, ekspresi berlebih protein ini di dalam sel memperlemah
translokasi GLUT-4 yang distimulasi insulin dengan demikian memperlemah
transport glukosa yang distimulasi insulin(Shulman, 2000; Pessin, 2000).
Penemuan ini menunjukkan bahwa resistensi insulin dapat diatasi dengan
menaikkan proses pensinyalan dengan cara menurunkan aktivitas molekul tirosin
fosfatase yang memperlemah aksi insulin. Vanadate menghambat tirosin fosfatase,
menstimulasi transport glukosa dengan cara meningkatkan translokasi GLUT-4
pada otot dan sel lemak. Beberapa senyawa organo-vanadium telah ditemukan
dapat memperbaiki sensitifitas insulin, baik pada otot maupun hati penderita
diabetes tipe 2 (Shulman, 2000; Pessin, 2000; Ye, 2013; Olatunbosun, 2015)
2.2.4 Faktor Luar
2.2.4.1 Asam Lemak Bebas
Kadar asam lemak bebas yang meningkat berhubungan dengan kejadian
resistensi insulin, obesitas dan DM tipe 2. Pada penelitian cros sectional pada
penderita berat badan normal yang menderita diabetes mellitus tipe 2 ditemukan
hubungan yang terbalik antara kadar asam lemak bebas dengan sensitivitas dari
insulin(Shulman, 2000; Pessin, 2000).
Asam lemak bebas dan metaboliknya seperti diacylgliserol, fatty acyl coa,
yang meningkat menyebabkan terjadinya penghambatan terhadap insulin
reseptorsubstrat (IRS). IRS ini gagal untuk mengaktifkan PI 3-kinase, sehingga
terjadi penurunan aktivitas glukosa transport dan proses selanjutnya. Terjadinya
akumulasi dari asam lemak bebas pada otot dan hati, menyebabkan terjadinya
proses resistensi insulin(Shulman, 2000; Pessin, 2000)..
Kadar asam lemak yang meningkat secara kronis pada penderita gemuk dan
diabetes menyebabkan uptake glukosa ke dalam jaringan perifer. Pada manusia,
infuse lipid selama 4 jam menurunkan uptake glukosa yang distimulasi insulin
kedalam otot dan berhubungan dengan hilangnya kemampuan insulin untuk
menstimulasi aktivitas fosfoinsitide-3 kinase.
Pada roden diet tinggi lemak dapat menginduksi resistensi insulin melalui
ekspresi GLUT-4 yang menurun pada sel lemak dan terganggunya translokasi
GLUT-4 pada otot rangka (Shulman, 2000; Pessin, 2000).
2.2.4.2 Toksisitas Glukosa dan Jalur Heksosamin
Hiperglikemia menyebabkan rusaknya sekresi insulin dan aksi insulin pada
jaringan perifer. Otot rangka yang diinkubasi dalam kadar glukosa yang tinggi
secara in vitro(Shulman, 2000; Pessin, 2000).
Keadaan ini dapat dipulihkan dengan mengembalikan kadar glukosa dalam
keadaan normal, dengan demikian control yang ketat pada konsentrasi glukosa
darah dari penderita diabetes dapat memperbaiki resistensi insulin pada otot.
Mekanisme toksisistas glukosa pada otot melalui jalur heksosamin. Enzim
glutamin fruktosa 6 fosfat amido transferase memindahkan 3 % glukosa dari
jalur sintesa glikogen pada tingkat fruktosa 6 fosfat dan menghasilkan
glukosamin6 fosfat, selanjutnya menghasilkan produk heksosamin lain. Otot
yang terkena glukosaminnya menurunkan stimulasi oleh insulin pada transport
glukosa GLUT-4 (Shulman, 2000; Pessin, 2000).
2.2.4.3 Tumor Nekrosis Faktor alfa (TNF )
TNF alfa pertama kali ditemukan sebagai sitokin endogen yang dihasilkan oleh
makrofag dan limfosit setelah terjadinya proses inflamasi. TNF ini dibentuk pada
berbagai macam sel, termasuk sel lemak. Pada penderita yang gemuk TNF ini
meningkat terutama pada sel lemak serta berhubungan dengan bodi mass index
dan hiperinsulinemi. Penurunan berat badan menurunkan kadar TNF ini. TNF
juga ditemukan meningkat pada otot pada penderita diabetes(Shulman, 2000;
Pessin, 2000).TNF mempengaruhi fungsi signal dari insulin dengan meningkatkan
serine fosforilasi. Serine fosforilasi ini menghambat tirosin kinase dan
Kegiatan jasmani dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali dalam 1
minggu selama kurang lebih 30 menit) dapat memperbaiki sensitivitas insulin
sehingga dapat memperbaiki kontrol glukosa darah. Selain itu, latihan jasmani
juga dapat mengurangi resiko efek metabolik dari komplikasi ke arah penyakit
kardiovaskuler. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang
bersifat aerobik sepertijalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang
(PERKENI, 2011; Redmond, 2014).
Generasi
pertama
terdiri
dari
acetohexamide,
serebrovaskular,
sepsis,
renjatan,
gagal
jantung).
Metformin
dapat
memberikan efek samping mual sehingga dapat diberikan pada saat atau
sesudah makan (ADA, 2013; Bahendeka et al 2012; PERKENI, 2011).
3. Peningkat sensitivitas terhadap insulin (tiazolidindion)
Tiazolidindion (pioglitazon) memiliki efek menurunkan resistensi
insulin dengan cara meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa. Obat
ini berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma
(PPARg) yang merupakan reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Mempunyai
efek terhadap liver dan jaringan perifer yang berhubungan dengan masukan
dan produksi glukosa. Obat ini dapat memperberat retensi cairan sehingga
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung, dan juga pada pasien
dengan gangguan fungsi hati (Bahendeka et al, 2012; PERKENI, 2011).
4. Penghambat glukosidase alfa (Acarbose)
Obat ini berkerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus
sehingga dapat menurunkan kadar gula darah sesudah makan. Mekanisme
kerja obat ini lebih jau adalah dengan menghambat alpha-glucosidases
(complex carbohydrates) pada
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
Terapi Suntikan
1. Insulin
Terapi suntikan insulin secara intensif diberikan ketika kadar HbA1c >
9%. Menurut PERKENI 2011, terapi insulin diperlukan pada pasien dengan
keadaan:
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemi berat yang disertai dengan ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hierosmolar non ketotik
Hiperglikemi dengan asidosis laktat
Gagal kombinasi OHO dengan dosis optimal
Stress berat (infeksi, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM yang tidak terkendali dengan perencanaan
makanan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Adanya kontraindikasi atau alergi terhadap OHO
Berdasarkan lama kerjanya, insulin dibagi menjadi empat jenis yaitu
insulin kerja cepat (rapid acting insulin), insulin kerja pendek (short acting
insulin), insulin kerja menegah (intermediate acting insulin), insulin kerja
panjang (long acting insulin), insulin campuran tetap, kerja pendek dan
menengah (premmixed insulin). Efek samping terapi insulin adalah terjadinya
hipoglikemia, reaksi imunologi terhadap insulin. Dosis koreksi insulin
diberikan dengan disesuaikan dengan kadar insulin basal dan prandial untuk
mengoreksi keadaan hiperglikemia. Pada pasien yang dapat mengkonsumsi
makanan secara oral, insulin biasa diberikan pada saat pasien makan atau
beberapa saat sebelum pasien makan dengan meningkatkan dosis insulin kerja
cepat. Sedangkan pada pasien yang tidak dapat makan secara per oral, insulin
kerja pendek diberikan secara periodik, baik sebagai insulin reguler, maupun
sebagai analog insulin kerja cepat, sesuai dengan waktu pemberian insulin
yang sudah ditentukan dengan interval berkisar antara 4-6 jam (Bahendeka et
al, 2012, PERKENI, 2011).
Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada
keadaan puasa, sedangkan deisiensi insulin prandial akan menimbulkan
hiperglikemia setelah makan. Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk
melakukan koreksi terhadap defisiensi yang terjadi. Insulin yang dipergunakan
untuk mencapai sasaran glukosa darah basal adalah insulin basal (insulin kerja
sedang atau panjang). Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan
dapat dilakukan dengan menambah 2-4unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi
belum tercapai. Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai,
sedangkan A1C belum mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa
darah prandial (mealrelated). Insulin yang dipergunakan untuk mencapai
sasaran glukosa darah prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) atau
insulin kerja pendek (short acting). Kombinasi insulin basal dengan insulin
prandial dapat diberikan subkutan dalam bentuk 1 kali insulin basal + 1 kali
insulin prandial (basal plus), atau 1 kali basal + 2 kali prandial (basal 2 plus),
atau 1 kali basal + 3 kali prandial (basal bolus) (PERKENI, 2011).
2. Agonis GLP-1/ mimetic incretin
Agonis GLP1 dapat bekerja sebagai perangsang pelepasan insulin
yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang
biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Efek
agonis GLP1 yang lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang
diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Efek samping yang timbul
pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah (Bahendeka et al,
2012, PERKENI, 2011).
BAB III
SIMPULAN
syndrome
berhubungan
dengan
peningkatan
resiko
kelainan
kardiovaskular. Penyebab dari resistensi insulin dapat terletak pada reseptor, post
reseptor atau faktor luar. Pada reseptor penyebabnya adalah kelainan genetik,
sedangkan post reseptor penyebabnya adalah glukosa transport. Pada otot rangka
resistensi insulin disebabkan karena kelainan pada transport glukosa, karena
kelainan pada translokasi dan aktivasi dari glukosa transport.
Prinsip penatalaksanaan DM tipe 2 adalah dengan menurunkan kadar
glukosa plasma dalam tubuh mendekati kadar glukosa normal atau sasaran terapi
yang bertujuan untuk mengurangi timbulnya gejala hiperglikemia dan memiliki
efek yang baik dalam mencegah serta mengurangi efek pada komplikasi
makrovaskular maupun mikrovaskular.
DAFTAR PUSTAKA
ADA. 2013. Standart of Medical Care in Diabetes. Volume 36. Care Diabetes
Journal. America.
Bahendeka S, Colagiuri S, Mendis S, Otineo F, Roglic G, Sobwongwi E,
Viswanathan V, Walleser S, et al. 2012. WHO Guidelines. Prevention and
Control of Noncommunicable Disease: Guidelines for Primary Health Care
un Low Resource Settings. Switzerland
CastoAVB, Kolka CM, Kim SP, Bergman RN (2014). Obesity, insulin resistance
and comorbidities Mechanisms of association. Arq Bras Endocrinol Metab.
DOI: 10.1590/0004-273000000322
Garvey WT, Maianu L, Zhu JH, Brechtel-Hook G, Wallace P, Baron AD.
Evidence for Defects in the Trafficking and Translocation of GLUT4 Glucose
Transporters in Skeletal Muscle as a Cause of Human Insulin Resistance. The
Journal of Clinical Investigation; 1998; Volume 101, Number 11, 23772386.
Kahn BB, Flier JS. Obesity and Insulin Resistance. The Journal of Clinical
Investigation; 2000; Volume 106; Number 4.
Marfianti E (2006). Perbedaan kadar resistin pada obes dengan resistensi insulin
dan obes tanpa resistensi insulin. JKKI Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Indonesia
Meier U, dan Gressner A.M. (2004). Endocrine Regulation of Energy
Metabolism: Review of Pathobiohemical and Clinical Chemical Aspects of
Leptin, Ghrelin, Adiponectin and Resistin. Clinical Chemistry. 15 (9): 151125
Meigs JB. Association of Oxidative Stress, Insulin Resistance, and Diabetes Risk
Phenotipes. Diabetes Care; 2007; Volume 30, Number 10.
Olatunbosun ST, Talavera F, Schalch DS, Griffing GT, Schade DS, Jack SD
(2015). Insulin resistance. http://emedicine.medscape.com/article/122501overview - diakses tanggal 19 Juli 2015
PERKENI. 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus
Tipe II di Indonesia. Jakarta : PERKENI
Pessin JE, Saltiel AR. Signaling Pathways in Insulin Action: Molecular Targets of
Insulin Resistance. The Journal of Clinical Investigation; 2010; Volume
106, Number 2.
Redmond B, Caccamo D, Flavin P, Michels R, Oconor P, Robert J, Smiths S, et
al. 2014. Diagnosis and Management of Tipe 2 Diabetes Mellitus in Adult.
Health Care Guideline. ICSI
Shaw JE, Sicree RA, Zimmet PZ. Global Estimates of The Prevalence of Diabetes
for 2010 and 2030. Diabetes Research And Clinical Practice; 2010; 87,
pp.4-14.
Sheperd PR, Kahn BB. Glucose Transporter and Insulin Action. The New
England Journal of Medicine; 1999.
Shulman GI. Cellular Mechanisms of Insulin Resistance. The Journal of Clinical
Investigation; 2000; Volume 106, Number 2. Diakses tanggal 1 Maret 2012
Wilcox, Gisela. Insulin and Insulin Resistance. 2005. Clin Biochem Rev. 2005
May; 26(2): 1939.
Ye J (2013). Mechanisms of insulin resistance in obesity. Front Med. 7(1): 1424.
doi:10.1007/s11684-013-0262-6.