Pengobatan Anthrax
Pengobatan Anthrax
Patogenesis, Diagnosis
dan Penatalaksanaan Antraks
Herdiman T. Pohan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Abstrak: Antraks adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh masuknya endospora Bacillus
anthracis ke dalam tubuh melalui kulit yang lecet atau luka, inhalasi atau makanan yang
terkontaminasi. Penyakit tersebut merupakan zoonosis khususnya binatang pemakan rumput.
Manusia dapat terinfeksi apabila kontak dengan binatang atau produk binatang yang
terkontaminasi kuman antraks. Penyebaran spora melalui aerosol potensial digunakan pada
peperangan dan bioterorisme. Antraks kulit merupakan infeksi yang paling sering terjadi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pewarnaan Gram, dan biakan kuman.
Pemberian antibiotik intravena direkomendasikan pada kasus antraks inhalasi, gastrointestinal dan meningitis. Sebagian besar kuman sensitif terhadap penisilin, doksisiklin,
siprofloksasin, kloramfenikol, vankomisin, klindamisin, rifampisin, imipenem, aminoglikosida,
sefazolin, tetrasiklin, linezolid, dan makrolid. Karena kemungkinan telah dilakukan rekayasa
kuman sehingga resisten terhadap beberapa antibiotik maka siprofloksasin merupakan obat
pilihan utama pada antraks akibat bioterorisme. Antibiotik profilaksis diberikan pada penduduk
yang terpajan spora antraks. Vaksinasi diberikan pada kelompok risiko tinggi terpajan spora.
Pengendalian infeksi dan dekontaminasi juga perlu dilakukan.
Kata kunci: antraks, penularan, bioterorisme, penatalaksanaan.
23
Abstract: Anthrax is an infection disease that occurs when Bacillus anthracis endospores enter
the body through abrasions in the skin or inhalation or ingestion. It is a zoonotic especially to
mammals. Human infection resul from contact with contaminated animals or animal product.
Aerosolized spores are potential as biological weapon and bioterrorist agent. Cutaneous anthrax
is the common form of infection. Diagnosis is established by clinical manifestations, Gram staining, and culture. Intravenous administration is recommended in inhalational, gastrointestinal,
and meningeal cases. Most strains are sensitive to penicillin, doxycycline, ciprofloxacin, chloramphenicol, vancomycin, clindamycin, rifampin, imipenem, aminoglycosides, cefazolin, tetracycline,
linezolid, and macrolides. Because of possible risks against the concerns of anthrax due to
engineered antibiotic resistant strain, the drug of choice for bioterrorist anthrax attacks is
ciprofloxacin. Antibiotic is given as postexposure prophylaxis. Vaccine is administered to persons
at risk for exposure to anthrax spores. Considerations of infection control and decontamination is
needed.
Key words: anthrax, transmission, bioterrorism, management
Pendahuluan
Antraks adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Bacillus anthracis. Penyakit tersebut merupakan zoonosis
khususnya binatang pemakan rumput seperti domba,
kambing, dan ternak.1-3 Manusia terinfeksi penyakit ini apabila
endospora masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang lecet
atau luka, inhalasi atau makanan yang terkontaminasi. Secara
alamiah manusia dapat terinfeksi apabila terjadi kontak
dengan binatang yang terinfeksi antraks atau produk binatang
yang terkontaminasi kuman antraks.1-3 Walaupun jarang,
penularan melalui gigitan serangga juga dapat terjadi.4
Penyebaran spora melalui aerosol potensial digunakan pada
peperangan dan bioterorisme.5-8
Antraks kulit merupakan infeksi yang paling sering
terjadi, dan ditandai dengan lesi kulit terlokalisasi dengan
eschar (ulkus nekrotik) sentral dikelilingi edema non pitting.
Antraks inhalasi ditandai dengan mediastinitis hemorhagik,
infeksi sistemik yang progresif, dan mengakibatkan angka
kematian yang tinggi. Antraks gastrointestinal jarang terjadi
dan dihubungkan dengan mortalitas yang tinggi.1
Epidemiologi
Penyakit antraks paling sering terjadi pada binatang
herbivora akibat tertelan spora dari tanah. Spora dapat
bertahan hidup dalam jangka waktu yang lama di dalam tanah.
24
hitam atau gambaran batu bara (coal like) pada lesi kulit.
Bacillus anthracis merupakan bakteri besar Gram positif,
aerobik, berbentuk spora, nonmotile, berukuran 1-1,5 m
hingga 3-10 m, nonhemolitik pada agar darah domba, tumbuh
pada suhu 37C dengan gambaran seluler joint bamboo-rod
dan membentuk gambaran koloni curled hair yang unik.
Endospora tidak terbagi, tidak mempunyai metabolisme yang
dapat diukur, dan resisten terhadap panas, udara kering, sinar
ultraviolet, radiasi sinar gama, dan beberapa desinfektan.
Spora antraks akan mengalami germinasi menjadi bentuk
vegetatif bila masuk ke dalam lingkungan yang kaya
nukleotida, asam amino dan glukosa, seperti yang ditemukan
dalam darah dan jaringan binatang atau manusia.1,6
Bentuk vegetatif kuman antraks akan cepat bertambah
banyak dalam pejamu, tetapi bila nutrien lokal telah habis
maka kuman ini kemudian akan berubah bentuk menjadi spora.
Virulensi kuman antraks bergantung pada kapsul antifagosit
dan komponen tiga toksin yaitu: antigen protektif (AP), faktor
letal (FL), dan faktor edema (FE).1,11
Bentuk vegetatif mempunyai kemampuan hidup yang
buruk bila ada di luar tubuh binatang atau manusia, jumlah
koloni akan cepat menghilang dalam 24 jam bila diinokulasi
dalam air. Hal yang berbeda terjadi bila kuman dalam bentuk
spora; spora dapat bertahan hidup di tanah dalam waktu
lama. Semua gen virulen antraks diekspresikan oleh bentuk
vegetatif kuman yang dihasilkan dari germinasi spora di dalam
tubuh.
Patogenesis
Setelah endospora masuk ke dalam tubuh manusia,
melalui luka pada kulit, inhalasi (ruang alveolar) atau makanan
(mukosa gastrointestinal), kuman akan difagosit oleh
makrofag dan dibawa ke kelenjar getah bening regional. Pada
antraks kutaneus dan gastrointestinal terjadi germinasi
tingkat rendah di lokasi primer yang menimbulkan edema lokal
dan nekrosis. Endospora akan mengalami germinasi di dalam
makrofag menjadi bentuk vegetatif. Bentuk vegetatif akan
keluar dari makrofag, berkembang biak di dalam sistem limfatik,
mengakibatkan limfadenitis hemoragik regional, kemudian
masuk ke dalam sirkulasi, dan menyebabkan septikemia.1
25
spora dan sebagian dari spora akan lisis dan rusak. Spora
yang tetap hidup akan menyebar ke kelenjar getah bening
dan kelenjar mediastinal. Proses perubahan bentuk vegetatif
terjadi kurang lebih 60 hari kemudian. Lambatnya proses
perubahan bentuk tidak diketahui dengan pasti, akan tetapi
terdokumentasi dengan baik di Sverdlovsk bahwa kasus
antraks inhalasi terjadi antara hari ke-2 hingga hari ke-43
setelah terpajan. Sekali proses germinasi terjadi, penyakit
akan timbul secara cepat dan replikasi bakteri menyebabkan
perdarahan, edema, dan nekrosis. Pada monyet percobaan
keadaan fatal terjadi pada hari ke-58 hingga ke-98 setelah
terpajan.1,6
Istilah antraks pneumonia tidak digunakan karena
ternyata setelah dilakukan pemeriksaan patologis kelainan
yang didapat terutama berupa torakal limfadenitis
hemorhagis dan mediastinitis tanpa bronkopneumonia tipikal.
Akan tetapi pada kejadian antraks inhalasi di Sverdlovsk,
25% kasus fatal ditemukan perdarahan fokal dan lesi nekrosis
pulmonar (mengingatkan kepada lesi Ghons fokal dari
tuberkulosis primer).
Secara klasik gejala klinis antraks inhalasi bersifat bifasik.
Pada fase awal, 1-6 hari setelah masa inkubasi timbul gejala
yang tidak khas berupa demam ringan, malaise, batuk
nonproduktif, nyeri dada atau perut, dan biasanya tanpa
disertai kelainan fisik, penyakit akan masuk ke dalam fase kedua. Pada fase tersebut secara mendadak timbul demam,
sesak napas akut, diaforesis, dan sianosis. Akibat pembesaran kelenjar getah bening, pelebaran mediastinum, dan
edema subkutan di dada dan leher yang dapat menimbulkan
obstruksi trakea maka stridor dapat terjadi. Manifestasi klinis
antraks inhalasi dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan manifestasi radiologis dan patologis dapat dilihat pada Tabel 2.12
Tabel 1. Manifestasi Klinis Antraks Inhalasi
12
Manifestasi klinis
Stadium pertama:
onset awal (1-4 hari)
Malaise
Lemah
Mialgia
Batuk tidak produktif
Rasa tertekan di dada
Demam
Gambar 3. Mekanisme kelainan patologik akibat antraks 11
26
Tabel 2.
Stadium ke-dua:
perburukan (24 jam)
Sesak napas akut
Sianosis
Stridor
Diaphoresis
DemamPerdarahan mediastinal
Pelebaran mediastinal
Meningismus, Septik syok,
Koma
Manifestasi
Radiologi, Pelebaran mediastinum, Efusi pleural
Pneumonia (jarang), Patologi, Perdarahan mediastinum,
Perdarahan difus limfadenitis, Edema mediastinum,
Leptomeningeal edema dan hemorhagis, Efusi pleura,
Meningitis hemorhagis
27
Terapi
Dosis Dewasa
Dosis Anak
Penisilin V
Penisilin G
Tidak dianjurkan
28
Tabel 4.
Dewasa
Pengobatan Infeksi Antraks Inhalasi pada Kejadian Massal atau Profilaksis Setelah Pajanan 6
Siprofloksasin
500 mg per oral/
12 jam
Doksisiklin 100 mg
per oral/12 jam
Amoksisilin 500 mg
per oral/8 jam
Anak
Siprofloksasin 20- Berat Badan > 20 kg:
30 mg/kg BB/hari
Amoksisilin 500 mg
per oral dibagi men- per oral/8 jam
jadi 2 dosis, maksi- Berat Badan < 20 kg
mal 1 gr/hari
Amoksisilin 40 mg/kg
BB/oral dibagi menjadi 3 dosis setiap 8 jam
Wanita
Siprofloksasin
Amoksisilin 500 mg
hamil
500 mg per oral/
per oral/8 jam
12 jam
Penderita Sama seperti pasien dewasa dan anak biasa
dengan
(nonimunosupresi)
imunosupresi
Lama pengobatan
setelah
pajanan,
hari
60
60
60
Keterangan:
Sebagian dari rekomendasi ini berdasarkan hasil studi pada binatang
atau invitro tetapi belum dianjurkan oleh FDA.
Pada studi in vitro siprofloksasin dapat diganti dengan ofloksasin
(400 mg/oral/12 jam, atau levofloksasin 500 mg/oral setiap 12
jam.
Pada studi in vitro doksisiklin dapat diganti dengan tetrasiklin
500 mg/oral/6 jam; Sebagai tambahan siprofloksasin dapat diganti
dengan gatifloksasin atau monifloksasin 400 mg/oral/hari.
Sesuai dengan anjuran Centers for Disease Control and Prevention pemberian amoksisilin sebagai profilaksis setelah pajanan
hanya dapat diberikan setelah 10-14 hari pemberian fluorokuinolon atau doksisiklin atau bila terdapat kontra indikasi
terhadap 2 jenis tersebut (misalnya ibu hamil, menyusui, usia < 18
tahun, atau terdapat intoleransi).
Doksisiklin dapat diberikan bila hasil biakan menunjukkan kuman
sensitif terhadap obat ini atau suplai obat telah habis, atau
mencegah reaksi yang tidak diinginkan dari siprofloksasin. Untuk
anak berat > 45 kg doksisiklin dapat diberikan 2.5 mg/kg BB/
oral/12 jam.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Vaksinasi
Di AS pemberian vaksin antraks (anthrax vaccine
adsorbed/AVA) terhadap kelompok risiko tinggi terpajan
spora sudah rutin dilakukan. Sebanyak 0,5 ml AVA yang
disuntikkan secara subkutan diberikan pada minggu ke 0, 2,
dan 4, dan bulan ke 6, 12, dan 18, selanjutnya booster
dilakukan setiap tahun. 1 Para ahli yang terdapat pada
kelompok kerja pertahanan sipil di AS mengemukakan bahwa
pada penduduk yang terpajan kuman antraks akibat
bioterorisme maka pemberian antibiotik selama 60 hari setelah
pajanan ditambah dengan vaksinasi akan memberikan
proteksi yang optimal.6
13.
SS
29
BIDI
JIMA