Anda di halaman 1dari 28

BAB III

PANKREATITIS

Pankreatitis adalah suatu penyakit inflamasi pankreas yang identik


menyebabkan nyeri perut dan terkait dengan fungsinya sebagai kelenjar eksokrin,
(meskipun pada akhirnya fungsi sebagai kelenjar endokrin juga terganggu akibat
kerusakan organ pankreas).
The Second International Symposium on The Classification of
Pancreatitis, (Marseille,1980) membuat klasifikasi sebagai berikut:
1. Pankreatitis akut
2. Pankreatitis kronik

3.1 Pankreatitis Akut


Pankreatitis akut adalah pankreatitis yang dikarakterisasi oleh nyeri berat
di perut bagian atas dan meningkatnya level enzim pankreas di dalam darah.
Pankreatitis akut bisa ringan ataupun berat tergantung manifestasi klinis, tes
laboratorium, dan diagnosa. Perjalanan penyakit dari ringan self limited sampai
berat yang disertai renjatan gangguan ginjal dan paru-paru yang bisa berakibat
fatal.
Pankreatitis yang berat, enzim-enzim pankreas, bahan-bahan vasoaktif dan
bahan-bahan toksik lainnya keluar dari saluran- saluran pankreas dan masuk ke
dalam ruang pararenal anterior dan ruang-ruang lain seperti ruang-ruang pararenal
posterior, lesser sac dan rongga peritoneum. Bahan ini mengakibatkan iritasi
kimiawi yang luas. Bahan-bahan tersebut memasuki sirkulasi umum melalui

Universitas Sumatera Utara

saluran getah bening retroperitoneal dan jalur vena dan mengakibatkan berbagai
penyulit sistemik seperti gagal pernapasan, gagal ginjal dan kolaps kardiovaskuler.
A. Etiologi
Penyebab pankreatitis akut ditunjukkan pada Tabel 3.1. Batu empedu
menjadi penyebab terbesar dari semua kasus pankreatitis yang ada, menyusul
berikutnya penggunaan alkohol. Namun pada beberapa pasien tidak diketahui
penyebabnya (idiophatic). Pankreatitis akut juga dapat terjadi setelah pasien
menjalani endoscopic retrograde cholangiography (ERCP)ataupun setelah
mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang ditunjukkan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.1 Penyebab Pankreatitis Akut

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.2 Obat-obat yang menginduksi pankreatitis

Dari tabel diatas terlihat banyak obat yang memiliki implikasi terhadap
pankreatitis akut, namun hubungannya sebagai penyebab masih sulit dijelaskan.
Oleh karena itu dibagi atas tiga golongan;

definite menunjukkan hubungan

yang sifatnya temporal antara pemberian obat dengan nyeri perut dan
hiperamylasemia, adanya bukti yang mendukung dinyatakan sebagai probable,
sedangkan yang tidak memiliki bukti yang kuat atau malah kontradiksi sebab
mungkin dibutuhkan pada simptom awal pankreatitis dinyatakan sebagai
possible.
B. Patofosiologi
Pankreatitis akut dimulai sebagai suatu proses autodigesti di dalam
kelenjar akibat aktivasi prematur zimogen (prekursor dari enzim digestif) dalam
sel-sel sekretor pankreas (asinar), sistem saluran atau ruang interstisial. Gangguan
sel asini pankreas dapat terjadi karena beberapa sebab:

Universitas Sumatera Utara

1. Obstruksi duktus pankreatikus. Penyebab tersering obstruksi adalah batu


empedu kecil (microlithiasis) yang terjebak dalam duktus. Sebab lain adalah
karena plug protein (stone protein) dan spasme sfingter Oddi pada kasus
pankreatitis akibat konsumsi alkohol,
2. Stimulasi hormon cholecystokinin (CCK) sehingga akan mengaktivasi enzim
pankreas. Hormon CCK terstimulasi akibat diet tinggi protein dan lemak
(hipertrigliseridemia) dapat juga karena alkohol,
3. Iskemia sesaat dapat meningkatkan degradasi enzim pankreas. Keadaan ini
dapat terjadi pada prosedur operatif atau karena aterosklerosis pada arteri di
pankreas
Gangguan di sel asini pankreas akan diikuti dengan pelepasan enzim
pankreas, yang selanjutnya akan merangsang sel-sel peradangan (makrofag,
neutrofil, sel-sel endotel, dsb) untuk mengeluarkan mediator inflamasi
(bradikinin, platelet activating factor [PAF]) dan sitokin proinflammatory (TNF, IL-1 beta, IL-6, IL-8 dan intercellular adhesive molecules (ICAM 1) dan
vascular adhesive molecules (VCAM) sehingga menyebabkan permeabilitas
vaskular meningkat, teraktivasinya sistem komplemen dan ketidakseimbangan
sistem trombo-fibrinolitik. Kondisi tersebut akhirnya memicu terjadinya gangguan
mikrosirkulasi, stasis mikrosirkulasi, iskemia dan nekrosis sel-sel pankreas.
Kejadian di atas tidak saja terjadi lokal di pankreas tetapi dapat pula terjadi di
jaringan/organ vital lainnya sehingga dapat menyebabkan komplikasi lokal
maupun sistemik.

Universitas Sumatera Utara

Dengan kata lain pankreatitis akut dimulai oleh adanya keadian yang
menginisiasi luka kemudian diikuti kejadian selanjutnya memperberat luka, yang
dapat digambarkan secara lebih jelas pada skema di bawah ini (Gambar 3.1). .

Gambar 3.1 Skema patogenesis Pankreatitis akut

Secara ringkas progresi pankreatitis akut dapat dibagi menjadi 3 fase berurutan,
yaitu:
1. inflamasi lokal pankreas,
2. peradangan sistemik (systemic inflammatory response syndrome [SIRS]),
3. disfungsi multi organ (multiorgan dysfunctions [MODS]).

Berat ringannya pankreatitis akut tergantung dari respons inflamasi sistemik yang
diperantarai oleh keseimbangan sitokin proinflammatory dan antiinflammatory,
dan ada tidaknya infeksi baik lokal maupun sistemik. Pada keadaan dimana

Universitas Sumatera Utara

sitokin proinflammatory lebih dominan daripada sitokin antiinflammatory (IL-10,


IL-1 receptor antagonist (IL- 1ra) dan soluble TNF receptor (sTNFR) keadaan
yang terjadi adalah pankreatitis akut berat.

C. Klasifikasi
Bradley membagi pankreatitis berdasarkan fisiologik, tes laboratorium,
dan parameter klinis menjadi:

Pankreatitis Akut Ringan; Biasanya tidak disertai komplikasi atau


disfungsi organ

Pankreatitis Akut Berat; disertai gangguan fungsi pankreas, terjadi


komplikasi lokal atau sistemik
Pankreatitis akut berat dapat didefinisikan sebagai pankreatitis akut yang

disertai dengan gagal organ dan atau dengan komplikasi lokal (pembentukan
abses, nekrosis dan pseudocyst). Menurut klasifikasi Atlanta, pankreatitis akut
dikategorikan sebagai pankreatitis akut berat apabila memenuhi beberapa kriteria
dari 4 kriteria:
1. Gagal organ, apabila dijumpai satu atau lebih, adanya: syok (tekanan
sistolik <90 mmHg), insufisiensi pulmonal (PaO2 <60 mmHg), gagal
ginjal (kreatinin >2 mg/dl),perdarahan gastrointestinal (>500 ml/24 jam);
2. Komplikasi lokal, seperti: pseudocyst, abses atau pankreatitis nekrotika;
3. Kriteria Ranson, paling tidak dijumpai 3 dari 11 kriteria (tabel 3);
4. APACHE II, paling tidak nilai skor >8 (tabel 3).

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan patologi dibedakan menjadi:


1.

Pankreatitis

Akut

Interstisial.

Secara

makroskopik

pankreas

membengkak secara difus dan pucat. Tidak terdapat nekrosis atau perdarahan, bila
ada, minimal sekali. Secara mikroskopik, daerah interstisial melebar karena
adanya edema ekstrasel, disertai sebaran sel leukosit PMN. Saluran pankreas diisi
bahan purulen. Tidak didapatkan destruksi asinus.
2.

Pankreatitis Akut Nekrosis Hemoragik. Secara makroskopik, tampak

nekrosis jaringan pankreas (lemak di tepi pankreas, parenkim) disertai perdarahan


dan inflamasi yang dapat mengisi ruang retroperitoneal. Bila penyakit berlanjut,
tampak abses dan timbulnya bakteri di jaringan nekrosis yang berdinding (abses
purulen). Secara mikroskopik, adanya nekrosis lemak dan jaringan pankreas,
kantong infiltrat yang meradang dan berdarah. Pembuluh darah di dalam dan di
sekitar daerah nekrotik menunjukkan kerusakan mulai dari inflamasi perivaskular,
vaskulitis, dan trombosis pembuluh darah. Bentuk pankreatitis ini lebih fatal
dibanding pankreatitis akut interstisial

D. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi dapat bersifat lokal maupun sistemik, komplikasi
lokal meliputi kumpulan cairan akut, nekrosis,abses, dan pseudosit (kumpulan
getah pankreas dan pecahan jaringan yang selaputi dengan dinding berserat atau
jaringan berbentuk granul) yang berkembang sekitar 4 6 minggu setelah
serangan awal. Abses pankreatik biasanya merupakan infeksi sekunder dari

Universitas Sumatera Utara

nekrosis jaringan atau pseudosit dan terkait dengan keparahan penyakit. Kematian
biasanya disebabkan nekrosis infeksi dan sepsis. Asites pankreatik terjadi ketika
sekresi pankreas menyebar ke rongga peritoneal.
Komplikasi sistemik meliputi gangguan kardiovaskular, renal, pulmonary,
metabolik, hemoragik, abnormalitas sistem saraf pusat. Shock adalah penyebab
utama kematian. Hipotensi terjadi akibat hipovolemia, hypoalbuminemia, da rilis
kinin serta sepsis. Komplikasi renal biasanya disebabkan hipovolemia.
Komplikasi pulmonary berkembang ketika terjadi akumulasi cairan diantara
rongga pleura dan menekan paru, acute respiratory distress syndrome (ARDS) ini
akan menahan pertukaran gas, yang dapat menyebabkan hipoksemia. Pendarahan
gastrointestinal terjadi akibat ruptur pseudosit. Pankreatitis akut berat biasanya
diserta kebingungan dan koma.
Zhu et al, melaporkan frekuensi terjadinya gagal organ pada pasien dengan
pankreatitis akut berat: gagal organ multipel (27%), gagal respirasi (46%), gagal
ginjal (16,2%), gagal jantung (17,6%), gagal hati (18,9%) dan perdarahan saluran
cerna (10,8%), dengan angka mortalitas akibat gagal organ multipel sebesar 45%.
Lebih jelasnya bagaimana komplikasi dapat terjadi diperlihatkan pada Tabel 3.3
dan Gambar 3.2.
Tabel 3.3 Mekanisme terjadinya komplikasi pankreatitis akut berat

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.2 Tahapan patogenik pankreatitis


E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis bervariasi tergantung keparahan penyakit dan bagian
yang mengalami keruskan, meskipun demikian pada umumnya terdapat gejala
klasik yaitu nyeri midepigastrik, mual dan muntah.
Keluhan yang sangat menyolok adalah rasa nyeri yang timbul tiba-tiba,
intens, terus menerus dan makin lama makin bertambah; lokasinya kebanyakan di

Universitas Sumatera Utara

epigastrium, dapat men- jalar ke punggung, kadang-kadang ke perut bagian


bawah, nyeri berlanngsung beberapa hari. Gejala lain yakni mual, muntahmuntah dan demam.
Pada pemeriksaan jasmani didapatkan nyeri tekan di perut bagian atas,
tanda-tanda peritonitis lokal, kadang-kadang bahkan peritonitis umum.

F. Diagnosis
Diagnosis: yang paling tepat adalah histologi pankreas, jika tidak
diagnosis berdasarkan faktor etiologi, gejala, tes laboratorium, dan imaging
technology.
a. Tes Laboratorium

Amylase

Total serum amylase adalah tes yang paling sering digunakan.

Nilainya meningkat pada 6 - 12 jam setelah onset of symptoms dan tetap


tinggi selama 3 - 5 hari pd kebanyakan kasus, kembali normal setelah 8-14
hari. Jika tetap tinggi kemungkinan terjadi nekrosis pankreas dan
komplikasi lain

Lipase
Serum lipase assays, spesifik untuk pankreas. Peningkatan Level serum

lipase bertahan lebih lama dibanding amilase

Tes Lain

Universitas Sumatera Utara

Serum immunoreactive cationic trypsin, elastase, dan phospholipase A 2


,trypsin activation peptide dan serum anionic trypsinogen

Diagnosis urin: rasio amylase dan creatinine clearance ratio (Cam/Ccr)


tidak memberikan keuntungan

Leukocytosis; lebih dari 25,000 cells/mm3 terdapat pada 80% pasien

Hypocalcemia terjadi pada lebih dari 30% pasien akibat kombinasi


hypoalbuminemia dan pengendapa kalsium di area nekrosis lemak.
Berbagai jenis pemeriksaan laboratorium tersebut memiliki sensitivitas
yang beragam yang dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Sensitivitas tes laboratorium


b. Imaging test

Pemeriksaan foto rontgen perut standar bisa memperlihatkan pelebaran


usus atau memperlihatkan satu atau lebih batu empedu.

Pemeriksaan USG bisa menunjukkan adanya batu empedu di kandung


empedu dan kadang-kadang dalam saluran empedu, selain itu USG juga
bisa menemukan adanya pembengkakan pankreas.

Universitas Sumatera Utara

CT scan bisa menunjukkan perubahan ukuran dari pankreas dan digunakan


pada kasus-kasus yang berat dan kasus-kasus dengan komplikasi
(misalnya penurunan tekanan darah yang hebat).

ERCP (tehnik sinar X yang menunjukan struktur dari saluran empedu dan
saluran pankreas) biasanya dilakukan hanya jika penyebabnya adalah batu
empedu pada saluran empedu yang besar.
Endoskopi dimasukkan melalui mulut pasien dan masuk ke dalam usus

halus lalu menuju ke sfingter Oddi. Kemudian disuntikkan zat warna radioopak ke
dalam

saluran

tersebut.

Zat

warna

ini

terlihat

pada

foto

rontgen.

Bila pada rontgen tampak batu empedu, bisa dikeluarkan dengan menggunakan
endoskop.
G. Indikator Keparahan
a. Menurut kriteria prognostik Ranson
Saat masuk RS
1. Usia >55 tahun
2. Lekosit >16000/mL
3. Gula darah >200 mg%
4. Dficit basa >4 mEq/L
5. LDH serum >350 UI/L
6. AST >250 UI/L
7. Penurunan hematokrit >10 %
8. Sekustrasi cairan >4000 mL
9. Hipokalsemia <1.9 mMol (8 mg%)

Universitas Sumatera Utara

10. PO2 arteri <60 mmHg


11. BUN meningkat >1.8 mmol/L (>5 mg%) setelah pemberian cairan i.v.
12. Hipoalbuminemia <3.2 g%
Selama 48 jam perawatan
Bila terdapat 3 pada kriteria Ranson, pasien dianggap menderita pankreatitis akut
berat
b. Penggunaan skor APACHE II >12 (Acute Physiologic and Chronic Health
Evaluation)
c. Cairan peritoneal hemoragik
d. Indikator penting
1. Hipotensi <90 mmHg atau takikardia >130/menit
2. PO2 <60 mmHg
3. Oligouria <50 mL/jam atau BUN, kreatinin meningkat
4. metabolik/Ca serum <8 mg% atau albumin serum <3.2 g%

3.2

PANKREATITIS KRONIK
Pankreatitis kronik merupakan peradangan pankreas menahun yang

biasanya menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi pankreas. Pada kebanyakan


pasien bersifat irreversible. Terjadi kerusakan permanen sehingga menyebabkan
gangguan fungsi eksokrin dan endokrin.
A. Etiologi

Universitas Sumatera Utara

Di Amerika Serikat, penyebab paling sering dari pankreatitis kronis adalah


alkoholisme. Penyebab lainnya adalah faktor keturunan dan penyumbatan saluran
pankreas yang disebabkan oleh penyempitan saluran atau kanker pankreas.
Pankreatitis akut jarang menyebabkan penyempitan pada saluran pankreas yang
akan mengarah pada terjadinya pankreatitis kronis. Pada banyak kasus, penyebab
pankreatitis kronis tidak diketahui. Di negara-negara tropis (Indonesia, India,
Nigeria), pankreatitis kronis dengan sebab yang tidak diketahui yang terjadi pada
anak-anak dan dewasa muda, bisa menyebabkan diabetes dan penumpukan
kalsium di pankreas. Keseluruhan penyebab pankreatitis kronik ditunjukkan
pada Tabel 3.4.

Tabel 3. 4 Penyebab Pankretitis kronik

B. Patofisiologi
Sebagian besar kasus pankreatitis kronis disebabkan oleh alkohol, tetapi
mekanisme pasti bagaimana alkohol menyebabkan pankreatitis kronis belu
diketahui. Sepertinya alkohol menginduksi pankreatitis bermula dari inflamasi

Universitas Sumatera Utara

yang berkembang menjadi nekrosis selular dengan tahapan seperti yang


ditunjukkan pada skema di bawah ini (Gambar 3.4).

Gambar 3.4 Patogeneis alkohol menginduksi Pankreatitis kronis


Kerusakan jaringan pankreas menyebabkan berkurangnya sekresi enzim pankreas
dan hormon-hormon seperti insulin. Malabsorpsi lemak dan protein terjadi jika
sekresi enzim berkurang sampai 90%
C. Manifestasi Klinis
Gejala

pankreatitis

kronis

umumnya

terbagi

dalam

dua

pola.

Yang pertama, penderita mengalami nyeri perut bagian tengah yang menetap,
yang beratnya bervariasi. Yang kedua, penderita mengalami episode pankreatitis
yang hilang timbul, dengan gejala yang mirip dengan pankreatitis akut ringan
sampai sedang. Nyerinya kadang-kadang berat dan berlangsung selama beberapa
jam atau beberapa hari.
Pada kedua pola tersebut, sejalan dengan perkembangan penyakitnya, selsel yang menghasilkan enzim pencernaan, secara perlahan mengalami kerusakan,
sehingga akhirnya rasa nyeri tidak timbul. Dengan menurunnya jumlah enzim
pencernaan, makanan tidak diserap secara optimal, dan penderita akan

Universitas Sumatera Utara

mengeluarkan tinja yang banyak dan berbau busuk. Tinja bisa berwarna terang
dan

berminyak

dan

bahkan

bisa

mengandung

tetesan-tetesan

minyak.

Gangguan penyerapan juga menyebabkan turunnya berat badan.


Secara ringkas, terdapat empat gejala klasik pada pankreatitis kronis,
yaitu:

Nyeri perut

Malabsorpsi

Berat badan turun

Diabetes

D. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala atau adanya riwayat pankreatitis
akut. Pemeriksaan darah kurang bermanfaat dalam mendiagnosis pankreatitis
kronis, tetapi bisa menunjukan adanya peningkatan kadar amilase dan lipase.
Pemeriksaan darah juga dapat digunakan untuk mengetahui kadar gula darah ,
yang mungkin akan meningkat.
Foto rontgen perut dan pemeriksaan USG bisa menunjukan adanya batu
pada pankreas. Endoskopi pankreatografi retrograd (tehnik sinar X yang
memperlihatkan struktur dari saluran pankreas) bisa memperlihatkan saluran yang
melebar, penyempitan saluran atau batu pada saluran. CT scan bisa
memperlihatkan adanya perubahan ukuran, bentuk dan tekstur dari pankreas.
Malabsorpsi lemak dapat diketahui dengan sudan staining pada feses.
Pemeriksaan adanya kalsifikasi, steatorrhea, dan diabetes dikenal sebagai
diagnosis triad. Biopsi jaringan pankreas melalui laparoskopi atau laparotomi
adalah cara terbaik untuk menegaskan diagnosis pankreatitis kronik. Jika tidak

Universitas Sumatera Utara

ada sampel histologi, teknik imaging sangat membantu mendeteksi kalsifikasi,


penyebab nyeri lainnya, dan untuk membedakan pankreatitis kronik dengan
kanker pankreas.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
MANAJEMEN TERAPI PANKREATITIS

4.1 PANKREATITIS AKUT


Tujuan pengobatan adalah menghentikan proses peradangan dan
antodigesti atau menstabilkan sedikitnya keadaan klinis sehingga memberi
kesempatan resolusi penyakit. Pasien pankreatitis menerima terapi suportif yang
teridiri dari kontrol nyeri secara efektif, penggantian cairan, dan nutrisi
pendukung. Oleh karena itu manajemen pankreatitis akut, biasanya terdiri dari:

Manajemen Cairan

Nutrisi Pendukung

Untuk mengistirahatkan saluran cerna

Diberikan nutrisi secara enteral maupun parenteral

Manajemen nyeri

Selain itu dapat juga dilakukan intervensi radiologi dan ERCP atau terapi bedah.
Manajemen terapi yang diberikan tersebut dibagi dalam terapi farmakologi dan
non farmakologi.
A. Terapi Non Farmakologi
a. Nutrisi Pendukung
Pemberian nutrisi pendukung dilakukan untuk mengistirahatkan saluran
cerna sehingga mengurangi stimulasi terhadap pankreas juga karena terjadinya
malnutrisi. Malnutrisi diakibatkan metabolisme pada pasien dengan pankreatitis

Universitas Sumatera Utara

akut berat menyerupai keadaan sepsis, yang ditandai dengan hiperdinamik,


hipermetabolik, dan hiperkatabolik.
Dalam beberapa tahun lalu pemberian nutrisi yang direkomendasikan
adalah nutrisi parenteral melalui vena sentral. Hal ini didasarkan pada pemikiran
bahwa pemberian nutrisi per-oral akan merangsang produksi enzim pankreas
sehingga justru akan memperberat penyakit. Namun seiring dengan penelitian
klinis konsep telah berubah, justru sebaiknya nutrisi diberikan secara enteral.
Berdasarkan penelitian, pemberian nutrisi parenteral dapat mengakibatkan:
1. Atrofi jaringan limfoid usus (GALT/gut associated lymphoid tissue) yang
merupakan sumber utama imunitas mukosa,
2. Terganggunya fungsi limfosit Sel T dan sel B, menurunnya aktivitas
kemotaksis leukosit dan fungsi fagositosis sehingga memudahkan pertumbuhan
bakteri (bacterial overgrowth),
3. Meningkatnya permeabilitas dinding usus yang dapat mempermudah terjadinya
translokasi bakteri, endotoksin, dan antigen masuk ke dalam sirkulasi.
Pemberian nutrisi enteral berdasarkan penelitian lebih menguntungkan karena:
1. Dapat melindungi fungsi barrier usus,
2. Menurunkan produksi mediator proinflamatori sehingga risiko translokasi
bakterial dan endotoksin menurun.
Nutrisi yang diberikan secara oral, nasogatrik maupun melalui duodenum
dapat meningkatkan produksi enzim pankreas. Namun nutrisi enteral melalui
nasojejunal tube (NJT) tidak merangsang produksi enzim. Hal ini dibuktikan oleh
Zhao et al, pada pasien dengan pankreatitis akut berat, pemberian nutrisi enteral
dikombinasi dengan nutrisi parenteral vs dengan nutrisi parenteral saja

Universitas Sumatera Utara

disimpulkan: kadar TNF- , IL-6, kadar CRP lebih rendah pada kelompok nutrisi
enteral, dan kadar enzim pankreas tidak terpacu dengan pemberian nutrisi enteral.
Nutrisi enteral diberikan segera setelah dilakukan resusitasi cairan, dapat
diberikan 48 jam pertama bila kondisi sudah stabil, dan tidak ada kontraindikasi
seperti: adanya syok, perdarahan gastrointestinal masif, obstruksi intestinal, fistula
jejunum atau enteroparalisis berat. Ada tiga alternatif pemberian nutrisi enteral
pada pankreatitis akut berat:
(1) nasojejunal tube,
(2) gastrostomy/jejunostomy tube,
(3) jejunostomi secara bedah.
Pemberian secara NJT lebih terpilih karena lebih aman, non-invasif dan lebih
mudah dikerjakan dengan bantuan endoskopi/fluoroskopi.

b. Intervensi radiologi dan ERCP


Mengangkat batu empedu dengan ERCP atau pembedahan biasanya dapat
mengatasi Pankreatitis akut dan mencegah kambuh kembali. Meskipun demikian
pada saat ini terapi pankreatitis akut berat telah bergeserdari tindakan pembedahan
awal ke perawatan intensif agresif. Seiring dengan berkembangnya radiologi dan
endoskopi intervensi, tindakan bedah dapat diminimalisasi.
Tindakan ERCP, drainase endoskopis dan perkutaneus baik dengan
panduan USG maupun CT scan dapat diindikasikan pada komplikasi pankreatitis
berat seperti: timbunan cairan peripankreatik, pseudocyst dan abses lambat.
Pseudocyst yang didefinisikan sebagai adanya timbunan cairan yang menetap

Universitas Sumatera Utara

lebih dari 4 minggu, terjadi akibat rupturnya duktus pankreatikus dapat didrainase
secara endoskopis dengan keberhasilan sekitar 83%.
Batu empedu yang bermigrasi dan terjebak di ampula merupakan
penyebab tersering pankreatitis akut (acute biliary pancreatitis). Batu empedu
ditemukan pada tinja sebesar 85-95% pada pasien yang menderita pankreatitis
akut. ERCP merupakan prosedur endoskopik untuk mengevaluasi sistem bilier
dan sistem duktus pankreatikus. Beberapa studi membuktikan bahwa ERCP yang
dilakukan pada 2472 jam dari onset klinis pada pasien pankreatitis akut berat
yang terbukti dengan obstruksi bilier, kolangitis dan peningkatan bilirubin dapat
menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Pasien yang menjalani ERCP seringkali dikombinasi dengan tindakan
sfingterotomi endoskopis tanpa memandang ada/tidaknya batu di duktus biliaris.
Pada pasien dengan kolangitis memerlukan tindakan sfingterotomi endoskopis
atau drainase duktus dengan stent perlu dilakukan untuk menghilangkan obstruksi
bilier.
c.

Terapi Bedah
Tindakan bedah diindikasikan pada pankreatitis akut berat:
1. Pankreatitis nekrotik akut terinfeksi,
2. Pankreatitis nekrotik steril dengan pankreatitis akut fulminan (ditandai
dengan menurunnya kondisi pasien akibat gagal organ multipel yang
muncul dalam beberapa hari sejak onset gejala),
3. Pankreatitis akut dengan perdarahan usus.
Tujuan tindakanbedah adalah untuk membersihkan jaringan nekrotik

sebersih mungkin dengan menyisakan jaringan pankreas yang masih viabel.

Universitas Sumatera Utara

Tindakan debridement (necrotomy) merupakan gold standard pada pankreatitis


nekrosis akut terinfeksi dan nekrosis peripankreatik. Pankreatitis nekrotik akut
steril tidak perlu tindakan bedah, cukup konservatif kecuali terjadi pankreatitis
akut fulminan. Berdasarkan penelitian, dari 172 pasien dengan nekrosis steril
mortalitas terjadi sebanyak 13,1% pada kelompok yang menjalani pembedahan
dibandingkan yang konservatif hanya 6,2%. Tindakan bedah dilakukan pada
minggu ke 3-4 setelah onset gejala karena intervensi pada minggu awal
meningkatkan risiko mortalitas >65% karena komplikasi pulmonal/kardial.

B. Terapi Farmakologi
a. Manajemen Nyeri
Untuk mengatasi nyeri perut diberikan analgesik. Faktor penting yang
perlu diperhatikan dalam memilih analgetik adalah efikasi dan keamanan. Dahulu
tritmen biasanya diawali dengan pemberian meperidine secara parenteral (50-100
mg tiap 3-4 jam), karena tidak mengakibatkan pankreatitis. Sekarang ini, banyak
rumah sakit yang membatasi atau malah tidak menggunakannya lagi karena tidak
seefektif narkotik lainnya dan dikontraindikasikan pada pasien gangguan ginjal.
Selain kurang efekif, juga dibutuhkan dosis dan frekuensi yang lebih tinggi. Hal
yang terpenting adalah bahwa metabolit aktif meperidine berakumulasi pada
pasien gagal ginjal dan dapat menyebabkan kejang atau psikosis.
Parenteral morfin lebih direkomendasikan. Tetapi penggunaannya
terkadang harus dihindari karena dapat menyebabkan spasm sphincter of Oddi,
meningkatkan serum amylase, dan (jarang) pankreatitis. Hidromorfon lebih

Universitas Sumatera Utara

disukai karena memiliki waktu paruh yang lebih panjang. Belum ada bukti bahwa
obat antsekretori dapat mencegah eksaserbasi nyeri perut.

b. Pembatasan Komplikasi Sistemik Dan Pencegahan Nekrosis Pankres

Manajemen Cairan
Penggantian cairan dan suport sistem pernafasan, kariovaskular,

hepatobiliary dapat mengurangi komplikasi. Meskipun belum ada bukti metode


untuk mencegah komplikasi, terdapat hubungan erat antara hemokonsentrasi
dengan nekrosis pankreas. Oleh karena itu penggantian cairan sangat penting utuk
mengkoreksi volume intravaskular. Selain itu prognosis pasien sangat tergantung
dengan restorasi cairan yang cepat dan adekuat, sesuai dengan jumlah cairan yang
masuk ke rongga peritoneal. Pasien pankreatitis akut mungkin terjadi penyisipan
cairan 4-12 L ke rongga peritoneal akibat inflamasi.
Vasodilatasi akibat respons inflamasi, muntah, dan nasogastrik juga
menyebabkan hypovolemia dan kehilangan cairan dan elektrolit. Pada pankreatitis
berat pembuluh darah di dan sekitar pankreas mungkin ruptur dan menyebabkan
perdarahan. Pemberian koloid secara intravena mungkin diperlukan untuk
mempertahankan volume dan tekanan darah karena kehilangan cairan kaya
protein.

Obat-obatan
Sejumlah obat diteliti efikasinya dalam mencegah komplikasi pankreas

diantaranya adalah:

Antagonis H 2, , proton pump inhibitor

protease inhibitor: gabexate, aprotinin

Universitas Sumatera Utara

platelet-activating factor antagonist: lexipafant

Somatostatin dan Octreotide


o Inhibitor potent sekresi enzim pankreas
o Mengurangi kematian tetapi tidak mengurangi komplikasi

c. Pencegahan Infeksi
Salah satu penyebab kematian pada pankreatitis akut berat adalah karena
pankreatitis nekrotika akut. Pankreas yang mengalami nekrosis dapat bersifat
steril atau terinfeksi. Pankreas yang terinfeksi mempunyai mortalitas lebih tinggi
(1050%) dibandingkan yang steril (10%). Risiko pankreatitis nekrotika akut
terinfeksi tergantung dari luasnya area nekrosis. Semakin luas nekrosis semakin
besar risiko infeksi.
Penyebab infeksi terbanyak adalah: Echerichia coli (32%), Enterococcus
(25%), Klebsiella (15%), Staphylococcus epidermidis (15%), Staphylococcus
aureus (14%), Pseudomonas (7%) dan Candida (11%). Infeksi lebih banyak
bersifatmonomikrobial (66%) dibandingkan polimikrobial (34%). Invasi bakterial
ke jaringan pankreas dapat terjadi melalui beberapa cara: translokasi bakterial dari
colon, refluks cairan bilier melalui duodenum, penyebaran secara hematogen atau
melalui saluran limfatika. Saat ini diketahui translokasi bakteri dari lumen saluran
cerna merupakan sumber utama bakteri yang mencapai dan menyebabkan
nekrosis pankreas/abses yang merupakan salah satu bentuk komplikas lokal. Hal
ini disebabkan penurunan motilitas saluran cerna sehingga memperlama eliminasi
bakteri dan memungkinkan bakteri berproliferasi di intestin. Integritas mukosa,
yang dipertahankan oleh normal enterik di villi adalah salah satu faktor utama
mekanisme perlindungan saluran cerna. Kegagalan barier intestinal dan juga

Universitas Sumatera Utara

pertumbuhan bakteri yang sangat besar akibat perubahan motilitas tersebut dan
imunosupresi akan meningkatkan kontaminasi pankreas oleh translokasi bakteri
pada pasien pankreatitis akut berat.
Pemberian antibiotika profilaksis pada pankreatitis nekrotika akut masih
kontroversial. Salah satu keberatannya adalah meningkatnya resistensi mikroba
dan risiko meningkatnya infeksi nosokomial akibat organisme nonenterik.
melaporkan pemberian antibiotika awal pada pasien yang mengalami nekrosis
pankreas akut dengan cefuroxime 4,5 g/hari dibandingkan dengan plasebo dapat
menurunkan mortalitas dan risiko sepsis (p=0,01).
Untuk efektivitas pengobatan antibiotika yang diberika adalah antibiotika
broad spectrum yang dapat menembus barier sehingga mencapai tempat infeksi,
seperti

metronidazole, cefotaxime, piperacillin, mezlocillin,ofloxacin, and

ciprofloxacin. Apabila diberikan secara profilaktik disarankan lama pemberian


berkisar antara 7-14 hari.
Pemeriksaan aspirasi jarum halus yang dipandu dengan USG/CT scan
sebaiknya dilakukan untuk membedakan nekrosis pankreas akut bersifat steril
atau terinfeksi dan melakukan kultur dan sensitivitas sebagai pedoman pemberian
antibiotika yang tepat. Aspirasi jarum halus relatif aman dan memberikan hasil
yang akurat, dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas untuk menegakkan
nekrosis pankreas terinfeksi sebesar masing masing 90% dan 96%.
d.

Pankreatitis Post-ERCP
Pankreatitis yang terjadi akibat trauma setelah

ERCP (Endoscopic

Retrograde Cholangiopancreatography) biasanya ringan dan dapat sembuh

Universitas Sumatera Utara

sendiri. Jika memerlukan pengobatan yang diberikan adalah Somatostatin dan


gabexate

4.2 MANAJEMEN PANKREATITIS KRONIK


A. Terapi Non farmakologi
Selama suatu serangan, yang sangat penting adalah menghindari alkohol.
Menghindari semua makanan dan hanya menerima cairan melalui infus, dapat
mengistirahatkan pankreas dan usus juga bisa mengurangi rasa nyeri.
Untuk mengurangi serangan, dianjurkan makan 4-5 kali/hari, yang
mengandung

sedikit

lemak

dan

protein,

dan

banyak

karbohidrat.

Alkohol harus tetap dihindari.


Bila sakit berlanjut, kemungkinan telah terjadi komplikasi, seperti masa
peradangan di kepala pankreas atau suatu pseudokista. Masa peradangan
memerlukan terapi pembedahan. Pseudokista yang menyebabkan nyeri sejalan
dengan perkembangannya, mungkin harus menjalani dekompresi (pengurangan
penekanan).
Pada pecandu alkohol yang mengalami penyembuhan, pengangkatan
sebagian pankreas dilakukan hanya pada mereka yang dapat mengatasi diabetes
yang akan terjadi setelah pembedahan

B. Terapi Farmakologi

Universitas Sumatera Utara

Tetapi pereda nyeri golongan narkotik, masih sering diperlukan untuk


mengurangi rasa nyeri. Bila penderita terus menerus merasakan nyeri dan tidak
ada komplikasi, biasanya dokter menyuntikan penghambat nyeri ke saraf pankreas
sehingga rangsangannya tidak sampai ke otak. Bila cara ini gagal, mungkin
diperlukan pembedahan. Jika saluran pankreasnya melebar, pembuatan jalan
pintas dari pankreas ke usus halus, akan mengurangi rasa nyeri pada sekitar 7080% penderita. Jika salurannya tidak melebar, sebagian dari pankreas mungkin
harus diangkat. Bila kepala pankreas terkena, bagian ini diangkat bersamaan
dengan usus dua belas jari. Pembedahan ini dapat mengurangi nyeri pada 60-80%
penderita.
Dengan meminum tablet atau kapsul yang mengandung ekstrak enzim
pankreas pada saat makan, dapat membuat tinja menjadi kurang berlemak dan
memperbaiki penyerapan makanan, tapi masalah ini jarang dapat teratasi. Bila
perlu, larutan antasid atau penghambat H2 dapat diminum bersamaan dengan
enzim pankreas. Dengan pengobatan tersebut, berat badan penderita biasanya
akan meningkat, buang air besarnya menjadi lebih jarang, tidak lagi terdapat
tetesan minyak pada tinjanya dan secara umum akan merasa lebih baik.
Jika pengobatan diatas tidak efektif, penderita dapat mencoba mengurangi
asupan lemak. Mungkin juga dibutuhkan tambahan vitamin yang larut dalam
lemak (vitamin A, D, E dan K).

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
PENUTUP
Pankreas merupakan organ yang istimewa karena mempunyai dua fungsi
sekaligus yaitu eksokrin dan endokrin. Kerusakan yang diawali pada sel asini unit
eksokrin mengakibatkan terjadinya pankreatitis baik akut yang dapat normal
kembali fungsi pankreasnya maupun pankreatitis kronik dengan kerusakan
permanen.
Dalam penatalaksanaannya yang penting untuk pankreatitis akut adalah
mengatasi nyeri perut, manajemen penggantian cairan, dan pemberian nutrisi
pendukung. Selain itu Juga diberikan antibiotika untuk profilaksis pada
pankreatitis nekrosis. Terapi intervensi dengan endoskopi maupun bedah juga
perlu dilakukan pada kondisi tertentu. Pada pankreatitis kronik tritmen ditujukan
untuk mengatasi nyeri kronik, malabsorpsi, dan diabetes.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai