Komoditas Kep Mentawai
Komoditas Kep Mentawai
tetapi rencana operasional perusahaan ini ditolak oleh sejumlah elemen masyarakat karena
HTI dianggap hanya akan merusak kelestarian hutan. Menurut Ketua Formma Sumbar, Daudi
Silvanus Satoko, kehadiran perusahaan-perusahaan di Mentawai selama ini tidak
mendatangkan dampak jangka panjang untuk kesejahteraan masyarakat. Keuntungan
ekonomi yang didapat hanya bersifat jangka pendek.
Masyarakat asli suku Mentawai sangat menghormati hutan sehingga hutan di
Mentawai masih sangat terjaga. Suku Mentawai menganggap hutan sebagai sumber
kehidupan karena masyarakat sangat bergantung pada hasil hutan. Penduduk Kepulauan
Mentawai sebagian besar hidup dari bertani tanaman pangan. Menurut data dari BPS Tahun
2013, tanaman yang ada di Mentawai diantaranya adalah padi, kacang tanah, ubi jalar, ubi
kayu, terong, cabe rawit, cabe besar, keladi, dan mentimun. Jenis komoditas terbesar yang
dihasilkan adalah keladi sebanyak 3430 ton. Dari beberapa jenis komoditas yang ada mereka
lebih banyak bertanam talas, pisang dan sagu.
Di Pulau Siberut, khususnya Kecamatan Siberut Selatan, komoditas yang banyak
ditemukan adalah singkong, keladi, sagu, pisang, kopra, kakao, nilam, pala, dan kelapa.
Komoditas yang paling banyak ditemui di daerah ini adalah singkong, pisang, sagu, dan
keladi. Keempat komoditas tersebut merupakan makanan pokok suku asli Mentawai.
Sementara itu, kopra biasanya dikirm ke Medan untuk selanjutnya diolah untuk menjadi
bahan bakar. Untuk tanaman kakao, sudah jarang ditemui di Siberut Selatan karena terkena
virus tanaman sehingga tidak dapat tumbuh dengan baik.
Di Mentawai terdapat musim buah yang biasanya jatuh pada bulan 11 atau 12. Musim
buah di Mentawai akan terjadi secara berurutan dimulai dari musim durian, lalu bulan
selanjutnya akan diikuti dengan musim kokosan, rambutan, dan langsep. Hasil panen di
musim buah jumlahnya cukup besar tetapi sayangnya karena keterbatassan infrastruktur,
masyarakat Mentawai tidak dapat menjual hasil panen ke luar Mentawai. Hasil panen
biasanya hanya dikonsumsi sendiri atau dijual ke sekitar daerah Mentawai saja.
Sebagian besar masyarakat Mentawai bekerja sebagai petani di ladang. Kebanyakan
petani di Mentawai tidak bertani di sawah namun lebih memilih bertani di ladang. Hasil
pertanian dan perkebunan Mentawai, diantaranya singkong, talas, pisang, kelapa. Untuk
kelapa, biasanya ditanam di daerah pantai, seperti misalnya di pulau Masilok. Di Pulau
Siberut terdapat tradisi yang mengharuskan setiap perempuan Mentawai menanam keladi di
rumah. Tanaman keladi juga sering dijadikan bahan utama untuk membuat makanan
tradisional Mentawai berupa Subet. Makanan ini sering dijadikan sebagai hidangan dalam
acara adat. Selain keladi, masyarakat Mentawai juga mengkonsumsi sagu sebagai makanan
pokok. Biasanya sagu diolah menggunakan daun sagu. Makanan tradisional Mentawai yang
terbuat dari sagu yang bakar menggunakan daun daun sagu disebut kapurut.
Namun sayangnya hasil pertanian yang melimpah ini belum diolah dengan baik oleh
masyarakat sekitar. Sebagian besar masyarakat hanya memanfaatkan hasil komoditas
pertanian untuk dikonsumsi sendiri atau dijual langsung ke Padang. Komoditas yang dijual ke
Padang adalah pisang. Harga jual dari pisang sudah ditentukan oleh tengkulak sehingga
seringkali merugikan petani. Biasanya warga menaruh pisang mereka didepan rumah, lalu
ada mobil yang menjemput pisang untuk dibawa ke kapal yang selanjutnya akan dikirim ke
Padang. Tentu sungguh miris, masyarakat Mentawai yang notabene tinggal di wilayah dengan
berlimpah hasil alam namun mereka tidak bisa menikmatinya, justru masyarakat dari luar
yang mendapat keuntungan dari alam Mentawai.
Kegiatan pertanian di Mentawai tentu tidak lepas dari adanya berbagai masalah.
Permasalahan yang dihadapi oleh petani Mentawai diantaranya pertama petani di Mentawai
masih belum mandiri karena mereka masih bergantung bantuan dari pemerintah. Petani
Mentawai akan berladang hanya apabila ada bantuan dari pemerintah untuk para petani. Di
Mentawai ada beberapa kelompok tani tetapi sebagian besar kelompok tani sudah tidak aktif
lagi karena anggota kelompok tani tersebut satu persatu menghilang. Kedua sistem pertanian
yang digunakan oleh masyarakat Mentawai masih tradisional sehingga hasil panen kurang
maksimal. Ketiga masyarakat Mentawai masih menggunakan sistem kepercayaan dalam
menetapkan waktu yang baik untuk bercocok tanam. Masyarakat Mentawai mempercayai
adanya tanda-tanda alam yang dapat dijadikan patokan waktu bertanam. Keempat petani
Mentawai belum menggunakan pupuk. Apabila di Jawa tanaman yang diberi pupuk, hasil
tanamannya akan lebih banyak, di Mentawai kondisinya berbeda. Di Mentawai, tanamana
yang diberi pupuk justru akan mati. Dahulu petani Mentawai pernah diberi bantuan pupuk
oleh pemerintah, tetapi setelah digunakan justru bukan malah tanaman tumbuh subur malah
sebagian besar tanaman di Mentawai mati.
Di Kecamatan Siberut Selatan terdapat lembaga pertanian yaitu BPP ( Balai Pertanian
dan Peternakan). BPP bertugas untuk mengkoordinasi jalannya kegiatan pertanian dan
peternakan di daerah Siberut Selatan serta menjalankan program-program yang bertujuan
untuk meningkatkan hasil pertanian di Siberut Selatan. Lembaga ini masih tergolong baru
sehingga belum bekerja dengan efektif. Agenda program yang akan dijalankan selama satu
tahun kedepanpun belum dibuat. Program yang telah dijalankan hanya sekedar penyuluhan
kepada kelompok tani. BPP ini masih mengalami beberapa kendala diantaranya, kekurangan
SDM, BPP Siberut Selatan hanya terdapat 5 pegawai. Untuk menjangkau seluruh wilayah
Kecamatan Siberut diperlukan lebih banyak SDM. Selain kekurangan SDM, kualitas SDM
yang ada sekarangpun masih kurang mumpuni di bidang pertanian sehingga programprogram yang dijalankan kurang tepat sasaran. Dengan hadirnya BPP di Kecamatan Siberut
Selatan diharapkan dapat membantu petani dan peternak yang ada di Siberut Selatan dan
dapat membantu memberikan solusi atas masalah yang dihadapi oleh mereka. Walaupun
BPP Siberut Selatan ini masih