Anda di halaman 1dari 8

Analisis mengenai Sistem Informasi Desa di Desa

Tarubasan, Kecamatan Karanganom, Kabupaten


Klaten dan Kaitannya dalam Teori Sistem

Mata Kuliah Teori- Teori Sosial


Dosen Pengampu: Prof. Dr. Susetiawan, SU

Disusun oleh Dewimasyitoh Ambarani


(15/384222/SP/26934)

S-1 PROGRAM STUDI PEMBANGUNAN SOSIAl DAN


KESEJAHTERAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2016

Sistem Informasi Desa di Desa Tarubasan, Kecamatan


Karanganom, Kabupaten Klaten dan Kaitannya dalam
Teori Sistem

I.

LATAR BELAKANG MASALAH


Desa merupakan salah satu unit terkecil dalam sistem pemerintah

Indonesia. Kumpulan unit terkecil tersebut membentuk sebuah sistem sehingga


terbentuklah sistem pemerintahan Negara Indonesia. Desa merupakan sebutan
lazim yang digunakan di daerah Jawa dan Madura, sebagaimana ditemukan
berbagai macam istilah di daerah lain. Desa adalah ibarat kaki bagi negara, jika
kaki lumpuh maka tubuh dan kepala tidak akan maksimal, begitulah kutipan
perkataan Mohammad Yamin dan Soepomo dalam sidang BPUPKI sebelum masa
Proklamasi Kemerdekaan. Sebagai Kakibagi

Negara Kesatuan

Republik

Indonesia, desa merupakan elemen penting dalam cita-cita mewujudkan Negara


Indonesia yang berdikari. 1
Menurut Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Tata Kelola
Pemerintahan Desa, pemerintahan desa merupakan penyelenggaraan urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dengan sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. (UU No 6 Tahun 2014 dalam Aini, 2014)
Dalam hal ini pemerintahan pusat Indonesia khususnya pada masa pemerintahan
1 Khairunnas Djabo. Sistem Informasi Desa, Cara Baru

Membangun Kaki Negara. Diakses dari


http://pidie.desa.web.id/2015/03/31/sistem-informasi-desa-carabaru-membangun-kaki-negara/, tanggal 1 Oktober 2016

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggerakkan kembali kemandirian dan


kedaulatan desa yang mana desa merupakan suatu elemen penting yang paling
fundamental dalam Sistem Tata Kelola Negara.
Merujuk pada Pasal 86 Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang
Desa telah mengamanatkan bahwa Pemerintah berkewajiban mengembangkan
Sistem Informasi Desa Terpadu dan Pembangunan Kawasan Perdesaan. Melihat
secara lebih dalam terhadap isi pasal tersebut, Sistem Informasi Desa Terpadu
(SIDT) menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pembangunan kawasan desa
baik secara massal maupun integral dengan tetap mempertimbangkan kualitas
masyarakat desa. Oleh karena itu, penulis tergugah untuk melakukan wawancara
secara langsung terhadap Bapak Suhardja, selaku Kepala Desa Tarubasan pada
Hari Sabtu 1 Oktober 2016 guna untuk mengetahui bagaimana Sistem Informasi
Desa Terpadu (SIDT) dapat berjalan.
II.

ANALISIS TEORI SISTEM TERHADAP SISTEM INFORMASI


DESA TERPADU (SIDT)

Sistem merujuk pada keseluruhan elemen-elemen yang saling berinteraksi


atau berkaitan antara satu dengan yang lain sehingga menuju pada sebuah
integrasi. (Ritzer, 1992) Teori sistem menerangkan bahwa setiap subsistem
fungsional dengan sub sistem lain kemudian akan mencapai pada titik
keseimbagan (equality).
Sistem Informasi Desa Terpadu (SIDT) dicanangkan pemerintah agar mampu
menjadikan kelebihan dari desa tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan desa
itu sendiri. Menurut penjelasan dari Kepala Desa Tarubasan, Bapak Harjo Sistem
Informasi Desa Terpadu (SIDT) yang wajib mengisi data dalam website
Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik
Indonesia (Kemendesa) meliputi:
1. Sistem Informasi Pembangunan Desa
2. Sistem Informasi Pemberdayaan Desa

3. Sistem Informasi Manajemen BUMDES


4. Sistem Transparasi Keuangan Desa
5. Sistem Informasi Layanan Desa
6. Sistem Informasi Monitoring Desa
7. Sistem Informasi Potensi Desa
Dalam mengakses Sistem Informasi Desa Terpadu (SIDT), Desa Tarubasan
harus menyerahkan

Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

(APBDES) di bidang pembangunan, bantuan sosial dan irigasi sebagai salah satu
syarat data yang harus diunggah di website Kemendesa. Pemerintahan Desa
Tarubasan mengalami kendala di Rencana APBDES tersebut sehingga
menyebabkan sistem yang berjalan dari keseluruhan sistem yang berjumlah 7
(tujuh) itu tidak berjalan dengan baik diantaranya di sistem.
Seperti apa yang dikatakan Bapak Suhardja, selaku Kepala Desa Tarubasan.
Sebelum memuat Peraturan tentang Tata Kelola Pemerintahan Desa Dalam SID,
APBDES diadakan rapat Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrembang).
Rapat dihadiri dari unsur RT, RW, BPD dan LPMD. Setiap RT mengajukan
usulan-usulan pembangunan masing-masing ditingkat RT, namun mengingat dana
dan pemasukan desa dari kas desa tidak mencukupi maka pembangunan di tiaptiap RT tidak terlaksana dengan semestinya.
Kendala lain dalam penyusunan rencana APBDES adalah bantuan sosial dari
pemerintah. Bantuan itu adalah raskin dengan penerimanya adalah orang miskin.
Namun dalam pembagian raskin di Desa Tarubasan belum merata dikarenakan
bantuan dari pemerintah terbatas sehingga timbul kendala dari adanya penyusunan
rencana APBDES tersebut.
Selain itu dalam bidang pertanian tentang irigasi juga menghadapi dalam
penyusunan Rencana APBDES. Sehubungan dengan pemanfaatan mata air irigasi
di Desa Tarubasan dari Umbul Ponggok, dengan adanya PDAM dan budidaya

perikanan di wilayah Ponggok maka untuk air irigasi di Desa Tarubasan sangat
kecil debit airnya sehingga tidak bisa mencukupi untuk kebutuhan pertanian di
Desa Tarubasan sehingga petani akan mengatur pola tanam sangat sulit
dikarenakan sangat kekurangan air, jika hanya mengandalkan air hujan saja.
Solusi yang harus dilaksanakan dalam mengatasi kendala membuat
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDES) di bidang
pembangunan adalah Pemerintah Desa bersama RT, RW, BPD, dan LPMD
bermusyawarah mengenai pelaksanaan pembangunan dengan skala prioritas
bertahap, agar pembangunan di desa terlaksana secara massal dan integral guna
untuk mencakup kekurangan anggaran pendapatan desa. Pemerintahan desa
bersama lembaga desa membuat peraturan desa untuk menggali sumber
pendapatan dari partisipasi swadaya masyarakat seperti gotong royong untuk
mengajukan proposal bantuan keuangan kepada Pemerintah Pusat, Provinsi, dan
Kabupaten.
Mengenai bantuan raskin, solusi yang dilakukan oleh pemerintahan desa yaitu
pemerintah desa bersama RT/RW mengambil kebijakan apabila mendapat bantuan
Raskin dalam pembagiannya sesuai dengan kuota ajuan daftar dari RT/RW
sejumlah 425 KK secara bergantian. Namun menurut penulis, sistem ini bukan
sistem yang bagi adil, melainkan bagi rata. Hal ini dirasa masih dapat diterima
ketik memang kuota dari pemerintah belum terpenuhi.
Sedangkan kendala dibidang pertanian terutama mengenai irigasi, pada tahun
2015 petani telah membuat sumur bur dengan biaya sendiri tetapi dari
pemerintahan Desa Tarubasan sudah menyiapkan mesin diesel dari bantuan
pemerintah.
Dalam hal ini

sebagai suatu kesatuan sistem, Rencana APBDES yang

dahulunya tidak dapat fungsional dengan sistem lain dalam Sistem Informasi Data
Terpadu (SIDT) akhirnya dapat diperbaiki guna melancarkan penginputan data
Sistem Informasi Data Terpadu (SIDT) ke website Kemendesa. Dalam hal ini subsub sistem yang satu sama lainnya saling melakukan pertukaran (seperti antara

desa dengan pemerintah daerah atau antara pemerintah daerah dengan pemerintah
pusat).

KESIMPULAN
Pemerintahan desa adalah penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dilingkup
desa yang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat desa berdasarkan UU
yang sedang berlaku di Indonesia khususnya Undang Undang Nomor 6 Tahun
2014 Tentang Tata Kelola Pemerintahan Desa. Merujuk pada Pasal 86 Undang
Undang

Nomor

Tahun

2014

Tentang

Desa telah

mengamanatkan

bahwa Pemerintah berkewajiban mengembangkan Sistem Informasi Desa


Terpadu dan

Pembangunan Kawasan

Perdesaan.

Sistem

Informasi

Desa Terpadu (SIDT) menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam

yang

kawasan

tetap

desa

baik

secara

massal

maupun

integral

dengan

mempertimbangkan kualitas masyarakat desa. Namun SIDT di Desa Tarubasan


mengalami kendala mengenai Rencana APBDES baik dalam hal pembangunan,
bantuan sosial, dan pertanian meliputi irigasi. Kendala tersebut hanya berlangsung
selama beberapa bulan dan dapat diselesaikan dengan adanya Musrembang
(Musyarawarah Rencana Pembangunan) dengan elemen-elemen yang ada dalam
masyarakat seperti RT, RW, BPD, LPMD, dan perangkat-perangkat desa. Dalam
hal ini pada akhirnya Rencana APBDES dapat fungsional dengan sistem lain
guna membentuk suatu kesatuan data dalam penginputan di Sistem Informasi
Data Terpadu (SIDT) ke website Kemendesa.

DAFTAR PUSTAKA
Aini, R. N. (2014). Desentralisasi Fiskal Pada Otonomi Desa. Jurnal Ilmiah.
Djabo, Khairunnas. 2015. Sistem Informasi Desa, Cara Baru
Membangun

Kaki

Negara.

Diakses

dari

http://pidie.desa.web.id/2015/03/31/sistem-informasidesa-cara-baru-membangun-kaki-negara/,

tanggal

Oktober 2016

Kementrian

Desa,

Pembangunan

Daerah

Tertinggal,

dan

Transmigrasi Republik Indonesia (Kemendesa). Diakses


dari

http://www.kemendesa.go.id/sidesa,

tanggal

Oktober 2016

Ritzer, G. (1992). Sosiologi ilmu pengetahuan berparadigma ganda. Terjemahan


Alimandan. Jakarta: CV Rajawali.

Von Bertalanffy, L. (1950). An outline of general system theory. British Journal


for the Philosophy of science.

Anda mungkin juga menyukai