Anda di halaman 1dari 72

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tenaga listrik merupakan suatu kebutuhan yang diperlukan oleh setiap
orang, baik yang tinggal di perkotaan maupun di pedesaan. Dalam penyaluran
tenaga listrik diperlukan suatu gardu induk (GI) yang berfungsi untuk pengaturan
tegangan

yang

disalurkan

dari

pembangkit

ke

pusat

beban.

Dalam

perkembangannya, kebutuhan energi listrik semakin meningkat, sedangkan


masyarakat sebagai konsumen energi listrik

juga bertambah jumlahnya dan

menuntut mutu serta kualitas pelayanan energi listrik yang lebih baik secara terus
menerus.
Pada konsumen besar sering ditemukan suatu perangkat instalasi listrik
yang sering disebut kubikel/perangkat hubung bagi. Fungsinya adalah sebagai
pembagi beban serta pengukuran Kubikel didalamnya mempunyai berbagai alat
seperti PMT, PT, CT, Relai, dll.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan sebab PMT Alsthom Penyulang
Takalar GI Sungguminasa dengan memakai peredam busur api SF 6 meledak.
Sabtu, 27 Februari 2016 yang awalnya terjadi gangguan pada jaringan distribusi
tepatnya didaerah Cappa Bungaya akibat arus hubung singkat satu fasa ke tanah,
kemudian relay GFR pada Penyulang Takalar mendeteksi gangguan tersebut,
maka PMT Takalar trip. Setelah gangguan dihilangkan, PMT Penyulang Takalar
dimasukkan kembali. Namun, karena adanya gangguan di PMT Penyulang
Takalar yaitu kurangnya gas SF6 sehingga peredam busur apinya tidak dapat

bekerja secara optimal, yang mengakibatkan terjadinya arus bocor ke tanah pada
Penyulang Takalar. Sehingga relay GFR pada Penyulang Couple 1 memerintahkan
PMT Couple 1 untuk membuka. Yang menyebabkan Penyulang Parang Banua dan
Penyulang PS trip. Kemudian untuk menyuplai tegangan pada busbar PMT
Couple 1 dimasukkan (menutup) kembali, namun beberapa saat kemudian
PMTnya kembali trip. Lalu, PMS (Pemisah) pada Penyulang Takalar, Penyulang
Couple 1, Penyulang Parang Banua dan Penyulang PS dikeluarkan. Setelah itu,
PMT dan PMS Penyulang Couple 1, Penyulang Parang Banua dan Penyulang PS
kembali dimasukkaan, tidak tejadi trip. Ketika PMS pada Penyulang Takalar
dimasukkan kembali tiba-tiba terjadi ledakan. Sehingga, mengakibatkan
pemadaman meluas pada beberapa daerah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dapat


dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana menganalisis sebab PMT pada Penyulang Takalar GI
Sungguminasa meledak?
2. Bagaimana proses pemulihan kembali setelah terjadi ledakan PMT pada
penyulang Takalar?

C. Batasan Masalah

Tugas Akhir ini membahas mengenai penyebab PMT Alsthom dengan


peredam busur api SF6 pada Kubikel 20 kV Penyulang Takalar GI Sungguminasa
meledak.

D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Menjelaskan hasil analisis sebab PMT pada Penyulang Takalar GI
Sungguminasa meledak.
2. Menjelaskan proses pemulihan kembali setelah terjadinya ledakan PMT
pada Penyulang Takalar.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini sebagai berikut:


1. Dengan melakukan penelitian ini, penulis diharapkan menjelaskan sebabsebab PMT pada Penyulang Takalar GI Sungguminasa meledak dari
analisis yang dilakukan.
2. Penulis diharapkan menjelaskan proses pemulihan kembali setelah
terjadinya ledakan PMT pada Penyulang Takalar.
3. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pihak penyedia
listrik yakni PT PLN (Persero) untuk penyelesaian agar kejadian
meledaknya PMT yang mengakibatkan pemadaman yang cukup banyak
tidak terulang lagi.
4. Penulis berharap dengan adanya penelitian ini, mahasiswa(i) dan semua
pihak dapat memperoleh pengetahuan dan sekaligus menjadi bahan
referensi bagi penelitian selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gardu Induk Sisi 20 KV

Gardu Induk sisi 20 KV merupakan instalasi sistem penyaluran tenaga


listrik dengan tegangan menengah (20.000 Volt) ke pusat - pusat beban. Di
dalamnya terdapat kubikel/panel bagi yaitu panel In comming, Out going, Couple,
Panel Pengukuran dan Panel Trafo Pemakaian Sendiri.

Gambar 2.1. Wilayah gardu induk sisi 20 kV


B. Kubikel
Kubikel 20 KV adalah seperangkat peralatan listrik yang dipasang pada
Gardu Hubung Distribusi yang berfungsi sebagai Pembagi, Pemutus, Penghubung
Pengontrol dan Proteksi sistem penyaluran tenaga listrik tegangan 20 KV.
1. Jenis dan fungsi kubikel
Berdasarkan fungsi/penempatannya, kubikel 20 kV di Gardu Induk antara
lain:
Kubikel Incoming berfungsi sebagai penghubung dari sisi sekunder trafo
daya ke busbar 20 Kv

Kubikel Outgoing : sebagai penghubung / penyalur dari busbar ke beban


Kubikel Pemakaian sendiri (Trafo PS) : sebagai penghubung dari busbar
ke beban pemakaian sendiri GI
Kubikel Kopel : sebagai penghubung antara rel 1 dan rel 2
Berdasarkan pabrik pembuatnya antara lain :

Modalek
Areva
Siemen
Merlin Gerin
Alsthom
AEG,dll

Gambar 2.2. Kubikel 20 kV Alsthom

Gambar 2.2. Kubikel 20 kV Alsthom

2. Bagian-bagian kubikel
Kubikel 20 kV terdiri dari :
a. Pemutus tenaga (PMT)
Menurut Ir.Wahyudi Sarimun N.,MT(2012 : 52), Sakelar pemutus tenaga
(PMT) adalah suatu peralatan pemutus rangkaian listrik pada suatu sistem tenaga
listrik, yang mampu untuk membuka dan menutup rangkaian listrik pada semua
kondisi, termasuk arus hubung singkat, sesuai dengan ratingnya baik pada kondisi
tegangan yang normal ataupun tidak normal.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu PMT agar dapat melakukan
hal-hal diatas, sebagai berikut :

Mampu menyalurkan arus maksimum sistem secara terus-menerus.

Mampu memutuskan dan menutup jaringan dalam keadaan berbeban


maupun terhubung singkat tanpa menimbulkan kerusakan pada pemutus
tenaga itu sendiri.

Dapat memutuskan arus hubung singkat dengan kecepatan tinggi agar arus
hubung singkat tidak sampai merusak peralatan sistem, membuat sistem
kehilangan kestabilan, dan merusak pemutus tenaga itu sendiri.
Pada saat terjadi pemutusan suatu rangkaian sistem tenaga listrik, maka

PMT dipisahkan menimbulkan arcing (busur api) antara dua buah kontak karena
adanya beda potensial diantara kontak tersebut.

Gambar 2.3. Pembentukan busur api


Medan elektrik yang dapat menimbulkan arcing diantara kontak tersebut,
seperti ditunjukkan pada gambar 2.3, arus yang sebelumnya mengalir pada kontak
akan memanaskan kontak dan menghasilkan emisi thermis pada permukaan
kontak. Sedangkan medan elektrik menimbulkan emisi medan tinggi pada kontak
dimisalkan katoda (K). Kedua emisi ini menghasilkan elektron bebas yang sangat
banyak dan bergerak menuju kontak anoda (A). Elektron-elektron ini membentuk
molekul netral media isolasi dikawasan positif, benturan-benturan ini akan
menimbulkan proses ionisasi.
Dengan demikian, jumlah elektron bebas yang menuju anoda akan
semakin bertambah dan muncul ion positif hasil ionisasi yang bergerak menuju
katoda, perpindahan elektron bebas ke anoda menimbulkan arus dan memanaskan
kontak anoda. Ion positif yang tiba di kontak katoda akan menimbulkan dua efek
yang berbeda. Jika kontak terbuat dari bahan yang titik leburnya tinggi, misalnya
karbon, maka ion positif akan menimbulkan pemanasan di katoda. Akibatnya,
emisi thermis semakin meningkat. Jika kontak terbuat dari bahan yang titik
leburnya rendah, misalnya tembaga, ion positif akan menimbulkan emisi medan
tinggi. Hasil emisi termis dan emisi medan tinggi akan melanggengkan proses

ionisasi, sehingga perpindahan muatan antar kontak terus berlangsung dan hal
inilah disebut busur api.
Untuk memadamkan busur api perlu dilakukan usaha-usaha yang dapat
menimbulkan proses deionisasi, antara lain dengan cara sebagai berikut :
a. Meniupkan udara ke sela kontak, sehingga partikel-partikel hasil
ionisasi dijauhkan dari sela kontak.
b. Menyemburkan minyak isolasi ke busur api untuk memberi peluang
yang lebih besar bagi proses rekombinasi.
c. Memotong busur api dengan tabir isolasi atau tabir logam, sehingga
memberi peluang yang lebih besar bagi proses rekombinasi.
d. Membuat medium pemisah kontak dari gas elektronegatif, sehingga
elektron elektron bebas tertangkap oleh molekul netral gas tersebut.
1) Klasifikasi PMT
Dalam Buku Proteksi Sistem Distribusi Tenaga Listrik (2012:56) Jenisjenis PMT berdasarkan media isolator dan material dielektrik-nya adalah terbagi
menjadi empat jenis, yaitu
a) Sakelar PMT minyak
Sakelar PMT ini dapat digunakan untuk memutus arus sampai 10 kA dan
pada rangkaian bertegangan sampai 500 kV. Kelemahannya yaitu minyak mudah
terbakar dan kekentalan minyak memperlambat pemisahan kontak, sehingga tidak
cocok untuk sistem yang membutuhkan pemutusan arus yang cepat.

Gambar 2.4. Pemadaman busur api pada pemutus daya dengan minyak
b) Sakelar PMT udara hembus
Sakelar PMT ini dapat digunakan untuk memutus arus sampai 40 kA dan
pada rangkaian bertegangan sampai 765 kV. PMT udara hembus dirancang untuk
mengatasi kelemahan pada PMT minyak, yaitu dengan membuat media isolator
kontak dari bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak menghalangi pemisahan
kontak, sehingga pemisahan kontak dapat dilaksanakan dalam waktu yang sangat
cepat.

Gambar 2.5. Pemadaman busur api pada pemutus daya udara hembus

10

c) Sakelar PMT vakum


Sakelar PMT ini dapat digunakan untuk memutus rangkaian bertegangan
sampai 38 kV. Pada PMT vakum, kontak ditempatkan pada suatu bilik vakum.
Untuk mencegah udara masuk kedalam bilik, maka bilik ini harus ditutup rapat
dan kontak bergeraknya diikat ketat dengan perapat logam.

Gambar 2.6.PMT vacum ( Vacum Circuit Breaker )


Jika kontak dibuka, maka pada katoda kontak terjadi emisithermis
dan medan tegangan yang tinggi yang memproduksi elektron - elektron
bebas. Elektron hasil emisi ini bergerak menuju anoda, elektron elektron
bebas ini tidak bertemu dengan molekul udara sehingga tidak terjadi
prosesionisasi. Akibatnya, tidak ada penambahan elektron bebas yang
mengawakili pembentukan busur api. Dengan kata lain busur api dapat
dipadamkan
d) Sakelar PMT gas SF6
Sakelar PMT ini dapat digunakan untuk memutus arus sampai 40 kA dan
pada rangkaian bertegangan sampai 765 kV. Media gas yang digunakan pada tipe
ini adalah gas SF6 (sulphur hexafluoride). Sifat gas SF6 murni adalah tidak

11

berwarna, tidak berbau, tidak beracun dan tidak mudah terbakar. Pada suhu diatas
150 oC, gas SF6 mempunyai sifat tidak merusak metal, plastik dan bermacam
bahan yang umumnya digunakan dalam pemutus tenaga tegangan tinggi. Sebagai
isolasi listrik, gas SF6 mempunyai kekuatan dielektrik yang tinggi (2,35 kali
udara) dan kekuatan dielektrik ini bertambah dengan pertambahan tekanan.
Sifat lain dari gas SF6 ialah mampu mengembalikan kekuatan dielektrik
dengan cepat, tidak terjadi karbon selama terjadi busur api dan tidak menimbulkan
bunyi pada saat pemutus tenaga menutup atau membuka. Selama pengisian, gas
SF6 akan menjadi dingin jika keluar dari tangki penyimpanan dan akan panas
kembali jika dipompakan untuk pengisian kedalam bagian/ruang pemutus tenaga.
Oleh karena itu gas SF6 perlu diadakan pengaturan tekanannya beberapa jam
setelah pengisian.
Prinsip pemadaman busur apinya adalah Gas SF6 ditiupkan sepanjang
busur api, gas ini akan mengambil panas dari busur api tersebut dan akhirnya
padam. Rating tegangan CB adalah antara 3.6 KV 760 KV.

Gambar 2.7. SF6 CB (Sulfur Hexafluorida Circuit Breaker)

12

Tabel 2.1 Batas tekanan gas SF6 pada pemutus tenaga


Merek PMT

Tekanan gas SF6

Tekanan

Tekanan

sudah terisi dari

normal

Merlin

pabrik
Bar
0,03

Bar
6

Bar
5,2

Bar
5

Gerin
Delle

0,203

5,05 + 0,05

4,7

4,58-4,62

Alsthom
PMT 20 kV di Gardu Induk umumnya didisain dapat dikeluarkan dari
kubikel dengan cara ditarik ke luar. Sehingga PMT dan mekanisme penggeraknya
dapat dengan mudah dikeluarkan/dimasukan untuk keperluan pemeliharaan.
Umumnya PMT dengan jenis pabrik dan dengan rating sama, mempunyai
konstruksi dan rangkaian kontrol yang sama. Sehingga dapat dipindah antar
kubikel dan hanya perlu satu PMT cadangan untuk PMT dengan rating yang
sama. Selama operasi seluruh bagian yang bertegangan tertutup dengan pelindung
metal

yang ditanahkan, untuk

menjamin

agar operator aman

selama

mengoperasikannya. Untuk mengeluarkan/memasukkan PMT dari/ke kubikel,


urutannya harus benar dan dicek untuk setiap langkah agar aman.

2) Penyebab kerusakan pada PMT

13

Dalam
Energi

Listrik

buku

Pembangkit

oleh

Djiteng

Marsudi (2011 :

223),

menyatakan

ada beberapa hal

yang menyebabkan

PMT mengalami kegagalan dalam beroperasi, antara lain sebagai berikut:

Kerusakan relai
Rusaknya relai menyebabkan tidak adanya sinyal perintah untuk membuka
PMT.

Transformator arus jenuh


Hal ini disebabkan oleh meningkatnya arus hubung singkat dengan
bertambahnya unit pembangkit dalam sistem yang mengakibatkan keadaan
jenuh dari transformator arus, di mana tidak timbul arus di sisi sekunder
karena nilai perubahan fluks magnetik menjadi nol. Hal ini menyebabkan
relai tidak bekerja karena tidak mendapat arus dari sisi sekunder
transformtor arus.

Ada gangguan pada pengawatan sekunder


Gangguan pada pengawatan sekunder bisa menyebabkan arus yang
membuka PMT melalui trip coil tidak mengalir, atau tidak cukup kuat
seehingga PMT tidak membuka. Kawat sekunder menghubungkan relai,
baterai, dan trip coil PMT yang jaraknya satu sama lain cukup jauh sehingga
membutuhkan kabel sekunder yng cukup panjang, (bisa mencapai beberapa

14

puluh meter) dan melalui titik sambungan sehingga rawan terhadap


gangguan.

Baterai lemah
Apabila baterai lemah, tegangannya kurang, arus yang dihasilkannya
tidak cukup kuat untuk membuka PMT. Baterai lemah bisa disebabkan
karena kurang baiknya pemeliharaan. Setiap sel baterai harus diperiksa
tegangannya dan kondisi fisikinya secara rutin sesuai buku petunjuk pabrik.
Kerusakan baterai bisa terjadi akibat tegangan bolak balik sekunder
(tegangan rendah) masuk ke sirkuit bateri. Hal ini bisa terjadi apabila dalam
satu lemari panel terdapat pengawatan sekunder tegangan bolak-balik jangan
dipasang dalam satu lemari panel dengan pengawatan arus searah dari relai
dan dari baterai. Untuk mencegah hal ini, pengawatan tegangan bolak balik
jangan dipasang dalam satu lemari panel dengan pengawatan arus searah
untuk relai dan baterai. Pengawatan arus bolak-balik dibatasi dengan yang
berasal dari transformator arus atau transformator tegangan untuk penggerak
relai saja.

Mekanisme PMT macet


Kemacetan pada mekanisme PMT bisa menyebabkan PMT tidak
membuka walaupun trip coil telah bekerja secara benar.

PMT tidak mampu memutus arus gangguan yang terjadi.

15

Dalam hal ini busur listrik yang terjadi tidak bisa dipadamkan
sehingga busur listrik yang terjadi di antara kontak-kontak PMT terus
menyala dan akhirnya PMT meledak. Untuk menghindari kejadian ini,
kemampuan memutus arus dari PMT harus betul-betul diperhitungkan
terhadap tingkat arus gangguan (fault level) yang dihadapi.

Derajat isolasi media isolasi yang lambat bekerja


Kecepatan pemulihan tergantung derajat isolasi media isoalsi yang
ada di antara kontak-kontak PMT terhadap naiknya tegangan pemulihan
transien (transient recorvery voltage); apabila cukup cepat maka PMT
akan berhasil memutus busur api. Tetapi apabila lebih lambat, derajat
isolasi media isolasi belum bisa menghambat transient recorvery voltage
sehingga PMT akan gagal memutus busur api yang terjadi, hal ini
berbahaya karena gas-gas panas yang terjadi akan bertambah banyak dan
menumpuk sehingga bisa menimbulkan peledakan.

Terjadinya arus/tegangan transien pada saat pemutusan dan penyambungan


beban
Pada saat pemutusan dan penyambungan beban terjadinya perubahan
arus/tegangan yang sangat tinggi. Perubahan tersebut dapat menyebabkan
peralatan bekerja keras dan peredam busur api secara sedikit demi sedikit
habis sehingga mempercepat kerusakan peralatan

Peredam busur api yang bermasalah

16

Misalnya PMT menggunakan peredam busur api SF6, ketika terjadi


gangguan dan peredam busur api berupa gas SF6 habis makamedia peredam
busur api tidak berfungsi sehingga mengakibatkan PMT meledak.

b. Pemisah (PMS) dan pemisah tanah

1) Pemisah (PMS)
Pemisah berfungsi untuk memisahkan peralatan yang akan dipelihara agar
terlihat secara visual bahwa peralatan yang akan dipelihara sudah terpisah dari
bagian yang bertegangan, sehingga aman bagi petugas terhadap tegangan dari luar
peralatan tersebut. Lengan kontak PMT 20 kV pada kubikel disisi kabel dan di sisi
rel, berfungsi sebagai pemisah, dimana untuk memisahkannya dilakukan dengan
cara mengeluarkan PMT dari kubikel tersebut atau diposisikan test.
2) Pemisah Tanah
Pemisah tanah berfungsi untuk pengamanan petugas yang akan bekerja,
agar aman terhadap tegangan sisa dan tegangan induksi. Pemisah tanah pada
kubikel adalah mentanahkan di sisi kabel. Sedangkan untuk mentanahkan di sisi
busbar (rel) harus dilakukan secara lokal melalui grounding fleksibel atau melalui
pentanahan model dorong.
c. Busbar (Rel) 20 KV

17

Busbar 20 kV pada kubikel berfungsi sebagai penghubung antara kabel


masuk dengan beberapa penyulang. Bentuk rel 20 kV ada yang berpenampang
bulat/pipa (tubuler), setengah bulat dan ada pula yang berbentuk plat sesuai
dengan desain dari pabrik kubikelnya.
Bahan yang digunakan adalah aluminium atau tembaga. Besar kecilnya
penampang busbar 20 kV tergantung pada besar / kecilnya daya yang akan
disalurkan. Untuk merangkai kubikel-kubikel 20 kV dengan rel bulat/pipa agar
diperhatikan betul-betul rata (selevel), untuk mencegah tingginya tahanan kontak
pada sambungan rel, yang dapat mengakibatkan gangguan/kerusakan.
d. Tranformator arus dan transformator tegangan
Transformator Arus (CT) dan Transformator Tegangan (PT) biasa juga
disebut transformator instrumen. Transformator instrumen ini rangkaian
sekundernya tersambung dengan instrumen pengukuran dan atau instrumen
proteksi / rele.
1) Transformator arus/current transformers (CT)
Menurut Ir.Wahyudi Sarimun N.,MT(2012 : 268), CT adalah peralatan
listrik yang dipergunakan dalam rangkaian arus bolak-balik yang dapat
memperkecil arus besar menjadi arus kecil, dipergunakan untuk pengukuran dan
proteksi.
Fungsi CT adalah untuk memperoleh arus yang sebanding dengan arus
yang hendak diukur (sisi sekunder 1A atau 5A) dan untuk memisahkan sirkuit dari
sistem yang arusnya hendak diukur (yang selanjutnya disebut sirkuit primer)

18

terhadap sirkuit dimana instrument tersambung (yang selanjutnya disebut sirkuit


sekunder).
2) Transformator tegangan (PT)
Menurut Ir.Wahyudi Sarimun N.,MT(2012 : 268), PT adalah peralatan
listrik yang dapat menurunkan tegangan tinggi menjadi tegangan rendah."
C. Relai Proteksi Sisi 20 kV
Relai Proteksi merupakan bagian penting dalam sebuah sistem tenaga
listrik. Peralatan ini sangat dibutuhkan bilamana sistem mengalami gangguan atau
kondisi tidak normal. Relai Proteksi dibutuhkan untuk menginisiasi pemutusan
dan mengisolasi daerah yang mengalami gangguan dan menjaga agar daerah yang
tidak mengalami gangguan tetap dapat menjalankan fungsinya.
Secara umum pengertian sistem proteksi ialah cara untuk mencegah atau
membatasi kerusakan peralatan akibat gangguan, sehingga kelangsungan
penyaluran tenaga listrik dapat dipertahankan. Gangguan pada sistem distribusi
tenaga listrik hampir seluruhnya merupakan gangguan hubung singkat, yang akan
menimbulkan arus yang besar. Semakin besar sistemnya semakin besar arus
gangguannya. Arus yang besar bila tidak segera dihilangkan akan merusak
peralatan yang dilaluinya. Untuk memisahkan daerah yang terganggu itu dari
sistem diperlukan suatu sistem proteksi, yang pada dasarnya adalah alat pengaman
yang bertujuan untuk melepaskan atau membuka sistem yang terganggu, sehingga
arus gangguan ini akan padam.
Adapun tujuan dari sistem proteksi antara lain :

19

Untuk menghindari atau mengurangi kerusakan akibat gangguan pada


peralatan yang terganggu atau peralatan yang dilalui oleh arus gangguan.

Untuk melokalisir (mengisolir) daerah gangguan menjadi sekecil mungkin.

Untuk dapat memberikan pelayanan listrik dengan keandalan yang tinggi


kepada konsumen serta memperkecil bahaya bagi manusia.

1. Relai arus lebih (OCR)


Relai arus lebih (OCR) adalah peralatan yang dapat merasakan adanya arus
lebih yang disebabkan karena adanya gangguan hubung singkat maupun adanya
beban berlebih (overload) yang dapat merusak peralatan yang berada di wilayah
proteksi dalam hal ini antara fasa ke fasa. Relai ini dapat digunakan sebagai
pengaman utama ataupun sebagai pengaman cadangan. Sebagai pengaman utama
pada jaringan distribusi dan sub-transmisi sistem radial. Sebagai pengaman
cadangan generator, transformator daya dan saluran transmisi.
Prinsip kerja relai arus lebih (OCR) adalah berdasarkan adanya arus lebih
yang dirasakan relai, baik disebabkan adanya gangguan hubung singkat atau
overload (beban lebih) untuk kemudian memberikan perintah trip ke PMT sesuai
dengan karakteristik waktunya.
Relai arus lebih (OCR) bekerja dengan membaca input berupa besaran
arus kemudian membandingankan dengan nilai setting, apabila nilai arus yang
terbaca oleh relai melebihi nilai setting, maka relai akan mengirim perintah trip
(lepas) kepada Pemutus Tenaga (PMT) setelah tunda waktu yang diterapkan pada

20

setting. Relai arus lebih (OCR) memproteksi instalasi listrik terhadap gangguan
antar fasa.

Gambar 2.8. Karakteristik relai arus lebih


Berdasarkan karakteristik waktunya relai arus lebih dibedakan atas tiga jenis
yaitu:
a. Instantaneous relai (relai waktu seketika)
Adalah relai arus lebih yang tidak mempunyai waktu tunda/waktu kerja
sesaat. Relai bekerja pada gangguan yang paling dekat dengan lokasi dimana relai
terpasang. Dapat kita lihat pada gambar dibawah ini

Gambar 2.9. Karakteristik Relai Waktu Seketika (Instantaneous Relai)

21

Relay ini jarang berdiri sendiri tetapi umumnya dikombinasikan dengan relay arus
lebih dengan karakteristik yang lain.

b. Definite time relai (relai arus lebih waktu tertentu)


Adalah relai dimana waktu tundanya tetap, tidak tergantung pada besarnya
arus gangguan. Jika arus gangguan telah melebihi arus settingnya berapapun
besarnya arus gangguan relai akan bekerja dengan waktu yang tetap, seperti
gambar dibawah ini.

Gambar 2.10. Karakteristik relai arus lebih waktu tertentu (Definite time
relai)
c. Inverse relai (relai arus lebih waktu terbalik)
Adalah relai dimana waktu tundanya mempunyai karakteristik tergantung
pada besarnya arus gangguan. Jadi semakin besar arus gangguan maka kerja relai
akan semakin cepat, arus gangguan berbanding terbalik dengan waktu kerja relai.

Gambar 2.11. Karakteristik relai arus lebih waktu terbalik (inverse time)

22

Karakteristik ini bermacam-macam dan setiap pabrik dapat membuat karakteristik


yang berbeda-beda, karakteristik waktunya dibedakan atas :

Long Time Inverse (LTI)

t=

120
tms ..........................................................................................(1)
I 1

Extremely Inverse (EI)

t=

80
tms
..........................................................................................(2)
I 1
2

Very Inverse (VI)

t=

13.5
tms ...........................................................................................(3)
I 1

Standard Invers (SI)

t=

Dimana :

0.14
tms
......................................................................................(4)
I 1
0.02

tms = setting waktu relai beroperasi


I

= setting arus relai beroperasi

= waktu sebenarnya relai beroperasi

2. Relai hubung tanah (GFR)


Relai hubung tanah yang lebih dikenal dengan GFR (Ground Fault
Relay) pada dasarnya mempunyai prinsip kerja sama dengan relai arus lebih

23

(OCR) namun memiliki perbedaan dalam kegunaannya. Bila relai arus lebih
mendeteksi adanya hubung singkat antar fasa, maka GFR mendeteksi
adanya hubung singkat ke tanah.
Adapun prinsip kerja dari GFR yaitu pada kondisi beban seimbang,
Ir, Is, It sama besar, sehingga pada kawat netral tidak timbul arus dan relai
hubung tanah tidak dialiri arus. Bila terjadi ketidakseimbangan arus atau
terjadi gangguan hubung singkat ke tanah maka akan timbul arus urutan nol
pada kawat netral, sehingga relai hubung tanah akan bekerja. Menurut
Muhalan, dkk (2014 : 169), perhitungan setelan arus gangguan tanah di
penyulang dengan rumus :
Iset = Set Relai x In Relai .............................................................................(5)
3. Prinsip kerja relay OCR & GFR

Gambar 2.12 Hubungan antara OCR Dan GFR


Apabila relay proteksi merasakan arus gangguan maka dengaan segera
kontak trip relay bekerja (yang tadinya NO menjadi NC) sehingga memberi suplai
pada tripyng coil. Tripyng coil bekerja menggerakkan mekanik open PMT
sehingga membuka kontak utama PMT. Proses ini berlangsung sangat cepat
(bebepapa detik) tujuannya segera mengisolasi daerah yang terganggu, namun bila

24

relay proteksi tidak bekerja maka gangguan akan meluas yang menyebabkan
kerugian.
Kegagalan kerja proteksi dapat disebabkan oleh :
1. Relay rusak
2. Seting relay tidak benar
3. Power suplay dc tidak ada/ hilang
4. Gangguan pada mekanis tripyng/pegas macet
5. Kegagalam PMT memutus arus gangguan (media pemutus) gas habis
6. Trafo arus tidak jenuh pada arus gangguan
7. Kesalahan pengawatan wirring tripyng
D. Gangguan
1. Pengertian gangguan dan jenis-jenis gangguan
Berdasarkan ANSI/IEEE standar 100-1992, Gangguan didefenisikan
sebagai suatu kondisi fisis yang disebabkan kegagalan suatu perangkat,
komponen, atau suatu elemen untuk bekerja sesuai fungsinya. Sedangkan
menurut Widianto, dkk Suatu gangguan di dalam peralatan listrik didefenisikan
sebagai terjadinya suatu kerusakan di dalam jaringan listrik yang menyebabkan
arus listrik keluar dari saluran yang seharusnya , dimana gangguan hampir selalu
ditimbulkan oleh hubung singkat antar fasa atau hubung singkat fasa ke tanah.
Ada beberapa jenis gangguan pada sistem tenaga listrik, yaitu gangguan
simetris dan gangguan asimetris. Gangguan simetris adalah gangguan yang terjadi
pada semua fasanya sehingga arus dan tegangan pada masing-masing fasa bernilai

25

sama, yaitu diantaranya hubung singkat 3 fasa dan hubung singkat 3 fasa ke tanah.
Sedangkan gangguan asimetris adalah gangguan yang mengakibatkan arus
mengalir pada setiap fasa tidak seimbang, yaitu diantaranya hubung singkat 1 fasa
ke tanah, hubung singkat fasa ke fasa, dan hubung singkat 2 fasa ke tanah.
Gangguan hubung singkat 3 fasa, gangguan hubung singkat 2 fasa dan
gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah. Adapun rumus dasar perhitungan arus
gangguan yang dikemukakan oleh Yulistiawan, dkk (2012 : 85)
I=

V
Z

...................................................................................................(6)

Keterangan :
I

= Arus gangguan Hubung singkat

= Tegangan Sumber (Volt)

= Impedansi jaringan, nilai ekivalen dari seluruh impedansi di dalam


jaringan dari sumber tegangan sampai ke titik gangguan (/km)

Dengan mengetahui besarnya tegangan sumber dan besarnya nilai impedansi tiap
komponen jaringan serta bentuk konfigurasi jaringan di dalam sistem, maka
besarnya arus gangguan hubung singkat dapat dihitung dengan rumus di atas.
Dari ketiga jenis gangguan terdapat perbedaan dalam penggunaan
impedansi untuk menghitung besarnya arus gangguan tersebut.

Gangguan 3 fasa : impedansi yang digunakan adalah impedansi urutan


positif (ekivalen Z1) tegangannya adalah Efasa

26

Gangguan 2 fasa : impedansi yang digunakan adalah jumlah impedansi


urutan positif + urutan negatif (nilai ekivalen Z1 + Z2) tegangannya adalah
EFasa-Fasa

Gangguan 1 fasa ke tanah : impedansi yang digunakan adalah impedansi


urutan positif + urutan negatif + urutan nol (nilai ekivalen Z 1 + Z2 + Z0)
tegangannya adalah EFasa

2. Perhitungan arus gangguan hubung singkat

Berdasarkan standar PUIL 2000, Arus hubung singkat adalah arus


lebih yang diakibatkan oleh gangguan impedansi yang sangat kecil
mendekati nol antara dua penghantar aktif yang dalam kondisi operasi
normal berbeda potensialnya. Perhitungan arus hubung singkat dari sistem
20 kV yang dipasok dari gardu induk, Untuk menghitung arus hubung
singkat pada sistem diatas, pertama tama hitung impedansi sumber
( reaktansi ) dalam hal ini diambil dari data hubung singkat pada bus 150 kV
, kedua menghitung reaktansi trafo tenaga, ketiga menghitung impedansi
penyulang.
a. Menghitung impedansi sumber

Adapun rumus dasar perhitungan impedansi sumber yang dikemukakan


oleh Yulistiawan, dkk (2012 : 87) maka data yang diperlukan adalah data hubung
singkat pada bus primer trafo.

27

Zs =

kV 2
MVA hs

.........................................................................................(7)

Keterangan :
Zs

= Impedansi sumber (dalam hal ini pada sisi sumber 150 kV)

kV

= Tegangan pada sisi primer

MVAHS = Short circuit level trafo tenaga


Perlu diingat bahwa impedansi sumber ini adalah nilai ohm pada sisi
150 kV, karena arus gagguan hubung singkat yang akan dihitung adalah
gangguan hubung singkat di sisi 20 kV, maka impedansi sumber tersebut
harus dikonversikan dulu ke sisi 20 kV, sehingga pada perhitungan arus
gangguan nanti sudah menggunakan sumber 20 kV. Untuk mengkonversikan
impedansi yang terletak di sisi 150 KV, dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
Zs (sisi 20 kV) =

kV 2
MVA hs

x Zs (sisi 150 kV)........................................(8)

b. Menghitung reaktansi trafo

Untuk menghitung reaktansi trafo, digunakan rumus yang dikemukakan oleh


Yulistiawan, dkk (2012 : 89)
2

Xt (pada 100%) =

kV
MVA (trafo) ............................................................(9)

Keterangan :
Xt

= Reaktansi trafo ()

28

Nilai reaktansi trafo tenaga :


Reaktansi urutan positif, negative (Xt1 = Xt2 )
Xt = Xt % x Xt (pada 100%) ........................................................................(10)
Reaktansi urutan nol (Xt0)
Reaktansi urutan nol ini didapat dengan memperhatikan data trafo tenaga itu
sendiri yaitu dengan melihat kapasitas belitan delta yang ada dalam trafo itu :

Untuk trafo tenaga dengan hubungan belitan /Y dimana kapasitas belitan


deta sama besar dengan kapasitas belitan Y, maka Xt0 = Xt1,

Untuk trafo tenaga dengan belitan Yyd dimana kapasitas belitan delta (d)
biasanya sepertiga dari kapasitas belitan Y (belitan yang dipakai untuk
menyalurkan daya, sedangkan belitan delta tetap ada di dalam tetapi tidak
dikeluarkan kecuali satu terminal delta untuk ditanahkan), maka nilai
Xt0=3Xt1,

Untuk trafo tenaga dengan hubungan YY dan tidak mempunyai belitan


delta di dalamnya, maka besarnya Xt0 berkisar antara 9 s/d 14 Xt1.

c. Menghitung impedansi penyulang

Menghitung impedansi penyulang, impedansi penyulang ini dihitung


tergantung dari besarnya impedansi per meter penyulang yang bersangkutan,
dimana besar nilainya ditentukan dari konsfigurasi tiang yang digunakan untuk
jaringan SUTM atau dari jenis kabel tanah untuk jaringan SKTM. Dalam
perhitungan disini diambil dengan impedansi. Rumus perhitungan dikemukakan
oleh Yulistiawan, dkk (2012 : 91)

29

Z1 = Z2 = % panjang x Panjang penyulang x (R1 + jX1) ........................(11)


Keterangan :
Z1 = Impedansi urutan positif ()
Z2 = Impedansi urutan negative ()
Dengan demikian nilai impedansi penyulang untuk lokasi gangguan
yang dalam perhitungan ini disimulasikan terjadi pada lokasi dengan jarak
0%, 25%, 50%, 75% dan 100% panjang penyulang.
d. Menghitung impedansi ekivalen jaringan
Perhitungan yang akan dilakukan disini adalah perhitungan besarnya
nilai impedansi positif ( Z1 eq ), negative ( Z2 eq ), dan nol ( Z0 eq ) dari titik
gangguan sampai ke sumber, sesuai dengan urutan di atas. Karena dari
sumber ke titik gangguan impedansi yang terbentuk adalah tersambung seri,
maka perhitungan Z1eq dan Z2eq dapat langsung menjumlahkan impedansiimpedansi tersebut.
Sedangkan untuk perhitungan Z0eq dimulai dari titik gangguan sampai
ke trafo tenaga yang netralnya ditanahkan. Untuk menghitung Z 0eq ini,
diumpamakan trafo tenaga yang terpasang mempunyai hubungan Yyd,
dimana mempunyai nilai Xt0 = 3Xt1.
Adapun rumus Perhitungan Z1eq dan Z2eq dikemukakan oleh Yulistiawan, dkk (2012
: 85)
Z1 eq = Z2 eq = Z1s + Z1t + Z1 penyulang................................................................(12)
Keterangan :

30

Z1s

= Hitungan impedansi sumber

Z1t

= Hitungan impedansi trafo

Z1 penyulang

= Tergantung dari lokasi gangguan


Karena lokasi gangguan diasumsikan terjadi pada 25%, 50%, 75%

dan 100% panjang penyulang, maka Z1

eq

(Z2

eq

) yang didapat juga pada

lokasi tersebut.
Perhitungan Z0 eq :
Z0 eq = Zt0 + 3RN + Z0 penyulang........................................................................(13)
Keterangan :
RN

= Pentanahan netral pada trafo ().

Karena lokasi gangguan diasumsikan terjadi pada 25%, 50%, 75% dan 100%
panjang penyulang, maka Z0 eq yang didapat juga pada lokasi tersebut.
Setelah mendapatkan impedansi ekivalen sesuai dengan lokasi
gangguan, selanjutnya perhitungan arus gangguan hubung singkat dapat
dihitung dengan menggunakan rumus dasar seperti dijelaskan sebelumnya,
hanya saja impedansi ekivalen mana yang dimasukkan ke dalam rumus
dasar tersebut adalah tergantung dari hubung singkat 3 fasa, 2 fasa atau 1
fasa ke tanah.
e. Gangguan hubung singkat 3 fasa

31

Gambar 2.13. Gangguan hubung singkat 3 fasa


Kemungkinan terjadinya gangguan 3 fasa adalah putusnya salah satu
kawat fasa yang letaknya paling atas pada transmisi atau distribusi, dengan
konfigurasi kawat antar fasanya disusun secara vertikal. Kemungkinan
terjadinya memang sangat kecil, tetapi dalam analisanya tetap harus
diperhitungkan.
Kemungkinan lain adalah akibat pohon yang cukup tinggi dan
berayun sewaktu angin kencang, kemudian menyentuh ketiga kawat pada
transmisi atau distribusi. Gangguan hubung singkat 3 fasa dapat dihitung
dengan menggunakan rumus hukum ohm

yang dikemukakan oleh

Yulistiawan, dkk (2012 : 92)


I=

V
Z

...................................................................................................(14)

Keterangan :
I = Arus gangguan hubung singkat 3 fasa
V = Tegangan fasa-netral system 20 kV =

20000
3

Z = Impedansi urutan positif ( Z1 eq )

Sehingga arus gagguan hubung singkat 3 fasa dapat dihitung sebagai berikut :

32

I 3fasa

E fasa
Z 1 eq

V ph
Z 1 eq

20000
3
Z 1 eq

11547
Z 1 eq

..................................(15)

f. Gangguan Hubung Singkat 2 fasa

Gambar 2.14. Gangguan hubung singkat 2 fasa


Kemungkinan terjadinya gangguan 2 fasa disebabkan oleh putusnya
kawat fasa tengah pada transmisi atau distribusi. Kemungkinan lainnya
adalah dari rusaknya isolator di transmisi atau distribusi sekaligus 2 fasa.
Gangguan seperti ini biasanya mengakibatkan 2 fasa ke tanah.
Gangguan hubung singkat 2 fasa dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut yang dikemukakan oleh Yulistiawan, dkk (2012 : 94)

I=

V
Z ....................................................................................................(16)

Keterangan :
I

= Arus gangguan hubung singkat 2 fasa

= Tegangan fasa-netral system 20 kV

= Impedansi urutan positif ( Z1 eq ) dan urutan negative ( Z2eq )

33

Sehingga arus gagguan hubung singkat 2 fasa dapat dihitung sebagai berikut :
I1fasa =

V ph ph
Z 1 eq + Z 2 eq

20000
Z 1 eq + Z 2 eq

....................................................(17)

Seperti halnya gangguan 3 fasa, Gangguan Hubung Singkat 2 Fasa


juga dihitung untuk lokasi gangguan yang diasumsikan terjadi pada 25%,
50%, 75% dan 100% panjang penyulang. Dalam hal ini dianggap nilai Z 1eq
= Z2eq, sehingga persamaan arus gangguan hubung singkat 2 fasa di atas
dapat di sederhanakan menjadi :
I2fasa =

V ph ph
2 x Z 1 eq

..................................................................................(18)

g. Gangguan Hubung Singkat 1 Fasa ke tanah

Gambar 2.15. Gangguan hubung singkat 1 fasa


Kemungkinan terjadinya gangguan satu fasa ke tanah adalah back
flashover antara tiang ke salah satu kawat transmisi dan distribusi. Sesaat
setelah tiang tersambar petir yang besar walaupun tahanan kaki tiangya
cukup rendah namun bisa juga gangguan fasa ke tanah ini terjadi sewaktu
salah satu kawat fasa transmisi / distribusi tersentuh pohon yang cukup

34

tinggi dll. Berikut rumus yang dikemukakan oleh Yulistiawan, dkk (2012 :
92)

I=

V
Z ....................................................................................................(19)

Keterangan:
I = Arus gangguan urutan nol = I0
20000
3

V = Tegangan fasa-netral system 20 kV =

= Vph

Z = Impedansi urutan positif ( Z1eq ) dan urutan negatif ( Z2eq ) dan


impedansi urutan nol (Z0eq)
I1 fasa ke tanah = 3 x I0........................................................................................(20)
Sehingga arus gagguan hubung singkat 1 fasa ketanah dapat dihitung sebagai
berikut :

I1fasa =

E fasa
Z 1 eq

3x

3 xV ph
= 3 x I0 =

34641,016
Z 1 eq+ Z + Z
2eq

0eq

Z 1 eq+ Z

2eq

+ Z 0eq

34641,016
2 xZ 1 eq+ Z
0eq

20000
3

Z 1 eq+ Z

2eq

+ Z 0eq

...............................................(21)

Kembali sama halnya dengan perhitungan arus gangguan 3 Fasa dan


2 Fasa, Arus gangguan 1 Fasa ketanah juga dihitung untuk lokasi gangguan
yang di asumsikan terjadi pada 25%, 50%, 75% dan 100% panjang
penyulang, sehingga dengan rumus terakhir diatas dapat dihitung besarnya
arus gangguan 1 fasa ke tanah sesuai lokasi gangguannya.

35

3. Metode komponen simetris untuk gangguan hubung singkat


Pada tahun 1918, C.L Fortesque menemukan suatu metode yang
dapat digunakan untuk menganalisa sistem tiga fasa yang tidak seimbang.
Fortesque membuktikan bahwa suatu sistem yang tidak seimbang yang
terdiri dari tegangan atau arus yang tidak seimbang antar fasanya dapat
dipecah menjadi tiga

komponen simetris dari sistem tiga fasa yang

seimbang. Tiga komponen simetris tersebut adalah :


Komponen Urutan Positif (positive sequence components), Merupakan
komponen yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya, terpisah satu
o
dengan yang lain dalam fasa sebesar 120 , dan mempunyai urutan fasa
yang sama seperti fasor aslinya.

Gambar 2.16. Komponen urutan positif


Komponen Urutan Negatif (negative sequence components), Merupakan
komponen yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya, terpisah satu
o
dengan yang lain dalam fasa sebesar 120 , dan mempunyai urutan fasa
yang berlawanan dengan fasor aslinya.

36

Gambar 2.17. Komponen urutan negative


Komponen Urutan Nol (zero sequence components), Merupakan
komponen yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya dan tidak ada
pergeseran fasa antara fasor yang satu dengan yang lain (ditandai dengan
subscript 0).

Gambar 2.18. Komponen urutan nol


E. Tahanan Isolasi
Tahanan isolasi adalah tahanan yang terdapat diantara dua kawat
saluran yang diisolasi satu sama lain atau tahanan antara satu kawat saluran
dengan tanah (ground). Pengukuran tahanan isolasi digunakan untuk
memeriksa status isolasi rangkaian dan perlengkapan listrik, sebagai dasar
pengendalian keselamatan. Pada saat pemeliharaan selalu dilakukan
pengujian tahanan isolasi untuk mengetahui jika terjadi arus bocor. Alat

37

yang digunakan untuk melakukan pengujian tahanan isolasi yaitu berupa


megger.
F. Aplikasi ETAP
Dalam perancangan dan analisis sebuah sistem tenaga listrik, sebuah
software aplikasi sangat dibutuhkan untuk merepresentasikan kondisi
real.Hal ini dikarenakan sulitnya meng-uji coba suatu sistem tenaga listrik
dalam skala yang besar terhadap kondisi transien yang ekstrim. ETAP Power
Station 6.0.0 merupakan salah satu software aplikasi yang banyak digunakan
untuk mensimulasikan sistem tenaga listrik. Secara umum ETAP dapat
digunakan untuk simulasi hasil perancangan dan analisis suatu sistem tenaga
listrik yang meliputi:
1. Menggambarkan denah beban-beban
2. Men-setting data-data beban dan jaringan
3. Merancang diagram satu garis (One Line Diagram)
4. Menganalisis aliran daya (Load Flow)
5. Menghitung gangguan hubung singkat (Short Circuit)
6. Menganalisis Motor Starting atau keadaan Transien.
Setiap komponen Sistem Tenaga Listrik dapat digambarkan dalam
worksheet atau ruang kerja program dengan lambang-lambang tertentu.
Spesifikasi

masing-masing

komponen

dapat

disesuaikan

keadaan

sebenarnya atau kondisi nyata di lapangan. Spesifikasi ini juga dapat dipilih

38

sesuai data umumnya yang dapat diambil dari library atau data yang ada
pada program.
Adapun tampilan Program ETAP Power Station sebagaimana tampak ada gambar
berikut:

Gambar 2.19. Tampilan program ETAP dan keterangan singkatnya

39

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian Tugas Akhir ini dilakukan di kantor PT. PLN (Persero) UPT
Sistem Sulselrabar Unit Transmisi dan Gardu Induk Panakkukang (TRAGI
PANAKKUKANG) yang dimulai dari tanggal 16 Februari 2016 hingga 15 Mei
2016 dan di kampus Politeknik Negeri Ujung Pandang.

B. Prosedur Penelitian
Dalam menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini, penulis mengikuti langkahlangkah yang terstruktur agar laporan ini dapat dikerjakan secara sistematis dan
terarah. Berikut langkah-langkah yang menjadi acuan dari penulis:
1. Melakukan pengenalan lingkup kerja di Tragi Panakkukang.
2. Mengenali objek yang akan diteliti berupa observasi langsung (Studi
Lapangan).
3. Melakukan pengambilan data penelitian yang dibutuhkan .

40

4. Melakukan pengolahan data penelitian yang telah diperoleh dengan


mengacu pada tinjauan pustaka.
5. Melakukan analisis terhadap data-data yang telah diolah, salah satunya
dengan membandingkan hasil pengolahan data terhadap teori sesuai
standar dan ketentuan yang ada, dan menjadikan rumusan masalah serta
tinjauan pustaka sebagai acuan analisa dan pembahasan.
6. Memberikan solusi atau saran yang dapat dilakukan untuk perbaikan
sistem proteksi apabila terjadi ketidaksesuaian dengan hasil pengolahan
data yang akurat terhadap standar dan ketentuan yang berlaku.
7. Menarik kesimpulan dari hasil analisis yang telah dilakukan sehingga
tujuan ataupun rumusan masalah dari obyek penelitian dapat terjawab.

41

Gambar 3.1 Diagram alir (flow chart) prosedur penelitian


C. Metode Pengumpulan Data
Berikut adalah metode atau teknik yang digunakan dalam mengumpulkan
data dari penelitian yang dilakukan:
1. Studi literatur
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan berbagai referensi,
baik melalui buku, tugas akhir ataupun jurnal penelitian, hingga melalui internet
berbentuk dokumen ataupun digital library. Adapun buku-buku yang kami
gunakan dalam memperoleh beberapa data yang dibutuhkan yaitu: Praktik-praktik

42

Proteksi Sistem Tenaga Listrik, Buku Pedoman Proteksi, Buku Pedoman Kubikel
Tegangan Menengah Kepdir 0520-2 K DIR 2014, Buku Pedoman Pemutus
Tenaga Kepdir 0520-2 K DIR 2014, dll.
2. Metode observasi
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengadakan kunjungan
langsung ke lapangan guna mengetahui mengapa PMT Alsthom dengan peredam
busur api SF6 pada Kubikel 20 kV Penyulang Takalar GI Sungguminasa meledak.
Adapun data-data yang akan diambil melalui observasi ini berupa name plate
PMT, pengukuran/pemeliharaan PMT tahun sebelumnya, data arus hubung
singkat, single line diagram dan standar PLN (SPLN).
3. Metode wawancara
Pada saat wawancara, penulis melakukan tanya jawab dengan semua pihak
yang memahami masalah sistem ketenagalistrikan yang berkaitan dengan kasus
yang akan dikaji. Penulis bermaksud untuk memahami lebih mengenai PMT
Alsthom dengan peredam busur api SF6 pada Kubikel 20 kV Penyulang Takalar
GI Sungguminasa meledak.

D. Metode Analisa Data


Penelitian ini didasarkan pada PMT Alsthom dengan peredam busur
api SF6 pada Kubikel 20 kV Penyulang Takalar GI Sungguminasa meledak,
yang mengakibatkan beberapa Penyulang lainnya ikut trip yakni Penyulang
Couple 1, Penyulang Parang Banua dan Penyulang PS. Setelah menelusuri

43

awal terjadinya PMT meledak, maka penulis mencari data yang berkaitan
dengan masalah tersebut seperti name plate PMT, data pemeliharaan, data
arus hubung singkat dan lainnya. Kemudian data tersebut digunakan untuk
menganalisis kejadian tersebut. Setelah mengetahui sebab PMT tersebut
meledak dan mengapa beberapa Penyulang lainnya ikut trip, maka penulis
dapat mengambil kesimpulan dan memberikan solusi agar kejadian tersebut
tidak terulang lagi.

BAB IV
HASIL dan PEMBAHASAN
A. Data Komponen pada Panyulang Takalar
Pada penyulang Takalar disuplai dari trafo #2 GI Sungguminasa yang
terhubung pada bus 150 kV menuju bus 20 kV. Berikut ini data kompenen
pada Penyulang takalar :

44

1. Bus 150 KV
Busbar disini merupakan titik hubungan pertemuan (connecting) antara
transformator daya, SUTT dengan komponen listrik lainnya, untuk menerima dan
menyalurkan tenaga listrik. Pada GI Sungguminasa mempunyai dua (double)
busbar. Dimana keunggulan menggunakan dua (double) busbar untuk mengurangi
terjadinya pemadaman beban, khususnya pada saat melakukan perubahan sistem
(manuver sistem).

Gambar 4.1 Bus 150 kV


2. Trafo Daya #2 GI Sungguminasa
Transformator daya disini berfungsi untuk mentranformasikan daya
listrik, dengan merubah besarnya tegangan dari 150 kV menjadi 20 kV,
sedangkan

frekuensinya

tetap.

Berikut

spesifikasi

Trafo

#2

GI

Sungguminasa :
Tabel 4. 1 Spesifikasi Trafo #2 GI Sungguminasa
MVA HUBUNG
SINGKAT :
Kapasitas

2376.12

MVA

60

MVA

45

Reak X1
Teg. Prim
Teg. Sek.
Belitan D
Kap. D
Reak Xo
I nom
CT ratio
NGR

12.5%
0.83
150
20
ADA
20
2.5
1732.1
2000
40

Ohm
kV
kV
MVA
Ohm
Ampere
5
Ohm

3. Kubikel 20 kV
Kubikel 20 kV yang dipakai pada Penyulang Takalar
yakni merk GEC ALSTHOM/UNINDO. Kubikel ini berfungsi
sebagai pembagi, pemutus, penghubung, pengontrol, dan
proteksi sistem penyaluran tenaga listrik tegangan 20 kV.

Gambar 4.2 Kubikel Penyulang Takalar

46

Didalam kubikel ini terdapat beberapa komponen


seperti dibawah ini :
a. Bus 20 KV
Sebagai rel/busbar penghubung antara kubikel yang satu dengan lainnya,
posisi rel umumnya terletak pada bagian atas kubikel. Busbar dibuat dari tembaga
atau aluminium dengan bentuk sesuai dengan desain dari masing-masing pabrik.
Busbar pada penyulang Takalar memiliki tegangan kerja 20 kV, namun dapat
diberi tegangan sampai 24 kV.
b. Pemutus tenaga (PMT)
Pemutus tenaga (PMT) disini berfungsi untuk membuka dan menutup
rangkaian listrik pada semua kondisi, termasuk arus hubung singkat, sesuai
dengan ratingnya baik pada kondisi tegangan yang normal ataupun tidak normal.

Berikut spesifikasi PMT Penyulang Takalar :


Tabel 4.2 Spesifikasi PMT Penyulang Takalar
SF6 GAS CIRCUIT BREAKER
Voltage

24 kV

Short time current

16 kA/1s

In

630 A

Frequency

50 Hz

Tekanan gas SF6 sudah

1.2 bar

terisi dari pabrik

47

c. Current transformer (CT)


CT disini berfungsi sebagai peralatan yang mengkonversi dari arus besar
menjadi arus kecil yang dipergunakan untuk pengukuran dan proteksi. Berikut
spesifikasi CT pada Penyulang Takalar :
Tabel 4. 3 Spesifikasi CT pada Penyulang Takalar
CURRENT TRANSFORMER
Ith

16 kA/1 s

Ratio CT

300/5 A

Frekuensi

50 Hz

d. Relai OCR/GFR
Relai OCR/GFR disini berfungsi untuk mengamankan peralatan dari
gangguan simetri maupun asismetri. Dimana relai OCR/GFR memiliki peran yang
berbeda. Relai arus lebih (OCR) adalah peralatan yang dapat merasakan adanya
arus lebih yang disebabkan karena adanya gangguan hubung singkat maupun
adanya beban berlebih (overload) yang dapat merusak peralatan yang berada di
wilayah proteksi dalam hal ini antara fasa ke fasa. Sedangkan, Relai GFR
mendeteksi adanya hubung singkat ke tanah. Berikut spesifikasi relai OCR/GFR
pada penyulang Takalar :
Tabel 4.4 Data Relai

48

No

Data Relai

OCR

GFR

Merek/Type

Set Relai

1A

0.1 A

Aktual (Batas Max)

300 A

30 A

Waktu Kerja

0.15

0.1

In Relai

5A

5A

Kurva Karakteristik

SI

Rasio CT

300/5 A

GEC ALSTHOM / MCGG 82

4. Data jaringan distribusi


Pada penyulang Takalar menggunakan kabel AAAC 3x50 mm 2 dan 3x70
mm2 untuk menyalurkan tenaga listrik menuju konsumen yang dipakai sepanjang
12 Km. dimana pada pada kasus ini gangguan terjadi sekitar 9 Km dari
penyulang Takalar tepatnya di poros Takalar (depan terminal Cappa Bungaya)
menggunakan kabel AAAC 3x70 mm2.
Tabel 4.5 Data Jaringan Distribusi

49

B. Analisis

Sebab

PMT

Penyulang

Takalar

Meledak

pada

GI

Sungguminasa
1. Arus hubung singkat
Untuk menghitung arus hubung singkat pada sistem diatas, pertama
tama hitung impedansi sumber ( reaktansi ) dalam hal ini diambil dari
data hubung singkat pada bus 150 kV , kedua menghitung reaktansi trafo
tenaga, ketiga menghitung impedansi penyulang.
Menghitung impedansi sumber

Zs(sisi 150 kV) =

kV 2
MVA hs
2

Zs(sisi 150 kV) =

150
2376.12

Zs(sisi 20 kV) =

= 9.469

kV 2
MVA hs

x Zs(sisi 150 kV)

50

Zs(sisi 20 kV) =

202
2376.12

x 9.469 = 1.594

Menghitung reaktansi trafo

Xt (pada 100%) =

Xt (pada 100%) =

20 2
60

kV 2
MVA trafo

= 6.667

Nilai reaktansi trafo tenaga :


-

Reaktansi urutan positif, negative (Xt1 = Xt2 )


Xt1 = Xt % x Xt (pada 100%)
Xt1 = 12.5 % x 6.667 = 0.833

Reaktansi urutan nol (Xt0)


Xt0=3Xt1 = 3(0.833) = 2.499
Menghitung impedansi penyulang
Z1 = Z2 = Panjang letak gangguan x (R1 + jX1)
Z1 = Z2 = 9 x (0.4608 + j0.3572)
Z1 = Z2 = 4.1472 + j3.2148
Z0 = Panjang letak gangguan x (R1 + jX1)

51

Z0 = 9 x (0.6088 + j1.6447)
Z0 = 5.4792 + j14.8023
Menghitung impedansi jaringan ekivalen
-

Perhitungan Z1eq dan Z2eq :


Z1eq = Z2eq = Zs1 + Zt1 + Z1penyulang
Z1eq = Z2eq = j1.594 + j0.833 + (4.1472 + j3.2148)
Z1eq = Z2eq= 4.1472 + j5.6148

Perhitungan Z0eq :
Z0eq = Zt0 + 3RN + Z0penyulang
Z0eq = j2.499 + 3(40) + (5.4792 + j14.8023)
Z0eq = 125.4792 + j17.3013
Menghitung arus gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah

I1fasa = 3xI0 =

3 x V ph
Z 1 eq + Z 2 eq +Z 0 eq

20000
3
Z 1 eq + Z 2 eq +Z 0 eq
3x

34641.061
Z 1 eq + Z 2 eq +Z 0 eq

34641.061
{2 x ( 4.1472+ j 5.6148 ) }+125.4792+ j17.3013

34641.061
2 x Z 2 eq + Z 0 eq

52

34641.061
8.2944+ j 11.2296+125.4792+ j17.3013

34641.061
133.7736+ j 28.5309

34641.061
136.782<12.04

=253.26<12.04A
Pada kasus ini terjadi gangguan hubung singkat satu fasa ketanah
sebesar 253.26<-12.04A. Dimana arus hubung singkat tersebut melebihi
Iset(sekunder) = 30A pada relai GFR. Sehingga relai GFR bekerja dan
memerintahkan PMT Takalar trip. Dibandingkan dengan hasil simulasi
pada ETAP yakni sebesar 253A, terlihat pada gambar dibawah:

Gambar 4.3 Simulasi ETAP


Perhitungan manual dan simulasi ETAP memiliki selisih sebesar
0.26A. Semakin besar arus gangguan dan seringnya terjadi gangguan akan
mempengaruhi kinerja peralatan, yang mengakibatkan pendeknya umur

53

peralatan. Secara teori, jika lokasi gangguan semakin jauh dari sumber,
maka impedansi gangguan semakin besar dan akibatnya arus gangguan
semakin kecil.
2. Gas SF6 habis
Gangguan yang sering kali terjadi pada kubikel mengakibatkan
terjadinya pemutusan pada PMT. Dalam proses pemutusan/penutupan PMT,
peredam busur api dalam hal ini gas SF6 akan bekerja. Pada kasus ini gas
SF6 memiliki tekanan nominal 1,2 Bar. Gangguan yang terjadi pada tahun
2014-2015 sebanyak 113 kali, pada kurun waktu itu juga hasil pemeliharaan
gas SF6 tiap fasa yang didapatkan dibawah 1.2 Bar.

Adapun jumlah

gangguan pada tahun 2016 sebanyak 116 kali. Karena banyaknya terjadi
gangguan menyebabkan berkurangnya gas SF6 pada penyulang Takalar,
namun karena PMT pada Penyulang Takalar tidak dilengkapi dengan lampu
indikator sehingga pengurangan gas SF6 tidak dapat diketahui. Sehingga
dalam kasus ini habisnya gas SF6 dikuatkan dengan analisis dari pihak PLN
sendiri yang diterangkan pada berita acara kerusakan PMT pada tanggal 29
Februari 2016. Karena habisnya gas SF6 yang menyebabkan terjadinya
flashover yang besar mengakibatkan PMT penyulang Takalar meledak.
Selain itu, umur PMT yang sudah tua juga mempengaruhi kinerja dari PMT.
Karena semakin tua umur peralatan, kinerja peralatan juga akan menurun.
3. Analisis relai
Berikut perhitungan Arus setting GFR:

54

Iset = Set Relai x In Relai


= 0.1 x 5
= 0.5 A (pada sisi sekunder) = 30 A (pada sisi primer)
Gangguan terbagi atas dua jenis yaitu gangguan seimbang dan gangguan
tidak seimbang. Jenis gangguan yang terjadi pada penyulang Takalar GI
Sungguminasa yaitu gangguan tidak seimbang, Sebagaimana dijelaskan pada teori
bahwa gangguan tidak seimbang mendeteksi gangguan tanah atau Ground Fault
Relay (GFR) sehingga GFR yang akan bekerja. Batas arus maksimum yang dapat
dialiri arus ke tanah yaitu hanya sebesar 30 A (sesuai dengan settingan relai) arus
maksimum yang diberikan tidak sebesar settingan relai arus maksimum pada OCR
karena berbahaya jika fasa ketemu dengan netral yang dialiri arus yang besar
maka dapat merusak/meledaknya peralatan. Sedangkan arus yang mengalir
melewatinya melewati batas maksimum sehingga menyebabkan relai GFR
medeteksi dan bekerja yakni sebesar 253.26 A.
C. Sebab Beberapa Penyulang Trip
Yang menyebabkan beberapa penyulang ikut trip pada kasus ini
yakni jeleknya tahanan isolasi pada penyulang Takalar karena gas SF 6 yang
bekerja kurang optimal untuk meredam busur api yang terjadi. Sehingga ada
arus bocor yang melewati PMT pada penyulang Takalar, yang menyebabkan
relai Penyulang Couple 1 ikut mendeteksi adanya gangguan, lalu PMT
Couple 1 trip menyebabkan Penyulang PS dan Parang Banua ikut trip.
Sedangkan, standar tahanan

isolasi pada PLN sebesar 1kV/1M. Pada

55

pengujian tahanan isolasi tahun 2011-2015 sebelum meledaknya PMT


penyulang Takalar tahanan isolasinya masih dalam keadaan normal. dimana
hasil ukur yang didapatkan yakni sebesar 200G. Pemeliharaan di lakukan
1x dalam setahun. Namun belum waktunya untuk di lakukan pemeliharaan
pada penyulang Takalar, PMT sudah meledak sehingga untuk tahun ini tidak
dapat lagi dilakukan pengujian karena PMT Takalar sudah meledak.
D. Dampak Gangguan
Dampak yang ditimbulkan oleh gangguan pada tanggal 26 Februari
2016 yakni beberapa penyulang trip dan meledaknya PMT Penyulang
Takalar sehingga konsumen yang dilayani oleh penyulang Takalar
mengalami pemadaman selama 4 menit.
E. Proses Pemulihan
Jika telah dilakukan perbaikan pada gangguan yang terjadi maka dari
pihak HAR PT.PLN Persero melakukan penormalan kembali pada PMT 20
kV penyulang, namun sebelumnya terlebih dahulu menginformasikan ke
pihak Dispatcher DCC (Distribution Control Center), Tunggu permintaan
dari Dispatcher DCC untuk penormalan PMT 20 kV Penyulang.
Setelah Dispatcher DCC menyetujui maka dilakukan penormalan
kembali pada PMT 20 kV, pertama-tama yaitu menyuplai tegangan ke
Penyulang Couple 1 dengan cara memasukkan PMS/PMT, disusul dengan
PMS/PMT pada Penyulang PS dan Penyulang Parang Banua. Memeriksa

56

beban (Ampere) Penyulang 20 kV per-fasa setelah dimasukkan. Jika


ketidakseimbangan beban di atas 5 ( lima ) persen, maka segera lepas PMT
20 kV Penyulang tersebut dan informasikan ke Dispatcher DCC.Sedangkan
untuk beban pada Penyulang Takalar dimanuver ke penyulang Barombong
oleh DCC. Sehingga, beban yang mengalami pemadaman tersuplai kembali.

57

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dari hasil analisis yang telah dilakukan, penyebab ledakan pada PMT
penyulang Takalar GI sungguminasa yaitu habisnya gas SF 6. Dalam kasus ini
habisnya gas SF6 dikuatkan dengan analisis dari pihak PLN sendiri yang
diterangkan pada berita acara kerusakan PMT pada tanggal 29 Februari 2016.
Selain itu karena umur peralatan yang sudah tua mempengaruhi kinerja dari
PMT. Hubung singkat tidak termasuk salah satu faktor penyebab meledaknya
PMT pada Penyulang Takalar, karena nilai yang didapat dari hasil
perhitungan sebesar 253.26 A dan simulasi ETAP sebesar 253 A, tidak
melebihi kapasitas hubung singkat PMT Takalar yakni sebesar 16 kA.
2. Adapun cara untuk pemulihan kembali setelah terjadinya ledakan PMT pada
penyulang takalar yaitu menginformasikan terlebih dahulu ke pihak DCC
(Distribution Control Center), setelah disetujui oleh pihak DCC maka
dilakukan penormalan kembali pada PMT. Untuk beban penyulang Takalar
dimanuver ke penyulang Barombong.

58

B. Saran
Dari analisis yang kami lakukan, kami dapat menarik saran :
1. Memberikan indikator (batas ukur) untuk mengetahui apakah Gas Sf6 telah
habis dari keadaan normal atau tidak,dengan mengambil metode pengkajian
jumlah gangguan yang terjadi di suatu penyulang yaitu menghitung berapa
kali penyulang tersebut mengalami gangguan dalam sebulan dan berapa besar
arus Maksimal gangguan yang terjadi dalam sebulan. Dari pengkajian itu,
kita dapat menentukan apakah Gas Sf6 telah habis atau masih dalam keadaan
standar tanpa menunggu pemeliharaan yang dilakukan setahun sekali, dengan
metode ini kita bisa lebih mudah memperkirakan volume dari gas Sf 6
tersebut.
2. Melakukan pemeliharaan intensif apabila terjadi gangguan di suatu
penyulang. Pemeliharaan intensif itu adalah pemeliharaan dengan mengecek
semua keadaan penyulang tanpa melihat waktu yang telah ditetapkan untuk
memelihara bagian bagian penyulang. Dan sebaiknya dari pihak team HAR
TRAGI Panakkukang melakukan pemeliharaan pada setiap penyulang kurang
lebih 3X dalam setahun karena melihat dari umur peralatan yang sudah tua
dan seringnya terjadi gangguan pada penyulang tersebut.

59

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Irfan. 2009. Skripsi : Analisa Setting Relai Arus Lebih Dan Relai
Gangguan Tanah Pada Penyulang Sadewa Di GI Cawang. Depok:
Universitas Indonesia.
Hasan, Bachtiar. 2006. Pemutus Tenaga Listrik. Bandung: Pustaka Ramadhan.
Hakim, Yanuar. 2002. Protection of Industrial Power Systems.
(http://xa.yimg.com/kq/groups/26952859/494303003/name/ProteksiPenyulang
KoordinasiRelaiArusLebihGround.pdf), diakses 15 Mei 2016.
Heryanto, Irwan. 2006. Kajian Pengaruh Tekanan Gas SF6 Terhadap Penentuan
Jarak Sela Minimum Kontak Pemutus Tenaga (Pmt). Dalam Jurnal Eltek, IX
(04), 96-104.
Marsudi, Djiteng. 2005. Pembangkit Energi Listrik. Jakarta: Erlangga.
Multa, P. Lesnanto dan Aridan. Restu. 2013. Modul Pelatihan Etap. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Muhalan, dkk. 2014. Analisa Perhitungan dan Pengaturan Relai Arus Lebih dan
Relai Gangguan Tanah pada Kubikel Cakra 20 kV Di PT XYZ. Dalam Jurnal
Sinergi, XVIII (03), 166-169.
Pandjaitan, Bonar. 2012. Praktik-praktik Proteksi Sistem Tenaga Listrik.
Yogyakarta: ANDI Yogyakarta.
PT.PLN (Persero). 2011. Diklat Profesi Penyaluran Pemeliharaan Kubikel 20 KV
Gardu Induk B.1.1.2.60.3. Jakarta Selatan.
PT.PLN (Persero). 2014. Buku O&M (SE114).
Sarimun N, Wahyudi. 2012. Proteksi Sistem Distribusi Tenaga Listrik. Depok:
Garamond.
Yulistiawan dkk. 2012. Analisis Penggunaan Gas SF6 Pada Pemutus Tenaga
(PMT) Di Gardu Induk Cigereleng Bandung. Dalam Jurnal Upi Edu, XIV (2):
81 93.

60

LAMPIRAN
1. Hasil Pengukuran Tahanan Isolasi
Tahun 2011

Tahun 2012

Tahun 2013

61

Tahun 2014

Tahun 2015

2. Jumlah Gangguan
Tahun 2011

Tahun 2012

62

Tahun 2013

Tahun 2014

Tahun 2015

63

Tahun 2016

3. Hasil Pengujian Gas SF6 Penyulang Takalar


Tahun 2011

Tahun 2012

64

Tahun 2013

Tahun 2014

Tahun 2015

65

4. Foto Dokumentasi

Nameplate PMT Penyulang Takalar

66

PMT Takalar Merk Alsthom Meledak

Alat Ukur SF6

67

Jenis Relai yang digunakan pada Penyulang Takalar


5. Data Pendukung

Beban Puncak Penyulang Takalar

68

Letak Gangguan dan Penyebabnya

Panjang Jaringan Distribusi Penyulang Takalar

69

Single Line GI Sungguminasa

Single Line Distribusi Takalar

70

Berita Acara dari PT PLN TRAGI PANAKKUKANG

71

Hasil Pengukuran Gas SF6 Tahun 2015

Hasil Pengukuran Gas SF6 Tahun 2015 Setelah dilakukan Penambahan Tekanan

72

Anda mungkin juga menyukai