Anda di halaman 1dari 16

UNIVERSITAS INDONESIA

PENURUNAN PERMUKAAN TANAH DI JAKARTA

HG 4
BRYAN DIO PRIO LISTYANTO
1506736650
EPRILIA MUMTAHANAH
1506679262
JESRI NASRIA
1506734355
MIRELLA KIRSTY
1506749842
SESILIA RACHMA PUSPITA
1506678184
WINDI WIDIYASTUTI
1506679975

FAKULTAS EKONOMI & BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA


DEPOK
MEI 2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. atas berkat dan limpahan rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas menulis makalah Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
Terintegrasi B (MPKT-B) ini. Penulisan makalah ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas
mata kuliah MPKT-B di semester dua. Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak dalam menyelesaikan makalah ini, maka akan sangat sulit bagi kami
untuk menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, kami ingin menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Pribadi Setiyanto selaku dosen MPKT-B yang senantiasa membimbing kami
dalam menulis makalah ini.
2. Kedua orang tua dan keluarga kami yang selalu mendukung kami baik moral
maupun material.
3. Serta teman-teman sekelas MPKT-B yang selalu membantu kami dalam
menyusun makalah ini.
Akhir kata, semoga Allah SWT. senantiasa membalas kebaikan semua pihak yang
telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini nantinya dapat
bermanfaat bagi pengembangan ilmu selanjutnya dan dapat digunakan sebaik-baiknya.

Depok, 22 Mei 2016

Tim Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................3
DAFTAR TABEL...........................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................5
1.2 Perumusan Masalah......................................................................................5
1.3 Tujuan dan Manfaat......................................................................................5
BAB II ISI
2.1 Pengertian Penurunan Permukaan Tanah......................................................7
2.2 Faktor Penyebab Penurunan Permukaan Tanah............................................7
2.3 Penyebab Penurunan Permukaan Tanah di Jakarta.......................................9
2.4 Wilayah DKI Jakarta yang Mengalami Penurunan Permukaan Tanah.........10
2.5 Pemanfaatan TIK untuk Mengukur Penurunan Permukaan Tanah...............11
2.6 Dampak Penurunan Permukaan Tanah.........................................................12
2.7 Peran Pemerintah dalam Menanggulangi Penurunan Permukaan Tanah......13
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...................................................................................................16
3.2 Saran.............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................17

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih di DKI Jakarta untuk
Sektor Industri dan Rumah Tangga 2011...................................................................

Tabel 2. Data Penurunan Permukaan Tanah ................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
4

1.1 Latar Belakang


Penurunan muka tanah (PMT) merupakan permasalahan yang umum terjadi di
kota - kota besar. Penurunan muka tanah atau Land Subsidence adalah suatu
fenomena alam yang banyak terjadi di kota-kota besar yang berdiri di atas lapisan
sedimen, seperti Jakarta, Semarang, Bangkok, Shanghai, dan Tokyo. Penurunan tanah
merupakan hal yang serius terutama apabila penurunan tanah terjadi di daerah pesisir
pantai. Kondisi tersebut karena daerah pesisir sangat rentan terhadap tekanan
lingkungan, baik yang berasal dari daratan maupun dari lautan.
Jakarta merupakan salah satu kota yang mengalami penurunan permukaan
tanah. Penurunan permukaan tanah di wilayah DKI Jakarta dapat di temukan di
beberapa kawasan, seperti: Pademangan, Ancol, Penjaringan, Cengkareng, Tanjung
Priok, Cilincing, dan Pulogadung masih terus berlangsung. Data dari Dinas
Perindustrian dan Energi menunjukkan, di daerah-daerah tersebut telah terjadi
penurunan lebih dari 100 cm.
Oleh karena itu, makalah ini akan membahas penurunan permukaan tanah di
Jakarta, faktor penyebabnya, dampak yang ditimbulkan, serta bagaimana peran
pemerintah dalam menanggulanginya.
1.2 Perumusan Masalah
1. Pengertian permukaan tanah?
2. Apa saja faktor penyebab penurunan tanah?
3. Apa saja faktor penyebab permukaan tanah di DKI Jakarta?
4. Wilayah mana saja yang mengalami penurunan tanah di DKI Jakarta?
5. Bagaimana kerja TIK untuk mengukur penurunan tanah?
6. Apa dampak dari penurunan permukaan tanah di DKI Jakarta?
7. Bagaimana peran pemerintah dalam menanggulangi penurunan permukaan tanah?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat dari penulisan makalah adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui penyebab terjadinya penurunan tanah di DKI Jakarta
2. Mengetahui akibat yang ditimbulkan dari pernurunan permukaan tanah
3. Mengetahui cara menanggulangi penurunan tanah di Jakarta
4. Mengetahui apa saja yang telah di lakukan pemerintah untuk mengatasi penurunan
permukaan tanah.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penurunan Permukaan Tanah (Land Subsidence)


Penurunan permukaan Tanah (Land Subsidence) adalah suatu fenomena alam
yang banyak terjadi di kota-kota besar yang berdiri di atas lapisan sedimen, seperti
Jakarta, Semarang, Bangkok, Shanghai, dan Tokyo. Penurunan permukaan tanah adalah
salah satu fenomena deformasi permukaan bumi secara vertikal, di samping terjadi
fenome uplift.
6

Penurunan permukaan tanah adalah suatu proses gerakan penurunan muka tanah
yang didasarkan atas suatu datum tertentu (kerangka referensi geodesi) dimana terdapat
berbagai macam variabel penyebabnya (Marfai, 2006).
Penurunan tanah, khususnya di wilayah DKI Jakarta terbesar didominasi di
Jakarta bagian utara. Setiap tahunnya terjadi penurunan 5 hingga 10 cm, sebagai
akibatnya 40% dari Jakarta berada di bawah permukaan laut.
2.2 Faktor Penyebab Penurunan Permukaan Tanah
Penurunan tanah alami terjadi secara regional yaitu meliputi daerah yang luas
atau terjadi secara lokal yaitu hanya sebagian kecil permukaan tanah. Menurut
Whittaker dan Reddish 1989, penurunan permukaan tanah biasanya disebabkan oleh
adanya rongga di bawah permukaan tanah, biasanya terjadi didaerah yang berkapur
Berikut berbagai faktor penyebab terjadinya penurunan tanah alami:
a. Siklus geologi
Penurunan muka tanah terkait dengan siklus geologi, seperti pelapukan
(denuation), pengendapan (deposition), dan pergerakan kerak bumi (crustal
movement). Adapun keterkaitannya yaitu pelapukan bisa disebabkan oleh
air seperti pelapukan batuan karena erosi baik secara mekanis maupun kimia, oleh
perubahan temperatur yang mengakibatkan terurainya permukaan batuan,oleh
angin terutama di daerah yang kering dan gersang karena pengaruh glacial
dan oleh gelombang yang biasanya terjadi di daerah pantai (abrasi).

b. Sedimentasi daerah cekungan (sedimentarybasin)


Biasanya daerah cekungan terdapat di

daerahdaerah

tektonik

lempeng terutama di dekat perbatasan lempeng. Sedimen yang terkumpul di


cekungan

semakin

yangbekerja

lama

semakin

semakin

meningkat,

banyak

kemudian

dan

menimbulkan

proses

kompaksi

beban
sedimen

tersebutmenyebabkan terjadinya penurunan pada permukaan tanah. Sebagian


besarpenurunan muka tanah akibat faktor ini adalah :
- Adanya gaya berat dari beban yang ditimbulkan oleh endapan dan
jugaditambah
-

dengan

air

menyebabkan

kelenturan

pada

lapisan

kerakbumi.
Aktivitas internal yang menyebabkan naiknya temperatur kerak bumidan
kemudian mengembang menyebabkan kenaikan pada permukaan
Setelah

itu

proses

erosi

penurunan muka tanah.


7

dan

tanah.

pendinginankembali menyebabkan

Karakteristik

deformasi

dari

lapisan

tanah

yang

berkaitan

dengantekanan tekanan yang ada.


c. Adanya rongga dibawah permukaan tanah sehingga atap rongga runtuh
danhasil runtuhan atap rongga membentuk lubang yang disebut sinkhole.
d. Adanya aktifitas vulkanik dan tektonik.
Secara garis besar penurunan tanah bisa disebabkan oleh beberapa hal antara
lain (Whittaker and Reddish, 1989), sebagai berikut:
a. Penurunan muka tanah alami (natural subsidence) yang disebabkan
oleh proses-proses geologi seperti aktifitas vulkanik dan tektonik, siklus
geologi, adanya rongga di bawah permukaan tanah dan sebagainya.
b. Penurunan muka tanah yang disebabkan oleh pengambilan bahan cair dari
dalam tanah seperti air tanah atau minyak bumi. Pengambilan airtanah secara
besarbesaran

yang

melebihi

kemampuan

mengakibatkan

berkurangnya jumlah

pengambilannya

airtanah

pada

suatu

akan
lapisan

akuifer. Hilangnya airtanah ini menyebabkan terjadinya kekosongan poripori


tanah sehingga tekanan hidrostatis di bawah permukaan tanah berkurang
sebesarhilangnya

airtanah

tersebut.

Selanjutnya

akan

terjadi

pemampatan lapisan akuifer.


c. Penurunan muka tanah yang disebabkan oleh adanya beban-beban
berat diatasnya
tanah dibawahnya
tanah

seperti

struktur

mengalami

bangunan

sehingga

kompaksi/konsolidasi.

lapisan-lapisan

Penurunan

muka

ini sering juga disebut dengan settlement. Penambahan bangunan di

atas permukaan tanah dapat menyebabkan lapisan dibawahnya mengalami


pemampatan. Pemampatan tersebut disebabkan adanyadeformasi partikel
tanah, relokasi partikel, keluarnya air atau udara dari dalampori, dan sebab
lainnya yang sangat terkait dengan keadaan tanah yang bersangkutan.
d. Penurunan muka tanah akibat pengambilan bahan padat dari dalam tanah
(aktifitas penambangan)
2.3 Penyebab Penurunan Permukaan Tanah di Jakarta
Pada kenyataannya pemanfaatan air di Jakarta untuk memenuhi kebutuhan
sektor rumah tangga, industri dan jasa masih mengandalkan air tanah secara berlebih
dan hal ini merupakan salah satu faktor utama penurunan permukaan tanah di Jakarta.
Pada tabel 1, dapat kita lihat bahwa pengguna air PAM pada tahun 2011 lebih sedikit
dibandingkan pengguna air tanah.
8

Tabel 1. Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih di DKI Jakarta untuk Sektor Industri dan Rumah
Tangga 2011

Adapun yang mendorong masyarakat Jakarta untuk menggunakan air tanah


adalah pembuatan sumur air tanah sendiri, komersialisasi, kurangnya edukasi,
buruknya kualitas sumber air lainnya, jumlah penduduk. Populasi penduduk Jakarta
sekarang adalah 7,5 juta penduduk (Jakarta Local Government Website, 2007)
dengan kepadatan penduduk seperti pada tabel 1. Populasi penduduk yang 7,5 juta
merupakan populasi penduduk saat akhir minggu. Pada kenyataanya, populasi
penduduk Jakarta saat hari kerja berkisar antara 10 11 juta. Penduduk. 2,5 3,5 juta
penduduk tersebut berasal dari kota di sekitar Jakarta (Bogor, Tangerang, Depok,
Bekasi, atau bahkan Bandung) yang bekerja di Jakarta. Penduduk Jakarta
yang besar ini meningkatkan pengonsumsian air tanah.
Selain itu, pertumbuhan penduduk Jakarta juga meningkatkan pertumbuhan
aktivitas industri di Jakarta. Tidak heran pembangunan gedung bertingkat menjadi
pemandangan yang biasa di Jakarta. Pembangunan gedung bertingkat di Jakarta
merupakan salah satu faktor penurunan permukaan tanah yang utama. Pada tahun
2009, tercatat Indonesia hanya memiliki 40 gedung pencakar langit ( gedung pencakar
langit memiliki tinggi lebih dari 150 meter) berdiri tegak di Jakarta. Menurut
perkiraan pada tahun 2014, pada tahun 2015 gedung pencakar langit diperkirakan
akan bertambah menjadi 150.
Pembangunan gedung akan menyebabkan persediaan air tanah menipis,
kualitas air terganggu, daerah resapan air berkurang, dan penurunan permukaan tanah.
Misalnya pembangunan gedung apartemen 400 unit membutuhkan air 1.250-an
m3/hari. Padahal asumsi kebutuhan maksimal manusia per hari 250 liter atau 0,25
m3(hanya 1/20000 kebutuhan apartemen). Bayangkan ada 700 lebih gedung
bertingkat lebih dari 8, berarti kebutuhan air perharinya 875.000 m3. Kebutuhan air
9

selama 60 tahun 5475 m3/orang. Sehingga kebutuhan gedung perhari dapat


mencukupi kebutuhan 160 orang seumur hidupnya.
2.4 Wilayah DKI Jakarta yang Mengalami Penurunan Permukaan Tanah
Sebagaimana diketahui, penurunan muka air tanah merupakan salah satu faktor
yang menyebabkan penurunan muka tanah di wilayah Jakarta. Abidin dan kawankawan (2002) menemukan bahwa dari hasil pemantauan dengan menggunakan
teknologi GPS (Global Positioning System) yang dilakukan secara berkala dari tahun
1997 sampai dengan tahun 2000 pada beberapa tempat di wilayah DKI Jakarta,
ditemukan terjadi penurunan muka tanah secara signifikan dengan kecepatan yang
bervariasi. Dari hasil pemantauan tersebut, seperti terlihat pada Gambar 2 di atas,
diketahui bahwa daerah yang cukup besar terjadi penurunan muka tanahnya adalah di
daerah Kapuk dengan kecepatan 10 cm/tahun dan di daerah Marunda yang mencapai 9
cm/tahun. Gambar 2 Kecepatan Penurunan Muka Tanah di Jakarta berdasarkan Data
GPS]

Tabel 2. Data Penurunan Permukaan Tanah


Akibat tingkat ekstraksi air tanah yang berlebihan tersebut, yang melebihi
kemampuan pengisian kembali (recharge) secara alami, masalah ekologi yang sedang
berlangsung adalah terjadinya kencerungan penurunan muka air tanah secara drastis yang
berakibat pada penurunan elevasi permukaan tanah pada beberapa daerah di Jakarta
(Tabel 1) dan pergerakan signifikan intrusi air laut dari utara ke selatan. Penurunan
permukaan tanah ini dapat menyebabkan potensi volume dan permukaan genangan air
pada musim hujan (banjir) bertambah secara signifikan. Sedangkan pada saat musim
kemarau, karena perubahan tekanan hidrolis pada sistem geohidrologis air tanah di
wilayah dekat pantai dan akibat tingkat ektraksi air tanah sedang dan dalam yang sangat
10

tinggi, intrusi air laut bergerak dengan sangat cepat dari utara ke arah selatan bahkan
sudah hampir mencapai wilayah Jakarta Selatan.
2.5 Pemanfaatan TIK untuk Mengukur Penurunan Permukaan Tanah
Penurunan tanah dari suatu wilayah dapat dipantau dengan menggunakan
beberapa metode yang memanfaatkan TIK, baik itu metode-metode hidrogeologis (e.g.
pengamatan level muka air tanah serta pengamatan dengan ekstensometer dan
piezometer yang diinversikan kedalam besaran penurunan muka tanah) dan metode
geoteknik, maupun metode-metode geodetik seperti survei sipat datar (leveling), survei
gaya berat mikro, survei GPS (Global Positioning System), dan InSAR (Interferometric
Synthetic Aperture Radar). Pemanfaatan TIK untuk mengukur penurunan permukaan
tanah yang akan dibahas adalah GPS.
GPS adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang berbasiskan pada
pengamatan satelit-satelit Global Positioning System [Abidin, 2000; HofmannWellenhof et al., 1997]. Prinsip studi penurunan tanah dengan metode survei GPS yaitu
dengan menempatkan beberapa titik pantau di beberapa lokasi yang dipilih, secara
periodik untuk ditentukan koordinatnya secara teliti dengan menggunakan metode
survei GPS. Dengan mempelajari pola dan kecepatan perubahan koordinat dari titiktitik tersebut dari survei yang satu ke survei berikutnya, maka karakteristik penurunan
tanah akan dapat dihitung dan dipelajari lebih lanjut.
GPS memberikan nilai vektor pergerakan tanah dalam tiga dimensi (dua
komponen horisontal dan satu komponen vertikal). Sehingga disamping memberikan
informasi tentang besarnya penurunan muka tanah, GPS juga sekaligus memberikan
informasi tentang pergerakan tanah dalam arah horisontal.
GPS memberikan nilai vektor pergerakan dan penurunan tanah dalam suatu
sistem koordinat referensi yang tunggal. Dengan itu maka GPS dapat digunakan untuk
memantau pergerakan suatu wilayah secara regional secara efektif dan efisien.
GPS dapat memberikan nilai vektor pergerakan dengan tingkat presisi sampai
beberapa mm (milimeter), dengan konsistensi yang tinggi baik secara spasial maupun
temporal. Dengan tingkat presisi yang tinggi dan konsisten ini maka diharapkan
besarnya pergerakan dan penurunan tanah yang kecil sekalipun akan dapat terdeteksi
dengan baik.

GPS dapat dimanfaatkan secara kontinu tanpa tergantung waktu (siang

maupun malam), dalam segala kondisi cuaca. Dengan karakteristik semacam ini maka
pelaksanaan survei GPS untuk pemantauan pergerakan dan penurunan muka tanah
dapat dilaksanakan secara efektif dan fleksibel.

11

2.6 Dampak Penurunan Permukaan Tanah di Jakarta


Penurunan Permukaan Tanah di Jakarta membawa beberapa dampak negatif, yaitu:
a. Kerusakan Infrastruktur
Penurunan tanah di Jakarta pertama kali diketahui oleh ilmuan yaitu pada
tahun 1978,saat keretakan muncul di jembatan sarinah, di jalan M.H Thamrin.
Setelah diteliti, keretakantersebut terjadi ternyata akibat penurunan permukaan
tanah. Selain itu, pada pertengahan tahun 2015, ubin di teras depan kantor
kelurahan Ancol, Jakarta Utara ke angkat dan ambruk.
b. Banjir ROB
Penurunan permukaan tanah menyebabkan terjadinya banjir. Banjir yang
terjadi di Jakarta kian tahun kian meningkat. elain banjir yang terjadi akibat curah
hujan yang tinggi, banjir rob juga sering terjadidi

Jakarta.

Banjir

rob

merupakan banjir yang secara umum disebabkan oleh naiknyapermukaan


air laut akibat air pasang. Di Jakarta, terutama Jakarta Utara, banjir rob
selainkarena air pasang, penurunan permukaan tanah dan efek pemanasan global
(menyebabkanpermukaan air laut naik) juga turut memperparah keadaan. Tercatat
terdapat 27 titik diJakarta Utara yang menjadi titik rawan terjadinya banjir Rob.
c. Kerugian Ekonomi
Penurunan muka tanah merupakan salah satu bencana yang berpotensi
menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Selain kerugian ekonomi
langsung (direct losses), penurunan muka tanah juga menyebabkan kerugian
ekonomi secara tidak langsung (indirect losses) seperti berkurangnya pendapatan,
hilangnya mata pencaharian penduduk, guncangan bisnis, bahkan menurunnya
laju pertumbuhan ekonomi.
d. Kemungkinan Jakarta Tenggelam
Staf Khusus Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
Firdaus Ali memperkirakan dalam waktu jangka waktu 34 tahun ke depan wilayah
Jakarta akan tenggelam. Prediksinya mengacu pada asumsi penurunan permukaan
tanah rata-rata 16 sentimeter (cm) per tahun.
Saat 2008, ketinggian tanah di Jakarta Pusat pada titik poin Monumen
Nasional (Monas) hanya 4,9 meter di atas permukaan laut, sedangkan di daerah
selatan mencapai 6,9 meter. Dengan asumsi laju penurunan tanah 16 cm selama 34
tahun, pada 2050 semua wilayah Jakarta akan tenggelam.
2.7 Peran Pemerintah dalam Menanggulangi Penurunan Permukaan Tanah
a. Melakukan reboisasi
Belum terwujudnya kebutuhan 30% Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota
Jakarta disebabkan oleh peranan pemerintah dan pengembang yang terbalik.
12

Pengamat perkotaan Nirwono Joga mengatakan 70% perkembangan kota


dipengaruhi oleh pengembang. Namun, seharusnya pemerintah memiliki peranan
mengatur regulasi dan menata ruangnya, sedangkan pengembang mengikuti
aturannya. Joga mengatakan bahwa pemerintah sebenarnya sudah memiliki
rencana master plan sesuai dengan UU No.26 Tahun 2007 tentang penataan tata
ruang. Dalam pasal 29 dan 30 menyebutkan bahwa kota harus memiliki minimal
30% ruang terbuka hijau.
Jakarta baru memiliki 9,8% untuk RTH publik. RTH ini dibagi menjadi 2
yakni 20%-nya RTH publik, dan 10% RTH privat. Sehingga, RTH di Jakarta
sebenarnya masih kurang. Menurut Joga, taman Cattleya merupakan salah satu
kesuksesan pemerintah daerah dalam membangun ruang terbuka hijau, dimana
taman tersebut dulu merupakan pemukiman kumuh. Taman ini merupakan satu dari
sekian taman yg bersalin rupa menjadi indah di Jakarta. Menempati lahan seluas 3
hektare, Taman Cattleya kini bisa disebut satu dari sekian bukti keberhasilan Ahok
sebagai Gubernur DKI Jakarta.
b. Bekerja sama dengan pihak ilmuwan
Dalam hal ini, pemerintah bekerja sama dengan pihak ilmuwan dengan
melakukan pemanenan air hujan (rainwater harvesting). Rainwater harvesting
adalah pengumpulan, penyimpanan, dan pendistribusian air hujan dari atap, untuk
penggunaan di dalam dan di luar rumah, maupun untuk bisnis. Pemanenan air
hujan (Rainwater Harvesting) adalah sistem pengumpulan dan penampungan air
hujan untuk digunakan kembali dalam kegiatan sehari-hari, seperti untuk
menyiram tanaman, flushing water, air minum untuk hewan ternak, air untuk
irigasi, mencuci, dan lain-lain. Air hujan juga sangat cocok untuk digunakan
sebagai alternatif sumber air minum sebab dibandingkan air sungai (kualitas dan
kuantitas terbatas) maupun air tanah (kuantitas terbatas), air hujan kuantitasnya
melimpah dan kualitasnya lebih baik daripada air sungai. Dibutuhkan sedikit
pengolahan untuk dapat menggunakannya sebagai air minum.
Ada berbagai cara untuk Rainwater harvesting, terutama untuk rumah dan
perkantoran, diantaranya ialah dengan rooftop garden.Taman diatas gedung atau
rumah ini diharapkan tidak hanya memiliki fungsi estetika saja namun juga dapat
dimanfaatkan sebagai filter air hujan. Air hujan yang telah melewati proses filtrasi
dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan air toilet, penyiraman tanaman, pendingin
ruangan dan berbagai fungsi lainnya.Air hujan yang telah ditampung dapat
13

disimpan di tangki-tangki air yang dapat disimpan di bawah tanah (underground)


maupun di atas tanah (on ground). Hal yang perlu diperhatikan dalam
penyimpanan air hujan ialah kerentanan terhadap bakteri dan alga, oleh sebab itu
penyimpanan tangki sebaiknya dihindarkan dari cahaya matahari langsung.
Oleh karena itu, untuk memenuhi permintaan air yang persediaannya
semakin terbatas, diperlukan upaya konservasi air. Memanen air hujan merupakan
salah satu metode konservasi air yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam
rumah tangga. Upaya konservasi air memerlukan komitmen dari semua pihak
terhadap isu keberlanjutan air. Apabila memanen air hujan dipraktekkan secara
berkesinambungan akan dapat membantu memelihara keberlanjutan air dan
keberlanjutan lingkungan sebagai pendukung perikehidupan generasi sekarang dan
yang akan datang.
c. Memperketat regulasi
Dalam memperketat regulasi, pemerintah menetapkan UU no 68 tahun
2005, yaitu yang berisi mengenai pembuatan sumur resapan. Maksud dan tujuan
disusunnya Peraturan Gubernur ini adalah dalam rangka mengoptimalkan
pembuatan sumur resapan di kalangan masyarakat yang bertujuan untuk
menampung, menyimpan dan menambah cadangan air tanah serta dapat
mengurangi limpasan air hujan Ke saluran pembuangan dan badan air lainnya,
sehingga dapat dimanfaatkan pada musim kemarau dan sekaligus mengurangi
timbulnya banjir.
UU no 68 tahun 2005 tersebut bertujuan untuk mewajibkan seluruh pihak
yang ingin membangun gedung atau bangunan apapun untuk membangun sumur
resapan sebagai ganti agar bangunan/gedung tersebut tidak mengambil air tanah
sebagai

pemenuhan

kebutuhan

air

bersihnya.

Dengan

meminimalkan

pengeksploitasian air tanah, pemerintah berharap agar penurunan permukaan air


tanah di Jakarta tidak semakin parah. Selain itu, pemerintah juga menetapkan UU
no 86 tahun 2012, tentang nilai perolehan air tanah sebagai dasar
pengenaan pajak air tanah.

14

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penurunan permukaan tanah di berbagai daerah di sekitar DKI Jakarta
disebabkan oleh berbagai hal, seperti pengambilan air tanah yang berlebihan, tingkat
pertumbuhan penduduk tiap tahun yang semakin meningkat sehingga menyebabkan
peningkatan kebutuhan air layak konsumsi, serta pembangunan gedung-gedung
pencakar langit yang tidak terhitung lagi jumlahnya.
Oleh karena itu, dibutuhkan peran pemerintah dan seluruh masyarakat untuk
mengatasi/menanggulangi berbagai persoalan di atas. Peran pemerintah, dapat
dilakukan seperti melakukan reboisasi, bekerja sama dengan ilmuwan, dan
memperketat regulasi yang berlaku. Tetapi tidak hanya pemerintah saja, namun
masyarakat

juga

harus

berperan

dalam

mengatasi/menanggulangi

penurunan

permukaan tanah ini. Peran masyarakat dapat dilakukan dengan cara seperti
memanfaatkan air tanah seperlunya, membuat sumur resapan serta tadah untuk air
hujan.
3.2 Saran
Pemerintah sudah seharusnya menaruh perhatian yang lebih terkait dengan
permasalahan penurunan permukaan tanah ini karena sekitar 30-40 tahun lagi Jakarta
bukannya tidak mungkin untuk tenggelam, apabila hal ini terus dibiarkan. Dewasa ini,
telah banyak teknologi yang mampu mengurangi dampak penurunan permukaan tanah
itu sendiri, seperti misalnya Global Position System (GPS). Dengan penggunaan GPS
yang dimanfaatkan secara maksimal, pemerintah dapat memantau penurunan tanah di
berbagai wilayah yang kemudian dapat segera ditanggulangi.
Pemerintah juga harus mempertegas segala bentuk regulasi, seperti UU no. 68
tahun 2005, dan UU no. 86 tahun 2012 agar segala bentuk oknum yang menyebabkan
penurunan permukaan tanah semakin meluas dapat diberi sanksi yang sesuai

15

perundangan yang berlaku. Hal tersebut dilakukan bertujuan untuk kepentingan


masyarakat luas dan pengeksploitasian air tanah bisa ditekan seminimal mungkin.

DAFTAR PUSTAKA
http://jakartapedia.bpadjakarta.net/index.php/Penurunan_Tanah_DKI_Jakarta
http://katadata.co.id/berita/2016/03/17/jakarta-terancam-tenggelam-34-tahun-lagi
http://properti.bisnis.com/read/20130616/107/145266/
http://www.esdm.go.id/berita/geologi/42-geologi/6611-amblesan-tanah-dki-jakarta-rata--rata5-cm-per-tahun.html
http://www.ibnurusydy.com/pemantauan-penurunan-tanah-land-subsidence/
http://www.kompasiana.com/purwanti_asih_anna_levi/memanen-air-hujan-rain-waterharvesting-sebagai-alternatif-sumber-air_5517a1c3a333117107b6600c
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?
mod=download&sub=DownloadFile&act=view&typ=html&id=80311&ftyp=potonga
n&potongan=S2-2015-338208-chapter1.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai