Anda di halaman 1dari 94

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

INTRODUKSI MENGENAI PERENCANAAN WILAYAH


BAGIAN 1: Rangkaian Rancangan Perkuliahan
RANGKAIAN RANCANGAN KULIAH

Introduksi :
WILAYAH / REGION

Teori - Teori Pertumbuhan / Perkembangan


Wilayah : (--> Ekonomi & Ruang)

Konsep-konsep / Strategi-strategi
Pengembangan Wilayah
Support :
* Fisik : Geografis & Kompleks Ekologi
* Sistem Kota-Kota
* Strategi Investasi, peran : publik - privat
* Isu-isu pengembangan wilayah
* Peraturan Perundang-undangan
* Dan Lain-lain, sesuai perkembangan
Kasus / Contoh, dengan menelaah :
* RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah)
* Pengembangan Kawasan Metropolitan
* Pengembangan Kawasan Transmigrasi
* Prasarana Wilayah
* Pengembangan pesisir dan pulau kecil

BAGIAN 2: Perencanaan Wilayah Di Indonesia

A. PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH DI INDONESIA


Pengantar :

Perencanaan wilayah dalam pengertian umum adalah Perencanaan Pengembangan


Wilayah (Regional Development Planning).

Dalam konteks perencanaan wilayah dan kota (PWK) yang mendominasi bentuk rencana
tersebut adalah RENCANA TATA RUANG (Spatial Planning)

Di Indonesia, rencana tata ruang dikenal dengan RENCANA TATA RUANG WILAYAH atau
RTRW.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

Keterkaitan Hierarkis antar RTRW


RTRW Nasional
( RTRWN )

RTRW Provinsi
( RTRWP )

RTRW Kabupaten
( RTRWK )

RTRW Kota
( RTRWK ) *)

Catatan :

*) RTRW Kota (sebagai Kawasan Perkotaan) dijelaskan


substansinya dalam RTRW Kawasan Perkotaan.

Lingkup Substansi Materi RTRW (Contoh : Provinsi & Kabupaten)


Dengan acuan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR) substansi atau
muatan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, dan Kota, dapat dijelaskan seperti
pada Tabel berikut ini. Sebagai bandingan juga ditunjukkan substansi atau muaran rencana
yang sama menurut UU Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang telah diganti
dengan UU Nomor 26 Tahun 2007 di atas.
Muatan RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota
(menurut UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang)
Muatan RTRW Provinsi (Pasal 23)

Muatan RTRW Kabupaten (Pasal 26)

Muatan RTRW Kota (Pasal 28)

1. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang


wilayah provinsi.

1. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang


wilayah kabupaten.

1. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang


wilayah kota.

2. Rencana struktur ruang wilayah provinsi yang


meliputi sistem perkotaan dalam wilayahnya
yang berkaitan dengan kawasan perdesaan
dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi.

2. Rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang


meliputi sistem perkotaan dalam wilayahnya
yang terkait dengan kawasan perdesaan dan
sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten.

2. Rencana struktur ruang wilayah kota yang meliputi sistem pusat pelayanan kota dan sistem
jaringan prasarana kota/perkotaan.

3. Rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya
yang memiliki nilai strategis provinsi.

3. Rencana pola ruang wilayah kabupaten yang


meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya kabupaten.

3. Rencana pola ruang wilayah kota yang meliputi


kawasan lindung dan kawasan budidaya kota.

4. Penetapan kawasan strategis provinsi.

4. Penetapan kawasan strategis kabupaten.

4. Penetapan kawasan strategis kota.

5. Arahan pemanfatan ruang wilayah provinsi


yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan.

5. Arahan pemanfatan ruang wilayah kabupaten


yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan.

5. Arahan pemanfatan ruang wilayah kota


yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan.

6. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan,
arahan insentif dan disinsentif, serta arahan
sanksi.

6. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang


wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum
peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

6. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang


wilayah kota yang berisi ketentuan umum
peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
(tambahan khusus untuk kota/perkotaan):
a. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang
terbuka hijau; (bagian dari no.3 di atas)
b. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang
terbuka non-hijau; (bagian dari no.3 di atas)
c. Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang
evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat
pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah. (bagian dari no.2 di atas).

Sumber: UU No.26/2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 23, 26, dan Pasal 28.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

PRINSIP KETERKAITAN ANTAR SUBSTANSI RTRWP


(dari UU 26/2007, Pasal 23 Ayat (1))
No.

Cakupan Struktur Ruang

Cakupan Pola Ruang

1. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi


penataan ruang wilayah provinsi

Substansi RTRWP

Arahan Struktur Ruang:


Rencana, Implementasi, Pengendalian

Arahan Pola Ruang:


Rencana, Implementasi, Pengendalian

2. Rencana Struktur Ruang wilayah


provinsi

Rencana Struktur Ruang:


Sistem pusat, Jaringan prasarana

3. Rencana Pola Ruang wilayah


provinsi
4. Penetapan Kawasan Strategis
provinsi
5. Arahan pemanfaatan ruang:
indikasi program
6. Arahan pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah provinsi:
- indikasi arahan peraturan zonasi
- arahan perizinan
- arahan insentif dan disinsentif
- arahan sanksi

Rencana Pola Ruang: Penetapan &


Pengelolaan Kaw. lindung, Kaw. Budidaya
(Struktur Ruang dalam Kawasan Strategis)

(Pola Ruang dalam Kawasan Strategis)

Indikasi Program:
Sistem pusat, Jaringan prasarana

Kaw. lindung, Kaw. Budidaya, Kaw.Strategis

Arahan Pengendalian:

Arahan Pengendalian:

(Untuk substansi yang berkaitan dengan


Struktur Ruang)

(Untuk substansi yang berkaitan dengan


Pola Ruang)

Indikasi Program:

PRINSIP KETERKAITAN ANTAR SUBSTANSI RTRW KABUPATEN


(dari UU 26/2007, Pasal 26 Ayat (1))
No.

Substansi RTRW Kabupaten

1. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi


penataan ruang wilayah kabupaten
2. Rencana Struktur Ruang wilayah
kabupaten

Cakupan Struktur Ruang

Cakupan Pola Ruang

Arahan Struktur Ruang:


Rencana, Implementasi, Pengendalian

Arahan Pola Ruang:


Rencana, Implementasi, Pengendalian

Rencana Struktur Ruang:


Sistem pusat, Jaringan prasarana

3. Rencana Pola Ruang wilayah


kabupaten
4. Penetapan Kawasan Strategis
kabupaten
5. Arahan pemanfaatan ruang:
indikasi program utama lima th-an
6. Arahan pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah kabupaten:
- ketentuan umum peraturan zonasi
- ketentuan perizinan
- ketentuan insentif dan disinsentif
- arahan sanksi

Rencana Pola Ruang: Penetapan &


Pengelolaan Kaw. lindung, Kaw. Budidaya
(Struktur Ruang dalam Kawasan Strategis)

(Pola Ruang dalam Kawasan Strategis)

Indikasi Program:
Sistem pusat, Jaringan prasarana

Kaw. lindung, Kaw. Budidaya, Kaw.Strategis

Arahan Pengendalian:

Arahan Pengendalian:

(Untuk substansi yang berkaitan dengan


Struktur Ruang)

(Untuk substansi yang berkaitan dengan


Pola Ruang)

Indikasi Program:

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

PRINSIP KETERKAITAN ANTAR SUBSTANSI RTRW KOTA


(dari UU 26/2007, Pasal 26 Ayat (1) dan Pasal 28)
No.

Substansi RTRW Kota

1. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi


penataan ruang wilayah kabupaten
2. Rencana Struktur Ruang wilayah
kabupaten

Cakupan Struktur Ruang

Cakupan Pola Ruang

Arahan Struktur Ruang:


Rencana, Implementasi, Pengendalian

Arahan Pola Ruang:


Rencana, Implementasi, Pengendalian

Rencana Struktur Ruang:


Sistem pusat, Jaringan prasarana

3. Rencana Pola Ruang wilayah


kabupaten

Rencana Pola Ruang: Penetapan &


Pengelolaan Kaw. lindung, Kaw. Budidaya

t1. Rencana Penyediaan dan Pemanfaatan ruang terbuka hijau (RTH)

Rencana Ruang Terbuka Hijau:


Penyediaan dan Pemanfatan

t1. Rencana Penyediaan dan Pemanfaatan ruang terbuka non-hijau (RTNH)

Rencana Ruang Terbuka Non-Hijau:


Penyediaan dan Pemanfatan

t3. Rencana Penyediaan dan Pemanfaatan prasarana dan sarana:


- jaringan pejalan kaki,
- angkutan umum,
- kegiatan sektor informal,
- ruang evakuasi bencana.
4. Penetapan Kawasan Strategis
kota
5. Arahan pemanfaatan ruang:
indikasi program
6. Arahan pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah kota:
- ketentuan umum peraturan zonasi
- ketentuan perizinan
- ketentuan insentif dan disinsentif
- arahan sanksi

Rencana prasarana dan sarana,


penyediaan dan pemanfaatan untuk:
- jaringan pejalan kaki: jaringan
- angkutan umum: rute pelayanan
- kegiatan sektor informal: kait dg prasarana
- ruang evakuasi bencana: rute evakuasi

Rencana prasarana dan sarana,


penyediaan dan pemanfaatan untuk:
- jaringan pejalan kaki: ruang/sarana dukung
- angkutan umum: terminal, halte
- kegiatan sektor informal: ruang/sarana
- ruang evakuasi bencana: bangunan/lapang

(Struktur Ruang dalam Kawasan Strategis)

(Pola Ruang dalam Kawasan Strategis)

Indikasi Program:
Sistem pusat, Jaringan prasarana

Kaw. lindung, Kaw. Budidaya, Kaw.Strategis

Arahan Pengendalian:

Arahan Pengendalian:

(Untuk substansi yang berkaitan dengan


Struktur Ruang)

(Untuk substansi yang berkaitan dengan


Pola Ruang)

Indikasi Program:

PRINSIP KETERKAITAN ANTAR SUBSTANSI RTRWP


(berdasarkan UU No. 24/1992 dahulu)
No.

Substansi RTRWP

1. Arahan Struktur dan


Pola Ruang
2. Arahan Pengelolaan Kawasan
Lindung dan Kawasan Budidaya
3. Arahan Pengelolaan Kawasan Perdesaan, Perkotaan, dan Tertentu
4. Arahan Pengembangan Kawasan
Permukiman, Kehutanan, Pertanian,
Pertambangan, Perindustrian, Pariwisata dan kawasan lainnya.
(Kawasan2 yang ditetapkan dalam
Pola Pemanfaatan ruang di atas)

Cakupan Struktur Ruang

Cakupan Pola Ruang

Arahan Struktur Ruang

Arahan Pola Ruang


Arahan Pengelolaan Kawasan Lindung dan
Kawasan Budidaya

Arahan Pengelolaan Kawasan Perdesaan,


Perkotaan, dan Tertentu
Arahan Pengembangan Kawasan
Permukiman, Kehutanan, Pertanian,
Pertambangan, Perindustrian, Pariwisata,
dan kawasan lainnya. (Kawasan2 yang
ditetapkan dalam Pola Pemanfaatan Ruang
di atas)

5. Arahan Pengembangan Sistem


Pusat Permukiman Perdesaan
dan Perkotaan

Arahan Pengembangan Sistem Pusat Permukiman Perdesaan dan


Perkotaan

6. Arahan Pengembangan Sistem


Prasarana Wilayah

Arahan Pengembangan Sistem Prasarana Wilayah

7. Arahan Pengembangan Kawasan


yang Diprioritaskan
8. Arahan Kebijaksanaan Tata Guna
Tanah, Air, Udara, dan Sumber
Daya Alam Lainnya

Arahan Pengembangan Kawasan yang Diprioritaskan


Arahan Kebijaksanaan Tata Guna Tanah,
Air, Udara, dan Sumber Daya Alam lainnya

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

PRINSIP KETERKAITAN ANTAR SUBSTANSI RTRW KABUPATEN


(berdasarkan UU No. 24/1992 dahulu)
No.

Substansi RTRW Kab.

1. Rencana Struktur dan


Pola Ruang

Cakupan Struktur Ruang

Cakupan Pola Ruang

Rencana Struktur Ruang

Rencana Pola Ruang

2. Rencana Pengelolaan Kawasan


Lindung dan Kawasan Budidaya
3. Rencana Pengelolaan Kawasan Perdesaan, Perkotaan, dan Tertentu
4. Rencana Sistem
Prasarana Wilayah

Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung


dan Kawasan Budidaya
Rencana Pengelolaan Kawasan Perdesaan,
Perkotaan, dan Tertentu
Rencana Sistem Prasarana Wilayah

5. Rencana Penatagunaan
Tanah, Air, Udara, dan Sumber
Daya Alam Lainnya

Rencana Penatagunaan Tanah, Air, Udara,


dan Sumber Daya Alam lainnya

6. Rencana Sistem Kegiatan


Pembangunan

Rencana Sistem Kegiatan Pembangunan

SUBSTANSI RTRW KOTA / RUTR KAWASAN PERKOTAAN


(berdasarkan UU No. 24/1992 dahulu)
No. Substansi RTRW KOTA/RUTRKP
1.

Cakupan Struktur Ruang

Cakupan Pola Ruang

Rencana Struktur dan Pola Ruang


Wil.Kota/Kaw.Perkot.

1A. Rencana Struktur Pemanfaatan Ruang

1. Arahan Pengembangan dan Distribusi Penduduk


2. Rencana Sistem Pusat Pelayanan Perkotaan
3. Rencana Sistem Jaringan Transportasi
4. Rencana Sistem Jaringan Utilitas

Rencana Pola Ruang


a. Kawasan Budidaya (Perkotaan)
b. Kawasan Lindung

1B. Rencana Pola Ruang

2.

Rencana Pengelolaan Kaw.Lindung.


Budidaya Perkotaan, Tertentu.

2A. Rencana Pengelolaan Kaw. Perkotaan


1. Rencana Penanganan Lingkungan Kota

1. Rencana Penanganan Lingkungan Kota

2B. Rencana Pengelolaan Kaw. Lindung


2C. Rencana Pengelolaan Kaw. Tertentu

(Prasarana terkait kawasan lindung)


(Prasarana terkait kawasan tertentu)

2. Arahan Kepadatan Bangunan


3. Arahan Ketinggian Bangunan
4. Arahan Penatagunaan Tanah, Air, Udara,
dan SDA lainnya
Rencana Pengelolaan Kaw. Lindung
Rencana Pengelolaan Kaw. Tertentu

3.

Perizinan, insentif-disinsentif, kompensasi, pela-

Perizinan, insentif-disinsentif, kompensasi, pela-

poran, pemantauan, evaluasi, sanksi.

poran, pemantauan, evaluasi, sanksi.

2. Arahan Kepadatan Bangunan


3. Arahan Ketinggian Bangunan
4. Arahan Penatagunaan Tanah, Air, Udara,
dan SDA lainnya

Pedoman Pengendalian Pemanfaatan


Ruang

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

B. PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DI INDONESIA


Berdasarkan UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN)
dikenal adanya Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Jangka
Menengah (RPJM) beserta turunannya. Ternyata RPJP dan RPJM tersebut ada keterkaitannya
dengan RTRW.
ILUSTRASI SKEMATIS
SALING KETERKAITAN ANTAR DOKUMEN PERENCANAAN (RTRW vs RPJP)
RENCANA PEMBANGUNAN

RENCANA TATA RUANG


Keterangan:

RPJP-N

RTRW-N
RTR
KSN

RPJM-N

RTR
Pulau/Kep

Renstra-KL

RKP-N
Renja-KL

RPJP-P

RTRW-P

RPJP-N
RPJM-N

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

Renstra-KL

Rencana Strategis Kementerian/Lembaga

RKP-N
Renja-KL

Rencana Kerja Pemerintah (Nasional)

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

Rencana Kerja Kementerian/Lembaga

RPJP-P
RPJM-P

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi

Renstra-SKPD

Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi

RKP-P

Rencana Kerja Pemerintah Provinsi

Renja-SKPD

Rencana Kerja Satuan Perangkat Daerah

RPJP-K
RPJM-K

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kab./Kota

Renstra-SKPD

Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah

RKP-K

Rencana Kerja Pemerintah Kab./Kota

Renja-SKPD

Rencana Kerja Satuan Perangkat Daerah

RTRW-N
RTR-KSN

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kab./Kota

RTR
KSP

RPJM-P
Renstra
SKPD

Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional

RTR Pulau/Kep. Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan

RKP-P
Renja
SKPD

RTRW-P
RTS-KSP

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi

RTRW-K
RTR-KSK

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota

Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi

Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kab./Kota

RDTR Kab./Kota Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota

RPJP-K

RTRW-K
RTR
KSK

RPJM-K
Renstra
SKPD

RKP-K
Renja
SKPD

RDTR
Kab./Kota

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

ILUSTRASI PEMBANDINGAN LINGKUP


RENCANA PEMBANGUNAN dan RENCANA TATA RUANG
A. CAKUPAN SUBSTANSI PERENCANAAN PEMBANGUNAN SECARA MENYELURUH

RPJP *)

RTRW *)

Perencanaan oleh Sektor Publik (Pemerintah)

B. IMPLEMENTASI RENCANA (termasuk Funding / Anggaran)

RPJP *)

RTRW *)

Implementator oleh Sektor Publik (Pemerintah)

Implementator oleh Sektor Privat (Non-Pemerintah)

C. PEGAWASAN DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN / IMPLEMENTASI

RPJP *)

RTRW *)

Pengawasan dan Pengendalian Oleh Sektor Publik (Pemerintah)

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

WILAYAH REGION
PENDEFINISAN DAN KONFIGURASI
(WILAYAH atau REGION yang dimaksud dalam hal ini adalah konteks dalam suatu negara)

A. Identifikasi Wilayah / Region


Wilayah atau region adalah bagian dari territorial Negara, contoh:

Provinsi, Kabupaten, Kota, atau gabungan Provinsi/Kabupaten/Kota;

Indonesia Bagian Timur, Indonesia Bagian Barat;

Suatu Pulau;

Pesisir Timur Sumatera;

Pesisir Selatan Jawa Barat, dsb.

PEMBANGUNAN / PENGEMBANGAN WILAYAH (REGIONAL DEVELOPMENT)


Ada 2 pengertian: (Sadono Sukirno, hal.5)
1. Pembangunan dalam suatu daerah.
Misalnya pembangunan daerah Provinsi Jawa Barat, Sumatera Utara, Pulau
Kalimantan, Kabupaten Indramayu, dsb.
Seringkali dikenal dengan PEMBANGUNAN DAERAH.
2. Pembangunan Negara ditinjau dari sudut ruang atau wilayah.
Merupakan bagian dari pembangunan nasional, yang berupa strategi pembangunan
daerah / wilayah, untuk melengkapi strategi makro dan sektoral dalam pembangunan
nasional.
Lebih tepat digunakan istilah: pembangunan / pengembangan wilayah.
PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN WILAYAH
(Regional Development Planning Regional Planning)
Perencanaan pengembangan wilayah adalah perencanaan yang merumuskan /
menyusun strategi pengembangan / pembangunan wilayah untuk masa yang akan
datang.
(Lingkupnya akan sangat luas)
Untuk Teknik Planologi (Perencanaan Wilayah dan Kota),
Pengembangan Wilayah lebih ditekankan kepada konteks atau fenomena tata ruang
wilayah.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

WILAYAH atau REGION secara Konsepsional (Lihat Fisher, Prisma 3, 1975)


Selaras dengan garis besar jenis analisis regional secara umum, dikenal ada 2 konsep:

Konsep homogenitas / uniform,

Konsep nodalitas / sentralitas.

1. Wilayah homogen adalah:


Suatu wilayah (region) yang mempunyai ciri-ciri khas yang kurang lebih sama (homogen)
dan dengan segera dapat dibedakan dari wilayah-wilayah lainnya bagi keperluan
perencanaan dan kebijaksanaan
Perbedaan tersebut dapat diukur secara kuantitatif maupun kualitatif, tanpa menghiraukan
perbedaan lokasi masing-masing wilayah tersebut.
2. Wilayah nodal adalah:
Suatu wilayah (region) yang mempunyai organisasi tata ruang (spatial organization) yang
ditunjukkan adanya antara pusat-pusat (nodal) atau sentra-sentra kegiatan dengan
sumberdaya-sumberdaya dalam ruang yang tersebar. Setiap nodal atau sentra mempunyai
daerah belakang (hinterland) atau lingkupan wilayah pengaruh (zones of influence) yang
sesuai dengan hirarki di dalam dan di luar wilayah tersebut.
Dalam konsep ini lokasi nodal/sentra dan interaksi / keterkaitan antaranya menjadi sangat
penting.
Namun demikian, dalam kenyataan praktis, para perencana lebih sering memakai wilayah
administrasi. Dalam kajian / analisis / perumusan rencana, bentuk pendekatan menurut kedua
konsep di atas banyak dipakai secara bersama-sama.
3. Wilayah administrasi adalah:
Wilayah yang pembentukannya menurut penetapan peraturan Negara. Di Indonesia,
bentuknya adalah : Provinsi, Kabupaten, Kota, Kecamatan, Mukim, Nagari, Desa,
Kelurahan, Gampong, Jorong, Dusun, dsb.
Lebih seringnya dipakai pendekatan wilayah administrasi dalam perencanaan, karena:
1. Dalam implementasi rencana akan lebih praktis berdasarkan administrasi pemerintahan
yang ada (dalam hal ini tercakup : lembaga pemerintahan [eksekutif legislatif],
anggaran, pelaksana, pengawasan, dan pengendalian).
2. Data yang akan dipakai untuk analisis / kajian disusun atau tersedia menurut satuan
administrasi pemerintahan.

INTERDEPENDENCY / NODAL
Areas that stand in an active relation to
each other, whose futures are linked by
the flows of people, information, goods, or
financial investment among them. These
are regions of interdependency.
M.H.YEATES &
UNIFORM REGIONS
NODAL REGIONS
B.J.GARNER,
When a characteristic observed at locations A characteristic feature of the nodal region
(The North American is essentially the same over a wide area,
is that it has a central point or focus to
City), p.9-10
it is possible to delimit a region possessing which surrounding locations are united on
a high level of internal homogeneity. Such a the basis of given kind of interaction.
region will never be 100 percent homogene- Regions of this type are delimited on the
ous since the real world ia not that perfect.
basis of interaction between places.

HOMOGENEOUS
A region is bounded according to the
occurrence of one or more features with
respect to which the area is homogeneous.

JOHN FRIEDMANN
(Venezuela)
p.40-41

FUNCTIONAL REGION
A region can be established on functional
grounds : people need functions (in the
sense of facilities), and communication
from where they live with these functions.
So a schedule of relationship can be made,
based on the location of such functions,
and the limits of this schedule form the
borders of a region. (Also called polarized
(Hilhorst) or nodal region).
SADONO SUKIRNO
HOMOGEN
NODAL
p.1-2
Suatu region sebagai ruang di mana kegiat- Suatu region sebagai suatu ekonomi ruang
an ekonomi berlaku dan di berbagi pelosok yang dikuasai oleh satu atau beberapa
ruang tersebut sifatsifatnya adalah sama.
pusat kegiatan ekonomi.

HOMOGENEOUS REGION
A region can be determined by the aspect
which make it a more or less homogeneous whole. These may include geographic,
ethnic, or economic aspects. In this way
regions come into being that differ in extent and character.

GRCP/ESCAP
p. 17, 34-35

PENDEFINISIAN WILAYAH SECARA KONSEPSIONAL

ADMINISTRATIVE REGIONS
The basic spatial units used for the collection of official statistics. Two kinds of administrative regions : (1) political kind : states,
municipalities, etc., (2) ad hoc regions established for specific purposes or planning
regions : TVA, SMSA, etc.

ADMINSTRASI
Suatu region sebagai suatu ekonomi ruang
yang berada di bawah suatu administrasi
tertentu, seperti provinsi, kabupaten, desa,
dsb.
ADMINSTRATIVE
(Regionalization is simply a problem in the
spatial aggregation of data). The solution
may be satisfactory in the interest of administrative convenience.

ADMINISTRATIVE/PLANNING REGION
A region can comprise an area that fall
within an administrative border. Therefore
the development of planing aims take
place within the borders of an existing
public administration district.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN


10

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

11

PENDEFINISIAN WILAYAH SECARA KONSEPSIONAL


GRCP/ESCAP
p. 17, 34-35

FUNCTIONAL REGION
A region can be established on functional
grounds : people need functions (in the
sense of facilities), and communication
from where they live with these functions.
So a schedule of relationship can be made,
based on the location of such functions,
and the limits of this schedule form the
borders of a region. (Also called polarized
(Hilhorst) or nodal region).
SADONO SUKIRNO
HOMOGEN
NODAL
p.1-2
Suatu region sebagai ruang di mana kegiat- Suatu region sebagai suatu ekonomi ruang
an ekonomi berlaku dan di berbagi pelosok yang dikuasai oleh satu atau beberapa
ruang tersebut sifatsifatnya adalah sama.
pusat kegiatan ekonomi.
JOHN FRIEDMANN
(Venezuela)
p.40-41

HOMOGENEOUS REGION
A region can be determined by the aspect
which make it a more or less homogeneous whole. These may include geographic,
ethnic, or economic aspects. In this way
regions come into being that differ in extent and character.

HOMOGENEOUS
A region is bounded according to the
occurrence of one or more features with
respect to which the area is homogeneous.

INTERDEPENDENCY / NODAL
Areas that stand in an active relation to
each other, whose futures are linked by
the flows of people, information, goods, or
financial investment among them. These
are regions of interdependency.
M.H.YEATES &
UNIFORM REGIONS
NODAL REGIONS
B.J.GARNER,
When a characteristic observed at locations A characteristic feature of the nodal region
(The North American is essentially the same over a wide area,
is that it has a central point or focus to
City), p.9-10
it is possible to delimit a region possessing which surrounding locations are united on
a high level of internal homogeneity. Such a the basis of given kind of interaction.
region will never be 100 percent homogene- Regions of this type are delimited on the
ous since the real world ia not that perfect.
basis of interaction between places.

ADMINISTRATIVE/PLANNING REGION
A region can comprise an area that fall
within an administrative border. Therefore
the development of planing aims take
place within the borders of an existing
public administration district.

ADMINSTRASI
Suatu region sebagai suatu ekonomi ruang
yang berada di bawah suatu administrasi
tertentu, seperti provinsi, kabupaten, desa,
dsb.
ADMINSTRATIVE
(Regionalization is simply a problem in the
spatial aggregation of data). The solution
may be satisfactory in the interest of administrative convenience.
ADMINISTRATIVE REGIONS
The basic spatial units used for the collection of official statistics. Two kinds of administrative regions : (1) political kind : states,
municipalities, etc., (2) ad hoc regions established for specific purposes or planning
regions : TVA, SMSA, etc.

PENDEKATAN HOMOGEN

netral

dilihat ciri2 tertentu :

Homogeneous Reg.

x1

Region X1

x2

Region X2

x3

Region X3

CONTOH :
* FISIK :

* Pesisir - Dataran Rendah - Pegunungan


* Dominasi Sawah - Dominasi Perkebunan - Dominasi Hutan

* EKONOMI :

* Income tinggi - Income Menengah - Income rendah


* Prod. Tambang - Pertanian - Perternakan - Industri - Jasa

* SOSIAL / POP. :

* Penduduk padat - Penduduk Jarang


* Dominasi Etnis X - Etnis Y - Etnis Z

* PERKEMB. :

* Maju - Transisi - Terbelakang


* Tumbuh Pesat - Tumbuh Lambat - Menurun

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

12

PENDEKATAN NODAL

o
O
o
(Node A)
netral

O
o
o
(Node B)

dilihat Nodes dan kaitannya dg hinterland


Ada :
- Node A
- Node B

o
O
o
(Reg. A)

O
o
o
(Reg. B)

NODAL REGION :
* Region A
* Region B

CONTOH :
* Nodal MEDAN, pengaruhnya di P.Sumatera bagian utara (SUMUT, NAD)
* Nodal TERNATE, pengaruhnya di Maluku bagian utara
* Nodal BANJARMASIN, pengaruhnya mencakup KALSEL dan KALTENG

B. Konfigurasi Wilayah
KONFIGURASI WILAYAH 1 (konteks fungsional permukiman & way of life)
Wilayah terdiri atas :

Kawasan Perdesaan (rural),


Kawasan Perkotaan (urban).

KONFIGURASI WILAYAH 2 (konteks fungsional kawasan atau pemanfaatan)


Wilayah terdiri atas :

Kawasan Lindung,
Kawasan Budidaya.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

ILUSTRASI KONFIGURASI RUANG WILAYAH


(KAWASAN LINDUNG, KAWASAN BUDIDAYA,
KAWASAN PERKOTAAN, DAN KAWASAN PERDESAAN)

Keterangan:

= WILAYAH, terdiri atas Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya


= Kawasan Lindung
= Kawasan Budidaya
= Kawasan Perkotaan (Urban Areas) dalam Kawasan Budidaya
= Kawasan Perdesaan (Rural Areas) dalam Kawasan Budidaya
Catatan:
- Wilayah terdiri atas Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya
- Dalam Kawasan Budidaya terdapat Kawasan Perkotaan dan Kawasan Perdesaan
- Kawasan Perkotaan menjadi concern Perencanaan Perkotaan (Urban Planning)
- Kawasan Perdesaan menjadi concern Perencanaan Perdesaan (Rural Planning) ,
khususnya Perencanaan Perdesaan Terpadu (Integrated Rural Development Planning)

13

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

14

Diskusi :
WILAYAH (REGION) vs KOTA/PERKOTAAN (CITY/URBAN)
(dalam konteks perencanaan)

Perbedaan concern utamanya :


1. Area:
Luasannya (Wilayah jauh lebih luas dari kota/perkotaan),
Cakupan geografis (Wilayah jauh lebih kompleks dari kota/urban)
2. Substansi / tekanan:
Wilayah ekonomi,
Kota/Perkotaan permukiman.

Kaitan keduanya:
1. Kota/perkotaan sebagai Simpul/Node/Pusat dalam wilayah,
2. Dalam perencanaan wilayah : Kota / Perkotaan menjadi concern dalam
telaah / kajian dan perumusan rencana,
3. Dalam perencanaan kota / perkotaan : Wilayah menjadi background untuk
setting Kota / Perkotaan serta telaah / kajian dan perumusan perkembangannya.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

15

ISU & MASALAH PENGEMBANGAN WILAYAH


DI NEGARA BERKEMBANG, KHUSUSNYA INDONESIA
1. Ketimpangan Wilayah (Regional Imbalance)

Pokok: Wilayah maju vs Wilayah kurang maju.

Beberapa tolok ukur:

Produksi wilayah pendapatan wilayah pendapatan per kapita;

Keragaman sektor produksi struktur ekonomi dengan komponen sektor


primer, sekunder, tersier;

Kepadatan / ketersebaran penduduk;

Tingkat urbanisasi (munculnya perkotaan);

Infrastruktur: keragaman, per luas wilayah atau per kapita;

Peluang kesempatan kerja / memperoleh penghasilan, dsb.

Contoh Indonesia:
o

Indonesia bag. Barat vs Indonesia bag. Timur;

Jawa vs Luar Jawa;

Pesisir Utara vs Pesisir Selatan Jawa Barat;

Pesisir Barat vs Pesisir Timur Sumatera.

2. Perkembangan (Ekonomi) Wilayah


Ada alternatif perkembangan yang terjadi :
o

Perkembangan mandeg (stagnant) atau menurun, harus diangkat kembali;

Perkembangan yang meningkat, harus diarahkan;

Perkembangan yang pesat, harus dikendalikan.

(dapat dikaji dengan tolok ukur seperti di atas)

3. Pengembangan Sumber Daya (Alam)


Ada pendapat:
Perkembangan/pertumbuhan wilayah terkait dengan resource base / export base;
Sehingga:
Pengembangan Wilayah pengembangan sumber daya alam (SDA), didukung oleh
pengembangan sumber daya manusia (SDM).

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

16

Contoh pengembangan SDA:


o

Pertanian : sesuai geografi dan daya dukung / kesesuaian serta ditambah SDM :

Tanaman pangan lahan basah, dengan dukungan irigasi,


Tanaman pangan lahan kering,
Tanaman keras / perkebunan,
Perikanan budidaya, perikanan tangkap (air tawar, laut),
Peternakan, dsb.

Kehutanan: eksploitasi hutan, dengan tebang pilih dan tanam kembali, yang
kemudian diarahkan ke budidaya (hutan tanaman)

Pertambangan:
-

Minyak dan Gas Bumi (MIGAS);


Mineral dan Batubara: emas, tembaga, perak, dsb., batubara;
Panas bumi;
Air Tanah.

Kelautan: Perikanan, Pariwisata, dsb.

4. Kawasan Perdesaan Perkotaan

Pusat-pusat di kawasan perdesaan;

Ada urbanisasi (proses menjadi kota), (menurut NUDS/BPS) ada tolok ukur untuk
kawasan perkotaan :
o
o
o

Porsi tenaga kerja non-pertanian meningkat > 75 %,


Kepadatan penduduk: > 5.000 jiwa per km 2,
Memiliki lebih dari 8 fasilitas perkotaan (?).

Fungsi-fungsi kota (Lihat NUDS) :


o
o
o
o

Pelayanan terhadap wilayah belakang (hinterland services),


Kegiatan industri (processing/manufacturing),
Pusat komunikasi / hubungan antar wilayah (inter-regional communication),
Sub-pusat permukiman (residential sub-center).

5. Permasalahan di Wilayah Metropolitan

Metropolitan - populasi sangat besar (sekitar 1 juta ke atas),


- ada commuting (ulang-alik harian),
- ada pusat utama (metropolis) yang dikelilingi oleh pusat-pusat
bawahannya (sub-centers atau satelit).

Isu / masalah yang dihadapi a.l.: (lihat : Sadono Sukirno)


o

Lapangan kerja : pengangguran, ada sektor informal, PKL, dsb.;

Penyediaan perumahan dan infrastruktur pendukung :

Real estate, Depok, BSD, New Town Bekasi,


Perumnas, RSS, Rusun, Apartemen.

Kesesakan / kemacetan lalu-lintas :

Jalan Tol, Double Track dan Triple Decker Rel KA, Overpass, Underpass,
Jalan Layang, Busway, Monorail KA, dsb.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

17

Lapar lahan; sehingga luber ke pinggir:

Jakarta : Bodetabek,
Bandung : Jatinangor, Padalarang, Bandung Timur.

6. Wilayah Frontier
Sehubungan dengan SDA yang ada : beberapa wilayah di luar Pulau Jawa dengan potensi
atau bentuk pengembangan:

Pertambangan,
Kehutanan (Hutan Produksi, Hutan Tanaman / HTI),
Perkebunan besar (dengan HGU),
Transmigrasi.

7. Pengembangan Perdesaan

Terkait dengan pengembangan pertanian sebagai kegiatan ekonomi utama, dengan :


IRD Integrated Rural Development, Agropolitan (modified).

Pada remote areas atau pedalaman (country side) atau pulau-pulau terpencil :
pengembangan jaringan transportasi ke pusat-pusat wilayah (guna membuka isolasi).

Isu pengembangan : Desa Tertinggal (dh dengan IDT atau Inpres Desa Tertinggal).

8. Wawasan Lingkungan (Pembangunan Berkelanjutan)

Ada isu / strategi: sustainable development atau pembangunan berkelanjutan;

Degradasi lingkungan karena penurunan kualitas atau perusakan kawasan lindung atau
kawasan berfungsi konservasi, berdampak pada munculnya bencana alam.

Rehabilitasi Lahan dan Hutan: Contoh penghutanan / penanaman hutan kembali


(reboisasi), pengembangan hutan produksi dengan pola Hutan Tanaman; dengan
demikian akan menyumbang sebagai paru-paru dunia pada hutan tropis.

Pembangunan bersama lingkungan vs Pembangunan tanpa merusak lingkungan (lihat


Otto Sumarwoto).

Globalisasi isu lingkungan


Greenpeace, WALHI, dsb.

Indonesia dalam UUPR (UU No.24/1992, kemudian UU No. 26/2007), Keppres 32/1990
menegaskan Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya.

Stockholm, Rio de Janeiro, Kyoto, PBB, WWF,

9. Wilayah / Kawasan Pengembangan Khusus Perbatasan

Kerjasama antar negara:


o
o
o
o
o

SIJORI (Singapura, Johor, Riau),


Pengembangan BATAM, dan BINTAN dalam konteks SIJORI tersebut;
IMT GT (Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle),
BIM EAGA (Brunai Indonesia Malaysia East ASEAN Growth Area),
Pulau-Pulau Terluar; dsb.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

18

DEVELOPMENT REGIONS
(Friedmann, Venezuela, p.41-43)
TIPE WILAYAH MENURUT KARAKTER PERKEMBANGANNYA
1. CORE REGIONS: (Wilayah Inti)

Mempunyai prospek pertumbuhan ekonomi yang tinggi;

Secara struktural terdiri atas :


o satu atau beberapa kota yang berkelompok,
o kawasan sekitar sampai batas pergerakan komuter (ulang-alik harian), atau
sebaran kegiatan pertanian yang menyuplai (memasok) penduduk di kota
tersebut;

Persoalan-persoalan yang dihadapi :


o bagaimana melanjutkan / mempertahankan pertumbuhan ekonomi,
o bagaimana menyerap tenaga kerja pendatang dan menyediakan kebutuhankebutuhannya,
o bagaimana menata lingkungan fisik agar layak dan efisien,
o bagaimana mengelola masalah-masalah kompleks yang semakin meningkat
pada suatu masyarakat metropolitan, lapar lahan (hunger for space).

2. UPWARD-TRANSITIONAL AREAS: (Kawasan Transisi Menaik)

Kawasan yang telah dimukimi sebelumnya, di mana lokasi dan sumber dayanya
berhubungan atau dekat dengan Core Region sehingga ada peluang memanfaatkan
sumber daya tersebut secara intensif;

Kawasan dengan net-migrasi (in-migrasi lebih besar dari out migrasi);

Selain terfokus pada suatu pusat yang dominan, seringkali juga mencakup beberapa
kota lainnya;

Pertumbuhan ekonomi secara umum selaras dengan naiknya demand kegiatankegiatan komersial di Core Region;

Persoalan-persoalan yang dihadapi, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat,


meliputi:
o penyesuaian kegiatan pertanian ke bentuk pertanian padat modal,
o perbaikan / peningkatan organisasi pemasaran produk pertanian,
o perbaikan / peningkatan transportasi antar kota, dan dari pertanian ke
pemasaran,
o urbanisasi,
o perkembangan / pengembangan industri;

Seringkali ditemukan kegiatan perekonomiannya menunjukkan percampuran dengan


kegiatan pertanian secara umum, sehingga kawasan ini kurang terkonsentrasi dan
kurang urbanized dibandingkan dengan Core Region;

Ada tipe kawasan transisi menaik yang menghubungkan dua atau lebih Core Regions;
kawasan demikian ini sering disebut sebagai DEVELOPMENT CORRIDORS.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

19

3. RESOURCE FRONTIER REGIONS: (Wilayah Frontier)


Wilayah permukiman baru, yaitu wilayah perawan yang dibuka dan dibuat menjadi
produktif
Ada 2 tipe wilayah frontier, yaitu:
3.1. Contiguous Resource Frontier Regions: (Wilayah Frontier Contiguous)

Pergerakan penduduk ke kawasan baru ini umumnya berupa perluasan ke pinggir


(along a broad front of) dari wilayah yang telah dimukimi;

Jalur supply pendek, dan kawasan baru tersebut dapat segera tergabung dalam struktur
ekonomi nasional;

Kegiatan wilayah frontier tersebut (the new colonization) utamanya adalah pertanian;

Persoalan-persoalan yang dihadapi:


o
o
o
o
o

3.2

pengembangan jalur transportasi dan komunikasi,


pengembangan permukiman / masyarakat pertanian dan pusat-pusat
pemasaran,
pembangunan jaringan irigasi,
pembagian lahan-lahan pertanian,
perluasan pelayanan administrasi dan social untuk permukiman-permukiman
baru tersebut.

Non-contiguous Resource Frontier Regions: (Wilayah Frontier Non-contiguous)

Berhubungan dengan investasi skala


pertambangan dan eksploitasi hutan;

Membutuhkan pengembangan kota yang substansial;

Cenderung merupakan kantong-kantong perkembangan yang terisolasi, dengan jarak


yang cukup jauh dari Core Region / Metropolitan, namun mungkin sekali menjadi core
region untuk mereka sendiri;

Dengan bermula dari satu kota sebagai agen perubahan bagi kawasan baru
(wilderness) menjadi suatu lingkungan yang sesuai (suitable) untuk permukiman jangka
panjang (long-term habitation);

Persoalan-persoalan yang dihadapi:

besar

dalam

pengembangan

kegiatan

perlu menciptakan keunggulan lokasi bagi permukiman baru tersebut sehingga


dapat bersaing dengan pusat-pusat lain yang telah mapan, dalam upaya menarik
dan membuat betah tenaga kerja yang terlibat,

perlu mengintegrasikan wilayah baru ini ke dalam ekonomi ruang nasional.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

20

4. DOWNWARD-TRANSITIONAL AREAS: (Kawasan Transisi Menurun)

Wilayah tua yang terutama dicirikan oleh ekonomi perdesaannya yang stagnant atau
menurun, dan kombinasi sumberdayanya telah optimal, sehingga perkembangan kurang
intensif jika dibandingkan dengan waktu sebelumnya;

Terbuka kemungkinan sejumlah besar tenaga kerja bermigrasi atau pindah ke pusatpusat perkembangan lainnya yang lebih menjanjikan;

Dapat juga berupa sebuah kota yang ekonominya menurun karena struktur industri yang
tua atau habisnya / hilangnya basis sumber daya alam / primer (untuk wilayah-wilayah
pertambangan); (contoh fenomena ghost-town)

Persoalan-persoalan yang dihadapi:


o

(untuk kota-kotanya) terkait dengan kekunoannya secara umum dan dengan


kelebihan jumlah penduduk (over population) jika dihubungkan dengan
kemungkinan-kemungkinan perkembangan yang ada;

adaptasi terhadap kondisi eksternal yang baru dan transisi atau peralihan ke
orde / tatanan ekonomi di mana mereka dapat diintegrasikan kembali ke dalam
ekonomi ruang nasional.

5. SPECIAL PROBLEM REGIONS: (Wilayah Permasalahan Khusus)

Wilayah atau kawasan yang karena kekhususan sumber dayanya atau lokasinya
membutuhkan pendekatan pembangunan khusus;

Contoh-contoh:
o

Wilayah perbatasan nasional (antar negara),

Wilayah pengembangan sumber daya air,

Wilayah yang sesuai untuk pengembangan pariwisata dan perikanan,

o Zona militer, pangkalan militer, dsb.


------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Gambaran abstrak dari konfigurasi development regions dalam sistem ruang adalah :

Core region / core area terletak di tengah sistem ruang,

Core tersebut dikelilingi oleh kawasan yang ekonominya umumnya mencirikan upwardtrasitional areas, dan kemungkinan kemudian (in turn), terdapat di antaranya atau
terselip kawasan dengan ciri sebagai downward-transitional areas,

Pada lokasi tertentu di bagian luar dari kawasan di atas, kemungkinan terdapat
permukiman baru yang mencirikan resource frontier region yang contiguous (pada jarak
relatif dekat) dan yang non-contiguous (pada jarak relatif jauh);

Special problem region kemungkinan tersebar secara acak (random) dalam sistem
ruang tersebut.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

21

PERKEMBANGAN PERADABAN vs PERTUMBUHAN EKONOMI & RUANG


A. PERKEMBANGAN PERADABAN (Contoh pembahasan para ahli)

Alvin TOFFLER (dalam buku Future Shock):


o

50.000 tahun terakhir tercatat keberadaan umat manusia;

Dengan asumsi masa hidup rata-rata = 62 tahun, maka ada 800 masa hidup (mh);

Perkembangan yang tampak adalah :


- 650 mh pertama

: dihabiskan di dalam gua,

- 70 mh berikutnya

: terdapat kemungkinan untuk berkomunikasi secara efektif


(ada budaya tulis),

...................................
-

6 mh terakhir

: mulai huruf cetakan,

4 mh terakhir

: manusia baru mungkin mengukur waktu dengan cermat;

2 mh terakhir

: manusia menggunakan motor listrik,

- pada mh ke-800 ini : sebagian besar barang yang kita gunakan sehari-hari
dewasa ini ternyata baru saja dikembangkan.
o

Akselerasi semakin pesat ke ujung.

Alvin TOFFLER
peradaban atas:

(dalam buku Third Wave atau Gelombang Ketiga) membagi kurun

Gelombang Pertama, peradaban pertanian/agrikultural;

Gelombang Kedua, peradaban industri;

Gelombang Ketiga, peradaban pasca-industri.

Khutbah EMIL SALIM (Istana Negara, Maulid Nabi) :


Tentang revolusi peradaban / teknologi :
o

(pra-revolusi),

Revolusi pertanian,

Revolusi Industri,

Revolusi Informatika,

Revolusi Plasma Nutfah (bio-tech) baru masuk.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

Perkembangan peradaban vs Ruang


A. Berburu --------------------------------- * Nomaden
B. Bertani ---------------------------------- * Keterkaitan dengan lahan,
* Ruang isolated
C. Barter / Perdagangan --------------- * Ruang mulai berhubungan,
* Terbentuk simpul-simpul barter / dagang
D. Industri (Pengolahan) --------------- * Terbentu simpul-simpul industri, sehingga ada
Industri (Assembling)

konsentrasi / spesialisasi

E. Jasa-jasa pendukung ---------------- * Ruang semakin kompleks.


(Ilustrasi) :
A. ( ? )
B.

C.

D.

E. Lebih kompleks dari D di atas.

22

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

23

Contoh perkembangan yang berawal dari pertanian :

diawali pertanian subsistence, kemudian

spesialisasi/ <---------- karena potensi lahan (ruang)


diversifikasi
dan perkembangan
mulai terjadi
( isu LAND USE)
barter/dagang

dst.
Pertanian maju terus untuk :
-

memenuhi kebutuhan sendiri,


untuk bahan baku industri.

dst.
kaidah perdagangan maju terus
sampai sekarang
( isu SIMPUL & JARINGAN HUBUNGAN)

========================================================================

B. PERKEMBANGAN / PERTUMBUHAN EKONOMI :


(Contoh pembahasan para ahli)

W.W.Rostow : Stage of Growth (Tahap / babak pertumbuhan)


1. Traditional Society (masyarakat tradisional);
2. Transitional (transisi, menuju take-off);
3. Take-off (lepas landas);
4. Drive to maturity (matang);
5. Mass consumption (konsumsi massal).

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

24

Sumitro Djojohadikusumo, dalam membahas Kaldor dan Kuznets

Pertumbuhan ekonomi terkait dengan pertumbuhan sektoral


-

sektor primer : pertanian, kehutanan, pertambangan;

sektor sekunder : industri dan konstruksi;

sektor tersier / jasa-jasa : fungsi dari perkembangan sektor sekunder.

Dari perjalanan sejarah, struktur tenaga kerja di negara maju :


5 % sektor primer,
35 % sektor sekunder,
60 % sektor tersier, di mana :
25 30 % : transportasi & distribusi barang,
Sisanya : pemerintahan, keuangan, dsb.

Sejalan dengan angkatan kerja yang bergeser dari sektor primer ke sektor lainnya
terjadi transformasi pada lokasi permukiman penduduk, berupa :
-

migrasi dari perdesaan ke pusat-pusat kegiatan yang modern (rural-urban


migration), dan

muncul konsentrasi spasial (ruang) berupa aglomerasi penduduk di perkotaan


dan sekitarnya.

Perhatian Kaldor dan Kuznets dalam konteks pertumbuhan ekonomi, mencakup :


-

transformasi & diversifikasi sektoral dalam pertumbuhan ekonomi;

perubahan spasial / regional yang ditandai dengan ketimpangan antar daerah /


wilayah;

gerak arus penduduk (migrasi) dari perdesaan ke perkotaan;

aglomerasi penduduk dan angkatan kerja di pusat-pusat industri modern;

peranan teknologi di bidang pertanian, industri, transportasi, dan komunikasi.

Jadi perubahan struktural ditunjukkan secara :


-

sektoral,

spasial,

demografis.

C. PERKEMBANGAN EKONOMI dan STRUKTUR RUANG (versi Sadono Sukirno)

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

25

PERKEMBANGAN EKONOMI menurut proses perubahan


struktur ekonominya (di negara-negara Barat sejak revolusi industri) (Sadono Sukirno, p.31-32)
1. Sektor pertanian mengawali perkembangan:

* Kemajuan Sektor Pertanian

* Pendapatan Petani meningkat

* Jumlah hasil pertanian yg dijual meningkat

2. Kemajuan sektor pertanian mendorong perkembangan sektor jasa dan insustri

* Nilai dan volume perdagangan bertambah


* Spesialisasi berkembang
* Sektor industri berangsur menjadi penting

* Industri mula-mula berkembang :


industri makanan dan sandang

* Sektor pertanian didorong lebih lanjut


untuk supply bahan mentah

Catatan :
Perancis, Inggris, dan Jepang mengalami akselerasi
akibat perkembangan industri sandang.

3. Perkembangan industri, selain menciptakan demand


atas bahan mentah, juga demand atas sumber tenaga
* Perkembangan kegiatan Perdagangan
* Mendorong jaringan pengangkutan dan perkembangan
alat angkutan (bermotor)
* Muncul industri baja (utk rel KA, kend.bermotor)
* Mencari sumber tenaga
* Berkembangnya pertambangan batubara & bijih besi,
diikuti perkembangan industri minyak bumi
Jadi : Perkembangan demand atas berbagai hasil tambang utk bahan mentah
ataupun sumber tenaga bagi berbagai jenis industri

4. Pertambahan pendapatan masyarakat yang


terus menerus, dan kemajuan teknologi

* Perkembangan Industri semakin pesat


Sejalan dengan itu, struktur sektor industri
mengalami perombakan

Semula sebagai proses sederhana thdp bahan mentah,


menjadi semakin kompleks, dan nilai bahan mentah
semakin lama merupakan bagian yg semakin kecil dari
keseluruhan nilai barang industri yang diciptakan.
5. Ekonomi mencapai taraf kesejahteraan lebih
tinggi, yaitu setelah Perang Dunia ke II.

Ketergantungan industri pada bahan mentah semakin berkurang.

Sektor jasa, terutama jasa pemerintahan


(seperti pertahanan dan administrasi)
bertambah penting
Sektor jasa kemudian yang sangat berkembang adalah
yang berhubungan dengan rekreasi dan pelancongan
(pariwisata - tourisme)
Jasa informatika, dan seterusnya.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

26

STRUKTUR RUANG, menurut spesialisasi kegiatan ekonomi wilayah / kawasan.

Sejalan dengan proses perkembangan struktur ekonomi, maka spesialisasi wilayah /


kawasan :
1. Pertanian I, pertanian yang berkembang seperti pada awal proses perkembangan.
2. Pertanian II, pertanian yang terutama didorong oleh kebutuhan bahan baku industri.
3. Pertambangan.
4. Perdagangan, pemerintahan, industri Perkotaan Pusat-Pusat
(Lihat Sadono Sukirno, p.35 -39)

Perpindahan penduduk / pola migrasi sejalan proses perkembangan ekonomi

* Pola yang lebih awal, sampai akhir abad ke-19 lalu


Wilayah / Kawasan
PERTAMBANGAN
Wilayah / Kawasan
PERTANIAN I
Wilayah / Kawasan
PERTANIAN II

Wilayah / Kawasan
* PERDAGANGAN
* PEMERINTAHAN
* INDUSTRI

* Pola selanjutnya
Wilayah / Kawasan
PERTAMBANGAN
Wilayah / Kawasan
PERTANIAN I
Wilayah / Kawasan
PERTANIAN II

Wilayah / Kawasan
* PERDAGANGAN
* PEMERINTAHAN
* INDUSTRI

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

27

KONSEP & TEORI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH


A. RANGKAIAN KONSEPSI/STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH
1. Pembangunan (nasional) = Pertumbuhan Ekonomi
(maka Pengembangan Wilayah terkait dengan Pertumbuhan Ekonomi)

Teori Big Push -------- dengan balanced growth (Rosenstein Roden);


Unbalanced Growth Strategy (A.O.Hirschman);
Take-Off (W.W.Rostow) dengan industri propulsive;
Growth Pole / Growth Center (F.Perroux, John Friedmann).

2. Integrated Regional Development : (Rondinelly & Ruddle)/World Bank/USAID.

3 hirarki pusat :
- rural service centers,
- small market towns,
- a regional center.
(dengan pendekatan Functional Economic Area / FEA), dan dicoba diterapkan di
Filipina, Bolivia, dan Peru.

3. Urbanization Policies for Rural Development :

Market towns sebagai Rural Growth Centers ------ (EAJ.Johnson)


Kota-kota Besar/Primate
Town-building programs
Perdesaan/Kota-kota kecil
Catatan : Kota-kota kecil perdesaan sebagai "kota pasar",
selanjutnya berperan sebagai pusat pertumbuhan perdesaan

4. Selective Spatial Closure (Stohr & Todtling)


(dengan prinsip : spatial equity, dan pendekatan Functional Economic Area / FEA).
To fully utilized their own development potentials, and
To lock in, to the maximum possible, the development impulses received from higher
development areas.
5. Territorial Regional Planning & Development from Below
(Friedmann, Weaver, Douglas)
Merupakan kritik terhadap Functional Regional Planning
Dengan contoh konsep : AGROPOLITAN DEVELOPMENT.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

28

B. TEORI PERTUMBUHAN EKONOMI


(Ulasan beberapa teori dalam Sadono Sukirno, p.120-130)
1. Teori HARROD-DOMAR
Ada 2 faktor pertumbuhan ekonomi :
1). Tingkat penanaman modal atau tabungan masyarakat; (s)
2). Besarnya capital output ratio; (v)
g = s/v
2. Teori Neo-Klasik
Ada 3 faktor perkembangan produksi :
1). Pertambahan alat modal (capital accumulation); (ki)
2). Pertambahan tenaga kerja; (ni)
3). Kemajuan teknologi; (Ti)
Yi = ai . ki + (1 ai ) ni + Ti .
3. Teori Export Base (Basis Ekspor) D.C.North
Sektor ekspor berperan dalam pertumbuhan perekonomian daerah :
1). Ekspor secara langsung menaikkan pendapatan faktor-faktor produksi daerah dan
selanjutnya pedapatan daerah;
2). Perkembangan ekspor akan menciptakan permintaan atas produksi industri local
(residentiary industries), yaitu industri-industri di daerah tsb. yang produksinya
terutama digunakan untuk memenuhi pesanan di daerah tersebut.
4. Teori Resource Base (Basis Sumberdaya Alam) Perloff & Wingo

Merupakan perluasan dan pendalaman dari teori export base, jadi pada prinsipnya tetap
menganggap ekspor sebagai faktor pertumbuhan ekonomi; tetapi melihat lebih jauh
kepada bagaimana dan faktor-faktor apa yang menentukan pembangunan.

Penekanan analisis pada 2 aspek :


o
o

Pentingnya peranan sumber daya alam dalam pembangunan pada berbagai


tingkat pembangunan;
Faktor yang mempengaruhi besarnya efek multiplier dari sektor ekspor
terhadap keseluruhan perekonomian daerah.

Ada 3 macam sumber daya alam (resources) sehubungan dengan tahap pertumbuhan
(lihat Amerika) :
o
o
o

Sumber daya alam pertanian;


Sumber daya alam pertambangan;
Sumber daya alam amenities (amenities resources) permukiman baru,
pariwisata.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

29

EXPORT BASE THEORY (Pendalaman Khusus)

Cummulative development in space :


Begitu dipicu oleh kekuatan penggerak awal, perkembangan ekonomi cenderung
merupakan proses kumulatif;
Ada mekanisme multiplier yang mewujudkan perkembangan kumulatif.

Pokok-pokok teori export base :


External demand terhadap barang / produk tertentu merupakan penentu utama (primary
determinant) dari pertumbuhan / perkembangan ekonomi (paling tidak pada tahap awal);
Pertumbuhan ekonomi wilayah akan terjadi dengan adanya ekspor yang dipasarkan ke
luar (export of staple products).

Ada 2 sektor yang bersama-sama membentuk ekonomi wilayah, yaitu :


1). Export base sector ( Eex ) :
semua kegiatan yang effective demand-nya berasal dari luar (external), atau regions
expot activities.
2). Residentiary sector ( Eres ) :
semua kegiatan yang effective demand-nya berasal dari dalam wilayah itu sendiri
(internal), terutama yang men-supply barang kebutuhan sehari-hari (day-to-day
needs).
Maka total ekonomi wilayah, Et , adalah :
Et = Eex + Eres

Ide yang mendasari teori export base adalah :


the level of residentiary activity depends entirely uopon the level of export base activitity
Jadi :

Eres = f ( Eex )

diasumsikan juga bahwa hubungan ini tetap dari waktu ke waktu, dengan kata lain
konstan; (konstanta = k )
Sehingga :

Eres = k . ( Eex )

dengan asumsi ini : proporsi relatif antara sektor export base dan residentiary adalah
tetap sama; dengan demikian dimungkinkan untuk menghitung dampak perubahan
sektor export base terhadap sektor residentiary.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

30

Contoh :
suatu wilayah mempunyai 1.000 labor; terdiri atas 400 labor sektor export base dan 600
labor sektor rsidentiary. Maka rasio antara keduanya adalah 1 : 1,5 atau E res = 1,5 Eex.
Ada pembukaan pabrik baru pada sektor export base dengan 2.000 labor, maka sektor
residentiary akan bertambah : Eres = 1,5 X 2.000 = 3.000 labor.
Maka untuk total wilayah ada pertambahan 5.000 labor (2.000 + 3.000 ) labor; dengan
kata lain : pertambahan 2.000 labor di sektor export base akan menghasilkan total
pertambahan 5.000 labor.

Dengan anggapan bahwa rasio tetap, dapat diinterpretasikan sebagai tipe sederhana dari
economic multiplier yang dikenal dalam hal ini sebagai Export Base Multiplier.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

31

TEORI/KONSEP PEMIKIRAN
yang berkaitan dengan
PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH
Pengantar

Suatu negara (wilayah) dikatakan berkembang (developing), jika ekonominya tumbuh


(growing), dan pertumbuhan ini disertai oleh perubahan structural (structural change).

Perkembangan (development) memerlukan industrialisasi, oleh karena itu strategi


perencanaan memberikan prioritas pada pendirian dan perluasan kegiatan industri atau
manufacturing. (Merupakan Pola Pikir GROWTH ORTHODOXY).

Sejalan dengan pola pikir tersebut ada konsep atau teori atau strategi yang parallel
dengan itu, yaitu :
Teori BIG PUSH,
Rapid Industrialization.

Perwujudan ruang dari konsep/strategi di atas secara umum adalah :


the urban-industrial growth pole strategy.

Growth Pole, menurut Francois Perroux :


growth does not appear everywhere at the same time; it becomes manifest at points or
poles of growth, with variable intensity; it spreads through different channels with
variable terminal effects on the whole of the economy.
pertumbuhan tidaklah muncul di setiap tempat pada waktu yang sama; kemunculannya
hanya terjadi di beberapa tempat atau kutub pertumbuhan, dengan intensitas yang
berbeda-beda; ia berkembang melalui saluran yang berbeda-beda, dengan akibat akhir
yang ditimbulkannya berbeda-beda pula terhadap keseluruhan perekonomian.

1. Konsep Industri Propulsif / Pendorong

Propulsive industries = key triggers to cumulative growth.

Karakteristik industri propulsif tersebut :


1. The industry or firms should be relatively large if it is to generate sufficient direct
and indirect effects, though size alone is not sufficient.
2. It should be relatively fast-growing.
3. It should have a high intensity of input-output relationship (or linkage) with other
industries or firms in order for the effect of it growth to be transmitted.
4. It should be innovative.
Industries or firms with these characteristic are likely to be leader, the poles
around which the economy clusters.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

Backward Linkage & Forward Linkage (Hirschman, p.98)


o
o

Backward Linkage (dari suatu industri) adalah setiap kegiatan yang


menyediakan input yang dibutuhkan oleh industri tersebut. (penyedia input).
Forward Likage (dari suatu industry) adalah setiap kegiatan yang menggunakan
output industri tersebut sebagai input. (pengguna output).
(lihat contoh Diagram Linkage dan Tabel Interdependensi)

Munculnya industri satelit (Hirschman, p.100)


o
o

32

Industri satelit berdiri sejalan dengan backward dan forward linkage dari suatu
industri propulsif/pendorong;
Tetapi industri satelit ini lebih kecil peranannya jika dibandingkan dengan industri
propulsif/pendorong.

Dengan memperhatikan kaidah lokasi (material oriented, labor oriented, market oriented,
footloose, dsb.), maka ada kemungkinan industri yang saling mempunyai linkage
tersebut :
o
o

Beraglomerasi, atau
Tidak beraglomerasi, atau tersebar.

Ada pendapat bahwa : setelah beraglomerasi ---- kemudian deglomerasi, tergantung


kondisi wilayah yang bersangkutan.

Dari teori lokasi ada prinsip-prinsip : resource/material oriented, market oriented, labor
oriented, footloose, externalities, dsb.

Kaitan global, ada karakter industri sebagai :


o
o
o

Substitusi Impor,
Orientasi Ekspor,
Relokasi Industri.

Keterkaitan dan rangkaian industri-industri tersebut dapat dibedakan pula atas :


o
o

Industri hulu,
Industri hilir.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

33

2. Polarization & Trickling Down Effects (Backwash & Spread Effects)


Hirschman : (GRCP, p.32)

New industries etc. will be located near existing ones, resulting in specific growing
points. The result is regional polarization and an uneven geographical spread of
development.
Subsequently, however, various trickling down effects will be ensure a correction of
imbalance.

Myrdal :

Development as a process of interaction between areas, which tend to increase initial


differences in prosperity. (backwash)
Later, when economic development has reached a certain level, these differences will be
equalized. (spread)
(spread occur for example when a growing urban center stimulates agricultural
production in it vicinity).

3. Transmission of Growth Impulses (Center-Periphery relationships)

Struktur ruang dari suatu sistem ekonomi terdiri atas 2 komponen :


o
o

The CORE or CENTER,


The PERIPHERY or HINTERLAND.

John Friedmann :
core regions are defined as territorially organized sub-system of society which
have a high capacity for generating and absorbing innovation change;
peripheral regions are sub-system whose development path is determined
chiefly by core region institutions which respect to which they stand in a relation
of substantial dependency.
Core and Periphery together constitute a complete spatial system.

Antara core dan periphery ada saling-pengaruh yang dikenal dengan :


o
o

Polarization atau Backwash effects, dan


Trickling Down atau Spread effects.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

34

3.1 Center - Periphery Model / Core Periphery Model

Center atau Core = Dominan


Core regions exercise a decisive influence on the periphery and consolidate their
dominance by :
o The determinant effect : the periphery is weakened by constant net transfer of
natural, human, and capital resources to the core;
o The information effect : potential contact and interaction are greater within the
core region;
o The psychological effect of innovation success;
o The modernization effect : at the core social values and behavior change more
rapidly to conform with innovations;
o The linkage effect : or innovations breed innovations;
o The production effect : the creation of an attractive reward structure for
innovations, including specialization and growing economies of scale.

Lingkup / level hubungan center-periphery : (fenomena core/center)


o Global : center/core bermula di Inggris kemudian menyebar ke Eropa Barat dan
Amerika Timur (abad ke-19);
o Kontinental (Eropa) : Center di Inggris serta lembah dan muara S.Rhein;
o Nasional (USA) : Center/core bermula di Middle Atlantic Region dan Great Lakes
Region;
o City : specific locational matrix ----- land use.
Diskusi : Untuk Kontinental Asia, Nasional Indonesia, Wilayah (Jawa Barat,
Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dll.), Kota
Bandung, Jakarta, dll.

3.2 Spatial Equilibrium (as an Alternative Model)


Spatial Equilibrium : the system of spatial relationship would, if disturbed, eventually return to
a state of equilibrium.

Kelemahan / Kegagalan Model Spatial Equilibrium :


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

The failure of deminishing returns to set in at the center.


The failure to perceive peripheral investment opportunities.
Export demand for goods produced at the center.
Coincidence of center with the national market.
Location of quarternary services at the center.
Heterogenity of population.
Inability of the periphery to make adjustment appropriate to constant socioeconomic
change at the center :
a. High replacement rates on the periphery,
b. Disruptive effects of rapid out-migration,
c. Lack of capital,
d. In-ability and un-willingness to see the regional problem from a national
perspective.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

35

3 hal yang memperlihatkan perilaku backwash effect dan spread effect (as a backwash
effect instead of a spread effect), dimana ternyata backwash effect lebih dominan
daripada spread effect.
1. Purchase of goods by the center from periphery
(spread effect) :
Center mempunyai demand terhadap barang & jasa yang dihasilkan di periphery,
sehingga ada aliran uang yang akan menumbuhkan periphery lebih kaya.
(backwash effect) :
Kenaikan income di center tidaklah setara lajunya (not as the same rate) dengan
demandnya akan barang/produk primer, sehingga demand akan barang/produk
primer yang dihasilkan di periphery tidaklah berubah Secara proporsional
dengan income di center;
Barang-barang konsumsi (high-order consumer goods) seperti mobil, kulkas,
televise, cenderung dikontrol oleh kegiatan bisnis di center, dengan demikian
income yang berasal dari center cenderung kembali ke center untuk membayar
barang-barang konsumsi tersebut.
2. Migration of labor from periphery to center
(spread effect) :
Bermigrasinya labor ke center berakibat berkurangnya (shortage of) labor di
periphery, sehingga akan menaikkan income di periphery.
(backwash effect) :
Umumnya yang bermigrasi adalah para pekerja terbaik, muda, dan yang berjiwa
usaha (entrepreneur), dengan demikian mengurangi sumber daya manusia yang
vital di periphery. Distribusi populasi cenderung pada kelompok yang lebih tua
yang semakin berkurang produktivitasnya.
3. Flow of capital between center and periphery
(spread effect) :
Kebutuhan akan input yang berasal dari periphery akan menggerakkan modal
yang terakumulasi di center, yang mencari peluang investasi yang lebih
menguntungkan. Dengan demikian system produksi baru kemungkinan terjadi di
periphery misalnya pengolahan sumber daya alam yang akan menjadi
pemicu (initial trigger) bagi proses pertumbuhan kumulatif di periphery.
(backwash effect) :
Modal akan mengalir mencari tingkat bunga yang tinggi (high interest rate) dan
produktivitas marginal yang lebih tinggi dalam bentuk wilayah kaya sumber daya
tapi miskin modal (resource-rich but capital-poor region).
Namun dalam kenyataannya, bagian terbesar dari keuntungan (returns to
investment), keuntungan dari system produksi baru, dan efek multiplier dari
kaitan produksi (production linkages), berada (accrue) di center, karena pemilik /
pengelola modal berasal dari center. Ini adalah bukti terjadinya perpindahan
modal dari wilayah yang lebih miskin ke wilayah yang sedang tumbuh (net capital
transfer from lagging to growing region).

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

36

Figura 3.2.3 An example of industrial linkages (GRCP, p.41)


Electricity
generation

Hydrogen peroxide

Starch

Spinning

Bleaching
& finishing

Weaving &
knitwear
Chlorine &
caustic soda

Cotton ginning
mill # 1

l
d ib
In e

Mill # 2

Lin
t er
s

Oil seed
crushing
Mill # 3

Readymade
clothing

Explosives &
rayon
Source : Baldwin (1966) / Darkoh (1973)

il
eo

Insecticides

Soap
Hydrogenated
vegetable oil

Cold storage

Edibleoil
Oi l

Retail
stores

se e
dc
a ke
s

Oxygen bottling
Animal feeds

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

37

Major functional linkages of a hypothetical manufacturing firm, (Lloyd, Dicken;p.288)


Suppliers of production inputs
(e.g,materials, components, etc)
to firm A
Providers of services
(e.g, maintenance, repair, technical,
financial services, etc.) To firm A

Originators of subcontract work


to be perfomed by firm A

Firm A
Purchasers of outputs
from firm A

Firms performing subcontract


work for firm A

Flows of goods/services/materials
Flows of money

Three main types of linkages


1. Production linkages
2. Service linkages
3. Marketing linkages

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

38

TINGKAT INTERDEPENDENSI RATA-RATA DARI SEKTOR EKONOMI


DI ITALIA, JEPANG, DAN AMERIKA SERIKAT
Interdependensi melalui pem-

belian dari sektor lain 1)


(Backward Linkage)

Interdependensi melalui penjualan kepada sektor lain 2)


(Forward Linkage)

1. "PRODUK ANTARA"
(Kedua backward dan forward linkage tinggi)
* Besi dan Baja
* Logam bukan besi
* Kertas dan Hasil-hasil kertas
* Hasil-hasil minyak bumi
* Hasil-hasil batubara
* Barang-barang Kimia
* Tekstil
* Hasil-hasil karet
* Percetakan dan Penerbitan

66
61
57
65
63
60
67
51
49

78
81
78
68
67
69
57
48
46

2. "PRODUK AKHIR"
(backward linkage tinggi, forward linkage rendah)
* Hasil-hasil pabrik gandum
* Kulit dan hasil-hasil kulit
* Kayu dan hasil-hasil kayu
* Pakaian
* Alat-alat pengangkutan
* Mesin-mesin
* Hasil-hasil mineral bukan-metal
* Makanan yang diolah
* Pabrik kapal
* Macam-macam industri

89
66
61
69
60
51
47
61
58
43

42
37
38
12
20
28
30
15
14
20

3. "PRODUK PRIMER ANTARA"


(backward linkage rendah, forward linkage tinggi)
* Pertambangan metal
* Minyak dan gas bumi
* Pertambangan batubara
* Pertanian dan kehutanan
* Tenaga listrik
* Mineral bukan-logam

21
15
23
31
27
17

93
97
87
72
59
52

4. "PRODUK PRIMER AKHIR"


(kedua backward dan forward linkkage rendah)
* Perikanan
24
* Pengangkutan
31
* Jasa
19
* Perdagangan
16
1) Rasio pembelian antar industri terhadap produksi total (%)
2) Rasio penjualan antar industri terhadp permintaan total (%)
Sumber : Chenery & Watanabe; dari Hirschman, p.104.

36
26
34
17

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

39

MAZHAB GROWTH ORTHODOXY


Vs
MAZHAB NEO-POPULIST

Mazhab Growth Orthodoxy : kebijaksanaan pembangunan yang menekankan pada


pertumbuhan ekonomi.

Mazhab Neo-Populist : sebagai kritik dan tandingan terhadap Mazhab Growth Orthodoxy,
dengan prinsip reorientasi kebijaksanaan pembangunan dari Mazhab Growth Orthodoxy
yang menekankan pada PERTUMBUHAN menjadi PEMERATAAN.

Pembandingan kedua prinsip :


Perbandingan Prinsip Growth Orthodoxy vs Neo-Populist
Growth Orthodoxy Development
-

URBAN / Perkotaan
INDUSTRY / Industri
GROWTH / Pertumbuhan
CAPITAL INTENSIVE TECHNOLOGY
CENTRALIZED / Sentralisasi
MODERN
FUNCTIONAL / Fungsional
SOCIO-ECONOMIC PLANNING

Neo-Populist Development
-

RURAL / Perdesaan
AGRICULTURE / Pertanian
DISTRIBUTION / Pemerataan
LABOR INTENSIVE TECHNOLOGY
DECENTRALIZED / Desentralisasi
TRADITIONAL / Tradisional
TERRITORIAL / Teritorial
PHYSICAL ENVIRONMENT PLANNING

AKTUAL :
Kecenderungan kedua mazhab dipakai prinsip-prinsipnya secara bersamaan,
disesuaikan dengan karakter wilayah/negara ybs.
Jadi : Dual System atau Dual Economy.

Indonesia pada Era Orde Baru :


TRILOGI PEMBANGUNAN :
- Pertumbuhan,
- Pemerataan,
- Stabilitas.

Selanjutnya :
Pembandingan : Konsep GROWTH POLE vs AGROPOLITAN Development
(masing-masing mewakili masing-masing mazhab).

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

40

Konsep GROWTH POLE


Kesejahteraan
Masyarakat

Pertumbuhan
Ekonomi

Perkembangan Industri yang


Cepat (Rapid Industrialization )

Perkembangan Industri yang


Cepat paling efisien di
beberapa Pusat / Kutub / Kota

Konsep GROWTH POLE atau


GROWTH CENTER atau
Pusat Pertumbuhan

Dari Pusat/Kutub Perkemb.


akan menyebar ke seluruh
pelosok wilayah / hinterland

Arah kebijaksanaan :
INDUSTRI Awal (dominan),
yaitu :
INDUSTRI SUBSTITUSI IMPOR

produksi dengan biaya tinggi


dan kurang efisien

berkembang jumlahnya

Pasar Dalam Negeri


menjadi semakin jenuh

Industri Substitusi Impor


Industri Berorientasi Ekspor

Beralih kebijaksanaan :
Mendorong INDUSTRI
BERORIENTASI EKSPOR

biaya produksi harus ditekan


supaya bersaing di pasar
internasional

keduanya membutuhkan
teknologi yang harus diimpor

dapat ditunjang dari salah satu


faktor, yaitu tenaga kerja
murah
???
???
Lebih bersifat CAPITAL
INTENSIVE TECHNOLOGY

Ketergantungan pada pihak luar


negeri tetap berlangsung

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

41

Akibat / wujud lanjutnya :


Vertikal :
Sektor perusahaan menguasai sektor tradisional (rumah tangga);
Elit perkotaan menguasai / mendominasi perdesaan, meningkatnya jumlah petani dan
buruh tani tak bertanah di perdesaan;
Teknologi padat modal menyaingi teknologi domestik yang padat karya.
Horizontal (dan tata ruang ) :
Sejumlah kecil core region dengan ciri-ciri highly urbanized yang mengendalikan arah
perkembangan ekonomi wilayah-wilayah yang terletak di sekitarnya.
Ada pendapat, bahwa berdasarkan point-point tersebut di atas, konsep GROWTH POLE telah
gagal memberikan hasil seperti yang diharapkan.

Dasar-dasar pemikiran lebih lanjut yang harus diperhatikan dalam pembangunan (mencapai
kesejahteraan masyarakat) adalah :
1. Kemampuan memenuhi kebutuhan manusia yang ada sekarang harus dijadikan ukuran
dasar bagi keberhasilan suatu pembangunan nasional, menggantikan ukuran lama,
yaitu : GNP / Gross National Product (Produk Nasional Bruto).
2. Usaha-usaha menambah kapasitas daya produksi harus terus dijalankan, terutama di
perdesaan. Kemampuan memenuhi kebutuhan pangan sendiri (self-sufficiency) atau
swa-sembada pangan, harus terjamin.
3. Akibat usul-usul di atas, maka ketergantungan pada dunia luar harus dikurangi
sebanyak mungkin.
4. Harus diusahakan memperluas pasar dalam negeri bagi barang-barang pokok atau
barang-barang jadi dan setengah jadi, yang menjangkau rakyat banyak yang tetap
tinggal dan bekerja di perdesaan.
5. Perbedaan pendapatan yang ada sekarang antara kelas-kelas social dan antara
perkotaan dengan perdesaan harus diperkecil.
6. Bagian yang lebih besar dari sumber-sumber nasional harus digunakan untuk
mengembangkan teknologi yang sesuai dengan keadaan masing-masing negara.
Tekanan harus diberikan pada pengembangan teknologi untuk memelihara sumbersumber tersebut.
Strategi yang dapat menjawab tuntutan-tuntutan tersebut di atas adalah :
STRATEGY OF ACCELERATED RURAL DEVELOPMENT, atau
STRATEGI PENGEMBANGAN/PEMBANGUNAN PERDESAAN YANG DIPERCEPAT.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

42

Konsep AGROPOLITAN
Kesejahteraan
Masyarakat

Pembangunan
Sosial

Memenuhi Kebutuhan Dasar


Manusia (Basic Needs )

- Jumlah penduduk terbesar di perdesaan


- Kegiatan ekonomi primer dominan di perdesaan
- Ruang fungsional menunjukkan eksistensi perdesaan

"Pembangunan Perdesaan" dengan memperhatikan :


* penyesuaian dengan batas-batas lingkungan hidup;
* ekonomi pertanian untuk pembangunan perdesaan;
* decentralized development ;
* keadaan khas setempat.

Strategi Pengembangan Perdesaan Yang Dipercepat atau


"ACCELERATED RURAL DEVELOPMENT"

1. Menciptakan AGROPOLIS :

"kota di tengah ladang", merupakan


bentuk campuran kota-desa

*** memperkenal usnsur-unsur gaya hidup perkotaan


(urbanism) yang disesuaikan pada lingkungan perdesaan
yang bersangkutan
diharapkan agar

*** mengerem arus urbanisasi (perpindahan penduduk dari


perdesaan ke perkotaan
*** kesenjangan atau pertentangan antara perkotaan vs
perdesaan dapat diperkecil/diredakan

2. Memperluas hubungan sampai ke luar batas-batas agropolis (desa pusat), sehingga terbentuk ruang
fungsional yang lebih luas, yang disebut : "AGROPOLITAN DISTRICT"

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

43

GROWTH POLE / GROWTH CENTER


(Sadono Sukirno; Bab V, hal. 64-84)
Francois PERROUX :
growth does not appear everywhere at the same time; it becomes manifest at points or
poles of growth, with variable intensity; it spreads through different channels, with
variable terminal effects on the whole of the economy.

Pertumbuhan tidaklah muncul di setiap tempat pada waktu yang sama;


Kemunculannya hanya terjadi di beberapa tempat atau pusat pertumbuhan,
dengan intensitas yang berbeda-beda;
Ia berkembang melalui saluran yang berbeda-beda, dengan akibat akhir yang
ditimbulkannya yang berbeda-beda pula terhadap keseluruhan perekonomian.

Pusat pertumbuhan demikian dikenal dengan :


pole de croissance atau growth pole (pole of growth).
Teori Growth Pole (Kutub Pertumbuhan) ini merupakan teori yang menjadi dasar dalam
strategi dan kebijaksanaan pembangunan industri wilayah yang banyak dijalankan di
berbagai negara.
Ada 3 point hakikat Teori Growth Pole tersebut, yaitu :
1. Munculnya industri pemimpin (leading industy / Lindustrie motrice), yang menjadi
penggerak utama dalam pembangunan suatu wilayah.
2. Proses pertumbuhan ekonomi akan semakin lancar bila industri-industri terkumpul
pada suatu wilayah atau kawasan tertentu.
3. Karena secara geografis pembangunan ekonomi tidak seimbang, maka
perekonomian merupakan gabungan dari kumpulan industri aktif dan kumpulan
industri pasif. Yang aktif akan mempengaruhi yang pasif.

Kumpulan industri aktif terdiri dari industri pemimpin dan industri yang
mengelompok (aglomerasi);

Kumpulan industri pasif terdiri dari industri-industri yang tergantung kepada


kegiatan pusat pertumbuhan.

Jadi, ditinjau dari sudut lokasi kegiatan ekonomi dan pembangunan ekonomi wilayah,
pembangunan ekonomi tidak merata terjadinya di tiap wilayah dan mempunyai
kecenderungan untuk mengelompok pada pusat-pusat pertumbuhan.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

44

Penerapan Konsep / Teori Growth Pole ini sejalan dengan pola pemikiran atau mazhab
GROWTH ORTHODOXY (1950-an 1960-an), yaitu :

Suatu negara dikatakan berkembang (developing), jika ekonomi nasionalnya


tumbuh (growing), dan pertumbuhan tersebut disertai perubahan struktural
(structural change).

Perkembangan (development) selalu diasumsikan memerlukan industrialisasi,


sehingga strategi perencanaan memberikan prioritas pada pendirian dan
perluasan industri / manufacturing. Pola pikir ini dikenal dengan GROWTH
ORTHODOXY.

The Urban-Industrial Growth Pole Strategy merupakan perwujudan ruang dari


pola pikir Growth Orthodoxy tersebut.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------ Gunnar MYRDAL :

bakswash effects lebih besar daripada spread effects;


karena itu ketidakseimbangan / kesenjangan makin lama makin bertambah.
backwash effects = efek pengurasan
spread effects
= efek penjalaran / penyebaran

Albert O. HIRSCHMAN :

apabila di suatu wilayah terjadi pembangunan, terdapat daya tarik yang kuat yang
akan menciptakan konsentrasi pembangunan ekonomi di sekitar wilayah di mana
permbangunan bermula (aglomerasi / pengutuban / polarization);
ada polarization effects yang kemudian diikuti oleh trickling down effects;
trickling down effects lebih lemah daripada polarization effects.
Urban Industrial Growth Pole
Batas hinterland

backwash / polarization effects


spread / trickling down effects

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

45

KRITIK TERHADAP KONSEPSI / STRATEGI GROWTH POLE :


1. Guidelines for Rural Center Planning (GRCP), hal.32-33

Basically, in Perrouxs idea Growth Pole are likely to be firms or industries with a basic
function and strong growth potential. (Pada dasarnya, dalam gagasan Perroux, Growth Pole
atau Kutub Pertumbuhan merupakan perusahaan-perusahaan atau industri-industri dengan
fungsi basis dan potensi pertumbuhan yang kuat).

Perrouxs views a growth pole in an abstract economic space and not in a specific
geographical location. (Perroux membayangkan/memandang suatu growth pole dalam
suatu ruang akonomi abstrak dan bukan dalam suatu lokasi geografi khusus).

In reality, Perroux does not suggest much more than that the growth of promising basic
industries will generate accelerated national economic growth. (Dalam kenyataannya,
Perroux tidak mengemukakan lebih dari sekedar bahwa pertumbuhan industri basis yang
menjanjikan akan membangkitkan pertumbuhan ekonomi nasional yang dipercepat).

Obviously, this growth will manifest itself in specific locations:


- certain external economies may stay stimulate territorial concentration or clustering of
particular industries and related activities;
- this does not, however, mean that the opposite is true, namely that by concentrating
economic activities in specific localities accelerated growth will be generated.
(Tentu saja pertumbuhan ini akan terjadi di lokasi-lokasi khusus :
- pengaruh ekonomi eksternal tertentu dapat merangsang konsentrasi atau
pengelompokan secara territorial dari industi-industri utama dan kegiatan-kegiatan yang
terkait dengannya;
- namun demikian, ini tidak berarti bahwa sebaliknya adalah benar, yaitu bahwa dengan
mengkonsentrasikan kegiatan ekonomi di lokasi khusus maka pertumbuhan yang
dipercepat dapat dibangkitkan.)

It should be clear that Perrouxs concept constitute at most a weak basis for spatial policy.
(Nyata sekali, bahwa konsep Perroux merupakan dasar yang sangat lemah bagi
kebijaksanaan ruang.)

2. Kritik lainnya disertai strategi tandingan

Berdasarkan kenyataan-kenyataan yang berlangsung, kemudian dipertanyakan kembali


tentang pertumbuhan wilayah dan perdesaan yang dikaitkan dengan urbanisasi dan
industrialisasi tersebut.
Di negara-negara berkembang (sedang membangun), dominasi kegiatan
ekonominya adalah pada pertanian / ekonomi perdesaan, yang sangat lemah
kaitannya dengan industrialisasi dan urbanisasi seperti yang dikemukakan pada
konsep Growth Pole tersebut.

Para pakar pembangunan kemudian mengemukakan pentingnya para perencana


mengalokasikan sumber daya ke sektor pertanian sebagaimana halnya ke sektor industri.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

46

Pada 1970-an : pemberian prioritas pada pengembangan perdesaan lebih ditegaskan lagi;
o

Seers dalam The Meaning of Development mengemukakan bahwa strategi


pembangunan perlu memperhitungkan kemiskinan dan kesempatan kerja, serta
harus membantu menumbuhkan self-reliance (kemampuan / kepercayaan diri
sendiri).

World Bank mengajukan strategi Redistribution with Growth, dengan


penentuan target group yang miskin, dan perumusan kebijaksanan untuk
meningkatkan baik produktivitas maupun pendapatan (income).

ILO (International Labor Organization) mengajukan World Employment


Programme, dengan strategi pembangunan yang berorientasi pada
kesempatan kerja (employment).

Atas dasar itu maka :


Tugas perencana wilayah adalah merumuskan strategi pengembangan wilayah yang
memperhitungkan perhatian baru tersebut di atas, dengan mempertahankan kesamaan
(equality) dan masyarakat, mendorong evolusi perusahaan skala kecil, meningkatkan
pertanian (para petani kecil), melibatkan penduduk/masyarakat dalam proses
pembangunan, dan menggeser kecenderungan dari kota besar, industri skala besar dan
bentuk-bentuk organisasi yang terpusat, kepada kota-kota kecil, industri skala kecil, dan
bentuk-bentuk organisasi yang terdesentralisasi.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

47

AGROPOLITAN
1. AGROPOLITAN DEVELOPMENT : Towards A New Strategy For Regional Planning In Asia
(John FRIEDMANN & Mike DOUGLASS, UNCRD, Nagoya-Japan, Nov. 1975)

Pengembangan Agropolitan sesuai untuk kondisi :


-

tingkat urbanisasi rendah (kurang dari 20 %),


peningkatan kepadatan perdesaan yang tinggi dan mantap (lebih dari 200 jiwa/ km 2),
pola permukiman berupa desa-desa dan kota-kota kecil yang mengelompok (clustered
villages and towns),
kemiskinan yang ekstrim dan penurunan kondisi fisik (extreme poverty and physical
deprivation).

Ide dasar STRATEGI PEMBANGUNAN AGROPOLITAN :


1. Mengubah kawasan perdesaan dengan memperkenalkan dan mengadaptasi
elemen-elemen perkotaan ke dalam lingkungan perdesaan.
Ini berarti : tidak lagi mendorong duyunan orang desa ke kota sehubungan dengan
investasi di perkotan, melainkan mendorong mereka untuk tetap tinggal di desa dengan
memasukkan investasi di perdesaan tersebut. Dengan demikian mengubah permukiman
yang ada menjadi suatu bentuk campuran desa-kota yang disebut AGROPOLIS atau
kota di tengah ladang. Dengan pengembangan agropolitan ini, konflik lama antara
kota dan perdesaan dapat diatasi.
2. Memperluas jaringan interaksi sosial di kawasan perdesaan hingga ke luar
agropolis tersebut, sehingga terbentuk ruang sosio-ekonomi dan politik yang
lebih luas.
Ruang demikian dinamakan AGROPOLITAN DISTRICT. (Agropolitan district ini dapat
diadaptasikan menjadi unit permukiman basis bagi kota-kota besar atau metrocenters,
khususnya yang terletak sejuah batas perkembangan pertumbuhannya)
3. Mengurangi social dislocation (keterlepasan social) selama pembangunan,
menjaga integritas (kesatuan) keluarga, memperkuat keamanan psikologis, dan
menyediakan pemenuhan kebutuhan individu dan sosial dalam pembentukan
tatanan masyarakat baru.
4. Menstabilkan pendapatan (incomes) baik rural maupun urban, dan memperkecil
perbedaan antara mereka, dengan mendiversifikasikan peluang pekerjaan produktif,
dan secara khusus mengaitkan kegiatan pertanian dengan kegiatan non-pertanian
dalam masyarakat territorial yang sama.
5. Memanfaatkan tenaga kerja yang ada secara lebih efektif, dengan mengarahkan
kepada pembangunan yang berbasis sumber daya alam dalam masing-masing
agropolitan district, yang meliputi peningkatan produksi pertanian, proyek-proyek
konservasi dan pemeliharaan air, pekerjaan umum perdesaan, perluasan pelayananpelayanan perdesaan, dan industri yang berorientasi pertanian.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

48

6. Mengaitkan / menghubungkan agropolitan district ke dalam jaringan regional,


dengan membangun dan meningkatkan prasarana fisik perhubungan antara agropolitan
district dengan kota-kota yang lebih besar, dan dengan me-regionalizing pelayanan dan
kegiatan pendukung dengan tingkat yang lebih tinggi (regionalizing certain high-order
services and support activities) yang membutuhkan jumlah penduduk lebih besar dari
pada penduduk dalam satu agropolitan district.
7. Mempersiapkan suatu sistem pemerintahan dan perencanaan yang khusus dan
memberikan control kuat terhadap prioritas pembangunan dan implementasi
program.
Apa yang dimasudkan disini adalah suatu sistem pemerintahan yang mempunyai
kekuatan efektif terhadap keputusan-keputusan yang dilimpahkan ke agropolitan district,
sehingga memungkinkan mereka mengambil peluang-peluang setempat (dengan tetap
menyadari tentang kendala-kendala ekologi yang ada), memanfaatkan orang-orang
yang kaya, mewujudkan proses belajar penduduk lokal agar lebih formal, mengabstraksi
pengetahuan para ahli dan yang berpengalaman lainnya dalam pengembangan
agropolitan, serta menumbuhkan jati diri penduduk lokal (to encourage a growing sense
of identification of local people with the enlarged communal space of of the agropolis).
8. Menyediakan sumber-sumber dana untuk pengembangan agropolitan, dengan :
a. Menjamin re-investasi (investasi kembali) dari sebagian besar tabungan lokal di
masing-masing distrik;
b. Melembagakan suatu sistem work-in-lieu-of-taxes (bekerja sebagai pengganti
pajak) untuk setiap anggota masyarakat yang dewasa;
c. Memindahkan dana pembangunan dari metrocenters dan kawasan-kawasan
industri kepada pengembangan agropolitan;
d. Mengubah terms of trade yang merugikan antara kaum tani dan penduduk kota
bagi keuntungan kaum tani.

Karakteristik umum AGROPOLITAN DISTRICT :


a. Agropolitan district dapat didefinisikan sebagai rural areas (kawasan perdesaan),
dengan kepadatan minimal 200 jiwa/km 2.
b. Dalam distrik ini terdapat satu kota kecil (town) dengan penduduk 10.000 sampai
15.000 jiwa (sebagai Agropolis).
c. Batas distrik ini adalah sampai radius ulang-alik (commuting radius) antara 5 sampai
10 km (atau sekitar satu jam perjalanan dengan sepeda).
d. Jumlah penduduk keseluruhan agropolitan distrik berkisar antara 50.000 sampai
150.000 jiwa, dengan mayoritas merupakan petani.

Kendati agropolitan district terdiri atas penduduk kota kecil sebagai pusat dan penduduk
perdesaan yang tersebar, kunci keberhasilan pengembangan agropolitan adalah perlakuan
terhadap masing-masing distrik tersebut sebagai satu kesatuan yang terintegrasi. Terkait
dengan pandangan tersebut maka diperlukan agar masing-masing unit distrik mempunyai
otonomi dan sumberdaya ekonomi yang memadai guna merencanakan dan menjalankan
pengembangannya.
(Although agropolitan districts may have both a town center and a dispersed village
population, the key to successful agropolitan development is the treatment of each district
as a single, integrated unit. Correlative with this idea of agropolitan development is the
requirement that each unit have sufficient autonomy and economic resources to plan and
carry out its own development).

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

49

2. Political and Technical Moments in Development : AGROPOLITAN DEVELOPMENT


REVISITED.
(Jhon FRIEDMANN, April 1984, dalam :
Environment and Planning, D: Society and Space, 1985, Volume 3, pages : 155-167)
PRINSIP AGROPOLITAN :
1. Sebagai Konsep Perubahan Sosio-Ekonomi :
Pengembangan agropolitan berkenaan dengan pengembangan kepercayan diri
sendiri yang tujuannya pada peningkatan kekuatan produktif penduduk perdesaan
dan perbaikan kehidupan perdesaan.
Melalui perluasan pelayanan-pelayanan dasar, seperti listrik, air bersih, komunikasi
modern, pendidikan dasar, klinik kesehatan, pengembangan agropolitan mengarah
ke urbanisasi di perdesaan / pedalaman.
Sejalan dengan pengadaan pelayanan tersebut, jaminan sosial basic needs
kepada rumah tangga perdesaan disarankan dalam model ini.
Selain itu sangat diusulkan peningkatan kapasitas para petani dalam social learning.
2. Sebagai Konsep Geografi :
Pengembangan agropolitan berkenaan dengan suatu ruang dengan batas tertentu,
suatu territorial, yang merupakan suatu area bagi keputusan dan aksi umum.
Berkaitan dengan ruang politik, ekonomi, dan kultural, territorial ini membentuk
habitat penduduk perdesaan.
Agropolitan district secara operasional didefinisikan terdiri atas paling sedikit satu
pusat kota kecil dengan penduduk antara 40.000 sampai 60.000, yang tinggal tidak
lebih jauh dari jarak perjalanan ulang-alik harian dari pusat tersebut dengan
kendaraan tidak bermesin.
3. Sebagai Konsep Politik :
Pengembangan agropolitan berkenaan dengan keseluruhan penduduk distrik
sebagai masyarakat politik yang mempunyai kapasitas bagi penentuan nasib sendiri
(self-determination) dalam hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Masyarakat tersebur mengatur akses terhadap lahan dan air, dan mengajak
masyarakat anggotanya untuk berkontribusi dengan waktu dan tenaganya untuk
pekerjaan-pekerjaan umum.
Masyarakat tersebut, yang didefinisikan sebagai (masyarakat) agropolitan district
dan beroperai melalui badan-badan politiknya, menjadi penerima dari bantuanbantuan negara dan lembaga-lembaga pengembangan perdesaan lainnya, di atas
tingkat rumah tangga.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

50

3. The Geography of the Third World Progress and Prospect,


Michael PACIONE (Ed.), 1988, Routledge, London.
Chapter Six, REGIONAL DEVELOPMENT, G.P.HOLLIER.

THE CONDITION FOR AGROPOLITAN DEVELOPMENT

KONDISI PENGEMBANGAN AGROPOLITAN


Kondisi Dasar

1. Selective territorial closure


2. Komunalisasi kekayaan produktif
3. Kesamaan akses ke basis-basis untuk
akumulasi kekuatan sosial

Kerangka Teritorial

1. Agropolitan district (pop. 15,000 - 60.000)


2. Agropolitan neighbourhoods in cities

Ekspansi Ekonomi

1. Diversifikasi ekonomi teritorial


2. Pembangunan fisik maksimum yang mempertimbangkan kebutuhan bagi konservasi
3. Memperluas pasar regional dan
inter-regional (domestik)
4. Mengikuti prinsip self-finance (pendanaan
sendiri)
5. Mempromosikan social learning (proses
belajar sosial)

Peranan Negara

1. Agropolitan District berpemerintahan sendiri


2. Pemerintah pusat kuat.

Sumber : Forbes, 1984, p.133, based on Friedmann & Weaver, 1979, pp.194-201

SELECTIVE SPATIAL CLOSURE :


Penyerahan wewenang kekuasaan kepada masyarakat lokal dan regional, sehingga
mereka dapat tidak saja merencanakan pengembangan sumber daya mereka sesuai
kebutuhan mereka sendiri, tetapi juga mengontrol hubungan aksternal yang mempunyai
efek negatif terhadap mereka.
Dalam konteks selective spatial closure tersebut dipakai prinsip to lock in the growth
impulses within the area. (Mengurung rangsangan pertumbuhan di dalam kawasan
atau wilayah tersebut).

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

51

FUNCTIONAL vs TERRITORIAL APPROACH


TO REGIONAL PLANNING
Functional Regional Planning
Berkenaan dengan lokasi kegiatan ekonomi dan organisasi ruang dari sistem perkotaan dan
jaringannya.
Pendekatan ini murni teknis yang memakai model matematis, seperti analisis input-output
atau model gravity dalam interaksi ruang, yang didasarkan pada teori yang yang telah
diterima secara universal.
Pendekatan ini menekankan efisiensi dan biasanya dibuat di luar wilayah, yang dipengaruhi
oleh sejumlah orang di pusat kekuasaan.
Contohnya adalah : urban-industrial growth pole policy, dan urbanization policy.
Catatan : sering dikaitkan dengan development from above.

Territorial Regional Planning


Berkenaan dengan mobilisasi menyeluruh dari sumber daya manusia dan sumber daya
alam dari suatu wilayah yang telah didefinisikan secara historis.
Territorial planning adalah endogenous activity (kegiatan dari dalam) yang dilaksanakan
dalam wilayah di mana keputusan tersebut akan berpengaruh. Ia melibatkan masyarakat
wilayah tersebut dalam proses perencanaan, yang bila perlu menjadi proses politik, dan
menekankan kesamaan melalui peningkatan secara umum kualitas kehidupan untuk semua
orang dalam wilayah tersebut.
Contoh : Agropolitan development, dan pembangunan dengan pendekatan basic needs.
Catatan : sering dikaitkan dengan development from below.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

52

n1
n2
h1
h2
c1
c2
t1
t2
E1
E2
S1
S2
P1
P2
d1
d2
..
..
..
..
1
2
(periphery)

n3
h3
c3
t3
E3
S3
P3
d3
..
..
3

n4
h4
c4
t4
E4
S4
P4
d4
..
..
4

..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..

..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..

nz
hz
cz
tz
Ez
Sz
Pz
dz
..
..
z
(center)

Integrasi fungsional ke dalam skala


besar (faktor produksi, pasar
komoditas, sistem pengambilan
keputusan, dsb.)

Function

PENGEMBANGAN "DARI ATAS" / TOP-DOWN


Dominasi Integrasi Fungsional

Territory

REGION

PENGEMBANGAN "DARI BAWAH" / BOTTOM-UP


Dominasi Integrasi Territorial

Keterangan :
n = Sumber Daya Alam
h = Sumber Daya Manusia
c = Modal
t = Teknologi
E = Interaksi Ekonomi
S = Interaksi Sosial
P = Interaksi Politik
d = Demand

Function

Potensi dan/atau transformasi semaksimal mungkin merupakan


Integrasi regional (faktor produksi dan determinan pembangunan
lainnya) dalam masing-masing region.

n1
n2
h1
h2
c1
c2
t1
t2
E1
E2
S1
S2
P1
P2
d1
d2
..
..
..
..
1
2
(periphery)

n3
h3
c3
t3
E3
S3
P3
d3
..
..
3

n4
h4
c4
t4
E4
S4
P4
d4
..
..
4
REGION

..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..

..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..

nz
hz
cz
tz
Ez
Sz
Pz
dz
..
..
z
(center)

Territory

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

53

PERKOTAAN: SISTEM DAN FUNGSI


A. ORGANISASI SISTEM PERKOTAAN
(dari : The Organization of the Urban System James W.Simmons)
Dalam L.S.Bourne & J.W.Simmons : SYSTEMS OF CITIES, p 61-69)

Sistem perkotaan didasarkan pada :


1. urban nodes, yaitu konsentrasi penduduk dan kegiatan secara ruang dalam wilayah
(region) atau negara;
2. kaitan antara nodes dengan kawasan sekitarnya (kawasan pelayanan);
3. kaitan antar nodes.

= urban node (1)


= kawasan pelayanan
= kaitan node dengan kaw.pelayanan (2)
= kaitan antar node (3)

Organisasi ruang sistem perkotaan mempunyai 3 komponen utama :


1. attribute matrix atau perangkat atribut :
yang menjelaskan karakter struktural (ukuran, struktur ekonomi, kondisi sosial)
masing-masing kawasan perkotaan, dan yang secara agregat membentuk atribut
untuk keseluruhan wilayah atau negara;
2. behavior matrix atau pola perilaku :
yang mengindikasikan pola interaksi antar kawasan perkotaan dalam bentuk
pergerakan orang, barang, dan uang;
3. interdependency matrix atau pola saling ketergantungan :
yang mengindikasikan bagainama sejumlah kota atau lokasi dalam sistem akan
terpengaruh oleh perubahan pada beberapa atau semua kota lainnya.

Saling ketergantungan antar sektor dan lokasi, menunjukkan apa yang kita sebut sebagai
ekonomi ruang (space economy).
Sebagai contoh, bagaimana pertumbuhan pada suatu pelabuhan, suatu pusat industri
mobil, atau sebuah kota industri pulp dan kertas, menjalar pengaruhnya kepada
kegiatan ekonomi lainnya dan lokasi lainnya.

Berbagai prinsip atau kekuatan (forces) yang berpadu menentukan (determined) organisasi
ruang berupa sistem perkotaan, yaitu antara lain : militer (dengan benteng / garnizun),

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

54

fasilitas peribadatan (gereja, mesjid, dsb.) dengan jangkauan pelayanannya, atau proses
administrasi publik; yang masing-masing membentuk pola strukturnya sendiri.

MODEL ORGANISASI SISTEM PERKOTAAN


Di Amerika Utara paling sedikit ada 4 model yang dapt dikenali, yaitu :
1. Frontier-Mercantile (jelajah garis depan) :
pertumbuhan kota-kota dimulai secara eksternal (melalui investasi dari suatu
sub-sistem perkotaan yang telah berkembang sebelumnya).
2. Staple Export (ekspor produk/komoditas utama) :
pertumbuhan kota-kota tergantung pada pertumbuhan kegiatan (primer) dalam
kawasan pelayanannya yang menghasilkan produk/komoditas utama yang akan
diekspor. (Lihat prinsip : export base atau resource base).
3. Industrial Specialization (spesialisasi industri) :
pertumbuhan kota tergantung pada pertumbuhan ekonomi nasional dan
kekuatan relatif dari spesialisasi sektor ekonomi kota tersebut.
4. Social Change (perubahan sosial) :
pertumbuhan kota umumnya tidak dapat diprediksi sehubungan dengan
perubahan sosial dan teknologi yang cepat.
Dalam kenyataan faktual, organisasi sistem perkotaan yang ada merupakan perpaduan dari
beberapa model tersebut; dan kebanyakannya adalah perpaduan antara model 1 dan model 2
di atas..
Models of Urban-System Organization
Frontier-Mercantile

Staple Export

Industrial Specialization

Social Change

Location

Edge of growing periphery

Periphery

Heartland

Universal

Period (in North America)

1740 - 1910

1840 - 1920

1880 - to the present

Source of Growth

Growth of Core Region

1700 - to the present


Resource base, External
markets

Agglomeration advantage

Technology, Labor supply

Degree of Openness

High. Depends on capital and High. Depends on external


labor transfer.
demand.

Low.

High. Responds to information and technological


change

City Size Distribution

Primate (single, very large


city)

Not specified

May Change rapidly

Ecinomic Specialization

Little, except by scale. Cities All cities share the same


are service centers
staple specialization

High.

Specialization evolves over


time

Interaction Patterns

Links to core region dominate

Hierarchical, modified by
staple

Highly linked.

Varies with mode.

Settlement Patterns

A long frontier arc.

Dispersed, but depends on


staple.

Clusters. Agglomeations.
Transport sensitive.

Corridors or nodes speci-fied


by leading edge of economy.

System Characteristic

Investment by older centers


send stimuli down to frontier
area

Growth stimuli move up the


Complex market linkages
hierarchy. (The central place
diffuse growth throughout
system.)

Growth responds to the


removal of technical /
physical constraints.

Examples

Colonial America, prairie


settlement

Southern U.S., British


Columbia

U.S. at present

Rank Size Rule

Manufacturing belt to World


War II

Taaffe, Morril and Gould


North (1961); Christaller
Lampard (1955); Thompson Borchert (1967); Berry and
(1963); Luckermann (1966);
(1933); Innis (1957).
(1965); Pred (1967).
Neils (1969); Dunn (1971).
Pred (1973).
Source : James W.Simmons, "The Organization of the Urban System", in : L.S.Bourne and J.W.Simmons, "System of Cities", p.63.
Authors

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

55

Model Organisasi Sistem Perkotaan


Frontier-Mercantile

Staple Export

Industrial Specialization

Social Change

Lokasi

Pinggiran periphery yang


sedang tumbuh

Periphery

Pusat wilayah

Universal

Periode di Amerika Utara

1740 - 1910
Pertumbuhan Core Region

1700 - sampai sekarang


Basis sumber daya, dan
pasar eksternal

1840 - 1920

Source of Growth

1880 - sampai sekarang


Teknologi, suplai tenaga
kerja

Tingkat keterbukaan

Tinggi. Tergantung pada


transfer modal dan tenaga
kerja.

Distribusi ukuran kota

Keuntungan aglomerasi

Rendah.

Tinggi. Sebagai respon


terhadap informasi dan
perubahan teknologi.

Primate (kota tunggal, sangat


Mengikuti Rank Size Rule
besar).

Tidak tentu.

Dapat berubah dengan


cepat.

Spesialisasi ekonomi

Kecil, kecuali menurut


skalanya. Kota-kota merupakan pusat pelayanan

Semua kota berperan sama


dalam spesialisasi staple
(komoditas utama)

Tinggi.

Spesialisasi berubah (evolve)


menurut waktu.

Pola interaksi

Kaitan ke core region


dominan.

Hirarkis, modifikasi menurut


staple-nya.

Keterkaitan tinggi.

Bervariasi.

Pola permukiman

Sepanjang garis frontier


(frontier arc).

Tersebar, tapi tergantung


pada staple-nya.

Berkelompok. Aglomerasi.
Sensitif transport.

Koridor atau node, ditentukan


oleh kekuatan ekonomi
(leading edge of economy)

Karakteristik sistem

Investasi dari pusat-pusat


yang telah tumbuh
merangsang frontier.

Rangsangan tumbuh
meningkat (naik semakin
besar) menurut hirarki.

Pertumbuhan sebagai respon


Kaitan pasar yang kompleks
dari pengurangan kendala
menyebarkan pertumbuhan.
teknis/fisik.

Contoh

Amerika zaman kolonial

Bagian selatan USA, British


Columbia.

Sabuk industri sampai


Perang Dunia II.

Tinggi. Tergantung pada


demand eksternal.

USA sekarang.

Taaffe, Morril and Gould


North (1961); Christaller
Lampard (1955); Thompson Borchert (1967); Berry and
(1963); Luckermann (1966);
(1933); Innis (1957).
(1965); Pred (1967).
Neils (1969); Dunn (1971).
Pred (1973).
Source : James W.Simmons, "The Organization of the Urban System", in : L.S.Bourne and J.W.Simmons, "System of Cities", p.63.
Authors

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

56

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

57

B. FUNGSI KOTA / PERKOTAAN


(Sumber : NUDS / National Urban Development Strategy, 1985, p.131-133)
Ada 4 fungsi kota / perkotaan :
1. Pelayanan Wilayah Belakang (Hinterland Services),
atau pelayanan umum terhadap wilayah belakang, yang ditunjukkan dengan adanya
kegiatan-kegiatan pemasaran produksi, distribusi barang-barang kebutuhan, pelayanan
sosial dan jasa, administrasi pemerintahan, dan sebagainya.
Fungsi utama sebagian besar kota adalah memberikan pelayanan kepada wilayah
belakangnya yang umumnya berupa perdesaan. Fungsi ini terutama berkaitan dengan
ekonomi. Produsen di perdesaan (petani, penambang, nelayan, dll.) mengangkut
produksi mereka ke kota untuk dipasarkan di sana. Kota menyediakan fasilitas dan
pelayanan pemasaran, di samping juga menjual barang-barang (inputs) yang
dibutuhkan untuk produksi (seperti benih, pupuk, peralatan, dan reparasi peralatan) dan
barang-barang konsumsi untuk penduduk di wilayah belakang. Sebagai tambahan, kotakota ini menyediakan sejumlah pelayanan sosial. Penduduk wilayah belakang datang ke
kota untuk berbelanja, selain mereka juga memanfatkan fasilitas kesehatan dan
memasuki sekolah serta mengikuti upacara keagamaan. Terakhir, aparat-aparat
pemerintah yang kantornya pada umumnya terletak di kota ini bertanggungjawab untuk
administrasi pemerintahan di wilayah belakang seperti pemungutan pajak,
pemeliharaan ketertiban umum, penyediaan pelayanan darurat, pengelolaan proyekproyek pembangunan perdesaan dan sebagainya.
2. Hubungan Antar-Wilayah (Inter-Regional Communication),
yang ditunjukkan dengan kegiatan pengumpulan produksi untuk diangkut ke daerah lain
atau diekspor.
Beberapa kota mmegang peranan khusus sebagai pusat untuk hubungan antar wilayah.
Barang-barang yang diproduksi dalam wilayah dikumpulkan di sana untuk kemudian
diangkut ke wilayah lainnya dalam negara dan ekspor antar negara. Di Indonesia,
sebagian besar kota dengan fungsi ini mempunyai fasilitas pelabuhan yang memadai.
Secara tipikal, kota-kota yang mempunyai fungsi hubungan antar wilayah ini mempunyai
fungsi-fungsi pendukung wilayah belakang yang kuat, kendati tidaklah selalu demikian.
3. Industri atau Pengolahan Barang (Goods Processing/Manufacturing),
yang ditunjukkan dengan kegiatan industri pengolahan, manufacturing, yang didukung
oleh fasilitas, prasarana dan jasa bisnis pada kota tersebut.
Kota-kota seringkali merupakan kedudukan pabrik-pabrik yang mengolah bahan mentah
untuk membuat produk-produk baru. Hampir semua kota mempunyai kegiatan industri,
namun fungsi ini umumnya cenderung berkonsentrasi di atau dekat kota-kota yang lebih
besar. Pengusaha industri tertarik ke sana kadang-kadang karena aglomerasi secara
ekonomi seperti fasilitas distribusi, prasarana lainnya, pelayanan bisnis (akuntan,
penasehat hokum, dsb.), lembaga perkreditan, pelayanan pemerintahan, atau adanya
jaringan konsumen-supplier.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

58

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Pertumbuhan penduduk pada sebagian besar kota sangat terpengaruh oleh


pertambahan satu atau beberapa dari ketiga fungsi di atas. Bila kawasan-kawasan baru
di wilayah belakang dibuka untuk pertanian, tenaga kerja dan output wilayah belakang
akan meningkat, dan hal ini selanjutnya menciptakan permintaan (demand) bagi tenaga
kerja pemasaran dan pelayanan baru di kota. Pekerja baru pada sektor transportasi dan
perdagangan besar dibutuhkan di kota pelabuhan seiring dengan meningkatnya volume
barang yang diimpor melalui kota tersebut. Pertumbuhan tenaga kerja oleh sebab-sebab
ini mempunyai fek ganda. Pekerja-pekerja baru dan keluarganya meningkatkan demand
akan barang dan pelayanan dalam kota dan selanjutnya menciptakan lapangan kerja
baru pada bidang-bidang seprrti pedagang eceran, hiburan (entertainment), pelayanan
kesehatan, dan sebagainya.
Kendati demikian, ada satu tipe kawasan perkotaan yang dapat tumbuh tanpa inputinput baru dari salah satu di antara ketiga fungsi di atas. (sepeti dijelaskan berikut ini)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------4. Sub-pusat Permukiman/Perumahan (Residential Sub-Center),
adalah kota dengan fungsi sebagai tempat tinggal bagi orang-orang yang terkait dengan
atau bekerja pada kegiatan-kegiatan di kota-kota utama yang besar.
Penduduk kota-kota kecil yang terletak berdekatan dengan pusat perkotaan yang besar
akan tumbuh Secara lebih cepat bila kota besar tersebut merembes menembus
(overspills) batas-batasnya. Para pekerja memutuskan untuk pindah ke luar ke lokasi
perumahan yang kurang padat dan berulang-alik (commute) ke kota besar tersebut
untuk bekerja.

Dalam studi NUDS dirumuskan kesimpulan terhadap kota-kota di Indonesia, yaitu sebagai
berikut :
1. Kendati rankingnya berbeda-beda untuk fungsi yang berbeda, bagian terbesar kota
mempunyai campuran / gabungan dari tiga aktivitas / fungsi di atas adalah keliru
misalnya untuk mencoba mengklasifikasikan kota secara sederhana atas pusat
industri atau pusat pelayanan wilayah belakang / hinterland saja.
2. Kota-kota besar Indonesia cenderung mempunyai ranking sangat tinggi untuk ketiga
fungsi tersebut. Kota-kota ini merupakan titik-titik basis penting secara nasional bagi
perdagangan antar wilayah dan memberikan pelayanan kepada hinterland yang
sangat luas. Fungsi-fungsi ini telah berkontribusi untuk pertumbuhan penduduk
perkotaan yang pesat, dan semua fungsi tersebut menciptakan ekonomi aglomerasi
yang dibutuhkan untuk menjadikan kota tersebut sebagai lokasi yang menarik bagi
industri. Kota-kota ini (beserta kawasan di sekitarnya dalam jarak ulang-alik harian /
daily commuting) dapat disebut sebagai Pusat Pengembangan Nasional (National
Development Center / NDC).

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

59

3. Pada ranking yang lebih rendah, dimungkinkan untuk mengidentifikasi suatu kelompok
kota di mana fungsi hubungan antar wilayah adalah dominan. Sebagian besar kota
dalam kelompok ini mempunyai fungsi pelayanan hinterland yang kuat serta
mempunyai sejumlah / beberapa kegiatan industri, tetapi rankingnya dalam hubungan
antar wilayah lebih tinggi daripada ranking menurut fungsi lainnya. Kota-kota ini
disebut
sebagai
Pusat
Pengembangan
Antar-Wilayah
(Interregional
Development Center / IDC).
4. Sebagian besar kota lainnya juga mempunyai beberapa campuran / gabungan fungsi
tersebut, tetapi fungsinya sebagai pelayanan hinterland cenderung dominan. Yang
mempunyai volume output hinterland terbesar / lebih besar disebut sebagai Pusat
Pengembangan Wilayah (Regional Development Center / RDC), sementara
sisanya disebut sebagai Pusat Pelayanan Lokal (Local Service Center / LSC).

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

RANKING KOTA-KOTA

Rank-Size Rule :
P1
Pr = -------rq

P1 = the population of largest city (penduduk kota terbesar),


Pr = the population of city of rank r (penduduk kota rank ke- r ),
r = the rank of a city (rank suatu kota),
q = an exponent, with generally has a value close to 1,0.
(eksponen, umumnya dengan nilai mendekati 1,0)
Catatan :
q
q
q
q
q

=
>
<
=
=

1
1
1

menunjukkan rank-size (sempurna),


metropolitan dominance (dominasi metropolitan),
intermediate cities (seperti regional capital) yang relatif besar,
hanya ada satu kota,
semua kota berukuran sama.

Contoh-contoh :

60

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

Source : Peter E.LLOYD & Peter DICKEN, Location in Space, p. 71.

61

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

Population
Source : Peter E.LLOYD & Peter DICKEN, Location in Space, p. 73.

62

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

p.76.

63

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

Source : Peter E.LLOYD & Peter DICKEN, Location in Space, p. 77.

64

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

65

City size distribution in selected countires


Countries with
rank-size pattern

Countries with
primate pattern

Belgium
Brazil
China
El Salvador
Finland
India
Italy
Korea
Poland
South Africa
Switzerland
United States
West Germany

Austria
Ceylon
Denmark
Dominican Rep.
Greece
Guatemala
Japan
Mexico
Netherlands
Peru
Portugal
Spain
Sweden
Thailand
Uruguay

Countries with
intermediate
pattern
Australia
Canada
Ecuador
Malaysia
New Zealand
Nicaragua
Norway
Pakistan
England & Wales

Source : Peter E.LLOYD & Peter DICKEN, Location in Space, p. 79.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

66

Contoh Khusus Asoen :


Kota-kota KALTENG & Banjarmasin
Simpul Perkotaan

Populasi

Banjarmasin
Palangkaraya
Sampit
Kuala Kapuas
Pangkalan Bun
Buntok
Kasongan
Ampah
Muara Teweh
Kumai
Samuda
Kuala Pembuang
Pegatan
Parenggean
Pulang Pisau
Tamiang Layang
Tumbang Samba
Puruk Cahu
Nangabulik
Sukamara
Tewah
Kota Besi
Pembuang Hulu
Kuala Kurun
Jenamas
Timpah

BJM
PKY
SPT
KKP
PBN
BTK
KSG
AMP
MTW
KMI
SMD
KPG
PGN
PRG
PPU
TML
TSB
PCH
NBK
SMR
TWH
KBS
PBH
KKR
JNS
TPH

Regression Output :
- Constant
- x coefficient

=
=
y

Log Pop.

843.627
402.519
153.145
113.037
98.312
48.568
41.312
40.003
36.968
29.311
28.641
24.717
24.024
20.005
19.673
18.489
17.681
16.239
15.110
13.173
9.820
9.188
7.879
6.036
5.669
4.169

5,970998
- 1,449175
=

- 1,49 x + 5,97

5,926
5,605
5,185
5,053
4,993
4,686
4,616
4,602
4,568
4,467
4,457
4,393
4,381
4,301
4,294
4,267
4,248
4,211
4,179
4,120
3,992
3,963
3,896
3,781
3,754
3,620

"Rank" Log Rank


1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

0,000
0,301
0,477
0,602
0,699
0,778
0,845
0,903
0,954
1,000
1,041
1,079
1,114
1,146
1,176
1,204
1,230
1,255
1,279
1,301
1,322
1,342
1,362
1,380
1,398
1,415

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

67

Settlement

Legaspi/Daraga
Naga/Camaligan
Iriga
Tabaco
Goa
Tigaon
Pili
Nabua
Baao
Sipocot
Guinobatan
Libmanan
Camalig
Oas
Tinambac
Lagonoy
Tiwi
Calabanga
Pio Duran
Ragay
Buhi
Ocampo
Pasacao
Santo Domingo
Del Gallego
Caramoan
Malinao
Canaman
Libon
Bato
San Jose
Bombon
San-Jose
Polangui
Balatan
Milaor
San Fernando
Gainza
*
*
*
Total No. of Settlements with Function
Pop.(000)

92,4
87,4
45,9
13,9
7,1
2,9
5,9
7,6
8,6
6,6
1,1
5,5
3,2
12,8
3,9
4,5
2,0
9,1
7,1
2,7
9,8
2,1
4,4
5,6
1,9
3,9
2,4
4,0
6,6
9,5
3,3
2,8
2,2
5,1
4,8
5,4
3,3
1,4

Note :
Function Present

Function Absent
Total No. of Functions

Bus Station with Repair Fac'ty

Bank / Financial Establishment

Nightclub or Bar

Funeral Parlour

Power Plant or Station

Optometry/Optical Shop

Lodging Place

Telecommunication Station

Private Hospital

Vocational School

Train Station

PC (Constabulary) Station

Applicance Store

Housing Subdivision

Co-operative

Restaurant

Surveyor

Credit Union

Farm Equip't Repair Facility

Hardware Store

Drugstore

Construction Supply Store

Playground with facilities

Professional Organization

Auto Repair Shop

Public Market (regular)

Farm Supply&Agr.Chem.Store

Rural Bank

Private Medical Clinic

Piped Water Supply System

BPI Extension Station

Local Gov't Ministry Office

Agricultural Extension Station

Sport Association

High School

Paved Basketball Court

Civic Organization

Cottage Industry

Farmers Association

Agro-processing factory

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN


68

Contoh khusus hirarki dengan Scalogram : (perhatikan bahwa jumlah penduduk tidak selalu
selaras dengan hirarki). (Sementara hirarki berpeluang selaras dengan ranking).

Portion of Scalogram for Bicol River Basin of Philippines


Function

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

69

KEBIJAKSANAAN URBANISASI UNTUK


PENGEMBANGAN PERDESAAN
(E.A.J.Johnson : market towns sebagai pusat pertumbuhan perdesaan.) & GRCP.

Urbanisasi itu sendiri tidaklah buruk. Masalahnya adalah distribusi dan hirarki ruang dari
populasi (jumlah penduduk) perkotaan.
o

Negara berkembang perlu menjembatani kekosongan antara desa-desa yang


bertebaran dengan kota-kota besar yang bersifat parasit, dengan menyusun hirarki
pusat-pusat perkotaan yang memadai berdasarkan teori-teori Losch cs., yaitu mulai dari
kota-kota kecil hingga kota-kota menengah dan kota-kota besar (metropolitan).

Penyusunan hirarki ini janganlah dibuat dimulai dari hirarki teratas (top) seperti usulan
Berry dan Friedmann. (Catatan Asoen : hubungkan dengan pendekatan sistem kotakota menurut pola frontier-mercantile)

Tetapi dengan menciptakan network (jaringan) dari small market towns, dan yang
mengintegrasikan desa-desa ke dalam wilayah / kawasan ekonomi fungsional
(functional economic areas) yang lebih luas, yang difokuskan pada small market towns
tersebut. (Catatan Asoen : hubungkan dengan pendekatan sistem kota-kota menurut
pola staple export)

Ada 3 (tiga) asumsi utama tentang keadaan / sifat dasar ekonomi pertanian di negaranegara berkembang :
1. Kebanyak petani hanya berproduksi untuk mencukupi kebutuhan mereka sendiri
(subsistence).
2. Kemandegan (stagnasi) output pertanian bukanlah merefleksikan ketidak-efisienan
petani-petani kecil tersebut, atau komitmen mereka pada metode produksi tradisional
dan keengganan untuk berubah. Mereka membutuhkan sistem pemasaran lebih luas, di
mana di dalamnya keterampilan dalam mengkombinasikan faktor-faktor produksi dapat
diimplementasikan / diterapkan.
3. Hambatan utama dalam meningkatkan pertanian (skala kecil) tersebut adalah tidak
adanya pasar yang kompetitif di mana petani dapat membeli input yang murah dan
barang konsumsi yang murah, serta menjual produksinya dengan harga yang layak.

Karena wilayah pedalaman (countryside) kurang mempunyai pusat-pusat pasar yang


mudah dicapai, maka rangsangan untuk memproduksi lebih (guna dipasarkan) dan
dorongan untuk meng-invest sarana produksi (agar menciptakan surplus lebih besar yang
dapat dipasarkan) adalah lemah.
Dengan demikian, market towns sebagai rural growth centers harus dirancang untuk
mengatasi masalah-masalah tersebut, berupa pengelompokan business
enterprises yang dapat merangsang produksi pertanian lebih besar, meningkatkan
kualitas hasil pertanian, dan merangsang petani untuk memperbesar surplus
pemasaran.
(Catatan Asoen : hubungkan dengan Export Base & Resource Base Theory)

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

70

Market Towns sebagai Rural Growth Centers


o

Untuk mencapai tujuannya, market towns sebagai rural growth centers harus
direncanakan dalam functional economi areas (wilayah / kawasan ekonomi fungsional)
yang terdiri atas kota-kota ditambah hinterland geografisnya (immediate geographical
hinterlands).

Wilayah / Kawasan tersebut dapat menjadi truly functional (fungsional penuh) dengan
meningkatkan rural-urban linkages (kaitan kota-desa) melalui investasi infrastruktur dan
juga dengan membantu perkembangan berbagai kegiatan ekonomi yang saling terkait
(inter-related).

Idealnya, ada suatu occupational pyramid, dengan susunan dari bawah berturut-turut :
kegiatan produksi primer, industri pengolahan dan industri yang menyuplai pasar local,
beberapa industri ekspor, serta sektor tertier berupa pedagang (merchant) khusus,
perantara (broker) dan pedagang biasa (trader).

Memang membutuhkan waktu lama untuk menciptakan piramida demikian.

Jika piramida tersebut terbentuk, ia akan melibatkan semua tingkatan (involve all
classes), dan dengan cara demikian akan memunculkan kekuatan vital dan kreativitas
yang terpendam (laten) pada sumber daya manusia dalam wilayah / kawasan tersebut.

Model-model Market Networks : (Lihat GRCP)

Christallers model

hal. 54-55

Losch networks

hal. 56

Galpins market areas

hal. 56

Dendritic market system

hal. 58-59

Intermeshed market system

hal. 59-60

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

71

Berkaitan dengan pemenuhan terhadap basic needs bagi masyarakat perdesaan, atau
agricultural producers, baik secara ekonomi maupun sosial, maka fungsi dan peranan rural
centers tersebut meliputi : (GRCP, hal.64-65)
o

the marketing / collection of agricultural surplus production (as opposed to


distribution);
pemasaran / koleksi dari surplus produksi pertanian (sebagai kebalikan dari
distribusi);

the provision / distribution of essential farm inputs, e.g., fertilizer, tools, implements,
credit, repair facilities;
penyediaan / distribusi input-input pertanian yang penting, seperti pupuk, peralatan,
perlengkapan, kredit, fasilitas reparasi;

the provision of basic agro-processing facilities both for subsistence needs and for
marketing purposes;
penyediaan fasilitas pengolahan hasil pertanian, baik untuk kebutuhan subsisten
maupun untuk tujuan pemasaran;

the provision of basic social services.


penyediaan fasilitas pelayanan sosial.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Rekomendasi bacaan / literature lanjut :

The System of Rural Centers : (GRCP, hal.97-123)


o

Spatial System and Development Strategies, hal. 97-98

Hierarchical Rural Center Plans, hal. 98-100

Functions of Rural Center, hal.101-108

Procedures for Drawing Up A Hierarchical Rural Center Plan, hal.109-123.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

Christallers models

72

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

73

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

Dendritic market system

74

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

75

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

76

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

77

PENETAPAN KAWASAN DALAM WILAYAH


Dengan pendekatan kompleks ekologi (ecological complexes), yaitu mempertimbangkan
aspek-aspek :
- fisik geografis (alamiah dan binaan/buatan),
- ekonomi,
- sosial dan budaya;
maka suatu wilayah pada prinsipnya akan terdiri atas :

kawasan lindung, dan

kawasan budidaya.

A. KAWASAN LINDUNG
Kawasan Lindung adalah bagian wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
A.1 Kawasan lindung dikelompokkan atas (versi Keppres No.32/1990):
1. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya, meliputi :
a. Kawasan Hutan Lindung
b. Kawasan Bergambut
c. Kawasan Resapan Air
2. Kawasan Perlindungan Setempat, meliputi :
a.
b.
c.
d.

Sempadan Pantai
Sempadan Sungai
Sekitar Danau/Waduk
Sekitar Mata Air

3. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya, meliputi :


a. Kawasan Suaka Alam (Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Hutan Wisata,
Perlindungan Plasma Nutfah, Pengungsian Satwa)
b. Kawasan Suaka Alam Laut dan Perairan Lainnya
c. Kawasan Pantai Berhutan Bakau
d. Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam
e. Kawasan Cagar Budaya & Ilmu Pengetahuan.
4. Kawasan Rawan Bencana Alam :
-

Letusan gunung berapi,


Gempa bumi,
Tanah longsor,
Banjir,
Gelombang Tsunami, dll.

A.2 Kawasan lindung dikelompokkan atas (versi PP No.26/2008 RTRWN):


1. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya, meliputi :
a. Kawasan Hutan Lindung;
b. Kawasan Bergambut;
c. Kawasan Resapan Air.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

2. Kawasan Perlindungan Setempat, meliputi :


a.
b.
c.
d.

Sempadan Pantai;
Sempadan Sungai;
Kawasan Sekitar Danau atau Waduk;
Ruang Terbuka Hijau Kota (RTH Kota).

3. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya, meliputi :


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Kawasan Suaka Alam;


Kawasan Suaka Alam Laut dan Perairan Lainnya;
Suaka Margasatwa dan Suaka Margasatwa Laut;
Cagar Alam dan Cagar Alam Laut;
Kawasan Pantai Berhutan Bakau;
Taman Nasional dan Taman Nasional Laut;
Taman Hutan Raya;
Taman Wisata Alam dan Taman Wisata Alam Laut;
Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan.

4. Kawasan Rawan Bencana Alam :


a. Kawasan Rawan Tanah Longsor;
b. Kawasan Rawan Gelombang Pasang;
c. Kawasan Rawan Banjir.
5. Kawasan Lindung Geologi:
a. Kawasan Cagar Alam Geologi:
a.1. Kawasan Keunikan Batuan dan Fosil;
a.2. Kawasan Keunikan Bentang Alam;
a.3. Kawasan Keunikan Proses Geologi.
b. Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi:
b.1. Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi;
b.2. Kawasan Rawan Gempa Bumi;
b.3. Kawasan Rawan Gerakan Tanah;
b.4. Kawasan Yang Terletak di Zona Patahan Aktif;
b.5. Kawasan Rawan Tsunami;
b.6. Kawasan Rawan Abrasi;
b.7. Kawasan Rawan Bahaya Gas Beracun.
c. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Air Tanah:
c.1. Kawasan Imbuhan Air Tanah;
c.2. Sempadan Mata Air.
6. Kawasan Lindung Lainnya:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Cagar Biosfer;
Ramsar;
Taman Buru;
Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah;
Kawasan Pengungsian Satwa;
Terumbu Karang;
Kawasan Koridor Bagi Jenis Satwa atau Biota Laut Yang Dilindungi.

78

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

79

B. KAWASAN BUDIDAYA
Kawasan Budidaya adalah bagian wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan
sumber daya buatan.
B.1 Kawasan Budidaya di Kawasan Perdesaan:

Pertanian Lahan Basah :


o
o
o

Pertanian Lahan Basah / Sawah,


Perikanan Tambak, Kolam,
Lainnya.

Pertanian Lahan Kering :


o

o
o
o
o
o

Hutan Produksi :
- Hutan Produksi Tetap,
- Hutan Produksi Terbatas,
- Hutan Produksi Konversi;
Perkebunan :
- Perkebunan Rakyat,
- Perkebunan Besar;
Kebun Campuran:
Tanaman Pangan Lahan Kering dan Hortikultura,
Penggembalaan / Peternakan,
Lainnya.

Permukiman Perdesaan : (Perumahan dan Fasilitas / Sarana Pendukung)

Lain-lainnya :
o Pertambangan,
o Pariwisata,
o Lain-lainnya.

B.2. Kawasan Budidaya di Kawasan Perkotaan:

Permukiman Perkotaan :
o Perumahan : (Perumahan Individu, Terencana/Developer, Rusun/Apartemen)
o Perdagangan dan Jasa (Komersial) : (Skala Regional, Skala Lokal)
o Sarana / Fasilitas Sosial : (Pendidikan, Peribadatan, Kesehatan, Budaya, dsb)
o Ruang Terbuka Hijau : (Taman, Hutan Kota, TPU, dsb)

Kawasan Industri : (Estat Industri / Industrial Estate, Zona Industri)

Lainnya :
o Pariwisata,
o Terminal, Pelabuhan, Bandar Udara, dsb.
o Lainnya.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

80

DIAGRAM PROSES PENETAPAN KAWASAN LINDUNG


(berdasarkan KEPPRES No.32/1990)
No.
1.
2.
3.
4.
5.

Kelas
0-8%
8 - 15 %
15 - 25 %
25 - 40 %
> 40 %

Skor
30
40
60
80
100

No.
1.
2.
3.
4.
5.

Kelas
Tidak Peka
Kurang Peka
Agak Peka
Peka
Sangat Pela

Skor
15
30
45
60
75

No.
1.
2.
3.
4.
5.

Kelas
s/d 13,6 mm/hr
13,6 - 20,7 mm/hr
20,7 - 27,7 mm/hr
27,7 - 34,8 mm/hr
> 34,8 mm/hr

Skor
10
20
30
40
50

Areal Rawa Permanen


Kawasan Penyangga
- Skor : 125 - 174
- Litologi : Porous (Kwarsa,
Podsol, Podsolik)
- Ketinggian : > 1.000 m
- Vegetasi penutup : > 75 %
- Curah hujan : > 34,8 mm/hr

Peta
Kemiringan
Lahan

Peta Hutan Lindung


Peta Kepekaan
Tanah

- Skor : > 175


- Lereng : > 40 %
- Ketinggian : > 2000 m
Peta Kawasan
Yang
Memberikan
Perlindungan
Kawasan
Bawahannya

Peta Intensitas
Hujan Rata2

Kaw. Bergambut > 3m

Kawasan
Resapan Air

Peta Kawasan
Bergambut

Peta Kawasan Resapan


Air

PETA
KAWASAN
LINDUNG

Sempadan Pantai :
100 m dari titik pasang
tertinggi
Sempadan Sungai :
100 m kiri - kanan
sungai

Peta Kawasan
Lindung Setempat

Sekitar Danau/Waduk
50-100 meter
Sekitar Mata Air
Radius 200 meter
Hutan Peruntukan Khusus
Suaka Alam, Pantai Hutan Bakau,
Taman Nasional, Taman Hutan
Raya, Taman Wisata Alam, Cagar
Budaya, dll.
-

Kawasan Rawan Bencana


Letusan Gunung Berapi
Gempa Bumi
Tanah Longsor
Banjir, dll.

Peta Kawasan Suaka


Alam dan Cagar
Budaya

Peta Kawasan Rawan


Bencana Alam

Pertimbangan Aspek Khusus


- Sosial Ekonomi
- Politik, dsb.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

81

GAMBAR
SKEMATIS PENDEKATAN PERUMUSAN POLA RUANG

Mengambil Peluang

Status Hutan

(Opportunity seeking)

Kaidah Normatif
Pola Ruang terkait:
- Fisik Dasar

Pengembangan Baru

Status Lahan

(Goal oriented)

- Fisik Binaan/Buatan
- Ekonomi
- Sumberdaya Manusia

Penggunaan Lahan
Existing

- Sosial-Budaya
- Lain-Lain relevan

Trend Perkembangan
Penggunaan Lahan

Masalah terkait
Pola Ruang

Mengarahkan trend

Pemecahan
Masalah

(Trend modifying)

(Problem solving)

PERUMUSAN RENCANA POLA RUANG (Kaw. Lindung & Kaw. Budidaya)

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

82

KONSEPSI TEORITIS PENGEMBANGAN WILAYAH


A.

Arah/Tujuan/Sasaran Pengembangan dan Komponen Pengembangan Wilayah

B.

Indikasi Perkembangan Wilayah/Negara Integrasi Perkembangan Ekonomi dan


Lingkungan:
Tipe 1 Perkembangan Ekonomi disertai Kerusakan Lingkungan
Tipe 2 Perkembangan Ekonomi disertai Penurunan Kualitas Lingkungan Alam
Tipe 3 Perkembangan Ekonomi
Lingkungan Alam

C.

disertai

Peningkatan

Kembali

Kualitas

Contoh Konsepsi Neraca Air Wilayah


ILUSTRASI POLA FIKIR HUBUNGAN ANTARA
ARAH/TUJUAN/SASARAN PENGEMBANGAN DAN KOMPONEN PEGEMBANGAN WILAYAH
Tujuan/Arah/Sasaran Pengemb.-->

Komponen Pengemb.

Peningkatan
Produksi

Peningkatan Taraf
Hidup Masyarakat

Pengurangan
Kesenjangan

- Intensifikasi kegiatan yang exist

- Peningkatan income masyarakat

- "Menautkan" wil maju dg wil terbelakang

- Ekstensifikasi kegiatan yang exist

- Pemberian pelayanan (mengurangi cost)

- Diversifikasi produksi (vert. & horiz.)

- Melancarkan pelayanan (mengur. cost)

(langsung, melalui "jembatan")


- Merangsang/mendorong wil terbelakang

- Pengembangan produksi baru

- Peningkatan tabungan masyarakat

- Multiplier dari kegiatan yang exist

1. Kegiatan Ekonomi Primer


- Pertanian: dg rincian sub keg.
- Tambang: dg rincian sub keg.

2. Kegiatan Ekonomi Sekunder


- Industri processing: dg rinciannya
- Industri manufaktur: dg rinciannya

3. Kegiatan Ekonomi Tersier


- Jasa Angkutan/Transport
- Jasa Perdagangan
- Jasa Pemerintahan
- Jasa Lainnya: dg rincian

4. Kegiatan Menjaga SDA


- Rehabilitasi terhadap SDA yang rusak
- Peningkatan kualitas layanan SDA
- Pengayaan layanan SDA
- Menjaga kualitas & kuantitas SDA

5. Sistem Pusat Wilayah


- Pusat Pertumbuhan & Pelayanan
- Sistem Pusat-Pusat (mekanisme)
- Pengemb. pusat baru
- Pusat-Pusat Khusus: Gate, tourism,dll.

6. Prasarana Wilayah
- Transportasi
- Energi
- Telekomunikasi
- Sumber daya air
- Pengelolaan lingkungan permukiman

7. Fasilitas/Sarana Pelayanan
- Pemasaran produksi
- Distribusi barang kebutuhan
- Fasilitas/Sarana Sosial budaya
- Fasilitas/Sarana Khusus lainnya

8. Partisipasi Masyarakat
- Partisipasi dlm proses pengembangan
- Partisipasi menikmati hasil pengemb.
- Partisipasi menjaga keberlanjutan
Sumber : Modul Kuliah Perencanaan Pengembangan Wilayah, M.H.Asoen, 2001

(pengemb produksi, infrastruktur, sarana/fasilitas pelayanan pendukung)

Menjaga
Keberlanjutan
- Menjaga, mengembangkan, meningkatkan, dan memperkaya layanan lingkungan
alam/SDA (wawasan lingkungan/ecologi)
- Menjaga keberlanjutan keg. ekonomi &
sosial (wawasan sosial-ekonomi)

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

83

INDIKASI PERKEMBANGAN WILAYAH/NEGARA


INTEGRASI PERKEMBANGAN EKONOMI DAN LINGKUNGAN
TIPE 1 : Perkembangan Ekonomi disertai Kerusakan Lingkungan Alam

Perkembangan
Ekonomi
(Produk Domestik)

Perkembangan
Ekonomi
(Produk Domestik)

Perkembangan
Ekonomi
(Produk Domestik)

Perkembangan
Ekonomi
(Produk Domestik)

Jasa
Lingkungan
(Alam)

Jasa
Lingkungan
(Alam)

Jasa
Lingkungan
(Alam)

Jasa
Lingkungan
(Alam)

(A)

(B1)

(C1)

(D1)

Keterangan :
level of dev't wilayah/negara (ekonomi dan lingkungan)
ambang layanan alam ideal
ambang layanan alam kritis
perkembangan ekonomi
jasa lingkungan (alam)

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

84

INDIKASI PERKEMBANGAN WILAYAH/NEGARA


INTEGRASI PERKEMBANGAN EKONOMI DAN LINGKUNGAN
TIPE 2 : Perkembangan Ekonomi disertai Penurunan Kualitas Lingkungan Alam

Perkembangan
Ekonomi
(Produk Domestik)

Perkembangan
Ekonomi
(Produk Domestik)

Perkembangan
Ekonomi
(Produk Domestik)

Perkembangan
Ekonomi
(Produk Domestik)

Jasa
Lingkungan
(Alam)

Jasa
Lingkungan
(Alam)

Jasa
Lingkungan
(Alam)

Jasa
Lingkungan
(Alam)

(A)

(B2)

(C2)

(D2)

Keterangan :
level of dev't wilayah/negara (ekonomi dan lingkungan)
ambang layanan alam ideal
ambang layanan alam kritis
perkembangan ekonomi
jasa lingkungan (alam)

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

85

INDIKASI PERKEMBANGAN WILAYAH/NEGARA


INTEGRASI PERKEMBANGAN EKONOMI DAN LINGKUNGAN
TIPE 3 : Perkembangan Ekonomi disertai Peningkatan Kembali Kualitas Lingkungan Alam

Perkembangan
Ekonomi
(Produk Domestik)

Perkembangan
Ekonomi
(Produk Domestik)

Perkembangan
Ekonomi
(Produk Domestik)

Perkembangan
Ekonomi
(Produk Domestik)

Jasa
Lingkungan
(Alam)

Jasa
Lingkungan
(Alam)

Jasa
Lingkungan
(Alam)

Jasa
Lingkungan
(Alam)

(A)

(B2)

(C3)

(D3)

Keterangan :
level of dev't wilayah/negara (ekonomi dan lingkungan)
ambang layanan alam ideal
ambang layanan alam kritis
perkembangan ekonomi
jasa lingkungan (alam)

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

86

GAMBAR
KONSEPSI NERACA AIR WILAYAH

Volume/
Kapasitas

A
C

Waktu
Keterangan :
A = kapasitas sediaan air alamiah (relatif konstan bila tidak terganggu)
B = kapasitas sediaan yang menurun karena kerusakan lingkungan
C = volume kebutuhan yang meningkat (pertanian, domestik, industri, dll)

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

87

STRATEGI INVESTASI
(DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH)
(A.O.HIRSCHMAN, Bab 5)

Contoh Investasi :

Investasi INDUSTRI :
o
o
o
o

Infrastruktur : jalan, pelabuhan, energi, dsb.

Tenaga kerja : terdidik, terlatih, sehat, dsb.

Adm.Pemerintahan : peraturan, keamanan, dsb.


Dsb.

INDUSTRI

Peningkatan PERTANIAN :
o
o
o
o

Irigasi
Pupuk, Pestisida, dsb.
Alat-alat pertanian
Dsb.

PERTANIAN

Kriteria dalam investasi :


membandingkan modal dengan output, atau COST dengan BENEFIT,
di mana diharapkan rasio benefit terhadap cost (BCR) sebesar mungkin,
atau dengan kata lain cost sekecil mungkin dan benefit sebesar mungkin.
Urutan langkah investasi : (contoh pilihan-pilihan)
Umpama A, B, C, dan D merupakan serangkaian langkah pembangunan yang hendak
diambil. Urutan A B C D adalah yang ideal / teratur. Tapi bila dilihat dari
kebutuhan cost, mungkin saja ditempuh langkah yang tidak berurut seperti itu.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

88

Output dari investasi dapat dibedakan atas :


o

Yang tidak mempunyai nilai pasar (market value) pendidikan, kesehatan, dsb.

Yang mempunyai nilai pasar industri, pertanian, dsb.

Sejalan dengan hal di atas, ada dikenal :


o

SOC (Social Overhead Capital) Modal Masyarakat;

DPA (Directly Productive Activities) Kegiatan Produktif Langsung.

SOC : berupa jasa-jasa pokok (basic services), yang menjadi prasyarat bagi kegiatan-kegiatan produksi primer, sekunder, dan tersier;
Dengan kata lain, tanpa SOC kegiatan-kegiatan produksi primer, sekunder, tersier
tersebut tidak dapat berfungsi;
Contoh : hukum dan tata tertib, pendidikan, kesehatan, transportasi, komunikasi,
penyediaan energi dan air, irigasi, drainase, dsb.
DPA : berupa kegiatan-kegiatan produksi primer, sekunder, dan tersier.

Sifat SOC :
1. memudahkan / menjadi landasan bagi kegiatan ekonomi yang great variety;
2. disediakan oleh pemerintah, atau swasta yang diatur pemerintah, jasa
tersebut diberikan secara cuma-cuma atau dengan tarif yang diatur pemerintah;
3. jasa-jasa tersebut tidak dapat diimpor;
(khusus perbedaan SOC dalam arti luas dengan SOC dalam arti sempit dapat dilihat
dari sifat / syarat : )
4. investasi disifati oleh lumpiness (indivisibility teknik) dan juga oleh rasio modal
output yang tinggi (dengan syarat output yang dihasilkan betul-betul dapat
diukur). Contoh khusus untuk no.4 ini misalnya : pembangunan pelabuhan, jalan
raya, PLTA, dsb.
Ongkos untuk menghasilkan tiap output DPA, akan semakin tinggi apabila SOC semakin
kurang cukup.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

89

Kurva isoquant : perkembangan seimbang dan tak seimbang antara DPA dan SOC.

Kelebihan kapasitas SOC, yang dibuat mendahului permintaan dalam suatu Negara,
Wilayah, atau Kota, akan menjadi penarik bagi para investor DPA.

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

90

REKOMENDASI KHUSUS UNTUK TATA RUANG


Proses Perencanaan Tata Ruang
Perumusan Rencana
Dalam perumusan rencana ini dipakai pendekatan perencanaan secara bersama-sama, yang
disesuaikan dengan masing-masing substansi teknis rencana. Pendekatan dimaksud adalah :

mengatasi masalah yang muncul saat ini (problem-solving);


mengarahkan kecenderungan ke arah yang lebih baik (trend-modifying);
mencari peluang pengembangan dari kecenderungan yang ada (opportunityseeking);
mencari bentuk-bentuk pengembangan baru yang berorientasi pada tujuan tertentu
(goal-oriented).

Kajian / Analisis :
- Kebijak.& Strat. Pemb.Daerah
- Regional Setting
- Ekonomi & Sektor Unggulan
- Kependudukan / SDM
- Infrastruktur / SDB
- Fisik / Lingkungan / SDA
- Sistem Permukiman
- Pengg.Lahan/Pemanf.Ruang
- Kelembagaan & Anggaran

Problem-Solving

Rencana Tata Ruang Wilayah :


1. Renc.Struktur & Pola Pemanf. Ruang
2. Renc.Pengel.Kaw.Lindung & Kaw.Budi.
3. Renc.Pengel.Kaw.Perdes. & Kaw.Perkot
4. Renc.Sistem Prasarana Wilayah
5. Renc.Penatagunaan SDA
6. Renc.Sistem Kegiatan Pembangunan

Trend-Modifying
Opportunity-Seeking
Goal-Oriented

TABEL VI.2.2
REKOMENDASI KEGIATAN BUDIDAYA/PRODUKSI YANG TERSELIP
DALAM KAWASAN BUDIDAYA YANG DITETAPKAN
Kegiatan Budidaya / Produksi
Lain Yang Terselip

Perm.
Perm.
Kebun
Perkota. Perdesa. Campur.

Kawasan Budidaya Yang Ditetapkan


PerkeHutan
Instalasi Pelab./ Pertan.
Tambak
Industri
bunan Produk.
Tambang Bandara Terpadu

Sawah

WLK

1. Permukiman Perkotaan

FU

BL

BLB

BLB

TB

TB

TB

BLB

TB

TB

BLB

ta

2. Permukiman Perdesaan

BL

FU

BL

BL

BLB

BL

BLB

TB

TB

TB

BL

ta

3. Kebun Campuran

BL

BL

FU

BL

BLB

BL

BLB

TB

TB

TB

BL

ta

4. Pertanian Lahan Kering

BLB

BL

FU

BLB

TB

BL

BLB

TB

TB

TB

FU

ta

5. Perkebunan Rakyat

BLB

BL

BL

BL

BLB

FU

BLB

TB

TB

TB

BL

ta

6. Perkebunan Besar

BLB

TB

TB

TB

TB

FU

TB

TB

TB

TB

TB

ta

7. Peternakan

BLB

BL

BL

BL

BLB

BL

TB

TB

TB

TB

BLB

ta

8. Sawah / Pert. Lahan Basah

BLB

BLB

BLB

FU

BLB

BLB

BLB

TB

TB

TB

TB

ta

BL

BL

BL

BL

BL

BL

BLB

TB

TB

TB

BL

BLB

10. Perikanan Perairan Darat

BLB

BL

BLB

BL

BLB

BL

BLB

TB

TB

TB

BLB

ta

11. Perikanan Tangkap / Laut

ta

ta

ta

ta

ta

ta

ta

ta

ta

ta

ta

FU

12. Perikanan Budidaya / Tambak

TB

BLB

BLB

BLB

FU

TB

TB

TB

TB

TB

ta

ta

13. Industri Besar

TB

TB

TB

TB

TB

BLB

TB

FU

TB

TB

ta

ta

14. Industri Kecil / Rumah Tangga

BL

BL

BLB

BLB

BL

BL

TB

TB

TB

TB

BL

ta

15. Tambang

TB

TB

TB

TB

TB

BLB

BLB

TB

FU

TB

TB

BLB

9. Wisata

Keterangan :
FU
= Fungsi Utama (Harus Ada)
BL
= Diperbolehkan
BLB = Diperbolehkan Bersyarat
TB
= Tidak Dipebolehkan
ta
= Tidak Ada

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

91

Rekomendasi Khusus Pendukung Implementasi Pemanfaatan Ruang

Layak utk pertanian

Kawasan Pertanian
(Lahan Basah/Sawah)

Lahan Rawa (dan


indikasi Gambut)

Kajian / Studi
Pengembangan
Untuk Budidaya
(terutama pertanian)

Rekomen.
lainnya

Tidak layak utk budidaya


(harus fungsi lindung)

Kaw. Pengembangan
Lainnya
Kawasan Bergambut
(tetap Rawa)

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

92

Rekomendasi Mitigasi Bencana


Laten
Bencana

Sikap Aware/ Peduli


Masy. Sehari-hari

Gejala
Bencana

Waspada
Masyarakat

Early
Warning

Siaga Masyarakat

(Cakupan
Mitigasi
Bencana)

Dampak terhadap
Masyarakat

Bencana

Penyelamatan
Masyarakat

In-Situ

Ex-Situ

- Konstruksi bangunan
- Tata Letak bangunan
- Tata Lingkungan
- Jalur ungsi lokal

Preparasi in-situ

- Lokasi ungsi lokal


- Institusi Reaksi Lokal

Mitigasi
Bencana
Preparasi ex-situ

- Jalur ungsi ke luar


- Lokasi ungsi di luar
- Institusi Reaksi Regional
- Institusi Bantuan Lain

MODUL PERENCANAAN WILAYAH PS-PWK UNISBA MH ASOEN

93

Bencana (Alam) Laten


Gempa

Tsunami

Badai

Banjir

Lahar

Kebakaran

Binatang

- Konstruksi bangunan

XX

XX

XX

XX

XX

XX

- Tata Letak bangunan

XX

XX

XX

XX

XX

- Tata Lingkungan

XX

XX

XX

XX

XX

- Jalur ungsi lokal

XX

XX

XX

XX

XX

XX

XX

- Lokasi ungsi lokal

XX

XX

XX

XX

XX

XX

XX

- Institusi Reaksi Lokal

XX

XX

XX

XX

XX

XX

XX

- Jalur ungsi ke luar

XX

XX

XX

XX

XX

XX

XX

- Lokasi ungsi di luar

XX

XX

XX

XX

XX

XX

XX

- Institusi Reaksi Regional

XX

XX

XX

XX

XX

XX

XX

- Institusi Bantuan Lain

XX

XX

XX

XX

XX

XX

XX

Preparasi in-situ :

Preparasi ex-situ :

Keterangan :
XX = sangat penting
X = penting
v = menjadi perhatian

Lokasi Bencana

Jalur ungsi lokal / in-situ


(escape route)

(Preparasi
In-situ)

Lokasi ungsi lokal (escape


building/hill/area)

Jalur ungsi ex-situ (escape


route/road)
(Preparasi
Ex-situ)
Lokasi ungsi ex-situ

Anda mungkin juga menyukai