Ameloblastoma
Ameloblastoma
(Laporan kasus)
Oleh : Ria N Firman, Lusi Epsilawati
Bagian Radiologi Fkg Unpad
Kata Kunci : Ameloblastoma, CBCT-3D
Abstrak
Ameloblastoma adalah suatu neoplasma sejati yang tidak mengalami
pembentukan enamel. Tumor ini dapat berkembang dari sel-sel epitelial yang terdapat
dalam organ enamel, folikel, membaran periodontal, epitelium yang melapisi kista
dentinogerous dan ruang sempit pada rahang. Ameloblastoma dapat terjadi pada setiap
orang, tidak memandang jenis kelamin dan biasanya terjadi pada rentang usia 30-40 tahun.
Adanya alat radiografi CBCT-3D, maka dapat dilakukan evalusi post perawatan
Ameloblastoma ini dengan lebih akurat.
Abstract
The ameloblast is a true neoplasm that does not preceed to point of enamel
formation. The tumor contains ameloblasts that have differentiated from ectodermal
epithelium. This lesion may develop from the epithelial cell, periodontal membrane,
epithelium that lines dentigerous cyst and marrow spaces of jaw. Ameloblast are fairly
evenly divided between the sexes. Although the patien is ussualy in the third or fourth
decade when this tumor is discovered the CBCT-3D can be avaible to evaluation with
accurately for post treated.
PENDAHULUAN
Secara klinis dan histologi, jaringan gigi pada awalnya merupakan jaringan sangat
sederhana, kemudian berubah. Jaringan ini terdiri dari beragam sel pembentuk, dan melalui
serangkaian perubahan morfologi baik secara fisiologi ataupun biomekanik berkembang
menjadi suatu jaringan yang berbeda. Perubahan secara penuh sulit untuk dijelaskan karena
jaringan ini merupakan perubahan yang berasal dari jaringan penghubung antara ektodermal
dan mesodermal.(1)
Ameloblastoma merupakan jenis tumor jinak odontogenik epithelial, tanpa
perubahan pada jaringan penghubung, sejenis dengan tumor odontogenik epithelial disertai
adanya pengapuran. Ameloblastoma adalah neoplasma sejati yang tidak mangalami
pembentukan enamel, dapat berkembang dari sel-sel epithelial yang terdapat dalam organ
enamel, folikel, membran periodontal,dan epitelium yang melapisi kista dentigerus dan
ruang sempit pada rahang.
Pada beberapa kasus, tumor ini kemungkinan dapat muncul dari permukaan
epitelium, walaupun hal ini sulit ditentukan. Ameloblastoma berasal dari bagian cortex,
menyerang jaringan lunak, sehingga berbatasan dengan permukaan epitelium, dan terbagi
menjadi jenis kista dan solid.(2)
TELAAH PUSTAKA
Gambaran klinis:
Ameloblastoma sering timbul pada daerah gigi yang tidak erupsi. Gejalanya diawali
dengan rasa sakit, disusul dengan deformitas wajah. Rasa sakit terkadang menyebar sampai
ke struktur lain disertai dengan terdapatnya ulkus dan pelebaran jaringan periodontal (gum
disease). (1)
Lesi ini dapat terlihat lebih awal pada pemeriksaan gigi secara rutin,
dan biasanya penderita merasakan adanya asimetri wajah secara bertahap. Pasien tidak
mengalami keluhan rasa sakit, parestesi, fistula, formation ulcer, atau mobilitas gigi.
Apabila lesi membesar, dengan pemeriksaan palpasi terasa sensasi seperti tulang yang tipis.
Jika telah meluas merusak tulang, maka abses terasa fluktuasi, kadang-kadang erosi dapat
terjadi melalui kortikal plate yang berdekatan dengan daerah invasi, dan berlanjut ke
jaringan lunak yang berdekatan.(3)
Terdapat dugaan bahwa lesi ini lebih sering muncul pada ras kulit hitam. Telah
ditemukan pada individu usia tiga tahun, bahkan dilaporkan pernah terjadi pada usia 80 thn.
Namun sebagian besar terjadi pada usia rata-rata 40 thn. Ameloblastoma berkembang secara
perlahan dan beberapa kasus ditemukan 95% keluhan utama, yaitu berupa abses pipi,
gingival dan palatum durum, sedangkan pada ameloblastoma maksilaris belum sering
ditemukan. (3)
Lesi yang timbul di maxilla sekitar 75% terutama didaerah ramus, hal ini pulalah
yang terkadang menyebabkan deformitas antara maxilla dan mandibula. Apabila terjadi di
maxilla, dapat meluas hingga dasar hidung dam sinus. Lesi ini memiliki tendensi untuk
menyerang tulang cortical karena berjalan sangat lambat merangsang jaringan periosteum
membentuk thin shell of bone sejalan dengan meluasnya lesi. Hal ini merupakan sesuatu
hal penting dalam menegakkan diagnosa selain dengan radiografi. (1)
Lesi yang tidak diobati dapat berkembang menjadi lebih besar, terutama bila terjadi
pada maksila, dapat meluas ke struktur vital seperti mencapai dasar kranial, bahkan ke sinus
paranasal, orbital, nasopharyng sampai dasar tengkorak. (3)
(a)
(b)
Histopatologi:
Secara histopatologis, ameloblastoma terlihat seperti kumpulan sel yang memiliki
kemampuan untuk mengeluarkan nukleus dari inti dan membrannya. Proses ini dikenal
dengan nama "Reverse Polarization". (1)
Terdapat lima jenis bentuk klasik ameloblastoma, yaitu : (1) folikular, (2) plexiform,
(3) acanthomatous, (4) sel basal, dan (5) jenis-jenis sel granular. Sedangkan yang paling
umum adalah jenis folikular dan plexiform, tampak seperti tiang yang tinggi, membentuk
lapisan peripheral disekeliling neoplastik.(4) Secara mikroskopis ameloblastoma tersusun
dari jaringan epitelium, terpisah oleh jaringan fibrous dan dihubungkan oleh jaringan
penghubung (jaringan Stroma). Pada tipe folikular jaringan epitel terdapat pada bagian
tengah. Di bagian terluarnya berbentuk kolumnar atau palisaded ameloblas, sedangkan
dibagian tengah terkadang berbentuk menyerupai sel microcysts.
Untuk tipe plexiform terdiri dari jaringan epitel yang dapat berubah, dan merupakan
lapisan sel
(1).
(5)
Prefalensi
Ameloblastoma lebih sering terjadi pada mandibula daripada di maksilla, baik lakilaki maupun perempuan memiliki kecenderungan sama. Beberapa literatur mengatakan
bahwa kasus ini pernah terjadi pada usia sekitar 21 tahun. Pada mandibula sering terjadi di
daerah ramus, yaitu pada regio molar kedua dan ketiga. Jenis tumor ini jarang sekali terjadi
pada regio anterior. (5)
Grafik 1. Distribusi usia dan jenis kelamin,(Gambaran ameloblastoma pada usia muda di Jamaica.) (5)
Gambaran Radiografi
Dengan radiografi, lokasi ameloblastoma merupakan faktor utama dalam
menentukan diagnosa. Serangkaian pemeriksaan radiografi dibutuhkan, mulai dari
Panoramik, Computed Tomografi (CT) dan Magnetics Resonance Imaging (MRI), sangat
membantu dalam mendiagnosa awal.
Hal ini dapat membantu menemukan ekspansi tulang cortikal dengan scalloped
margins, multi lokasi atau Soap Bubble dan resorbsi akar. CTs biasanya digunakan
untuk mengetahui keterlibatan jaringan lunak, kerusakan tulang kortikal dan ekspansi
tumor pada struktur sekitarnya. Sedangkan MRIs digunakan untuk mengetahui usia dan
konsistensi tumor. (5)
Gambaran radiografi ameloblastoma dapat menyerupai kista multilokuler, disertai
daerah radiolusen berbentuk sarang lebah atau busa sabun ,dan juga dapat terlihat seperti
ruangan tunggal. Kadang-kadang pada rahang atas terlihat rongga monokistik, dengan
pelebaran membran periodontal, terkadang
melibatkan sinus. Apabila ameloblastoma berbentuk satu rongga atau monokistik, diagnosis
radiografi akan sulit, karena mirip dengan kista dentigerus atau kista radikuler yang dilapisi
epitelium. (6)
Gambar 2. (a).Lesi unilokuler di regio caninus meluas ke premolar. (b) Hasil CTs, lesi berada pada lokasi
gigi caninus meluas sampai premolar satu dan kedua. (1)
(a)
(b)
Gambar 3. (a) Gambaran ameloblastoma multilokular dengan panoramik foto, memperlihatkan kelainan di
regio caninus pada pasien anak. (b) Ameloblastoma pada regio molar rahang bawah .(5)
Gambaran pada rahang bawah biasanya terlihat pada regio molar kedua dan ketiga,
biasanya terdeteksi setelah ameloblastoma mencapai ukuran tertentu. Hal ini disebabkan
karena adanya pengaruh struktur tulang. Selain itu terdapat pula gambaran seperti busa
menyerupai dua ruang besar, radiolusen bulat, jelas dan tegas, tampak
berdampingan
dengan salah satu terletak di anterior dan lainnya di inferior, disertai gambaran difuse pada
akar gigi molar.
Tulang kortikal tampak sangat tipis dengan akar-akar terlihat sebagian menembus
pada sarang lebah (busa) tersebut. Pada penderita usia muda, jaringan tampak menyerupai
kista primordial dan folikuler.
Sedangkan pada orang dewasa, bekas epithelial dapat berasal dari ekstraksi gigi. Hal
ini terlihat pada awal usia tumor, sehingga pemeriksaan histologi harus dilakukan setelah
pembersihan / ekstirpasi sama dengan prosedur pengambilan kista. .(6)
Gambaran ameloblastoma, dengan variasi bentuk, dapat terlihat sebagai berikut : (7)
1. Terdapat rongga seperti kista, radiolusen difuse bulat dengan batas jelas dan tegas,
menyerupai busa atau sarang lebah.
2. Mempunyai rongga monolokuler atau multilokuler yang dilapisi epithelial, kadangkadang tampak berdampingan, dapat menyebabkan resorpsi eksternal gigi-gigi yang
berdekatan, dan merupakan suatu ciri-ciri umum ameloblastoma.
(a)
(b)
epithelial.
(a)
(b)
Gambar 5. (a) Gambaran multilokular radiolusen,di posterior mandibula, tampak ekspansi meluas ke
ramus, dan molar kedua mengalami disposisi, masuk jauh kearah mandibula. (b) Ameloblastoma yang
menyerupai kista dentigerus. (1)
4. Dapat terjadi di gigi molar rahang bawah, pada ruangan yang tidak bergigi
.
Gambar 6. (a) Tampak radiolusen meluas diregio molar ketiga, gigi
terdorong hingga dasar ramus, dan menekan kanalis. (b ) Foto
Postero-anterior memperlihatkan kerusakan tulang, sedemikian besar,
meliputi ramus pada sisi bukal dan lingual. (1)
Dengan oklusal foto, dapat terlihat perluasan lingual kortex, dan penipisan tulang
kortikal yang berdekatan, serta meninggalkan lapisan luar tipis tulang (seperti kulit telur).
Tumor ini memiliki potensi sangat besar untuk proses perluasan tulang, sampai terjadi
perforasi tulang ke jaringan sekelilingnya yang merupakan ciri khusus ameloblastoma.
Variasi kistik biasanya dapat menyebabkan lebih banyak perluasan daripada keratocyst
odontogenik. Batas anterior prosesus coronoid tampak hilang pada tumor-tumor besar di
ramus mandibula.( 4)
Ameloblastoma dapat rekuren, apabila saat prosedur bedah awal, tidak
menghilangkan lesi secara menyeluruh. Lesi tersebut dapat timbul dengan karakteristik
tampak seperti kista kecil dengan jumlah lebih dari satu, dan margin kortikal sklerotik
berbentuk kasar, kadang-kadang dipisahkan dengan tulang yang normal.
Differential diagnosis:
Dapat di dd/ dengan Kista dentigerus, kista primordial, odontogenik keratosis, odontogenik
myxoma atau ossifying fibroma.( 7)
Pemeriksaan Penunjang.
1. Radiografi : Dental foto: periapikal dan oklusal foto, Panoramik, PA, lateral dan
submento vertex.
2. CT Scan : penampilan pada tomografi pada dasarnya adalah gambaran seperti lapisanlapisan tipis, kecuali pada batas luar dan hubungannya dengan struktur-struktur
disekelilingnya tampak lebih jelas dan akurat .Gambaran CT
dapat mendeteksi
perforasi kortex luar dan perluasan ke jaringan lunak sekitarnya. Pada gambaran
resonansi magnet (MRI), tampak resolusi lebih baik, tentang sifat dan tingkat invasi
tersebut, sehingga menjadi sangat penting dalam penilaian evaluasi setelah operasi
ameloblastoma.(8)
Komplikasi
Harus diperhatikan kecenderungan neoplasma yang dapat menyerang
tulang/jaringan yang berdekatan, sehingga terjadi perluasan kejaringan atau organ penting
pada daerah wajah dan leher. Dengan CT dan MRI, dapat menentukan tingkat tumor secara
akurat. (9)
Terapi
Insisi atau eksisi, sudah seharusnya dilakukan, hal ini tergantung besarnya lesi.
Hasilnya kemudian dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopis dan biopsi, hal ini
akan menentukan terapi yang dilakukan. Sebuah ameloblastoma yang dilakukan eksisi,
memiliki tingkat rekurensi sebesar 50%-90%. Hal ini sangat sulit diprediksi tergantung dari
jenis ameloblastoma yang menyerang.
(8)
(setelah sebelumnya melakukan pendekatan intra oral), enukleasi, reseksi, dan extirparsi . ( 7 )
LAPORAN KASUS
Pasien wanita, 37 tahun datang ke tempat praktek doktergigi dengan keluhan ingin
dibuatkan gigi tiruan, dan telah dilakukan pengangkatan ameloblastoma pada mandibula
kiri dan kanan kurang lebih satu tahun lalu. Hal ini dilakukan, karena gigi tiruan lama
terasa tidak nyaman digunakan lagi. Pasien dalam keadaan sehat dan tidak merasakan
adanya keluhan. Kemudian dilakukan pemeriksaan CT-scan dengan pesawat CBCT-3D, di
RSGM- FKG UNPAD
Hal lain yang perlu diperhatikan, bahwa ameloblastoma memiliki tingkat rekurensi
sangat tinggi. Hasil penelitian beberapa literatur, bahwa apabila sebuah ameloblastoma
hanya dilakukan eksisi saja, sebenarnya lesi ini cukup memiliki peluang untuk rekuren
sekitar 50%-90%. (3)
Kesimpulan :
Gambaran dengan CBCT-3D memperlihatkan bahwa lesi baru yang terbentuk di
regio kanan mandibula, ukuran lebar dan tinggi, serta densitasnya lebih kecil daripada lesi
lama, kecuali densitas tulang baru tampak lebih padat. Sedangkan pada regio kiri
mandibula, baik ukuran lebar dan tinggi lesi baru lebih kecil, hanya densitas tulang tersisa
dan tulang tumbuh, tidak banyak perubahan seperti pada regio kanan mandibula.
Kemungkinan penyebabnya berhubungan dengan lesi ameloblastoma terdahulu,
yaitu lesi lama pada regio kanan, lebih besar kerusakan tulangnya daripada regio kiri.
Keadaan tulang pada lesi lama regio kiri mandibula, tampak lebih padat dan tulang yang
masih tersisa lebih banyak ( ekstirpasi kurang sempurna).
Rekurensi ini kemungkinan dapat timbul karena tidak sempurnanya tindakan
operasi, yaitu : (1) pada jaringan spongiosa, sebaiknya tindakan yang dilakukan harus lebih
cepat dengan reseksi, dan sebaiknya 1 cm jaringan sehat disekitarnya harus turut diambil.
(2) Jaringan kortikal sebaiknya direseksi secara terpisah, (3) Mukosa yang melapisi
prosesus alveolar, sebaiknya direseksi juga. (5)
Daftar Pustaka
1. WWW.wekipedia.org/wiki/Ameloblastoma, diakses Juni 2008
2. Hooker,S.P.: Ameloblastic Odontoma: An Analisys of twenty six case,Oral
Surgery, 2002
3. Horisson, Leider,A.S, Ameloblastic fibrosarcoma of the jaws, Oral
Surgery,Oral Med, Oral Path, 1999.
4. Shafer,W.G.,Hine, M.K., and Levy,B.M.,:A Text book of Oral
Pathology,ed.3, Philadhelphia,.W.B.Saunders Company, 1984.
5. www.bcm.edu/oto/grand/81091, diakses Juni 2008
6. Robinson,H.G.B.; Ameloblastoma : Survey of three hundred and seventynine case from literatur. Arch.Pathology,Juni, 1987.
7. Stafne, E.C.: Value of Rontgenograms in diagnosis of tumor of the
jaws.,Journal of Oral Surg, Oral Med, and Oral Path,2003.