MATEMATIKA
Kartini Hutagaol
Prodi Pendidikan Matematika Universitas Advent Indonesia Bandung
E-mail: kartinih_smant@yahoo.com
Representasi
adalah
sebagai
gambaran mental yang merupakan proses
belajar yang dapat dipahami dari
pengembangan mental yang ada dalam diri
seseorang. Proses akan terjadi pada saat
berpikir dengan adanya informasi yang
datang dari diri sendiri maupun dari orang
lain. Informasi tersebut diolah dalam
pikiran, sehingga terjadi pembentukan
pengertian yang merupakan representasi
internal, dan tercermin dalam wujud
representasi eksternal yaitu berupa: katakata, gambar, grafik, tabel, model
matematika, simbol, dll. Suatu pemahaman
ide atau konsep matematika sangat
berkaitan dengan keberadaan representasi
internal,
dan
diwujudkan
atau
dikomunikasikan secara bermakna melalui
representasi eksternal.
Representasi
merupakan komponen proses yang
132
kehadiran
representasi
benar-benar
sebagai alat yang dipergunakan untuk
penyampaian ide-ide matematika, dan
dengan
strategi
alternatif
multi
representasi pemecahan masalah matematika lebih bervariasi, dan
dapat
memperkecil kekeliruan konsep dalam
matematika.
Lesh, dkk (dalam Hwang, 2007)
membagi representasi yang digunakan
dalam pendidikan matematika dalam lima
jenis, meliputi representasi objek dunia
nyata, representasi konkret, representasi
simbol aritmetika, representasi bahasa
lisan atau verbal dan representasi gambar
atau grafik. Di antara kelima representasi
tersebut, tiga yang terakhir lebih abstrak
dan merupakan tingkat representasi yang
lebih tinggi dalam memecahkan masalah
matematika. Kemampuan representasi
bahasa atau verbal adalah kemampuan
menerjemahkan sifat-sifat yang diselidiki
dan
hubungannya
dalam
masalah
matematika ke dalam representasi verbal
atau bahasa. Kemampuan representasi
gambar atau grafik adalah kemampuan
menerjemahkan masalah matematik ke
dalam gambar atau grafik. Sedangkan
kemampuan representasi simbol aritmatika
adalah
kemampuan
menerjemahkan
masalah matematika ke dalam representasi
rumus aritmatika. Ide-ide atau konsep
matematika yang abstrak dapat menjadi
konsep yang nyata dan lebih mudah
dipahami jika disiasati atau disengaja
secara terencana oleh guru dalam multi
representasi,
sehingga
pelaksanaan
pembelajaran dapat berjalan dengan lancar,
dan tujuannya berupa hasil belajar bisa
tercapai secara optimal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam kajian ini, kita mengamati
cara-cara yang dipilih siswa dalam
mengkomunikasikan jawaban mereka.
Melihat
langkah-langkah
pemecahan
masalah
dan
bagaimana
mereka
memberikan alasannya. Kenyatannya
sebagian besar siswa salah konsepsi dalam
menterjemahkan bentuk verbal ke bentuk
aljabar, dan siswa sangat sulit memahami
bentuk aljabar. Selanjutnya Pengamatan
tentang bagaimana siswa memilih cara
representasi untuk mengkomunikasikan
pemecahan masalahnya, menunjukkan
bahwa mayoritas siswa lebih menyukai
cara verbal dan numerik. Minoritas siswa
menyukai cara aljabar. Siswa lebih
memilih representasi non aljabar.
Berikut ini adalah contoh kesalahan
konsepsi dalam menterjemahkan bentuk
verbal ke simbolik empat kali lebih
kecil ditulis 4 (Gagatsi & Elia,
2004). Kusumah (2008) menyatakan sering
kekeliruan konsep dari guru, misalnya: 3
pensil + 2 pensil = 5 pensil. Guru
menuliskan di papan tulis: 3 p 2 p 5 p ,
dari ilustrasi tersebut bahwa yang benar
adalah: 3 2 5 . Kekeliruan konsep
dalam kontes tersebut
tidak mudah
ke-1
ke-2
ke-3
Selanjutnya hasil penelitian Neria,
D. and Amit (2004) dari total 350 jawaban
yang benar, 153 siswa (44%) yang
menjawab benar dengan cara verbal, 131
siswa (37%) menjawab benar dengan cara
aritmetika, 39 siswa (11%) menjawab
benar dengan cara aljabar, sisanya siswa
yang tidak menjawab. Yang menjawab
benar dengan cara aljabar adalah siswa
yang berkemampuan tinggi. Kemudian
ditemukan bahwa representasi-representasi
itu sendiri
tidak membantu dalam
mengembangkan pemecahan masalah.
Mengapa bisa terjadi bahwa
representasi-representasi itu sendiri tidak
membantu
dalam
mengembangkan
pemecahan masalah? Karena guru tidak
ke-4
ke-5
memperhatikan pengalihan dari bentuk
representasi yang satu ke bentuk
representasi yang lain, yang merupakan
suatu proses psikologis yang memerlukan
suatu transisi. Dengan demikian sehingga
pengalihan bentuk representasi tersebut
menjadi blok penghambat bukan menjadi
saling terkait satu sama lain sehingga
membantu siswa dalam memahami
konsep-konsep matematika. Selanjutnya
dalam menanamkan konsep baru kepada
siswa
haruslah
didasari
dengan
pengetahuan sebelumnya serta pengalaman
keseharian siswa. Siswa akan lebih mudah
memahami representasi yang satu ke
representasi yang lainnya jika dikaitkan
dengan pengetahuan sebelumnya, dan
Y
Dikali Tiga
12
3m
DAFTAR PUSTAKA
Amit, M. and Fried, M. N (2004).
Multiple Representations in 8TH
Grade Algebra Lessons: Are
Learner Really Getting it?
Proceding of the 29th Conference
of the Internasional Group for
Psychology
of
Mathematics
Education, Vol 2, pp. 57-64.
Melbourne: PME.
Ansari, B.I. (2004). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman
dan Komunikasi Matematis Siswa
SMU melalui Strategi Think-TalkWrite. Bandung: Disertasi pada SPs
UPI. Tidak diterbitkan.
Gagatsi, Christou, and Elia, (2005). The
Nature of Multiple Representations in Developing Mathematical Relationships. International Journal for Mathematics
Teaching and Learning, Quarderni
Ricerca in Didattica, nl 4.
Herman, T. (2000). Representasi dan
Strategi Mental yang digunakan
Siswa SLTP dalam Penyelesaian
Soal Cerita yang Memuat Sifat
Aljabar dan Urutan. Laporan Hibah
Penelitian dalam Rangka Implementasi
Program
Due-like
Universitas Pendidikan Indonesia.
Hudiono, B. (2005). Peran Pembelajaran
Diskursus
Multi
Representasi
terhadap Pengembangan Kemampuan
Matematik
dan
Daya
Representasi pada Siswa SLTP.
Bandung: Disertasi pada SPs UPI.
Tidak diterbitkan.
Hudoyo, H (2002). Representasi Belajar
Berbasis Masalah. Jurnal Matematika atau Pembelajarannya. ISSN:
085-7792. Tahun VII, edisi khusus.
Hutagaol, K. (2007). Pembelajaran
Matematika
Kontekstual
untuk
Meningkatkan Kemampuan Komu-