Terapi Sulih Hormon Pada Wanita Perimenopause PDF
Terapi Sulih Hormon Pada Wanita Perimenopause PDF
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terapi sulih hormon (hormone replacement therapy HRT) baik berupa estrogen saja maupun kombinasi
estrogen dan progesteron, merupakan jenis obat yang
paling
banyak
diresepkan
bagi
wanita
pascamenopause di negara-negara industri maju.
Kebanyakan
wanita
menggunakannya
untuk
mengatasi gejala menopause. Namun demikian,
publikasi tentang kemampuan sulih hormon untuk
mencegah terjadinya penyakit kronik seperti
osteoporosis, penyakit jantung koroner (PJK),
penyakit Alzheimer dan kanker kolorektal juga
memberikan
kontribusi
dalam
peningkatan
penggunaan sulih hormon di seluruh dunia dalam
dekade terakhir.1 Efek protektif dari terapi sulih
hormon ini hanya terbukti pada masa tulang dan
kolorektal, sedangkan terhadap keadaan lain hingga
kini masih kontroversial.
Survei terbaru mengenai pemakaian sulih
hormon di Amerika Serikat dan Inggris menunjukkan
40-55%
dan
60%
wanita
pascamenopause
menggunakannya dengan tingkat pemakaian yang
lebih tinggi pada wanita yang telah menjalani
histerektomi.1 Penggunaan sulih hormon di negaranegara Asia khususnya Indonesia masih terbatas.2
Berbeda dengan negara barat, keluhan yang lebih
sedikit dan penerimaan masyarakat terhadap
menopause, faktor pendidikan, sosial dan ekonomi
mempengaruhi jumlah pemakaian sulih hormon di
wilayah ini.3 Didapatkan estimasi sebanyak 1,2%
wanita pascamenopause mendapatkan sulih hormon
pada suatu studi pemakaian sulih hormon di Jepang.4
Sensus
memperkirakan
jumlah
wanita
pascamenopause di dunia sekitar 476 juta jiwa pada
tahun 1990. Setidaknya pada tahun 2030 jumlah ini
akan bertambah menjadi 1.200 juta jiwa.3 Hal ini
dipengaruhi antara lain oleh pertumbuhan penduduk
dan meningkatnya usia harapan hidup secara
perlahan dan progresif.5 Dengan usia harapan hidup
rata-rata lebih dari 78-80 tahun dan usia menopause
relatif stabil yaitu pada usia 50-51 tahun, wanita akan
menghabiskan lebih dari sepertiga hidupnya dalam
masa menopause.5 Sehingga terdapat kemungkinan
untuk mengalami berbagai penyakit kronik selama
hidupnya yang diperkirakan 46% untuk PJK, 20%
B. Permasalahan
Terdapat kecenderungan peningkatan jumlah wanita
yang mengalami menopause setiap tahunnya yang
berdampak pada peningkatan masalah kesehatan
sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup serta
produktivitas wanita pascamenopause. Tata laksana
menyeluruh
untuk
permasalahan
ini
sangat
diperlukan, termasuk di dalamnya penggunaan terapi
sulih hormon.
Penelitian mengenai penggunaan terapi sulih
hormon umumnya dilakukan pada wanita ras
kaukasia. Perbedaan demografi, ras, gaya hidup dan
kultur antara wanita negara Barat dengan wanita Asia
menyebabkan perlu dilakukan peninjauan kembali
mengenai pemakaian terapi sulih hormon di Indonesia
baik yang mencakup indikasi, jenis, dosis dan
keamanannya. Pada imbang manfaat-risiko yang
BAB II
METODOLOGI PENILAIAN
A. Strategi Penelusuran Kepustakaan
Penelusuran literatur dilakukan secara manual dan
melalui kepustakaan elektronik : Cochrane Library,
Pubmed, Obstetry and Gynecology, New England
of
Evidence
dan
Derajat
Hierarchy of evidence:
Ia.
Meta-analysis of randomised controlled trials.
Ib. Minimal satu randomised controlled trials.
IIa. Minimal penelitian non-randomised controlled
trials.
IIb. Cohort dan Case control studies
IIIa. Cross-sectional studies
IIIb. Case series dan case report
IV.
Derajat rekomendasi :
A. Evidence yang termasuk dalam level Ia dan Ib.
B. Evidence yang termasuk dalam level IIa dan II b.
C. Evidence yang termasuk dalam level IIIa, IIIb dan
IV.
C. Pengumpulan Data Lokal
Sampai saat ini belum ada data nasional mengenai
jumlah penggunaan sulih hormon.
D. Ruang Lingkup Pembahasan
Kajian ini mengulas manfaat pemberian sulih hormon
pada berbagai keadaan klinis beserta risiko
penggunaan.
BAB III
HASIL DAN DISKUSI
stimulating hormone (FSH).15 Menopause merupakan
A. MENOPAUSE
Pada tahun 1990, populasi wanita menopause di
seluruh dunia dilaporkan mencapai jumlah 476 juta
jiwa, 40% di antaranya berada di negara industri.
Diperkirakan jumlah wanita menopause pada tahun
2030 sebanyak 1.200 juta dengan distribusi di negara
berkembang sebesar 76%. Data yang didapatkan dari
daerah Asia Tenggara juga menunjukkan fenomena
serupa.3
Umur menopause wanita di negara barat
seperti Amerika Serikat dan United Kingdom adalah
51,4 dan 50,9 tahun.12,13 Untuk negara Asia, ternyata
didapatkan nilai yang tidak jauh berbeda. Sebuah
studi yang dilakukan pada 7 negara Asia Tenggara
memperlihatkan usia median terjadinya menopause
yaitu 51,09 tahun.3 Untuk Indonesia sendiri, laporan
tahun 1990 menyebutkan usia 50 tahun. 2 Studi yang
diadakan di Malaysia terhadap 3 jenis etnik yaitu
Melayu, Cina dan India, menyebutkan bahwa
menopause terjadi pada usia 50,7 tahun.14
1. Definisi
Menurut
WHO,
menopause
adalah
berhentinya menstruasi secara permanen akibat tidak
bekerjanya
folikel
ovarium.
Sehingga
untuk
menentukan onset dilakukan recara retrospektif, yaitu
dimulai dari amenorea spontan sampai 12 bulan
kemudian, seiring dengan peningkatan follicle-
Waktu seputar menopause disebut sebagai masa klimakterik. Masa ini dibagi menjadi beberapa bagian,
yaitu:
Reproduksi
13-16
KLIMAKTERIUM
40
45
Premenopause
50
55
65
Pascamenopause
Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa masa klimakterik berlangsung selama 30 tahun (usia 35-65
tahun), dan dibagi menjadi 3 bagian untuk kepentingan klinis, yaitu: klimakterik awal (35-45 tahun),
perimenopause (46-55 tahun) dan klimakterik akhir (56-65 tahun).30
KLIMAKTERIUM
35
45
Klimakterik Awal
65
55
Perimenopause
Klimakterik Akhir
]
2. Gejala
Berkurang
atau
hilangnya
estrogen
dapat
menyebabkan gejala vasomotor, gangguan tidur,
gangguan mood, depresi, atrofi saluran kemih dan
vagina, serta meningkatnya risiko kelainan kronis
seperti osteoporosis, penyakit kardiovaskular dan
penurunan fungsi kognitif. Gejala vasomotor
merupakan keluhan terbanyak yang dilaporkan
pasien. Dasar perubahan patofisiologi tersebut
berkaitan
dengan
defisiensi
estrogen
yang
mekanismenya telah banyak diketahui, namun efek
dari ketiadaan progesteron dan penurunan androgen
masih belum dapat dipahami sepenuhnya.7 Penyakit
kardiovaskular adalah penyebab utama kematian pada
masa pascamenopause, dengan hampir 50% wanita
pascamenopause akan mengalami penyakit arteri
koronaria di kemudian hari dan hampir 30% di
antaranya meninggal dunia.18
Walaupun menopause biasa diasosiasikan
dengan keluhan di atas, tanggapan wanita dan
masyarakat terhadap menopause berbeda di setiap
komunitas. Wanita barat yang mengeluhkan gejala
menopause sekitar 75%. Sedangkan di Asia, sebuah
penelitian di Malaysia mengenai gejala menopause
pada tahun 1990 melaporkan wanita Malaysia tidak
mengalami gejala menopause yang serius. Lebih dari
70% populasi studi tidak pernah merasakan hotflushes, berkeringat atau palpitasi. Adapun insidens
dan keparahan dari gejala klimakterik ini bergantung
terutama pada adanya ketidakstabilan emosi sejak
sebelum menopause. Studi terdahulu pada tahun
1986 menemukan hanya sekitar 20% responden yang
mengalami gejala menopause di atas. Tingkat
pendidikan dan pekerjaan tidak mempengaruhi hal
ini.14
Studi lain yang dilakukan pada 3200 wanita
Jepang yang berusia antara 45 dan 60 tahun
Hormone
replacement
therapy
atau
yang
diterjemahkan
sebagai
terapi
sulih
hormon
didefinisikan sebagai : 23
a. Terapi menggunakan hormon yang diberikan
untuk mengurangi efek defisiensi hormon.
b. Pemberian hormon (estrogen, progesteron atau
keduanya) pada wanita pascamenopause atau
wanita yang ovariumnya telah diangkat, untuk
menggantikan produksi estrogen oleh ovarium.
c. Terapi menggunakan estrogen atau estrogen dan
atau progesteron yang diberikan pada wanita
pascamenopause atau wanita yang menjalani
ovarektomi, untuk mencegah efek patologis dari
penurunan produksi estrogen.
Untuk
mempermudah,
dalam
pembicaraan
selanjutnya akan disebut sebagai sulih hormon.
3. Indikasi
Berdasarkan rekomendasi
yang
dikeluarkan
oleh
Obstreticians
and
beberapa kontra
indikasi absolut terapi sulih hormon, yaitu karsinoma
payudara, kanker endometrium, riwayat tromboemboli
vena dan penyakit hati akut.
Kombinasi
Estrogen
dan
Estradiol valerate
Estradiol
Oral
Oral
Transdermal
Subkutan
Oral
Oral
Dosis
0.3-0.4 mg
1-2 mg
50-100 mg
25 mg
1-2 mg
0,625-1,25 mg
Sekuensial
300 mg
10 mg
Kontinyu
100 mg
2,5-5 mg
1 mg
10-20 mg
5-10 mg
1 mg
10 mg
2,5-5 mg
c.
progestogen
(MPA
5
mg/hari
atau
noretisteron asetat 1mg/hari) kontinyu untuk
mencapai keadaan amenorea.
Wanita yang memulai terapi sulih hormon
sistemik pertama kali lebih dari 5 tahun
setelah menopause, terapi awal diberikan
dengan dosis yang sangat rendah (tablet
estron sulfat 0,3 mg, atau setengah tablet
0,625 mg tiap hari atau tiap 2 hari) dan
ditingkatkan secara progresif dalam 1-3 bulan
untuk mencapai dosis optimal.
Dosis estrogen yang efektif dalam mencegah
kehilangan masa tulang pada sebagian besar
wanita adalah CEE dan estron sulfat 0,625
mg, estradiol oral 2 mg dan transdermal 50
g.
Menopause prematur
Dapat digunakan kombinasi kontrasepsi oral
dosis rendah sampai usia 45-50 tahun (atau
sampai 35 tahun pada wanita perokok),
kemudian diganti ke rejimen terapi sulih
hormon standar.
Dapat digunakan terapi sulih hormon
konvensional pada usia berapa pun, tetapi
dosis estrogen yang digunakan lebih tinggi
daripada wanita yang lebih tua (contoh CEE
1,25-2,5 mg tiap hari; estradiol transdermal
100-200 g).
9. Lama Penggunaan
Tidak
perlu
HRT
Faktor risiko
osteoporosis
(-)
Ada
Diskusikan
penggunaan HRT
dengan pasien
Faktor risiko
osteoporosis
(+)
HRT (-)
HRT (+)
Riwayat Kanker
payudara
Periksa densitas
mineral tulang
Densitas tulang
Normal
Densitas tulang
rendah
Pilihan HRT
atau alternatif
Faktor risiko
PJK (+)
Penanganan
hipertensi
Terapi dengan
statin
Perubahan diet
dan gaya hidup
Diskusikan terapi
lain,
pertimbangkan
HRT
Riwayat Keluarga
dengan Kanker
Payudara
HRT jangka
pendek
Gambar 2. Algoritme pemberian terapi sulih hormon (The Hong Kong College of Obstreticians and Gynaecologists
Guideline).26
Keputusan untuk menggunakan
terapi sulih hormon.
YA
TIDAK
Riwayat histerektomi
sebelumnya
Uterus intak
Amenorea < 2 tahun
Uterus intak
Amenorea > 2 tahun
Estrogen saja
micronized estradiol
Rasional:
Sherburn M dkk34 (2001) melaporkan
bahwa inkontinensia urin pada wanita
perimenopause lebih berkaitan dengan faktor
mekanik daripada faktor transisi menopause.
Hasil ini didapatkan dari sebuah studi crosssectional yang diikuti oleh 1.897 responden
dengan follow-up selama 7 tahun.
Sebuah meta-analisa tentang evaluasi
efikasi terapi estrogen dalam tata laksana
wanita pascamenopause dengan inkontinensia
urin dilaporkan oleh Fantl dkk. pada tahun
1994. Meta-analisa dilakukan terhadap 6 RCT
yang dipublikasikan dari Januari 1969 sampai
Juni 1992 dengan besar sampel 159. Usia
sampel berkisar antara 42-92 tahun. Diagnosis
inkontinens dibuat berdasarkan gejala klinis dan
evaluasi urodinamik. Regimen yang digunakan
hanya sediaan estrogen saja dengan dosis 1-4
mg peroral dan 4 g pervaginam dengan durasi
1-3 bulan. Efek terapi sulih hormon yang dinilai
adalah perbaikan secara subjektif, jumlah cairan
yang hilang dan tekanan penutupan uretra
maksimal. Analisa data dilakukan untuk 2
subgrup, yaitu semua subyek dan subyek
dengan inkontinensia stres murni. Hasil yang
didapat, secara keseluruhan terdapat efek yang
signifikan secara subyektif pada semua subyek
(p<.01) dan untuk subyek dengan inkontinensia
stress murni (p<.05). Tidak terdapat hasil yang
signifikan pada kuantitas cairan yang hilang.
Terdapat efek signifikan (p<.05) pada tekanan
penutupan uretra maksimal, namun hanya
berasal dari 1 studi.
Kesimpulan: estrogen secara subyektif
memperbaiki inkontinensia urin pada wanita
postmenopause. Walaupun begitu, kesimpulan
di atas diambil dari analisa studi dengan grup
nonhomogen serta kriteria diagnostik, intervensi
terapeutik dan penilaian keluaran yang
bervariasi.35
Moehrer B. dkk. (2003)36 dalam Cochrane
Review
melaporkan
bahwa
penggunaan
estrogen untuk terapi inkontinensia urin
mungkin dapat memberikan manfaat, utamanya
untuk urge incontinence. Analisa dilakukan
melalui observasi pasien, beratnya gejala,
pemeriksaan oleh dokter, kualitas hidup,
dampak sosial ekonomi dan kejadian samping
yang tidak diharapkan. Secara subyektif, terlihat
Estrogen/Progestin
dari
Postmenopausal
Intervension (PEPI) trial
Rasional:
Meta-analisa terhadap studi observasional,
studi cohort dan RCT yang dilakukan oleh
Rasional:
Meta-analisa terhadap studi observasional,
studi cohort dan RCT yang dilakukan oleh
Agency for Healtcare Research and Quality,
melaporkan bahwa HRT untuk pencegahan
sekunder, tidak ditemukan bukti ilmiah yang
menunjukkan
HRT
dapat
menurunkan
progresivitas atau kejadian penyakit arteri
koroner pada wanita yang diketahui sudah
memiliki penyakit arteri koroner sebelumnya.1
progestin tidak
dalam kejadian
Penelitian
randomized
placebo
controlled trial dari tim ESPRIT (1996-2000)
dengan
peningkatan
risiko
tejadinya
tromboemboli vena RR 2.14 (CI 1.64-2.81).
Terdapat peningkatan absolut 1.5 kejadian
tromboemboli vena per 10.000 wanita dalam 1
tahun. Dari 5 studi kasus kontrol dilaporkan
bahwa risiko tertinggi terjadi pada tahun pertama
penggunaan (OR 2.9-6.7). Data uji klinis
didapatkan dari HERS, PEPI dan ERA. Namun,
tromboemboli vena pada ketiga uji klinis ini bukan
merupakan keluaran utama. Besar sampel secara
keseluruhan dari uji klinis yang dievaluasi 3.947.58
HERS dan ERA melibatkan sampel dengan usia
lebih tua (usia rata-rata 66.7 tahun) dan memiliki
penyakit
arteri
koroner
sedangkan
PEPI
melibatkan sampel dengan usia lebih muda dan
sehat (usia rata-rata 56,1 tahun).
RCT oleh WHI menunjukkan bahwa pemberian
0,625 mg estrogen konyugasi plus MPA pada
wanita
pascamenopause
sehat
dapat
meningkatkan risiko terjadinya tromboemboli
vena (VTE) 2 kali lebih besar, begitu juga untuk
trombosis vena dalam (DVT) dan emboli paru (PE)
dibandingkan kontrol.59
10. Apakah
pada
wanita
perimenopause
pemberian terapi sulih hormon dapat
meningkatkan risiko kanker payudara?
Jawaban:
a. Pemberian terapi sulih hormon kombinasi
estrogen-progestin
meningkatkan
risiko
kanker payudara. (level of evidence Ib)
b. Pemberian terapi sulih hormon yang
mengandung estrogen saja menurunkan risiko
kanker payudara. (level of evidence Ib)
Rasional:
Hubungan antara pemberian sulih hormon,
terutama estrogen dengan keganasan payudara
sudah banyak dibuktikan. Banyak penelitian telah
dilakukan untuk menjelaskan hubungan tersebut.
Secara fisiologis, estrogen bekerja di jaringan
payudara dengan merangsang pertumbuhan dan
diferensiasi epitel duktal, menimbulkan aktifitas
mitotik
sel-sel
duktal
dan
merangsang
pertumbuhan jaringan penunjang payudara.
Dengan
demikian,
estrogen
merangsang
pertumbuhan sel kanker payudara.19 Sebuah
review artikel-artikel terdahulu menyatakan
bahwa
penggunaan
sulih
hormon
dapat
meningkatkan
risiko
kanker
payudara.60
Penambahan progestin pada terapi sulih estrogen
dianggap dapat menurunkan risiko kanker
payudara.
Terapi Sulih Hormon Kombinasi estrogenprogestin
Colditz dkk. (1995)61 dalam laporan RCT-nya
terhadap
69.586
wanita
pascamenopause,
menyebutkan bahwa risiko kanker payudara
meningkat pada penggunaan sulih hormon. Pada
kelompok yang hanya menggunakan estrogen
konjugasi saja (RR=1.32; 95% CI 1.14-1.54),
estrogen-progestin (RR=1.41; 95% CI 1.15-1.74)
dan progestin saja (RR=2.24; 95% CI 1.26-3.98)
namun, perbedaan ketiganya tidak bermakna.
Risiko terkena kanker payudara pada wanita yang
mendapatkan terapi sulih hormon selama 5 tahun
atau lebih ternyata lebih tinggi dibandingkan
dengan wanita yang tidak pernah mendapatkan
sulih hormon. Pada kelompok usia 55-59 tahun
RR=1.54 (95% CI 1.19-2.00), pada kelompok usia
60-64 tahun RR=1.71 (95% CI 1.34-2.18).
Kelompok wanita yang pernah mendapatkan sulih
hormon selama 5 tahun memiliki risiko yang lebih
tinggi
selama
beberapa
waktu
setelah
penghentian terapi. Pada kelompok wanita yang
masih menggunakan terapi sulih hormon, risiko
yang lebih tinggi untuk terkena kanker payudara
terdapat pada kelompok usia yang lebih tua
(RR=1.69 untuk usia 65-69 tahun; 1.42 untuk
usia 60-64; 1.41 untuk usia 50-54 dan mendekati
1 untuk usia <50 tahun). Peningkatan risiko ini
hanya bermakna pada kelompok wanita yang
mendapat sulih hormon lebih dari 5 tahun.
Penelitian
ini
juga
membuktikan
bahwa
penambahan progestin dapat meningkatkan risiko
kanker payudara. Hal ini didukung oleh berbagai
studi observasional (Iowa Womens Health Study
[1999], Ross dkk. [2000] Schairer dkk.
[2000]).62,63,64
Pemberian terapi sulih hormon, estrogen
maupun estrogen-progestin, juga mempengaruhi
gambaran mamografi. Seperti diketahui bahwa
kanker
payudara
seringkali
memberikan
gambaran mamografi abnormal. Beberapa studi
epidemiologi menunjukkan bahwa peningkatan
densitas mamografi merupakan faktor risiko
independen kanker payudara. Sebuah RCT
(Postmenopausal
Estrogen/Progestin
Interventions)65 membuktikan bahwa pemberian
Tabel 3. ODDS Ratio (OR) dan Confidence Interval (CI) kanker endometrium invasif
pada penggunaan estrogen potensi sedang
Kategori
Pernah
menggunakan
Lama penggunaan
- < 5 tahun
- 5 tahun
- 10 tahun
- tiap tahun
penggunaan
Jenis Estrogen
Estrogen
Estradiol
konyugasi
(OR, 95% CI)
(OR, 95% CI)
4,0 (2,5-6,4)
2,5 (1,7-3,6)
2,2 (1,1-4,6)
6,6 (3,6-12,0)
9,2 (4,4-19,4)
1,15 (1,10-1,20)
1,5 (0,8-3,0)
4,6 (1,8-11,7)
3,6 (1,0-12,8)
1,12 (1,04-1,20)
1,6 (0,9-2,9)
8,7 (4,7-15,9)
13,6 (6,2-29,4)
1,18 (1,13-1,24)
1,7 (1,1-2,7)
6,2 (3,1-12,6)
7,5 (3,0-18,9)
1,17 (1,10-1,23)
Dosis Estrogen
Dosis rendah
Dosis tinggi
Peningkatan risiko kanker endometrium terjadi pada penggunaan selama 5 tahun atau lebih dan semakin
meningkat bermakna pada penggunaan 10 tahun atau lebih. Penggunaan dosis rendah selama 5 tahun
meningkatkan RR 4 kali lipat dan dosis tinggi 8 kali lipat dan risiko ini makin tinggi dengan makin lamanya
penggunaan. Pada penggunaan jangka lama ( 5 tahun), setelah penghentian penggunaan selama 5 tahun
atau lebih risiko masih tetap tinggi (OR masing-masing 7,5, 95% CI 4,1-13,8 dan 6,3, 95% CI 3,4-11,8)
Tabel 4. ODDS Ratio (OR) dan Confidence Interval (CI) kanker endometrium invasif
pada penggunaan kombinasi estrogen potensi sedang-progestin
Kategori
Pernah menggunakan
Lama penggunaan
- < 5 tahun
- 5 tahun
- tiap tahun penggunaan
Pemberian progestin
Siklik
Kontinyu
(OR, 95% CI)
(OR, 95% CI)
2,0 (1,4-2,7)
0,7 (0,4-1,0)
1,5 (1,0-2,2)
2,9 (1,8-4,6)
1,10 (1,06-1,15)
0,8 (0,5-1,3)
0,2 (0,1-0,8)
0,86 (0,77-0,97)
Asal progestin
Progesteron
Testosteron
(OR, 95% CI)
(OR, 95% CI)
2,0 (1,3-3,0)
1,0 (0,8-1,4)
1,5 (0,8-3,0)
4,6 (1,8-11,7)
1,12 (1,06-1,18)
1,6 (0,9-2,9)
8,7 (4,7-15,9)
1,00 (0,95-1,06)
hiperplasia
endometrium
dan
keganasan.
Lamanya pengobatan rata-rata dengan terapi
sulih hormon kombinasi kontinyu 4,4 tahun
(rentang
1,1-5,9
tahun).
Biopsi
aspirasi
endometrium dilakukan sebelum terapi kombinasi
kontinyu dimulai, setelah 9 dan 24-36 bulan dan
setelah 5 tahun pengobatan atau saat withdrawl
dari studi dan tidak ada kasus hiperplasia
endometrium ataupun keganasan ditemukan dari
hasil biopsi. Saat studi selesai atau saat withdrawl
dari studi, juga dicatat 46% partisipan memiliki
klasifikasi endometrium atrofi (sebelumnya 19%)
dan 23% unassessable (sebelumnya 24%).
12. Apakah
pada
wanita
perimenopause
pemberian terapi sulih hormon dapat
meningkatkan risiko terjadinya kanker
ovarium?
Jawaban:
- Bukti ilmiah yang ada belum cukup untuk
dapat menerangkan hubungan terapi sulih
hormon yang mengandung estrogen saja
ataupun
kombinasi
estrogen-progestin
dengan risiko kanker ovarium, penelitian yang
ada memberikan hasil yang inkonsisten.
Rasional:
Hubungan antara terapi sulih hormon dengan
kanker ovarium masih belum jelas, penemuan dari
studi epidemiologi masih memberikan hasil yang
inkonsisten dan diperdebatkan.73,74,75 Terapi sulih
hormon yang mengandung estrogen saja selain
meningkatkan risiko kanker endometrium juga
meningkatkan risiko kanker epitelial ovarium.
Penggunaan terapi kombinasi estrogen-progestin
telah meningkat, tetapi data epidemiologi tentang
hubungannya dengan kanker ovarium masih
terbatas.
Terapi Sulih Hormon Estrogen
Meta-analisa dari 15 studi kasus kontrol oleh
Coughlin dkk. (2000)76 menyimpulkan bahwa dari
penelitian yang ada, tidak ditemukan adanya
hubungan antara penggunaan estrogen dengan
risiko kanker epitelial ovarium. Hasil studi yang
dilakukan di AS yang menggunakan kontrol
komunitas menemukan adanya hubungan yang
lemah, tetapi tidak ada bukti yang jelas hubungan
dosis-respon.
Bila
ke-15
studi
tersebut
digabungkan, efeknya heterogen (chi-square
(14)=26,3, P<0,05). Random dan fixed effects
dari OR gabungan, masing-masing 1,1 (95% CI,
0,9-1,3)
dan
1,1
(95%
CI,
0,9-1,2).
Menggabungkan hasil studi kasus kontrol yang
memiliki kontrol klinik atau rumah sakit dengan
kontrol komunitas kemungkinan menjadi sumber
hasil yang heterogen. Menggabungkan kelompok
heterogen 10 kasus kontrol dengan kontrol klinik
atau rumah sakit didapatkan OR 1,0 (95% CI
0,81-1,3), chi-squared (9) 20,4, P<0,05 (random
effects model), kelompok homogen 5 kasus
kontrol dengan kontrol komunitas OR 1,1 (95% CI
0,9-1,3), chi-squared (4) 5,0, P>0,40 (fixed
effects model). Analisa studi juga dipisahkan
antara studi yang berasal dari US dan Canada
dengan studi dari Eropa dan Australia karena
perbedaan jenis estrogen yang digunakan. Untuk
gabungan kelompok homogen 6 kasus kontrol
dari Eropa dan Australia, OR 1,2 (95% CI 0,9-1,6)
chi-squared (5) 9,0, P>0,10 (fixed effects model),
pada kelompok heterogen 9 kasus kontrol di US
dan Canada OR 1,0 (95% CI 0,81-1,3, chisquared (8) 16,1, P<0,10 (random effects model).
Tidak ada bukti yang jelas hubungan respon-dosis
dengan makin lamanya penggunaan estrogen
Sulih
Hormon
Kombinasi
Estrogen-
BAB IV
BIAYA
Karena keterbatasan data epidemiologi, maka dalam
kajian ini hanya akan dicantumkan kisaran biaya yang
harus dikeluarkan pasien (out of pocket) untuk
mendapatkan terapi sulih hormon. Biaya yang harus
dikeluarkan terdiri dari beberapa komponen antara
lain:
1. Konsultasi dokter
Biaya ini sangat bervariasi, bergantung pada
institusi pelayanan kesehatan yang bersangkutan.
Umumnya konsultasi dikerjakan oleh Dokter
spesialis Kebidanan, dengan biaya antara Rp
20.000,00-Rp 75.000,00 untuk tiap konsultasi.
2. Pemeriksaan
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan sebelum
pemberian terapi sulih hormon bukanlah hal yang
rutin dikerjakan. Pemeriksaan penunjang hanya
dilakukan berdasarkan indikasi bila diperlukan.
- Pemeriksaan kimia darah.
Hasil pemeriksaan ini dapat digunakan
sebagai data dasar dalam rekam medik.
Pemeriksaaan ini terdiri dari: Calsium serum,
Berikut perkiraan total biaya pemeriksaan yang harus dikeluarkan per tahun. Biaya pemeriksaan berikut didapat
dari RSCM dan RS Fatmawati.
No.
1.
2
4
5
6
7
Pemeriksaan
Konsultasi dokter
Laboratorium rutin
Ca serum
HDL
LDL
Kolesterol total
SGPT
SGOT
Gula darah
Kadar hormon
FSH
Estradiol
Densitometri tulang
Mammografi
USG mamma
Papsmear
Pemeriksaan Kardiovaskuler
- Foto thoraks
- EKG
- Agregasi trombosit
- PT
- APTT
- Fibrinogen
x/tahun
34
1
Jumlah/tahun
(rb)
20 150
21.5 33
20.5 27
11 25
17 25
15 - 22.5
15 - 22.5
11 - 15.5
21.5 33
20.5 27
11 - 25
17 25
15 - 22.5
15 - 22.5
11 - 15.5
106 - 155
160 - 200
400 - 650
130 - 177.5
181.5 - 265.5
32 - 100
106 - 155
160 - 200
400 - 650
130 - 177.5
181.5 - 265.5
32 - 100
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
3. Obat hormonal
Berikut dicantumkan daftar harga yang diambil dari daftar harga obat RS Fatmawati dan ISO Indonesia 2002.
No
1.
Nama
Dagang
Cliane
2.
Dilena
3.
Kliogest
4.
5.
Ogen
Ovestin
6.
7.
Progynova28
Progynova
8.
Premarin
9.
10.
11.
12.
13.
Duphaston
Endometril
Meges
Norelut
Estreva
14.
15.
Fem 7
Livial
Kandungan
Noretisteron
asetat
1mg+estradiol 2mg
Estradiol
valerat
2mg+MPA 10mg
Noretisteron
asetat
1mg+estradiol 2mg
Estropipat
Estriol 1mg
Estriol 2mg
Estriol 1mg/g
Estradiol valerat
Estradiol valerat 1;
2mg
Estr.konyugasi 0.3;
0.625;
1.25mg
Dydrogesteron
Lynestrenol
MPA
Noretisteron
Estradiol
hemihydrat
(0.1%,50g)
17 estradiol
Tibolone
Keterangan
Kontinyu
117.370/28
HJA
(satuan)
5.500
Sekuensial
124.300/28
5800
Kontinyu
121.000/28
5.650
158.2
333.750/100
39.000/30
52.030/30
69.300
55.022/28
26.950/28
41.600/28
57.200/28
90.805/28
128.700/28
108.040/10
275.880/100
4.350
121.8
2.250
67.5
2.550
71.4
14.045
2.200
Krim vagina
105.000/50
165.000
2.750
214.500
Plester
Plester
79.695/4
13,05/28
25.900
10.800
Kontinyu
Krim
Kontinyu
Kontinyu
Kontinyu
HNA
Pemakaian
sebulan (rb)
154
214.5
103.6
BAB V
REKOMENDASI
1. Batasan terapi sulih hormon:
Terapi sulih hormon adalah pemberian hormon
(estrogen atau kombinasi estrogen-progesteron)
pada wanita usia perimenopause yang bertujuan
mengobati seorang wanita dari dampak negatif
yang timbul akibat penurunan kadar hormon
tersebut. Penurunan kadar hormon dapat terjadi
secara fisiologis maupun non fisiologis.
2. Batasan masa klimakterium:
Berdasarkan perkembangan aging process,
penurunan kadar hormon estrogen mulai terjadi
sejak usia 35 tahun. Penurunan kadar hormon
tersebut, secara klinis akan menyebabkan
gangguan haid yang berlangsung sampai umur 45
tahun (Klimakterik awal). Gejala gangguan haid
ini makin nyata ketika memasuki usia menopause
(49-51 tahun) yang berlanjut sampai umur 55
tahun (masa perimenopause, 4655 tahun).
Selanjutnya wanita masuk ke masa klimakterium
akhir (56-65 tahun).
KLIMAKTERIUM
35
45
Klimakterik
Awal
65
55
Perimenopause
Klimakterik
Akhir
3. Indikasi
Mengingat pemberian sulih hormon dapat
menimbulkan efek samping yang merugikan,
maka sulih hormon hanya diberikan apabila
diperlukan. Pemberian sulih hormon untuk
pengobatan gejala klinis yang mengganggu,
hendaknya memperhatikan faktor-faktor negatif
yang bisa terjadi.
7. Algoritme
Gejala Menopause
Tidak ada keluhan /
Ada tapi tidak mengganggu
Tidak perlu
HRT,tapi
perlu
konseling
Faktor risiko
osteoporosis
lain (-)
Faktor risiko
osteoporosis
lain (+)
Diskusikan dengan
pasien perlunya
penggunaan HRT
(IC)
Menolak HRT
Setuju HRT
Riwayat Kanker
payudara
Periksa densitas
mineral tulang
Densitas tulang
Normal
Densitas tulang
rendah
Diskusikan terapi
lain
(Fitoestrogen,
SERM)
Riwayat Keluarga
dengan Kanker
Payudara
DAFTAR PUSTAKA
Humphrey LL, Takano L, Chan B. Postmenopausal
hormone replacement therapy and cardiovascular
disease. Systematic Evidence Review No. 10.
Oregon Health & Science University Evidence-based
Practice Center. Contract no. 290-97-0018.
Rockville, MD: Agency for Healthcare Research and
Quality;
2002.
Available
at
www.ahrq.gov/clinic/serfiles.htm
2. Baziad A. Country-specific information in Indonesia.
Presented in: First Consensus Meeting on
Menopause in the East Asian Region. Geneva 26-30
May 1997.
3. Aso T. Demography of the menopause and pattern
of climacteric symptoms in the East Asian Region.
Presented in: First Consensus Meeting on
Menopause in the East Asian Region. Geneva 26-30
May 1997.
4. Honjo H, Urabe M, Okubo T, Kikuchi N. Countryspecific information on the menopause in Japan.
Presented in: First Consensus Meeting on
Menopause in the East Asian Region. Geneva 26-30
May 1997
5. Nawaz H, Katz DL. American college of preventive
medicine practice policy statement: perimenopausal
and
postmenopausal
hormone
replacement
therapy. Am J Prev Med 1999;17:250-53
6. U.S.
Preventive
Services
Task
Force.
Postmenopausal hormone replacement therapy for
primary
prevention
of
chronic
conditions:
Recommendations and Rationale. Ann Intern
Med.2002;137:834-39.
7. AACE medical guidelines for clinical practice for the
prevention and treatment of postmenopausal
osteoporosis. Endocr Pract 2003;9:544-64.
8. Rymer J, Wilson R, Ballard K. Clinical review:
Making decisions about hormone replacement
therapy. Brit Med J 2003;326:322-25
9. Hormone Replacement Therapy (HRT) and
Womens Health Initiative (WHI). Report-The
Position of The Ministry of Health Malaysia. 2002.
10. Randolph JF. Be careful of what you wish for:
putting the WHI estrogen/progestin and HERS II
trials in perspective. Medscape General Medicine
2002;4.a
11. Nelson HD, Humphrey LL, LeBlanc E, Miller J,
Takano L, Chan BKS, Nygren P, et al.
Postmenopausal hormone replacement therapy for
the primary prevention of chronic conditions: A
Summary of the evidence for the U.S. Preventive
Services Task Force. Rockville, MD: Agency for
Healthcare Research and Quality; 2002. Available
at:www.ahrq.gov/clinic/serfiles.htm
12. Gold EB, Bromberger J, Crawford S, Samuels S,
Greendale GA, Harlow SD, et al. Factors associated
with age at natural menopause in a multiethnic
sample of midlife women. Am J Epidemiol 2001;153
[abstract]
1.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
PANEL AHLI
Prof.Dr.dr. Ichramsjah A. Rachman, SpOG,
KFER
Departemen Ilmu Kebidanan dan Kandungan
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
dr. Pradana Soewondo, SpPD, KEMD
Divisi Endokrinologi Departemen Ilmu
Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
dr. Siti Setiati, SpPD, KGer, MEpid
Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit
Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
dr. Kahar Kusumawijaya, SpRad
Departemen Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Prof.dr.Med. Ali Baziad, SpOG, KFER
Departemen Ilmu Kebidanan dan Kandungan
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
dr. Julianto Witjaksono, SpOG, KFER
Departemen Ilmu Kebidanan dan Kandungan
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
dr. Wawang S. Sukarya, SpOG
Departemen Ilmu Kebidanan dan Kandungan
Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung
dr. Silvia F.L., SpS
Departemen Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
TIM TEKNIS
Ketua
: Prof.Dr.dr. Sudigdo
Sastroasmoro, SpA(K)
Anggota : dr. N. Soebijanto, SpPD
dr. Ratna Mardiati, SpKJ
dr. Wuwuh Utami N., MKes
dr. Monalisa Nasrul
dr. Mutiara Arcan
dr. Nastiti Rahajeng