Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Mata adalah anugerah yang sangat indah dari Allah SWT. Dengan
kedua mata kita dapat menikmati segala bentuk keindahan dunia. Dengan
demikian kesehatan mata harus selalu dijaga. Kesehatan mata tidak hanya
lahiriah yaitu sehat secara anatomi maupun fungsi, tetapi juga rohani yaitu
kesehatan hati.
Terdapat beberapa kelainan yang dapat mengganggu penglihatan dan
penampilan. Contohnya adalah tumor jinak konjungtiva. Terdapat dua jenis
tumor jinak yang bisa tumbuh di konjungtiva yakni pinguekula dan pterigium.
Kedua tumor jinak ini dibedakan berdasarkan lokasi dan menifestasinya.
Pinguekula biasanya tumbuh di sekitar kornea dan berwarna putih kekuningan
yang tidak mengganggu refraksi, sementara pterigium adalah pertumbuhan
jaringan konjungtiva ke dalam kornea dan biasanya menyebabkan kelainan
refraksi.1
Pinguekula adalah suatu penonjolan berwarna putih kekuningan yang
tumbuh di dekat kornea. Ukurannya bisa semakin besar. Penyebabnya tidak
diketahui tetapi pertumbuhannya didukung oleh pemaparan sinar matahari dan
iritasi mata.2
Penyebab pinguekula tidak begitu dipahami dimana faktor resikonya
adalah paparan sinar ultraviolet. Pinguekula tidak enak dilihat tetapi biasanya
tidak menyebabkan masalah yang serius dan tidak perlu dibuang/diangkat.

Indikasi terapi untuk pinguekula adalah mengurangi ketidaknyamanan dan


juga kepentingan kosmetik.5
Pencegahan meliputi menghindari mata dari terpaparnya sinar
ultraviolet, menghindari debu dan iritan lain yang beresiko. Prognosis
umumnya baik, namun pinguekula dapat berkembang menjadi pterigium.2,4

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Definisi
Pinguekula adalah suatu tumor jinak berupa penonjolan bewarna putih
kekuningan di konjuntiva yang biasanya tumbuh di daerah nasal konjungtiva.2

2.2 Anatomi

Gambar 2.1 Anatomi Mata


Sumber: www.Google.com

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak


bagian belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui
konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan
oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.1

Selaput ini mencegah benda-benda asing di dalam mata seperti bulu


mata atau lensa kontak (contact lens), agar tidak tergelincir ke belakang mata.
Bersama-sama dengan kelenjar lacrimal yang memproduksi air mata, selaput
ini turut menjaga agar cornea tidak kering.1,2
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
- Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan
dari tarsus.
- Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di
bawahnya.
- Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.1,2

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar


dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.

Sklera
Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan
pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera berjalan dari papil saraf optik
sampai kornea.1 Sklera sebagai dinding bola mata merupakan jaringan yang
kuat, tidak bening, tidak kenyal dan tebalnya kira-kira 1 mm.2
Sklera anterior ditutupi oleh 3 lapis jaringan ikat vaskular. Sklera
mempunyai kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan
bola mata.1 Dibagian belakang saraf optik menembus sklera dan tempat
tersebut disebut kribosa. Bagian luar sklera berwarna putih dan halus dilapisi

oleh kapsul Tenon dan dibagian depan oleh konjungtiva. Diantara stroma
sklera dan kapsul Tenon terdapat episklera. Bagian dalamnya berwarna coklat
dan kasar dan dihubungkan dengan koroid oleh filamen-filamen jaringan ikat
yang berpigmen, yang merupakan dinding luar ruangan suprakoroid.2

Gambar 2.2 Penampang mata


Sumber: www.healthwise.org

Kekakuan sklera dapat meninggi pada pasien diabetes melitus, atau


merendah pada eksoftalmos goiter, miotika, dan meminum air banyak.

2.3 Imunologi Mata


Seperti halnya dengan respons imun yang terjadi di organ-organ lain,
mata juga memberikan respons imun, baik humoral maupun selular. Respons
imun humoral terutama terjadi melalui IgE dan sel mast yang mengawali
reaksi alergi. IgG kadar tinggi dalam darah dapat berperan dalam penyakit
autoimun yang mengenai mata seperti pemfigoid mata. Respons imun seluler
terutama melibatkan sel T.4
Mata merupakan kelanjutan susunan saraf pusat sedang konjungtiva
merupakan kelanjutan dari jaringan ikat. Sel mast ditemukan dalam

konjungtiva, koroid dan saraf mata serta

mukosa konjungtiva yang

merupakan komponen mata. Vitreus dan kornea adalah avaskular dan tidak
dimasuki sel mast. Iris, korpus siliar, dan koroid merupakan lapisan lanjutan
sebagai uvea. Uvea terlibat primer dalam hipersensitivitas seluler dan penyakit
kompleks imun, sedang konjungtiva dilibatkan hipersensitivitas cepat atau
alergi.4
Mata merupakan bagian tubuh yang unik yang dapat memberikan
petanda dari proses imun aktif langsung seperti endapan Corneal Immune
Rings (CIR), yang analog dengan presipitasi Ouchterlony, floating
lymphocytes (floaters) yang analog dengan migrasi sel dan reaksi serupa
Arthus yang menimbulkan edem dan infiltrasi granulosit di kornea,
konjungtiva dan kulit atas pengaruh mediator kemotaktik seperti C5a.4

2.4 Epidemiologi
Pinguekula tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah
iklim panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering.
Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator, yakni daerah
yang terletak kurang 370 Lintang Utara dan Selatan dari ekuator. Prevalensi
tinggi sampai 22% di daerah dekat ekuator dan kurang dari 2% pada daerah
yang terletak di atas 400 Lintang. Insiden Pinguekula cukup tinggi di
Indonesia yang terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1%.4
Pasien di bawah umur 15 tahun jarang terjadi Pinguekula. Prevalensi
pinguekula meningkat dengan umur, terutama dekade ke-2 dan ke-3 dari
kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49. Kejadian berulang

(rekuren) lebih sering pada umur muda daripada umur tua. Laki-laki 4 kali
lebih resiko dari perempuan dan berhubungan dengan merokok, pendidikan
rendah, riwayat terpapar lingkungan di luar rumah.2,4

2.5 Etiologi dan Faktor Resiko


Penyebab pasti terjadinya pinguekula tidak diketahui. Namun terdapat
beberapa faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya pinguekula.
Faktor resiko yang mempengaruhi pinguekula adalah
lingkungan yakni radiasi ultraviolet sinar matahari, iritasi
kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter.4
1. Radiasi ultraviolet
Faktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya pinguekula
adalah terpapar sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan
konjungtiva menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang,
waktu di luar rumah, penggunaan kacamata dan topi juga merupakan faktor
penting.3,5

2. Faktor Genetik
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pinguekula
dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan
pinguekula, kemungkinan diturunkan autosom dominan.

3. Faktor lain
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea
merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal
defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis dari pinguekula.
Debu, kelembaban yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu,
dry eye juga dapat menyebabkan pinguekula.2,6

2.6 Patogenesa
Lesi degeneratif dari konjungtiva bulbar ini terjadi sebagai hasil dari
radiasi sinar ultraviolet (UV), namun sering juga dihubungkan dengan iritasi
benda iritan seperti debu. Sel epithelium yang melapisi pinguekula dapat saja
normal, menipis, atau menebal. Sementara kalsifikasi jarang terjadi.3
Pinguekula biasanya terjadi secara bilateral, karena kedua mata
mempunyai kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar ultra violet,
debu dan kekeringan.3
Daerah nasal konjungtiva relatif mendapat sinar ultra violet yang lebih
banyak dibandingkan dengan konjungtiva yang lain, karena disamping kontak
langsung, juga dari pantulan hidung. Hal ini mengakibatkan pinguekula lebih
sering terjadi pada daerah nasal konjungtiva.2,3
Pinguekula dianggap terjadi akibat degenerasi atau degradasi serat
kolagen dalam konjungtiva. Degenerasi konjungtiva menciptakan deposit dan
pembengkakan jaringan yang biasanya akan datar.
Pinguekula lebih umum terjadi pada orang paruh baya atau lebih tua.
Hal ini karena seiring bertambahnya usia, kelenjar lakrimalis mulai menurun

fungsinya untuk membasahi mata sehingga mata cenderung kering dan tidak
terlindungi. Namun, mereka bisa muncul lebih awal jika seseorang di bawah
sinar matahari sangat sering. Pinguekula mungkin bertambah parah dari waktu
ke waktu dan tumbuh lebih besar terutama jika perlindungan terhadap
matahari tidak digunakan.

2.7 Manifestasi Klinis


Pinguekula sering bermanifestasi di dekat limbus pada zona
interpapebral, paling sering daerah nasal, berupa penonjolan putih kekuningan,
deposit subepithelial yang amorf. Pinguekula dapat membesar secara bertahap
dalam periode waktu yang lama. Inflamasi berulang dan iritasi okuli mungkin
dijumpai.2

Gambar 2.3 Pinguekula


Sumber: www.ocularpathology.com

Gambar 2.4 Pinguekula


Sumber: http://www.stlukeseye.com

2.8 Diagnosis
Seorang dokter mata biasanya dapat mendiagnosa pinguekula dengan
observasi eksternal, secara umum menggunkan instrumen yang disebut slit
lamp. Slit lamp adalah sebuah mikroskop dengan sumber cahaya dan dapat
memperjelas struktur mata bagi pemeriksa. Bagaimanapun, karena pinguekula
dapat saja terlihat seperti pertumbuhan jaringan mata yang serius, penting bagi
penderita untuk memeriksakan mata mereka pada ahli mata yang profesional.
Evaluasi Laboratorium
Secara
berfragmen,

histopatologi,
bergelombang,

jaringan
dan

lebih

kolagen
basofilik

subepitelial
dengan

menjadi
pewarnaan

hematoksilin-eosin. Jaringan juga diwarnai dengan pewarna jaringan elastic


dan bukan jaringan yang tidak elastic. Jaringan ini biasanya tidak elastik
terhadap terapi dengan elastase yang tidak mencegah pewarnaan positif untuk
elastin. Jenis degenerasi kolagen ini, sebagaimana karakteristik pewarnaan
10

pada jaringan elastic disebut elastoid atau degenerasi elastotik atau secara
sederhana, elastosis.
Ada 3 karakteristik pinguekula yang konsisten:
1. Degenerasi basofilik kolagen (elastosis). Perubahan ini bermanifestasi
sebagai nodul dari degenerasi basofilik terfragmentasi (panah berlabel di
fotomikrograf mag rendah di bawah dan panah no. 1). Juga disebut degenerasi
kolagen elastotic karena akan merosot noda hitam dengan Verhoeff-van
Gieson noda dan memberikan penampilan serat elastis. Kontroversi muncul
karena beberapa peneliti percaya sudah ada serat elastis yang terlibat
sementara yang lain menunjukkan elastase yang tidak menghilangkan noda
tersebut. Ada juga mungkin degenerasi kolagen urat saraf yang tidak basofilik.

Gambar 2.5 Histopatologi Pinguekula


Sumber: www.ocularpathology.org

2. Peradangan kronis di substantia propria. Peradangan biasanya dimediasi


oleh limfosit dan sel-sel inflamasi mononuklear (panah No. 2 di pembesaran
tinggi).
3. Peningkatan vaskularisasi (panah No. 2 dan panah No. 3 pada perbesaran
tinggi). Tidak ada dari temuan ini yang khusus, namun mereka hampir tidak

11

berubah. Selain epitel yang melapisi dikatakan menipis, epitel dapat pula
hiperplastik atau displastik (dalam hal diagnosis utama adalah displasia).
Mungkin terdapat pula fokus keratinisasi.

Gambar 2.6 Histopatologi Pinguekula


Sumber: www.ocularpathology.com

2.9 Penatalaksanaan
Terapi lubrikasi untuk mencegah iritasi sering digunakan secara klinis.
Eksisi

jaringan

pinguekula

hanya

diindikasikan

ketika

pinguekula

mengganggu tampilan kosmetik atau lebih jauh pinguekula tersebut menjadi


meradang secara kronis. Penggunaan dari steroid topical dapat juga
dipertimbangkan pada pasien dengan inflamasi kronis.2,3
Bagaimanapun, proses penyembuhan pasca operasi pengangkatan
jaringan pinguekula, walaupun tidak sakit, biasanya membutuhkan waktu yang
lama. Biasanya juga terdapat angka kekambuhan yang tinggi (50-60% di
beberapa daerah). Sehingga, operasi biasanya dihindari jika masalah yang
timbul akibat pinguekula tidak begitu signifikan.2,5,6

12

Komplikasi pinguekula termasuk; merah, iritasi, skar kronis pada


konjungtiva dan kornea, pada pasien yang belum eksisi, distorsi dan
penglihatan sentral berkurang, skar pada otot rektus medial yang dapat
menyebabkan diplopia.2,5,6
Komplikasi sewaktu operasi antara lain perforasi korneosklera, graft
oedem, graft hemorrhage, graft retraksi, jahitan longgar, korneoskleral dellen,
granuloma konjungtiva, epithelial inclusion cysts, skar konjungtiva, skar
kornea dan astigmatisma, disinsersi otot rektus. Komplikasi yang terbanyak
adalah rekuren pinguekula post operasi.2,6
Beberapa metode telah digunakan untuk mengurangi kekambuhan
pasca operasi. Satu metode yang dapat dipertimbangkan adalah radiasi beta.
Walaupun metode ini efektif pada pertumbuhan ulang pinguekula yang
lambat, metode ini dapat menimbulkan katarak. Metode yang aman digunakan
adalah penggunaan agen antikanker topikal yakni mitomycin-C.2,3

2.10 Pencegahan
Belum ada hal yang begitu pasti untuk mencegah timbulnya kelainan
ini, ataupun mencegah pinguekula berkembang jadi pterigium. Bagaimanapun,
timbulnya pinguekula dan pterigium telah dihubungkan dengan radiasi sinar
ultraviolet. Oleh karena itu, paparan terhadap sinar matahari harus dikurangi.
The

American

Optometric

Association

(AOA)

menyarankan

bahwa

sunglasses yang dipakai harus mampu menahan 99-100% dari sinar UV-A dan
UV-B. Pasien juga dapat menghindari debu dan iritan lain yang terdapat di
lingkungan.2,4

13

2.11 Prognosis
Biasanya pinguekula tumbuh secara lambat dan jarang sekali
menyebabkan kerusajan yang signifikan sehingga prognosis terbilang baik.
Sekali lagi, sebuah diagnosis harus dibuat untuk menyingkirkan kelainan yang
serius.2,5

14

BAB III
KESIMPULAN

Pinguekula adalah salah satu dari jenis tumor jinak yang terdapat pada
konjungtiva. Terdapat dua jenis tumor jinak yang bias tumbuh di konjungtiva
yakni pinguekula dan pterigium. Pinguekula biasanya tumbuh di sekitar
kornea dan berwarna putih kekuningan yang tidak mengganggu refraksi.
Pinguekula tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah
iklim panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering.
Penyebab pasti terjadinya pinguekula tidak diketahui. Namun terdapat
beberapa faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya pinguekula.
Faktor resiko yang mempengaruhi pinguekula adalah
lingkungan yakni radiasi ultraviolet sinar matahari, iritasi
kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter.
Biasanya pinguekula tumbuh secara lambat dan jarang sekali
menyebabkan kerusajan yang signifikan sehingga prognosis terbilang baik.
Sekali lagi, sebuah diagnosis harus dibuat untuk menyingkirkan kelainan yang
serius.

15

Anda mungkin juga menyukai