Anda di halaman 1dari 17

Pendarahan Subkonjungtiva pada Mata Kanan

Roswitha Desyana Sari Gesi


102011375
C4
e-mail : rasacoklat2992@gmail.com
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jalan
Arjuna Utara No. 6 Kebun Jeruk-Jakarta Barat 11510

Pendahuluan
Mata merupakan salah satu organ penting bagi manusia. Organ mata merupakan salah
satu alat komunikasi manusia terhadap dunia luar. Fungsi mata sebagai salah satu panca
indera menerima rangsang sensoris cahaya yang kemudian akan divisualisasikan oleh otak
kita sehingga kita dapat memahami keadaan di sekitar kita. Mata merupakan panca indera
yang halus yang memerlukan perlindungan terhadap faktor faktor luar yang berbahaya.1
Begitu banyak kelainan pada mata, hal yang paling sering dilihat adalah mata merah. Mulai
dari iritasi ringan sampai perdarahan karena trauma akan memberikan tampilan klinis mata
merah. Perdarahan subkonjungtiva secara klinis memberikan penampakan mata merah terang
hingga gelap pada mata. Secara umum bekuan darah akibat perdarahan subkonjungtiva dapat
hilang dengan sendirinya dikarenakan diabsorpsi oleh tubuh.
Namun begitu mata merah juga tidak boleh dianggap sebagai hal yang biasa karena
teriritasi oleh debu atau benda tertentu. Pasien dengan hipertensi diyakini sebagia faktor
resiko tersendiri terjadinya perdarahan pada subkonjungtiva. Pada keadaan tertentu seperti
perdarahan subkonjungtiva yang disertai adanya gangguan visus, sering kambuh atau bahkan
menetap maka harus segera dikonsultasikan ke dokter spesialis mata. Untuk itu, diperlukan
pengetahuan yang cukup untuk mengetahui bagaimana perdarahan subkonjungtiva beserta
faktor resiko dan penanganannya.
Skenario
Seorang pria usia 50 tahun,datang ke poli umum RS.Ukrida, dengan keluhan mata
kanan merah mendadak. Pasien memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol. Pada saat
pemeriksaan tidak ditemukan adanya penurunan ketajaman penglihatan, anterior segmen
tampak daerah kemerahan pada pembuluh darah lensa dan pemeriksaan posterior dalam
batas normal.

Page | 1

Anatomi Mata dan Konjungtiva


Mata adalah sebuah organ yang kompleks yang memiliki lebih dari satu sistem
anatomi yang mendukung fungsi mata itu sendiri. Secara umum ada beberapa sistem anatomi
yang mendukung fungsi organ mata, yaitu :
1. Anatomi kelopak mata
Kelopak mata memiliki peranan proteksi terhadap bola mata dari benda asing yang
menbahayakan mata. Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta
mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Pada
kelopak terdapat bagian bagian seperti kelanjar sebasea, kelenjar Moll, kelenjar Zeis dan
kelenjar Meibom. Sementara pergerakan kelopak mata dilakukan oleh M. Levator palpebra
yang dipersarafi oleh N. Fasialis.
2. Anatomi sistem lakrimal
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :
Sistem produksi atau glandula lakrimal. Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak
di daerah temporal bola mata.Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli
lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior.
3. Anatomi konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang. Bermacam macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva
mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola
mata terutama kornea.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :

Konjungitva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari

tarsus.
Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya.
Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di
bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.
Anatomi bola mata

Page | 2

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan
(kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2
kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu :
Sklera, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera
disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.
Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh
ruang yang potensial mudah dimasuki darah apabila terjadi perdarahan pada ruda paksa yang
disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Badan
siliar menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor).
Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai
susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris yang akan
merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak.
4. Anatomi rongga orbita
Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang yang
membentuk dinding orbita yaitu : lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal, dan dasar orbita yang
terutama terdiri atas tulang maksila, bersama sama tulang palatinum dan zigomatikus.
Secara garis besar anatomi mata terdiri dari (luar ke dalam) :
Kornea - Kamera okuli anterior Iris Lensa - Kamera okuli posterior (vitreus body) Retina - Nervus optikus

Gambar 1. Anatomi mata 2

Page | 3

Fisiologi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukus yang transparan yang membentang di
permukaan dalam kelopak mata dan permukaan bola mata sejauh dari limbus. Ini memiliki
suplay limfatik yang tebal dan sel imunokompeten yang berlimpah. Mukus dari sel goblet dan
sekresi dari kelenjar aksesoris lakrimal merupakan komponen penting pada air mata.
Konjungtiva merupakan barier pertahanan dari adanya infeksi. Aliran limfatik berasal dari
nodus preaurikuler dan submandibula, yang berkoresponden dengan aliran di kelopak mata.
Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu :

Konjungtiva palpebra dimulai dari hubungan mukokutaneus pada tepi kelopak dan
bergabung ke lapis tarsal posterior.3 Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan
posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus,
konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan

membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris.4


Konjungtiva forniks merupakan konjungtiva peralihan konjungtiva palpebra dan bulbi
Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera anterior dan bersambung dengan epitel
kornea pada limbus. Punggungan limbus yang melingkar membentuk palisade Vogt.
Stroma beralih menjadi kapsula Tenon kecuali pada limbus dimana dua lapisan
menyatu.3 Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di forniks dan
melipat berkali kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan
memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Lipatan konjungtiva bulbaris tebal,
mudah bergerak dan lunak (plika semilunaris) terletak di kanthus internus dan
membentuk kelopak mata ketiga pada beberapa binatang. Struktur epidermoid kecil
semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika semilunaris
dan merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit dan membran mukosa. 4

Gambar 2. Fisiologi konjungtiva


Pasokan darah, limfe dan persarafan
Page | 4

Arteri arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis.
Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva yang
umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring jaring vaskuler konjungtiva yang
banyak sekali.
Pembuluh limfe konjungtiva terusun dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus
dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata hingga membentuk pleksus limfatikus
yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama nervus V.
Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri. 4
Histologi konjungtiva :
Epitel konjungtiva merupakan jenis yang non-keratinisasi dan tebalnya sekitar 5 sel.
Sel basal kuboid menyusun sel polihedral yang mendatar sebelum sel tersebut terlepas dari
permukaan. Sel goblet terdapat di dalam sel epitelnya. Sel goblet kebanyakan terdapat di
inferoir dari nasal dan di konjungtiva forniks, dimana jumlahnya sekitar 5 10% jumlah sel
basal.3 Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder
bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas
karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel
sel epitel skuamosa. Sel sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel sel superfisial
dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.4
Stroma (substansia propria) terdiri atas jaringan ikat yang banyak kehilangan
pembuluh darah. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan
satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di
beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum.
Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini
menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler
dan mengapa kemudian menjadi folikuler.
Diagnosis Kerja
Perdarahan Subkonjungtiva
Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya pembuluh darah
konjungtiva.3 Darah terdapat di antara konjungtiva dan sklera. Sehingga mata akan mendadak
terlihat merah dan biasanya mengkhawatirkan bagi pasien. 4

Page | 5

Gambar 3. Perdarahan subkonjungtiva 6


Sinonim
Beberapa istilah lain untuk perdarahan subkonjungtiva adalah:
bleeding in the eye
eye injury
ruptured blood vessels
blood in the eye
bleeding under the conjunctiva
bloodshot eye
pinkeye
Epidemiologi
Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok umur,
namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan pertambahan umur.6 Penelitian
epidemiologi di Kongo rata rata usia yang mengalami perdarahan subkonjungtiva adalah
usia 30 tahun.7 Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral (90%).
Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan hubungan yang jelas
dengan suatu kondisi keadaan tertentu (64.3%). Kondisi hipertensi memiliki hubungan yang
cukup tinggi dengan angka terjadinya perdarahan subkonjungtiva (14.3%). Kondisi lainnya
namun jarang adalah muntah, bersin, malaria, penyakit sickle cell dan melahirkan.
Pada kasus melahirkan, telah dilakukan penelitian oleh oleh Stolp W dkk pada 354
pasien postpartum dengan perdarahan subkonjungtiva. Bahwa kehamilan dan proses
persalinan dapat mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva. 8
Etiologi
Page | 6

Hematom Subkonjungtiva dapat terjadi pada keadaan-keadaan dimana pembuluh


darah rapuh (umur, hipertensi, arteriosklerosis, konjungtivitis hemoragic, anemia, pemakaian
antikoagulan dan batuk rejan). Perdarahan subkonjungtiva dapat juga terjadi akibat trauma
langsung maupun tidak langsung, yang kadangkadang menutupi perforasi jaringan bola
mata yang terjadi. Pada fraktur basis cranii akan terlihat hematom kaca mata karna berbentuk
kacamata biru pada kedua mata.
Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi karena trauma mayor, minor, atau sebab
yang tidak dapat dideteksi yang terjadi pada mata bagian depan. Secara klinis, perdarahan
subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang datar, berwarna merah, di bawah
konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga menyebabkan kemotik kantung darah
yang berat dan menonjol di atas tepi kelopak mata. Hal ini akan berlangsung lebih dari 2
sampai 3 minggu.
Konjungtiva mengandung banyak pembuluh darah kecil dan rapuh yang mudah pecah
atau rusak. Ketika hal ini terjadi, darah bocor ke dalam ruang antara konjungtiva dan sklera.
Perdarahan subkonjungtiva merupakan akibat dari rupturnya pembuluh darah konjungtivalis
atau episklera. Namun kadang tidak dapat ditemukan penyebabnya (perdarahan
subkonjungtiva idiopatik). Manuver Valsava sebelumnya (misalnya, batuk, tegang, muntahmuntah, mengejan) juga bisa menjadi penyebab perdarahan subkonjungtiva. Penyebab lain
meliputi hipertensi dan gangguan fungsi koagulasi, misalnya karena obat antikoagulan atau
penyakit leukemia. Selain itu, infeksi umum yang berhubungan dengan demam, defisiensi
vitamin C (scurvy), trauma mata tumpul atau tajam, benda asing, pembedahan pada mata, dan
konjungtivitis juga dapat menjadi kemungkinan penyebabnya. Berbagai macam obat-obatan
seperti obat antiinflamasi nonsteroid, aspirin, kontrasepsi, vitamin A dan D juga berhubungan
dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva juga telah
dilaporkan sebagai akibat emboli dari patah tulang panjang, kompresi dada, angiografi
jantung, operasi jantung, dan operasi-operasi lain.
Etiologi
Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas Ferara Itali
mengenai kaitan genetik polimorfisme faktor XIII Val34Leu dengan terjadinya perrdarahan
subkonjungtiva didapatkan kesimpulan baik homozigot maupun heterozigot faktor XIII
Val34Leu merupakan faktor predisposisi dari perdarahan subkonjungtiva spontan, alel Leu34
diturunkan secara genetik sebagai faktor resiko perdarahan subkonjungtiva terutama pada
kasus yang sering mengalami kekambuhan.10 Mutasi pada faktor XIII Val34Leu mungkin

Page | 7

sangat

berhubungan

dengan

peningkatan

resiko

terjadinya

episode

perdarahan

subkonjungtiva. 11
Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah muntah, bersin)
Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar atau ruptur bola mata)
Hipertensi12
Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa adanya
riwayat trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau hematologik, diabetes, SLE, parasit
dan defisisensi vitamin C.
Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A dan D yang telah
mempunyai hubungan dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva, penggunaan warfarin. 13
Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada konjungtiva.
Beberapa infeksi sistemik febril dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva, termasuk
septikemia meningokok, demam scarlet, demam tifoid, kolera, riketsia, malaria, dan virus
(influenza, smallpox, measles, yellow fever, sandfly fever).
Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat emboli dari patahan
tulang panjang, kompresi dada, angiografi jantung, operasi bedah jantung.
Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan subkonjungtiva yang diinduksi
oleh penggunaan lensa kontak adalah konjungtivakhalasis dan pinguecula. 14
Konjungtivokhalasis merupakan salah satu faktor resiko yang memainkan peranan
penting pada patomekanisme terjadinya perdarahan subkonjungtiva.
Klasifikasi
Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi dua, yaitu:
Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan
Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara tiba tiba
(spontan). Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya fungsi endotel sehingga
pembuluh darah rapuh dan mudah pecah. Keadaan yang dapat menyebabkan pembuluh darah
menjadi rapuh adalah umur, hipertensi,arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia,
pemakaian antikoagulan dan batuk rejan. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini
biasanya terjadi unilateral. Namun pada keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh
kembali; untuk kasus seperti ini kemungkinan diskrasia darah (gangguan hemolitik) harus
disingkirkanterlebih dahulu. (vaughan, 124)

Page | 8

Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik


Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di mata
langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita. Perdarahanyang terjadi
kadang kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi. Pada fraktur basis kranii
akan terlihat hematoma kaca mata karena berbentuk kacamata yang berwarna biru pada
kedua mata (racoon eyes). Trauma tumpul yang mengenai konjungtiva dapat menyebabkan
dua hal, yaitu :
Edema konjungtiva
Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi kemotik padasetiap
kelainannya, demikian pula akibat trauma tumpul. Bila kelopak terpajan ke dunia luar dan
konjungtiva secara langsung kena angin tanpa dapat mengedip, maka keadaan ini telah dapat
mengakibatkan edema konjungtiva.
Kemosis adalah nama yang diberikan untuk edema atau pembengkakan pada
konjungtiva. Pembuluh darah konjungtiva membesar karena kompresi venaorbital dan dalam
kasus yang parah konjungtiva dapat menjadi edema sehingga terbentuk sebuah kantong berisi
cairan menggantung di bawah kelopak mata. Hal ini terjadi terutama dengan peradangan
tetapi juga dapat terjadi secara terpisah, misalnya karena abnormalitas aliran orbita atau obatobatan tertentu. Selain itu kemosis konjungtiva mungkin terjadi karena alergi, meskipun agen
penyebabnya seringkali tidak dapat ditemukan. Pengeringan (xerosis) darikonjungtiva
ditandai oleh permukaan konjungtiva yang tumpul yang sedikit bersinar atau tidak sama
sekali. Selanjutnya keratinisasi dari sel epitel dapat terjadi. Xerosis biasanya berkembang
sebagai akibat dari paparan jangka panjang (lagoftalmos) atau defisisensi air mata mayor.
Kekurangan vitamin A jarang terjadi, tetapi biasanya khas untuk xerosis, yang sering
ditekankan diregio fisura palpebra atau Bitots spot.
Kemotik

konjungtiva

yang

berat

dapat

mengakibatkan

palpebra

tidak

menutupsehingga bertambah rangsangan terhadap konjungtiva. Pada edemakonjungtiva dapat


diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungancairan di dalam selaput lendir
konjungtiva. Sedangkan jika telah terjadikemotik konjungtiva berat dapat dilakukan diinsisi
sehingga cairankonjungtiva kemotik keluar melalui insisi tersebut.(Sidarta ilyas, 261)Selain
karena trauma tumpul kemosis konjungtiva juga dapat diakibatkan olehkonjungtivitis
alergika. (Vaughan, Oftalmologi umum 102)
Penyebab kemosis konjungtiva adalah sebagai berikut:

Page | 9

Gangguan

ataumeningokok dan terutama konjungtivitis adenovirus


Peradangan: iritasi, benda asing
Alergi,
gangguan
autoimun:
conjunctival

skleritis/episkleritis,konjungtivitis alergi, konjungtivitis vernal


Gangguan
vaskuler
dan
vena,
arteriosklerosis:

kavernosus,angioedema
Gangguan
vegetatif,

intrakranial,oftalmopati tirotoksis
Trauma: trauma kimia, trauma tumpul
Obat-obatan: antibiotik, ACE inhibitor, analgetik

infeksi:

Mukormikosis,

autonomik,

rhinocerebral/phycomyco's,

endokrin:

gonokok

contact

allergy,

trombosis

sinus

peningkatan

tekanan

Hematoma subkonjungtiva
Bila perdarahan ini timbul sebagai akibat trauma tumpul maka perlu dipastikan bahwa
tidak terdapat robekan di di bawah jaringan konjungtiva atau sklera.Kadang kadang
hematoma subkonjungtiva menutupi keadaan mata yang lebih buruk seperti perforasi bola
mata. Pemeriksaan funduskopi adalah perlu padasetiap penderita dengan perdarahan
subkonjungtiva akibat trauma.Apabila tekanan bola mata rendah dengan pupil lonjong
disertai tajam penglihatanmenurun dan hematoma subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan
eksplorasi bola mata untuk mencari kemungkinan adanya ruptur bulbus okuli.
Manifestasi klinis
Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan perdarahan
subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera.
Sangat jarang mengalami nyeri ketika terjadi perdarahan subkonjungtiva pada permulaan.
Ketika perdarahan terjadi pertama kali, akan terasa penuh dibawahkonjungtiva palpebre.
Ketika hematoma menjadi larut akan mengalami iritasi mata sedang.
Perdarahan subkonjungtiva sendiri akan jelas terlihat, permukaannya berwarnamerah
terang dan halus disekitar sklera bahkan seluruh permukaan sklera dapatterisi darah.
Pada perdarahan subkonjungtiva spontan (idiopatik), tidak ada darah yang akan keluar
dari mata. Jika mengusapkan tisu ke bola mata maka tidak akandidapati darah di tisu tersebut.
Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu kemudianakan berkurang
perlahan ukurannya karena diabsorpsi.Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah
dapat menyebar secara difus di jaringan ikat subkonjungtiva dan menyebabkan eritema difus,
yang biasanya memiliki intensitas yang sama dan menyembunyikan pembuluh darah.

Page | 10

Pada pasien tertentu, harus segera dikonsulkan ke dokter spesialis mata, misalnya jika
pasien merasa nyeri pada matanya, terjadi perubahan visus (misalnya, penglihatan kabur,
penglihatan ganda, kesulitan melihat), terdapat riwayat cedera atau trauma baru-baru ini,
terdapat riwayat gangguan perdarahan, atau riwayat tekanan darah tinggi.
Patofisiologi
Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian putih dari bola mata
(sklera) dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtiva merupakan lapisan pelindung terluar
dari bola mata. Konjungtiva mengandung serabut saraf dan sejumlah besar pembuluh darah
yang halus. Pembuluh-pembuluh darah ini umumnya tidak terlihat secara kasat mata kecuali
bila mata mengalami peradangan. Pembuluh-pembuluh darah di konjungtiva cukup rapuh
dan dindingnya mudah pecah sehingga mengakibatkan terjadinya perdarahan subkonjungtiva.
Perdarahan subkonjungtiva tampak berupa bercak berwarna merah terang di sclera.
Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah dapat menyebar secara difus di
jaringan ikat subkonjungtiva dan menyebabkan eritema difus, yang biasanya memiliki
intensitas yang sama dan menyembunyikan pembuluh darah. Konjungtiva yang lebih rendah
lebih sering terkena daripada bagian atas. Pendarahan berkembang secara akut, dan biasanya
menyebabkan kekhawatiran, meskipun sebenarnya tidak berbahaya. Apabila tidak ada
kondisi trauma mata terkait, ketajaman visual tidak berubah karena perdarahan terjadi murni
secara ekstraokulaer, dan tidak disertai rasa sakit. 6
Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang datar,
berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga
menyebabkan kemotik kantung darah yang berat dan menonjol di atas tepi kelopak mata.
Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat trauma, ataupun infeksi.
Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau episclera yang bermuara ke
ruang subkonjungtiva.
Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi dua, yaitu :
Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan. Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini
adalah terjadi secara tiba tiba (spontan). Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya
fungsi endotel sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah pecah. Keadaan yang dapat
menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh adalah umur, hipertensi, arterisklerosis,
konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian antikoagulan dan batuk rejan. 3

Page | 11

Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral. Namun pada keadaan
tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh kembali; untuk kasus seperti ini kemungkinan
diskrasia darah (gangguan hemolitik) harus disingkirkan terlebih dahulu. 4
Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di mata
langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita. Perdarahan yang terjadi
kadang kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi.
Diagnosis dan pemeriksaan
Diagnosis dibuat secara klinis dan anamnesis tentang riwayat dapat membantu
penegakan diagnosis dan terapi lebih lanjut. Ketika ditemukan adanya trauma, trauma dari
bola mata atau orbita harus disingkirkan. Apabila perdarahan subkonjungtiva idiopatik terjadi
untuk pertama kalinya, langkah-langkah diagnostik lebih lanjut biasanya tidak diperlukan.
Dalam kejadian kekambuhan, hipertensi arteri dan kelainan koagulasi harus disingkirkan.
Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata proparacaine (topikal
anestesi) jika pasien tidak dapat membuka mata karena sakit; dan curiga etiologi lain jika
nyeri terasa berat atau terdapat fotofobia. 16
Memeriksa ketajaman visual juga diperlukan, terutama pada perdarahan
subkonjungtiva traumatik. Salah satu studi mengenai perdarahan subkonjungtiva traumatik
dan hubungannya dengan luka / injuri lainnya oleh Lima dan Morales di rumah sakit Juarez
Meksiko tahun 1996 2000 menyimpulkan bahwa sejumlah pasien dengan perdarahan
subkonjungtiva disertai dengan trauma lainnya (selain pada konjungtiva), ketajaman visus <
6/6 meningkat dengan adanya kerusakan pada selain konjungtiva. Maka dari itu pemeriksaan
ketajaman visus merupakan hal yang wajib pada setiap trauma di mata sekalipun hanya
didapat perdarahan subkonjungtiva tanpa ada trauma organ mata lainnya. 6
Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek pupil,
bila perlu, lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur bola mata jika perdarahan
subkonjungtiva terjadi penuh pada 360. Jika pasien memiliki riwayat perdarahan
subkonjungtiva berulang, pertimbangkan untuk memeriksa waktu pendarahan, waktu
prothrombin, parsial tromboplastin, dan hitung darah lengkap dengan jumlah trombosit. 16

Page | 12

Diagnosis banding

Konjungtivitis, hal ini dikarenakan memiliki kesamaan pada klinisnya yaitu mata

merah.
Konjungtivitis hemoragik akut
Sarcoma kaposi .
Skleritis dan episkeritis

Penatalaksanaan
Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan. Pengobatan dini
pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin. Perdarahan subkonjungtiva
akan hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa diobati. 3
Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea, dapat dilakukan
sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan. Pemberian air mata buatan juga
dapat membantu pada pasien yang simtomatis. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dicari
penyebab utamanya, kemudian terapi dilakukan sesuai dengan penyebabnya. Tetapi untuk
mencegah perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter memberikan vasacon
(vasokonstriktor) dan multivitamin. Air mata buatan untuk iritasi ringan dan mengobati faktor
risikonya untuk mencegah risiko perdarahan berulang.17
Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika ditemukan
kondisi berikut ini :
Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan. Terdapat perubahan penglihatan
(pandangan kabur, ganda atau kesulitan untuk melihat) Terdapat riwayat gangguan
perdarahan Riwayat hipertensi Riwayat trauma pada mata.
Komplikasi
Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorpsi sendiri oleh tubuh dalam waktu 1 2
minggu, sehingga tidak ada komplikasi serius yang terjadi. Namun adanya perdarahan
subkonjungtiva harus segera dirujuk ke dokter spesialis mata jika ditemui berbagai hal seperti
yang telah disebutkan diatas. 3
Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau berulang (kambuhan)
harus dipikirkan keadaan lain. Penelitian yang dilakukan oleh Hicks D dan Mick A mengenai
perdarahan subkonjungtiva yang menetap atau mengalami kekambuhan didapatkan
kesimpulan bahwa perdarahan subkonjungtiva yang menetap merupakan gejala awal dari
limfoma adneksa okuler. 6
Page | 13

Prognosis
Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah baik. Karena sifatnya
yang dapat diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun untuk keadaan tertentu seperti sering
mengalami kekambuhan, persisten atau disertai gangguan pandangan maka dianjurkan untuk
dievaluasi lebih lanjut lagi. 3,6
Terapi
Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan. Pada bentukbentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea, dapat dilakukan sayatan dari
konjungtiva untuk drainase dari perdarahan.
Pemberian air mata buatan juga dapat membantu pada pasien yang simtomatis. Dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik, dicari penyebab utamanya, kemudian terapi dilakukan
sesuai dengan penyebabnya.
Medikamentosa
ASAM TRANEKSAMAT
Farmakologi :
Asam traneksamat merupakan inhibitor fibrinolitik sintetik bentuk trans dari asam
karboksilat sikloheksana aminometil. Secara in vitro, asam traneksamat 10 kali lebih poten
dari asam aminokaproat. Asam traneksamat merupakan competitive inhibitor dari aktivator
plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen,
fibrin dan faktor pembekuan darah lain, oleh karena itu asam traneksamat dapat digunakan
untuk membantu mengatasi perdarahan akibat fibrinolisis yang berlebihan.
Indikasi :
Fibrinolisis pada menoragia, epistaksis, traumatic hyphaemia, neoplasma tertentu,
komplikasi pada persalinan (obstetric complications) dan berbagai prosedur operasi termasuk
operasi kandung kemih, prostatektomi atau konisasi serviks. Hemofilia pada pencabutan gigi
dan profilaksis pada angioedema herediter.
Kontraindikasi :
Penderita yang hipersensitif terhadap asam traneksamat.
Penderita perdarahan subarakhnoid.
Penderita dengan riwayat tromboembolik.
Tidak diberikan pada pasien dengan pembekuan intravaskular aktif.
Page | 14

Penderita buta warna.


Dosis :
Fibrinolisis lokal : angioneuritik edema herediter; 1-1 gram (oral) 2-3 x sehari.
Perdarahan abdominal setelah operasi : 1 gram 3 x sehari (injeksi IV pelan-pelan) pada 3 hari
pertama, dilanjutkan pemberian oral 1 gram 3-4 x sehari (mulai pada hari ke-4 setelah operasi
sampai tidak tampak hematuria secara makroskopis). Untuk mencegah perdarahan ulang
dapat diberikan peroral 1 gram 3-4 x sehari selama 7 hari.
Perdarahan setelah operasi gigi pada penderita hemophilia
Efek samping :
Gangguan pada saluran pencernaan (mual, muntah, diare) gejala ini akan hilang bila dosis
dikurangi.
Hipotensi jarang terjadi.
Peringatan dan perhatian :
Hati-hati jika diberikan pada penderita gangguan fungsi ginjal karena risiko akumulasi.
Hati-hati jika diberikan pada penderita hematuria.
Hati-hati penggunaan pada wanita hamil dan menyusui.
Hati-hati pada setiap kondisi yang merupakan predisposisi trombosis.
Hati-hati pemberian pada anak-anak.

.
Penutup
Kesimpulan
Kasus seorang pria usia 50 ytahun dengan keluhsn mata merah mendadak dan
memiliki riwayat hipertensi adalah kasus pasien dengan penyakit pendarahan pada
subkonjungtiva.

Page | 15

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta. Masalah Kesehatan Anda. 2005. FK UI. Jakarta
2. Schlote, Pocket Atlas of Ophthalmology 2006 Thieme
3. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2008. FK UI. Jakarta
4. Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum,2000. Widia Meka. Jakarta
5. K Lang, Gerhard. Ophthalmology A Short Textbook.2000. Thieme Stuttgart. New
York;
Page | 16

Page | 17

Anda mungkin juga menyukai