Spinal Cord Injury
Spinal Cord Injury
BAB 2
ANATOMI TULANG
2.1
Anatomi
vertebralis
kolumna
Gambar dikutip dari: Snell RS. Chapter 4. The Spinal Cord and the
Ascending and Descending Tracts. In: Snell RS. Clinical Neuroanatomy.
7th Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia. 2010. p. 133-84
Chapter 255. Spine and Spinal Cord Trauma. In: Tintinalli JE,
Stapczynski JS, Cline DM, Ma OJ, Cydulka RK, Meckler GD,
eds. Tintinallis Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide.
7th ed. New York: McGraw-Hill; 2011.
http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=6389092.Accessed
September 30, 2013
ekstremitas
atas,
segmen
torakal
mempersarafi
otot-otot
torakoabdominal, dan L2-S2 mempersarafi otot-otot ekstremitas
bawah.5 Beberapa dermatom penting yang memberikan gambaran
untuk fungsi sensorik dari nervus spinalis, antara lain C2-C3 untuk
bagian posterior kepala-leher, T4-5 untuk daerah areola mamae, T10
untuk umbilikus, bagian ekstremitas atas: C5 (bahu anterior), C6 (ibu
jari), C7 (jari telunjuk dan tengah), C8 (jari kelingking), T1 (bagian
medial antebrakii), T2 (bagian medial dari brakialis), T2/T3 (aksila),
bagian ekstremitas bawah: L1 (bagian anterior dan medial dari
femoralis), L2 (bagian anterior dari femoralis), L3 (lutut), L4 (medial
malleolus), L5 (dorsum pedis dan jari 1-3), S1 (jari 4-5 dan lateral
malleolus), S3/Co1 (anus).5
Medulla spinalis terdiri dari dua substansia, antara lain substansia
kelabu (gray matter) yang terletak internal dan substansia alba (white
matter) yang terletak secara eksternal.4,5 Secara umum, substansia
alba terdiri dari traktus ascending (sensorik) dan descending (motorik),
sedangkan substansia kelabu dapat dibagi menjadi 10 lamina atau 3
bagian (kornu anterior, posterior, dan lateral) yang tersusun dari
nukleus-nukleus yang berperan dalam potensi aksi neuron-neuron
(Gambar 4 dan 5).5
cuneocerebellar,
olivary.4
spinotectal,
spinoreticular,
BAB 3
CEDERA MEDULA SPINALIS
3.1 Definisi
Cedera medulla spinalis atau Spinal Cord Injury (SCI) didefinisikan
sebagai cedera atau kerusakan pada medulla spinalis yang
menyebabkan perubahan fungsional, baik secara sementara maupun
permanen, pada fungsi motorik, sensorik, atau otonom. 6,9 Beberapa
literatur membedakan SCI sebagai traumatic spinal cord injury
(TSCI)dan nontraumatic,
sedangkan
pada
literatur
lainnya
menggunakan istilah SCI sebagai TSCI.
3.2 Epidemiologi
Tingkat insidensi di Amerika Serikat per tahun mencapai 40 kasus baru
per 1 juta penduduk setiap tahunnya atau diperkirakan sekitar 12.000
kasus baru per tahun.2 Sekarang ini, diperkirakan terdapat sekitar
183.000-230.000 pasien dengan cedera medulla spinalis yang masih
bertahan hidup di Amerika Serikat.10
3.3 Etiologi
Sejak tahun 2005 etiologi utama CMS (Gambar 14), antara lain
kecelakaan lalu lintas (39,2%), jatuh (28,3%), kekerasan (luka tembak,
14,6%), olah raga (terutama diving, 8,2%), akibat lainnya dari
mencakup 9,7%.2 Beberapa literatur mendokumentasikan etiologi yang
serupa, namun dengan sedikit variasi pada proporsinya. 6,10,11Etiologi
nontraumatik, antara lain gangguan vaskular, autoimun, degeneratif,
infeksi, iatrogenik, dan lesi onkogenik.6,7,11
3.4. Patofisiologi
3.4.1 Mekanisme Cedera
Lokasi SCI berturut-turut dari yang paling umum, antara lain daerah
servikal (level C5-C6), thoracolumbar junction, thorakalis, dan lumbalis
(Tabel 1).11Mekanisme cedera umumnya merupakan aspek utama yang
menentukan lokasi cedera medulla spinalis, 11 contohnyamotor vehicle
accident (MVA) atau kecelakaan lalu lintas umumnya melibatkan
cedera daerah servikal (akibat hiperekstensi dan hiperfleksi), jatuh
melibatkan beberapa daerah lokasi tergantung bagian yang terjatuh
menumpu ke tanah terlebih dahulu (jatuh dengan kaki menumpu
melibatkan daerah thoracolumbar akibat fraktur kompresi atau burst
fracture, jatuh di tangga dimana leher menumpu tangga melibatkan
hiperekstensi leher dan cedera servikal), jatuh dengan bokong
menumpu tanah melibatkan daerah lumbar).7
Gambar dikutip dari: Freidberg SR, Magge SN. Chapter 60. Trauma to
the Spine and Spinal Cord. In: Jones HR, Srinivasan J, Allam GJ, Baker
RA. Netters Neurology. 2nd edition. Elsevier, Saunders. 2012. p.56271dan Sheerin F. Spinal Cord Injury: Causation and Pathophysiology.
Emerg Nurse 2005; 12(9):29-38.
Mekanisme cedera lainnya yaitu cedera kompresi. 13 Pada cedera
dengan mekanisme ini, korpus vertebra mengalami pemendekkan dan
mungkin
terjadi wedge
compression
fracture
atau
burst
fracturedengan aspek posterior dari korpus masuk ke dalam kanal
spinalis.1,7,13 Wedge fracture umumnya stabil karena ligamentum intak,
namun apabila terdapat fragmen yang masuk kedalam kanal spinalis
dan biasanya terdapat kerusakan ligamen sehingga tergolong tidak
stabil. Apabila terjadi kombinasi gaya rotasi, dapat terjadi tear drop
fracture (digolongkan tidak stabil).
pada
cedera
Pada lesi komplit atau complete cord transection terjadi disrupsi dari
traktus sensorik (termasuk traktus spinotalamik anterior dan lateral),
motorik (kortikospinal anterior dan lateral), dan fungsi otonom dari
level lesi kebawah. Pada complete cord transection, terdapat dua fase,
meliputi
fase
arefleksia
(fase
shok
spinal)
dan
fase
hyperrefleksia.12 Presentasi klinis pada fase arefleksia untuk pasien
dengan lesi komplit adalah tetraplegia (gangguan atau hilangnya
fungsi motorik dan atau sensorik pada segmen servikal dari medulla
spinalis karena adanya kerusakan elemen saraf dalam kanal spinalis
yang melibatkan kelemahan pada keempat ekstremitas, dan organorgan pelvis), paraplegia (gangguan atau hilangnya fungsi motorik dan
atau sensorik pada segmen torakal, lumbal, atau sakral (tetapi tidak
servikal) akibat dari kerusakan elemen saraf dalam kanal spinalis
(sebagaimana
didefinisikan
oleh
International
Standards
for
Neurological Classification of Spinal Cord Injury revisi 2011 yang
dipublikasikan oleh ASIA), arefleksia, anestesia pada level dibawah lesi,
shok neurogenik (hipotensi dan hipotermia tanpa takikardia
kompensasi), gangguan nafas (pada lesi servikal atas), hilangnya tonus
rektum dan buli-buli, retensio urin dan usus menyebabkan ileus,
dan priapism.12,14 Pada fase hiperrefleksia, seluruh aktifitas refleks
kembali dan meningkat tonusnya. Babinski sign (dorsifleksi dari ibu
jari), refleks achilles, patellar, bulbocavernous, dan refleks lainnya akan
kembali dan meningkat. Refleks miksi dan defekasi akan meningkat
dan tidak dapat dikendalikan.12
Central Cord syndrome (CCS) atau Schneider syndrome merupakan
salah satu sindrom lesi inkomplit dari medulla spinalis yang paling
umum dan terjadi akibat cedera hiperekstensi pada daerah servikal
dengan kompresi medulla spinalis oleh osteophyte secara anterior dan
ligamentum flavum secara posterior.12,13,15,16 Sindrom ini merupakan
akibat dari proses patologi yang terjadi di dalam dan sekitar kanal
sentralis sehingga pada lesi awal (lesi kecil) hanya traktus spinotalamik
yang mengalami penyilangan pada daerah tersebut saja yang terlibat
(Gambar 22). Seiring dengan meluasnya lesi ke lateral, 15 traktus
kortikospinal akan terlibat dan menyebabkan kelemahan motorik yang
lebih bermakna di ekstremitas atas dibandingkan ekstremitas bawah
(tekanan sentral menyebabkan lesi lebih berat pada traktus yang lebih
medial yaitu traktus kortikospinal untuk ekstremitas atas). 7 Penurunan
fungsi sensorik umumnya minimal, berbentuk shawl-like (seperti syal)
atau nonspesifik dan terjadi dibawah lesi. 13,15,16 Disfungsi buli-buli yang
menyebabkan retensio urin terjadi pada beberapa kasus.
3.5 Diagnosis
dilihat
pada
Gambar
23.17
3.6 Tatalaksana
Kerusakan medulla spinalis akibat dari cedera primer umumnya tidak
dapat diperbaiki sehingga seluruh usaha dikerahkan untuk mencegah
terjadinya kerusakan lebih lanjut yang belum terjadi (sekunder) dan
komplikasi-komplikasi dari cedera tersebut.13 Prinsip utama dari
tatalaksana CMS, antara lain mencegah kerusakan sekunder dari CMS,
reduksi dan stabilisasi dari cedera (tulang dan ligamen), mencegah
dan menangani komplikasi dari CMS, dan rehabilitasi. 13Berdasarkan
waktu penanganannya tatalaksana CMS dibagi menjadi dua fase,
antara lain fase pra-rumah sakit dan fase di rumah sakit.
karung pasir (sandbags) atau bolster di kedua sisi leher dan wajah,
spinal board, penggunaan metode log-roll dan spinal lift untuk
memindahkan pasien dengan minimum 4 penolong merupakan teknikteknik untuk imobilisasi tulang belakang agar tidak mengalami cedera
lebih lanjut.20 Tindakan imobilisasi terus dipertahankan sampai pasien
terbukti tidak mengalami CMS. Dalam literatur, umumnya apabila MRI
sudah menyatakan tidak ada kelainan pada daerah tulang belakang
maka penggunaan collar sudah dapat dilepas.1,18
Survei primer (ABCD) secara cepat untuk merestorasi setiap tandatanda vital yang ada merupakan tindakan yang harus dilakukan sejak
pertama kali menemukan pasien trauma, kemudian disusul dengan
survei sekunder secara cepat untuk melihat gejala dan tanda klinis
untuk CMS. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, pasien dengan
CMS dapat mengalami respiratory insufficiency akibat dari lesi CMS
yang tinggi (parese nervus phrenikus) dan syok neurogenik yang
menyebabkan hipotensi sehingga tatalaksana awal untuk mencegah
kerusakan sekunder akibat hipoksia dan hipotensi tersebut harus
dideteksi dan ditangani secara cepat dan adekuat. Intubasi harus
dilakukan bila memang dibutuhkan, tidak hanya untuk memberikan
oksigenasi yang adekuat, tetapi juga untuk mempertahankan patensi
jalan napas. Pada pasien CMS yang tidak stabil membutuhkan dokter
atau paramedis yang berpengalaman dalam teknik intubasi orotrakeal
tanpa melakukan tindakan hiperekstensi dari leher karena tindakan
tersebut
dapat
memperparah
CMS
dan
menyebabkan
kematian.19Adanya penemuan dari tekanan sistolik dibawah 90 mmHg
dan bradikardia (nadi dibawah 60 kali/menit) menandakan terjadinya
syok neurogenik (hipovolemik bila takikardia). Syok neurogenik diatasi
dengan pemasangan dua IV line large bore (16-18 G), pemberian
cairan isotonis, penggunaan vasopressor (norepinefrin) dan atropine
untuk meningkatkan nadi.19
Gambar dikutip dari: Gambar dikutip dari: Freidberg SR, Magge SN.
Chapter 60. Trauma to the Spine and Spinal Cord. In: Jones HR,
Srinivasan J, Allam GJ, Baker RA. Netters Neurology. 2nd edition.
Elsevier, Saunders. 2012. p.562-71
BAB 4
RINGKASAN
Cedera medura spinalis (CMS) sekunder akibat trauma tulang belakang
merupakan salah satu cedera hebat yang memberikan siknifikansi
besar dalam kehidupan manusia, yakni dalam hal tingkat morbiditas
dan mortalitas, perubahan aktivitas sehari-hari, dan biaya yang harus
ditanggung oleh pasien, keluarga, dan masyarakat. Pengetahuan akan
struktur neuroanatomi medulla spinalis adalah kebutuhan mendasar
yang diperlukan untuk mengerti setiap manifestasi klinis yang dapat
ditimbulkan oleh cedera medulla spinalis. Cedera ini umumnya
melibatkan pria dewasa muda dengan rentang usia rata-rata 28 tahun
(terutama antara 16-30 tahun) dengan perbandingan rasio pria :
wanita yaitu 4:1. Etiologi CMS antara lain kecelakaan lalu lintas
(39,2%), jatuh (28,3%), kekerasan (luka tembak, 14,6%), olah raga
(terutama diving, 8,2%), akibat lainnya dari mencakup 9,7%. Lokasi
SCI berturut-turut dari yang paling umum, antara lain daerah servikal
(level C5-C6), thoracolumbar junction, thorakalis, dan lumbalis.
Mekanisme cedera, antara lain cedera fleksi, hiperekstensi, dan
kompresi. Diagnosis dari CMS dilakukan secara pemeriksaan klinis dan
evaluasi radiologis. Penanganan CMS sesuai dengan prinsip ATLS dan
meliputi penanganan pra-rumah sakit dan di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
1.Freidberg SR, Magge SN. Chapter 60. Trauma to the Spine and Spinal
Cord. In: Jones HR, Srinivasan J, Allam GJ, Baker RA. Netters
Neurology. 2nd edition. Elsevier, Saunders. 2012. p.562-71
2. National Spinal Cord Injury Statistical Center. Spinal Cord
Injury Facts and Figures at a Glance. Birmingham, Alabama.
2012. Downloaded from: https://www.nsisc.uab.edu
3. Baron BJ, McSherry KJ, Larson, Jr. JL, Scalea TM. Chapter 255.
Spine and Spinal Cord Trauma. In: Tintinalli JE, Stapczynski JS,
Cline DM, Ma OJ, Cydulka RK, Meckler GD, eds.Tintinallis
Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide. 7th ed.
New
York:
McGraw-Hill;
2011.
http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=6389092.
Accessed September 30, 2013
4. Snell RS. Chapter 4. The Spinal Cord and the Ascending and
Descending Tracts. In: Snell RS. Clinical Neuroanatomy.
7thEdition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia. 2010. p.
133-84
5. Gondim FAA, Gest TR. Topographic and Functional Anatomy of
the
Spinal
Cord.
Emedicine
Medscape
2013.http://emedicine.medscape/article/1148570overview#showall
6. Chin LS. Spinal Cord Injuries. Emedicine Medscape
2013.http://emedicine.medscape.com/article/793582overview#showall
7. Sheerin
F.
Spinal
Cord
Injury:
Causation
Pathophysiology.Emerg Nurse 2005; 12(9):29-38
and
Cord
Injury, Part I:
Mechanisms. Clin
10.
Gondim FAA. Spinal Cord Trauma and Related Diseases.
Emedicine
Medscape
2013.http://emedicine.medscape.com/article/1149070overview#a0199
11.
Derwenskus J, Zaidat OO. Chapter 23. Spinal Cord Injury
and Related Diseases. In: Suarez JI. Critical Care Neurology
and Neurosurgery. New Jersey. Humana Press. 2004. p.417-32
12.
Ropper AH, Samuels MA. Chapter 44. Diseases of the
Spinal Cord. In: Ropper AH, Samuels MA, eds.Adams and
Victors Principles of Neurology. 9th ed. New York: McGrawHill;
2009.
http://www.accessmedicine.com/content.aspx?
aID=3640625. Accessed October 3, 2013.
13.
Kaye AH. Chapter 16. Spinal Injuries. In: Kaye AH.
Essential Neurosurgery. 3rd Edition. Victoria, Blackwell
Publishing. 2005. p. 225-33
14.
Kirshblum et al. International standards for neurological
classification of spinal cord injury (Revised 2011). J Spinal
Cord Med 2011;34(6):535-46
15.
Gruener G, Biller J. Spinal Cord Anatomy, Localization,
and Overview of Spinal Cord Syndromes. Continuum: Lifelong
Learning Neurol 2008;14(3):11
16.
Bill II CH, Harkins VL. Chapter 29. Spinal Cord Injuries.
In:Shah SM, Kelly KM. Principles and Practice of Emergency
Neurology. Cambridge University Press, New York. 2003 p.286303
17.
Stiell et al. The Canadian C-Spine Rule versus the
NEXUS Low-Risk Criteria in Patients with Trauma. N Eng J
Med2003;349:2510-8
18.
Grundy D, Swain A, Morris A. Chapter 3. Radiological
Investigations. In: Grundy D, Swain A. ABC of Spinal Cord
Injury. 4th edition. BMJ Publishing Group, London. 2002. p. 11-6
19.
Castellano JM. Prehospital Management of Spinal Cord
Injuries. Emergencias 2007; 19:25-31
20.
Swain A, Grundy D. Chapter 4. Early Management and
Complications I In: Grundy D, Swain A. ABC of Spinal Cord
Injury. 4th edition. BMJ Publishing Group, London. 2002. p. 1720
21.
Wahjoepramono EJ. Medula Spinalis dan Tulang
Belakang. Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan,
Lippo Karawaci. 2007. p. 131-56
22.
Consortium for Spinal Cord Medicine. Early Acute
Management in Adults with Spinal Cord Injury: A Clinical
Practice Guideline for Health-Care Providers. J Spinal Cord
Med 2008;31(4):408-79
23.
Grundy D, Swain A. Chapter 5. Early Management and
Complications II. In: Grundy D, Swain A. ABC of Spinal
Cord Injury. 4th edition. BMJ Publishing Group, London. 2002. p.
21-4