Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit kelamin (veneral diseases) sudah lama dikenal dan beberapa di antaranya
sangat populer di Indonesia yaitu sifilis dan gonore. Dengan

semakin majunya ilmu

pengetahuan, seiring dengan perkembangan peradaban masyarakat, banyak ditemukan penyakitpenyakit baru, sehingga istilah tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi sexually
transmitted diseases (STD) atau penyakit menular seksual (PMS). Gejala utama pada penyakit
menular seksual antara lain; ulkus, discharge, maupun vegetasi. Pada referat ini, akan dibahas
tentang penyakit menular seksual dengan gejala utama ulkus.
Angka prevalensi relatif kuman penyebab ulkus genitalis bervariasi, dan sangat
dipengaruhi lokasi geogafis. Setiap saat angka ini dapat berubah dari waktu ke waktu. Secara
klinis diagnosis banding ulkus genitalia tidak selalu tepat, terutama bila ditemukan beberapa
penyebab secara bersamaan. Manifestasi klinis dan bentuk ulkus genital sering berubah akibat
infeksi HIV.
Kami mengambil judul ini karena, ulkus genital sudah banyak di kenal di masyarakat
dengan gejala yang sering mirip. Sehingga di perlukan telaah jenis penyakit kelamin dengan
gejala ulkus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ulkus genital adalah salah satu gejala pada infeksi menular seksual yang selama perjalanan
penyakitnya ditemukan adanya lesi ulseratif/ ulkus/ tukak atau borok.(Fahmi, 2005)
Adanya lesi ulseratif di genital akan meningkatkan 5-10 kali risiko transmisi HIV-AIDS.
Infeksi menular seksual yang dapat bermanifestasi sebagai ulkus genital adalah(Fahmi, 2005)
1. Sifilis
2. Ulkus mole (chancroid)
3. Herpes simpleks genitalis (herpes genitalis)
4. Limfogranuloma Venereum (LGV)
5. Granuloma Inguinale

2.2 Gambaran Klinis


Ulkus Durum

Ulkus Mole

Etiologi

T. Pallidum

H. Ducreyi

Masa inkubasi

10 90 hari

1 14 hari

Jumlah lesi

Soliter

Multipel

Bentuk

Bulat, bulat lonjong

Bulat

atau

lonjong,

bentuk

cawan
Tepi lesi

Tepi rata, tanda radang (-)

Tidak rata / teratur, tanda


radang (+)

Dinding

Tegak lurus

Bergaung

Dasar

Bersih, merah

Jaringan granulasi yg mudah


berdarah

Isi

Serum

Jaringan nekrotik, pus

Perabaan / konsistensi

Indurasi (+)

Indurasi (-)

Nyeri atau tidak

Indolen / tidak nyeri

Dolen / nyeri

Pembesaran KGB

Tanda supurasi (-)

Tanda supurasi (+)

Lesi

HG

S I/ UD

Vesikel

Ulkus bulat, bersih,Efek

berkelompok,

LGV

blindolen, indurasi,

GI
primer

tidakUlkus

spesifik,

cepatgranuloma

pecah, erosi

menghilang/sembuh

ulkus

dangkal,

sendiri,.

Beberapa

bundar,

kelenjar

yang

bentuk

soliter / multipel,

membengkak

sekret

sedikit,

menjadi satu.

dinnding

gaung,

dengan

melekat

indurasi (-)
Nyeri raba (+)
Tanda

> ringan dari UM Negatif

Positif

Positif

radang
akut
Lab

Pem.

sediaanPem lapang gelap /Ikatan komplemen untukSediaan

hapus sel raksasapewarnaan


berinti banyak (-) spirokheta (+).

Burri,LGV, titer < dari 1/16, tesjaringan


ulang titer

tidak

ditemukan

badan Donovan
Pembesar

Tanda

radang

an KGB

periadenitis
perlunakan (-)

(-),Pembesaran
(-),inguinal,

KGB
perlunakan

tidak serentak

2.2.1 Sifilis
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang sangat infeksius, disebabkan oleh
bakteri

berbentuk spiral,

Treponema

pallidum

subspesies

pallidum. Schaudinn

dan

Hoffmann pertama kali mengidentifikasi. Treponema pallidum sebagai penyebab sifilis pada
tahun 1905. Schaudin memberi nama organisme ini dari bahasa Yunani trepo dan nema,
dengan kata pallida dari bahasa Latin.(Hakim, 2005)
Penularan sifilis biasanya melalui kontak seksual dengan pasangan yang terinfeksi,
kontak langsung dengan lesi/luka yang terinfeksi atau dari ibu yang menderita sifilis ke
janinnya melalui plasenta pada stadium akhir kehamilan. (hakim, 2005)
2.2.1.1 Kasifikasi Sifilis
a.) Sifilis primer
Sifilis ditularkan melalui kontak langsung dari lesi infeksius. Treponema masuk
melalui selaput lendir yang utuh atau kulit yang mengalami abrasi, menuju kelenjar
limfe, kemudian masuk ke pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh. Pada saat
ini tanda-tanda klinis dan serologis belum jelas.(Hutapea, 2005)
Tanda klinis yang pertama kali muncul adalah timbul lesi primer berupa ulkus
di tempat inokulasi, 3 minggu (10-90 hari) setelah coitus suspectus (hubungan

seksual yang dicurigai sebagai penyebab infeksi). Ulkus ini disebut ulkus durum atau
chancre (syphilitic ulcer), dapat di genital maupun ekstra genital.(Hutapea, 2005)
Gambaran karakteristik ulkus durum

Biasanya soliter, tidak nyeri (indolen), bagian tepi lesi meninggi dan keras
(indurasi), dasar bersih, tanpa eksudat, ukuran bervariasi dari beberapa mm sampai
1-2 cm.

Terdapat limfadenopati inguinal medial unilateral/bilateral, tidak terdapat gejala


konstitusi

Adanya ulkus disertai pembesaran kelenjar getah bening disebut kompleks primer

Bila tidak diobati, ulkus akan menetap selama 2-6 minggu, lalu sembuh spontan.

Pada ulkus dapat ditemukan gerakan T. pallidum.

Tes serologis untuk sifilis: non reaktif, namun makin lama lesi terjadi
kemungkinan tes menjadi reaktif ( > 4 minggu). (Siregar, 2005)

b.) Sifilis sekunder


Timbul 6 minggu sampai 6 bulan kemudian berupa ruam pada kulit, mukosa dan
organ tubuh, dapat disertai gejala konstitusi seperti demam, malaise, sakit kepala,
atralgia dan anoreksia. Pada stadium ini ulkus masih dapat ditemukan.(Hutapea, 2005)
Kelainan antara lain:
-

Manifestasi kulit pada sifilis sekunder (sifilid):


o

Sangat bervariasi, biasanya simetris, dapat berupa makula, papula,


folikulitis, papulaskuamosa (psoriasiform) dan pustul.

o Ditemukan pada 75% kasus


o Ruam kulit dapat sembuh spontan
-

Papul basah pada daerah intertriginosa yang lembab disebut kondiloma lata

Limfadenopati generalisata ( > 50% kasus)

Hepatomegali

Splenomegali

Pada kasus yang tidak diobati dapat terjadi relaps 1-2 tahun setelah infeksi, lesi
sering unilateral, berbentuk arsiner.(Fahmi, 2005)

Diagnosis sifilis sekunder ditegakkan berdasarkan adanya lesi sifilis sekunder yang
khas, hasil pemeriksaan serologis yang reaktif, dapat pula pemeriksaan lapangan gelap
positif. (Fahmi, 2005)
2.2.1.2 Diagnosis banding
Sifilis pimer:
-

Chancroid

Granuloma inguinale

Herpes genitalis

Sifilis sekunder:
-

Pitiriasis rosea

Tinea versikolor

Psoriasis

Skabies

Drug eruption

Eksantema virus (Handoko, 2005)

2.2.1.3 Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan langsung : bahan pemeriksaan dari ulkus (Reitz serum)
Dark field examination
PCR
Pemeriksaan tidak langsung: tes serologis untuk sifilis (TSS) /Serologic Test for Syphilis
(STS)
1

Tes Treponema : TPI (T. pallidum Immobilization), FTA-ABS (Fluorescent Antibody


Absoption Test), TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay)

Tes non Treponema : VDRL (Venereal Diseases Research Laboratory), RPR (Rapid
Plasma Reagin)
VDRL: sensitivitas tinggi skrining
TPHA: spesifisitas tinggi konfirmasi diagnosis(Fahmi,2005)

2.2.1.4Penatalaksanaan
1. Sifilis dini (primer, sekunder, laten dini)
-

Benzatin benzilpenisilin G 2,4 juta IU intra muskuler, dosis tunggal atau

Prokain benzilpenisilin 0,6 juta IU/ hari, intramuskuler selama 10 hari berturutturut.

Untuk penderita yang alergi penisilin:


i. Doksisiklin 2 x 100 mg/ hari per oral, selama 30 hari
ii. Tetrasiklin 4 x 500 mg/ hari, selama 30 hari

iii. Eritromisin 4 x 500 mg/ hari selama 30 hari

2. Sifilis lanjut (sifilis > 2 tahun, laten yang tidak diketahui lama infeksi, kardiovaskular,
syphilis late benign kecuali neurosifilis)
-

Benzatin benzilpenisilin G 2,4 juta IU/ minggu, intramuskuler, selama 3 minggu


berturut-turut, atau

Prokain benzilpenisilin 0,6 juta IU/ hari, intramuskuler selama 3 minggu


berturut-turut.

Untuk penderita yang alergi penisilin:


i. Doksisiklin 2 x 100 mg/ hari selama 30 hari atau lebih
ii. Tetrasiklin 4 x 500 mg/ hari selama 30 hari atau lebih
iii. Eritromisin 4 x 500 mg/ hari selama 30 hari atau lebih

2.2.1.5 Evaluasi Hasil Pengobatan


Pada penderita sifilis stadium dini yang telah dilakukan pengobatan dengan cara dan
dosis yang adekuat, harus dievaluasi kembali secara klinis dan serologis (dengan VDRL)
sesudah 3 bulan pengobatan. Evaluasi kedua dilakukan sesudah 6 bulan, dan bila ada
indikasi berdasarkan hasil pemeriksaan pada bulan ke-6 tersebut, dapat dievaluasi
kembali sesudah bulan ke-12.(Handoko,2005)
2.2.2 Definisi Ulkus Mole

Ulkus mole atau Chancroid atau soft chancre adalah IMS yang disebabkan oleh
Haemophilus ducreyi, dengan masa inkubasi 4-10 hari. Pada wanita sukar ditentukan masa
inkubasinya karena sering ditemukan kasus asimtomatis.(Fahmi,2005)
Karakteristik :
Ulkus multipel, nyeri pada > 50% kasus, tepi tidak rata, indurasi (-).
-

Dasar ulkus kotor, mudah berdarah dan nekrotik, kulit sekitar ulkus kemerahan

Terdapat limfadenopati inguinal uni/bilateral yang terasa nyeri pada 50% kasus
terjadi supurasi perforasi fistula ulkus

Dapat terjadi autoinokulasi

Lokasi lesi: sering pada daerah vulva, serviks, prepuce, sulkus koronarius, dan anal; oral
pada oral sexual contac; bagian tubuh lain (jarang) karena autoinokulasi. (Spinola,
2008)

2.2.2.1 Diagnosis banding


-

Sifilis

Herpes genitalis
Pada sekitar 10% kasus dapat terjadi koinfeksi. Ulkus mikstum adalah koinfeksi

ulkus mole dengan infeksi T. pallidum.

2.2.2.2 Pemeriksaan laboratorium


o Pewarnaan Gram dari ulkus (sensitivitas 40-60%)
Basil kecil Gram negatif, yang berderet berpasangan seperti kumpulan ikan
(school of swimming fish)

o Kultur
o PCR

2.2.2.3 Terapi
1.

Siprofloksasin 2 x 500 mg/ hari per oral, selama 3 hari

2.

Eritromisin base 4 x 500 mg/hari,per oral selama 7 hari

3.

Azitromisin 1 gram per oral, dosis tunggal

4.

Seftriakson 250 mg intramuskular, dosis tunggal

2.2.3 Herpes Genitalis


Herpes genitalis merupakan penyakit menular seksual dengan prevalensi yang tinggi di
berbagai negara dan penyebab terbanyak penyakit ulkus genitalis. Infeksi herpes genitalis
adalah infeksi genitalia yang disebabkan oleh Virus herpes simpleks (VHS) terutama VHS tipe
2. Dapat juga disebabkan oleh VHS tipe 1 pada 1040% kasus. Sebagian besar terjadi setelah
kontak seksual secara orogenital. VHS merupakan sekelompok virus yang termasuk dalam
famili Herpesviridae, mempunyai kemampuan untuk berada dalam keadaan laten dalam sel
hospes setelah infeksi primer. Virus tersebut tetap mempunyai Virus tersebut tetap mempunyai
kemampuan untuk mengadakan reaktivasi kembali sehingga dapat terjadi infeksi yang berulang.
(Purba,2012)
Ada dua macam tipe VHS yang dapat menyebabkan herpes genitalis, yaitu VHS tipe 1
dan VHS tipe 2. VHS tipe 1 lebih sering berhubungan dengan kelainan oral, dan VHS tipe 2
berhubungan dengan kelainan genitalia. Kedua tipe VHS berada atau berdiam diri dalam

10

ganglion saraf sensoris setelah terjadi infeksi primer. Virus ini tidak memproduksi protein virus
selama masa laten. (Purba,2012)

2.2.3.1 Manifestasi klinis


1. Episode pertama primer
2. Episode pertama bukan primer
3. Episode rekuren
4. Asimtomatik (Fahmi,2005)

a.) Episode pertama primer

Merupakan infeksi primer sejati, mengenai seseorang yang belum pernah terpajan HSV
sebelumnya (seronegatif terhadap antibodi HSV)

Masa inkubasi 1 minggu (2-12 hari) setelah coitus suspectus

Pada episode ini gejala lebih berat, seringkali disertai gejala sistemik dan dapat
mengenai banyak tempat.

Kelenjar limfe regional dapat membesar dan nyeri pada perabaan.

Vesikel berkelompok pada dasar eritem, yang terasa nyeri pustula erosi ulkus
krusta keabu-abuan

Lesi baru masih muncul sampai hari ke-10, reepitelisasi terjadi setelah 15-20 hari

Lokasi:

Wanita: introitus, meatus, labia, serviks (70%)

11

Laki-laki: Glans, sulkus koronarius, uretra, penile shaft, perineal region

Jarang: perineum, bokong, paha, perianal, skrotum, mons area

Komplikasi:

Neurologis (13-35%) : aseptic meningitis, transverse meningitis, sacral


radiculitis (retensi urin)

Pada kehamilan: abortus, malformasi kongenital, lahir mati.(Adhi, 2005)

b). Episode pertama bukan primer

Pada orang yang pertama kali timbul gejala klinis, namun telah seropositif terhadap
antibodi HSV

Gejala lebih ringan dari episode primer, tetapi lebih berat dari episode rekuren(Handoko,
2005)

c). Episode Rekuren

Gejala yang timbul biasanya lebih ringan, dapat diawali gejala prodromal seperti gatal,
rasa terbakar, disuria

Faktor pencetus : trauma, stress emosi, kelelahan, koitus yang berlebihan, demam,
menstruasi, obat-obatan (imunosupresif, kortikosteroid), alkohol.

Reepitelisasi + 10 hari

Rekurensi HSV-2 lebih sering dibandingkan HSV-1(Handoko,2005)

12


2.2.3.2 Diagnosis Banding
-

Chancroid

Sifilis dengan infeksi sekunder

Ulkus genital karena trauma

Dermatitis kontak

2.2.3.3 Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium sederhana dengan apus Tzanck yang diwarnai dengan Giemsa
atau Wright akan tampak sel raksasa berinti banyak, namun pemeriksaan ini mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas yang rendah.

PCR

Serologi(Fahmi, 2005)

2.2.3.4 Terapi
1. Episode pertama primer:
a. Asiklovir 5 x 200 mg/ hari, per oral, selama 7 hari, atau
b. Valasiklovir 2 x 500 mg/ hari, per oral, selama 7 hari
2. Episode kambuhan:
a. Asiklovir 5 x 200 mg/ hari, per oral, selama 5 hari, atau

13

b. Valasiklovir 2 x 500 mg/ hari, per oral, selama 5 hari


c. Bila ringan cukup diberikan krim asiklovir
3. Pengobatan supresif (kekambuhan > 6 kali/ tahun)
a. Asiklovir 2 x 400 mg/ hari, per oral, secara terus-menerus, atau
b. Valasiklovir 1 x 500 mg/ hari (Fahmi,2005)

2.2.4 Limfogranuloma Venereum (LGV)


Penyakit venerik yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis, afek primer biasanya
cepat hilang, bentuk yang tersering adalah sindrom inguinal.(John,2013)

2.2.4.1 Etiologi
Chlamidya trachomatis:

Merupakan parasit intraobligat

Menyerupai bakteri Gram negatif

Chlamydia trachomatis mengalami 2 fase:

Fase I: disebut fase noninfeksiosa, terjadi keadaan laten yang dapat ditemukan pada
genitalia maupun konjungtiva. Pada saat ini kuman sifatnya intraselular dan berada di
dalam vakuol yang letaknya melekat pada inti sel hospes, disebut badaninklusi.

Fase II: fase penularan, bila vakuol pecah kuman keluar dalam bentuk badan

14

elementer yang dapat menimbulkan infeksi pada sel hospes yang baru.

Masa tunas 3-20 hari (John, 2013)

2.2.4.2 Gambaran Klinis


Masa tunas 1-4 minggu. Gejala konstitusi timbul sebelum penyakitnya mulai dan
menetap selama sindrom berupa malaise, nyeri kepala, atralgia, anoreksia, nausea dan
demam. Waktu terjadinya afek primer hingga sindrom inguinal 3-6 minggu. Bentuk dini
berupa afek primer dan sindrom inguinal. Bentuk lanjut berupa sindrom genital, anorektal,
dan uretral. Lesi primer di genital yang bersifat tidak khas, tidak sakit dan cepat
menghilang. Lesi primer berbentuk erosi atau ulkus dangkal, papul, kelompok vesikel
kecil mirip lesi herpes atau uretritis nonspesifik.(Hutapea,2005)

2.2.4.3 Pemeriksaan Penunjang

Lab darah (LED meningkat)

Tes Frei

Tes serologi

2.2.4.4 Terapi
Rekomendasi WHO:

Doksisiklin 2x100 mg/hari, selama 14-21 hari

Tetrasiklin HCl atau Eritromisin 4x500 mg/hari sampai 14 hari

Kotrimoxazol 2x2 tab/hari selama 14 hari(Hakim, 2005)

Obat-obatan lain:
15

Kloramfenikol, minoksiklin,dan rifampisin

2.2.4.5 Komplikasi

Pembuluh getah bening bisa mengalami penyumbatan pembengkakan jaringan.

Infeksi rektum pembentukan jaringan parut penyempitan rektum.

2.2.5 Granuloma Inguinal


Proses granulomatosa yang biasanya mengenai daerah anogenital dan inguinal.(Michelle, 13)

2.2.5.1 Etiologi
Donovania granulomatis
Atau disebut juga Calymmatobacterium granulomatis:

Berbentuk batang pendek

Tebal

tidak membentuk spora negative Gram

Pada pewarnaan membentuk gambaran bipolar seperti peniti.(Michelle, 13)

Bervariasi antara 1 12 minggu. Lesi dapat dimulai pada genitalia eksterna, paha, lipat paha
atau perineum. Ulkus yang khas sebagai masa induratif atau abses yang akhirnya pecah
Tipe.(Siregar, 2005)
-

Nodular

16

Ulserovegetatif

Hipertrofik

Sikatrisial

2.2.5.2 Pemeriksaan Penunjang

Hapusan jaringan
Biakan
Biopsi
Tes serum
Inokulasi
Tes kulit(Fahmi,2005)
2.2.5.3 Pengobatan
Sistemik

Ampicillin

4x 500 mg/hari

2 minggu

Do total 24 160 gr

Streptomicin i.m

1 gr/hari selama 20 hari

Tetrasiklin

4x 500 mgselama 18 20 hari

Kloramfenikol i.m

4 gram (1x suntik)

Eritromisin

4x 500mg/hari

2 3 minggu(Fahmi,2005)

2.2.5.4 Komplikasi
Edema genital
Deformitas genital
Stenosis uretra
Stenosis vagina
Stenosis lubang anus
Hiperplasia pseudoepiteliomatosa
Lesi metastatik yang mengenai tulang juga sendi dan alat-alat dalam

17

2.3 Komunikasi Informasi dan Edukasi


Upaya KIE tentang IMS penting dilakukan, mengingat salah satu tujuan program
penanggulangan HIV/AIDS ialah perubahan perilaku yang berhubungan erat dengan
penyebaran IMS. Untuk melakukan kegiatan ini perlu disediakan satu ruangan khusus yang
dapat merahasiakan pembicaraan antara pasien dan penyuluh atau konselor.
Tujuan konseling adalah untuk membantu pasien mengatasi masalah yang dihadapi
pasien sehubungan dengan IMS yang dideritanya, sedangkan KIE bertujuan agar pasien mau
mengubah perilaku seksual berisiko menjadi perilaku seksual aman. Kedua pengertian ini perlu
dipahami dengan benar.
Pada umumnya pasien IMS, membutuhkan penjelasan tentang penyakit, jenis obat yang
digunakan, dan pesan-pesan lain yang bersifat umum. Penjelasan dokter diharapkan dapat
mendorong pasien untuk mau menuntaskan pengobatan dengan benar. Dalam memberikan
penjelasan, dokter atau perawat sebaiknya menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan
dimengerti oleh pasien, dan bila dianggap perlu dapat digunakan istilah-istilah setempat.
Beberapa pesan KIE IMS yang perlu disampaikan:
Mengobati sendiri cukup berbahaya
IMS umumnya ditularkan melalui hubungan seksual.
IMS adalah ko-faktor atau faktor risiko dalam penularan HIV.
IMS harus diobati secara paripurna dan tuntas.
Kondom dapat melindungi diri dari infeksi IMS dan HIV.
Tidak dikenal adanya pencegahan primer terhadap IMS dengan obat.

18

Komplikasi IMS dapat membahayakan pasien


RINCIAN PENJELASAN KEPADA PASIEN IMS
IMS yang diderita dan Pengobatannya
menjelaskan kepada pasien tentang IMS yang diderita dan pengobatan yang diperlukan,
termasuk nama obat, dosis, serta cara penggunaannya. Bila perlu dituliskan secara rinci untuk
panduan pasien.
memberitahu tentang efek samping pengobatan
menjelaskan tentang komplikasi dan akibat lanjutnya
menganjurkan agar pasien mematuhi pengobatan
menganjurkan agar tidak mengobati sendiri, harus berobat ke dokter
menjelaskan agar pasien tidak melakukan douching

BAB III
RINGKASAN
Penyakit menular seksual dengan gejala utama ulkus merupakan penyakit menular
seksual yang sangat banyak presentasinya di masyarakat. Diagnosis dini yang cepat dan tepat
sangat diperlukan untuk dapat mengidentifikasi serta menghindarkan komplikasi pada
penderita. Manifestasi ulkus dapat serupa pada tiap penyakit. Namun dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang cermat, penyakit penyakit tersebut dapat
dibedakan dengan baik. Pemilihan obat juga perlu dipertimbangkan. Dosis tunggal menjadi
pilihan, namun, apabila tidak dapat dilakukan, dipilih regimen yang tersingkat namun efektif.
Prognosis penyakit menular seksual dengan manifestasi ulkus ini baik apabila diagnosis dini

19

dapat ditegakkan serta dapat dipilihnya

pengobatan yang tepat untuk penyembuhan dan

pencegahan komplikasi.
Ulkus Mole
Etiologi

H. Ducreyi

Masa inkubasi

1 14 hari

Jumlah lesi

Multipel

Bentuk

Bulat

atau

lonjong,

bentuk

cawan
Tepi lesi

Tidak rata / teratur, tanda


radang (+)

Dinding

Bergaung

Dasar

Jaringan granulasi yg mudah


berdarah

Isi

Jaringan nekrotik, pus

Perabaan / konsistensi

Indurasi (-)

Nyeri atau tidak

Dolen / nyeri

Pembesaran KGB

Tanda supurasi (+)

Lesi

HG

S I/ UD

Vesikel

Ulkus bulat, bersih,Efek

berkelompok,

blindolen, indurasi,

LGV

GI
primer

tidakUlkus

spesifik,

cepatgranuloma

pecah, erosi

menghilang/sembuh

ulkus

dangkal,

sendiri,.

Beberapa

bundar,

kelenjar

yang

bentuk

dengan

20

soliter / multipel,

membengkak

sekret

sedikit,

menjadi satu.

dinnding

gaung,

melekat

indurasi (-)
Nyeri raba (+)
Tanda

> ringan dari UM Negatif

Positif

Positif

radang
akut
Lab

Pem.

sediaanPem lapang gelap /Ikatan komplemen untukSediaan

hapus sel raksasapewarnaan

Burri,LGV, titer < dari 1/16, tesjaringan

berinti banyak (-) spirokheta (+).

ulang titer

tidak

ditemukan
badan Donovan

Pembesar

Tanda

radang

an KGB

periadenitis
perlunakan (-)

(-),Pembesaran
(-),inguinal,

KGB
perlunakan

tidak serentak

21

Terapi Ulkus Genital

22

Gambar 1. Ulkus durum pada labia mayor

Gambar 2. Ulkus durum pada


sulkus koronarius

23

Gambar 3. Ulkus durum ekstra genital

Gambar 4. Sifilis sekunder, lesi

papular

Gambar 5. Sifilis psoriatika

Gambar 6. Lesi pada telapak tangan


dan kaki (S II dini)

Gambar 7. Kondiloma lata

24

Gambar 8. Ulkus mole

Gambar 9. Herpes genitalis

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Fahmi Daili, Sjaiful. Tinjauan Penyakit Menular Seksual (P.M.S.). Dalam: Adhi D,
Mochtar H, Siti A, ed. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI, 2005 : 361 363.
2. Siregar, R.S. Dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2005 : 299 309.
3. Hakim, Lukman. Epidemiologi Infeksi Menular Seksual. Dalam: Sjaiful FD, Wresti
IBM, Farida Z, Jubianto J, ed. Infeksi Menular Seksual. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI, 2005 : 3 16.
4. Hutapea, Namyo. Sifilis. Dalam: Sjaiful FD, Wresti IBM, Farida Z, Jubianto J, ed.
Infeksi Menular Seksual. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2005 : 70 87.
5. Handoko, Ronny. Penyakit Virus. Dalam: Adhi D, Mochtar H, Siti A, ed. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2005 : 110 118.
6. Fahmi Daili, Sjaiful. Infeksi Genital Nonspesifik. Dalam: Adhi D, Mochtar H, Siti A, ed.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2005 : 364
366.
7. Handoko, Ronny. Herpes Simpleks. Dalam: Adhi D, Mochtar H, Siti A, ed. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2005 : 379 381.
8. Fahmi Daili, Sjaiful. Trikomoniasis. Dalam: Adhi D, Mochtar H, Siti A, ed. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2005 : 382 383.

26

9. EC Natahusada, Adhi D. Sifilis. Dalam: Adhi D, Mochtar H, Siti A, ed. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2005 : 391 411.
10. Sparling PF, Swartz MN, Musher DM, Healy BP. Clinical manifestation of syphillis.
Dalam: Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, dkk,
penyunting. Sexually Transmitted Diseases. Edisi ke-4. New York: Mc.Graw Hill, 2008:
661-84.
11. Spinola SM. Chancroid and Haemophilus ducreyi. Dalam: Holmes KK, Sparling PF,
Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, dkk, penyunting. Sexually Transmitted
Diseases. Edisi ke-4. New York: Mc.Graw Hill, 2008: 689-700.
12. Efrida, Elvinawaty. Imunopatogenesis Treponema pallidum dan Pemeriksaan
Serologi. 2014.
13. PurbaSha GhoSh, dkk. Co-Infection of Herpes Genitalis with Corynebacterium
amycolatum: A Rare Case Report from the District of Western Maharashtra, India. 2012.
14. John White, Nigel O'Farrell and David Daniels. National Guideline for the management
of lymphogranuloma venereum: Clinical Effectiveness Group of the British Association
for Sexual Health and HIV. 2013.
15. MichelleA. roett, MeJeBi t. mAyor, KelechiA. Uduhiri. Diagnosis and Management of
Genital Ulcers, Amerika. 2013.
16. M. Janier. European guideline on the management of syphilis. Eropa: 2014.
17. Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama. Pedoman Nasional Penanganan Penyakit Menular
Seksual. Jakarta: Penerbit Kementrian Kesehatan RI, 2011.

27

Anda mungkin juga menyukai