Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelian sebagian lahan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras oleh
Pemprov DKI Jakarta masih menjadi polemic. Kasus ini pertama kali mencuat
dari hasil audit BPK DKI Jakarta atas laporan keuangan pemerintah DKI Jakarta
pada 2014.
BPK DKI Jakarta menganggap prosedur pembelian sebagian lahan RS
Sumber Waras menyalahi aturan. Soalnya, menurut BPK, harga lahan yang
dibeli jauh lebih mahal sehingga merugikan keuangan daerah sebesar Rp 191
miliar atau 25 persen dari nilai yang dibayarkan.
BPK pun melakukan audit ulang atas permintaan KPK. Gubernur Basuki
Tjahaja Purnama diperiksa selama seharian oleh BPK RI pada 23 November
2015. Hasil audit investigasi itu diserahkan kepada KPK pada 7 Desember
2015. Namun hasil audit tersebut terbantahkan oleh KPK.
KPK maupun BPK mempertahankan hasil audit masing-masing,
sehingga kasus ini belum ada hasil yang signifikan bagi pemerintah. Dan
terkesan ambigu hasilnya.
B. Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah yang akan dibahas
adalah :
1. Bagaimana hasil analisa KPK terhadap kasus pembelian lahan RS
Sumber Waras berdasarkan aturan yang yang berlaku?
2. Bagaimanakah hasil audit BPK terhadap pembelian lahan Rs.
Sumber Waras?
3. Bagaimana pak Ahik menanggapi hasil kedua institusi tersbut?

C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaiaman cara kerja KPK dan BPK dalam
mengaudit kasus pembelian lahan RS Sumber Waras Jakarta sesuai dengan
aturan yang berlaku.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Analisa KPK tentang pembelian lahan RS Sumber Waras
KPK menyelidiki kasus pembelian lahan RS Sumber Waras oleh
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak 2015. Pimpinan KPK meminta audit

investigasi pada 6 Agustus 2015 dari BPK. Setelah itu, pada 29 September 2015
membuat surat perintah penyelidikan. KPK berkoordinasi dengan auditor BPK
dalam perolehan data dan dokumen. Hasil audit investigasi dari BPK diserahkan
kepada KPK pada 7 Desember 2015.
Pemeriksaan terhadap Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama
(Ahok) pada Selasa (12/4/2016) lalu, merupakan langkah yang tepat bagi KPK
untuk mendalami kasus tersebut. Ahok menilai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
membeli lahan di Jalan Kyai Tapa 1, Grogol, Jakarta Barat, itu karena NJOP
pada 2014 adalah sebesar Rp 20,7 juta per meter persegi, sehingga Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta diuntungkan karena pemilik lahan menjual dengan harga
NJOP sehingga total harganya Rp 755,6 miliar sedangkan pada harga pasar,
nilainya lebih tinggi. Ahok dipanggil beberapa kali oleh KPK saat penyelidikan.
Menurut dia, tidak ada yang salah dalam pembelian lahan rumah sakit tersebut.
Rumah sakit seluas 3,1 hektare itu dibeli pemerintah Jakarta pada 2014 seharga
Rp 775 miliar. BPK menyatakan nilai tersebut terlalu mahal Rp 191 miliar
dibanding harga yang diajukan Ciputra setahun sebelumnya. Informasi dari
Ahok menjadi pembanding laporan BPK. Ketua KPK mengatakan hasil audit
tersebut menjadi tambahan informasi dalam penyelidikan.
Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan tidak menemukan tindak
pidana korupsi dalam pembelian lahan RS Sumber Waras Jakarta seluas 3,64
hektare.
Penyidik KPK tidak menemukan perbuatan melawan hukum dalam
pembelian Sumber Waras, pernyataan disampaikan di depan Komisi Hukum
Dewan Perwakilan Rakyat pada Selasa, 14 Juni 2016.
Poin pokoknya adalah perbedaan penggunaan aturan, itu yang
didalami KPK saat penyelidikan dan auditor BPK bertemu. KPK menggunakan
pasal 121 Perpres Nomor 40/2014 Perpres Nomor 40/2014 mengatur tentang
penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan
umum. Di sana diatur pengadaan tanah yang kurang dari 5 hektar boleh beli
langsung maupun negosiasi oleh instansi yang membutuhkan.
Interpretasi atas pembelian langsung dapat mengacu pada Pasal 53
ayat (3) Perka BPN 5/2012 yang menyatakan bahwa pembelian lahan berskala
kecil dapat dilakukan tanpa melalui mekanisme yang diatur dalam UU 2/2012.
Artinya, pengadaan tanah di bawah 5 hektare dapat dilakukan tanpa melalui
tahapan sebagaimana diatur dalam UU 2/2012 atau Pasal 2 Perpres 71/2012.

Dengan demikian, instansi yang memerlukan tanah memiliki pilihan


apakah pembelian langsung mengikuti tahapan yang diatur Perpres 71/2012
atau tidak. Jika ikut tahapan tersebut, tentu lebih baik meski efisiensi dan
efektifitasnya kurang terpenuhi. Jika tidak diikuti tentu juga bukan suatu
pelanggaran.
Aturan ini, dimaknai oleh KPK bahwa prosedur di pasal lain dalam
Perpres tersebut tidak perlu lagi dilalui. Sementara BPK sebaliknya. Meski
dibolehkan

negosiasi

langsung,

tapi

perencanaannya,

penganggaran,

penentuan lokasi, termasuk penyerahan obyek tanah, tetap harus diikuti


ketentuannya.
Pasal 121 Perpres Nomor 40 Tahun 2014 menyebut, dalam rangka
efisiensi dan efektivitas, maka pengadaan tanah di bawah lima Ha, dapat
dilakukan pembelian langsung antara instansi yang memerlukan dan pemilik
tanah. Menurut KPK, bunyi pasal itu sesuai dengan apa yang dilakukan
Pemerintah Provinsi DKI saat membeli lahan RS Sumber Waras. Penyelidik
KPK juga menggunakan surat peraturan kepala BPN no 5/2012 yang
menguatkan Perpers tersebut.
KPK telah mengundang banyak lembaga untuk meminta pendapat
selama penyelidikan kasus ini, termasuk pendapat ahli. Penyidik mengundang
ahli dari UGM, UI, juga MAPPI. Mereka menyandingkan temuan-temuan. Data
BPK itu belum cukup menunjukkan indikasi kerugian negara. Dan itu didukung
pendapat banyak ahli," kata Ketua KPK. "Menurut pendapat Masyarakat Profesi
Penilai Indonesia (MAPPI), ada selisih harga lahan, tapi tidak sebesar itu, hanya
sekitar 9 persen."
Karena itu, tiga temuan BPK terkait prosedur pengadaan seperti
penunjukan lokasi, studi kelayakan, kajian teknis, dan penetapan lokasi tidak
dapat dinilai sebagai pelanggaran atas prosedur pengadaan lahan apalagi
menjadi perbuatan melawan hukum
Makanya, sampai saat ini, KPK belum bisa menemukan dua alat bukti
yang cukup untuk menaikkan perkara dari tahap penyelidikan ke penyidikan.

B. Hasil Audit BPK terhadap pemeblian lahan RS. Sumber Waras

BPK menuduh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama bersalah membeli


3,6 hektare senilai Rp 755 miliar lahan Rumah Sakit Sumber Waras di Jakarta
Barat itu pada 2014.
BPK menyebut proses pembelian lahan milik Yayasan Kesehatan
Sumber Waras senilai Rp 800 miliar pada APBD Perubahan 2014 itu tidak
sesuai prosedur. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dianggap membeli dengan
harga lebih mahal dari seharusnya sehingga berindikasi mengakibatkan
kerugian negara Rp 191 miliar.
BPK DKI sebelumnya menyebutkan pembelian lahan Sumber Waras
merugikan negara hingga Rp191 miliar. Namun dalam perkembangannya, ada
perubahan nilai kerugian setelah digelar audit investigasi oleh BPK yakni
sebesar Rp173 miliar.
Kerugian terjadi karena ada perbedaan nilai jual objek pajak tanah
(NJOP). BPK menilai NJOP yang ada di Jalan Tomang Utara, sedangkan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menilainya di Jalan Kyai Tapa.
BPK juga menyatakan tanah Sumber Waras berada di Jalan Tomang
Utara dengan nilai jual Rp 7 juta. Sedangkan Ahok memakai harga tanah Rp 20
juta sesuai dengan nilai jual obyek pajak (NJOP) lahan di Jalan Kyai Tapa.
Beberapa alasan BPK yang menjadi dasar adanya kerugian negara
dalam pembelian lahan RS. Sumber Waras antara lain:
1. Lokasi lahan Sumber Waras bukan di Jalan Kiai Tapa, tapi di Jalan Tomang
Utara.
2. NJOP RS Sumber Waras seharusnya mengacu pada Jalan Tomang Utara
juga keliru. Perhitungan NJOP RS SW didasarkan pada kode ZNT (Zona
Nilai Tanah) yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak Kementerian Keuangan.
3. Perhitungan kerugian daerah. BPK mengacu pada harga tanah dalam
kontrak YKSW dengan PT CKU sebagai dasar perhitungan kerugian daerah.
4. Berdasarkan kontrak tersebut, nilai tanah RS Sumber Waras per meter
persegi adalah Rp 15,5 juta. Harga ini didasarkan pada NJOP lahan RS
Sumber Waras tahun 2013.
5. BPK Jakarta menyatakan pembelian lahan RS Sumber Waras tidak masuk
kategori sebagai program yang layak dibiayai dalam APBDP 2014. BPK
Jakarta mendasarkan temuan ini pada pelanggaran atas Pasal 163
Permendagri 13/2006.
6. prosedur pengadaan lahan. BPK Jakarta mengacu pada Pasal 13 UU 2/2012
dan Pasal 2, 5, 6 dan 7 Perpres 71/2012. Undang-undang dan perpres ini
mengatur

bahwa

tahapan

pengadaan

lahan

untuk

pembangunan

kepentingan umum terdiri dari perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan


penyerahan
7. Karena letaknya di Jalan Tomang Utara, basis pembelian lahan Sumber
Waras memakai nilai jual obyek pajak jalan itu Rp 7 juta per meter persegi.
8. Pembelian lahan Sumber Waras kurang cermat karena tanpa kajian dan
perencanaan yang matang.
Ketua BPK menegaskan, apa yang dilakukan BPK dalam melakukan
audit sudah final dan sudah sesuai pedoman. Sudah clear. Hasil sumber waras
sudah final, dan ini konsumsi aparat penegak hukum untuk tindak lanjut. BPK
hanya ambil fakta lapangan. Mengindikasikan dan menghitung kerugian negara.
Masalah tindak pidana bukan kewenangan BPK. Penetapan tersangka
bukan kewenangan BPK. Atas rekomendasi yang pernah BPK lakukan BPK
memastikan harus ditindak lanjuti. Artinya bila tidak ditindaklanjuti sudah ada
pelanggaran konstutusi.
.

C. Tanggapan Pak Ahok atas hasil audit KPK dan BPK


Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membeli lahan RS Sumber Waras
untuk membangun rumah sakit khusus kanker, dilengkapi dengan sejumlah
fasilitas pendukung, termasuk apartemen.
Ahok menilai lokasi pembangunan RS Sumber Waras sudah ideal,
karena dekat dengan RS Kanker Dharmais, Jakarta Barat.
C.1. Tanggapan Pak Ahok atas hasil audit BPK
Ahok menyebut hasil audit investigasi BPK ngaco. Hal tersebut dilatari
adanya perbedaan dasar yang digunakan BPK terhadap harga tanah.
Tanggapan Pak Ahok :
1. Soal NJOP
Penentu NJOP Sumber Waras adalah Direktorat Jenderal

Pajak

Kementerian Keuangan yang menyebutkan pajak lahan itu mengikuti NJOP


Jalan Kiai Tapa.
Fakta :
Faktur yang ditandatangani Satrio Banjuadji, Kepala Unit Pelayanan Pajak
Daerah Grogol menyebutkan tanah itu di Jalan Kyai Tapa dengan NJOP
sebesar Rp 20,7 juta. Tentu saja yang menentukan NJOP Sumber Waras
adalah Dirjen Pajak.
2. Kerugian

Tawaran Ciputra itu ketika nilai jual obyek pajak belum naik pada 2013. Pada
2014, NJOP tanah di seluruh Jakarta naik 80 persen.
Fakta:
Berdasarkan data SIM PBB-P2 dari Direktorat Jenderal Pajak, NJOP lahan
Sumber Waras yang ditentukan pada 2013 naik dari Rp 12,2 juta sedangkan
pada 2014 Rp 20,7 juta.
3. Pembelian tanpa kajian
Dibahas dan disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Fakta:
APBD 2014: Pembelian tercantum di KUA-PPAS 2014 perubahan yang
ditandatangani

empat

pimpinan

DPRD

2014-2019:

Ferrial

Sofyan,

Triwisaksana, Boy Bernadi Sadikin, dan Lulung Lunggana.


C.2. Tanggapan Pak Ahok atas hasil audit KPK
Ahok : Ya, saya terima kasih. Berarti kan memang (KPK bekerja)
secara profesional," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (14/6/2016).
Sejak awal Ahok meyakini bahwa tidak ada kesalahan dalam
pembelian lahan RS Sumber Waras. Pasalnya, penetapan zonasi serta nilai jual
obyek pajak (NJOP) tidak ditentukan oleh Pemprov DKI Jakarta, tetapi oleh
Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta Kementerian Keuangan.
Ahok : "Saya dari dulu juga bilang, enggak ada salah kok (dalam
pembelian lahan RS Sumber Waras). Yang nentuin zonasi dan NJOP itu juga
bukan saya, tapi peninggalan zaman dulu," kata Ahok.

BAB III
PENUTUP
Berdasarkan analisa di atas dapat disimpulkan bahwa temuan BPK Jakarta
atas pembelian lahan RS SW masih patut dipertanyakan, karena keliru
menggunakan pasal dan aturan serta kurang cermat dalam pemeriksaan.
Berdasarkan analisis tersebut juga dapat disimpulkan bahwa belum
ditemukan adanya indikasi korupsi dalam pembelian lahan RS Sumber Waras oleh
Pemprov Jakarta pada 2014.
KPK juga sedang menelisik kasus dugaan korupsi pembelian lahan RS SW.
Apapun keputusan KPK terkait dengan kasus ini, wajib didukung demi tegaknya
kebenaran dan keadilan di negeri ini.

Anda mungkin juga menyukai