Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah korupsi bukan hal yang baru di Indonesia. Secara yuridis istilah korupsi
sudah dikenal sejak tahun 1957 dalam bentuk Peraturan Militer Angkatan Darat dan Laut
Republik Indonesia Nomor PRT/PM/06/1957. Peraturan Penguasa Militer dibuat karena
Undang-Undang Hukum Pidana yang dianggap tidak mampu lagi menanggulangi
permasalahan korupsi, pada saat itu korupsi dianggap sebagai penyakit masyarakat yang
menggerogoti kesejahteraan rakyat, menghambat pembangunan, merugikan perekonomian,
dan mengabaikan moral. Peraturan Penguasa Militer dapat dikatakan sebagai upaya awal bagi
Pemerintah untuk menanggulangi korupsi, sehingga saat ini dikeluarkannya Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

namun adanya peraturan perundang-

undangan tersebut belum mampu menekan angka korupsi yang semakin meningkat. Apalagi
di era orde baru, yang semula paling lantang menentang praktik korupsi, justru membuat
korupsi semakin tumbuh subur dengan berbagai kebijakan penyelenggaraan pemerintahan
yang penuh dengan unsur-unsur korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Menurut Arifin (2000, 2) mengatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah menyatu
menjadi sistem penyelenggaraan pemerintahan (sistemik), bahkan pemerintahan akan hancur
jika korupsi benar-benar diberantas.
Salah satu upaya Pemerintah untuk menanggulangi tindak korupsi adalah dengan
melaksanakan audit investigatif. BPK-RI sebagai lembaga yag dipercaya dan memiliki
kewenangan dalam melaksanakan audit investigatif serta terpercaya dalam memberantas
korupsi.
Sebelum memulai suatu investigasi, pimpinan atau lembaga perlu menetapkan apa
yang sesungguhnya ingin dicapai dari investigasi itu. Investigasi merupakan proses yang
panjang, mahal, dan bisa berdampak negative terhadap perusahaan atau stakeholdersnya.
Proses yang panjang dan lama, diikuti dengan banyaknya pihak (baik intern maupun
ekstern) yang terlibat atau dilibatkan, menyebabkan investigasi itu menjadi mahal.
Perusahaan juga harus menyediakan banyak sumber daya atau harus meng-commit sumber
daya yang akan disediakan.

Seminar Auditing

Page 1

Reputasi perusahaan juga bisa hancur jika pengungkapan investigasi ini tidak
dikomunikasikan dengan baik. Karena itu, tujuan dari suatu investigasi harus disesuaikan
dengan keadaan khusus yang dihadapi,dan ditentukan sebelum investigasi dimulai.
1.2 Tujuan
Tujuan Investigatif:
Dibawah ini disajikan bermacam-macam alternative mengenai tujuan investigasi:
1. Memberhentikan manajemen. Tujuan utamanya adalah sebagai teguran keras
bahwa manajemen

tidak mampu mempertanggung jawabkan kewajiban

fidusiernya. Kewajiban fidusier ini termasuk mengawasi dan mencegah terjadinya


kecurangan oleh karyawannya.
2. Memeriksa, mengumpulkan dan menilai cukupnya dan relevannya bukti. Tujuan
ini akan menekankan bisa diterimanya bukti-bukti sebagai alat bukti untuk
meyakinkan hakim di pengadilan. Konsepnya adalah forensic evidence, dan bukan
sekedar bukti audit.
3. Melindungi reputasi karyawan yang tidak bersalah. Misalnya dalam pemberitaan
di media masa bahwa karyawan di bagian produksi menerima uang suap. Tanpa
investigasi, reputasi dari semua karyawan dibagian produksi akan tercemar.
Investigasi mengungkapkan siapa yang bersalah. Mereka yang tidak bersalah
terbebas dari tuduhan (meskipun perguncingan seringkali tetap tidak terhindari).
4. Menemukan dan mengamankan dokumen yang relevan untuk investigasi. Banyak
bukti dalam kejahatan keuangan berupa dokumen. Jika banyak dokumen disusun
untuk menyembunyikan kejahatan, atau jika dokumen ini dapat memberi petunjuk
kepada pelaku dan penanggung jawab kecurangan, maka tujuan dari investigasi
ini adalah menjaga keutuhan dokumen. Ruang kerja harus diamankan, tidak boleh
ada orang masuk keluar tanpa izin, dokumen harus diindeks dan dicatat.
5. Menemukan asset yang digelapkan dan mengupayakan pemulihan dari kerugian
yang terjadi. Ini meliputi penelusuran rekening bank, pembekuan rekening, izinizin untuk proses penyitaan dan atau penjualan asset, dan penentuan kerugian
yang terjadi.
6. Memastikan bahwa semua orang, terutama mereka yang diduga menjadi pelaku
kejahatan, mengerti kerangka acuan dari investigasi tersebut; harapannya adalah
bahwa mereka bersedia bersikap

kooperatif dalam investigasi itu. Teknik

pelaksanaannya adalah dengan dengar pendapat orang terbuka yang


Seminar Auditing

Page 2

menghadirkan orang luar sebagai panelis. Orang luar ini biasanya orang
terkemuka dan terpandang. Hal ini umumnya dilakukan apabila operasi tertutup
dan rahasia (covert operations) gagal mengungkapkan kecurangan yang
berdampak luas.
7. Memastikan bahwa pelaku kejahatan tidak bisa lolos dari perbuatannya. Ada dua
versi dari pendekatan ini. Pertama, lakukan penuntutan tanpa pandang bulu,
berapapun besar biayanya, siapapun pelakunya (penjahat besar maupun kecil). Hal
ini akan mengirimkan pesan kepada seluruh karyawan dan pihak luar, bahwa
perusahaan atau lembaga itu serius dalam mengejar si penjahat. Kedua, kejar si
penjahat untuk mengembalikan dana atau asset yang dicurinya, dan kemudian
minta dia mengundurkan diri atau diberhentikan. Pendekatan kedua, lebih
tenang, tak ada gembar-gembor.
8. Menyapu bersih semua karyawan pelaku kejahatan. Seperti pada butir diatas,
tujuan utamanya adalah menyingkirkan buah busuk agar buah segar tidak ikut
busuk. Pendekatannya adalah pendekatan disiplin perusahaan. Pembuktian
terhadap tindak kejahatan ini mungkin tidak akan lolos disidang pengadilan. Tapi
pembuktian disini diarahkan kepada penerapan peraturan intern perusahaan.
9. Memastikan bahwa perusahaan tidak lagi menjadi sasaran penjarahan.
Kecurangan menggerogoti sumber daya perusahaan, dan umumnya pemulihan
kerugian ini tidak ada atau sangat sedikit. Pendekatan ini menghentikan kerugian
lebih lanjut dan menutup celah-celah peluang (loopholes) terjadinya kejahatan.
10. Menentukan bagaimana investigasi akan dilanjutkan. Apakah investigasi akan
diperluas atau diperdalam, atau justru dibatasi lingkupnya. Kadang-kadang suatu
investigasi dilaksanakan secara tentative atau eksploratif dan bertahap. Dalam
investigasi ini laporan kemajuan memungkinkan evaluasi, apakah kita akan
melanjutkannya dan jika ya, bagaiman lingkupnya.
11. Melaksanakan investigasi sesuai standar, sesuai dengan peraturan perusahaan,
sesuai dengan buku pedoman. Tujuan semacam ini biasanya didasarkan atas
pengalaman buruk. Dimasa lalu, misalnya, tujuan dari pada investigasi adalah
untuk menangkap pelakunya. Ketika investigasi dilakukan secara gencar,
investigasinya kebablasan dan pelaksanaannya melanggar ketentuan.
12. Menyediakan laporan kemajuan secara teratur untuk membantu pengambilan
keputusan mengenai keputusan mengenai investigasi ditahap berikutnya. Banyak
investigasi bersifat iterative, artinya suatu investigasi atas dugaan kejahatn
Seminar Auditing

Page 3

menghasilkan temuan baru yang melahirkan dugaan tambahan atau suatu dugaan
baru. Investigasi pertama diikuti dengan investigasi berikutnya, dan seterusnya,
secara iterative memperluas pemahaman invstigator mengenai berapa dalamnya
masalah yang dihadapi. Konsultasi, diskusi, dan presentasi dari temuan-temuan
secara berkala(mingguan, misalnya), merupakan ciri khas dari pendekatan ini.
13. Memastikan pelakunya tidak melarikan diri atau menghilang sebelum tindak
lanjut yang tepat dapat diambil. Ini biasanya merupakan tujuan investigasi dalam
hal pelaku tertangkap tangan seperti dalam kasus pencurian di supermarket.
Umumnya kejahatan ditempat kerja tidak memiliki cirri kasus ini karena
karyawan dikenal atau mempunyai identitas yang disimpan dalam pencatatan
perusahaan. Tetapi dalam kejahatan tertentu, misalnya penggelapan uang yang
melibatkan pihak-pihak diluar perusahaan, pendekatan ini sangat tepat.
14. Mengumpulkan cukup bukti yang dapat diterima pengadilan, dengan sumberdaya
dan terhentinya kegiatan perusahaaan seminimal mungkin. Pendekatan ini
berupaya mencari pemecahan yang optimal dalam kasus yang terjadi.
15. Memperoleh gambaran yang wajar tentang kecurangan yang terjadi dan membuat
keputusan yang tepat mengenai tindakan yang harus diambil. Hasil investigasi
seringkali ditindaklanjuti secara emosional. Jika karyawan itu disukai oleh atasan
atau rekan sekerjanya, pimpinan cenderung memaafkan perbuatannya dan tidak
memaanfaatkan peluang untuk memperbaiki sistem yang berhasil dijebolnya.
Sebaliknya, jika pimpinan atau rekan sekerjanya tidak menyukai si pelaku
kecurangan, pimpinan cenderung menghukumnya seberat-beratnya. Kedua sikap
tadi akan merugikan perusahaan. Dengan memperoleh gambaran yang layak (fair)
maka pimpinan secara sadar membuat keputusan tentang siapa yang melakukan
investigasi (harus seorang professional) dan bagaimana tindaklanjutnya.
16. Mendalami tuduhan (baik oleh orang dalam atau luar perusahaan, baik lisan
maupun tertulis baik dengan nama terang atau dalam bentuk surat kaleng) untuk
menanggapinya secara tepat. Investigasi yang didasarkan pada tujuan ini, tidak
akan menelan mentah-mentah fakta yang diajukan dalam tuduhan itu. Fokusnya
adalah pada konteks tuduhan itu apakah tuduhan itu akan dianggap serius.
17. Memastikan bahwa hubungan dan suasana kerja tetap baik. Hal ini sangat penting
ketika morale kerja merupakan kunci keberhasilan dalam perusahaan atau tim
kerja.
Seminar Auditing

Page 4

18. Melindungi nama baik perusahaan atau lembaga. Tujuan dari investigasi ini
tentunya bukan untuk melindungi lembaga yang sebagian besar memang sudah
korup. Jika tujuan ini ditetapkan dalam kondisi semacam ini, maka yang tejadi
adalah persekongkolan jahat atau kolusi. Tujuan investigasi diatas sangat tepat
apabila kejahatan dilakukan oleh segelintir orang, padahal reputasi perusahaan
secara keseluruhan terancam.
19. Mengikuti seluruh kewajiban hokum dan mematuhi semua ketentuan mengenai
due diligence dan klaim kepada pihak ketiga (misalnya klaim asuransi).
20. Melaksanakan investigasi dalam koridor kode etik. Kita umumnya menyadari
akan perlunya ketentuan perundang-undangan dipatuhi, dan konsekuensi terhadap
pelanggarannya. Namun, lebih sulit mengikuti kewajiban etika. Dalam situasi
dimana pelaku kecurangan pasrah, ia seringkali mengikuti kehendak sang
investigator. Dalam kondisi seperti ini, si investigator lupa akan kode etiknya,
sekedar karena pada saat itu si terduga tidak mempertanyakan sikap dan tingkah
si investigator. Seringkali kepasrahan si terduga diikuti dengan arogansi si
investigator, menyuburkan praktek-praktek

pelanggaran kode etik. Dengan

menetapkan tujuan investigasi ini, perusahaan ingin memastikan bahwa


investigator senantiasa mengikuti kode etik yang sudah ditetapkan.
21. Menentukan siapa pelakunya dan mengumpulkan bukti mengenai niatnya.
Prakarsa ini bermaksud untuk menyeret si pelaku ke pengadilan pidana, misalnya
pengadilan tindak pidana korupsi. Karena itu, perlu pengumpulan bukti yang
cukup untuk proses penyidikan yang diikuti dengan penuntutan dan selanjutnya
proses pengadilan. Dengan demikian, seluruh daya dikerahkan disertai publisitas
penuh, yang sangat sejalan dengan kebijakan tanpa ampun (zero-tolerance
policy).
22. Mengumpulkan bukti yang cukup untuk menindak pelaku dalam perbuatan yang
tidak terpuji. Ini serupa dengan tujuan dalam butir 21 diatas, dengan perbedaan
bahwa butir ini diproses melalui ketentuan administrative atau perdata.
23. Mengidentifikasi praktek manajemen yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
atau perilaku yang melalaikan tanggung jawab. Seorang karyawan dibagian
pengadaan berkolusi dengan pemasok. Hal ini memungkinkan karyawan
memperkaya dirinya sendiri, yang dipakainya untuk pembelian property mewah.
Investigasi dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama diarahkan kepada pelaku.
Sedangkan tahap kedua, kepada atasannya. Tahap kedua ingin menjawab
Seminar Auditing

Page 5

pertanyaan: Mengapa atasannya tidak melihat petunjuk awal (anak buah


bertambah kekayaan dalam jangka waktu pendek), ataukah sekurang-kurangnya
mewawancarai anak buahnya. Tujuan investigasi dalam butir ini adalah untuk
tahap kedua tadi.
24. Mempertahankan kerahasiaan dan memastikan bahwa perusahaan atau lembaga
ini tidak terperangkap dalam ancaman tuntutan pencemaran nama baik. Gaya
kerja serbu dan tangkap atau tangkap dulu, jelaskan kemudian seringkali
rawan terhadap kemungkinan perusahaan dituntut. Karena itu, tujuan investigasi
ini harus jelas dan ditegaskan sebelum investigasi dilakukan.
25. Mengidentifikasi saksi yang melihat atau mengetahui terjadinya kecurangan dan
memastikan bahwa mereka memberikan bukti yang mendukung tuduhan atau
dakwaan terhadap sipelaku. Tujuan ini berkaitan dengan petunjuk bahwa sipelaku
mengidentifikasi orang-orang yang secara potensial bisa menjadi saksi, baik
dalam proses penyidikan maupun dalam sidang pengadilan. Perlindungan
terhadap para saksi ini dapat mendorong mereka memberikan keterangan,
petunjuk, atau bukti yang diperlukan.
26. Memberikan rekomendasi mengenai bagaimana mengelola risiko terjadinya
kecurangan ini dengan tepat. Dalam jangka panjang, manajemen risiko yang
baiklah yang akan mencegah atau mengurangi terjadinya kecurangan.
Dari contoh-contoh diatas, terlihat berbagai tujuan dalam melakukan suatu
investigasi. Istilah investigasi dalam penggunaan sehari-hari, memberi kesan seolah-olah
hanya ada satu jenis. Jenis yang kita kenal umumnya adalah dalam konteks tindak pidana
korupsi. Tujuan akhirnya, menjebloskan koruptor ke penjara dan atau mendapatkan kembali
sebagian atau seluruh hasil jarahannya.
Pemilihan di antara berbagai alternative tujuan investigasi, tergantung dari organisasi atau
lembaganya serta mandate yang dipunyainya, jenis dan besarnya kecurangan, dan budaya di
lembaga tersebut. Tanggung jawab untuk menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu
investigasi terletak pada pimpinan.

Seminar Auditing

Page 6

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Investigatif
Pengertian investigasi dan pemeriksaan fraud digunakan silih berganti sebagai
sinonim. Idealnya ada kesamaan makna konsep-konsep auditing dan hukum; namun, dari
ssegi filsafat auditing dan filsafat hukum,hal itu tidaklah mungkin.
Ada sebab lain kenapa harmonisasi antara konsep-konsep hukum dan auditing tidak dapat
berjalan. Hukum Indonesia, khususnya hukum pidana dan hukum secara pidana, masih
berasal dari hukum Napoleonic. Sedangkan konsep-konsep akuntansi dan auditing kita adopsi
dari Amerika Serikat. Karena perbedaannya yang penting antara konsep-konsep auditing dan
hukum, pemeriksa fraud perlu memahami kedua-duanya.
Dalam filsafat auditing kita mengenal konsep due audit care, prudent auditor, seorang
professional yang berupaya menghindari tuntutan dengan tuduhan teledor (negligent) dalam
melaksanakan tugasnya. Untuk itu, pemeriksa fraud atau investigator perlu mengetahui tiga
aksioma dalam pemeriksaan fraud.
Suatu investigasi hanya dimulai apabila ada dasar yang layak, yang dalam investigasi
dikenal sebagai predication. Dengan landasan atau dasar ini, seorang investigator merekareka mengenai apa, bagaimana, siapa dan pertanyaan lain yang diduganya relevan dengan
pengungkapan kasusnya: ia membangun teori fraud (fraud theory).
Investigasi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai upaya pembuktian. Umumnya
pembuktian ini berakhir di pengadilan dan ketentuan hukum (acara) yang berlaku.
Aksioma Dalam Investigatif
Dalam melakukan investigasi ada beberapa aksioma. Aksioma adalah asumsi dasar
yang begitu gamblangnya sehingga tidak memerlukan pembuktian mengenai kebenarannya.
Tapi jangan remehkan kegamblangannya. Pemeriksa yang berpengalaman pun menghadapi
kesulitan ketika ia mengabaikan aksioma-aksioma ini.
Ada tiga aksioma dalam pemeriksaan fraud, yang dibahas berturut-turut dibawah. Ketiga
aksioma ini berkenaan dengan sifat fraud yang tersembunyi, pembuktian tentang fraud yang
dilakukan secara timbal balik, dan terjadinya fraud semata-mata merupakan kewenangan
pengadilan untuk memutuskannya.
Seminar Auditing

Page 7

Fraud selalu tersembunyi


Berbeda dengan kejahatan lain, sifat perbuatan fraud adalah tersembunyi atau
mengandung tipuan (yang terlihat di permukaan bukanlah yang sebenarnya terjadi atau
berlangsung). Bayangkan sejenak perampokan bank yang dilakukan segerombolan penjahat.
Mereka masuk ke lobby bank, menodongkan senjata api kepada teller (juru bayar) dan
manajer bank, minta para teller mengisi kantong-kantong mereka dengan uang dan barang
berharga lain yang ada dalam kasanah (vault,kluis), kemudian meninggalkan bank dengan
kecepatan tinggi. Semuanya disaksikan oleh pelanggan bank yang sedang atau akan
bertransaksi.
Bandingkan adegan tadi dengan adegan lain di mana kepala cabang suatu bank besar
memfasilitasi pelanggannya dengan membuka L/C fiktif atau memberikan kredit bodong
yang segera menjadi NPL (non-performing loan). Dalam adegan kedua, terjadi dua scenario.
Skenario pertama yang terjadi di permukaan, seolah-olah ini transaksi normal antara banker
dan pelanggan terhormat. Transaksi ini didukung dengan segala macam berkas resmi dari
perusahaan sang pelanggan, bank, notaries, kantor akuntan, pengacara, bermacam-macam
legitimasi (termasuk surat-surat keputusan dari lurah sampai petinggi Negara lainnya) dan
entah berkas apalagi. Dalam scenario kedua, pihak-pihak yang terlibat menutup rapat-rapat
kebusukan mereka; penyuapan aparat penegak hukum dan instansi lain merupakan biaya
penutup kebusukan ini. Kedua scenario ini tidak terpisah, satu menguatkan yang lain dalam
jalinan ayau packaging yang rapi. Karena itu, dirigennya juga mempunyai nama terhormat,
arranger.
Adegan pembobolan pertama (oleh perampok) terlihat kasar dan kasat mata. Adegan
pembobolan kedua (oleh kelompok yang disebut atau menamakan diri mereka
professional) terlihat bersih; karena bagian yang kotor sudah tersembunyi dlam
pembungkusan atau packaging yang rapi.
Metode pembungkusannnya begitu rapi sehingga pemeriksa fraud atau investigator
yang berpengalaman sekalipun seringkali terkecoh. Karena itu pemeriksa fraud atau
investigator harus menolak memberikan pernyataan bahwa hasil pemeriksaannya
membuktikan tidakada fraud. Pernyataan yang mengandung risiko yang sangat besar. Fraud
tersembunyi (atau lebih tepat,disembunyikan), fraud dibungkus rapi.
Pembuktian Fraud Secara Timbal-Balik
Pembuktian ada atau telah terjadinya fraud meliputi upaya untuk membuktikan fraud
itu tidak terjadi. Dan sebaliknya, untuk membuktikan fraud tidak terjadi, kita harus berupaya
Seminar Auditing

Page 8

membuktikan fraud itu terjadi harus ada upaya pembuktian timbale balik atau reverse proof.
Kedua sisi fraud (terjadi dan tidak terjadi) harus diperiksa. Dalam hukum Amerika Serikat,
proof of fraud must preclude any explanation other than guilt artinya pembuktian fraud
harus mengabaikan setiap penjelasan, kecuali pengakuan kesalahan.
Hanya Pengadilan yang Menetapkan Bahwa Fraud Memang Terjadi
Pemeriksa fraud berupaya membuktikan fraud memang terjadi. Hanya pengadilan
yang mempunyai kewenangan untuk menetapkan hal itu. Di Amerika Serikat wewenang itu
ada pada pengadilan (majelis hakim) dan para jury.
Diatas dikatakan: pemeriksa Fraud harus menolak memberikan pernyataan bahwa
hasil pemeriksaannya membuktikan tidak ada fraud. Disini harus ditegaskan: pemeriksa fraud
harus menolak memberikan pernyataan bahwa pemeriksanya membuktikan adanya fraud.
Dalam upaya menyelidiki adanya fraud, pemeriksa membuat dugaan mengenai
apakah seseorang bersalah (guilty) atau tidak (innocent). Bersalah atau tidaknya seseorang
merupakan dugaan atau bagian dari teori, sampai pengadilan memberikan keputusannya.
Metodologi Investigatif
Kembali ke contoh pembobolan bank diatas. Dalam pembobolan oleh perampok,
identitas perampok tidak diketahui dan ini yang ingin diungkapkan. Dalam penjarahan bank
oleh pejabatnya yang bersekongkol dengan pelanggan, identitas mereka bukan masalahnya.
Masalahnya adalah membuktikan apakah perbuatan mereka dapat dianggap fraud.
Kemahiran si pemeriksa dalam menguasai konsep keuangan dalam kasus yang dihadapinya
dan kemampuannya menarik kesimpulan dari penerapan konsep tersebut (secara benar atau
menyimpang) akan membantunya dalam mengungkapkan apakah perbuatan itu merupakan
fraud (kejahatan atau pelanggaran) menurut hukum. Dalam contoh L/C fiktif,si pemeriksa
harus memahami dengan baik segala seluk beluk (konsep) mengenai L/C dan celah-celah,
bahkan tipologi, dari kejahatan dengan modus operandi L/C fiktif.
Yang tidak kalah penting adalah kemahiran si pemeriksa untuk menyampaikan konsepkonsep penting itu secara sederhana, sehingga mudah dicerna oleh hakim yang harus
memutus dan jaksa atau pengacara pembela yang harus diyakinkan. Diagram yang
menunjukkan arus uang dari hasil kejahatan kepada pelaku yang merupakan otak kejahatan,
merupakan contoh dari kemampuan menyajikan sesuatu yang rumit secara sederhana.
Fraud Examiners Manual (2006) menjelaskan predication sebagai berikut:
Seminar Auditing

Page 9

Predication adalah keseluruhan dari peristiwa, keadaan pada saat peristiwa itu, dan
segala hal yang terkait atau berkaitan yang membawa seseorang yang cukup terlatih dan
berpengalaman dengan kehati-hatian yang memadai, kepada kesimpulan bahwa fraud telah,
sedang atau akan berlangsung. Predication adalah dasar untuk memulai investigasi.
Investigasi atau pemeriksaan fraud jangan dilaksanakan tanpa adanya predication yang tepat.
Setiap investigasi dimulai dengan keinginan atau harapan bahwa kasus ini berakhir
dengan suatu litigasi. Padahal ketika memulai investigasi, pemeriksa belum memiliki bukti
yang cukup. Ia baru mempunyai dugaan atas dasar predication yang dijelaskan di atas.
Keadaan ini tidak berbeda dengan ilmuwan yang membuat dugaan atas dasar
pengamatannya terhadap berbagai fakta, kemudian dugaan ini diujinya. Seperti hipotesis
yang harus diuji oleh seorang ilmuwan, pemeriksa fraud membuat teori tentang bagaimana
fraud itu terjadi selanjutnya akan disebut teori fraud. Teori ini tidak lain dari rekaan atau
perkiraan yang harus dibuktikan.

Investigasi dengan pendekatan teori fraud meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

Analisis data yang tersedia

Ciptakan (atau kembangkan) hipotesis berdasarkan analisis di atas

Uji atau test hipotesis tersebut

Perhalus atau ubah hipotesis berdasarkan hasil pengujian sebelumnya.

2.2 Audit Investigatif


Istilah audit investigatif di lingkungan lembaga pemerintahan seperti BPK sudah
umum dan sering dipakai oleh BPK, BPKP dan KPK, sedangkan menurut Indonesian
Corruption Watch (2004, 1) pelaku investigatif digolongkan menjadi dua yaitu:
1) Investigatif internal dilakukan oleh BPK, BPKP, KPK, Inteljen, SPI.
2) Investigatif eksternal (publik) dilakukan oleh Ormas, LSM, Parpol, dan wartawan.
Menurut BPK-RI sendiri pengertian audit investigatif ialah pemeriksaan yang
bertujuan untuk mengungkapkan ada tidaknya indikasi kerugian negara atau daerah dan atau
unsur pidana. ICW (2004, 3) membagi tahapan pelaksanaan audit investigatif menjadi 8
tahap yaitu: petunjuk awal, pengembangan informasi awal, wawancara ahli dan pendalaman

Seminar Auditing

Page 10

literatur, pencarian informasi dan dokumen, pengorganisasian data dan menganalisis,


pelaporan, pengumuman hasil ke pihak internal, serta pengumuman hasil kepada publik.
2.3 Pemeriksaan Dalam Hukum, Sebagai pembanding dengan Audit Investigatif
Pembahasan mengenai pemeriksaan fraud di atas adalah dari kaidah-kaidah auditing.
Istilah yang digunakan dalam pembahasan sebelumnya adalah istilah auditing. Padahal
pemeriksaan fraud dimaksudkan untuk pembuktian di pengadilan. Idealnya, pendekatan
auditing dan hukum berjalan seiring. Namun, latar belakang kedua bidang ilmu ini berbeda.
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981) mengatur
tahapan hukum acara pidana sebagai berikut:
1. Penyelidikan
2. Penyidikan
3. Penuntutan
4. Pemeriksaan di sidang pengadilan
5. Putusan pengadilan
6. Upaya hukum
7. Pelaksanaan putusan pengadilan
Tahap 1(penyelidikan) sampai dengan Tahap 6 (Upaya Hukum) merupakan satu
rangkaian pemeriksaan yang merupakan upaya pembuktian. Hal ini dijelaskan dalam setiap
tahap dari Tahap 1 sampai dengan Tahap 6.
1. Penyelidikan
Penyelidikan adalah serangkaian kegiatan penyelidik untuk mencari dan menemukan
suatu perbuatan yang diduga merupakan tindak pidana guna menentukan dapat/tidaknya
penyelidikan dilakukan.
Penyelidikan tidaklah berdiri sendiri atau terpisah dari penyidikan, melainkan merupakan
satu rangkaian yang mendahului tindakan penyidikan lainnya, yakni penangkapan,
penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
Penyelidik mempunyai wewenang sebagai berikut:

Menerima laporan atau pengaduan tentang adanya dugaan tindak pidana

Mencari keterangan dan barang bukti

Seminar Auditing

Page 11

Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda
pengenal diri

Atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa:


Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan;
Pemeriksaan dan penyitaan surat;
Membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik.
Wewenang penyelidik seperti mencari keterangan dan barang bukti sudah memasuki
ruang lingkup pembuktian. Jika keterangan yang diperoleh dari beberapa orang saling
bersesuaian satu sama lain, apalagi jika ada keterkaitan dengan barang bukti yang ditemukan,
maka penyelidik dapat menduga telah terjadi suatu tindak pidana. Selanjutnya penyidikan
dapat dilakukan.
Apabila Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyelidikan dan dari
penyelidikan itu tidak ditemukan sekurang-kurangnya dua bukti, maka penyelidik
melaporkan kepada KPK untuk menghentikan penyelidikan. Sedangkan apabila Kejaksaan
dan Kepolisian yang melakukan penyelidikan, tidak dikenal penghentian penyelidikan.
Dalam hal penyelidik (Kejaksaan dan Kepolisian) berpendapat perbuatan tersebut bukan
merupakan tindak pidana maka penyelidikan tidak dilanjutkan, tanpa proses.
2. Penyidikan
Penyidikan adalah serangkaian kegiatan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan
bukti, dan dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi untuk menemukan
tersangkanya. Untuk mencari dan mengumpulkan bukti, undang-undang memberi wewenang
kepada penyidik untuk:

Menggeledah dan menyita surat dan barang bukti.

Memanggil dan memeriksa saksi, yang keterangannya dituangkan dalam berita acara
pemeriksaan saksi.

Memanggil dan memeriksa tersangka, yang keterangannya dituangkan dalam berita


acara pemeriksaan tersangka.

Mendatangkan ahli untuk memperoleh keterangan ahli yang dapat juga diberikan
dalam bentuk laporan ahli.

Menahan tersangka, dalam hal tersangka dikuatirkan akan melarikan diri,


menghilangkan barang bukti atau mengulangi melakukan tindak pidana.

Seminar Auditing

Page 12

Apabila dari bukti-bukti yang terkumpul diperoleh persesuaian antara yang satu
dengan yang lainnya, dan dari persesuaian itu diyakini bahwa memang telah terjadi tindak
pidana dan tersangka itulah yang melakukannya, maka penyidik menyerahkan hasil
penyidikannya kepada Penuntut Umum. Hasil penyidikan ini tertuang dalam berkas perkara
yang didalamnya terdapat bukti-bukti.
Dalam hal Penyidik (Kepolisian atau Kejaksaan) berpendapat bahwa dari bukti-bukti
yang dikumpulkan secara maksimal ternyata tidak cukup bukti atau terbukti tapi bukan
merupakan tindak pidana (korupsi) maka mereka berwenang menghentikan penyidikan. KPK
tidak dibenarkan menghentikan penyidikannya, karena kewenangannya ada pada penghentian
penyelidikan.
3. Pra penuntutan
Prapenuntutan

adalah

tindakan

jaksa

(Penuntut

Umum)

untuk

memantau

perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan dari


penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang
diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat
menentukan apakah berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap
penuntutan.
Penuntut Umum tidak akan menerima berkas perkara hasil penyelidikan yang
buktinya tidak lengkap. Karena bukti ini akan dijadikan alat bukti di sidang pengadilan untuk
membuktikan tindak pidana yang didakwakan. Di tahap prapenuntutan, pembuktian
merupakan focus utama dalam meneliti berkas perkara hasil penyidikan
4. Penuntutan
Penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum yang melimpahkan perkara ke
Pengadilan Negeri yang berwenang, sesuai dengan cara yang diatur dalam hukum acara
pidana, dengan permintaan agar diperiksa dan diputus oleh Hakim di sidang pengadilan.
Setelah Penuntut Umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang
lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah/ belum
memenuhi syarat untuk dilimpahkan ke pengadilan.

Seminar Auditing

Page 13

5. Pemeriksaan di pengadilan
Seperti pada tahap-tahap sebelumnya, acara pemeriksaan di sidang pengadilan utidak
lain berkenaan dengan pembuktian. Bukti-bukti yang diperoleh di tingkat penyidikan
diperiksa kembali di sidang pengadilan untuk dijadikan alat bukti:

Saksi-saksi yang telah diperiksa oleh penyidik dipanggil kembali ke sidang


pengadilan untuk memperoleh alat bukti keterangan saksi.

Tersangka yang sudah diperiksa di tahap penyidikan, diperiksa kembali disidang


pengadilan, untuk mendapat alat bukti keterangan terdakwa.

Ahli yang telah memberikan keterangan di penyidikan atau yang telah membuat
laporan ahli, dipanggil kembali untuk didengar pendapatnya atau dibacakan
laporannya di sidang pengadilan, agar diperoleh alat bukti keterangan ahli.

Surat dan barang bukti yang telah disita oleh penyidik diajukan ke sidang pengadilan
untuk dijadikan alat bukti surat dan petunjuk.

Itulah cara memperoleh alat bukti di sidang pengadilan. Hanya alat bukti yang sah yang
diperoleh di sidang pengadilan, yang dapat meyakinkan hakim tentang kesalahan terdakwa.
Alat bukti yang sah ini terdiri atas:

Keterangan saksi

Keterangan ahli

Surat

Keterangan terdakwa

Petunjuk

Pemeriksaan di sidang pengadilan mempunyai satu tujuan saja, yaitu mencari alat bukti yang
membentuk keyakinan hakim tentang bersalah atau tidaknya terdakwa.
6. Putusan Pengadilan
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah. Kesalahan terdakwa
ditentukan oleh keyakinan hakim, namun keyakinan itu harus didasarkan atas sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah, yang harus ada persesuaian satu dengan yang lain.
Berdasarkan alat bukti yang diperoleh di sidang pengadilan, hakim menjatuhkan putusan:
Seminar Auditing

Page 14

Putusan pemidanaan, apabila pengadilan berpendapat bahwa terdakwa terbukti


bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya.

Putusan bebas, apabila pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di


sidang kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan tidak terbukti secara sah
dan meyakinkan.

Putusan lepas dari segala tuntutan hukum, apabila pengadilan berpendapat bahwa
perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak
merupakan suatu tindak pidana atau terbukti akan tetapi terdakwa tidak dapat
dipertanggung jawabkan terhadap perbuatannya.

7. Upaya Hukum
Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima
putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi, atau hak terpidana
untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali, atau hak Jaksa Agung untuk
mengajukan kasasi demi kepentingan hukum dalam hal seta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang.
Upaya hukum ada dua macam, yaitu Upaya Hukum Biasa dan Upaya Hukum Luar
Biasa. Upaya Hukum Biasa terdiri atas Pemeriksaan Tingkat Banding dan Pemeriksaan
Kasasi. Upaya Hukum Luar Biasa Terdiri atas Pemeriksaan Kasasi Demi Kepentingan
Hukum dan Peninjauan Kembali putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.
2.4 Bukti Dan Pembuktian, Auditing Dan Hukum
Dari penjelasan di bagian terdahulu, jelas bahwa keenam tahapan dalam KUHAP
(mulai tahap Penyelidikan sampai Tahap Upaya Hukum baik upaya hukum biasa maupun
upaya hukum luar biasa) berkenaan dengan pembuktian. Juga penjelasan Mengenai Fraud
Theory tidak lain dari proses mengumpulkan bukti yang dapat diterima di pengadilan.
Para auditor yang berlatar belakang pendidikan akuntansi mengenal istilah bukti
audit. Mereka bahkan mengira bahwa pengertian bukti dalam auditing sama dengan
pengertian yang digunakan di pengadilan atau dalam bidang hukum.
Berikut ini kami sajikan dengan tabel, sekilas karakter signifikan antara investigatif
hukum dengan ilmi audit investigatif :
Seminar Auditing

Page 15

Significant Characteristics
Law
Special purpose of area to Maintenance of justice

Auditing
Protection

which evidence is pertinent

readers

of

Subject matter to which Occurrences at given times Financial


evidence is pertinent

and places

statement

Statement

propositions

Method of collection or Presentation by opposing Submission by interested


development

parties
Rational

and disinterested parties


deduction

and Collected and developed by

inference

independent party
Rationalization

Role of judgement-maker in Passive

Both positive and passive

collection or development
Nature of rules governing Logical presumptions
the study of evidence

Professional standards

Rules of admissibility and


relevance

Importance

of

time

in A controlling factor

A controlling factor

judgement formation and


evidence collection
Compulsiveness
evidence

in

of Persuasive
judgement

Varies from absolute to


persuasive

formation

Dalam bidang mereka sendiri para akuntan dan auditor di Indonesia sering terkecoh dengan
bukti dan sesuatu yang mengandung unsur-unsur pembuktian (evidential matter).

2.5 Investigatif dengan Teknik Audit


Seminar Auditing

Page 16

Kata investigasi dalam akuntansi forensic umumnya berarti audit investigasi atau
investgatif (investigative audit). Karena itu secara alamiah, diantara beberapa teknik
investigasi ada teknik-teknik yang berasal dari teknik-teknik audit (audit techniques).
Banyak auditor yang sudah berpengalamanpun, merasa ragu untuk terjun dalam
bidang investigasi. Padahal, teknik-teknik audit yang mereka kuasai, memadai untuk
dipergunakan dalam audit investigasi.
Teknik audit adalah cara-cara yang dipakai dalam mengaudit kewajaran penyajian
laporan keuangan. Hasil dari penerapan teknik audit adalah bukti audit. Ada tujuh teknik,
yang dirinci dalam bentuk kata kerja bahasa Indonesia, dengan jenis bukti auditnya dalam
kurung (kata benda bahasa Inggris), yakni:
1. Memeriksa fisik (physical examination)
2. Meminta konfirmasi (confirmation)
3. Memeriksa dokumen (documentation)
4. Review analitikal (analytic review atau analytical review)
5. Menghitung Kembali (reperformance)
Jika teknik-teknik audit itu diterapkan dalam audit umum, maka bukti audit yang
berhasil dihimpun akan mendukung pendapat auditor independent. Dalam audit investigative,
teknik-teknik audit tersebut bersifat eksplorative, mencari wilayah garapan, atau probing
(misalnya dalam review analitikal) maupun pedalaman (misalnya dalam confirmation dan
documentation).
Teknik-teknik audit relative sederhana untuk diterapkan dalam audit investigative.
Sederhana, namun ampuh. Tema kesederhanaan dalam pemilihan teknik audit (termasuk
audit investigative).
1. Memeriksa Fisik dan Mengamati
Memeriksa fisik atau physical examination lazimnya diartikan sebagai penghitungan
uang tunai (baik dalam mata uang rupiah atau mata uang asing), kertas berharga, persediaan
barang, aktiva tetap, dan barang berwujud (tangible assets) lainnya.
Mengamati sering diartikan sebagai pemanfaatan indera kita untuk mengetahui
sesuatu. Jika kita melakukan kunjungan pabrik, kita melihat luasnya pabrik, peralatan yang
ada, kegiatan yang dilakukan, banyaknya dan beragamnya tenaga kerja.
2. Meminta Informasi dan Konfirmasi
Seminar Auditing

Page 17

Meminta informasi baik lisan maupun tertulis kepada auditan, merupakan prosedur
yang biasa dilakukan auditor. Pertanyaannya, apakah dalam investigasi hal itu perlu
dilakukan? Apakah sebaiknya kita tidak meminta informasi, supaya yang diperiksa tidak
mengetahui apa yang kita cari? Yang bersangkutan juga mempunyai kepentingan dan peluang
untuk berbohong.
Seperti dalam audit juga dalam investigatif, permintaan informasi harus dibarengi,
diperkuat, atau dikolaborasi dengan informasi dari sumber lain atau diperkuat (substantiated)
dengan cara lain. Permintaan informasi sangat penting, dan juga merupakan prosedur y4. ang
normal dalam suatu investigatif.
Meminta konfirmasi adalah meminta pihak lain (dari yang diinvestigasi) untuk
menegaskan kebenaran atau tidak keebenaran suatu informasi. Dalam audit, teknik ini
umumnya diterapkan untuk mendapat kepastian mengenai saldo utang-piutang. Tapi
sebenarnya ia dapat diterapkan untuk berbagai informasi, keuangan maupun non keuangan.
3. Memeriksa Dokumen
Teknik ini tidak memerlukan pembahasan khusus. Tak ada investigasi tanps
pemeriksaan dokumen. Hanya saja, dengan kemajuan teknologi, definisi dokumen menjadi
luas, termasuk informasi yang diolah, disimpan dan dipindahkan secara elektronis/digital.
4. Review Analitikal
Dalam review analitikal yang penting bukannya perangkat lunaknya, tetapi
semangatnya, Pada dasarnya seorang invvestigator secara intuitif terobsesi dengan sesuatu
yang melenceng dan bahwa something must be wrong because it appears so. Karena itu ia
memerlukan patokan atau benchmark untuk membandingkannya dengan apa yang
dihadapinya. Patokan inilah yang dirumuskan Stringer dan Stewart sebagai results that may
reasonably be expected.
Membandingkan anggaran dengan realisasi
Membandingkan data anggaran dan realisasi dapat mengindikasikan adanya fraud.
Yang perlu dipahami di sini adalah mekanisme pelaksanaan anggaran, evaluasi atas
pelaksanaan anggaran, dan insentif (keuangan maupun non keuangan) yang terkandung
dalam sistem anggarannya.

Seminar Auditing

Page 18

Hubungan antara satu data keuangan dengan data keuangan lain


Beberapa akun, baik dalam suatu maupun beberapa laporan keuangan, bisa
mempunyai keterkaitan yang dapat dimanfaatkan untuk review analitikal. Contoh: angka
penjualan dengan piutang dan persediaan rata-rata, angka penjualan dengan bonus bagian
penjualan, penghasilan bunga dengan saldo rata-rata tabungan dan seterusnya.
Menggunakan indikator ekonomi makro
Ada hubungan antara besarnya pajak penghasilan yang diperoleh dalam suatu tahun
dengan indikator-indikator ekonomi seperti inflasi, tingkat pengangguran, cadangan devisa,
indikator ekonomi negara-negara yang menjadi partner perdagangan Indonesia, hargaminyak
mentah dan komoditi lain, dan lain-lain. Ini merupakan bidang studi yang ditekuni para ahli
ekonomi makro dan ekonometri.
5. Menghitung Kembali
Menghitung kembali atau repeform tidak lain dari mencek kebenaran perhitungan
(kali, bagi, tambah, kurang, dan lain-lain). Ini prosedur yang sangat lazim dalam audit.
Biasanya tugas ini diberikan kepada seseorang yang baru mulai bekerja sebagai auditor;
seorang junior auditor di kantor akuntan.
Dalam investigatif, perhitungan yang dihadapi umumnya sangat kompleks, didasarkan
atas kontrak atau perjanjian yang rumit, mungkin sudah terjadi perubahan dan renegoisasi
berkali-kali dengan pejabat(atau kabinet) yang berbeda. Perhitungan ini dilakukan atau
disupervisi oleh investigator yang berpengalaman.
Beberapa contoh penghitungan kembali semacam itu yang berpotensi triliunan rupiah:

Kasus penyelesaian kewajiban pemegang saham menurut Keputusan Menteri


Keuangan nomor 151/KMK.01/2006 tanggal 16 Maret 2006 mensyaratkan
penetapan jumlah kewajiban berdasarkan data terakhir.

Perhitungan cost recovery oleh kontraktor bagi hasil (Production Sharing


Contractor). Cost recovery ini sangat besar jumlahnya. Jika tidak dihitung kembali
oleh counterpart PSC atau lembaga pemeriksa independen, cost recovery rawan
penyalahgunaan.

Biaya yang dikeluarkan BUMN yang mempunyai kewajiban memberikan pelayanan


umum (public Service Obligation). Keterlambatan pembayaran PSO mempunyai
dampak yang besar terhadap likuiditas BUMN yang bersangkutan.

Seminar Auditing

Page 19

BAB III
STUDI KASUS
3.1 Studi Kasus Korupsi Kabupaten Badung di Bali
Audit Investigatif atas kasus korupsi di kabupaten Badung merupakan salah satu
contoh dari banyak kasus korupsi yang ada di Indonesia. Korupsi di kabupaten Badung Bali
terungkap dari dari hasil laporan pemeriksaan keuangan semester pertama pada tahun 2005,
kasus ini bermula dari adanya tekanan dewan kepada Bupati Badung, pada saat itu dewan
meminta bantuan keuangan kepada Bupati Badung, jika permintaan dewan tidak dipenuhi,
maka Dewan akan mengancam memberhentikan Bupati sebelum masa jabatannya berakhir
dengan

mengajukan surat pemberhentian kepada Menteri Dalam Negeri. Karena

kekhawatiran Bupati terhadap ancaman Dewan dan keinginannya untuk mempertahankan


jabatannya, akhirnya Bupati mau mengabulkan permintaan dewan tersebut, dana yang
diberikan kepada dewan diperoleh dari APBD. Dalam kasus tersebut terdapat empat
penyimpangan yaitu: (1) bantuan keuangan kepada DPRD, (2) biaya asuransi, (3) uang purna
bakti DPRD, dan (4) bantuan keuangan kunjungan kerja DPRD.
Atas dasar kasus korupsi di kabupaten Badung maka kepala perwakilan Perwakilan
BPK-RI

membentuk

tim

audit

investigatif

berdasarkan

Surat

tugas

Nomor

48/ST/XIV.5/09/2005 tanggal 8 September 2005 untuk melakukan audit Investigatif, tim


audit yang terdiri dari empat orang, Pak Kardi sebagai ketua tim, dan Anita, Edi, Sandi
sebagai anggota tim. Praktik audit Investigatif sendiri terdiri dari tiga tahap, yaitu :
1. Tahap perencanaan. Perencanaan audit Investigatif dilakukan setelah adanya
informasi awal dari hasil laporan audit keuangan kabupaten Badung tahun 2004. dari
informasi awal tersebut, akhirnya BPK-RI membentuk tim audit Investigatif, dan
tugas pertama tim tersebut menelaah informasi awal tersebut. Pada tahap ini tim harus
menentukan jenis-jenis penyimpangan yang terjadi, modus operandi, sebab-sebab
penyimpangan, unsur-unsur kerjasama, pihak-pihak yang terlibat, besarnya kerugian
daerah akibat kasus korupsi tersebut.
2. Tahap pelaksanaan. Pelaksanaan audit Investigatif harus dilakukan oleh auditor yang
kompeten, memiliki integritas serta independensi. Pada tahap ini tim harus
memperoleh bukti audit yang memperkuat dugaan tindakan pidana korupsi. Bukti
diperoleh dengan cara-cara inspeksi, observasi, wawancara, konfirmasi, analisa,
Seminar Auditing

Page 20

pemeriksaan bukti tertulis, perbandingan, rekonsiliasi, penelusuran, perhitungan


kembali, penelahaan, review analitis, dan pemaparan.
3. Tahap Pelaporan. Pelaporan hasil audit investigatif harus memenuhi unsur akurat,
jelas, berimbang, relevan, dan tepat waktu. Hasil laporan yang teah disetujui Kepala
Perwakilan akan diserahkan kepada lembaga perwakilan DPR/DPRD dan DPD. Hasil
audit Investigatif ternyata membuktikan adanya tindak pidana korupsi di kabupaten
Badung, maka laporan audit Investigatif akan diserahkan kepada kejaksaan untuk
ditindaklanjuti dan diproses secara hukum. Berdasarkan hasil pemeriksaan audit
investigatif tersebut ketua tim audit diminta memberikan keterangan berdasarkan
keahliannya di pengadilan.
3.2 Saran
Saran Untuk organisasi BPK-Ri seharusnya lebih bersikap terbuka terhadap siapapun yang
hendak melakukan penelitian, sepanjang tidak merugikan instansi BPK-RI. Hendaknya
auditor BPK beserta pejabat struktural melakukan revolusi kesadaran, sebab korupsi tidak
bisa diberantas oleh orang-orang suci, melainkan bisa diberantas oleh orang-orang yang
sadar. Saran untuk kami selanjutnya agar
(1) melakukan pendekatan persuasif dengan para pejabat BPK-RI dengan tujuan
mempermudah perolehan data.
(2) Melakukan perijinan penelitian jauh dari sebelumnya waktu penelitian yang akan
dilakukan, sehingga bisa BPK-RI lebih fleksibel menentukan waktu penelitian sehingga bisa
mengeksplorasi data lebih banyak.
(3) Diharapkan peneliti selanjutnya bisa memperoleh kasus lebih dari satu, sehingga antar
kasus tersebut bisa diperbandingkan hasil laporan audit investigatif yang membuktikan ada
tidaknya kerugian daerah yang mengarah pada unsur pidana.
(4) Obyek penelitian bisa juga ditambahkan, tidak hanya di kantor Perwakilan BPK-RI di
Surabaya, melainkan di kantor-kantor perwakilan yang lain. Begitu banyak kantor perwakilan
memungkinkan mempunyai berbagai macam kebijakan, nilai-nilai, prosedur, interaksi yang
dihasilkan, serta realitas yang dihadapi.

Seminar Auditing

Page 21

BAB IV
KESIMPULAN
Praktik korupsi bisa dikatakan menjadi rutinitas atau kebiasaan sebagian besar
mesyarakat Indonesia, mulai dari struktur pemerintah daerah sampai pemerintah pusat. Jika
korupsi menjadi suatu praktek yang lazim maka sebenarnya masyarakat telah dihegemoni
oleh sebuah struktur atau pola yang sejak lama dan terulang. Apalagi besarnya pengaruh
lingkungan sosial terhadap organisasi BPK-RI sendiri menjadikan auditor tidak siap
mengadapi dunia sosial yang terlanjur salah kaprah, menganggap suap sebagai suatu hal yang
lumrah, terdapat ketidakadilan, dan berlakunya hukum rimba siapa yang kuat/berkuasa, dia
yang akan menang. Pengaruh yang demikian akan mengurangi integritas, independensi,
serta profesionalitas auditor BPK-RI, untuk itu teori strukturasi yang diperkenalkan oleh
Giddens maka memberikan angin segar bagi upaya pemberantasan tindak pidana korupsi,
strukturasi secara jelas memberikan gambaran kepada auditor BPK-RI bahwa segala tindakan
direfleksikan bentuk kesadaran dan individu memiliki kekuatan dalam menciptakan
kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai nilai-nilai yang ada pada struktur organisasi BPK-RI,
sehingga tercipta pola strukturasi.
Bentuk kesadaran auditor yang diupayakan dalam bentuk kesadaran praktis, dimana
agar nantinya pemberantasan korupsi oleh auditor bukan sebagi bentuk formalitas melainkan
menjadi sesuatu kebiasaan. Kesadaran diskursif dicontohkan dengan tindakan auditor dalam
menolak segala bentuk suap. Kesadaran tersebut timbul karena menganggap suap merupakan
bagian dari korupsi dan tindakan menerima suap berarti melanggar undang-undang, serta ada
sanksi hukumnya.

Motivasi tidak sadar dicontohkan pada keberanian auditor dalam

menghadapi segala bentuk ancaman dan tantangan, secara sadar sebenarnya auditor
mengetahui bahwa tugas yang diembannya begitu berat, dan sulit rasanya untuk diselesaikan,
namun berkat keberanian yang dimiliki maka praktik audit investigatif dapat terselesaikan.
Kesadaran etis dicontohkan dengan keyakinan dan keimanan yang dimiliki Pak Kardi dengan
anggota timnya dalam menghadapi tantangan dan ancaman selama pelaksanaan audit
investigatif.
Pemberantasan korupsi bisa terwujud jika masing-masing auditor secara
komprehensif melakukan revolusi kesadaran. Kesadaran praktis yang diwujudkan dengan
ketaatan terhadap peraturan merupakan imperatif kesadaran yang bersifat internal. Kesadaran
yang dimiliki auditor seharusnya mendapat supporting dari eksternal berupa penegakan
hukum. Semuanya akan bisa terlaksana jika masing-masing masyarakat Indonesia, tidak
Seminar Auditing

Page 22

hanya auditor BPK-RI memiliki kemampuan untuk intropeksi dan mawas diri, yang
diperlukan saat ini adalah merubah pola pikir yang telanjur menganggap korupsi merupakan
suatu hal yang wajar menjadi suatu perbuatan yang tercela. Dengan membangun kesadaran
global anti korupsi dan harus ditegakkan secara terus menerus serta diperjuangkan, sehingga
masyarakat Indonesia dengan penuh kesadaran akan merasa malu jika melakukan korupsi,
dan menemukan struktur yang baru menuju bangsa yang lebih bermartabat.

Seminar Auditing

Page 23

DAFTAR PUSTAKA
Albrecht, W. Steve dan Chad O. Albrecht, (2003), Fraud Examination, South Western, a
division Thomson Learning, United States of America
Arifin, Johan, (2000), Korupsi dan Upaya Pemberantasannya Melalui Strategi Auditing:
Audit Forensik, Media Akuntansi, No.13 Th VII, September, hlm II-IX
Chazawi, Adami. 2006. Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi. PT. Alumni, Bandung
Daniel, (1995), IQ, EQ, dan SQ, artikel, (http://www.kecerdasanindividu.htm, diakses tanggal
2 Februari 2008)
Giddens, A, (2003), The Constitution of Society; Teori Strukturasi untuk Analisis Sosial,
Penerbit PT Pedati, Pasuruan. Diterjemahkan dari judul asli The Consequences of
Modernity, Stanford University Press UK, 1995
Grahani, Irma, (2006), Pengaruh Independensi, Locus Of Control, dan Pengembangan Moral
Auditor Terhadap Fraud Auditing, Skripsi, Malang: Fakultas Ekonomi Jurusan
Akuntansi Universitas Brawijaya
Hartanti, Evi, (2006), Tindak Pidana Korupsi, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta
Hardjapamekas, E.R, (1999), Audit Forensik Skandal Bank Bali, Majalah Tempo,
No.28/XXVIII/13-19 September hlm 1-3
Hardjapamekas, E.R, (2001), Skandal Akuntan: Kecelakaan Atau Keserakahan, Majalah
Tempo, N0.20/XXXI/15-21 Juli hlm 1-3
IAI, (2001), Standar Profesional Akuntan Publik Per Januari 2001, Penerbit Salemba Empat,
Jakarta; 20000.1-20000.6
Irianto, Gugus, (2003), Skandal Korporasi Dan Akuntan, Lintasan Ekonomi, Volume XX,
Nomor 2, Juli, hlm 104-114
Seminar Auditing

Page 24

Anda mungkin juga menyukai