Pi 15305083 Rizal-Amir
Pi 15305083 Rizal-Amir
WS2-1
PENDAHULUAN
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin meningkatnya kesadaran akan
kesehatan lingkungan, maka kebutuhan akan air bersih meningkat pula. Akan tetapi,
meningkatnya kebutuhan ini tidak diimbangi dengan meningkatnya ketersediaan air bersih yang
cenderung menurun, terutama kualitas air dari suatu sistem instalasi pengolahan air yang
semakin hari semakin memburuk.
Oleh karena itu perlu dilakukan alternatif pengolahan agar proses flokulasi bisa berjalan
dengan maksimum seiring dengan semakin meningkatnya beban pengolahan akibat dari
perubahan kualitas dari sumber air baku. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan
melakukan resirkulasi lumpur hasil endapan dari unit pengendap untuk meningkatkan effisiensi
dalam proses koagulasi-flokulasi, dengan asumsi bahwa lumpur tersebut masih memiliki
kemampuan untuk mengikat flok-flok yang terbentuk setelah pemberian koagulan.
Koagulasi dan flokulasi merupakan suatu proses penambahan senyawa kimia yang bertujuan
untuk membentuk flok yang ditambahkan kedalam air atau limbah untuk menggabungkan
partikel yang sulit mengendap dengan partikel lainnya sehingga memiliki kecepatan mengendap
yang lebih cepat. Flok yang terbentuk akan disisihkan dengan cara sedimentasi. Koagulasi
merupakan proses penambahan koagulan dan pengadukan cepat air yang diberi koagulan. Hasil
dari proses koagulasi ini adalah destabilisasi partikel/koloid dan partikel-partikel halus lainnya
yang terdapat dalam air. Flokulasi adalah proses pengadukan lambat terhadap partikel yang
terdestabilisai dan membentuk pengendapan flok dengan cepat. Keberlangsungan proses
flokulasi diukur dari distribusi ukuran flok dan struktur flok (Gurses, 2003). Efisiensi pemisahan
padatan dalam proses koagulasi tergantung pada kondisi kimia, kimia-fisika, dan hidrodinamika
selama pengadukan dan pergerakan flok. Faktor ini ditentukan oleh struktur dari agregat, berat
jenis, dan kekuatan dari flok itu sendiri (Bottero dkk, 1989).
Koagulan yang paling umum digunakan adalah koagulan yang berupa garam logam, seperti
aluminium sulfat, ferri klorida, dan ferri sulfat. Polimer sintetik juga sering digunakan sebagai
koagulan. Efisiensi proses koagulasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pH, temperatur,
alkalinitas, jenis koagulan dan intensitas pengadukan (Lee dkk, 2008)
Pada penggunaan aluminium sulfat sebagai koagulan, air baku harus memiliki alkalinitas
yang memadai untuk bereaksi dengan aluminium sulfat menghasilkan flok hidroksida.
Umumnya, pada rentang pH dimana proses koagulasi terjadi alkalinitas yang terdapat dalam
bentuk ion bikarbonat. Reaksi kimia sederhana pada pembentukan flok adalah sebagai berikut:
Al2(SO4)3 + 14 H2O + 3Ca(HCO3)2 2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 14 H2O + 6CO2
Apabila air baku tidak mengandung alkalinitas yang memadai, maka harus dilakukan
penambahan alkalinitas. Umumnya alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida diperoleh dengan
cara menambahkan kalsium hidroksida, sehingga persamaan reaksi koagulasinya menjadi
sebagai berikut :
Al2(SO4)3 + 14 H2O + 3Ca(HCO3)2 2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 14 H2O
Rentang pH optimum untuk alum adalah 4.5 sampai dengan 8.0, karena aluminium
hidroksida relatif tidak larut pada rentang tersebut.
WS2-2
METODOLOGI
Metodologi yang dilakukan pada penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap. Tahapan pada
metodologi ini adalah :
Air baku
Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapangan. Dalam penelitian ini data yang diambil
merupakan data primer yaitu data dari hasil uji laboratorium dan uji lapangan. Pada penelitian
dilaboratorium air baku yang digunakan berasal dari air baku sungai Cileueur Ciamis.
Penentuan Dosis Optimum
Air baku tersebut diteliti dengan menggunakan Jartest, yang terdiri atas pengadukan cepat
(rapid mixing) dan pengadukan lambat (slow mixing). Pengadukan cepat dilakukan dengan
kecepatan putaran 100 rpm sedangkan pengadukan lambat pada putaran 60 rpm. Setelah
pengadukan dengan putaran 60 rpm air baku tersebut didiamkan mengendap sampai 15 menit.
Setelah didiamkan mengendap air baku tersebut dilakukan uji laboratorium dengan mengukur
parameter-parameter yang nantinya akan menentukan dosis optimum koagulan dari air baku
sungai Cileueur Ciamis. Parameter-parameter tersebut adalah pH, kekeruhan, warna, dan TSS.
Pada penentuan dosis optimum koagulan sungai Cileueur Ciamis dilakukan Jartest dengan
pemberian variasi dosis koagulan yang berbeda. Variasi dosis yang diberikan dimulai dari 2 mg/l
sampai dengan 36 mg/l, dengan interval yang berbeda-beda, yang terbagi pada lima pengujian.
Parameter yang diukur setelah uji jartest adalah warna dengan menggunakan Colori meter.
Parameter selanjutnya yang diukur adalah kekeruhan. Kekeruhan ini diukur dengan
menggunakan Turbidimeter. Parameter selanjutnya adalah TSS (Total Suspended Solid) dimana
pengukuran ini menggunakan metode pengukuran Gravimetri. Sejumlah contoh air diuapkan,
kemudian dipanaskan pada temperatur 105o C atau 500-600o C. Banyaknya residu yang menguap
atau tidak menguap ditentukan dengan penimbangan. Pada penelitian di lapangan hanya
parameter PH saja yang diukur menggunakan pH meter. Bahan kimia yang digunakan sebagai
koagulan adalah Aluminium Sulfat (Al2(SO4)3).
Resirkulasi Lumpur
Uji laboratorium ini juga mengkaji tentang karakteristik lumpur yang dihasilkan dari proses
koagulasi-flokulasi yang dilakukan. Karakteristik lumpur yang diuji ini meliputi kandungan
silikat, aluminium, dan sulfat yang terdapat dalam lumpur tersebut. Interval yang dilakukan pada
pemberian dosis koagulan ini sebesar 2 mg/l untuk pengujian pertama dan menggunakan interval
1 mg/l untuk pengujian kedua sampai pengujian kelima. Pada penambahan lumpur ini dilakukan
pemberian dosis lumpur yang berbeda mulai dari 0 mg/l sampai dengan 20 mg/l dengan inteval 5
mg/l. Kemudian setelah ditambahkan bersama dengan koagulan, maka air tersebut akan
dilakukan Jartest kembali dengan putaran yang sama pada Jartest ketika penentuan dosis
optimum koagulan dan pengujian terhadap kualitas air yang sama seperti pada uji sebelumnya,
yaitu pengukuran terhadap parameter pH, warna, kekeruhan, dan TSS. Untuk langkah terakhir
perhitungan yang dilakukan adalah menentukan efisiensi penyisihan dari upaya resirkulasi
tersebut.
WS2-3
5
6
7
Parameter
pH
warna
kekeruhan
asiditas
CO2
HCO3
zat organik
TSS
TDS
Satuan
Pt Co
NTU
Hasil
7.15
278
43.4
mg/l
mg/l
mg/l KMnO4
mg/l
mg/l
1.98
56.73
80.68
187.75
44.73
Berdasarkan Tabel 1 diatas, pH air baku sungai Cileueur sebesar 7.15 yang berarti air baku
tersebut memeiliki pH netral. Proses koagulasi-flokulasi menggunakan alum efektif pada pH air
berkisar antara 4.5-8 (Reynolds, 1982). Kondisi ini menunjang proses koagulasi dan flokulasi
karena biasanya koagulan dapat efektif bekerja pada pH netral (Anggriani, 2008). pH
mempunyai peranan penting dalam keberlangsungan proses koagulasi-flokulasi. pH ditentukan
dan diukur dari kandungan H+ dan OH- yang terkandung dalam dalam air. Keberadaan ion ini
dalam air akan mengubah partikel koloid menjadi lebih positif atau lebih negatif (Shammas,
2001).
Warna pada air baku sungai Cileueur ini bernilai 278 PtCo. Nilai ini sangat cukup tinggi,
dimana hal ini sesuai dengan kondisi air pada waktu pengambilan sampel yang berwarna cukup
gelap kekuning-kuningan. Selain itu air baku sungai Cileueur memiliki kekeruhan sebesar 43.4
NTU. Berdasarkan Permenkes no 907 tahun 2002 menyatakan bahwa kadar maksimum
kekeruhan yang diperbolehkan untuk air minum adalah maksimal 5 NTU. Dilihat dari asiditasalkalinitasnya air baku sungai Cileueur memiliki kandungan CO2 sebesar 1,98 mg/l dan HCO3sebesar 56,73 mg/l. CO2 yang terbentuk kemungkinan berasal dari atmosfer atau berasal dari
peenguraian zat organik oleh mikroorganisme, sehingga akan menyebabkan asiditas dalam air,
karena gas CO2 dalam air dapat terdiffusi dan bereaksi dengan air membentuk asam karbonat
WS2-4
(HCO3-) yang bersifat asam. Nilai awal Total Suspended Solid (TSS) sungai Cileueur Ciamis
sebesar 187,75 mg/l dengan Total Disolve Solid sebesar 44,73 mg/l.
Penentuan dosis optimum air baku sungai Cileueur Ciamis dilakukan dengan uji
laboratorium terhadap beberapa parameter yang akan diuji dengan menggunakan jar test. Pada
percobaan jar test ini dilakukan 5 kali pengujian dan dalam setiap pengujiannya diberikan variasi
dosis koagulan yang berbeda yang akan memberikan perubahan pada setiap parameter yang
diuji.
pH merupakan salah satu parameter yang diukur dalam penelitian ini karena dalam
pengolahan air parameter ini penting dalam penentuan kelayakan sebagai air minum. pH dalam
air akan mempengaruhi rasa, korosifitas air dan efisiensi klorinasi (Anggriani, 2008). Berikut ini
adalah hasil dari pengujian variasi dosis dan pengaruhnya terhadap pH, dapat dilihat pada
Gambar 1 di bawah ini.
WS2-5
Bila dilihat pada Gambar 3 diatas terjadi penurunan kekeruhan mulai dari dosis koagulan 2
mg/l sampai dengan 20 mg/l. Pemberian dosis diatas 20 mg/l memberikan hasil pada kenaikan
kembali nilai kekeruhannya. Naiknya kembali nilai kekeruhan diakibatkan oleh restabilisasi
partikel koloid akibat dari dosis yang berlebih. Restabilisasi pada umumnya diiringi oleh
pembalikan partikel koloid dari negatif menjadi positif akibat penyerapan dari dosis yang
berlebih (Akhtar dkk, 1997). Kondisi ini menyimpulkan bahwa kondisi optimum koagulan
dilihat dari parameter kekeruhan berada pada dosis tawas 20 mg/l sebesar 3,26 NTU.
Pada pengukuran total supended solid didapatkan hasil seperti Gambar 4 di bawah ini.
optimum koagulan sebesar 20 mg/l sehingga dapat menurunkan kadar TSS dalam air dari 187,75
mg/l menjadi 55,25 mg/l. Kondisi ini memberikan efisiensi penyisihan TSS sebesar 70,57%.
Pengaruh dosis koagulan secara keseluruhan untuk menentukan dosis optimum menunjukkan
pada kisaran 20 mg/l. Dosis optimum ini tercapai pada penurunan TSS dan kekeruhan, walaupun
pada penurunan kadar warna dosis optimum ini tidak dalam kondisi penyisihan optimumnya.
Pada dosis optimum koagulan 20 mg/l penurunan kadar warna air baku sungai Cileueur
memberikan nilai penurunan sebesar 46,5 Pt-Co, dengan efisiensi penisihannya sebesar 83,27%.
Walaupun demikian dosis optimum koagulan yang akan dipilih untuk percobaan resirkulasi
lumpur adalah sebesar 20 mg/l. Secara teoritis hal ini dapat dijelaskan bahwa pada dosis
optimum 20 mg/l kadar kekeruhan dan TSS dalam air baku sungai Cileueur mengalami nilai
terendahnya. Walaupun pada dosis koagulan 20 mg/l, kadar warna tidak dalam kondisi
penyisihan secara optimum. Hal ini bisa diakibatkan oleh warna air baku sungai cileueur
disebabkan oleh senyawa organik yang terkandung didalamnya lebih besar dari pada kadar
suspensi yang dikandungnya. Sehingga dibutuhkan dosis koagulan lebih besar dari 20 mg/l.
Kondisi optimum ini berlangsung pada pH 6,25.
Resirkulasi Lumpur
Pada penelitian resirkulasi lumpur yang merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan
efisiensi proses pengolahan air dilakukan dengan menambahkan lumpur yang terendapkan dari
proses koagulasi-flokulasi dalam penentuan dosis optimum bersama dengan dosis optimum yang
telah ditentukan. Karakteristik lumpur yang akan diresirkulasikan memiliki nilai kandungan
Silikat sebesar 26,35%, Aluminium 25,06%, Sulfat 0,4%, zat organik 20180 mg/l, kadar air
43,44%, seperti ditunjukkan Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Lumpur Sungai Cileueur Ciamis
No
1
2
3
4
5
Parameter
kadar air
zat organik
SiO2
Al2O3
SO4
Satuan
%
mg/l
%
%
%
Hasil
43,4407
20180
26,35
25,06
0,4
Resirkulasi lumpur yang dilakukan dengan memberikan variasi dosis lumpur yang berbeda
yaitu 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm. Penambahan lumpur ini dilakukan pada kondisi dimana
dosis optimum koagulan akan ditambahkan bersama dengan dosis lumpur yang telah
divariasikan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dosis optimum koagulan tawas sebesar 20
mg/l.
WS2-8
Adapun hasil uji coba resirkulasi lumpur dan pengaruh perubahan tesebut dapat dilihat pada
Gambar 5(a), 5(b), 5(c), dan 5(d) berikut ini.
(a)
(b)
(d)
(c)
Gambar 5 (a) Pengaruh resirkulasi lumpur terhadap perubahan pH, (b) Pengaruh resirkulasi
lumpur terhadap perubahan kekeruhan, (c) Pengaruh resirkulasi lumpur terhadap perubahan
warna, (d) Pengaruh resirkulasi lumpur terhadap perubahan TSS.
Setelah dilakukan uji coba resirkulasi lumpur pada kondisi dimana koagulan yang diberikan
merupakan dosis optimum terjadi perubahan kondisi air dilihat dari kualitas air yang diukur.
Pada percobaan ini pH air mengalami penurunan disetiap dosis lumpur yang diberikan berturutturut adalah 6,23, 6,21, 6,2, 6,19. Penurunan pH ini diakibatkan oleh penambahan lumpur yang
mengandung SO4 yang dapat membuat air menjadi asam.
WS2-9
WS2-10
DAFTAR PUSTAKA
Akhtar, Waseem, Muhammad, R., Iqbal, A. 1997. Optimum Design of Sedimentation Tanks
Based on Settling Characteristics of Karachi Tannery Wastes. Pakistan: Institute of
Environment
Engineering and Research, NED University of Engineering and
Technology. Water, Air, and Soil Pollution Volume 98: 199-211.
Anggraini, Dewi. 2008. Pemilihan Koagulan Untuk Pengolahan Air Bersih Di PDAM Badak
Singa Kota Bandung. Bandung: Jurusan Teknik Lingkungan ITB.
Bottero, J.Y., D., Tchoubar, M.A.V., Axelos, P., Quienne, F., Fiessinger. 1989. Flocculation of
Silica Colloids with Hydroxy Aluminium Polycations. Relation Between Floc Structure
and Aggregation Mechanisms. France. Langmuir Volume 6: 596-602.
Gurses, Ahmet. 2003. Removal of Remazol Red RB by Using Al(III) As Coagulant-Flocculant:
Effect of Some Variables on Settling Velocity. Turkey: Ataturk University. Water, Air,
and Soil Pollution Volume 146: 297-318.
Ginting, Daniel, Martha Mamo. 2006. Measuring Runoff-Suspended Solids Using an Improved
Turbidimeter Method. USA: Departement of Agronomy and Horticulture. Surface Water
Quality Volume 35: 815-823.
Isnaniawardhana, James Nobelia. 2007. Pengaruh Waktu Detensi dan Penggunaan Lumpur pada
Proses Koagulasi-Flokulasi Pengolahan Air Gambut Berwarna. Bandung: Jurusan Teknik
Lingkungan ITB. Infrastruktur dan Lingkungan Binaan Volume 3: 19-27.
Lee, Sun-Jong, Yoon-Jin Lee, Sang-ho Nam. 2008. Improvement in the Coagulation
byCombining Al and Fe Coagulants in Water Purification. Korea. Korean J.Chem.Eng
Volume 25, Number 3: 505-512.
Lindu, Muhamad, 2001. Pengaruh Gradien Kecepatan dan Waktu Tinggal Terhadap KoagulasiFlokulasi Warna dan Zat Organik Air Sumur Dalam. Jurusn Teknik Lingkungan
Universitas Triskti: Jakarta.
Reynolds, Tom D, 1982. Unit Operations and Processes in Environment Engineering.
Brooks/Cole Engineering Division: California.
Shammas, Nazih K, 2005. Physicochemical Treatment Processes Volume 3. Human Press:
Lenox.
WS2-11