NIM : 3403190150
Kelas : Akuntansi B Karyawan
a. Kronologis Kasus
Direktur Utama Bank Mega JB Kendarto menegaskan, pembobolan sebesar Rp
111 miliar bukan pada Bank Mega, tetapi rekening PT Elnusa Tbk (ELSA) di Bank
Mega.
Sekalipun ini merupakan masalah internal bank, ia menyebutkan, Bank Mega
tetap memberikan konfirmasi kepada pers untuk meluruskan kesimpangsiuran berita.
Selain itu, bank yang merupakan salah satu anak bisnis dari Para Group ini
menceritakan bagaimana modus dari pembobolan rekening ELSA yang saat ini
kasusnya sedang ditangani oleh pihak yang berwajib.
Modusnya yaitu menggunakan dana perusahaan untuk kepentingan pribadi
dengan cara menginvestasikannya kepada pihak ketiga yang bergerak dalam bidang
pengelolaan investasi. Kemudian, pelaku pun tidak sendiri, melainkan ada kolaborasi
dengan beberapa pihak, dengan Bank Mega sebagai tempat transaksi. Bank Mega telah
melaporkan masalah ini ke Direktorat Pengawasan Bank Indonesia pada 21 April 2011.
Awalnya, ELSA melakukan transfer dana dari salah satu bank X di Jakarta
untuk ditempatkan sebagai deposito on call (DoC) atau penempatan berjangka pendek
dengan tenor masing-masing 1-8 hari. Bukan ditempatkan dalam bentuk deposito
berjangka seperti yang telah diberitakan. Dalam penempatan dan pencairan DoC,
bahkan proses transfer Bank Mega telah melakukan sesuai dengan operasional yang
berlaku, dengan mendapatkan dokumen ditandatangani oleh direktur keuangan dan
direktur utama ELSA, yang difasilitasi oleh pemimpin KCP Bekasi Jababeka.
Pada pembukaan DoC, dana berasal dari rekening giro dari bank X sebesar Rp
111 miliar dan rekening giro dari Bank Mega KCP Menara Batavia sebesar Rp 50
miliar. Jumlah total dana sebesar Rp 161 miliar. Selanjutnya, pencairan DoC, dana
masuk ke rekening giro Mega Bisnis atas nama ELSA di KCP Bekasi Jababeka dan di-
overbooking ke dua rekening giro Mega Bisnis atas nama PT Discovery Indonesia (DI)
pada cabang yang sama, yang kemudian dana itu ditransfer ke rekening giro atas nama
DI di bank Y dan X. Berdasarkan aliran dana tersebut, DI melakukan penempatan DoC
pada 16 September dan 6 Oktober 2009 masing-masing senilai Rp 5 miliar, yang
kemudian dicairkan sebelum jatuh tempo untuk masuk ke rekening giro Mega Bisnis
dan ditransfer ke rekening giro miliknya di bank Y.
Lalu pada 8 Maret 2010 terlihat transaksi pengiriman uang melalui bilyet giro
atas nama DI di KCP Bekasi Jababeka yang ditujukan ke rekening giro atas nama
Elnusa di bank X sebesar Rp 50 miliar, yang pada aplikasi transfer tertulis
"pengembalian hasil investasi". Dari transaksi tersebut, diindikasikan Elnusa
mengetahui dana itu digunakan untuk investasi di luar Bank Mega dan telah terjadi
pengembalian dana ke rekening milik Elnusa. Sehingga dana Elnusa yang belum
kembali sebesar Rp 111 miliar. Mengenai hal ini, Kendarto menyebutkan, keseluruhan
perputaran keuangan ELSA diketahui oleh saudara SB selaku Direktur Keuangan
ELSA.
e. Kesimpulan
Penerapan tata kelola perusahaan kian menjadi faktor penentu yang strategis
bagi perusahaan agar dapat senantiasa meningkatkan nilai serta memelihara proses
pertumbuhan yang berkelanjutan. Oleh karenanya, setiap perusahaan perlu terus
meningkatkan kerja kerasnya agar dapat mengambil manfaat dari penerapan tata kelola
perusahaan yang baik. Percayalah, kita mampu jika kita memang sungguhsungguh mau
melakukannya. Jika prinsip GCG ini dilaksanakan secara sungguh-sungguh, bisa
dipastikan perusahaan akan memiliki landasan yang kokoh dalam menjalankan
bisnisnya. Secara eksternal, perusahaan akan lebih dipercaya investor, yang berarti nilai
pasar sahamnya akan terus membubung. Mitra kerja pun tak ragu mengembangkan
hubungan bisnis lebih luas lagi. Para pemasok memiliki pegangan yang jelas dan
terpercaya serta yakin akan diperlakukan secara adil sehingga bisa memberikan harga
yang terbaik, yang berarti menciptakan efisiensi bagi perusahaan. Para kreditur pun
memiliki kepercayaan tinggi untuk mengucurkan kreditnya yang mungkin kita perlukan
buat perluasan usaha.
Secara internal, suasana kerja juga menjadi lebih kondusif. Karena dengan
menerapkan GCG secara benar dan konsisten, berarti perusahaan sudah menerapkan
sistem pengelolaan perusahaan sesuai dengan pembagian peran masing-masing, di
tingkatan direksi, komisaris, komite-komite, dan lain-lain serta aturan main yang baku
berdasarkan prinsip GCG tadi. Tak kalah pentingnya, terciptanya keseimbangan
kekuatan di antara struktur internal perusahaan (direksi, komisaris, komite audit, dan
lain sebagainya). Sehingga, pengambilan keputusan bisa menjadi lebih
dipertanggungjawabkan (accountable), juga hati-hati dan bijaksana (prudent).
Bukan rahasia lagi, hingga saat ini praktik korupsi, penggelembungan biaya,
kolusi serta nepotisme masih tumbuh subur dan terus dipupuk di banyak perusahaan
swasta atau pemerintah. Penerapan GCG ini sebenarnya merupakan antibiotik yang
sangat ampuh untuk memberantas praktik-praktik yang menciptakan radang yang
merongrong perusahaan tersebut yang pada gilirannya merugikan konsumen karena
adanya praktik biaya ekonomi tinggi. Mengingat manfaatnya itu, para otoritas GCG
perlu lebih agresif lagi mendorong penerapan GCG, terutama di perusahaan publik,
lembaga keuangan nonpublik dan BUMN.
Tidak bisa diingkari, masih banyak penerapan GCG yang sekadar untuk
kosmetik atau mendongkrak citra perusahaan dan tak konsisten untuk jangka panjang.
Karena itu, perlu komitmen yang lebih tinggi lagi terutama dari pimpinan dan pemilik
perusahaan. Begitu pula, survei seperti ini pun selalu mempunyai kelemahan, karena tak
bisa sebebas-bebasnya menguak apa yang tersembunyi di balik tameng rahasia
perusahaan.