Pankreatitis PDF
Pankreatitis PDF
PANKREATITIS
saluran getah bening retroperitoneal dan jalur vena dan mengakibatkan berbagai
penyulit sistemik seperti gagal pernapasan, gagal ginjal dan kolaps kardiovaskuler.
A. Etiologi
Penyebab pankreatitis akut ditunjukkan pada Tabel 3.1. Batu empedu
menjadi penyebab terbesar dari semua kasus pankreatitis yang ada, menyusul
berikutnya penggunaan alkohol. Namun pada beberapa pasien tidak diketahui
penyebabnya (idiophatic). Pankreatitis akut juga dapat terjadi setelah pasien
menjalani endoscopic retrograde cholangiography (ERCP)ataupun setelah
mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang ditunjukkan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.1 Penyebab Pankreatitis Akut
Dari tabel diatas terlihat banyak obat yang memiliki implikasi terhadap
pankreatitis akut, namun hubungannya sebagai penyebab masih sulit dijelaskan.
Oleh karena itu dibagi atas tiga golongan;
yang sifatnya temporal antara pemberian obat dengan nyeri perut dan
hiperamylasemia, adanya bukti yang mendukung dinyatakan sebagai probable,
sedangkan yang tidak memiliki bukti yang kuat atau malah kontradiksi sebab
mungkin dibutuhkan pada simptom awal pankreatitis dinyatakan sebagai
possible.
B. Patofosiologi
Pankreatitis akut dimulai sebagai suatu proses autodigesti di dalam
kelenjar akibat aktivasi prematur zimogen (prekursor dari enzim digestif) dalam
sel-sel sekretor pankreas (asinar), sistem saluran atau ruang interstisial. Gangguan
sel asini pankreas dapat terjadi karena beberapa sebab:
Dengan kata lain pankreatitis akut dimulai oleh adanya keadian yang
menginisiasi luka kemudian diikuti kejadian selanjutnya memperberat luka, yang
dapat digambarkan secara lebih jelas pada skema di bawah ini (Gambar 3.1). .
Secara ringkas progresi pankreatitis akut dapat dibagi menjadi 3 fase berurutan,
yaitu:
1. inflamasi lokal pankreas,
2. peradangan sistemik (systemic inflammatory response syndrome [SIRS]),
3. disfungsi multi organ (multiorgan dysfunctions [MODS]).
Berat ringannya pankreatitis akut tergantung dari respons inflamasi sistemik yang
diperantarai oleh keseimbangan sitokin proinflammatory dan antiinflammatory,
dan ada tidaknya infeksi baik lokal maupun sistemik. Pada keadaan dimana
C. Klasifikasi
Bradley membagi pankreatitis berdasarkan fisiologik, tes laboratorium,
dan parameter klinis menjadi:
disertai dengan gagal organ dan atau dengan komplikasi lokal (pembentukan
abses, nekrosis dan pseudocyst). Menurut klasifikasi Atlanta, pankreatitis akut
dikategorikan sebagai pankreatitis akut berat apabila memenuhi beberapa kriteria
dari 4 kriteria:
1. Gagal organ, apabila dijumpai satu atau lebih, adanya: syok (tekanan
sistolik <90 mmHg), insufisiensi pulmonal (PaO2 <60 mmHg), gagal
ginjal (kreatinin >2 mg/dl),perdarahan gastrointestinal (>500 ml/24 jam);
2. Komplikasi lokal, seperti: pseudocyst, abses atau pankreatitis nekrotika;
3. Kriteria Ranson, paling tidak dijumpai 3 dari 11 kriteria (tabel 3);
4. APACHE II, paling tidak nilai skor >8 (tabel 3).
Pankreatitis
Akut
Interstisial.
Secara
makroskopik
pankreas
membengkak secara difus dan pucat. Tidak terdapat nekrosis atau perdarahan, bila
ada, minimal sekali. Secara mikroskopik, daerah interstisial melebar karena
adanya edema ekstrasel, disertai sebaran sel leukosit PMN. Saluran pankreas diisi
bahan purulen. Tidak didapatkan destruksi asinus.
2.
D. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi dapat bersifat lokal maupun sistemik, komplikasi
lokal meliputi kumpulan cairan akut, nekrosis,abses, dan pseudosit (kumpulan
getah pankreas dan pecahan jaringan yang selaputi dengan dinding berserat atau
jaringan berbentuk granul) yang berkembang sekitar 4 6 minggu setelah
serangan awal. Abses pankreatik biasanya merupakan infeksi sekunder dari
nekrosis jaringan atau pseudosit dan terkait dengan keparahan penyakit. Kematian
biasanya disebabkan nekrosis infeksi dan sepsis. Asites pankreatik terjadi ketika
sekresi pankreas menyebar ke rongga peritoneal.
Komplikasi sistemik meliputi gangguan kardiovaskular, renal, pulmonary,
metabolik, hemoragik, abnormalitas sistem saraf pusat. Shock adalah penyebab
utama kematian. Hipotensi terjadi akibat hipovolemia, hypoalbuminemia, da rilis
kinin serta sepsis. Komplikasi renal biasanya disebabkan hipovolemia.
Komplikasi pulmonary berkembang ketika terjadi akumulasi cairan diantara
rongga pleura dan menekan paru, acute respiratory distress syndrome (ARDS) ini
akan menahan pertukaran gas, yang dapat menyebabkan hipoksemia. Pendarahan
gastrointestinal terjadi akibat ruptur pseudosit. Pankreatitis akut berat biasanya
diserta kebingungan dan koma.
Zhu et al, melaporkan frekuensi terjadinya gagal organ pada pasien dengan
pankreatitis akut berat: gagal organ multipel (27%), gagal respirasi (46%), gagal
ginjal (16,2%), gagal jantung (17,6%), gagal hati (18,9%) dan perdarahan saluran
cerna (10,8%), dengan angka mortalitas akibat gagal organ multipel sebesar 45%.
Lebih jelasnya bagaimana komplikasi dapat terjadi diperlihatkan pada Tabel 3.3
dan Gambar 3.2.
Tabel 3.3 Mekanisme terjadinya komplikasi pankreatitis akut berat
F. Diagnosis
Diagnosis: yang paling tepat adalah histologi pankreas, jika tidak
diagnosis berdasarkan faktor etiologi, gejala, tes laboratorium, dan imaging
technology.
a. Tes Laboratorium
Amylase
Lipase
Serum lipase assays, spesifik untuk pankreas. Peningkatan Level serum
Tes Lain
ERCP (tehnik sinar X yang menunjukan struktur dari saluran empedu dan
saluran pankreas) biasanya dilakukan hanya jika penyebabnya adalah batu
empedu pada saluran empedu yang besar.
Endoskopi dimasukkan melalui mulut pasien dan masuk ke dalam usus
halus lalu menuju ke sfingter Oddi. Kemudian disuntikkan zat warna radioopak ke
dalam
saluran
tersebut.
Zat
warna
ini
terlihat
pada
foto
rontgen.
Bila pada rontgen tampak batu empedu, bisa dikeluarkan dengan menggunakan
endoskop.
G. Indikator Keparahan
a. Menurut kriteria prognostik Ranson
Saat masuk RS
1. Usia >55 tahun
2. Lekosit >16000/mL
3. Gula darah >200 mg%
4. Dficit basa >4 mEq/L
5. LDH serum >350 UI/L
6. AST >250 UI/L
7. Penurunan hematokrit >10 %
8. Sekustrasi cairan >4000 mL
9. Hipokalsemia <1.9 mMol (8 mg%)
3.2
PANKREATITIS KRONIK
Pankreatitis kronik merupakan peradangan pankreas menahun yang
B. Patofisiologi
Sebagian besar kasus pankreatitis kronis disebabkan oleh alkohol, tetapi
mekanisme pasti bagaimana alkohol menyebabkan pankreatitis kronis belu
diketahui. Sepertinya alkohol menginduksi pankreatitis bermula dari inflamasi
pankreatitis
kronis
umumnya
terbagi
dalam
dua
pola.
Yang pertama, penderita mengalami nyeri perut bagian tengah yang menetap,
yang beratnya bervariasi. Yang kedua, penderita mengalami episode pankreatitis
yang hilang timbul, dengan gejala yang mirip dengan pankreatitis akut ringan
sampai sedang. Nyerinya kadang-kadang berat dan berlangsung selama beberapa
jam atau beberapa hari.
Pada kedua pola tersebut, sejalan dengan perkembangan penyakitnya, selsel yang menghasilkan enzim pencernaan, secara perlahan mengalami kerusakan,
sehingga akhirnya rasa nyeri tidak timbul. Dengan menurunnya jumlah enzim
pencernaan, makanan tidak diserap secara optimal, dan penderita akan
mengeluarkan tinja yang banyak dan berbau busuk. Tinja bisa berwarna terang
dan
berminyak
dan
bahkan
bisa
mengandung
tetesan-tetesan
minyak.
Nyeri perut
Malabsorpsi
Diabetes
D. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala atau adanya riwayat pankreatitis
akut. Pemeriksaan darah kurang bermanfaat dalam mendiagnosis pankreatitis
kronis, tetapi bisa menunjukan adanya peningkatan kadar amilase dan lipase.
Pemeriksaan darah juga dapat digunakan untuk mengetahui kadar gula darah ,
yang mungkin akan meningkat.
Foto rontgen perut dan pemeriksaan USG bisa menunjukan adanya batu
pada pankreas. Endoskopi pankreatografi retrograd (tehnik sinar X yang
memperlihatkan struktur dari saluran pankreas) bisa memperlihatkan saluran yang
melebar, penyempitan saluran atau batu pada saluran. CT scan bisa
memperlihatkan adanya perubahan ukuran, bentuk dan tekstur dari pankreas.
Malabsorpsi lemak dapat diketahui dengan sudan staining pada feses.
Pemeriksaan adanya kalsifikasi, steatorrhea, dan diabetes dikenal sebagai
diagnosis triad. Biopsi jaringan pankreas melalui laparoskopi atau laparotomi
adalah cara terbaik untuk menegaskan diagnosis pankreatitis kronik. Jika tidak
BAB IV
MANAJEMEN TERAPI PANKREATITIS
Manajemen Cairan
Nutrisi Pendukung
Manajemen nyeri
Selain itu dapat juga dilakukan intervensi radiologi dan ERCP atau terapi bedah.
Manajemen terapi yang diberikan tersebut dibagi dalam terapi farmakologi dan
non farmakologi.
A. Terapi Non Farmakologi
a. Nutrisi Pendukung
Pemberian nutrisi pendukung dilakukan untuk mengistirahatkan saluran
cerna sehingga mengurangi stimulasi terhadap pankreas juga karena terjadinya
malnutrisi. Malnutrisi diakibatkan metabolisme pada pasien dengan pankreatitis
disimpulkan: kadar TNF- , IL-6, kadar CRP lebih rendah pada kelompok nutrisi
enteral, dan kadar enzim pankreas tidak terpacu dengan pemberian nutrisi enteral.
Nutrisi enteral diberikan segera setelah dilakukan resusitasi cairan, dapat
diberikan 48 jam pertama bila kondisi sudah stabil, dan tidak ada kontraindikasi
seperti: adanya syok, perdarahan gastrointestinal masif, obstruksi intestinal, fistula
jejunum atau enteroparalisis berat. Ada tiga alternatif pemberian nutrisi enteral
pada pankreatitis akut berat:
(1) nasojejunal tube,
(2) gastrostomy/jejunostomy tube,
(3) jejunostomi secara bedah.
Pemberian secara NJT lebih terpilih karena lebih aman, non-invasif dan lebih
mudah dikerjakan dengan bantuan endoskopi/fluoroskopi.
lebih dari 4 minggu, terjadi akibat rupturnya duktus pankreatikus dapat didrainase
secara endoskopis dengan keberhasilan sekitar 83%.
Batu empedu yang bermigrasi dan terjebak di ampula merupakan
penyebab tersering pankreatitis akut (acute biliary pancreatitis). Batu empedu
ditemukan pada tinja sebesar 85-95% pada pasien yang menderita pankreatitis
akut. ERCP merupakan prosedur endoskopik untuk mengevaluasi sistem bilier
dan sistem duktus pankreatikus. Beberapa studi membuktikan bahwa ERCP yang
dilakukan pada 2472 jam dari onset klinis pada pasien pankreatitis akut berat
yang terbukti dengan obstruksi bilier, kolangitis dan peningkatan bilirubin dapat
menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Pasien yang menjalani ERCP seringkali dikombinasi dengan tindakan
sfingterotomi endoskopis tanpa memandang ada/tidaknya batu di duktus biliaris.
Pada pasien dengan kolangitis memerlukan tindakan sfingterotomi endoskopis
atau drainase duktus dengan stent perlu dilakukan untuk menghilangkan obstruksi
bilier.
c.
Terapi Bedah
Tindakan bedah diindikasikan pada pankreatitis akut berat:
1. Pankreatitis nekrotik akut terinfeksi,
2. Pankreatitis nekrotik steril dengan pankreatitis akut fulminan (ditandai
dengan menurunnya kondisi pasien akibat gagal organ multipel yang
muncul dalam beberapa hari sejak onset gejala),
3. Pankreatitis akut dengan perdarahan usus.
Tujuan tindakanbedah adalah untuk membersihkan jaringan nekrotik
B. Terapi Farmakologi
a. Manajemen Nyeri
Untuk mengatasi nyeri perut diberikan analgesik. Faktor penting yang
perlu diperhatikan dalam memilih analgetik adalah efikasi dan keamanan. Dahulu
tritmen biasanya diawali dengan pemberian meperidine secara parenteral (50-100
mg tiap 3-4 jam), karena tidak mengakibatkan pankreatitis. Sekarang ini, banyak
rumah sakit yang membatasi atau malah tidak menggunakannya lagi karena tidak
seefektif narkotik lainnya dan dikontraindikasikan pada pasien gangguan ginjal.
Selain kurang efekif, juga dibutuhkan dosis dan frekuensi yang lebih tinggi. Hal
yang terpenting adalah bahwa metabolit aktif meperidine berakumulasi pada
pasien gagal ginjal dan dapat menyebabkan kejang atau psikosis.
Parenteral morfin lebih direkomendasikan. Tetapi penggunaannya
terkadang harus dihindari karena dapat menyebabkan spasm sphincter of Oddi,
meningkatkan serum amylase, dan (jarang) pankreatitis. Hidromorfon lebih
disukai karena memiliki waktu paruh yang lebih panjang. Belum ada bukti bahwa
obat antsekretori dapat mencegah eksaserbasi nyeri perut.
Manajemen Cairan
Penggantian cairan dan suport sistem pernafasan, kariovaskular,
Obat-obatan
Sejumlah obat diteliti efikasinya dalam mencegah komplikasi pankreas
diantaranya adalah:
c. Pencegahan Infeksi
Salah satu penyebab kematian pada pankreatitis akut berat adalah karena
pankreatitis nekrotika akut. Pankreas yang mengalami nekrosis dapat bersifat
steril atau terinfeksi. Pankreas yang terinfeksi mempunyai mortalitas lebih tinggi
(1050%) dibandingkan yang steril (10%). Risiko pankreatitis nekrotika akut
terinfeksi tergantung dari luasnya area nekrosis. Semakin luas nekrosis semakin
besar risiko infeksi.
Penyebab infeksi terbanyak adalah: Echerichia coli (32%), Enterococcus
(25%), Klebsiella (15%), Staphylococcus epidermidis (15%), Staphylococcus
aureus (14%), Pseudomonas (7%) dan Candida (11%). Infeksi lebih banyak
bersifatmonomikrobial (66%) dibandingkan polimikrobial (34%). Invasi bakterial
ke jaringan pankreas dapat terjadi melalui beberapa cara: translokasi bakterial dari
colon, refluks cairan bilier melalui duodenum, penyebaran secara hematogen atau
melalui saluran limfatika. Saat ini diketahui translokasi bakteri dari lumen saluran
cerna merupakan sumber utama bakteri yang mencapai dan menyebabkan
nekrosis pankreas/abses yang merupakan salah satu bentuk komplikas lokal. Hal
ini disebabkan penurunan motilitas saluran cerna sehingga memperlama eliminasi
bakteri dan memungkinkan bakteri berproliferasi di intestin. Integritas mukosa,
yang dipertahankan oleh normal enterik di villi adalah salah satu faktor utama
mekanisme perlindungan saluran cerna. Kegagalan barier intestinal dan juga
pertumbuhan bakteri yang sangat besar akibat perubahan motilitas tersebut dan
imunosupresi akan meningkatkan kontaminasi pankreas oleh translokasi bakteri
pada pasien pankreatitis akut berat.
Pemberian antibiotika profilaksis pada pankreatitis nekrotika akut masih
kontroversial. Salah satu keberatannya adalah meningkatnya resistensi mikroba
dan risiko meningkatnya infeksi nosokomial akibat organisme nonenterik.
melaporkan pemberian antibiotika awal pada pasien yang mengalami nekrosis
pankreas akut dengan cefuroxime 4,5 g/hari dibandingkan dengan plasebo dapat
menurunkan mortalitas dan risiko sepsis (p=0,01).
Untuk efektivitas pengobatan antibiotika yang diberika adalah antibiotika
broad spectrum yang dapat menembus barier sehingga mencapai tempat infeksi,
seperti
Pankreatitis Post-ERCP
Pankreatitis yang terjadi akibat trauma setelah
ERCP (Endoscopic
sedikit
lemak
dan
protein,
dan
banyak
karbohidrat.
B. Terapi Farmakologi
BAB IV
PENUTUP
Pankreas merupakan organ yang istimewa karena mempunyai dua fungsi
sekaligus yaitu eksokrin dan endokrin. Kerusakan yang diawali pada sel asini unit
eksokrin mengakibatkan terjadinya pankreatitis baik akut yang dapat normal
kembali fungsi pankreasnya maupun pankreatitis kronik dengan kerusakan
permanen.
Dalam penatalaksanaannya yang penting untuk pankreatitis akut adalah
mengatasi nyeri perut, manajemen penggantian cairan, dan pemberian nutrisi
pendukung. Selain itu Juga diberikan antibiotika untuk profilaksis pada
pankreatitis nekrosis. Terapi intervensi dengan endoskopi maupun bedah juga
perlu dilakukan pada kondisi tertentu. Pada pankreatitis kronik tritmen ditujukan
untuk mengatasi nyeri kronik, malabsorpsi, dan diabetes.