557212cf497959fc0b90fde4 PDF
557212cf497959fc0b90fde4 PDF
KATARAK SENILIS
Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2008
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Katarak adalah perubahan lensa mata yang tadinya jernih dan tembus
cahaya menjadi keruh. Lensa mata yang normal adalah jernih. Bila terjadi
proses
katarak,
lensa
menjadi
buram
seperti
kaca
susu.
Katarak
lensa
mata
yang
mengakibatkan
lensa
mata
menjadi
keruh.
Penyebabnya dapat faktor usia, paparan sinar ultra violet dan faktor gizi.2
Gejala gangguan penglihatan penderita katarak tergantung dari letak
kekeruhan lensa mata. Bila katarak terdapat di bagian pinggir lensa, maka
penderita akan merasa adanya gangguan penglihatan. Bila kekeruhan
terdapat pada bagian tengah lensa, maka tajam penglihatan akan terganggu.
Gejala awal biasanya ditandai adanya penglihatan ganda, peka atau silau
terhadap cahaya sehingga mata hanya merasa nyaman bila melihat pada
malam hari. Dan biasanya mata mengalami perubahan tajam penglihatan
sehingga sering mengganti ukuran kaca mata.2
Katarak merupakan penyebab utama kebutaan dengan prevalensi lebih
dari separuh prevalensi penyebab kebutaan. Penyakit ini menjadi fokus
perhatian karena jumlah kasusnya yang banyak, akan tetapi dapat segera
diatasi dengan hasil yang memuaskan yaitu dengan operasi. Menurut data
WHO tahun 1990, ditemukan sebanyak 40 juta kasus orang buta diseluruh
dunia, yang lebih dari separuhnya disebabkan oleh katarak. Di Indonesia
sendiri terdapat 0,76 % dari seluruh jumlah penduduk (atau sekitar 1.900.000
jiwa) menderita buta katarak.3
Katarak senilis merupakan salah satu jenis katarak yang paling lazim
dijumpai.Penyakit ini merupakan salah satu dari penyakit degeneratif (age
related dissease) yang bersifat progresif dan dapat berakhir dengan hilangnya
fungsi penglihatan yang akan memberikan dampak medik, sosial dan ekonomi
Adanya berbagai macam usaha peningkatan kualitas kesehatan, menjadikan
usia harapan hidup menjadi makin panjang. Dengan meningkat nya jumlah
manula
ditahun-tahun
mendatang
akan
memungkinkan
peningkatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
ANATOMI LENSA
Pembentukan pertama kali dari lensa dapat dilihat pada embrio 4 mm,
yaitu berupa suatu penebalan dari surface ectoderm yang disebut lens plate.
Pada embrio 5 mm bagian sentral dari lens plate mengadakan depresi yang
disebut dengan lens pits. Sementara itu optic vesicle juga mengadakan
invaginasi dan membentuk optic cup. Invaginasi lens vesicle makin lama
makin dalam, sehingga terbentuk suatu lens vesicle yang dihubungkan
dengan surface ectoderm oleh suatu stalk. Stalk ini mengadakan kontraksi
sehingga lumennya menghilang, dan pada embrio 9 mm lens vesicle lepas
dari
surface
ectoderm, segera
jaringan
mesoderm mengisi
ruangan
diantaranya. Mulai stadium ini sel-sel lens vesicle bagian sentral mengadakan
diferensiasi, memperpanjang diri ke arah anterior dan mengisi ruangan
vesicle.
Kapsul lensa mulai terbentuk pada akhir minggu ke-5 (embrio 15 mm)
yang mungkin berasal dari suatu sekresi lens epitel dan lens fiber. Jadi sejak
embrio 13 mm protein lensa sudah terpisah dari protein tubuh lainnya dan
merupakan satu-satunya protein asing yang terdapat dalam tubuh, karena
sejak itu protein tubuh lainnya tidak mempunyai kesempatan untuk
mengenalinya. Maka bila waktu dewasa terjadi ruda paksa disertai robeknya
kapsul lensa ke dalam bilik mata depan (karena protein ini merupaka n benda
asing), maka akan timbul dua kemungkinan yaitu: tidak timbul reaksi apa-apa
atau akan timbul reaksi alergi sehingga terjadi lens induced uveitis.
Lensa adalah jaringan di dalam bola mata yang memiliki kekuatan
refraksi sekitar +20 D. Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks yang
terletak di dalam bilik mata belakang, avaskular, tidak berwarna dan hampir
Terletak di tempatnya.
2.2
BATASAN KATARAK
Katarak berasal daru Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin
Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular
dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak
adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat
kedua-duanya. Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan
dapat disebabkan oleh berbagai hal, tetapi biasanya berkaitan dengan
penuaan.
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata menjadi keruh akibat
dari berbagai macam penyebab.4 Kekeruhan pada lensa mata yang semula
jernih. Adanya kekeruhan tersebut menyebabkan gangguan terhadap jalannya
sinar kedalam mata sehingga timbul beberapa keluhan. Keluhan yang paling
ringan adalah seperti ada lalat atau bintik hitam yang beterbangan didepan
mata, selanjutnya akan menjadi seperti awan atau asap dan akhirnya akan
menjadi tidak dapat melihat sama sekali. Keluhan keluhan tersebut diatas
berhubungan dengan bertambahnya kekeruhan pada lensa mata.5
2.3
EPIDEMIOLOGI
Menurut survey morbiditas yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan
1.02 %
2.
Glaukoma /n II
0.16 %
3.
Kelainan refraksi
0.11 %
4.
Retina
0.09 %
5.
Kornea
0.06 %
6.
Lain-lain
0.03%
6
2.4
6,10
terjadi
galaktosemia
galaktoepimerase
dan
maka
akan
galaktokinase
timbul
yang
defisiensi
akan
enzim
menyebabkan
Pada
Hexokinase
Glukosa
Glukosa 6P
Laktat
CO2 + Pentosa P
Glukosa
Aldose reduktase
NADPH
NADP
Sorbitol
Polyoldehidrogenase
Fruktosa
penyakit
biasanya
berakibat
terjadinya
katarak
sub
kapsularis posterior.
3. Sinar ultraviolet
Pemaparan
lensa
mata
dengan
sinar
matahari
yang
banyak
2.5
cairan,
menyebabkan
menimbulkan
yang
bilik
dapat
mata
glaukoma
mendorong
depan
sekunder
menjadi
yang
iris
kedepan
dangkal
lazim
dan
disebut
yang
dapat
sebagai
Glaukoma Fakomorfik.
ini,
pasien
mulai
mengeluh
terjadi
penurunan
tajam
penglihatan.
Pada stadium ini katarak juga masih dapat dibagi berdasarkan letak
kekeruhan lensanya yaitu :
Kortikal katarak
Subkapsular katarak posterior
Sentral nuclear katarak
Punctata katarak
Dan masih banyak lagi
Namun pembagian berdasarkan lokasi kekeruhan ini tidak terlalu
banyak memiliki nilai klinis, terutama dalam hal terapi yang diperlukan.
3. Katarak matur
Kekeruhan yang terjadi telah mengenai seluruh bagin lensa,
yang
10
4. Katarak hipermatur
Apabila stadium matur terlewati tanpa adanya terapi yang sesuai, maka
akan terjadi pencairan korteks yang dapat menyebabkan
nukleus
subyektif dan obyektif. Adapun gejala katarak secara subyektif antara lain
adalah :
1. Gejala paling awal yang dapat muncul adalah rasa silau atau intoleransi
terhadap sinar terang.8
2. Penderita pada stadium immature dapat mengeluh melihat dobel atau
lebih (diplopia/poliplia) yang diakibatkan oleh refraksi ireguler akibat
kekeruhan lensa yang belum menyeluruh.11
3. Tajam pengelihatan menurun, makin tebal kekeruhan lensa maka tajam
pengelihatan makin mundur. Demikian pula bila kekeruhan terletak di
11
PEMERIKSAAN
Katarak pada stadium perkembangannya dapat diketahui melalui pupil
yang
dilatasi
pembesar, atau
pemeriksaan sinar celah (slit lamp), funduskopi pada kedua mata, bila
mungkin tonometer selain daripada pemeriksaan prabedah yang diperlukan
lainnya seperti adanya infeksi pada kelopak mata, konjungtiva, karena dapat
penyulit yang berat berupa panoftalmitis pasca bedah dan fisik umum. Derajat
klinis pembentukan katarak dengan menganggap bahwa tidak terdapat
penyulit lain, dinilai terutama dengan:
1. Uji ketajaman penglihatan (optotic snellen), karena secara umum
penurunan ketajaman penglihatan berhubungan langsung dengan
kepadatan katarak.
2. Lampu senter : menilai refleks pupil terhadap cahaya. Taampak
kekeruhan pada lensa terutama bila pupil dilebarkan, berwarna putih
keabu-abuan yang harus dibedakan dengan refleks senil. Diperiksa
12
juga proyeksi iluminasi dari segala arah untuk mengetahui fungsi retina
secara garis besar.
3. Oftalmoskop : untuk mengevaluasi refleks fundus. Fundus okuli
menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya
kekeruhan lensa, sampai reaksi fundus sama sekali hilang.
4. Slit lamp biomikroskopi : dengan alat ini dapat dievaluasi luas, tebal
dan lokalisasi kekeruhan lensa.
5. Tonometri : merupakan standar pemeriksaan tekanan cairan intraokuler
untuk mendeteksi kemungkinan adanya tanda-tanda glaukoma.
Pada katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan
sebelum dilakukan pembedahan untuk melihat apakah kekeruhan sebanding
dengan turunnya tajam penglihatan. Pada katarak nuklear tipis dengan miopia
tinggi akan terlihat tajam penglihatan yang tidak sesuai, sehingga mungkin
penglihatan yang turun akibat kelainan pada retina dan bila dilakukan
pembedahan memberikan hasil tajam penglihatan yang tidak memuaskan.
Sebaiknya pada katarak kortikal posterior yang kecil akan mengakibatkan
penurunan tajam penglihatan yang sangat berat pada penerangan yang
sedang ataupun keras akan tetapi bila pasien berada di tempat gelap maka
tajam penglihatan akan memperlihatkan banyak kemajuannya.
Pengobatan
katarak
adalah
tindakan
pembedahan.
Setelah
pembedahan lensa diganti dengan kacamata afakia, lensa kontak atau lensa
tanam intraokular.
2.8
KOMPLIKASI 3
Dengan kemajuan teknologi, saat ini beberapa jam setelah operasi
penderita sudah boleh pulang. Untuk itu dapat dibedakan komplikasi yang
terdiri dari jangka pendek maupun jangka panjang berdasarkan waktunya.
Komplikasi jangka pendek terdiri dari:
1. Prolapsus iris, diatasi dengan eksisi, insisi, dan dijahit kembali.
13
MANAGEMEN TERAPI
Untuk pemulihan visus, satu-satunya cara untuk penanganan katarak
adalah operasi, obat-obatan yang beredar di pasaran saat ini hanya bertujuan
memperlambat penebalan katarak.6
Obat - obat katarak berupa obat tetes mata, vitamin atau anti oksidan
hanya menghambat proses bertambah matangnya katarak, tetapi tidak dapat
mengurangi atau menghilangkan katarak. Operasi katarak dilakukan jika
penglihatan sudah mengganggu pasien, tidak harus menunggu sampai
katarak matang. Katarak tidak dapat diatasi dengan laser, akan tetapi harus
14
utuh. Untuk keperluan ini digunakan cara Cryo (alat pendingin), atau pinset
lensa yang ditempelkan pada lensa kemudian ditarik keluar perlahan-lahan.
Hanya digunakan pada katarak matur atau luksasio lentis. Cara ini sudah
banyak ditinggalkan karena banyaknya komplikasi termasuk vitreous prolaps.
Di samping pasien masih harus memakai kacamata afakia yang tebal.
2.
15
lentis. Memungkinkan diberi lensa tanam / IOL untuk pemuli han visus.
Komplikasi lebih jarang timbul durante operasi dibanding ICCE.
3.
diambil dengan alat khusus (emulsifier). Dibanding ECCE, maka irisan luka
operasi lebih kecil sehingga setelah diberi IOL rehabilitasi visus lebih cepat di
samping penyulit pasca bedah lebih sedikit ditemukan.
16
Rehabilitasi
visus
pasca
ekstraksi
katarak
bisa
menggunakan
kacamata afakia, lensa kontak ataupun dengan intra okular lens (IOL) / lensa
tanam.
Tabel 2.1 Perbandingan pemakaian lensa koreksi setelah operasi
katarak
Perbedaan
IOL
Lensa kontak
Kacamata
Lapang pandang
Penuh
Penuh
Terbatas
Pembesaran benda
Normal
7-10%
25-30%
Benda melengkung
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Saat operasi
Saat kerja
Saat kerja
(-)
Harus bersih
Berat
Kerja berdebu
Dapat
Tidak dapat
Tidak dapat
Pasien tremor
Dapat
Tidak dapat
Sukar
Rehabilitasi visus
Segera
2-3 bulan
2-3 bulan
Penampilan wajah
Tidak berubah
Biasa
Kacamata tebal
Pemakaian 24jam/hari
Dipasang
Penyulit Pemakaian
17
2.10
PROGNOSIS
Prognosis paska operasi sangat ditentukan oleh 3 faktor, yaitu: fungsi
18
BAB III
KESIMPULAN
1.
3.
tebal dan tipisnya kekeruhan lensa yang terjadi. Terdiri dari 4 stadium
yaitu: stadium insipien, stadium imatur, stadium matur, dan stadium
hipermatur.
4.
5.
19
DAFTAR PUSTAKA
1
Anonymous.
Available
http://www.klinikmatanusantara.com/katarak.htp
Tim Dokter Mata RSU dr. Soetomo. 2006. Pedoman Diagnosis dan
Terapi Ilmu Mata. Surabaya: RSU dr. Soetomo/FK Unair
10
11
12
Anonymous.
Available
from:
http://www.surgeryencyclopedia.com/extra-capsular-catarractextraction.html
13
from:
20
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
BAB I
PENDAHULUAN .......................................................................................1
BAB II
BAB III
2.1
2.2
Batasan Katarak.............................................................................5
2.3
Epidemiologi ...................................................................................6
2.4
2.5
2.6
2.7
Komplikasi .................................................................................... 13
2.8
2.9
Prognosis ..................................................................................... 18
KESIMPULAN ........................................................................................ 19
21