Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami panjatkan kepada tuhan yang Maha Esa, karena atas
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini dengan baik dan tepat
waktunya. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian dan beberapa
percobaan yang telah dilakukan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada


semua pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung telah membantu dalam
penyusunan karya i;ini hingga slesai.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan karya ilmiah


ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis selalu terbuka terhadap
segala kritik dan saran yang dapat berguna untuk menyempurnakan karya ilmiah
selanjutnya.

Akhir kata, penulis berharap agar karya ilmiah ini bermanfaat bagi para
pembaca.

Samarinda, 5 April 2015


Penyusun

Reyhana Almira

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... 1

DAFTAR ISI ..........................................................................................................2

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................................ 3
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................... 3
1.3. Tujuan ............................................................................................................. 4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................ 5

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Definisi Land Subsidence................................................................................. 7
3.2 Dampak Land Subsidence ............................................................................ 9
3.3 Metode identifikasi.......................................................................................... 10
3.4 Metode Penanggulangan................................................................................. 12

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan..................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 16

2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fenomena-fenomena alam banyak sekali terjadi di Indonesia akhir-
akhir ini, seperti banjir, gunung meletus, gempa bumu, semburan lumpur,
maupun peristiwa alam lainnya. Hal-hal tersebut dimungkinkan dapat terjadi
karena letak strategis Negara Indonesia secara geografis dan tatanan
tektoniknya.
Penurunan tanah (land subsidence) merupakan suatu fenomena alam
yang banyak terjadi di kota – kota besar yang berlokasi di sekitar pantai atau
dataran alluvial, seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Penurunan tanah
berhubungan dengan fenomena – fenomena alam dan lingkungan yang
dibangun manuasia seperti terjadinya banjir, intrusi air laut, perubahan
aliran sungai, dan penataan konstruksi bangunan yang nota bene bersifat
destruktif.
Subsidence adalah gerakan permukaan (biasanya, permukaan bumi)
karena bergeser ke bawah relatif terhadap datum seperti permukaan laut.
Kebalikan dari penurunan yang mengangkat , yang menghasilkan
peningkatan elevasi . Penurunan tanah menjadi perhatian ahli geologi ,
insinyur geoteknik dan surveyor .
Subsidence sering menyebabkan masalah besar di karst medan, di
mana pembubaran kapur oleh aliran cairan di bawah permukaan
menyebabkan penciptaan void (yaitu gua ). Jika atap kekosongan ini
menjadi terlalu lemah, dapat runtuh dan batu atasnya dan bumi akan jatuh
ke dalam ruang, menyebabkan penurunan di permukaan. Jenis pengendapan
dapat mengakibatkan lubang-lubang pembuangan yang dapat ratusan meter.
Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat terutama mahasiswa jurusan
Teknik Sipil harus memahami dan mengerti bahaya serta ciri-ciri peristiwa
ini karena peristiwa ini dapat memberikan kerusakan yang besar kepada
bangunan sipil yang berada diatasnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Land Subsidence?

3
2. Apa saja yang menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya Fenomena
ini?
3. Apa dampak yang disebabkan oleh fenomena ini?

1.3 Tujuan
 Dapat mengetahui pengertian dari Land Subsidence
 Dapat mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya Land Subsidence
 Dapat mengetahui dampak yang disebabkan
 Agar dapat mengetahui cara menanggulangi peristiwa ini

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Penurunan permukaan tanah (Land subsidence) merupakan peristiwa yang


berkaitan dengan fenomena-fenomena alam lainnya seperti terjadinya banjir,
intrusi air laut, keamanan bangunan-bangunan gedung, keamanan sarana
perhubungan darat, perubahan aliran sungai, dan lain sebagainya yang nota bene
bersifat destruktif; maka sudah sewajarnya informasi tentang karakteristik
penurunan tanah di suatu wilayah dapat diketahui dengan sebaik-baiknya dan
sedini mungkin. Dengan kata lain sistem pemantauan penurunan tanah adalah
suatu hal yang penting untuk direalisasikan. Land subsidence sendirididefinisikan
sebagai penurunan muka tanah sebagai fungsi dari waktu, atau dapat juga disebut
deformasi vertikal, yang artinya perubahan kedudukan vertikal dari permukaan
tanah terhadap bidang referensi yang dianggap tetap (Hamdani, 2004).
Adapun penyebab land subsidence adalah pengambilan air tanah yang
berlebihan (groundwater over exploitation), keluarnya gas dan lumpur secara
massive dari dalam tanah ke permukaan, penurunan karena beban bangunan,
penurunan karena adanya konsolidasi alamiah dari lapisan-lapisan tanah, serta
penurunan karena gaya-gaya tektonik.
Land subsidence (penurunan tanah) adalah suatu fenomena alam yang

banyak terjadi di kota-kota besar yang berdiri di atas lapisan sedimen, seperti

Jakarta, Semarang, Bangkok, Shanghai, dan Tokyo. Dari studi penurunan tanah

yang dilakukan selama ini, diidentifikasi ada beberapa faktor penyebab terjadinya
penurunan tanah yaitu : pengambilan air tanah yang berlebihan, penurunan karena
beban bangunan, penurunan karena adanya konsolidasi alamiah dari lapisan-
lapisan tanah, serta penurunan karena gaya-gaya tektonik. Dari empat tipe
penurunan tanah ini, penurunan akibat pengambilan air tanah yang berlebihan
dipercaya sebagai salah satu tipe penurunan tanah yang dominan untuk kota-kota

besar tersebut.
Karena data dan informasi tentang penurunan muka tanah akan sangat bermanfaat
bagi aspek- aspek pembangunan seperti untuk perencanaan tata ruang (di atas

5
maupun di bawah permukaan tanah), perencanaan pembangunan
sarana/prasarana, pelestarian lingkungan, pengendalian dan pengambilan airtanah,
pengendalian intrusi air laut, serta perlindungan masyarakat (linmas) dari dampak
penurunan tanah (seperti terjadinya banjir); maka sudah sewajarnya bahwa
informasi tentang karakteristik penurunan tanah ini perlu diketahui dengan sebaik-
baiknya dan kalau bisa sedini mungkin. Dengan kata lain fenomena penurunan

tanah perlu dipelajari dan dipantau secara berkesinambungan.


Kebanyakan penurunan permukaan tanah (Land subsidence) terjadi secara
perlahan, sehingga dalam analisisnya perlu dilakukan secara berkala (fungsi
waktu). Pemantauan Land subsidence dapat dilakukan dengan beberapa metode,
antara lain:
1. metode geoteknik
2. metode-metode geodetik seperti:
- survei sipat datar (leveling)
- survei gaya berat mikro
- survei GPS (Global Positioning System)
- InSAR (Interferometric Synthetic Aperture Radar).
Ada beberapa faktor geologi yang menyebabkan terjadinya penurunan
tanah (land subsidence), antara lain yaitu pengambilan air tanah secara berlebihan,
kompresibilitas tanah/batuan yang sangat tinggi, konsolidasi alamiah pada
material lepas(tanah), rongga-rongga bawah permukaan akibat proses pelarutan
batuan, dan pergerakan struktur geologisesar. Seperti halnya longsoran, bancana
alam akibat penurunan tanah secara umum lebih banyak dipicu oleh aktifitas
manusia,dapat berlangsung sangat lambat hingga cepat, dengan dimensi yang
sangat bervariasi dari hanya beberapa meter saja hingga ribuan (kilo)
meter.Bencana alam jenis ini akhir-akhir ini menjadi sangat kritis karena banyak
dijumpai di kota-kota besar di Indonesia.

6
BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Definisi Pergerakan Tanah


Proses atau gerakan turunnya permukaan tanah (land subsidence)
telah banyak terjadi di berbagai wilayah di dunia terutama di kota-kota besar
yang berlokasi di kawasan pantai atau dataran aluvial yaitu endapan lepas
yang tertranspor ke tempat lain atau tidak berada di sekitar batuan induk
yang berukuran butiran berupa pasir dan lempung, seperti: Bangkok-
Thailand (Broms, 1992), Osaka-Jepang (Tsukuba, 1998), Tianjin-China (Hu
dkk., 2009), Yun-Lin- Taiwan (Chu dan Sung, 2004), Hongkong (Liu dkk.,
2004), Antartika (Jezek dkk., 1999), Banglades (Rahman, 1995), California-
USA (Galloway dkk., 1999), Jawa Timur-Indonesia (Deguchi dkk., 2008),
Bandung-Indonesia (Abidin dkk., 2007), Mexico (Allis dkk., 1999),
Singapura (Aritoshi dkk., 2006), Kepulauan Aleutian-Salomon (Lu, 2007),
Utah-USA (Okubo, 2002) dan Semarang-Indonesia (Marfai, 2003).
Turunnya permukaan tanah yang terakumulasi selama rentang waktu
tertentu akan dapat mencapai besaran penurunan hingga beberapa meter
lebih (Galloway dkk., 1999) sehingga dampaknya dapat merusak
infrastruktur perkotaan yang kemudian dapat saja menjadi gangguan
terhadap stabilitas perekonomian dan kehidupan sosial di wilayah tersebut.
Definisi penurunan muka tanah berdasarkan beberapa referensi dapat
didefinisikan sebagai berikut: terjadi pada skala regional yaitu meliputi
daerah yang luas atau terjadi secara lokal yaitu hanya sebagian kecil
permukaan tanah. Hal ini biasanya disebabkan oleh adanya rongga di bawah
permukaan tanah, biasanya terjadi di daerah yang berkapur (Whittaker dan
Reddish, 1989) atau turunnya kedudukan permukaan tanah yang disebabkan
oleh kompaksi tanah (Wei, 2006). Besaran penurunan muka tanah
ditentukan berdasarkan hasil hitungan dan analisis besaran laju penurunan
tanah yang bernilai signifikan.
Ditinjau dari sudut pandang geodesi, posisi turunnya permukaan
tanah ditunjukkan melalui perubahan posisi vertikal muka tanah terhitung
dari bidang referensi yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk itu,

7
dibutuhkan suatu teknik pemetaan yang mampu mengamati penurunan
muka tanah secara kontinu spasial dan temporal.

- Faktor-faktor penyebab Land Subsidence


Secara garis besar penurunan tanah bisa disebabkan oleh beberapa

hal antara lain (Whittaker and Reddish, 1989 ), sebagai berikut:

1. Penurunan muka tanah alami (natural subsidence) yang

disebabkan oleh proses-proses geologi seperti aktifitas vulkanik


dan tektonik, siklus geologi, adanya rongga di bawah permukaan
tanah dan sebagainya.
2. Penurunan muka tanah yang disebabkan oleh pengambilan bahan
cair dari dalam tanah seperti air tanah atau minyak bumi.
3. Penurunan muka tanah yang disebabkan oleh adanya beban-beban
berat diatasnya seperti struktur bangunan sehingga lapisan-lapisan
tanah dibawahnya mengalami kompaksi/konsolidasi. Penurunan
muka tanah ini sering juga disebut dengan settlement.
4. Penurunan muka tanah akibat pengambilan bahan padat dari tanah
(aktifitas penambangan).
Berdasarkan tinjauan berbagai macam pustaka, faktor-faktor
penyebab terjadinya penurunan muka tanah dapat didefnisikan, sebagai
berikut:
- Pengambilan air tanah yang berlebihan (Burbey J.T., 2005).

8
- Penurunan karena beban bangunan (Quaxiang, 2001).
- Konsolidasi alamiah lapisan tanah (Wei,Q., 2006).
- Gaya-gaya tektonik (Chang, C.P., 2005).
- Ekstraksi gas dan minyak bumi (Odijk, D., 2005).
- Penambangan bawah tanah (Rizos, C., 2007).
- Ekstraksi lumpur (Deguchi, T., 2007).
- Patahan kerak bumi (Rahtje et al., 2003)
- Konstraksi panas bumi di lapisan litosfer (Hamdani et al., 1994)

3.2 Dampak Pergerakan Tanah


Penurunan tanah menyebabkan banyak masalah termasuk:
1. perubahan elevasi dan kemiringan sungai, kanal, dan saluran air;
2. kerusakan jembatan, jalan, kereta api, badai saluran, selokan sanitasi,
saluran, dan tanggul;
3. kerusakan bangunan swasta dan publik;
4. kegagalan casing baik dari kekuatan yang dihasilkan oleh pemadatan
halus bahan dalam sistem akuifer.
Di beberapa daerah pesisir, penurunan telah menghasilkan pasang
pindah ke daerah dataran rendah yang sebelumnya diatas tingkat pasang
tinggi. Sebuah contoh kerusakan yang disebabkan oleh penurunan tanah
dapat dilihat pada gambar 3. Dasar beton di bagian atas sumur ini di atas
permukaan tanah karena permukaan tanah telah menurunkan dan casing
juga kaku belum tenggelam.

9
3.3 Metode Identifikasi
a. Metode PS-InSAR
Metode PS-InSAR pertama kali dikemukakan dalam jurnal
penelitian berjudul Permanent Scatterers in SAR Interferometry (Ferretti
dkk., 1999) pada International Geoscience and Remote Sensing
Symposium, 28 Juni-2 Juli 1999 di Hamburg-German.
Penelitian ini memunculkan konsep penelitian single coherent
pixels yang kemudian didefinisikan sebagai Permanent Scatterers (PS),
menggunakan pasangan citra SAR dalam jumlah besar untuk mendapat
akurasi DEM dalam orde sub-sentimeter serta nilai pergerakan permukaan
pada area berkoherensi rendah dalam basis piksel per piksel. Teknik PS-
InSAR merupakan pengembangan dari teknik konvensional InSAR dan
DInSAR. Keuntungan utama dari pengembangan teknik ini adalah untuk
mengatasi permasalahan di dalam teknik InSAR dan DInSAR terkait
dengan dekorelasi temporal dan geometrik (Prasetyo, 2014).
Prinsip utama dari teknik PS-InSAR memanfaatkan data
pengamatan citra SAR multitemporal dalam rentang waktu panjang untuk
mendeteksi titik-titik potensial koherensi. Titik-titik PS (Permanent
Scatterer) pada umumnya berupa objek-objek solid di permukaan bumi
yang menjadi pemantul alami yang relatif koheren terhadap dimensi
waktu. Sebaran titik-titik PS dan perbedaan nilai fase untuk setiap individu
titik yang dianalisis lebih lanjut menggunakan metode PS-InSAR.
Sehingga secara teknis nilai pergeseran dari titik-titik PS dapat diestimasi
melalui korelasi beda fasenya terhadap waktu. Sebagai gambaran dari
metode PS-InSAR menggunakan citra radar ERS dapat dilihat secara jelas
pada Gambar 1. Untuk model matematika dari perhitungan beda tinggi
(ΔR) beserta gambaran geometri model deformasi per titik pengamatan
dapat dilihat pada Gambar 2 dan persamaan (1).

10
Gambar 1. Geometri Metode PS-InSAR (TRE, 2011)

Gambar 2. Geometri Metode PS-InSAR Per Titik Pengamatan (Sumantyo dkk.,


2009)
Berdasarkan Gambar 2, persamaan penentuan beda tinggi di dalam teknik
pengolahan PS-InSAR berdasarkan model matematika (Sumantyo dkk., 2009),
sebagai berikut:

Masing-masing besaran dalam persamaan (1), sebagai berikut:


𝑑𝑧𝑖,𝑗 = Nilai deformasi pada dua epok pengamatan i dan j.
𝜃′ = Sudut masuk (incident angle).
𝑧′ = Perbedaan fase yang menunjukkan informasi topografi.

11
𝑟𝑚 = Jarak (range).
𝜙 = Sudut masuk pada citra utama dan kedua.
𝛼 = Panjang gelombang mikro yang digunakan.
Bd = Jarak utama (Baseline) mendatar.
𝐵 = Jarak utama (Baseline) tegak lurus.

b. Metode Pemantauan GPS


Salah satu metode geodetik untuk pemantauan deformasi ialah
pengukuran dengan GPS ( Global Positioning System ). GPS ialah sistem
satelit navigasi dan penentuan posisi yang berbasiskan pada pengamatan
satelit-satelit Global Positioning System [Abidin, 2000; Hofmann-
Wellenhof et al., 1997]. Prinsip studi penurunah tanah dengan metode
survei GPS yaitu dengan menempatkan beberapa titik pantau di beberapa
lokasi yang dipilih, secara periodik atau kontinyu untuk ditentukan
koordinatnya secara teliti dengan menggunakan metode survei GPS.
Dengan mempelajari pola dan kecepatan perubahan koordinat dari titik-
titik tersebut dari survei yang satu ke survei berikutnya atau hasil data
kontinyu, maka karakteristik penurunan tanah ( land subsidence ) akan
dapat dihitung dan dipelajari.
GPS memberikan nilai vektor pergerakan tanah dalam tiga
dimensi, dua komponen horisontal (X,Y) dan satu komponen vertikal (Z).
Jadi disamping memberikan informasi tentang besarnya penurunan muka
tanah, GPS juga sekaligus memberikan informasi tentang pergerakan
tanah dalam arah horisontal. Keunggulan GPS ialah dapat dimanfaatkan
tanpa tergantung waktu (siang maupun malam) dan dapat digunakan
dalam segala kondisi cuaca. Dengan keunggulan semacam ini maka
pelaksanaan survei GPS untuk pemantauan pergerakan dan penurunan
muka tanah dapat dilaksanakan secara efektif dan fleksibel.

3.4 Metode Penanggulangan


Di beberapa daerah di mana air tanah telah menyebabkan penurunan
memompa, penurunan telah dihentikan dengan beralih dari air tanah ke
permukaan air pasokan. Jika air permukaan tidak tersedia, maka cara lain harus

12
diambil untuk mengurangi penurunan. Tindakan mungkin termasuk mengurangi
penggunaan air dan menentukan lokasi untuk mengisi ulang memompa dan
buatan yang akan meminimalkan penurunan. Optimasi model ditambah dengan air
tanah model aliran dapat digunakan untuk mengembangkan strategi tersebut.
Tempat yang tepat dan waktu bencana yang terkait dengan penurunan
biasanya tidak dapat diprediksi dengan tingkat kepastian. Hal ini berlaku dari
kedua penurunan lambat terkait dengan penarikan cairan dan penurunan tiba-tiba
terkait dengan pembentukan sinkhole atau runtuh tambang. Mitigasi adalah
pendekatan terbaik untuk bahaya-bahaya. Dalam dunia yang ideal, semua daerah
rentan terhadap bahaya tersebut akan dikenal dan tindakan akan diambil untuk
baik menghindari menyebabkan masalah jika itu adalah manusia yang terkait, atau
menghindari inhabitance daerah tersebut jika mereka rentan terhadap penurunan
alami.

 Untuk penurunan yang disebabkan oleh runtuhnya tanah untuk


membentuk lubang-lubang pembuangan, beberapa langkah dapat diambil.
Pertama, ahli geologi dapat membuat peta daerah diketahui underlain oleh
batuan seperti batu kapur, gipsum, atau garam, yang rentan terhadap
pembubaran oleh cairan. Berdasarkan pengetahuan tentang daerah, apakah
pembubaran aktif terjadi atau telah terjadi pada masa lalu, dan mengetahui
sesuatu tentang kedalaman di bawah permukaan di mana fitur ini terjadi,
peta bahaya dapat dibangun.

 Setelah daerah ini telah diidentifikasi, studi rinci menggunakan lubang


bor, atau ground radar penetrasi dapat digunakan untuk menemukan
rongga terbuka di bawah permukaan. Daerah-daerah ini kemudian dapat
dihindari ketika tiba saatnya untuk keputusan tentang penggunaan lahan.

 Di daerah di mana ada kemungkinan runtuh tiba-tiba, salah satu harus


mengetahui setiap retakan yang terbentuk di tanah. terutama jika retak
mulai membentuk pola lingkaran atau elips. Retak tanah tersebut dapat
menjadi indikasi bahwa peristiwa keruntuhan adalah dekat.

 Di daerah yang terletak di atas operasi pertambangan dikenal atau operasi


bekas tambang, peta dapat dibangun berdasarkan pengetahuan tentang

13
lokasi sebenarnya dari rongga terbuka di bawah permukaan. Peta tersebut
kemudian dapat digunakan sebagai panduan untuk perencanaan
penggunaan lahan. Saat ini undang-undang berada di tempat untuk
mencegah penambangan yang aktif di bawah daerah perkotaan, tetapi
hukum-hukum ini tidak selalu ada, dan tambang tua masih bisa
menimbulkan masalah.

 Dimana penarikan cairan adalah penyebab utama penurunan, informasi


tingkat penarikan cairan harus ditentukan dan dikombinasikan dengan
studi material di bawah permukaan berdasarkan sampling dengan metode
inti bor. Jika penurunan dicurigai atau diamati, kegiatan manusia dapat
dimodifikasi untuk mencegah penurunan lebih lanjut. Misalnya sumber-
sumber baru air sering dapat ditemukan, atau air limbah dapat dirawat dan
dipompa kembali ke dalam tanah untuk membantu mempertahankan
tingkat permukaan air, menjaga tekanan cairan, atau re-hidrat tanah liat
hydrocompacting dan gambut.
 Masalah penarikan cairan rumit contohnya di Amerika Serikat di mana
hukum berada dalam konflik. Hak penarikan sumber daya bawah tanah
seperti air atau minyak biasanya didahulukan dari hak untuk menuntut atas
kerugian yang mungkin timbul dari penurunan.

14
BAB 4
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
 Penurunan muka tanah (land subsidence) merupakan suatu proses
gerakan penurunan muka tanah yang didasarkan atas suatu datum tertentu
(kerangka referensi geodesi) dimana terdapat berbagai macam variabel
penyebabnya (Marfai, 2006).
 Faktor yang menyebabkan Penurunan Tanah yaitu:
 Pengambilan air tanah secara berlebihan
 Kompresibilitas tanah/batuan yang sangat tinggi
 Konsolidasi alamiah pada material lepas(tanah)
 Rongga-rongga bawah permukaan akibat proses pelarutan batuan,
 pergerakan struktur geologisesar.
 Dampak dari Pergerakan Tanah
a. perubahan elevasi dan kemiringan sungai, kanal, dan saluran air;
b. kerusakan jembatan, jalan, kereta api, badai saluran, selokan sanitasi,
saluran, dan tanggul;
c. kerusakan bangunan swasta dan publik;
d. kegagalan casing baik dari kekuatan yang dihasilkan oleh pemadatan halus
bahan dalam sistem akuifer.

15
DAFTAR PUSTAKA

http://ejournal.undip.ac.id/index.php/teknik

Irvan, R. Sophian. 2010. Studi Kasus Penurunan Tanah di Daerah Utara Jawa.
Universitas Pajajaran: Bulletin Of Scientific Contribution Volume 8.

Http://nurhakim.zoomshare.com/files/bgi/bahankuliah-bgi-05.pd

16
17

Anda mungkin juga menyukai