Anda di halaman 1dari 34

FARMAKOTERAPI TERAPAN

OBESITAS DAN HIPERLIPIDEMIA


PADA PASIEN DEWASA

Dainar Eka Pratiwi


260112160052
Tita Diarni
260112160054
Mutiara Ayu Dewanti 260112160084
Kenny Andreas
260112160086
Allin Allian Ritya N.
260112160100
Yudicia Al Kayyis260112160120

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2016

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv
DAFTAR TABEL............................................................................................... v
BAB I OBESITAS............................................................................................ 1
1.1 Definisi..........................................................................................
1.2 Patofisiologi...................................................................................
1.3 Manifestasi Klinis..........................................................................
1.4 Diagnosis.......................................................................................
1.4.1 BMI ....................................................................................
1.4.2 Waist Circumference ..........................................................
1.5 Hasil Terapi yang Diinginkan........................................................
1.6 Penanganan....................................................................................
1.6.1 Terapi Non Farmakologi.....................................................
1.6.2 Terapi Farmakologi.............................................................
1.7 Evaluasi Hasil Terapi....................................................................

1
1
2
3
3
4
5
5
5
6
7

BAB II HIPERLIPIDEMIA.............................................................................. 8
2.1 Definisi.......................................................................................... 8
2.2 Patofisiologi................................................................................... 8
2.3 Manifestasi Klinis.......................................................................... 11
2.4 Diagnosis ...................................................................................... 11
2.5 Hasil Terapi yang Diinginkan ....................................................... 14
2.6 Penanganan ................................................................................... 15
2.6.1 Terapi Non Farmakologi...................................................... 15
2.6.2 Terapi Farmakologi.............................................................. 15
2.7 Evaluasi Hasil Terapi .................................................................... 16
BAB III KASUS ............................................................................................. 18
3.1 Penjabaran Kasus ......................................................................... 18
3.2 Analisis Kasus .............................................................................. 19
3.3 Terapi Farmakologi ...................................................................... 22
3.4 Terapi Non Farmakologi ............................................................... 27
3.5 Monitoring Terapi ......................................................................... 28

3.6 KIE ............................................................................................... 28


DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 29

DAFTAR GAMBAR
Gambar

Halaman

1.1 Patofisiologi obesitas.................................................................................


1.2 Pengukuran waist circumference ..............................................................
2.1 Patofisiologi hiperlipidemia .....................................................................
2.2 Diagnosis hiperlipidemia...........................................................................

2
4
9
14

DAFTAR TABEL
Tabel

Halaman

1.1 Klasifikasi BMI.........................................................................................


1.2 Hubungan resiko penyakit dengan berat normal dan wirst circumference
3.1 Klasifikasi tekanan darah orang dewasa...................................................
3.2 Klasifikasi kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan
trigliserida orang dewasa ..........................................................................

3
5
19
20

3.3 Klasifikasi berat badan dan obesitas menggunakan BMI ........................ 21


3.4 Klasifikasi Hiperlipoproteinemia menurut Fredrickson-Levy-Less ......... 21
3.5 Efek Terapi Obat-Obatan Antihiperlipidemia terhadap Lipid dan Lipoprotein
................................................................................................................... 22

BAB I
OBESITAS

1.1

Definisi
Obesitas merupakan kondisi dimana terjadi akumulasi lemak yang

berlebihan di jaringan adiposa (Garrow, 1988). Obesitas biasanya ditentukan


dengan menggunakan indeks massa tubuh yang dihitung dari berat dan tinggi
badan seseorang. Jika indeks massa tubuh seseorang melebihi 30 kg/m maka
orang tersebut dianggap telah menunjukkan obesitas. Obesitas juga dikategorikan
menjadi 3 kelas, yaitu kelas I dengan indeks massa tubuh 30-34,9 kg/m, kelas II
dengan 35-39,9 kg/m dan kelas III dengan indeks massa tubuh 40 kg/m (WHO,
2015).
1.2

Patofisiologi
Obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan masukan dan keluaran kalori

dari tubuh serta penurunan aktivitas fisik (sedentary life style) yang menyebabkan
penumpukan lemak di sejumlah bagian tubuh (Rosen, 2012). Penelitian yang
dilakukan menemukan bahwa pengontrolan nafsu makan dan tingkat kekenyangan
seseorang diatur oleh mekanisme neural dan humoral (neurohumoral) yang
dipengaruhi oleh genetik, nutrisi, lingkungan dan sinyal psikologis. Pengaturan
keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis,
yaitu pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran
energi dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan penyimpanan energi
ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah
mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan adiposa, usus dan jaringan otot).
Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta
menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia,
meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal
pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu
makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida

gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator


dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived hormon
leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi
(Sherwood, 2012). Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka
jaringan adiposa meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam
peredaran darah. Kemudian, leptin merangsang anorexigenic center di
hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro Peptida Y (NPY) sehingga terjadi
penurunan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih
besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan
pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu
makan. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga
tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan (Dipiro, 2015).

Gambar 1.1
1.3

Patofisiologi obesitas

Manifestasi Klinis
Obesitas ditandai dengan jumlah lemak abdominal dan intraviseral yang

tinggi, biasanya diukur menggunakan satuan BMI. Indeks BMI dihitung dari

berat badan(kg)/tinggi

(m)

yang memberikan kisaran estimasi untuk jumlah

lemak dalam tubuh. Penderita Obesitas memiliki nilai BMI


sedangkan kategori overwight BMI 25-29.9 kg/ m

2
30 kg/ m

(Dipiro, 2015). Tanda dan

gejala obesitas berkaitan dengan akumulasi massa lemak meliputi: nyeri sendi,
immobility(sulit bergerak), sleap apnea dan rendah diri. Pada penderita obesitas
ditemukan juga adanya kelainan fungsi normal tubuh seperti disregulasi appentite,
keseimbangan energy yang abnormal, disfungsi endokrin meliputi peningkatan
kadar leptin dan resistensi insulin, disregulasi signaling adipokine, fungsi
endothelial yang abnormal, peningkatan tekanan darah , dislipidemia dan
inflamasi sistemik dan jaringan adipose. Obesitas juga dapat menyebabkan
penurunan fungsi tubuh berkaitan dengan peningkatan kadar lemak seperti
osteoarthritis, immobility, lymphedema dan sleap apnea(Mechanick, 2012).

1.4

Diagnosis
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk diagnosis obesitas.

1.4.1

BMI
Penggunaan BMI dalam penilaian risiko dapat memberikan ukuran yang

lebih akurat dari total lemak tubuh dibandingkan dengan penilaian berat badan
saja. Namun BMI mempunyai limitasi salah satunya pada pasien yang sangat
berotot dimana massa otot yang berlebih dihitung sebagai lemak berlebih. BMI
merupakan pengukuran landsung berdasarkan berat badan dan tinggi badan tanpa
memperhatikan gender.
Tabel 1.1 Klasifikasi BMI (Dipiro, 2015)
BMI(kg/ m
Underweight
Normal Weight
Overweight

< 18.5
18.5-24.9
25-29.9

1.4.2

Obesity (Class 1)
Obesity (Class 2 )
Extreme Obesity (Class 3)
Waist Circumference

30- 34.9
35- 39.9
40

Kelebihan lemak perut merupakan faktor risiko penting untuk penyakit.


Evaluasi waist Circumference digunakan untuk menilai resiko yang terkait dengan
obesitas(Dipiro, 2015).
Dikarenakan BMI saja tidak cukup untuk menentukan letak kelebihan
lemak dalam tubuh, sedangkan lemak pada intra abdominal dianggap lebih
mungkin menyebabkan kesehatan yang buruk daripada lemak disimpan di bagian
lain dari tubuh maka perlu dilakukan perhitungan Waist Circumference. Untuk
pengukuran waist circumference, tandai letak tunlang pinggul atas dan iliac cerst,
letakkan alat pengukur secara horizontal pada abdomen sejajar iliac cerst(Dipiro,
2015).

Gambar 1.2

Pengukuran Waist Circumference (NHLBI, 2000)

Tabel 1.2 Hubungan Resiko Penyakit dengan Berat Normal dan Waist
Circumference (Dipiro, 2015)
Classification for BMI
BMI(kg/
m
Underweight
Normal Weight
Overweight
Obesity (Class 1)
Obesity (Class 2 )
Extreme Obesity
(Class 3)
1.5

< 18.5
18.5-24.9
25-29.9
30- 34.9
35- 39.9
40

Resiko Penyakit( berhubungan dengan berat


normal dan Waist Circumference)
Pria 40
Pria >40
inch(102 cm)
inch(> 102 cm)
Wanita 35 inch(89 Wanita >35
cm)
inch(>89 cm)
Meningkat
Tinggi
Sangat Tinggi
Amat Sangat Tinggi

Tinggi
Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Amat Sangat Tinggi

Hasil Terapi yang Diinginkan


Hasil terapi yang ingin dicapai pada pengobatan obesitas adalah

berkurangnya berat badan berdasarkan jumlah berat yang telah ditetapkan,


berkurangnya laju kenaikan berat badan, serta pasien dapat mempertahankan
status berat badan netral, tergantung pada situasi klinis.
1.6

Penanganan
Penanganan untuk penyakit obesitas dapat dilakukan dengan terapi non

farmakologi dan terapi farmakologi.


1.6.1

Terapi Non Farmakologi


Terapi non-farmakologis dimulai dengan terapi perubahan pola hidup,

termasik diet ketat, pengurangan berat badan, dan meningkatkan aktivitas fisik.
Disarankan untuk pasien yang kelebihan berat badan mengurangi berat badannya
hingga 10%. Lakukan aktivitas fisik minimal 30 menit per hari dengan intensitas

sedang tiap minggunya. Bantu pasien yang dalam terapi mengurangi kebiasaan
merokok, juga yang dalam kontrol tekanan darah tinggi (Dipiro, 2015).
Tujuan dari terapi diet adalah untuk mengurangi asupan lemak total secara
bertahap, lemak jenuh, dan kolesterol, dan juga untuk mencapai berat badan yang
diinginkan (Dipiro, 2015).
1.6.2

Terapi Farmakologi
Panduan dari The National Institutes of Health merekomendasi

farmakoterapi pada dewasa dengan BMI 30kg/m2dan / atau WC 40 dalam (102


cm) untuk pria atau 35 dalam (89 cm) untuk wanita, atau BMI 27 sampai 30
kg/m2dengan setidaknya dua faktor resiko jika melaksanakan 6 bulan diet,
olahraga, dan modifikasi pola hidup lainnya gagal dalam mencapai pengurangan
berat badan (Dipiro, 2015).
1.

Orlistat (180 atau 360 mg dibagi dalam 3 dosis/hari)


Merupakan lipase inhibitor yang menginduksi penurunan berat badan
dengan menurunkan penyerapan lemak, juga memperbaiki profil lemak, kontrol
glukosa, dan penanda metabolisme lainnya. Kotoran yang encer, sakit pada perut,
kembung, ingin buang air besar / kecil, terjadi pada 80 % orang yang
menggunakan resep tersebut akan berubah secara perlahan, dan membaik setelah
terapi 1 sampai dua bulan. Orlistat dapat digunakan dalam penggunaan jangka
panjang. Obat ini dapat mengganggu penyerapan vitamin larut dalam lemak,
silosporin, levotroksin, dan kontrasepsi oral.

2.

Lorcaserin
Obat agonis selektif serotonin reseptor (5-HT2c) digunakan untuk
manejemen berat badan kronis. Aktivasi dari reseptor sentral 5-HT2c berfungsi
membantu mengurangi berat badan. Penggunaan lorcaserin dihentikan jika
penurunan berat badan tidak mencapai 5 % pada minggu 12. Efek samping yang
biasa timbul adalah sakit kepala, pusing, konstipasi, kelelahan, dan mulut kering.

3.

Phentermine
Obat kombinasi dengan toprimat lepas lambat yang diindikasikan untuk
manajemen berat badan kronis. Dosis biasanya di titrasi dari phentermine 3.75
sampai 15 mg dan topiramat 23 sampai 92 mg dalam 4 bulan, namun obatnya
harus dihentikan setelah 12 minggu jika 5 % penurunan berat badan tidak
tercapai. Efek samping yang biasa terjadi seperti konstipasi, mulut kering,
paraesthesia, disgeusia, dan insomnia.

4.

Phentermine and Diethylpropion


Masing-masing lebih efektif dari plasebo dalam menurunkan berat badan
jangka pendek. Namun jangan gunakan keduanya pada pasien dengan hipertensi
parah atau penyakit kardiovaskular yang signifikan. Terapi jangka pendek tidak
konsisten dengan panduan untuk manajemen obesitas jangka pendek.

5.

Amphetamines
Merupakan obat yang umumnya dihindari karena merupakan stimulan
yang kuat dan potensi menjadi candu pada penggunannya.
Banyak terapi komplemen dan alternatif yang disarankan untuk
menurunkan berat badan. Regulasi diet suplemen lebih aman dari resep obat OTC.
Pembuat obat tidak harus membuktikan keamanan dan efektifitas pada penjualan
(Dipiro, 2015).
1.7

a.

Evaluasi Hasil Terapi

Pasien disarankan untuk menjaga pola makan terutama makanan manis dan
berlemak.

b.

Pasien harus cukup istirahat dan menghindari kelelahan, untuk menjaga kerja
jantung tetap normal.

c.

Pasien harus menghindari rokok dan alkohol.

d.

Olah raga ringan yang teratur masih diperbolehkan, sebatas tidak menimbulkan
kelelahan.

BAB II
HIPERLIPIDEMIA

2.1 Definisi
Lipid merupakan zat kaya kalori, yang berfungsi sebagai sumber utama
proses metabolisme tubuh. Lipid plasma yang utama yaitu kolesterol, trigliserida,
fosfolipid dan asam lemak bebas (Suyatna, 2007).
Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan gangguan metabolisme dimana
kadar lemak di dalam darah meningkat di atas batas normal, yang melibatkan
kadar kolesterol total, LDL (low density lipoprotein), trigliserida menjadi tinggi,
HDL (high density lipoprotein) menjadi rendah, atau kombinasi kelainan lain
(Dipiro, 2009).

2.2 Patofisiologi
Hiperlipidemia

dapat

terjadi

secara

primer

ataupun

sekunder.

Hiperlipidemia primer disebabkan oleh faktor genetik, sedangkan hiperlipidemia


sekunder disebabkan karena penyakit lain, seperti diabetes mellitus, hipotiroid,
obesitas, dan lain-lain. Dan juga karena obat seperti diuretic, blocker,
kontrasepsi oral, dan lain-lain (Purwanti, 2012).

Gambar 2.1

Patofisiologi hiperlipidemia

VLDL disekresikan dalam hati yang kemudian dikonversi menjadi IDL


(intermediate Density Lipoprotein) yang lebih lanjut menjadi LDL. LDL plasma
diikat pada reseptor LDL apoprotein B-100 yang terdapat di hati, adrenal dan selsel perifer (Dipiro, 2015).
Oksidasi LDL pada dinding arteri akan memicu respon inflamasi. Monosit
ditransformasi menjadi makrofag menghasilkan akumulasi sel busa. Sel busa
merupakan awal pembentukan endapan lemak arteri, yang jika proses ini berlanjut
terus akan memicu terjadinya angina, stroke, atau infark miokard (Dipiro, 2015).
Kolesterol, TG, dan fosfolipid ditransfer dalam darah sebagai kompleks
lipid dan protein (lipoprotein). Faktor kerusakan seperti LDL teroksidasi,
kerusakan mekanik pada endotelium dan homosistein yang berlebih bisa
menyebabkan disfungsi endotelial dan aterosklerosis. Lesi aterosklerosis
terbentuk dari transfer dan retensi dari LDL plasma melewati membran sel endotel
ke dalam matriks ekstraselular dari subendotelial. Saat berada di dalam dinding
arteri, LDL secara kimia dimodifikasi melalui oksidasi dan glikasi non-enzimatik.

10

LDL yang teroksidasi menimbulkan respon inflamasi yang dimediasi oleh sitokin
(Dipiro, 2015).
Hiperlipidemia dapat diklasifikasikan dalam kategori berikut (Dipiro,
2015):
1.

Hiperlipidemia tipe I/hiperkilomikronemia, merupakan hiperlipidemia


yang disebabkan oleh asupan lipid eksogen yang berlebihan ditandai dengan
peningkatan kilomikron yang melebihi batas normal. Hiperlipidemia tipe ini dapat
diatasi dengan diet rendah lipid, tidak memerlukan terapi farmakologi.

2.

Hiperlipidemia tipe IIa/ Hiperkolesterolemia familial ditandai dengan


peningkatan LDL darah yang meningkat drastis. Hiperkolesterolemia ini
dikatakan heterozigot jika level kolesterol totalnya berkisar antara 275-500 mg/dl.
Hiperkolesterolemia heterozigot biasanya akan berkembang menjadi xanthomas
pada orang dewasa dan berpeluang menjadi penyakit vaskuler jika ternyata pada
golongan usia 30-50 tahun. Sedangkan hiperkolesterolemia dengan level
kolesterol total lebih dari 500 mg/dl dikategorikan sebagai hiperkolesterolemia
homozigot yang berkembang menjadi xanthomas pada orang dewasa dan menjadi
penyakit vaskuler pada anak-anak. Selain itu terdapat juga Hiperkolesterolemia
defectif Apo B-100 dan Poligenik hiperkolesterolemia.

3.

Hiperlipidemia Tipe IV/ Hipertrigliserida familial yang ditandai dengan


peningkatan VLDL melebihi batas normal.

4.

Hiperlipidemia tipe IIb/ Kombinasi Hiperlipidemia yang ditandai dengan


peningkatan LDL dan VLDL melebihi batas normal. Nilai TG berkisar antara 250750 mg/dL sedangkan kolesterol totalnya antara 250-500 mg/dL. Hiperlipidemia
ini umumnya besrsifat asimptomatis sampai terjadi perkembangan penyakit
vaskuler.

5.

Hiperlipidemia

tipe

III/

Disbetalipoproteinemia,

ditandai

dengan

peningkatan VLDL dan IDL melebihi batas normal sedangkan nilai LDL normal.
TG antara 250-750 mg/dl dan TC antara 250-500 mg/dl. Hiperlipidemia ini juga
biasanya asimptomatis hingga terjadi perkembangan penyakit vaskuler.
6.

Tipe 5 (Hipertrigliseridemia Campuran Familial) yang ditandai oleh kadar


VLDL dan kilomikron serum meningkat. LDL normal atau berkurang.

11

2.3 Manifestasi Klinis


Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Adapun
gejala pasien yang mungkin dikeluhkan pasien antara lain: nyeri dada, palpitasi,
berkeringat, gelisah, sesak napas, sakit perut, atau kehilangan kesadaran atau kesulitan
berbicara atau bergerak.
Berdasarkan kelainan lipoprotein, tanda-tanda pada pemeriksaan fisik mungkin
termasuk

xanthomas

kulit,

polineuropati

perifer,

tekanan

darah

tinggi,

dan

peningkatan indeks massa tubuh atau ukuran pinggang.

2.4 Diagnosis
Diagnosis Hiperlipidemia menurut Dipiro (2015):

Profil lipoprotein puasa (FLP) termasuk kolesterol total, LDL, HDL dan
trigliserida harus diukur pada semua orang dewasa (>20 tahun) setidaknya sekali
tiap 5 tahun.

Pengukuran kolesterol plasma (yaitu 3% lebih rendah dari penentuan serum),


trigliserid dan kadal HDL setelah 12 jam atau lebih cepat adalah penting. Karena
trigliserida mungkin meningkat pada individu yang tidak puasa, kolesterol total
dipengaruhi oleh puasa.

Dua pengukuran, 1 sampai 8 minggu, dengan pasien pada diet stabil dan berat,
dan tidak memiliki penyakit akut, dianjurkan untuk meminimalkan variabilitas
dan untuk mendapatkan baseline yang dapat diandalkan. Jika total kolesterol lebih
besar dari 200mg/dL, perlu dilakukan pengukuran kedua, dan jika nilainya lebih
dari 300mg/dL, maka harus digunakan rata-rata dari 3 pengukuran.

12

Setelah kelainan lipid dikonfirmasi, komponen utama dari evaluasi adalah sejarah
(termasuk usia, jenis kelamin dan jika perempuasn, menstruasi dan status
pengganti estrogen), pemeriksaan fisik dan penyelidikan hasil laboratorium.

Sebuah sejarah yang lengkap dan pemeriksaan fisik harus menilai (1) ada tidaknya
faktor risiko kardiovaskular atau penyakit kardiovaskular yang pasti dalam
individu, (2) riwayat keluarga dini penyakit kardiovaskular atau gangguan lipid,
(3) ada tidaknya penyebab sekunder hiperlipidemia, termasuk obat-obat yang
digunakan bersamaan, (4) ada tidaknya xanthomas, nyeri perut atau riwayat
pankreatitis, penyakit ginjal atau hati, penyakit pembuluh darah perifer, aneurisma
aorta abdomiinal atau penyakit cerebral vaskular (bruit karotis, stroke atau
serangan iskemik trasient).

Diabetes melitus sekarang dianggap sebagai risiko PJK. Artinya, kehadiran


diabetes pada pasien tanpa PJK memiliki tingkat risiko yang sama dengan pasien
tanpa diabetes tapi telah dikonfirmasi memiliki PJK.

Jika pemeriksaan fisik dan sejarah tidak cukup untuk mendiagnosis gangguan
familial, maka elektroforesis lipoprotein dengan gel agarose berguna untuk
menentukan kelas lipoprotein. Jika kadar trigliserida dibawah 400 mg/dL dan
bukan hiperlipidemia tipe III atau kilomikron akan terdeteksi dengan
elektroforesis. Maka salah satu dapat menghitung kadar VLDL dan LDL. VLDL=
trigliserida/5;

LDL

kolesterol

total-(VLDL+HDL).

Pengujian

awal

menggunakan kolesterol total untuk penemuan kasus, tetapi keputusan


manajemen berikutnya harus didasarkan pada LDL.

13

Karena total kolesterol terdiri dari kolesterol yang berasal dari LDL, VLDL dan
HDL, maka penentuan HDL berguna bila kolesterol total plasma meningkat. HDL
mungkin meningkat oleh konsumsi moderat alkohol (kurang dari dua gelas per
hari), latihan fisik, berhenti merokok, menurunkan berat badan, kontrasepsi oral,
fenitoin dan terbutalin. HDL dapat diturunkan dengan merokok, obesitas, gaya
hidup dan obat-obatan seperti -bloker.

Diagnosis defisiensi lipoprotein lipase berdasarkan aktivitas enzim yang rendah


atau tidak ada dalam plasma normal manusia atau apolipoprotein C-II, kofaktor
enzim.

14

Gambar 2.2

Diagnosis hiperlipidemia (Harikumar,2013)

2.5 Hasil Terapi yang Diinginkan


Target pemberian obat-obatan yang digunakan untuk pengobatan
hiperlipidemia adalah menurunkan produksi lipoprotein atau kolesterol,
meningkatkan degradasi lipoprotein, atau meningkatkan pembuangan kolesterol
dari tubuh (Janet, 2008). Alasan utama untuk mengembangkan terapi inisiasi
terapetik dan perubahan gaya hidup yaitu untuk mengurangi risiko serangan awal
atau berulang seperti infark miokardial, angina, gagal jantung, stroke iskemik atau
kejadian lain pada penyakit arteri perifer seperti carotid stenosis atau aneurisme
aortic abdominal (Dipiro et al., 2008).
2.6 Penanganan
Penanganan untuk penyakit obesitas dapat dilakukan dengan terapi non
farmakologi dan terapi farmakologi.
2.6.1 Terapi Non Farmakologi
Meningkatkan asupan serat mudah larut (oat bran, pectin, psyllium) yang
dapat mengurangi lemak total dan LDL kolesterol hingga 5% sampai 20%. Tetapi,
mereka memiliki efek yang kecil pada HDL-C dan Trigliserida. Serat juga dapat

15

berguna untuk mengatasi konstipasi akibat penggunaan obat golongan BAR


(pengikat empedu) (Dipiro, 2015).
Suplemen minyak ikan mampu mengurangi Trigliserida dan VLDL-C,
namun juga tidak berefek pada lemak total dan LDL-C atau dapat meningkatkan
produk ini. Efek lain dari minyak ikan dapat memberikan efek kardioprotektif
(Dipiro, 2015).
Memakan 2 sampai 3 gram plants sterols dapat mengurangi LDL 6%
sampai 15%. Biasanya plant sterols terdapat pada margarine (Dipiro, 2015).
Jika semua terapi di atas dilakukan, maka dapat diestimasi terjadi
pengurangan LDL sebanyak 20% sampai 30% (Dipiro, 2015).
2.6.2

Terapi Farmakologi
Terapi Farmakologi untuk penyakit hiperlipidemia dapat dilakukan dengan

menggunakan obat-obat sebagai berikut:


1.
Obat Gol. Pengikat Empedu (BAR)
Obat golongan ini akan mengikat empedu pada lumen pencernaan dengan
menghambat sirkulasi enteropatik dari empedu, yang akan mengurangi ukuran
empedu dan merangsang sintesis empedu dari kolesterol. Pengurangan dari
jumlah kolesterol hati akan meningkatkan biosintesis kolesterol dan jumlah LDLR pada membran hepatosit, yang mana akan meningkatkan katabolisme plasma
dan menurunkan level LDL. Meningkatnya biosintesis kolesterol hati juga
berhubungan dengan meningkatnya produksi VLDL hati, yang mana BAR dapat
mengurangi hipertrigliseridemia pada pasien dengan hiperlipidemia.
2.
Obat Gol. Penghambat Sintesis VLDL (Niacin)
Niacin (nicotinic acid) mengurangi sintesis VLDL, yang mana akan
menimbulkan turunnya sintesis LDL. Niacin juga meningkatkan HDL dengan
mengurangi katabolismenya.
3.
Obat Gol. HMG Co-A Reduktase Inhibitor
Statin (atrovastatin, fluvastatin, lovastatin, dsb) menghambat HMG-CoA
reduktasi, mengganggu perubahan HMG-CoA menjadi mevalonate, senyawa pada
biosintesis kolesterol. Berkurangnya sintesis LD dan meningkatnya katabolisme
LDL terjadi karena kehadiran LDL-R yang menjadi mekanisme dasar dari efek
pengurangan lipid.
4.
Obat Gol. Asam Fibrat

16

Fibrat monoterapi (gemfibrozil, finofibrat, clofibrat) merupakan obat yang


efektif mengurangi VLDL, namun peningkatan LDL dapat terjadi, dan jumlah
kolesterol total mungkin tidak berubah. Konsentrasi HDL plasma dapat meningkat
hingga 10-15% atau lebih dengan fibrat.
5.
Ezetimibe
Ezetimibe mengganggu absorbsi kolesterol pada saluran pencernaan, yang
mana membuat obat ini bagus untuk terapi pencegahan. Obat ini dapat digunakan
sendiri atau bersama dengan statin.
2.7 Evaluasi Hasil Terapi
a.
Sebaiknya antihiperlipidemia yang digunakan merupakan agen tunggal.
b.
Pasien disarankan untuk melakukan diet karbohidrat dan lemak yang ketat,
untuk menjaga supaya kadar glukosa dan lipid dalam darah tetap berada
c.

pada rentang yang aman.


Pasien disarankan untuk selalu menyediakan asupan glukosa cepat

d.

(permen atau minuman manis) jika sewaktu-waktu terjadi hipoglikemia.


Pasien harus cukup istirahat dan menghindari kelelahan, untuk menjaga

e.
f.

kerja jantung tetap normal.


Pasien harus menghindari rokok dan alkohol.
Olah raga ringan yang teratur masih diperbolehkan, sebatas tidak
menimbulkan kelelahan.

17

BAB III
KASUS
3.1

Penjabaran Kasus
Bpk. Roni berumur 37 tahun merupakan seorang direktur
pemasaran di sebuah perusahaan otomotif asing. Selaku direktur
pemasaran, Bpk. Roni mempunyai jadwal kegiatan yang sangat padat
sehingga memaksa dirinya untuk mempunyai kebiasaan memakan
makanan cepat saji. Bpk. Roni juga menyukai makanan-makanan
berlemak seperti daging steak, sate ayam, sop kambing dan makanan
sejenis. Selain itu, Bpk. Roni juga jarang melakukan olahraga dikarenakan
waktu senggangnya hanya diisi untuk beristirahat dan tidur akibat
kelelahan beraktivitas. Bpk. Roni juga terbiasa merokok hingga 1 bungkus
per hari dan meminum beer tiap malam hari selepas pulang kerja.
Bpk Roni belakangan ini mengeluhkan nyeri di bagian dada, sesak
napas, sering berkeringat, mengalami kesulitan untuk bergerak dan merasa
kelelahan. Bpk. Roni juga sering merasa kesulitan mengatur pola
makannya yang berlebihan. Bpk. Roni merasa tidak memiliki riwayat
diabetes di keluarganya.Setelah berkonsultasi dengan dokter, Bpk. Roni
disarankan untuk melakukan serangkaian pemeriksaan laboratorium untuk
menentukan diagnosis penyakit beserta terapi pengobatan yang tepat.
Hasil pemeriksaan laboratorium Bpk. Roni menunjukkan bahwa:
Tekanan Darah
:150/95mmHg
Kolesterol Total
: 240mg/dL
Kolesterol LDL
: 170mg/dL
Kolesterol HDL
: 30mg/dL
Trigliserida
: 190mg/dL
Tinggi Badan
: 170cm
Berat Badan
: 105kg

3.2

Analisis Kasus
1. Subjektif
Bpk. Roni belakangan ini mengeluhkan nyeri di bagian dada, sesak
napas, sering berkeringat dan mengalami kesulitan untuk bergerak. Bpk.
Roni juga sering merasa kesulitan mengatur pola makannya yang
berlebihan.
2. Obyektif

18

a) Tekanan darah
Pada hasil pemeriksaan laboratorium, diketahui bahwa tekanan
darah Bpk. Roni 150/95mmHg. Hasil tersebut dibandingkan dengan
klasifikasi tekanan darah orang dewasa yang dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Klasifikasi Tekanan Darah Orang Dewasa (Dipiroet al., 2008)
Klasifikasi
Normal
Prehipertensi
Tahap 1 hipertensi
Tahap 2 hipertensi

Sistolik
(mmHg)
<120
120-139
140-159
160

Diastolic
Dan
Atau
Atau
Atau

<80
80-89
90-99
100

Berdasarkan klasifikasi pada tabel di atas, pasien termasuk dalam


kategori hipertensi tahap 1.
b) Kolesterol
Pada hasil pemeriksaan laboratorium Bpk. Roni, diketahui bahwa:
Kolesterol Total
: 240mg/dL
Kolesterol LDL
: 170mg/dL
Kolesterol HDL
: 30mg/dL
Trigliserida
: 190mg/dL
Hasil tersebut dibandingkan dengan klasifikasi kadar kolesterol
total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserida orang dewasa yang
dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Klasifikasi kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan
trigliserida orang dewasa (Dipiro et al., 2008)
Jenis Kolesterol
Kolesterol Total

Kolesterol LDL

Klasifikasi

Nilai

Diinginkan
Cukup tinggi
Tinggi

< 200 mg/dL


200-239 mg/dL
240 mg/dL

Optimal
Jauh atau diatas optimal
Cukup tinggi
Tinggi
Sangat tinggi

<100 mg/dL
100-129mg/dL
130-159 mg/dL
160-189 mg/dL
190 mg/dL

19

Kolesterol HDL

Rendah
Tinggi

<40 mg/dL
60 mg/dL

Trigliserida

Normal
Cukup tinggi
Tinggi
Sangat tinggi

<150 mg/dL
150-199 mg/dL
200-499 mg/dL
500 mg/dL

Berdasarkan klasifikasi pada tabel di atas, pasien diketahui


memiliki kadar kolesterol total yang tinggi, kolesterol LDL yang tinggi,
kolesterol HDL yang rendah dan trigliserida yang cukup tinggi.
c) Body Mass Index (BMI)
Pada hasil pemeriksaan diketahui bahwa Bpk. Roni memiliki tinggi
badan 170cm dan berat badan 105kg. Dari data tersebut kemudian
dilakukan perhitungan BMIdengan menggunakan rumus sbb:
BMI = Berat (kg)/Tinggi (m2)
Setelah dilakukan perhitungan, diketahui bahwa BMI Bpk. Roni
adalah sebesar 36,32 kg/m2. Hasil tersebut kemudian dibandingkan dengan
Klasifikasi Berat Badan dan Obesitas menggunakan BMI yang dapat
dilihat pada tabel 3.3.
Tabel 3.3 Klasifikasi Berat Badan dan Obesitas menggunakan BMI (Dipiro et
al., 2008)
Klasifikasi
Kekurangan Berat Badan
Normal
Kelebihan Berat Badan
Obesitas
Obesitas
Obesitas Ekstrim

BMI (kg/m2)
<18,5
18,5-24,9
25,0-29,9
30,0-34,9
35,0-39,9
>40

Kelas Obesitas
I
II
III

Berdasarkan klasifikasi pada tabel di atas, pasien diketahui


mengalami Obesitas kelas II.
3. Assesment
Berdasarkan data subjektif dan objektif pasien dinyatakan
menderita hiperlipidemia tipe IIa karena nilai LDL yang menunjukkan
nilai diatas angka normal. Pernyataan tersebut mengacu pada Klasifikasi
Hiperlipoproteinemia menurut Fredrickson-Levy-Less yang dapat dilihat

20

pada tabel 3.4. Selain itu pasien juga dinyatakan menderita hipertensi
tahap I dan obesitas kelas II.
Tabel 3.4 Klasifikasi Hiperlipoproteinemia
(Dipiro et al., 2008)
Tipe
I
Iia
Iib
III
IV
V

menurut

Fredrickson-Levy-Less

Peningkatan Lipoprotein
Kilomikron
LDL
LDL dan VLDL
IDL (LDL1)
VLDL
VLDL + Kilomikron

4. Plan
a.
b.
c.
d.
3.3

Tujuan Terapi Bpk. Roni antara lain:


Menurunkan LDL
Meningkatkan HDL
Menurunkan tekanan darah
Menurunkan berat badan
Sasaran Terapi: LDL, HDL, tekanan darah dan berat badan.
Terapi Farmakologi
Rekomendasi terapi farmakologi untuk mengatasi hiperlipidemia
telah dijelaskan pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Efek Terapi Obat-Obatan Antihiperlipidemia terhadap Lipid dan


Lipoprotein (Dipiro, et al., 2008).

Obat
Kolestiramin
Kolestipol
Kolesevelam
Niacin

Mekanisme kerja
Menaikkan
katabolisme LDL
Menurunkan absorpsi
kolesterol
Menurunkan sintesis
LDL dan VLDL

Efek terhadap
lemak
Menurunkan
kolesterol

Efek
terhadap
lipoprotein
Menurunkan
LDL

Menurunkan
Menaikkan
trigliserida dan VLDL
kolesterol

21

Gemfibrozil
Finofibrat
Lovastatin

Menaikkanklirens
VLDL
Menurunkansintesis
VLDL

Pravastatin
Simvastatin
Fluvastatin
Atorvastatin
Rovuvastatin
Ezetimib

Menaikkankatabolisme
LDL
Menurunkansintesis
LDL

Menurunkan
Menurunkan
trigliserida dan VLDL,
kolesterol
Menurunkan
LDL,
Menaikkan
HDL
Menurunkan
Menurunkan
kolesterol
LDL

Menghambat absorpsi Menurunkan


kolesterol,membatasi
kolesterol
saluran cerna

Menurunkan
LDL

Terapi yang tepat untuk Bpk. Roni adalah obat-obatan yang


mampu mengobati hiperlipidemia tipe IIa (menurunkan kadar LDL).
1. Resep yang diberikan dokter
dr.Dozer, Sp.PD
SIP : 888/A/2015
Alamat : Jl. Raya Jatinangor, Sumedang
Tlp : (022) 4255048
No. 7Tgl 04September 2015

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

2. Analisis Drug Related ProblemR/(DRP)


Lipitor10 mg
S 1 dd
I
Berdasarkan poin-poin DRP,
yaitu:
C
aptopril25
mg
Obat tanpa indikasi
S
3
dd
I
Indikasi tidak diobati
Salah obat
Dosis terlalu tinggi
Dosis terlalu rendah
Pro: Bpk. Roni
Efek samping obat
Usia: 36 tahun
Interaksi obat
Kepatuhan
Terdapat Drug Related Problem (DRP) dari resep yang diberikan,
yaitu indikasi yang tidak diobati. Pasien diketahui mempunyai masalah
dengan kelebihan berat badannya dan dikategorikan pada obesitas kelas II.
Pasien telah mencoba mengatur pola makan namun hal tersebut belum

22

berhasil menurunkan berat badannya, sehingga diperlukan terapi


pengobatan secara farmakologis.
Selain itu ditemukan juga DRP dari resep yang diberikan, yaitu
dosis obat yang terlalu tinggi. Diketahui bahwa pasien mengalami
hipertensi tahap I dan diberikan Captopril 25 mg, 3 kali sehari. Dosis
tersebut terlalu tinggi apabila digunakan untuk mengobati hipertensi tahap
I (kategori ringan hingga sedang). Sehingga, dosis Captopril dapat
diturunkan ke dosis lazim yang digunakan untuk menangani pasien
hipertensi tahap I.
Adanya DRP ini perlu dikonsultasikan dengan dokter, dan resep
yang baik adalah sebagai berikut:
dr. Dozer, Sp.PD
SIP : 888/A/2015
Alamat : Jl. Raya Jatinangor, Sumedang
Tlp : (022) 4255048
No. 7Tgl 04September 2015
R/ Lipitor10 mg

1 dd
3. Terapi Menurunkan LDL dan SMeningkatkan
HDL
Captopril12.5mg
Obat yang direkomendasikan untuk menurunkan kadar LDL dan
S 2 dd

meningkatkan kadar HDLXenical120


adalah Lipitor(Pfizer)
dengan kandungan zat
mg
S 1 dd I

aktif atorvastatin yang merupakan obat golongan statin. Obat golongan


Bpk.
Roni
statin ini bekerja dengan Pro:
cara
meningkatkan
katabolisme dari LDL dan
Usia: 36 tahun

menghambat sintesis dari LDL yang mana obat golongan statin ini
menyela konversi HMG-CoA menjadi mevalonat, sehingga tahap
biosintesis kolesterol sedikit terhambat oleh penghambatan HMG-CoA
reduktase.Maka dari itu diharapkan pada akhir terapi diperoleh kadar LDL
dalam darah berkurang dengan parameter tujuan terapi kadar LDL <
130mg/dl.Alasan menggunakan parameter kadar LDL tersebut karena
Bpk. Roni mengalami hyperlipidemia dengan lebih dari 2 faktor penyebab
yaitu: penyakit turunan dari ayah kandungnya, umur 55 tahun yang
kemungkinan awal terjadinya menopause dan hipertensi tingkat satu(stage
1) tekanan darahnya yaitu150/95mmHg (Sukandar, et al., 2008).

23

Indikasi dari atorvastatin yaitu sebagai terapi tambahan pada diet


untuk mengurangi peningkatan kolesterol total c-LDL, apolipoprotein B,
trigliserida pada pasien dengan hyperkolesterolimia heterozigous &
homozigous familial ketika respon terhadap diet dan pengukuran non
farmakolog lainnya tidak mencukupi. Obat ini tidak disarankan untuk
pasien dengan penyakit hati yang aktif dan pada kehamilan dan
menyusui.Efek samping dari obat ini antara lain miositis yang reversibel
merupakan efek samping yang jarang tapi bermakna (lihat juga efek pada
otot). Statin juga menyebabkan sakit kepala, perubahan nilai fungsi ginjal
dan efek saluran cerna (nyeri lambung, mual dan muntah). Dosis yang
diberikan yaitu 10mg sehari sekali(malam hari) (Sukandar, et al., 2008).
4. Terapi Menurunkan Tekanan Darah
Obat yang disarankan untuk menurunkan tekanan darah pasien
yaitu obat antihipertensi dari golongan ACE inhibitor yaitu Captopril
(Hexpharm). Captopril merupakan obat antihipertensi dan efekif dalam
penanganan gagal jantung dengan cara supresi sistem renin angiotensin
aldosteron. Renin adalah enzim yang dihasilkan ginjal dan bekerja pada
globulin plasma untuk memproduksi angiotensin I yang besifat inaktif.
"Angiotensin Converting Enzyme" (ACE), akan merubah angiotensin I
menjadi angiotensin Il yang besifat aktif dan merupakan vasokonstriktor
endogen serta dapat menstimulasi sintesa dan sekresialdosteron dalam
korteks adrenal. Peningkatan sekresi aldosteron akan mengakibatkan ginjal
meretensi natrium dan cairan, serta meretensi kalium. Dalam kerjanya,
kaptopril akan menghambat kerja ACE, akibatnya pembentukan
angiotensin ll terhambat, timbul vasodilatasi, penurunan sekresi aldosteron
sehingga ginjal mensekresi natrium dan cairan serta mensekresi kalium.
Keadaan ini akan menyebabkan penurunan tekanan darah dan mengurangi
beban jantung, baik'afterload' maupun 'pre-load', sehingga terjadi
peningkatan kerja jantung. Vasodilatasi yang timbul tidak menimbulkan
reflek takikardia(Sukandar, et al., 2008).
Alasan pemilihan golongan obat antihipertensi ini karena pasien
mengalami hyperlipidemia dengan kadar LDL yang meningkat. Selain

24

obat golongan ACE inhibior, seperti diuretik thiazid tidak dianjurkan


karena akan meningkatkan/memacu sintesis trigliserida dan LDL serta
akan menurunkan kadar HDL dalam darah. Sedangkan untuk golongan
beta bloker akan memacu sintesis trigliserida dan menurunkan kadar HDL
dalam darah. Maka dari itu apabila digunakan obat seperti thiazid atau beta
bloker penurunkan kadar LDL menjadi terhambat atau tidak tercapai hasil
yang dikehendaki (Sukandar, et al., 2008).
Obat ini ditujukan untuk pasien dengan hipertensi ringan sampai
sedang (sendiri atau dengan terapi tiazid) dan hipertensi berat yang
resisten terhadap pengobatan lain; gagal jantung kongestif (tambahan);
setelah infark miokard; nefropati diabetik (mikroalbuminuri lebih dari 30
mg/hari) pada diabetes tergantung insulin. Namun kaptopril tidak
disarankan untuk pasien hipersensitif terhadap penghambat ACE
(termasuk angiodema); penyakit renovaskuler (pasti atau dugaan); stenosis
aortik atau obstruksi keluarnya darah dari jantung; kehamilan; porfiriaEfek
samping dari obat ini antara lainhipotensi; pusing, sakit kepala, letih,
astenia, mual (terkadang muntah), diare (terkadang kontipasi), kram otot,
batuk kering yang persisten, gangguan kerongkongan, perubahan suara,
perubahan pencecap (mungkin disertai dengan turunnya berat badan),
stomatitis, dispepsia, nyeri perut; gangguan ginjal; hiperkalemia;
angiodema, urtikaria, ruam kulit (termasuk eritema multiforme dan
nekrolisis epidermal toksik), dan reaksi hipersensitivihtas, gangguan darah
(termasuk trombositopenia, neutropenia, agranulositosis, dan anemia
aplastik), gejala-gejala saluran nafas atas, hiponatremia, takikardia,
palpitasi,

aritmia,

infark

miokard,

dan

strok

(mungkin

akibat

hipotensiyang berat), nyeri punggung, muka merah, sakit kuning


(hepatoseluler atau kolestatik), pankreatitis, gangguan tidur, gelisah,
perubahan suasana hati, parestia, impotensi, onikolisis, dan alopesia.Dosis
yang diberikan yaitu 12,5 mg 2 x sehari (pagi dan sore hari) (Sukandar, et
5.

al., 2008).
Terapi Menurunkan Berat Badan

25

Obat yang direkomendasikan untuk digunakan pada terapi untuk


menurunkan berat badan adalah Xenical (Roche) yang mengandung zat
aktif Orlistat. Orlistat merupakan suatu penghambat lipase yang
mengurangi absorpsi asupan lemak. Obat ini digunakan bersamaan dengan
diet hipokalorik ringan, diberikan bagi mereka dengan IMT 30 kg/m2 atau
bagi mereka dengan IMT 28 kg/m2 yang disertai faktor risiko seperti
diabetes melitus tipe 2, hipertensi, atau hiperkolesterolemia (Pionas
BPOM RI, 2015).
Orlistat harus digunakan sebagai tambahan dari pendekatan lain
dalam penanganan obesitas. Direkomendasikan bahwa terapi orlistat hanya
boleh diteruskan di atas 6 bulan, hanya bila berat badan telah turun
minimal 10 % sejak terapi dimulai. Beberapa pasien yang mengkonsumsi
orlistat dan mengalami penurunan berat badan yang mungkin diakibatkan
karena pengurangan asupan lemak untuk menghindari efek saluran cerna
yang berat termasuk steatore. Suplementasi vitamin (terutama vitamin D)
dapat diberikan bila dikhawatirkan terjadi defisiensi vitamin yang larut
lemak. Jika orlistat dihentikan dapat terjadi kenaikan berat badan secara
bertahap (Pionas BPOM RI, 2015).
Dosis lazim yang digunakan adalah 60 mg 3 kali sehari, diminum
segera sebelum, atau di tengah makan, atau hingga 1 jam setelah makan
(maksimal 180 mg/hari), teruskan terapi hingga 12 minggu hanya bila
penurunan berat badan sejak awal terapi >5%. Sehingga dosis yang
diberikan adalah 120 mg 1 x sehari sebelum sarapan pagi (Pionas BPOM
RI, 2015).
3.4

Terapi Non Farmakologi


Terapi Non Farmakologi dilakukan untuk mendukung terapi
1.
2.
3.
4.

3.5

farmakologi dengan melakukan program modifikasi gaya hidup yaitu:


Melakukan olahraga ringan secara rutin.
Menghentikan kebiasaan memakan makanan cepat saji.
Memperbanyak konsumsi serat dan makanan rendah lemak/kolesterol.
Menghentikan kebiasaanmerokok dan meminum alkohol.
Monitoring Terapi

26

Monitoring yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter


1.

ataupun apoteker) antara lain:


Monitoring Subjektif
Pasien tidak lagi merasakan keluhan seperti nyeri dibagian dada,

sulit bernafas dan mudah lelah.


Monitoring Obyektif
a. Kadar LDL dalam darah ketika puasa harus< 130mg/dl
b. Tekanan darah turun menjadi 140/90 mmHg
c. Body Mass Index turun menjadi <30 kg/m2
3.
Monitoring Efek Samping
Efek samping dari obat yang diberikan yaitu sakit kepala, nyeri
2.

saluran cerna, batuk kering, hipotensi, hipersensitivitas, ruam kulit, sering


buang air besar.
3.6

KIE
Pada saat penyerahan obat ke pasien, apoteker harus memberikan
informasi dan konseling sebagai berikut:

1.

Untuk obat hiperlipidemia (Lipitor) diminum waktu malam hari menjelang


tidur (sehari sekali) karena produksi kolesterol paling banyak ketika

2.

istirahat.
Penggunaan obat anti hipertensi (Captopril) diminum waktu pagi dan sore

3.

hari dan dapat mengakibatkan efek samping pusing dan batuk kering.
Penggunaan obat anti obesitas (Xenical) diminum sebelum sarapan pagi
sehingga

dapat

mengurangi

absorbsi

asupan

lemak

dan

dapat

mengakibatkan efek samping sering buang air besar.


DAFTAR PUSTAKA

Dipiro, Joseph T. Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., Posey, L.
M. 2008.

Pharmacoteraphy a Pathophysiolocigal Approach, Seventh

Editio., Mc Graw Hill Companies, Inc, New York, USA.


Dipiro,

J.T.,

Wells,

B.G.,

Schwinghammer, T.L.,

Dipiro,

C.V. 2009.

Pharmacotherapy Handbook. Seventh Edition. United States of America:


The McGraw-Hill Companies, Inc.
DiPiro, J.T. 2012. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Seventh
Edition. USA : McGraw-Hills Companies

27

Dipiro, J.T., Dipiro,C.V., Wells, B.G., dan Schwinghammer, T.L. 2015.


Pharmacotherapy Handbook. 9th edition. McGraw-Hill. United States.
Garrow, J. S. 1988. Obesity and related diseases. Churchill Livingstone.
Harikumar,K., S. Abdul Althaf, B. Kishore kumar, M.Ramunaik, CH.
Suvarna.2013. A Review on Hyperlipidemic. IJNTPS Vol 3.(3).
Janet, Stringer. 2008. Konsep Dasar Farmakologi (Panduan untuk Mahasiswa).
Jakarta: EGC.
Mechanick, Jeffrey I.,Alan J. Garber.,Yehuda Handelsman.,W. Timothy Garvey,
MD. 2012..American Association Of Clinical Endocrinologists Position
Statement On Obesity And Obesity Medicine. AACE Obesity Position
Statement, Endocr Pract.2012;18(No. 5)643.
National Institutes Of Health National Heart, Lung, And Blood Institute. 2000.
The Practical Guide Identification, Evaluation, and Treatment of
Overweight and Obesity in Adults. North American Association For The
Study Of Obesity. NIH Publication No. 00-4084
Pionas BPOM RI. 2015. Anti Obesitas Yang Bekerja Pada Saluran Cerna. Tersedia
di:

http://pionas.pom.go.id/book/ioni-bab-4-sistem-saraf-pusat-45-

obesitas/451-anti-obesitas-yang-bekerja-pada-saluran-cerna
Purwanti,

S.

Rahayu,

Salimar.

2000.

Perencanaan

Menu

untuk

PenderitaKegemukan. Penebar Swadaya.Jakarta.


Rosen, S. Shapouri, S. 2012. Obesity in the midst of unyielding food insecurity in
developing countries. Amberwaves USDA ERS.
Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.Edisi 6. EGC.
Jakarta.
Sukandar, Elin Yulinah. Retnosari Andrajati. Joseph I. Sigit. Ketut Adriyana. A.
Adji Prayitno Setiadi. Kusnandar. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT
ISFI Penerbitan.
Suyatna, F.D. (2007). Hipolipidemik. Dalam: S.G. Gunawan, R. Setiabudy,
Nafrialdi, Elysabeth (editor). Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

28

WHO. 2015. Obesity and Overweight: Fact Sheet No 311. Available at


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/# [August 20, 2015]

29

Anda mungkin juga menyukai