Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Amebiasis merupakan infeksi usus besar yang disebabkan oleh parasit


Entamoeba histolytica. Parasit ini memiliki dua bentuk dalam siklus hidupnya, yaitu
bentuk

aktif

(trofozoit)

dan

bentuk

pasif

(kista).

Trofozoit hidup di dalam dinding usus atau hidup diantara isi usus dan memakan
bakteri. Bila terjadi infeksi, trofozoit bisa menyebabkan diare, yang juga akan
membawa trofozoit keluar dari tubuh kita. Di luar tubuh manusia, trofozoit yang rapuh
akan mati. Jika pada saat infeksi seseorang tidak mengalami diare, trofozoit biasanya
akan berubah menjadi kista sebelum keluar dari usus. Kista merupakan bentuk yang
lebih kuat dan bisa menyebar, baik secara langsung dari orang ke orang, atau secara
tidak langsung melalui air maupun makanan. (1)
Pemberian terapi pada amebiasis perlu mendapat perhatian, mengingat sekitar
90% infeksi penyebabnya (Entamoeba histolytica) di usus besar tanpa gejala
(asimtomatik), sedangkan sisanya menimbulkan manifestasi klinik yang beragam dari
disentri, perdarahan usus, perforasi usus, ameboma sampai abses hati atau organ lain.
Jenis obat, dosis dan lamanya pemberian disesuaikan dengan keadaan klinis penderita
serta manifestasi amebiasis itu sendiri. (2)
Pengobatan amebiasis sampai saat ini masih relevan untuk dibahas mengingat
penyebarannya hampir di seluruh belahan bumi, menginfeksi sekitar 10% jumlah
penduduk dan menempati urutan ke tiga penyebab kematian akibat parasit setelah
schistosomiasis dan malaria. (2)

Berdasarkan tempat kerjanya, amubisid dibagi menjadi: (1) amubisid jaringan


atau sistemik, yaitu obat yang bekerja terutama di dinding usus, hati dan jaringan ekstra
intestinal lainnya; contohnya emetin, dehidroemetin, klorokuin, (2) amubisid luminal,
yaitu yang bekerja dalam usus dan disebut juga amubisid kontak contohnya,
diyodohidroksikuin, yodoklorhidroksikuin, kiniofon, glikobiarsol, karbason, klifamid,
diklosanid furoat, tetrasiklin dan paromomisin dan (3) amubisid yang bekerja pada
lumen usus dan jaringan, contohnya obat-obat golongan nitroimidazol, seperti
metronidazol dan tinidazol. (3)
Pada makalah ini akan diuraikan amubisid yang bekerja pada lumen usus dan
jaringan yaitu metronidazol. Sampai saat ini, metronidazol sangat bermanfaat pada
pengobatan amubiasis.

BAB II
METRONIDAZOL

A. Metronidazol
Metronidazole adalah senyawa nitroamidazole yang mengandung tidak
kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 110,0 % C 6H9N3O3, dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan, berupa serbuk hablur, berbentuk kristal kuning
kepucatan dengan sedikit bau, larut dalam air, eter, etanol, kloroform, dan
sedikit larut dalam dimetilformamida. (4; 5)

Gambar 1. Struktur
kimia Metronidazol
Metronidazol bersifat
stabil di bawah suhu normal dan tekanan, namun dapat berubah warna setelah
terpapar cahaya. Fisik-kimia metronidazol dapat dilihat pada tabel berikut: (4)
Tabel 1. Fisik-Kimia Metronidazol

Kelarutan metronidazol dalam air dilaporkan 10 mg/mL pada suhu 20oC


dan 10,5 mg/mL pada 25oC. Sumber lain melaporkan kelarutan 64,8 mg /mL
pada suhu kamar dan pH 1,2, menurun menjadi sekitar 10 mg/mL pada nilai pH
antara 2,5 dan 8.0. Lindenberg et al melakukan percobaan kelarutan pada suhu

37oC dalam buffer pada pH 1,2, 4,5 dan 6,8, dan disimpulkan bahwa
metronidazol sangat larut pada dosis 500 mg. (6)
B. Farmakokinetik
1. Absorpsi
Metronidazol diabsorbsi dengan baik melalui jalur enteral
sesudah pemberian oral. Satu jam setelah pemberian dosis tunggal 500
mg per oral diperoleh kadar plasma kira-kira 10

g/mL. Umumnya

untuk kebanyakan protozoa dan bakteri yang sensitif


diperlukan kadar tidak lebih dari 8

rata-rata

g/mL. (3; 7; 8)

Dilaporkan bahwa metronidazole akan cepat diserap dengan


bioavailabilitas (BA) lebih dari 90% dan hampir 100% . Studi
farmakokinetik yang dilaporkan dalam literatur mendukung keberadaan
BA tinggi. Dalam sebuah penelitian dengan delapan sukarelawan pria
sehat yang menerima metronidazol oral tablet 400 mg dan intravena,
fraksi

diserap

dilaporkan

lebih

dari

0,98.

Studi

lain

melaporkan bioavailabilitas metronidazol yang diberikan per oral 500


mg adalah 111%. Farmakokinetik metronidazole juga dipelajari pada
lima wanita sehat setelah dosis oral tunggal dan diperoleh BA 100 5%.
(6)
Dosis oral 250 mg, 500, 750, dan 2000 memberikan konsentrasi
plasma maksimum (Cmax) dari 6, 12, 20, dan 40

g/mL dengan

waktu untuk Cmax (tmax) mulai dari 0,25 sampai 4 jam. (6)
2. Distribusi, Metabolisme, dan Eliminasi

Metronidazol didistribusikan secara luas dan paling terlihat dalam


jaringan tubuh dan cairan. Kurang dari 20% dari metronidazole yang
beredar terikat dengan protein plasma. Volume distribusi berkisar antara
0,51 L/kg sampai 1,1 L/kg. (6)
Metronidazole dimetabolisme di hati oleh oksidasi side-chain,
menghasilkan

1-($-hidroksietil)-2-hidroksimetil-5-nitroimidazole

(sekitar 30% -65% dari kegiatan metronidazole) dan 2-metil-5nitroimidazole-1-il-asam asetat (tidak aktif) dan oleh konjugasi
glukoronat. (6)
Jalur utama eliminasi metronidazole dan metabolitnya adalah
melalui urin, di mana 60% -80% dari dosis diekskresikan (6-18% sebagai
bentuk asal). Urin mungkin berwarna coklat kemerahan karena
mengandung pigmen tak dikenal yang berasal dari obat. Sedangkan
ekskresi melalui tinja hanya 6 -15% dari dosis. Selain itu, metronidazol
juga diekskresi melalui air liur, air susu, cairan vagina, dan cairan
seminal dalam kadar yang rendah. Proses ini berlangsung antara 6-14
jam, dengan nilai rata-rata 8,5 jam. (3; 6)
C. Indikasi
Dalam Daftar Obat Esensial WHO, Metronidazol diklasifikasikan
sebagai

antiamuba,

antigiardiasis,

dan

antibakteri.

Literatur

berbeda

menyebutkan bahwa metronidazol juga digunakan untuk mengobati Vincents


infection, acne rosacea, amoebiasis usus invasif, abses hati amuba, antibiotik
terkait kolitis, balantidiasis, infeksi gigi, gastritis atau ulkus yang disebabkan
oleh bakteri Helycobacter pylori, dan penyakit radang usus, serta infeksi bakteri
anaerob. (3; 4; 6)
Metronidazol juga diindikasikan untuk drakunkuliasis sebagai alternatif
niridazol dan giardiasis. Metronidazol digunakan untuk profilaksis pascabedah

daerah abdomen, infeksi pelvik, dan pengobatan endokarditis yang disebabkan


oleh B. fragilis. Selain itu, obat ini juga digunakan untuk kolitis
pseudomembranosa yang disebabkan oleh Clostridium difficile. (3)
D. Kontraindikasi dan Efek Samping
Efek samping hebat yang memerlukan penghentian pengobatan jarang
ditemukan. Efek samping yang paling sering dikeluhkan ialah sakit kepala,
mual, mulut kering, dan rasa kecap logam. Urin mungkin menjadi gelap atau
merah kecoklatan. Muntah, diare, dan spasme usus jarang dialami. Lidah
berselaput, glositis, dan stomatitis dapat terjadi selama pengobatan. Efek
samping lain dapat berupa pusing, vertigo, ataksia, parestesia ekstremitas,
urtikaria, flushing, pruritus, disuria, sistitis, rasa tekan pada pelvik, juga kering
pada mulut, vagina, dan vulva. (3; 8)
Metronidazol adalah suatu nitroimidazol sehingga ada kemungkinan
dapat menimbulkan gangguan darah. Walaupun sampai saat ini belum pernah
dilaporkan adanya gangguan darah yang berat, pemberian metronidazol untuk
jangka lebih dari 7 hari hendaknya disertai dengan pemeriksaan leukosit secara
berkala, terutama pada pasien usia muda atau pasien dengan daya tahan rendah.
Neutropenia dapat terjadi selama pengobatan dan akan kembali normal setelah
pengobatan dihentikan. Pada pasien dengan riwayat penyakit darah atau dengan
gangguan SSP, pemberian obat ini tidak dianjurkan. Bila ditemukan ataksia,
kejang, atau gejala susunan saraf pusat yang lain, maka pemberian obat harus
segera dihentikan. (3)
Metronidazole telah diberikan pada berbagai tingkat kehamilan tanpa
peningkatan kejadian teratogenik, prematuritas, dan kelainan pada bayi yang
dilahirkan. Namun penggunaan pada trimester pertama tidak dianjurkan.
Metronidazol mempunyai efek serupa disulfiram, sehingga mual dan muntah

terjadi bila alkohol dikonsumsi sementara obat masih berada di dalam tubuh.
Dosis metronidazol perlu dikurangi pada pasien dengan penyakit obstruksi hati
yang berat, sirosis hati, dan gangguan fungsi ginjal yang berat. Dosis
metronidazol perlu disesuaikan pada penggunaan bersama fenobarbital,
prednisone, rifampin karena meningkatkan metabolisme oksidatif metronidazol.
(3)
E. Interaksi
Pemberian metronidazole oral dapat mempotensiasi efek antikoagulan
kumarin dan warfarin, sehingga terjadi perpanjangan prothrombin time. Fenitoin
dan fenobarbital dapat meningkatkan eliminasi obat ini, sedangkan simetidin
dapat menghambat metabolisme metronidazol di hati dan menurunkan bersihan
plasma. Kemungkinan interaksi sistemik akan lebih besar pada penggunaan oral
dibandingkan topikal. (3; 9)
Omeprazol tidak mempengaruhi kinetika plasma metronidazole. Namun,
AUC metronidazol berkurang bersama jus dan Cmax mengalami penurunan.
Sedangkan pemberian metronidazol dosis tunggal pada perut kosong maupun
dengan sarapan standar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
bioavailabilitas metronidazol tetapi penyerapan metronidazol dapat terganggu
oleh makanan. (9)
F. Sediaan dan Posologi
Metronidazol tersedia dalam bentuk tablet 250 dan 500 mg, suspensi 125
mg/5 mL, dan suppositoria 500 mg dan 1 g. Untuk amubiasis, dosis oral yang
digunakan pada dewasa ialah 3x750 mg/hari selama 5-10 hari dan untuk anak
35-50 mg/kg BB/hari terbagi dalam tiga dosis. Untuk trikomoniasis pada wanita
dianjurkan 3 kali 250 mg/hari selama 7-10 hari, bila perlu pengobatan ulang

boleh diberikan dengan selang 4-6 minggu. Pada terapi ulang diperlukan
pemeriksaan jumlah leukosit sebelum, selama, dan sesudah pengobatan. (3)
G. Mutagenisitas dan Karsinogesitas
Penggunaan metronidazol terhadap manusia dianggap berpotensi
mutagenik,

karsinogenik, dan teratogenik. Metronidazol dan metabolitnya

ditemukan dalam urin penderita yang mendapat obat bersifat mutagenik


terhadap strain Salmonella typhimuriam tertentu (Uji Ames). Pemberian oral
kronik dengan dosis yang besar pada tikus menimbulkan peningkatan sejumlah
tumor hati dan paru secara bermakna. Namun, efek ini tidak ditemukan pada
spesies bukan rodensia. Meskipun obat ini telah digunakan pada manusia lebih
dari 20 tahun, tidak ada peningkatan abnormalitas kongenital, lahir mati, atau
berat badan lahir rendah yang telah dilaporkan. Tidak ada peningkatan frekuensi
gangguan kromosom ditemukan pada penderita yang mendapatkan obat ini
dalam dosis besar. (7; 8)
BAB III
PENUTUP

Metronidazol efektif membasmi amubiasis ekstraintestinal. Obat ini


membasmi secara efektif infeksi jaringan amuba (abses hati, infeksi dinding
usus, dan ekstraintestinal) dengan memperlihatkan daya amubisid langsung
setelah pemberian. Metronidazol jarang menimbulkan efek samping hebat yang
memerlukan penghentian obat. Namun, penggunaan pada wanita hamil
(terutama trimester pertama) sebaiknya dihindari.

DAFTAR PUSTAKA

1....Anonymous.
Terapi
amubiasis.
2012;
(online),
......www.infokesehatanpalinglengkap.com, diakses 10 September 2012).

(http://

2. Wibowo C. Farmakoterapi rasional pada amebiasis. Cermin Dunia Kedokteran


.....2006, 150.
3. Syarif A, Elysabeth. Amubisid. Dalam: Farmakologi dan Terapi. Jakarta :
.....Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
.....Indonesia, 2007.
4. .Anonymous. Metronidazole. Report on carcinogens 2011, 12.
5. .Rhoihana DM. Perbandingan bioavailabilitas in vitro tablet metronidazol produk
....generik dan produk dagang. Skripsi. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas
....Muhammadiyah Surakarta, 2008.

6. Rediguieri CF, Valentina P, Diana GN, Taina MN, Hans EJ, Sabine K, Kamal KM,
....et al. Biowaiver monographs for immediate release solid oral dosage forms:
....metronidazole. Journal of Pharmaceutical Sciences 2011; 100.
7..Lullman H, Klaus M, Albrecht Z, Detlef B. Color atlas of pharmacology. New York :
...Thieme, 1999.
8..Goldsmith RS. Obat-obat antiprotozoa. Dalam: Bertram G. Katzung. Farmakologi
....dasar dan klinik. Jakarta : EGC, 1998.
9. Turgut EH, Mine . Bioavailability file: metronidazole. 2004, Fabad Journal
....Pharmacology Science 2004; 29:39-49.

Makalah Tugas Mandiri

METRONIDAZOL

Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat untuk Mengikuti Ujian


Ilmu Farmasi Kedokteran

Oleh :
Chandra Wulan NIM. I1A008048

Pembimbing :
Joharman, S.Si.Apt.

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
BAGIAN FARMAKOLOGI
BANJARBARU
2012

Anda mungkin juga menyukai