Oleh
: Dr. Asep Iwa Hidayat, S.Sos. M.Pd.
Dalam manajemen pendidikan dan
pelatihan, hal yang harus diperhatikan beberapa kegiatan antara lain
kegiatan perencanaan diklat, pelaksanaan diklat dan monitoring dan evaluasi
diklat. Faktor yang utama, dan merupakan kegiatan awal adalah perencanaan.
Oleh karena itu, ada pepatah mengatakan apabila gagal dalam berencana, maka
berarti merencanakan (aagym). pentingnya perencanaan maka dalam
perencanaan membutuhkan konsentrasi tingkat tinggi, keseriusan yang baik,
sehinggga diperoleh kegiatan yang maksimal. Perencanaan mencakup
rangkaian kegiatan untuk menentukan tujuan umum (goals) dan tujuan
khusus (objectives) suatu organisasi atau lembaga. Perencanaan akan
berkaitan dengan pola, rangkaian dan proses kegiatan yang akan dilakukan
untuk mencapai tujuan tersebut. Perencanaan pada dasarnya adalah
menentukan kegiatan dan tujuan yang hendak dicapai. Sebagai salah satu
fungsi manajemen, perencanaan merupakan sutau proses pengambilan
keputusan dari berbagai alternatif yang akan dilaksanakan pada masa yang akan
datang. Kauffman 2001:49) bahwa adalah ses penentuan tujuan atau sasaran
yang hendak dicapai dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu
seefisien dan seefektif mungkin. Dari pendapat tersebut tampak bahwa
perencanaan pada hakekatnya merupakan kegiatan memikirkan masa depan
yang lebih baik, yang menggambarkan terjadinya perubahan, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif dibandingkan dengan keadaan sebelumnya atau
kondisi saat ini. Berdasarkan pengertian di atas, dalam proses perencanaan
kondisi perubahan yang diinginkan perlu dirumuskan secara operasional, baik
yang menyangkut substansi, sifat, jumlah, dan kapan harus dicapai. Selain
hal itu membentuk masa depan yang lebih baik, menuntut pemikiran yang
realistik, feasible, dan sistematik. Realistik berarti memikirkan kondisi
objektif, baik menyangkut masalah-masalah yang dihadapi maupun
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Feasible mengandung arti
memiliki kemungkinan untuk diwujudkan dengan memperhatikan sumber
daya yang ada, sedangkan sistematik artinya memperhitungkan
seluruh komponen yang membentuk kinerja organisasi.
2
Memperhatikan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya
penetapan tujuan atau sasaran-sasaran pembangunan pendidikan merupakan
proses merumuskan gambaran realistik tentang keadaan/perubahan yang
dikehendaki dan diyakini sebagai suatu keadaan yang lebih baik. Oleh karena itu,
perencanaan yang baik hendaknya memperhatikan sifat-sifat kondisi yang
akan datang, dimana keputusan dan tindakan efektif dilaksanakan baik
jangka pendek (kurang dari 5 tahun), jangka menengah (5-10 tahun),
maupun jangka panjang (di atas 10 tahun). Dari hal tersebut, bila dikaitkan
dengan perencanaan pendidikan dan pelatihan, maka perencanaan merupakan
penentuan sekumpulan kegiatan seperti penentuan strategi, kebijakan,
prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar, atau pemilihan sekumpulan
kegiatan dan penetapan apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan
Tidak bisa dipungkiri inovasi atau perkembangan sistem dan iptek baru semakin
hari semakin meningkat baik kualitas maupun kuantitas. Oleh karena perlu
diantisipasi secara tepat, sehingga tidak berdampak negatif bagi
lembaga/organisasi. Kesenjangan antara kemampuan pegawai atau organisasi
dengan perkembangan masalah yang dihadapi akan berdampak negatif yaitu
stress individu atau stress organisasi, sehingga muncul apa yang dinamakan
broken organization (kehancuran organisasi). Dengan demikian dapat menjadi
alasan penting mengapa perlu dilakukan analisis kebutuhan diklat. Kegiatan
Rutin & Pengembangan Kegiatan rutin dapat menyebabkan kejenuhan bagi
pegawai, oleh karena itu perlu adanya solusi untuk mengatasi hal tersebut
yaitu dengan pengembangan.
4
Model pengembangan yang bagaimana?
yang tepat untuk mengatasi permasalahan itu. Jawaban nya yaitu dengan
melakukan identifikasi dulu melalui analisis kebutuhan diklat.
Adapun tujuan
melakukan analisis kebutuhan diklat, antara lain adalah sebagai berikut: 1.
Dasar penyusunan program pelatihan (data dan informasi yang diperoleh dalam
pelaksanaan analisis kebutuhan diklat akan digunakan untuk menyusun
program diklat). 2. Sebagai pedoman organisasi dalam merancang bangun
program diklat. Diskrepansi kompetensi yang ditemukan pada saat analisis
kebutuhan diklat akan diubah menjadi tujuan diklat dalam proses rancang bangun
program. 3. Sebagai masukan bagi organisasi untuk tindak lanjut kegiatan dan
menentukan prioritas program. 4. Menjaga dan meningkatkan produktivitas
kerja. Pegawai yang sehari-hari hanya mengerjakan pekerjaan rutin dari itu ke
itu saja, dalam waktu tertentu akan mengalami kebosanan. Kalau sudah
bosan, maka produktivitasnya akan menurun. Tapi dengan TNA ini akan
ditemukan hal-hal yang dapat dilakukan untuk menjaga tingkat
produktivitasnya, misalnya perlu penyegaran dalam bidang-bidang
tertentu. Begitu juga dengan pegawai yang menghadapi pekerjaan
baru atau hal-hal baru, melalui analisis kebutuhan diklat akan
ditemukan hal-hal apa saja yang belum dikuasainya, sehingga dapat
diisi, yang berarti diharapkan akan dapat meningkatkan
produktivitasnya. 5. Menghadapi kebijakan baru. Dengan adanya kebijakan
baru, pegawai atau petugas yang melaksanakannya akan dibekali dengan
informasi mengenai hal tersebut apabila mereka belum memahaminya. 6.
Menghadapi tugas-tugas baru; Tugas baru memerlukan kompetensi baru juga.
Dan melalui analisis kebutuhan diklat akan diketahui sejauhmana tugas baru itu
dipahami dan yang belum dipahami sehingga dapat dijadikan prioritas
kebutuhan pelatihan. Sedangkan manfaat yang diperoleh dengan melakukan
penilaian kebutuhan diklat adalah: 1. Program-program diklat yang disusun
sesuai dengan kebutuhan organisasi, jabatan maupun individu setiap pegawai.
5
2. Menjaga dan meningkatkan motivasi peserta dalam mengikuti pelatihan,
karena program pelatihan yang diikuti sesuai dengan kebutuhannya. Dengan
demikian akan meningkatkan efektivitas pencapaian tujuan pelatihan. 3.
Efisiensi biaya organisasi, karena pelatihan yang dilaksanakan sesuai dengan
kebutuhan organisasi. Jadi biaya yang tidak sedikit yang dikeluarkan untuk
tingkat dalam organisasi, mulai dari tingkat organisasi, jabatan dan tingkat
individu pegawai. Ada pendekatan yang bisa dilakukan dalam analisis kebutuhan
diklat: Ditinjau dari orang yang melakukan : teknik intuitif dan ulasan pimpinan
Atas dasar analisis data skunder : studi pustaka dan analisis jabatan Focus
Group (Focus Group adalah upaya penelusuran kebutuhan diklat secara
kualitatif bertujuan untuk memusatkan pikiran pada kebutuhan materi diklat apa
dalam satu kelompok sasaran penelusuran diklat) dan Nominative Group (Teknik
pendekatan nominatif adalah penelusuran kebutuhan diklat yang memusatkan
pada materi diklat yang diunggulkan dalam satu unit/kelompok penelusuran).
Analisis Litingring (DIF Analysis) Pada dasarnya analisis ini mendasarkan
pada Analisis Jabatan (Job Analysis) yang diikuti dengan mencari tingkat
KESULITAN (D = Difficulties); tingkat KEPENTINGAN (I = Importancy) dan
tingkat KESERINGAN (F = Frequency). Berdasarkan tingkat-tingkat tersebut
dicari dari analisis jabatan yang paling DIF. Model penilaian diskrepansi
kompetensi Adalah selisih antara kinerja orang yang menduduki suatu
jabatan dengan kinerja yang dituntut oleh organisasi. Suatu jabatan yang
diduduki menuntut adanya mampuan/Kompetensi Kerja Standar (KKS) Menurut
Rossett dan Arwady, berikut tahapan analisis kebutuhan diklat: A. Perumusan
Masalah (focusing) Sebelum melakukan analisis kebutuhan diklat, terlebih dahulu
tentukan konteks fokus kegiatan. Dalam kegiatan ini hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut: 1. Siapa yang menginginkan dan tidak
menginginkan penyelesaian masalah yang ada. Masalah-masalah yang ada
biasanya dapat dijumpai dalam analisis kinerja? 2. Solusi apa yang diharapkan
dalam pemecahan masalah. Solusi dalam hal ini dapat berupa training atau non
training ?
8
3. Siapa sumber informasi, misalnya atasan, pemangku jabatan,
staf, pelanggan atau bahkan data sekunder seperti laporan, hasil kerja, surat kabar
dan lain sebagainya ? 4. Catatan dan bukti apakah yang dibutuhkan dalam
pengumpulan bahan TNA ? 5. Seberapa besar bantuan organisasi terhadap
kegiatan TNA tersebut ? Dan organisasi mana yang terkait dalam pelaksanaan
TNA ini. Dari data tersebut dapat dipergunakan dalam penentuan kegiatan
selanjutnya. B. Perumusan Tujuan (Formulating Objectives) Setelah kita
menentukan konteks focus kegiatan di atas, selanjutnya tentukan tujuan
kegiatan (formulating objective). Dalam tahapan ini Analis kebutuhan diklat
menetapkan tujuan kegiatan TNA. Misalnya apakah tujuan tersebut nanti untuk
tingkat organisasi (organization level), tingkat pemangku jabatan (occupation
level) atau tingkat pekerja (individual level). Apabila menyangkut pemangku
jabatan tertentu yang perlu diperhatikan adalah kinerja optimal atau pengetahuan
apa yang diharapkan dikuasai oleh pemangku jabatan tersebut, uraian tingkat
kemampuan yang dimiliki pekerja saat ini, bagaimana tanggapan mereka
terhadap perubahan sistem baru ini, apakah penyebab permasalahan serta
solusi apa yang disenangi. Bahan-bahan yang ada dapat dipergunakan untuk
menyusun tujuan kegiatan TNA yang akan dipergunakan sebagai pedoman
dalam langkah selanjutnya. Tanpa tujuan yang jelas maka hasil yang akan
tentang -hal penting, padahal mereka perlu tahu ada hak yang mereka
miliki. Termasuk melaporkan pejabat publik yang melanggar UU, teg asnya.
Selain itu, ia menilai kesungguhan pemimpin masih rendah untuk
memberikan pelayanan publik yang memenuhi standar. pada jenjang manapun
dari Lurah sampai Pejabat esenol IV, III, II dan I, kesadaran pemimpin terhadap
pentingnya reformasi birokrasi rendah, imbuhnya.
Hal tersebut lantaran
pejabat publik terlena dengan kerja mereka yang asal -asalan. instrumen
menjalankan publikyang memenuhi standar sudah ada. Dari 22 provinsi yang
diobservasi, SKPD Provinsi SulSel merupakan yang paling banyak ada di zona
merah, yaitu sebesar 90,9% disusul Papua 83,9%, dan KalSel 83,3%.
Daerah
yang unit pelayanannya paling patuh ialah Jatim dengan persentasi 75%.
Provinsi lain sangat sedikit yang di zona hijau.
Dari hasil paparan Ombudsman,
Jatim jauh mengungguli provinsi lain dalam unit pelayanan publik yang
berada di zona hijau. Di bawah Jatim, ada Jabar dengan unit pelayanan publik
berada di zona hijau hanya 18,2%.
13
Pada tingkat provinsi, Ombudsman
mengobservasi 12 SKPD, yakni Rumah Sakit umum daerah, Dinas/Badan
Lingkungan, Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Pendidikan, Dinas Pekerjaan
Umum/Ciptakarya/Bina marga.
Selain itu, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan,
Dinas Perindustrian dan Perdagangn, Dinas Perhubungan, Dinas Pendapatan
Daerah, Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah, dan Perijinan Terpadu Satu
Pintu (PTSP).
Karena itulah, ketika reformasi bergulir dan pemerintah kerap
dengan lantang menggelorakan reformasi birokrasi, kita sangat berharap akan
ada perubahan positif dalam pendekatan mereka melayani publik.
C. Faktor
Yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik
Keberhasilan suatu organisasi
penyedia pelayanan dalam mengembangkan Pelayanan Prima, dipengaruhi
oleh berbagai strategi dalam pengelolaan manajemen pelayanannya. Ada lima
faktor yang dinilai sangat berpengaruh dalam pengembangan kualitas pelayanan
publik yaitu kelembagaan organisasi, pengelolaan sumber daya manusia,
komitmen pimpinan, perhatian kepada pelanggan dan manajemen pengadaan.
Leadership (kepemimpinan) adalah faktor pertama yang menjadi kunci
keberhasilan kinerja suatu organisasi. Kesuksesan suatu organisasi tergantung
pada kinerja para pegawai yang berada paling bawah dalam suatu piramida
organisasi, karena pada dasarnya para pegawai yang bekerja membutuhkan
pemimpin yang memimpin mereka dalam bekerja. Oleh karena itu, berbagai
kebijakan pelayanan prima akan dapat berjalan dengan baik apabila terdapat
dukungan dari Top Management yang ada di dalam organisasi tersebut, bahkan
baik buruknya kinerja organisasi akan sangat bergantung pada cara pimpinan
suatu organisasi tersebut menjalankan organisasinya. Sebagus apapun gagasan
dari bawah tanpa adanya dukungan dari pimpinan puncak, gagasan tersebut
tidak akan dapat berjalan dengan baik bahkan sebagus apapun kebijakan itu
dibuat, tanpa adanya komitmen pimpinan untuk menerapkan kebijakan tersebut
tidak akan dirasakan keberhasilannya.
D. Konsep Kepemimpinan Dalam Dunia
Pelayanan
Salah satu konsep kepemimpinan yang sering digunakan dalam
prinsip Total Quality Management (TQM) dalam dunia pelayanan adalah Tender
semakin hari bukannya kian berkurang tetapi semakin unjuk gigi dengan
perbuatannya itu. Bahkan masyarakat memberi label perbuatan korupsi itu
sebagai kejahatan yang luar biasa, dan biadab, karena diyakini hal itu akan
menyengsarakan generasi dibelakang hari. Sampai-sampai masyarakat berfikir
untuk membubarkan institusi pengawas daerah tersebut karena dinilai tidak ada
gunanya, bahkan ikut menyengsarakan rakyat dengan menggunakan uang rakyat
dalam jumlah yang relatif tidak sedikit.
21
B. Macam-Macam Pengawasan
Dalam suatu negara terlebih-lebih negara yang sedang berkembang atau
membangun, maka kontrol atau pengawasan itu sangat urgen (beragam) atau
penting baik pengawasan secara vertikal, horisontal, eksternal, internal,
preventif maupun represif agar maksud dan tujuan yang telah ditetapkan
tercapai. Oleh karena untuk mencapai tujuan negara atau organisasi, maka
dalam hal pengawasan ini dapat pula diklasifikasikan macam-macam
pengawasan: 1) Pengawasan Langsung
Pengawasan langsung adalah
pengawasan yang dilakukan secara pribadi oleh pimpinan atau pengawas
dengan mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri secara on the
spot ditempat pekerjaan, dan menerima laporan-laporan secara langsung pula
dari pelaksana. Hal ini dilakukan dengan inspeksi. 2) Pengawasan tidak
langsung Pengawasan tidak langsung diadakan dengan mempelajari laporanlaporan yang diterima dari pelaksana baik lisan maupun tertulis, mempelajari
pendapat-pendapat masyarakat dan sebagainya tanpa pengawasan on the
spot. 3) Pengawasan Preventif dan Represif Walaupun prinsip pengwasan
adalah preventif, namun bila dihubungkan dengan waktu pelaksanaan
pekerja, dapat dibedakan antara pengwasan preventif dan pengawasan represif.
a. Pengawasan Preventif
Pengawasan preventif dilakukan melalui pre audit
sebelum pekerjaan dimulai. Misalnya dengan mengadakan pengawasan
terhadap persiapan-persiapan rencana anggaran, rencana penggunaan tenaga
dan sumber-sumber lain. b. Pengawasan Represif Adapun pengawasan represif
dilakukan melalui pre audit, dengan pemeriksaan terhadap pelaksanaan dan
sebagainya.
4). Pengawasan Intern dan Ekstern a) Pengawasan Intern
Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dalam
organisasi itu sendiri. Pada dasarnya pengawasan harus
22
dilakukan oleh
pucuk pimpinan sendiri. Akan tetapi, didalam praktek hal ini tidak selalu
mungkin terjadi. Oleh karena itu, setiap pimpinan unit dalam organisasi pada
dasarnya berkewajiban membantu pucuk pimpinan mengadakan pengawasan
secara fungsional sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.
Pengawasan sebagai fungsi organik, built-in pada setiap jabatan pimpinan
mereka harus mengawas pimpinan melakukan pengawasan tehadap
keseluruhan aparat dalam organisasi itu, seperti oleh Inspektorat Jendral dalam
Departemen. b) Pengawasan Ekstern Pengawasan Ekstern adalah
pengawasan yang dilakukan oleh aparat luar orgsanisasi itu sendiri, seperti
halnya pengawasan dibidang keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
sepanjang meliputi seluruh Aparatur Negara dan Direktorat Jenderal
Pengawasan Keuangan Negara terhadap departemen dan instansi pemerintah
bersama.
2. Koordinasi
Dalam sebuah organisasi setiap pimpinan perlu untuk
mengkoordinasikan kegiatan kepada anggota organisasi yang diberikan dalam
menyelesaikan tugas. Dengan adanya penyampaian informasi yang jelas,
pengkomunikasian yang tepat, dan pembagian pekerjaan kepada para
bawahan oleh manajer maka setiap individu bawahan akan mengerjakan
pekerjaannya sesuai dengan wewenang yang diterima. Tanpa adanya
koordinasi setiap pekerjaan dari individu karyawan maka tujuan perusahaan
tidak akan tercapai.
Mooney Sutarto : menyebutkan : adalah pengaturan
usaha sekelompok orang secara teratur untuk menciptakan tindakan dalam
mengusahakan tercapainya tujuan bersama. Sugandha (1991 : 22)
mengemukakan pengertian koordinasi sebagai berikut : Koordinasi adalah
penyatuan paduan gerak dari seluruh potensi dan unit-unit organisasi atau
39
organisasi-organisasi yang berbeda fungsi agar secara benar-benar
mengarah kepada sasaran yang sama guna memudahkan pencapaiannya dengan
efisiensi.
Handoko (2009 : 195) mengemukakan bahwa koordinasi adalah :
Proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuansatuan yang terpisah (departemen-departemen atau bidang-bidang fungsional)
pada suatu organisasi untuk tujuan efisien. Stoner Sugandha (1991 : 12),
mengemukakan pengertian koordinasi adalah sebagai berikut : Proses
sasaran -sasaran dan kegiatan-kegiatan dari unit-unit yang terpisah (bagian
atau bidang fungsional) dari sesuatu organisasi untuk mencapai organisasi.
(1991 13) bahwa unsur-unsur yang terkandung dalam usaha koordinasi adalah :
"a. Unit-unit atau organisasi-organisasi. b. Sumber-sumber (potensi). c.
Kesatupaduan. d. Gerak kegiatan e. Keserasian f. Arah yang sama (sasaran).
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya
koordinasi memerlukan kesadaran setiap anggota organisasi atau satuan
organisasi untuk saling menyesuaikan diri atau tugasnya dengan anggota
atau satuan organisasi lainnya agar anggota atau satuan organisasi tersebut
tidak berjalan sendiri-sendiri. Oleh sebab itu, konsep kesatuan tindakan
adalah inti dari pada koordinasi. Kesatuan dari pada usaha, berarti bahwa
pemimpin harus mengatur sedemikian rupa usaha-usaha dari pada tiap
kegiatan individu sehingga terdapat adanya keserasian di dalam mencapai
hasil. Kesatuan tindakan ini adalah merupakan suatu kewajiban dari pimpinan
untuk memperoleh suatu koordinasi yang baik dengan mengatur jadwal
waktu dimaksudkan bahwa kesatuan usaha itu dapat berjalan sesuai dengan
waktu yang telah direncanakan.
Berdasarkan pengertian di atas, jelaslah
bahwa koordinasi adalah tindakan seorang pimpinan untuk mengusahakan
terjadinya keselarasan, antara tugas dan pekerjaan yang dilakukan oleh
seseorang atau bagian yang satu dengan bagian yang lain. Dengan koordinasi
ini diartikan sebagai suatu usaha ke arah keselarasan kerja antara anggota
organisasi sehingga tidak terjadi kesimpang siuran, tumpang tindih. Hal ini
berarti pekerjaan akan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Jadi dapat
disimpulkan bahwa koordinasi
40
merupakan proses pengintegrasian tujuan
dan aktivitas di dalam suatu perusahaan atau organisasi agar mempunyai
52
TABEL 10 PENGARUH
LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG VARIABEL KOORDINASI TERHADAP PELAYANAN
PRIMA
Pengaruh langsung ke Y 0.274 27,41% X2 Pengaruh tidak langsung
melalui X 2 ke Y 0.021 2.13 %
Jumlah pengaruh total 0.295 29.55 %
Sumber : Hasil Penelitian, 2013.
Berdasarkan nilai koefisien jalur, pengaruh
secara langsung antara variabel koordinasi terhadap pelayanan prima sebesar
27,41% dan pengaruh tidak langsung dimensi antara variabel koordinasi terhadap
pelayanan prima sebesar 2.13%
Berdasarkan hasil uji statistik tersebut di
atas, dapat diperoleh keterangan bahwa koefisien jalur P yx1 sebesar
39,32%, pengaruh implementasi kebijakan administrasi kependudukan cukup
berarti pada tingkat kepercayaan 95%. Dengan demikian, dapat dikatakan ada
berkesinambungan.
Pemilikan Kartu Tanda Penduduk ganda yang cendrung
pada penyalahgunaan yang bersifat negatif menguntungkan seseorang dan
merugikan pihak lain seperti kejahatan, tumpang tindih dalam pemilikan tanah,
pencurian
59
kendaraan bermotor dan lain sebagainya. Dengan adanya
Undang-undang nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan hal
tersebut diharapkan tidak akan terjadi lagi. Administrasi Kependudukan
adalah sebuah sistem yang terdiri dari sub sistem-sub sistem pendaftaran
penduduk, catatan sipil dan pengelolaan informasi administrasi kependudukan.
Undang-undang nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
bahwa, Pendaftaran Penduduk adalah pencatatan biodata penduduk,
pencatatan atas pelaporan peristiwa kependudukan dan pendataan penduduk
rentan administrasi kependudukan serta penerbitan dokumen penduduk
berupa identitas, kartu atau surat keterangan kependudukan. Peristiwa
Kependudukan adalah kejadian yang dialami penduduk yang harus dilaporkan
karena membawa implikasi terhadap penerbitan atau perubahan KK, KTP
dan/atau Surat Keterangan Kependudukan lainnya meliputi pindah datang,
perubahan alamat, tinggal sementara, serta status tinggal terbatas menjadi
tinggal tetap. Nomor Induk Kependudukan yang selanjutnya disingkat dengan NIK
adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan
melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia. Setiap
NIK yang dimiliki penduduk dicantumkan dalam setiap dokumen
kependudukan seperti Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), AktaAkta Catatan Sipil serta dokumen kependudukan. Dan data kependudukan
tersebut terekam dalam Bank Data Kependudukan Nasional, dengan demikian
dijadikan dasar penerbitan paspor, SIM, NPWP, polis asuransi, sertifikat hak atas
tanah dan penerbitan dokumen identitas lainnya.
Dalam Bab IV Peraturan
Pemerintah nomor 37 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
nomor 23 tahun 2006 dikatakan bahwa NIK ditetapkan secara nasional oleh
Menteri. NIK berlaku seumur hidup dan selamanya, diberikan oleh Pemerintah
dan diterbitkan oleh Instansi Pelaksana. Instansi Pelaksana adalah perangkat
pemerintah kabupaten/kota yang bertanggungjawab dan berwenang
melaksanakan pelayanan dalam urusan administras Kependudukan.
Pencatatan Sipil adalah Pencatatan Peristiwa Penting yang dialami oleh
seseorang pada register catatan sipil oleh Instansi Penyelenggara. Dan Peristiwa
Penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran,
kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan
anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status
kewarganegaraan.
60
Sistem Informasi Administrasi Kependudukan
selanjutnya disingkat SIAK, adalah sistem informasi yang memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi pengelolaan informasi
Administrasi Kependudukan ditingkat Penyelenggara dan Instansi Pelaksana
sebagai satu kesatuan.
Dengan pendaftaran penduduk tersebut dapat
diketahui keberadaan penduduk dalam berbagai hal, terutama usia dan
tempat tinggal, yang dalam konteks pemilu sangat penting didalam
M.Si
ABSTRAK
Kewarganegaraan dan sumber daya manusia sebagai salah
satu bagian integral dari pembangunan nasional mendapatkan perhatian khusus
bertujuan untuk memberdayakan masyarakat , tumbuh inisiatif , kreativitas
dan meningkatkan partisipasi masyarakat . Juga menegaskan pentingnya
peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin membaik
, pengembangan kehidupan demokrasi , keadilan dan kesetaraan . Sebuah
dinamika yang luar biasa dari politik lokal , masalah asli yang sering muncul pada
pemilihan kepala daerah , peningkatan 110 kabupaten / kota sejak konstitusi
Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan , masalah kewarganegaraan yang berdimensi
luas dan bervariasi, variasi konsep dan implementasi kewarganegaraan
kebijakan dan singkatan unclearly dan pelaksanaan kewarganegaraan dan
kebijakan sumber daya manusia oleh karena itu perlu untuk mengadakan
repotition peran dan reactuation sekali lagi dalam pelaksanaan kewenangan
di lapangan kewarganegaraan . Penulisan ini mencoba untuk memberikan
singkatan alternatif pada pengambilan kebijakan untuk masalah di atas.
A.
PENDAHULUAN
Kependudukan dan sumber daya manusia sebagai salah
satu bagian integral pembangunan nasional, nampak mendapat perhatian
khusus dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Hal ini dapat diketahui
dari tujuan yang ingin dicapai yaitu memberdayakan masyarakat,
menumbuhkan prakarsa, kreativitas, dan meningkatkan peran serta masyarakat.
Disamping itu ditegaskan juga tentang pentingnya peningkatan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan
demokrasi, keadilan, dan pemerataan.
Dari rumusan yang terserak dalam
beberapa bagian undang-undang tersebut menunjukkan bahwa kependudukan
dan sumber daya manusia merupakan sentral perhatian penyelenggaraan
pemerintahan.
Dalam berbagai dokumen perencanaan pembangunan, sector
kependudukan dan sumber daya manusia juga menjadi prioritas, bernilai
strategis tinggi dan bahkan dipandang sebagai faktor penentu keberhasilan
pembangunan. Gambaran tersebut sekaligus mencerminkan rumitnya
permasalahan
66
kependudukan dan sumber daya manusia serta tujuan yang
ingin dicapai dalam pembangunan nasional.
Hal ini semakin jelas bila
menelusuri makna dan substansi Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Propinsi sebagai Daerah Otonom.
Bidang kependudukan secara eksplisit merupakan salah satu bidang
kewenangan pemerintah.
Kendati terbatas karena hanya meliputi enam
kewenangan dan cakupannya seputar penetapan pedoman, fasilitas, dan
penetapan kebijakan, namun maknanya begitu mendasar. Untuk itu tidak tepat
bila dikatakan bahwa bidang- bidang kewenangan yang lain tidak ada sangkut
pautnya dengan kependudukan dan sumber daya manusia, sebab bila
direntang dan diurai secara implisit memperlihatkan bahwa kewenangan
pemerintah di 24 bidang lainnya dan 20 bidang kewenangan propinsi pada
akhirnya bermuara pada aspek-aspek mendasar dalam pembangunan bidang
kependudukan dan sumber daya manusia.
Undang-Undang No. 32 Tahun
2004 juga menegaskan bahwa kebijakan perencanaan dan pengendalian
Kependudukan yang akhirnya sekarang hanya pada tingkat Direktorat Jendral. Dari
sisi kepentingan pengembangan kepengurusan kependudukan baik dari sisi
kuantitas maupun kualitas sudah semestinya kelembagaan yang sekarang adalah
pada tingkat Departemen.
77
C. KASUS-KASUS KHUSUS :
Pendatang
(migran). Adanya kemajuan teknologi, penyebaran informasi dan revolusi
transportasi menyebabkan semakin banyaknya akses yang dimiliki penduduk
untuk melakukan mobilitas. Semakin maju suatu negara, mobilitas penduduk
akan semakin meningkat pula karena orang akan memiliki banyak akses
informasi ke mana harus melakukan perpindahan. Mobilitas penduduk
memerlukan fasilitas dan informasi, seperti pada kasus komposisi persebaran
penduduk yang masih berpusat di kawasan barat indonesia. Mobilitas tidak akan
bermakna tanpa diikuti oleh adanya kekuatan penarik (pull factors) seperti pada
aspek ekonomi dan investasi (Nurdin, 2000:13).
Masalah migrasi penduduk
merupakan masalah yang akan terus terjadi selama terjadi ketimpangan
pembangunan antara satu wilayah dengan wialyah lain. Migrasi masuk ke kotakota besar akan menyebabkan daya dukung kota yang bersangkutan akan
menjadi berkurang, sehingga muncul berbagai masalah yang perlu mendapatkan
penanganan, seperti meningkatnya kriminalitas, munculnya pemukiman kumuh
dan sebagainya.
Migran masuk yang tidak terkendali merupakan fenomena
yang terjadi dalam kota-kota besar. Dampak yang ditimbulkan oleh migran
masuk diantaranya menyebabkan daya dukung kota yang berkurang,
meningkatnya kriminalitas dan rusaknya lingkungan kota.
Permasalahan
urbanisasi/migrasi masuk penduduk ke kota besar belum dapat diatasi oleh
pemerintah kota setempat, karena pelarangan pemerintah kota setempat
kepada penduduk untuk memasuki wilayah kotanya berarti melanggar HAM.
Undang-Undang Hak Azasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999 yang menyatakan
bahwa setiap warga negara Indonesia berhak untuk secara bebas bergerak,
berpindah dan bertempat tinggal dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan UU tersebut maka Pemerintah daerah tidak boleh melarang
seseorang untuk berpindah tempat, pihak daerah hanya mengatur tata tertib dan
persyaratan administratif, meskipun demikian Pemerintah Daerah sangat sulit
untuk mencatat/merekam dan mengidentifikasi secara akurat volume, arus
migrasi, dan sifat migran.
Kebijakan yang ditempuh adalah melakukan kerja
sama dengan Pemerintah Propinsi (Biro Pemerintahan Umum). Pemerintah
propinsi mengundang pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan,
kemudian pemerintah kota yang menjadi daerah tujuan bagi kaum migran
memberikan
78
penjelasan persyaratan yang harus dipenuhi oleh penduduk
yang ingin masuk ke kota tersebut.
Pemerintah propinsi melakukan fasilitasi
kepada pemerintah kota yang ingin memberikan penjelasan tentang
persyaratan yang diperlukan bagi penduduk luar daerah yang ingin bekerja di
kota tersebut.
Kebijakan yang perlu diterapkan untuk mengarahkan mobilitas
penduduk ini lebih difokuskan pada mengarahkan arus migrasi dari daerah padat
penduduk ke daerah kurang padat. Usaha ini dapat juga dilakukan dengan
mengurangi push factors di pedesaan. Sementara itu masalah administrasi
yang berkait dengan pendatang ini antara lain terlihat dari banyaknya
pendatang tanpa dilengkapi persyaratan yang telah ditentukan daerah tujuan,
antara lain : surat pindah, Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dan uang
penjaminan yang ditetapkan pemda setempat.
1. pengungsi dan eksodan eks
transmigran dari daerah konflik. Pada dasarnya dalam pandangan admiistrasi
kependudukan (registrasi penduduk), pengungsi adalah pendatang yang
umumnya tidak dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana persyaratan
pendatang baru. Tanpa dilengkapi persyaratan pindah, para pengungsi
tersebut mempersulit proses pencatatannya. Kasus ini menunjukkan bahwa
umumnya mereka masih belum tersentuh pengaturan pencatatan dengan
aturan baku. Yang dilakukan oleh pemda umumnya sharing antara
pemerintah Kabupaten / Kota dengan Pemerintah Propinsi dalam hal bantuan
kesejahteraan. Bila para pengungsi bersdia dimukimkan, Pemerintah Propinsi
memberikan bantuannya. Sampai saat ini sebenarnya belum ada kejelasam
peran pemerintah pusat, propinsi dan Kabupaten / Kota dan pengurusan
pengungsi, baik kesejahteraannya maupun administrasi kependudukannya. Konflik
timor timur yang berakhir dengan lepasnya propinsi tersebut dari NKRI
mensisakan masalah berupa pengungsi yang terdiri dari para para bekas
transmigran, demikian pula konflik Aceh sampai saat penelitian masih
mendatangkan pengungsi mantan trasmigran ke daerah-daerah sekitarnya.
Bagaimana bentuk pembagian peran dan prosedur administrasinya bagi
daerah masih merupakan suatu pekerjaan yang belum jelas dan dirasa perlu
dilakukan. Sementara itu secara nasional mestinya harus segera mendapat
pengaturan yang baik, mengingat keberadaan mobilitas mereka mengganggu
sistem administrasi kependudukan (tidak tercatat atau pencatatan ganda).
79
2. pengawasan orang asing, bertujuan untuk menunjang tetap
terpeliharanya stabilitas dan kepentingan nasional, kedaulatan negara,
keamanan dan ketertiban umum dan kewaspadaan terhadap segala dampak
negatif yang timbul akibat perlintasan orang antar negara, keberadaan dan
kegiatan orang asing di wilayah Negara Republik Indonesia (UU No. 9 tahun
1992). Bentuk pengawasan pada orang asing meliputi 2 hal, yakni : a.
Pengawasan administratif yaitu pengawasan yang dilakukan melalui penelitian
surat-surat atau dokumen, berupa pencatatan, pengumpulan, pengolahan data
dan penyajian maupun penyebaran informasi keberadaan dan kegiatan orang
asing, dan b. Pengawasan lapangan, yakni pengawasan yang dilakukan
berupa pemantauan, patroli, razia dengan mengumpulkan bahan keterangan,
pencarian orang dan alat bukti yang berhubungan dengan tindak pidana
keimigrasian. c. Pelaksanaan pengawasan administratif dilakukan oleh pejabat
imigrasi dalam rangka pemberian pelayanan keimigrasian, terdiri dari : 1)
Pemberian visa di perwakilan Republik Indonesia 2) Pemberian ijin masuk di
tempat pemeriksaan imigrasi 3) Pemberian ijin masuk kembali 4) Pemberian
tanda bertolak 5) Pemberian ijin keimigrasian, perpanjangan dan alih status
ijin keimigrasian 6) Pemberian kemudahan khsusus keimigrasian (Dahsuskim)
7) Pemberian surat keterangan keimigrasian d. Pengawasan lapangan yaitu suatu
Pengungsi dan eks transmigran dari wilayah konflik : baik umum maupun
pengungsi dari bekas warga transmigran yang terpaksa harus keluar dari
wilayahnya karena alas an politik dan keamanan, masih belum optimal
penanganannya terutama pada aspek administrasinya. Dalam hal penanganan
kesejahteraannyapun masih terdapat ketidakjelasan peran pemerintah dari tiap
tingkatannya. c. pengawasan orang asing, : belum ada mekanisme baku
yang mengatur koordinasi antara imigrasi, kepolisian, pemda dan masyarakat. d.
batas wilayah pada permukiman transmigran di kawasan hutan : masih
terdapat kekaburan deliniasi batas wilayah administratif pada permukiman
transmigrasi terutama yang terdapat di kawasan hutan. e. batas wilayah pada
tanah oloran (pendangkalan sungai) : masih belum ada aturan baku
bagaimana menetapkan batas wilayah dari pendangkalan sungai (tanah
oloran) yang kemudian berubah fungsi jadi pemukiman. f. Sistem Administrasi
Kependudukan : masih belum operasionalnya SIAK menyebabkan
permasalahan administraasi kependudukan berlarut-larut. Sementara daerah
akan mengembangkan sistem sendiri masih gamang, selain harga yang
mahal juga kekawatiran bila tidak dapat terintegrasi dengan sistem yang akan
dikembangkan secara nasional.
82
g. Kesadaran masyarakat dalam
administrasi kependudukan : masih rendahnya kesadaran masyarakat akan
arti pentingnya pengadministrasian proses kependudukan (lahir, mati, pindah
dsb.)
E. Saran 1. Terhadap masalah yang disebabkan oleh dimensi umum
kependudukan perlu tetap dikembangkan 5 kebijakan kependudukan berikut : a.
Kebijakan pengendalian kependudukan yang dilakukan dengan pengaturan
kelahiran, peningkatan derajat pendidikan dan kesehatan, peningkatan
pendapatan keluarga serta pengendalian migrasi masuk b. Kebijakan untuk
membangun social security bagi kelompok rentan dalam masyarakat
(keluarga miskin, masyarakat marginal, balita, anak dan remaja, wanita dan
lansia) c. Kebijakan untuk mendorong pemberdayaan ekonomi kerakyatan
yang berbasis desa dan sumber daya local d. Kebijakan pengaturan pelayanan
kependudukan, ketenagakerjaan, perijinan usaha, pemilikan lahan, serta
penggunaan ruang melalui pendekatan kependudukan, e. Kebijakan untuk
mendukung pembangunan transmigrasi yang mampu memberikan nilai tambah,
serta dapat meminimalisir konflik. 2. Terhadap masalah yang ditimbulkan oleh
dimensi baru kependudukan yang bersifat spesifik, diperlukan langkah sebagai
berikut a. Perundangan : perlu adanya payung perundangan yang mengatur
secara nasional, yakni Undang-undang Kependudukan, mengingat adanya
kekosongan dan masih digunakannya aturan statblad yang tidak sesuai lagi
dengan perkembangan jaman. b. Kewenangan : mengingat masih terdapat
kekaburan lingkup kewenangan dan tugas pokok serta fungsi dari urusan
kependudukan, diperlukan penegasan kembali aturan tersebut. Aturan di tingkat
pusat masih meliputi : 1) Penetapan pedoman mobilitas kependudukan 2)
Penetapan kebijakan, pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka
kematian ibu, bayi dan anak. 3) Penetapan pedoman dan fasilitasi peningkatan
kesetaraan dan keadilan gender. 4) Penetapan pedoman pengembangan
kualitas keluarga
83
5) Penetapan pedoman perlindungan dan
penghapusan tindak kekerasan terhadap perempuan, anak dan remaja.
Sedangkan untuk Propinsi dan Kabupaten / Kota belum ada penjelasan dari
Undang-undang 32 Tahun 2004 yang hanya enyebutkan pelayanan dan sipil.
karenanya diperlukan Pengaturan lebih lanjut setingkat
Peraturan Pemerintah
yang memberikan kejelasan yang dapat membedakan peran propinsi dan
kabupaten / kota dalam masalah kependudukan dengan mengacu pada
semangat perundangan yang berlaku. 6) Kelembagaan : diperlukan
kelembagaan yang kuat dan terintegrasi dari instansi yang menangani masalah
kependudukan mulai dri tingkat pusat , propinsi sampai Kabupaten/ kota. 7)
Diperlukan pengaturan yang disusun dengan melibatkan stakeholders dari
masing-masing kasus spesifik berikut :Pendatang : a) Kebijakan yang ditempuh
adalah melakukan kerja sama dengan Pemerintah Propinsi (Biro Pemerintahan
Umum). Pemerintah propinsi mengundang pemerintah kabupaten/kota yang
bersangkutan, kemudian pemerintah kota yang menjadi daerah tujuan bagi kaum
migrant memberikan penjelasan persyaratan yang harus dipenuhi oleh penduduk
yang ingin masuk ke kota tersebut. b) Pemerintah propinsi melakukan fasilitasi
kepada pemerintah kota yang ingin memberikan penjelasan tentang
persyaratan yang diperlukan bagi penduduk luar daerah yang ingin bekerja di
kota tersebut. c) Kebijakan yang perlu diterapkan untuk mengarahkan mobilitas
penduduk ini lebih difokuskan pada mengarahkan arus migrasi dari daerah padat
penduduk ke daerah kurang padat. Usaha ini dapat juga dilakukan dengan
mengurangi push factors di pedesaan. d) pengungsi, baik umum maupun
pengungsi dari bekas warga transmigran yang terpaksa harus keluar dari
wilayahnya karena alasan politik dan keamanan mengingat masih belum
optimal penanganannya terutama pada aspek administrasinya. Dalam
84
hal penanganan kesejahteraannyapun masih terdapat ketidakjelasan peran
pemerintah dari tiap tingkatannya. e) pengawasan orang asing, dengan
mengingat belum ada mekanisme baku yang mengatur koordinasi antara
imigrasi, kepolisian, pemda dan masyarakat.
85
PRODUK PEMBELAJARAN
MATA DIKLAT KARYA TULIS ILMIAH PADA DIKLAT P2UP PUSDIKLAT KEMENDAGRI
REGIONAL BANDUNG DIBINA OLEH : Dr. Asep Iwa Hidayat, M.Pd.
BIODATA
PESERTA DIKLAT P2UPD :
1. A. TOHIR, S.IP
NIP. 19630102 198603 1
001 Pengawas Pemerintahan Madya Inspektorat Kabupaten Lampung Timur HP.
081379702780
2. R. EDI WAHYU NOVIYANTO, S.H
NIP. 19731127 200604 1
006 Pengawas Pemerintahan Pertama Inspektorat Kabupaten Lampung Timur
HP. 085279564900 Email. Wahyu4864@gmail.com
PELAKSANAAN
PENERAPAN JABATAN FUNGSIONAL P2UPD PADA INSPEKTORAT KABUPATEN
LAMPUNG TIMUR
Pendahuluan Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor
41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, Pasal 50 ayat (1)
menyebutkan bahwa perangkat daerah yang di dukung oleh kelompok
jabatan fungsional. Maka salah satu upaya reformasi birokrasi daerah yang
bertujuan untuk mewujudkan good governance, dengan memperhatikan sumber
daya, cost efektif agar tujuan tidak hanya terbatas pada output tapi juga outcome
Mendagri dan Kepala BKN Nomor : 22 Tahun 2010 dan Nomor : 03 Tahun
2010 tentang Juklak Jabatan Fungsional P2UPD dan Angka Kreditnya. 3.
Permendagri Nomor 47 Tahun 2010 tentang Juknis Jabatan Fungsional P2UPD
dan Angka Kreditnya.
90
PESERTA : 1. UPARMAN, S.Ip
(INSPEKTORAT KAB CIAMIS) 2. SUPARNO, SH. (INSPEKTORAT KAB CIAMIS) 3. DIDI
SH. (INSPEKTORAT KAB CIAMIS)
PERAN P2UPD DALAM PEMERINTAHAN
PENDAHULUAN P2UPD adalah salah satu aparat pengawas intern pemerintah yang
dibentuk berdasarkan Perturan Menteri Negara Pendayagunaan Apratur
Negara Nomor 15 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Pengawas
Penyelenggara Urusan Pemerintahan di Daerah dan Angka Kreditnya. Jabatan
Pengawas Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di Daerah yang mempunyai
ruang lingkup, tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melakukan kegiatan
pengawasan atas penyelenggaraan teknis urusan pemerintahan di daerah, di luar
pengawasan keuangan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang
diduduki oleh pegawai negeri sipil. Dalam pelaksanaan tugasnya Pengawas
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di Daerah (P2UPD) diharapkan mampu
bekerja bersama-sama dengan aparat fungsional lainnya yaitu Auditor untuk
mengemban tuags, fungsi dan tanggung jawab dalam membawa pemerintahan
yang bersih dan bertanggung jawab, sehingga pemerintah di daerah lebih baik lagi
di mata masyarakat.
PEMBAHASAN Tugas pokok Pengawas Penyelenggaraan
Urusan Pemerintahan di Daerah (P2UPD) adalah melaksanakan pengawasan
atas penyelenggaraan teknis urusan pemerintahan di daerah di luar
pengawasan keuangan, yang meliputi pengawasan atas pembinaaan
pelaksanaan urusan pemerintahan, pengawasan peraturan daerah dan peraturan
kepala daerah, pengawasan atas dekonsentrasi dan tugas pembantuan,
pengawasan untuk tujuan tertentu dan melaksanakan evaluasi
penyelenggraan teknis pemerintahan di daerah. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Anatara Pemerintah, Pemerintahan Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota, urusan pemerintahan adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang
menjadi hak dan kewajiban setian tingkatan dan/atau susunan pemerintahan
untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi tersebut yang menjadi
91
kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan, dan
mensejahterakan masyarakat. Urusan pemerintahan terdiri atas urusan
pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah dan urusan
pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan
pemerintahan. Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah tidak
termasuk urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah yang meliputi urusan
politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional,
serta agama. Urusan Wajib adalah urusan pemerintahan yang berkaitan dengan
hak dan pelayanan dasar warga negara yang penyelenggaraannya diwajibkan oleh
peraturan perundang-undangan kepala daerah untuk perlindungan hak
kontitusional, kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat, serta ketentraman
dan ketertiban umum dalam rangka menjaga keutuhan NKRI serta pemenuhan