10
Puisi-puisi Iman Budi Santosa (IBS) 2003-2013
Hak cipta ada pada Iman Budi Santosa/Iman Budi Susu (IBS).
Daftar Isi
Puisi-puisi:
Masa Lalu yang Terkalahkan 5
Pramuka SMUNDA 7
Gemerlap Malam 8
Akankah Kau Kembali? 9
Aku Kembali 11
Berlari dalam Hujan 12
Eksploitasi 13
Raja IQ 14
Antonim Yudistira 16
Romeo dan Juliet Versi Gurun 17
Rebel Poem 19
Sobekan-sobekan Kertas 20
Tangis 22
Kurikulumkirimkelam 24
Sinta dan Cinta Sejati 25
Superbitch 29
Deklarasi Kemerdekaan 33
Tangisan Hitam 35
Di Pengasingan 36
Lupa 37
Kabar Kegelapan 38
Sebuah Pertemuan 1 39
Sebuah Pertemuan 2 40
Untuk Seorang Penyair 41
Kau Baru Saja Pergi 42
Manusia 1 43
Roberto Roof 45
Kepala Penismu (Penguntit) 47
Di Kehidupan yang Lain 48
Aku Mencintaimu 49
Mengenang 51
W 52
Kekasihku 53
Terbang 55
Suatu Hari Nanti 56
Tentang Penulis 57
Kepada mereka yang menginspirasi puisi-puisi di kumpulan puisi ini dalam 10 tahun
terakhir...
Muhammad Alfat Rahmat Sudrajat, Peri Apriadi, Nurmukhlis Abdullah, Muhammad Isa
Ramadhani, Toni Irwana, Ramdhan Wiguna, Yati Nuryati, Muhammad Lukman Deris
Firdaus, Galih Fernanda, Nurkafa Akbar, Yeyet Rohaeti, Lie Shen Shen Yulius, Afnaldi
Syaiful, Wida Waridah, Putra, Wiku Baskoro, Dika Jatnika, (alm) Samsir Mohamad,
Sutikno, Syarif Maulana, Matthew Kuntzi, Haji Herman Hidayat, Mimi Fadmi, dan
semua teman kencanku yang ganteng-ganteng dan kekar-kekar. ;-*
IBS
Mei 2013
Cerita Lalu
(terbit pertama kali pada bulan Desember 2003 di perpustakaan SMAN 2 Kuningan)
Pramuka SMUNDA
: untuk semua bantara dan penegak SMUNDA
beringas mata sang bantara memandang
suara lancangnya terus terdendang
ketakutan kami semakin menjelang
akan sang bantara yang siap menantang
amukan, bentakan, dan amarahannya terlaksana
melepaskan keheningan hati kami semua
sang bantara, kataku, jahat dan kejam!
sebab pikiran kami mereka paksakan
inilah selintas kisah pramuka SMUNDA
yang terpandang galak, disiplin, dan tertata
namun, tersimpan keganjilan untuk kami semua
yang membuat kusutnya pikiran kami semata
seribu kali terpikirkan renungan
bahwa pramuka ini pun ada faedah tersimpan
yang membuat kami kuat dan bersigapan
walau sementara terasa pahit di perasaan
Oktober 2003
*) Puisi Pramuka SMUNDA ini terdapat dalam buku kumpulan puisi IBS yang berjudul Cerita Lalu
(2003). Puisi ini menuai kontroversi di SMAN 2 Kuningan pada akhir tahun 2003 karena sejumlah anggota
bantara dalam ekstra kurikuler pramuka di SMA tersebut menganggap puisi ini "menghina" ekstra
kurikuler pramuka di sekolah tersebut. Selain itu, puisi ini diulas dan dimuat di majalah "Lensa" edisi Mei Juli 2005.
Gemerlap Malam
malam yang begitu indah
angin bertiup penuh desah
bagai penari yang tiada lelah
menari-nari begitu lincah
kerlip bintang terpandang remang
bagai lampu senter di hutan tenang
karena kegelapan menerjang
sinarnya berkerlip-kerlipan
jiwa di malam
terlihat begitu mesra
bagai kumbang dan bunga
senantiasa bersama
menuju impian bersama
realita
bagiku gemerlap malam
yang munafik dan selalu dendam
walau wajah dingin dan cemerlang
namun gelap hati dan harapan
November 2003
*) Puisi Gemerlap Malam ini terdapat dalam buku kumpulan puisi IBS yang berjudul Cerita Lalu
(2003).
November 2003
*) Puisi Akankah Kau Kembali? ini terdapat dalam buku kumpulan puisi IBS yang berjudul Cerita
Lalu (2003).
Kontroversi
(terbit pertama kali pada bulan Juli 2004 di perpustakaan SMAN 2 Kuningan)
10
Aku Kembali
hilang
masa gemilang
luruh
masa gemuruh
hampa terasa
dunia mereda
goresan tinta mulai terhenti
di pojok meja sudut aksara
menanti hari sebuah mimpi
bagaikan Rama menunggu Sinta
siang ini dan malam ini
suka ini dan duka ini
sepi ini dan ramai ini
silih berganti melayang pergi
tapi
tidak!
kini duniaku terang kembali
asa yang telah mati
kini terlahir kembali
seperti mentari di pagi hari
tetesan tinta menggores lagi
menguntai kata seribu arti
membuka pintu yang tertutupi
dan kini aku kembali
April 2004
*) Puisi Aku Kembali ini ditulis oleh IBS dan Ina Setiawati dengan judul sebelumnya Kembaliku Pada
Puisi dan terdapat dalam buku kumpulan puisi IBS yang berjudul Kontroversi (2004).
11
Januari 2004
*) Puisi Berlari Dalam Hujan ini terdapat dalam buku kumpulan puisi IBS yang berjudul Kontroversi
(2004).
12
Eksploitasi
sunyi sepi
kudengar di hati
dalam bathinmu
yang biru kelabu
kuhisap sedih
kuinjak pedih
dalam hatimu
yang masih lugu
kukecup jiwa
bersama cinta
pada dirimu
yang haus cintaku
kuhapus sepi
kulebur sunyi
namun kau tiru
semua caraku
Maret 2004
*) Puisi Eksploitasi ini terdapat dalam buku kumpulan puisi IBS yang berjudul Kontroversi (2004).
13
Raja IQ
Raja IQ
kepintarannya tinggi
namun sering khianati
dengan memanipulasi
semua fakta di sini
Raja IQ
bertopeng manis
dan malunya miris
hatinya akan teriris-teriris
bila kebusukannya tergubris
Raja IQ
kini
kehilangan tahta
dan motivasi
serta inspirasi
untuk membohongi
ia pun tiada
topengnya telah terbuka
April 2004
*) Puisi Raja IQ ini terdapat dalam buku kumpulan puisi IBS yang berjudul Kontroversi (2004).
14
Siluet
(terbit pertama kali pada bulan April 2005 di perpustakaan SMAN 2 Kuningan)
15
Antonim Yudistira
mulutmu seperti pena
yang lebih tajam dari pedang
menusuk jiwa
membelah
rangkaian cinta
menjadi
bualan nista
hatimu seperti merkurius
yang lebih panas dari venus
memanggang sukma
membakar
gelora jiwa
menjadi
abu sia-sia
jiwamu seperti singa
yang lebih ganas dari macan
menyerang asa
mencakar
belaian sayang
menjadi
goresan murka
Oktober 2004
*) Puisi Antonim Yudistira ini terdapat dalam buku kumpulan puisi IBS yang berjudul Siluet (2005).
Selain itu, puisi ini diulas dan dimuat di majalah "Lensa" edisi Mei - Juli 2005.
16
17
Desember 2004
*) Puisi Romeo dan Juliet Versi Gurun ini terdapat dalam buku kumpulan puisi IBS yang berjudul
Siluet (2005). Selain itu, puisi ini membuat IBS meraih Juara 3 Lomba Menulis Puisi yang
diselenggarakan oleh Forum Lingkar Pena (FLP) Bandung tahun 2005.
18
Rebel Poem
dedicated to SMANDA December 2004
mungkin warna hitam
telah menjerat hatiku
mungkin hembusan angin
telah menyaput harapanku
mungkin hunusan pisau
telah menusuk jiwaku
mungkin gelombang laut
telah mengikis asaku
meleburkan sudah
bahkan pada sejernih air
wujudku tak tergambar
bayang di permukaan pun menghilang
lenyapkan hadirku
dalam khayatmu
walau bunga sajakku mengharumimu...
dan
bau busuk kau semburkan pada bungaku
Haruskah aku memerangimu?
Februari 2005
*) Puisi Rebel Poem ini terdapat dalam buku kumpulan puisi IBS yang berjudul Siluet (2005). Selain
itu, puisi ini diulas dan dimuat di majalah "Lensa" edisi Mei - Juli 2005.
19
Sobekan-sobekan Kertas
Sayang sekali
sobekan-sobekan kertas berceceran
di kolong mejaku
hanya tertuliskan
puisi-puisi terindah
tentangmu
namun kau hanya
mimpi-mimpi
semu
April 2005
*) Puisi Sobekan-Sobekan Kertas ini terdapat dalam buku kumpulan puisi IBS yang berjudul Siluet
(2005). Selain itu, puisi ini diulas di majalah Lensa edisi Mei Juli 2005.
20
Independen
(terbit pertama kali pada bulan Januari 2006 di perpustakaan SMAN 2 Kuningan)
21
Tangis
Tangis
mengalir tiada henti
banjiri setiap mimpi
di dalamnya
banyak bertumpukan
kepedihan-kepedihan
sejak sekian lamanya
Karenamu
April 2005
*) Puisi Tangis ini ditulis oleh IBS dan Nur Asiah Jamilah dan terdapat dalam buku kumpulan puisi
pilihan IBS yang berjudul Independen (2006).
22
23
Kurikulumkirimkelam
Seperti hari-hari dan bulan-bulan dan tahun-tahun biasanya, kami duduk berbarisan
berjajaran berbanjaran di sebuah ruangan. Rapi dan siap menerima santapan baru tentang
(katanya) ilmu yang seleranya begitu-begitu saja tanpa ada penyedap rasa: Hambar.
Termangu menatap papan yang berisi rumus-rumus dan istilah-istilah. Lalu berurusan
panas dengan ulangan-ulangan atau remedial-remedial, tanpa praktek-praktek atau
aplikasi-aplikasi jelas di kehidupan dan hanya diterapkan di lembaran putih buku-buku
tulis, tanpa jaminan akan terserap kemudian jadi cakap.
Saat nilai jadi patokan mana si bodoh dan mana si pintar, kami ketakutan hingga kami
ingin melawan ketakutan kami, agar tak ada kata bodoh, tolol, atau bebal menerpa
telinga kami karena kenapa harus dengan nilai sepuluh atau seratus bisa membuat pujianpujian kami ini pintar? Atau kenapa harus dengan nilai lima, empat, atau nol bisa
membuat olokan-olokan kami ini bodoh?
Kami pun menipu setiap tulisan yang tertera di lembaran surat pertarungan penentu nilai
kami dengan dokumen rahasia negara kami dan kerjasama antar negara kami. Hingga
siasat kami pun membuahkan hasil yang memuaskan. Hingga tak ada celaan dan selalu
ada pujian untuk kami dari mereka. Hingga kami tak punya apa-apa dari apa yang mereka
beri. Hingga kami terbuai di atas kebohongan kami. Hingga mereka dibodohi oleh
kebodohan kami karena kebodohan mereka.
Setelah hari-hari dan bulan-bulan dan tahun-tahun kemudian, kami tak berurusan dengan
nilai-nilai itu lagi. Kami duduk berbarisan berjajaran berbanjaran penuh kerapian di
belantara lapangan yang disesaki persaingan ketat keahlian. Kami pun gelagapan. Sebab
apa yang kami bisa? Bila setelah hari-hari dan bulan-bulan dan tahun-tahun yang lalu,
kami menerima penghargaan atas kebohongan kami dari mereka yang tak pernah
mengajari kami bagaimana berjalan sesungguhnya di kehidupan dengan apa yang mereka
beri.
Mereka pun gelagapan.
24
25
26
27
28
Superbitch
Kau dan aku suatu hari bertemu
Ketika rintik hujan berdatangan menghunjam
Tapi aku tak membawa payung
Padahal aku sudah berniat untuk berhenti berkeliaran
Di mendung hari
Aku pun berteduh di rumah yang kau bangun
Di balik bilik-bilik desah menyesakkan kota
Dan kau balas dengan senyum selamat datang
Hening
Padahal di luar rumah banyak kebisingan
Dari air-air langit yang berjatuhan
Gelombang bunyi enggan keluar dari mulut kita
Maka, aku ingin memecah keheningan itu
Di antara rintik hujan yang menyeringai
Sejenak kau mengerling, kita pun bicara
Tentang perahu yang terbalik
Saat lautan pasang karena realita
Mungkin memang seharusnya
layar berkembang saat
angin menerpa, agar
tak ada ombang-ambing
yang membingungkan.
Tapi, siapa yang mampu bertahan?
Walau pesiar menyiar, pasti akan kandas
terbawa ombak.
Maka aku berdiri, menjejaki pulau yang kusinggahi
di negara kehidupan. ucapmu
Entah karena iba atau entah
Aku seakan menemukan kesempurnaan tak tersinggah
Dalam kata-kata yang terucap dari mulutmu
Yang mulai basah oleh segelas hujan
Lantas kubertutur,
Tapi inilah dinamika kehidupan, menurutku.
Untuk apapun, terkadang kita
menelaah lewat satu teropong kecil saja
sedangkan laut luasnya tak bisa terjamah olehnya.
29
30
31
Berserakan di sekitarmu
Dan kau sapu dengan jilatan lidahmu
Tak lama kemudian, aku memberimu sedikit pesan melalui
Kecupan gelombang udara, setelah menjauh dari rumahmu,
Aku mendapatkan sesuatu yang sudah lama kunantikan
dalam tulisan penaku setelah pertemuan tadi.
Ya, judul yang kunantikan itu!
Dan kau balas dengan tanda tanya mengerut.
32
Deklarasi Kemerdekaan
Langit biru yang memancarkan cahaya ultra violet
Menelusuri kepalaku dengan tanya
Di manakah kekalahan? Di manakah kemenangan?
Saat otak yang merancang peperangan tergoyahkan
Hanya oleh kepentingan yang berkilat-kilat?
Kebisuan seakan bersuara, lebih nyaring dari teriakan serangan
Yang menggempur ketentraman dan kekosongan pandangan
Tentang kehidupan yang bersembunyi di balik bukit
Menyusut di antara rimbun rerumputan yang lebat
Tempat mempersiapkan ranjau kehancuran
Hanya harapan
Yang bisa mempertahankan tiang negeri keyakinan
Tapi, apa artinya harapan?
Bila keyakinan berupa puisi-puisi picisan
Yang berkompensasi dari pahitnya kenyataan?
Semua pada akhirnya kembali ke jiwa yang lapar
Merenggut kemerdekaan agar kenyang berkelakar
Dan kemerdekaan seolah surat pernyataan
Yang siap usang dimakan zaman
Dideklarasikan lewat mikrofon kuno yang mengerang
Kurang terkontrol oleh sound-system perenungan
Kemerdekaan seperti itu
Nyatanya menjadi salju yang membekukan bayangan
Langkah demi langkah membias di tanah putih
Lantas tersesat di gunung es yang seluas kepala sendiri
Kemerdekaan bagiku
Adalah masa depan yang tak usah memaksa jejak
Ia datang sendiri dengan air sungai yang menapak
Pada laut yang semakin dewasa menebar ombak
33
34
Tangisan Hitam
Mungkin mentari takkan bersinar lagi di wajahku
Aku tahu
Wajahku dipenuhi dendam pada pagi yang kabur
Mungkin rembulan takkan terpancar lagi di senyumku
Aku tahu
Senyumku ternodai luka pada malam yang lebur
Ternyata aku meratapinya
Saat semua itu belum tiba:
Dengan riang aku berjalan
Menuju candu di pesakitan
Tanah retak bukanlah keluhan
Hujan luka tidaklah sialan
Kisah senantiasa berulang
Menebarkan pengalaman
Tangisan hitam kualirkan
Pada sungai kenistaan
Berharap sampai di lautan
Deburkan ombak kearifan
35
Di Pengasingan
Sejak dulu, di pengasingan, aku selalu menyanyikan lagu
Diiringi bunyi kegelapan yang menyuarakan luka waktu
Liriknya tentang kemerdekaan yang menghilangkan ragu
Terdendang bersama belenggu kelabu pada kesendirianku
Sebenarnya, aku tak sendirian, ada gelisah yang menemani
Juga dengung kenangan yang terdengar sendu sekali
Menambah pilu alunan lagu yang kunyanyikan
Hingga bertabuhan air mata yang berlinang
Seringkali, sambil menyanyi, aku merindukan mentari
Ia selalu tersenyum padaku saat datangnya hari
Dan mengecupku dengan embun-embun puisi
Di pengasingan, mentari diusir hingga pergi
Seharusnya, dengan sadar, aku tak boleh menyanyi
Di pengasingan, ada peraturan dilarang menyanyi
Bila melanggar, sepi akan menghukum dengan keji
Atas undang-undang fana berlandaskan lara hati
Sayang sekali, aku tak peduli, walau aku selalu dihukum
Biar langit jiwaku membasah, agar hujan kasih kian turun
Berharap membanjiri pengasingan hingga luluh dan runtuh
Walau perjuangan telah mengorbankan hakikat tubuh
36
Lupa
Ayah, kita senantiasa mencatat kelam
Pada hujan di sore kelabu
Yang meneteskan sendu
Adzan magrib pun berkumandang
Membawakan pesan
Tentang kemarau yang indah:
Kering air mata lirih kita
Perlukah merasa tersakiti bila sudah terobati?
Ayah, kini aku lupa pergantian musim
(Kenanganmu tak lagi bermukim)
37
Kabar Kegelapan
Ibu, aku selalu lupa mengabarkanmu:
Angin masih menembus tubuhku
Seperti hantu
Dan membelai jiwaku, sodorkan rindu
Malam sendu
Aku terdiam dalam kelam
Ibu, apakah kau bisa tidur? Aku tahu:
Lelapmu menulis pilu tentangku
yang berkali-kali dicoret,
diperbaiki, dicoret lagi, diperbaiki lagi
Lantas menjadi puisi mimpi
Sedangkan aku seolah bangga pada malam
Yang membuat lelap menjadi alat
Untuk meniduri kenangan
Aku terdiam dalam kelam
38
Sebuah Pertemuan 1
: Dika Jatnika
Akhirnya kita sama-sama tahu
Cuaca dingin yang menebar angin kali ini
Adalah rindu-rindu awan kelabu:
Sebelum gerimis datang, terucaplah doa
Tentang pertemuan hujan yang tak sempat terwujud
Demikianlah
Hingga menjadi cerita di musim yang basah
Pada batas khatulistiwa yang meradang
Dan langit meratap, sebuah kebiasaan
Mendirikan kehampaan
Maka
Kau pun melebur ke dalam udara
Di musim selanjutnya, sambil menanti hujan
Membasahi tangismu yang mengering
Sedangkan aku menjadi puing-puing
Yang terombang-ambing
Oleh alam yang menjerit nyaring
39
Sebuah Pertemuan 2
: Dika Jatnika
Dan kita pun merebus pertemuan itu
Menjadi air mata yang mendidih
Tebarkan uap yang melukis perih
Menyatu dengan angin riuh nan lirih
Lantas kau putuskan untuk terbang
Agar melaju ke angkasa pilu
Raih awan-awan kelabu
Seperti harapan tanah tandus pada hujan
Sedangkan aku masih terdiam
Membeku dengan dinginnya malam
Mendurja pada kelam yang selalu bungkam
Seolah menghilangkan bising kejujuran
Mungkin hanya kicau burung hantu
Yang bisa menjelaskan
Mengapa sunyi itu penuh rahasia
40
41
42
Manusia 1
Walau tubuhmu kian lapuk dengan mati
Jiwamu masih kusimpan dalam puisi
43
44
Roberto Roof
Masihkah kau ingat masa itu?
Begitu cantiknya tanah yang kita pijak
Seperti bidadari khayangan menyergap bumi
Daun-daun tak berguguran, melainkan semi menghijau
Bersama hilir mudik angin sejuk dari Ciremai*
Dalam keteguhan vulkanik yang sedu sedan
Hingga lahirlah penghujan yang memberi kenangan
Dan kau melihat jiwaku menembus awan kelam
Hatiku menari mendung di atas rambutmu
Air mataku memata-matai permata matamu
Kita pun saling menebar senyum, menepis kabut kelabu
Kau jangan berbicara!
Aku tahu isi kepalamu yang bercabang kata-kata
Aku tahu!
Karena aku terpaut pada debam di pintumu
Sungguh kerasnya rindu hingga memecah cermin
Maka merenunglah dengan hampa puing-puing
Masihkah kau ingat masa itu?
Adalah tempat yang ingin kutuju setelah meninggalkannya
Kini kita meratap di atap pengap yang amat senyap
45
Cinta Brengsek
(terbit pertama kali pada bulan Oktober 2010 oleh IBS Official Website dalam format
digital bersamaan dengan karya fotografi dengan judul yang sama)
46
47
48
Aku Mencintaimu
Aku mencintaimu
Pada keindahan malam
Kutitipkan rembulan
Di cahaya temaram yang kau sulam
Aku mencintaimu
Pada sinar mentari
Kumenaruh pagi
Di kecupan embun yang kau beri
Tapi hidup melukis pelangi
Hiasi langit biru
Aku akan singgah
Seperti air mengalir
Ke muara jiwa yang riuh permai
Di mana kasih sejuk membelai
Biar cinta ini mengalun abadi
Tanpa selalu tergenggami
Tahukah kau?
Kita adalah dua titik debu di tumpukan kelabu
49
50
Mengenang
Sungguh kekasihku
Cinta kita adalah cangkang telur yang rapuh
Dengan hantaman yang terkadang lembut
Pecahlah ruang-ruang di dalam
Hingga cairan tumpah ruah
Menyisakan licinnya bencana
Sungguh kekasihku
Gemintang yang genit tak mampu kupinjam
Rembulan pucat pasi tak bisa kubawa
Untuk hangatkan nuansa beku di antara kita
Rambutmu masih tergerai oleh angin hujan
Melambai-lambaikan kenangan
Mengisyaratkan kehampaan
Sungguh kekasihku
Masa silam menyimpan senyuman senja
Kita hanya termenung murung
Seharusnya bergegas bangun
Berlari mengejar siang
Kisahku bersamamu selintas kabut malam
Yang akan menghilang dengan sang fajar
51
W
Aku tak mau lagi tidur di ranjang cintamu
Atau membelai seprei dadamu yang berbulu:
Tipis-tipis menggelikan dan mengecup haru
Malam demi malam menangisi waktu
Dalam ritus birahi yang menjamah pilu
Mungkin aku harus bertapa dalam kelam
Sampai kau mengerti tentang kehampaan
Yang selalu aku tanam dalam angan
Membuatmu semakin tak berharga
Dan desahku tersebar cuma-cuma
Tidakkah kau mengerti makna kesetiaan kita?
Adalah racun yang paling mematikan asa
Tempat rembulan membuat pusara untuk semua malam
Pada birahi yang kita taburkan dengan mata terpejam
Dan bila kita membukakan mata
Cinta menjadi tuhan yang berdosa
52
Kekasihku
Dia adalah sosok yang dinistai ulama payah
yang menyentuhku dengan kata yang patah
Lantas bercinta denganku dalam luka sejarah
Kisah Romeo dan Juliet dirobeknya susah-susah
yang menghasilkan kutukan-kutukan bedebah
Dari mereka yang menulis sumpah serapah
Mungkin kau akan melarangku untuk bersamanya
Dan mengecamku dengan sangat hina dina
Sambil menyantap kitab suci yang tak mampu kau cerna
Mencari-cari hukuman paling merah di dalam neraka
Sedangkan darahmu mengalahkan bara merahnya
Aku sama sekali tak mau peduli
Dia tetap bersamaku bersihkan sepi:
Kecupkan namaku saat hatinya menangis
Berharap takdir tak terbaca dengan bengis
Tak ada romansa biasa, tak ada puisi-puisi cinta
Aku dan dia berjalan di atas serpihan cahaya
Tersenyum pada mentari saat menyambut hari
Kau terbangun menggapai mimpi
Tentang cinta dan kebahagiaan hati
Aku dan dia tak perlu mencarinya lagi:
"Tuhan berlindung kepada kutukan setan yang suci."
53
54
Terbang
Di KFC Merdeka, kita rundingkan perkara kelu
tentang belenggu patriarki di banyak penjuru
dan kita racik ceria di kesederhanaan Imami
berbumbu pemberontakan atas jajahan lelaki
lantas kau menangis padaku karena suamimu yang berdebu
hatinya telanjur usang oleh zaman yang tak mampu ia sapa
buku-buku di kepalanya genggam teori yang membatu:
dua pernikahan dilahapnya tanpa dicerna rasanya
hingga aku mencintaimu dengan darah yang manis di tubuhku
kerap kukirim kehangatan waktu untuk dinginnya doamu
kala kau terjang mimpi-mimpi tentang masa depan
yang penuh nanah dan suramkan kepulangan
kau pun mencintaiku dengan perjuangan hujan
sembuhkan lara kekeringan atas murka sepiku
nutrisi basahnya tumbuhkan bunga kebebasan
bugarkan jiwaku dan jauhkan euforia cumbu
tapi mungkin kita terlena oleh sunyinya geram kegelapan
kicau burung hantu isyaratkan bisunya kelam malam
ada banyak hitam, kita terlalu bebas menafsirnya
padahal kebebasan meratapi kepekatannya
ternyata itu hanya aku, bukan juga kau
sucikan sugesti sendiri yang penuh keluh
kau terguling ke dalam sesal yang parau
kutukan takdir melucutimu dengan gaduh
aku tak dapat meraihmu di mana pun lagi
kau kehilanganku dengan khianat yang dini
jarak akhirnya rapat pada pelepasan mati
kita berpisah dengan letih yang pasti
kini aku sudah terbang jauh dari kisah kita
kutemukan nirwanaku pada awan mendung
walau masih tersisa endapan perjalanan kita:
selalu merdeka dan meraung-raung
55
56
Tentang Penulis
Iman Budi Santosa, atau dikenal dengan nama
panggilan IBS dan memiliki nama panggung Iman
Budi Susu, lahir di Kuningan, Jawa Barat, pada
tanggal 27 Desember 1987. Semasa SMA, IBS
meraih Juara 1 Lomba Cipta Puisi Universitas
Kuningan tahun 2004 dan Juara 3 Lomba Menulis
Puisi Forum Lingkar Pena Bandung tahun 2005.
Selain itu, puisi-puisi IBS pernah diulas dan dimuat
dalam majalah "Lensa" dan koran "Jurnal Nasional"
serta tergolong ke dalam buku "Antologi Puisi
Berbahasa Daerah" (2008) yang diterbitkan oleh
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa
Barat dan buku "Ziarah Kata 44 Penyair" (2010)
yang diterbitkan oleh Majelis Sastra Bandung.
IBS yang merupakan lulusan Teknik Informatika Universitas Padjadjaran Bandung ini
juga telah menulis 6 buku antologi puisi tunggal yang berjudul "Cerita Lalu" (2003),
"Kontroversi" (2004), "Siluet" (2005), "Independen" (2006), "Ayah, Aku Benci Padamu"
(2007) dan "Merenggut Kembali Keperjakaan" (2009). Tahun 2010 hingga 2012, IBS
menerbitkan 3 kumpulan puisi dalam format digital bersamaan dengan karya fotografi,
yaitu "Cinta Brengsek" (2010), "Cinta Brengsek 2: Lelaki Monster" (2011) dan "Selamat
Tinggal, Cinta Brengsek!" (2012). Selain menulis puisi dan mengikuti beberapa kegiatan
klub puisi dan sastra di Bandung bersama teman-teman penyair/penulisnya, IBS sempat
menggeluti dunia teater, yaitu dengan bergabung dan mengikuti produksi pergelaran
teater musikal bersama Studiklub Teater Bandung (STB). IBS juga kerap tampil
membacakan puisi, membawakan "dance performance" dan "performance art" di
sejumlah pertunjukan seni di Bandung dan Jakarta dengan konsep pemberontakan
terhadap diskriminasi yang terjadi pada kaum minoritas, khususnya minoritas
gender/seksual. Karya "performance art" dan fotografinya meraih komentar positif dari
sejumlah seniman di berbagai negara, seperti Hong Kong, Singapura, Jepang, Australia
dan Swiss. Kunjungi websitenya di http://www.ibswebsite.tk.
57