Anda di halaman 1dari 23

KONSELING PADA ANAK YANG MENGALAMI

STRESS PASCA TRAUMA BENCANA MERAPI


MELALUI PLAY THERAPY
Riana Mashar
Mahasiswa Pascasarjana Program Doktoral
Universitas Pendidikan Indonesia
Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Magelang
Abstraksi

Penerapan konseling pada anak yang memiliki karkateristik


perkembangan baik kognitif, emosi, sosial, dan perilaku yang berbeda dengan
orang dewasa, menuntut perlunya pemberian layanan yang sesuai dengan
karakteristik tersebut. Tulisan ini mengangkat kelebihan penerapan Play therapy
sebagai salah satu teknik konseling bagi anak korban bencana, yaitu play therapy
sesuai dengan tahap perkembangan anak sebagai masa bermain pasca terjadi
bencana (PTSD). Terdapat beberapa hambatan yang mungkin terjadi dengan
adanya kultur masyarakat pedesaan di lereng Merapi, diantaranya, yaitu: anak
Merapi belum terbiasa mengekspresikan emosi mereka secara verbal, faktor
kultur yang kedua terkait dengan budaya petani yang sangat kental pada
masyarakat korban bencana, dimana orangtua jarang mengisi waktunya bermain
bersama anak, karena lebih banyak menghabiskan waktu di sawah sehingga
kemungkinan menerapkan Filial therapy cenderung sulit. Namun, karena
masyarakat desa sangat terikat dengan lingkungan sekitar terutama teman
sebayanya, maka alternatif permainan kelompok teman sebaya dapat
dioptimalkan.
Kata Kunci: PTSD, play therapi

kehidupannya

PENDAHULUAN

secara

normal.

Saat

Bencana Merapi yang terjadi

bencana alam terjadi, banyak faktor

tanggal 26 Oktober sampai bulan

yang harus diwaspadai, bukan hanya

November 2010 telah berlalu. Meski

kerugian material (fisik) dari bencana

demikian, berbagai program recovery

tersebut

masih

nonmaterial

terus

dilakukan

guna

namun

juga

(psikis)

yang

kerugian
dapat

memberikan kesiapan bagi korban

menimpa para korban bencana. Kondisi

bencana untuk kembali melanjutkan

psikis

atau

mental

para

korban

terutama anak-anak harus mendapat

kondisi yang sama dengan pengungsi

perhatian khusus agar tidak terganggu.

dewasa lainnya. Keadaan defisiensi,

Berbagai

dapat

rasa cemas dan tidak aman tersebut jika

mengakibatkan

ketidakseimbangan

dibiarkan berlarut-larut akan dapat

psikologis

dikaji

mengganggu

kondisi

dapat

yang

dari teori

perkembangan

psikis

Maslow mengenai hirarki kebutuhan.

anak-anak. Oleh karena itu, secepat

Maslow

meyakini

mungkin anak-anak perlu diajak untuk

individu

yang

kebutuhan

fisik

bahwa

dapat
dan

setiap

memenuhi

melupakan

bahkan

menghilangkan

psikologinya

pengaruh negatif yang ada, baik karena

dengan baik, ia akan berkembang

bencana alam merapi maupun karena

menjadi individu yang sehat. Namun

kondisi barak dan tempat tinggal yang

jika individu tidak mampu memenuhi

saat ini tidak memadai untuk anak

kebutuhan dasar atau deficiency needs

tumbuh

(fisik, rasa aman, kasih sayang, dan

optimal.

harga diri), maka ia juga belum dapat

dan

berkembang

dengan

Khusus

mengenai

ganguan

terjadi

bencana,

memenuhi kebutuhan untuk tumbuh

kejiwaan

atau growth needs (aktualisasi diri dan

secara teori usaha-usaha yang harus

transenden). Kondisi korban bencana di

dilakukan dalam kaitannya dengan

pengungsian

setelah

kesehatan jiwa pada saat terjadinya

kembali ke desa masing-masing, masih

bencana maupun sesudah terjadinya

belum

bencana

dan

saat

mendukung

ini

para

korban

setelah

telah

banyak

dibicarakan

bencana untuk memenuhi kebutuhan

dalam literatur medis maupun dimedia

dasar

cetak ataupun elektronik. Pemerintah

maupun

kebutuhan

untuk

tumbuh. Ancaman lahar dingin dan

bersama

kehilangan mata pencaharian, dapat

tanggungjawab dalam penanggulangan

menimbulkan rasa tidak aman dan

bencana dan terhadap masyarakat yang

kecemasan pada korban karena mereka

tertimpa bencana terutama pada pasca

harus keluar dari kehidupan sehari-hari

bencana.

mereka dan menyesuaikan dengan

Penelitian dan Pengembangan Jawa

lingkungan yang baru. Anak sebagai

Tengah

(2008),

dinyatakan

bahwa

korban pengungsi juga mengalami

korban

bencana

seringkali

secara

masyarakat

Dalam

mempunyai

Laporan

Badan

psikologis terjangkit gangguan stres

pula mengalami PTSD, perlu mendapat

pasca

pada

penanganan yang serius agar akibat

kesehatan

yang ditimbulkan tidak berkepanjangan

disebut post traumatic stress disorder

dan menghambat perkembangannya.

(PTSD).

Anak-anak korban bencana memiliki

trauma/bencana

umumnya

dalam

yang

dunia

PTSD pada umumnya dapat


disembuhkan apabila

yang

khas,

sehingga

dapat

memerlukan bentuk-bentuk intervensi

mendapatkan

yang sesuai dengan karakteristik dan

penanganan yang tepat. Apabila tidak

tahap perkembangannya agar gangguan

terdeteksi

terdeteksi

segera

karakteristik

dan

dan

dibiarkan

tanpa

stress pasca trauma yang dialami dapat

maka

dapat

menurun. Salah satu intervensi efektif

medis

yang dapat diterapkan adalah konseling

maupun psikologis yang serius yang

melalui terapi bermain (play therapy).

bersifat permanen yang akhirnya akan

Dengan

mengganggu kehidupan sosial maupun

kesempatan

pekerjaan penderita. (Flannery, 1999).

naturalnya

Pada

(Sukmaningrum, 2001), sehingga anak

penanganan,
mengakibatkan

komplikasi

umumnya

PTSD

dapat

bermain
berada

diberi

dalam

dunia

sebagai

anak

disembuhkan dan prinsip pertolongan

akan

pada korban bencana yang mengalami

mengekpresikan

PTSD adalah berupa pendampingan

eksplorasi terhadap diri mereka baik

pada korban untuk mengembalikan

perasaan, pikiran, pengalaman, maupun

kondisi seperti sediakala.(NICE, 2005)

tingkah

Berdasarkan hasil prasurvei di Dinas

berhadapan langsung dengan kondisi

Kesehatan di daerah pasca bencana

yang mengingatkan pada trauma yang

secara

bahwa

dialami namun hanya menggunakan

pengelolaan kesehatan jiwa masyarakat

materi-materi yang bersifat simbolik

pasca bencana termasuk di dalamnya

(Landreth, 2001). Dengan demikian,

PTSD

terapi bermain yang diterapkan pada

umum

belum

didapati

menjadi

prioritas

penanganan.

merasa

anak

laku,

aman
dan

karena

dalam
melakukan

anak

tidak

anak yang mengalami gangguan stress

Berdasar uraian di atas, anak

pasca trauma gempa bertujuan untuk

sebagai korban bencana yang rentan

menurunkan gangguan tersebut dengan

membantu anak belajar menerima diri

bertahan, mengatasi atau menghindar

sendiri dan belajar mengembalikan

(Roan, 2003).

kontrol

diri

serta

merasakan

belajar

kebebasan

untuk

PTSD

dalam

dapat

menyebabkan

masalah yang berat di rumah ataupun

berekspresi.

di tempat kerja. Semua orang dapat


mengalami

PTSD

baik

laki-laki,

PTSD (POST TRAUMATIC STRESS

wanita, anak-anak, tua maupun muda.

DISORDER)

Namun demikian, PTSD dapat sembuh

PTSD sangat penting untuk diketahui,

dengan pengobatan. Pada mulanya

selain

kejadian

PTSD dianggap hanya terbatas pada

bencana yang terjadi di Indonesia,

korban langsung dari suatu kejadian

PTSD juga dapat menyerang siapapun

traumatik. Saat ini diketahui bahwa

yang

kejadian

orang yang menyaksikan terjadinya

traumatik dengan tidak memandang

peristiwa traumatik pada orang lainpun

usia dan jenis kelamin. Terdapat

dapat menderita PTSD (Flanery, 1999

banyak pengertian PTSD, menurut

). Tidak semua orang yang mengalami

Kaplan (1998), PTSD adalah sindrom

suatu

kecemasan,

autonomik,

menderita PTSD. Perbedaan dalam

ketidakrentanan emosional, dan kilas

bereaksi terhadap sesuatu tergantung

balik dari pengalaman yang amat pedih

dari kemampuan seseorang tersebut

itu setelah stress fisik maupun emosi

untuk mengatasi kejadian traumatik

yang melampaui batas ketahanan orang

tersebut. Sebagai konsekuensi dari hal

biasa.

ini maka setiap orang akan berbeda-

karena

telah

banyaknya

mengalami

labilitas

Roan

sebagai

psikiater

kejadian

beda

kerusakan jaringan, luka atau shock.

traumatik. Beberapa orang akan terlihat

Sementara

dalam

tidak terpengaruh dengan peristiwa

psikologi diartikan sebagai kecemasan

traumatik tersebut atau tidak terlihat

hebat dan mendadak akibat peristiwa

dampak dari peristiwa itu sementara

dilingkungan

yang

orang lainnya akan muncul berbagai

melampaui batas kemampuannya untuk

gejala adanya PTSD. Banyak korban

psikis

seseorang

mengatasi

akan

menyatakan trauma sebagai cidera,

trauma

dalam

traumatik

kejadian

menunjukkan gejala terjadinya PTSD

segera sesudah terjadinya bencana,

mengakibatkan

sementara

antar

sebagian

lainnya

baru

manusia,

buruknya

hubungan

prestasi

pekerjaan.

berkembang gejala PTSD beberapa

Penderita PTSD sering berusaha untuk

bulan

tahun

mengatasi konflik batinnya dengan

kemudian. Pada sebagian kecil orang,

menyendiri atau bisa juga menjadi

PTSD dapat menjadi suatu gangguan

pemarah. Hal ini akan mengganggu

kejiwaan yang kronis dan menetap

hubungannya dengan sesama. Secara

beberapa puluh tahun bahkan seumur

umum Grinage (2003) mengungkapkan

hidup.

bahwa PTSD ditandai oleh beberapa

ataupun

beberapa

Diagnosis

PTSD

biasanya

gangguan,

yaitu:

(1)

Gangguan

terbatas pada mereka yang pernah

fisik/perilaku. Gangguan fisik/perilaku

mengalami

ditandai: sulit tidur, terbangun pagi

pengalaman

traumatik.

Kriteria

diagnosis

PTSD

meliputi:

(1).

Kenangan

lainnya

sekali;

(2)

Gangguan

kemampuan

yang

berpikir; (3) Gangguan emosi; (3)

tentang

Tidur terganggu sepanjang malam dan

kejadian pengalaman traumatik yang

gelisah; (4) Terbangun dengan keringat

berulang-ulang (2). Adanya perilaku

dingin;

menghindar (3). Timbulnya gejala-

walaupun tidur sepanjang malam; (6)

gejala berlebihan terhadap sesuatu yang

Mimpi buruk dan berulang; (7) Sakit

mirip saat kejadian traumatik dan (4)

kepala; (8) Gemetar dan; (9) Mual.

mengganggu

atau

ingatan

Tetap adanya gejala tersebut minimal

(5)

Selalu

Berikut

merasa

adalah

lelah

simptom

satu bulan. Pada umumnya penderita

gangguan kemampuan berpikir, seperti

PTSD menderita insomnia dan mudah

tersinggung

terkejut.

mengambil keputusan untuk masalah

Penderita PTSD sering menunjukkan

sehari-hari (2) sulit berkonsentrasi (3)

reaksi yang berlebihan yang merupakan

sulit membuat rencana tentang hal-hal

akibat adanya perubahan neurobiologis

yang sederhana (4) banyak memikirkan

pada sistem syarafnya (Grinage, 2003).

masalah-masalah

Penderita

curiga

serta

PTSD

mudah

juga

mengalami

(1)

sulit

dan

atau

lambat

kecil

perasaan

dalam

(5)

mudah

selalu

takut

gangguan konsentrasi atau gangguan

disakiti (6) adanya ide bunuh diri (7)

mengingat,

Teringat

sehingga

sering

kembali

pada

kajadian

traumatis

hanya

dengan

melihat,mencium,atau

adalah faktor-faktor yang ada saat

mendengar

terjadinya

sesuatu ( Grinage, 2003 ).

dan

putus

asa

antara

lain

dalamnya rasa duka selama terjadinya

Gangguan emosi ditandai (1)


sedih

bencana

(2)

bencana, melihat dirinya atau keluarga

mudah

yang

cedera,

merasakan

ancaman

tersinggung dan cemas (3) kemarahan

terhadap hidunya, rasa panik selama

dan rasa bersalah (4) perasaan orang

bencana terjadi, ketakutan yang amat

lain

sangat, terpisah dari anggota keluarga,

tidak

akan

penderitaannya

(5)

dapat

mengerti

perasaan

takut

kehilangan

anggota

keluarga,

mengalami kembali kejadian traumatis

kehilangan harta yang besar, dipindah

tersebut (6) perasaan kehilangan dan

dari rumah / daerah asal. Secara singkat

kebingungan (7) perasaan ditinggalkan

korban

(8) emosi yang naik turun (9) mudah

beberapa kondisi sebagai berikut:

bencana

akan

mengalami

mengalami kecelakaan dan penyakit


(10)

meningkatnya

masalah

SEBELUM

SESUDAH

BENCANA

perkawinan dan pergaulan dan (11)

BENCANA

BENCANA

ADAPTASI

perasaan seakan-akan bencana tersebut

_ Kehidupan _ Kehidupan - depression,

tidak terjadi (Grinage, 2003).

rutin

tidak

- anxiety,

_ Bertujuan

menentu

- flashbacks,

terjadinya PTSD pasca bencana dapat

_Dapat

dibagi

direncanakan bertujuan

Beberapa

menjadi

faktor

beberapa

risiko

kategori.

Tidak - recurrent

Kategori pertama adalah faktor-faktor

_Sepertinya

sebelum terjadinya bencana antara lain:

tidak

jenis

direncanakan

kelamin,

umur,

pengalaman

- Nightmarer
- avoidance

dapat

of reminders
of the event

terhadap bencana sebelumnya, budaya,


Sumber; Merriam- Websters Medical
Dictionary

ras, status sosial ekonomi (pendidikan,


pekerjaan,penghasilan),

status

pernikahan, status di dalam keluarga

PENANGANAN PTSD

(Ayah, Ibu, anak), kepribadian dan


riwayat

kesehatan

jiwa

Ada

sebelum

pengobatan

terjadinya bencana. Kategori kedua

penderita

dua
yang
PTSD,

macam
dapat
yaitu

terapi

dilakukan
dengan

menggunakan

farmakoterapi

dan

pikiran negatif dan mengganti dengan

psikoterapi. Pengobatan farmakoterapi

pikiran positif ketika menghadapi hal

dapat berupa terapi obat hanya dalam

hal yang membuat stress (stresor), 4)

hal kelanjutan pengobatan pasien yang

assertiveness training, yaitu belajar

sudah dikenal. Terapi anti depresiva

bagaimana mengekspresikan harapan,

pada gangguan stres pasca traumatik

opini dan emosi tanpa menyalahkan

ini masih kontroversial.

atau menyakiti orang lain, 5) thought

Penanganan melalui konseling

stopping,

yaitu

belajar

bagaimana

atau psikoterapi. Para terapis yang

mengalihkan pikiran ketika kita sedang

berkonsentrasi pada masalah PTSD

memikirkan hal-hal yang membuat kita

percaya bahwa ada tiga tipe psikoterapi

stress (Anonim, 2005b).

yang dapat digunakan dan e fektif

Dalam

cognitive

untuk penanganan PTSD, yaitu: anxiety

terapis

management,

kepercayaan yang tidak rasional yang

exposure

cognitive

therapy

Pada

therapy,
anxiety

membantu

mengganggu

untuk

therapy,

emosi

dan

merubah

kegiatan

management, terapis akan mengajarkan

sehari-hari klien.

beberapa ketrampilan untuk membantu

korban

mengatasi gejala PTSD dengan lebih

menyalahkan diri sendiri karena tidak

baik melalui: 1) relaxation training,

hati -hati. Tujuan kognitif terapi adalah

yaitu belajar mengontrol ketakutan dan

mengidentifikasi pikiran-pikiran yang

kecemasan

dan

tidak rasional, mengumpulkan bukti

merelaksasikan kelompok otot -otot

bahwa pikiran tersebut tidak rasional

utama, 2) breathing retraining, yaitu

untuk melawan pikiran tersebut yang

belajar bernafas dengan perut secara

kemudian mengadopsi pikiran yang

perlahan

lebih

secara

-lahan,

sistematis

santai

dan

Misalnya seorang

kejahatan

realistik

untuk

mungkin

membantu

menghindari bernafas dengan tergesa -

mencapai emosi yang lebih seimbang

gesa yang menimbulkan perasaan tidak

(Anonim, 2005b).

nyaman, bahkan reaksi fisik yang tidak

Sementara itu, dalam exposure

baik seperti jantung berdebar dan sakit

therapy

kepala, 3) positive thinking dan self-

menghadapi situasi yang khusus, orang

talk, yaitu belajar untuk menghilangkan

lain, obyek, memori atau emosi yang

para

terapis

membantu

mengingatkan

pada

trauma

dan

Hal ini dapat membantu anak lebih

menimbulkan ketakutan yang tidak

merasa

realistik dalam kehidupannya. Terapi

dengan

dapat berjalan dengan cara: exposure in

(Anonim, 2005b).

the imagination, yaitu bertanya pada


penderita

untuk

mengulang

nyaman

dalam

pengalaman

berproses

traumatiknya

Selain itu, didapatkan pula

cerita

support group therapy dan terapi

secara detail sampai tidak mengalami

bicara. Dalam support group therapy

hambatan menceritakan; atau exposure

seluruh peserta merupakan penderita

in reality, yaitu membantu menghadapi

PTSD yang mempunyai pengalaman

situasi yang sekarang aman tetapi ingin

serupa

dihindari

menyebabkan

tsunami, korban gempa bumi) dimana

ketakutan yang sangat kuat (misal:

dalam proses terapi mereka saling

kembali ke rumah setelah terjadi

menceritakan

perampokan di rumah). Ketakutan

traumatis mereka, kemdian mereka sa

bertambah kuat jika kita ber -usaha

ling memberi penguatan satu sama lain

mengingat situasi tersebut dibanding

(Swalm, 2005). Sementara itu dalam

berusaha melupakannya. Pengulangan

terapi bicara memperlihatkan bahwa

situasi

dalam sejumlah studi penelitian dapat

karena

disertai

penyadaran

yang

(misalnya

korban

tentang

pengalaman

berulang akan membantu menyadari

membuktikan

situasi lampau yang menakutkan tidak

berbagi

lagi

mampu memperbaiki

kondisi

jiwa

penderita. Den

gan

berbagi,

bisa

beban

pikiran

dan

berbahaya

dan

dapat

diatasi

(Anonim, 2005b).
Selain

teknik-teknik

yang

bahwa

bencana

cerita

memperingan

terapi

mengenai

saling
trauma,

telah dijelaskan tersebut, didapatkan

kejiwaan yang dipendam. Bertukar

pula terapi bermain ( play therapy)

cerita membuat merasa mereka senasib,

yang biasa

bahkan merasa dirinya lebih baik dari

penanganan

diterapkan dalam upaya


anak

PTSD.

Terapi

orang

lain.

Kondisi

ini

memicu

bermain dipakai untuk menerapi anak

seseorang untuk bangkit dari trauma

dengan

memakai

yang diderita dan melawan kecemasan

permainan untuk memulai topik yang

(A nonim, 2005b). Pendidikan dan

tidak dapat dimulai secara langsung.

supportive konseling juga merupakan

PTSD.

Terapis

upaya lain untuk mengobati PTSD.

atau mengajak dialog dengan mereka

Konselor

sehingga tercipta perasaan yang lebih

ahli

pentingnya

mempertimbangkan

penderita

PTSD

(dan

baik dan mengembangkan kemampuan

keluarganya) untuk mempelajari gejala

untuk

PTSD dan bermacam treatment (terapi

bermain merupakan terapi yang dalam

dan pengobatan) yang cocok untuk

pelaksanaan

PTSD.

media
Walaupun

masalah.

terapi

alat-alat

Terapi

menggunakan

bermain.

Setiap

mem-

permainan memiliki makna simbolis

punyai gejala PTSD dalam waktu lama,

yang dapat membantu terapis untuk

langkah pertama yang pada akhirnya

mendeteksi sumber permasalahan anak

dapat

(Sukmaningrum, 2001).

ditempuh

seseorang

mengatasi

adalah

mengenali

gejala dan permasalahannya sehingga

B. Konsep Dasar

dia mengerti apa yang dapat dilakukan

Landert

untuk mengatasinya (Anonim, 2005b).

(1991)

menyatakan

bahwa dalam Play therapy dikenal tiga


pendekatan, yaitu non-directive atau

KONSELING MELALUI TEKNIK

humanis,

PLAY THERAPY

Pendekatan non-directive dipelopori

A. Definisi

oleh Williamson dengan karakteristik

Bermain

digunakan

sebagai

directive,

dan

eclectic.

sebagai berikut: pendekatan langsung

terapi untuk anak-anak sebagaimana

(therapist-centered

konseling digunakan sebagai terapi

pendekatan untuk segera melakukan

untuk

tindakan (action approach), dan lebih

therapy

orang-orang
merupakan

dewasa.
suatu

Play
teknik

bersifat

approach),

behavioristik.

Terdapat

konseling yang diberikan orang dewasa

beberapa langkah dalam pendekatan

kepada anak-anak dengan didasari oleh

ini, yaitu :

konsep bermain sebagai suatu cara


1) Analisis : Mengumpulkan data

komunikasi anak-anak dengan orang


dewasa

untuk

dan

mengungkapkan

dewasa

sumber

secara

autoanamnesa (yang dikemukakan

ekspresinya yang sifatnya alami, maka


orang

semua

oleh

menggunakan

klien

sendiri)

maupun

alloanamnesa (yang dikemukakan

pendekatan ini untuk mengintervensi

oleh

teman-teman,

orang-orang

terapis, hal ini dapat diatasi dengan

disekitar klien)
2) Sintesis

tidak

: Menghubungkan dan

Mengidentifikasi
Dalam pendekatan ini, anak

4) Prognosa :

Antisipasi

diberi

apakah

diri

seoptimal

"Apa yang hendak ia mainkan, ia

Membantu

sendiri yang menentukan, sedangkan

menyelesaiakan masalah klien

terapisnya hanya mengikutinya sambil

6) Follow up : Tindak lanjut untuk


apakah

memberikan

yang

Tahap

ini

umpan

balik.

Selama

mengikuti permainan, terapis akan

diberikan dalam terapi dilakukan


klien.

untuk

mungkin dan bebas di ruang bermain.

dengan mudah.

mengevaluasi

kesempatan

mengekspresikan

permasalahan dapat diselesaikan

oleh

kecuali

menetap.

masalah

5) Terapi

nasehat

nasehat tersebut sudah teruji secara

merangkum data
3) Diagnosis :

memberikan

mengamati perilaku anak dan mimik

perlu

wajahnya.

dilakukan terus-menerus.

Berdasarkan

pengamatan

itu, terapis akan memberikan umpan


Pendekatan non-directive ini

balik yang sesuai. Misal, si anak

memiliki beberapa keuntungan, karena

melempar-lempar mainannya dengan

waktu yang dibutuhkan relatif singkat

ekspresi wajah yang kesal, maka

(hanya 3-4 kali pertemuan), pendapat

terapis akan menanyakan padanya apa

dan pengalaman dari konselor dapat

yang membuatnya merasa jengkel. Di

digunakan sebagai dasar pikiran klien

sini

dan banyak diterapkan, karena tidak

dipahami, dan seiring dengan proses

perlu memberikan penjelasan panjang

tersebut

lebar. Meski demikian, pendekatan ini

memahami dirinya.

akhirnya

ia

anak

akan

akhirnya

akan

merasa

lebih

juga memiliki kelemahan, yaitu: ada


kemungkinan

klien

Pendekatan

mengutarakan

pendekatan

masalah sederhana yang bukan menjadi


masalah
terjadi

sebenarnya
ketergantungan

dan

centered

biasanya

klien

kedua

directive
play

atau

therapy

adalah
child
yang

dikembangkan oleh Carl R.Rogers.

pada

Child-centered

10

play

therapy

lebih

memfokuskan
masalah

pada

yang

seringkali

anak

muncul.

terapis

daripada

Meskipun

yang

Klien dibantu agar makin mengenal


dirinya

sedang

Ciri-ciri :

melakukan diagnosis dan asesmen

Personal

daripada

masalah

menjadi kehilangan cara pandang ini,

Saat ini

daripada

masa lalu

tetapi simptom/gejala dianggap tidak

Perasaan

drpd

sepenting

Pengertian

daripada

penjelasan

Penerimaan

daripada

mengoreksi

Arah anak

drpd

anak.

Pendekatan

ini

dikembangkan berdasar asumsi bahwa:


1) Orang yang datang pada terapis
memiliki

kemampuan

sikap

tindakannya

serta

dasar

untuk

terapis
Hubungan ini terbentuk selama

dan

terapis mengkomunikasikan pengertian

mengarahkan

dan

dirinya

penerimaan.

yang sensitif terhadap perasaan di


dalam

Terapis

tanggungjawab atas penyelesaian


Klien

pertanyaan

menerima

umumnya

cenderung

mengangkat

anak terfokus pada terapis daripada


pada anak. Terapis bermain juga

pengetahuan,

menghindari berbagai bentuk evaluasi.

menjelaskan dan mengulang secara


obyektif

bermain

pertanyaan membuat hubungan terapis-

untuk

mengekspresikan diri
Terapis

cara

dunia afektif ke dunia kognitif, serta

penyelesaiannya

dengan

menghindari bertanya dengan alasan

diminta

membuat alternatif dan memutuskn

bebas

anak

verbal maupun nonverbal.

memimpin terapi dan memotivasi

masalahnya.

diri

merefleksikan perasaan, baik secara

Klien diberi kesempatan untuk

Klien

mulai

ketika terapis menunjukkan respon

tercipta suasana yang mendukung.

Anak

mengenali nilai-nilai dalam dirinya

2) Kemampuan ini dapat tergali, jika

instruksi terapis

Kearifan anak daripada pengetahuan

mengenali dirinya untuk mengubah


konsep,

pikiran&tindakan

Anak didorong tetapi tidak diberi

pernyataan-pernyataan

hadiah, karena hadiah membentuk pola

klien

evaluatif.

11

Selain

itu

menghindari

terapis

bermain

intervensi

6. Mampu mengambil keputusan yang

seperti

sesuai tujuannya

menawarkan solusi atau nasihat, atau

7. Mengalami

membiarkan anak memanipulasi terapis

mengendalikan

untuk menjadi guru dan melakukan

8. Mengembangkan

sesuatu untuknya. Anak dianggap tidak


belajar

untuk

evaluation,
ketika

self-direction,

dan

terapis

self-

9. Menjadi lebih sensitive terhadap


proses mengatasi masalah

dan

10. Menjadi lebih mempercayai diri

memberi solusi.
Tujuan

sendiri
child-centered

play
Pendekatan

therapy sejalan dengan arah perjuangan

mengalami

proses

anak

directif dan non directif, digunakan bila

akan

dalam

menemukan

individu

dengan

untuk

satu

atas, maka child-centered play therapy

terapi

directive.

Terapis

kegiatan

terapi.

Klien

dapat

mengikuti program terapis dengan

ditujukan untuk membantu anak:

rileks

1. Mengembangkan konsep diri yang

karena

sehingga

positif

tidak

anak

ada

paksaan,

akan

merasa

membutuhkan terapis.

2. Meningkatkan rasa tanggung jawab


terarah

anak

disesuaikan dengan kondisi klien dalam

akan datang. Untuk mencapai hasil di

lebih

directive

menggunakan cara yang dianggap tepat

mengatasi masalah sekarang dan yang

3. Menjadi

non

permainan, terapis dapat membantu

Memfasilitasi anak untuk menjadi lebih


sebagai

terapi

kemudian diam tidak mau melanjutkan

kekuatan dalam diri (internal strength).

adekuat

adalah

merupakan gabungan dari pendekatan

menuju self actualization. Dengan


diharapkan

ketiga

pendekatan eklektif, pendekatan ini

self directing dari dalam diri anak

demikian

kemampuan

internal untuk mengevaluasi

bertanggungjawab
mengevaluasi

perasaan

(serf

C. Teknik-Teknik

directing)

Dan

Prosedur

Dalam Play therapy

4. Menjadi lebih menerima diri (self

Terdapat banyak teknik yang

acceptance)

dapat digunakan play therapy,

5. Menjadi lebih tangguh (self reliant)

diantaranya:

12

1. Symbolic play techniques

untuk

memunculkan

Merupakan permainan yang secara

menanamkan

simbolik

keterampilan

untuk

memungkinkan

mengeluarkan

anak

kehidupan

emosi mereka melalui permainan.

menyelesaikan

Cocok bagi anak pada masa laten


untuk

Bender,

mengungkapkan

bahwa

Negara

mengembangkan

1954

achievement,

play

menguasai lingkungan, dan self-

therapy dapat dilakukan pada anak


semua

kompetensi,

esteem.

dengan

6. Electronic techniques

menggunakan pasir, batu, daun

Permainan

palm, salju atau kristal es. Hal ini

menjadi

mengingat

mengembangkan

bahwa

dan

5. Board games

media

dari

nilai-nilai

masalah.

2. Play techniques using natural

Lauretta

insight,

bahan-bahan

elektronik
alat

dapat
untuk

kemampuan

alam memiliki arti/makna bagi anak

menyelesaikan

masalah,

dan memiliki nilai terapuetik

mengendalikan

agresi,

3. Drawing and art techniques


Menurut

Shaw,

1938

meningkatkan
melukis

berpikir, kerjasama dan nilai-nilai

dengan tangan memiliki fungsi


terapuetik

dan

interpersonal

memunculkan

katarsis. Tahun 1946 Jacob Arlow

D. Prosedur Dalam Play therapy

dan Asja Kadis, melihat bahwa


finger

painting

memproyeksikan
mengekspresikan

fantasi

Dalam play therapy penerapan

dapat

konsep client-centered dapat dilakukan

dan

terhadap klien individual dan juga

dan

kelompok, sehingga dikenallah bentuk

asosiasi bebas.
4. Storytelling,

kemampuan

child-centered play therapy dan childrole

playing,

and

centered group play therapy. Selain itu

imagery techniques

dengan orientasi efisiensi waktu maka

Mengeluarkan konflik di dalam

dikembangkan play therapy dalam

diri, mengenalkan cara adaptasi

durasi short term, tetapi pada kasus

yang lebih sehat, dengan bertujuan

yang

13

kritis

atau

traumatic

membutuhkan frekuensi lebih banyak

jangka

maka dirancanglah bentuk intensive

therapy merupakan bentuk penanganan

short term (dalam Landreth, 2001).

yang terdiri dari kurang atau sama

Agar

pelaksanaan

panjang.

Short

term

play

terapi

dengan 12 sesi dengan durasi 30-45

bermain lebih efektif, filial therapy

menit per sesi, dan dilakukan seminggu

dikembangkan oleh Landreth (2001)

sekali.

untuk orang tua, selama 10 minggu

Selain itu berkembang pula

hubungan orang tua-anak diperkuat

Intensive short term play therapy, yaitu

melalui

komponen

penanganan

dinamis.

Orang

didaktik
tua

keterampilan tentang

dan

mendapat

terhadap

child-centered

yang

lebih

kasus-kasus

traumatic,

intensif

kritis

misalnya

atau

kecelakaan,

play therapy seperti merefleksikan

kehilangan orang yang dicintai, korban

perasaan, menunjukkan penerimaan,

kekerasan, korban ledakan bom dll.

dan menentukan batasan yang tepat.

Dalam penanganan ini pertemuan tidak

Terapi

dukungan

dilakukan seminggu sekali tetapi bisa

tua

dan

sampai

keterampilan

pola

Pertimbangannya

ini

emosional

memberikan
bagi

orang

mengembangkan

asuh yang lebih sehat.


Dewasa
dituntut

kali

per
adalah

minggu.
karena

efektifitas 10 sesi dalam 10 minggu

ini

play

untuk

therapy

sama dengan efektifitas dari 10 sesi

lebih

dalam 2 minggu,

maka dalam 8

mempertimbangkan efektifitas biaya,

minggu selanjutnya anak akan dapat

lebih berorientasi pada tujuan, dan

menyesuaikan diri dengan lebih baik

pembatasan

waktu

terapi.

Dengan

dan menjadi produktif lebih cepat.

demikian

terapis

play

terapi

penelitian

tentang

penanganan dengan frekuensi 2 kali per

short term play therapy agar mampu

hari setiap pagi dan sore, atau 3 sesi per

membuktikan efektifitas play therapy

hari dengan durasi 30 menit dan jeda

sebagai

istirahan diantaranya selama 30-45

mengembangkan

tritmen

terhadap

Model

anak

berdasarkan bukti empiris dan juga

intensif

yang

lain

adalah

menit.

untuk membantah anggapan bahwa

Model

play therapy membutuhkan komitmen

lainnya

lagi

adalah

penanganan dengan durasi 4-6 jam per

14

hari selama 4 hari berturut-turut yang

berresiko

tinggi

yang

dapat

pernah digunakan untuk anak-anak

menyakitkan secara emosional.

yang mengalami traumatik korban


Beberapa gejala yang menonjol

gempa bumi. Penggunaan Short term

yang terjadi pada anak paska trauma

ini dapat dilakukan dengan play terapi

berdasar hasil pengamatan anak-anak

individual juga kelompok, sehingga

di kamp pengungsian menunjukkan

dikenal dengan sebutan short term

bahwa mereka takut berpisah dari

(individual) play therapy dan short

orang tua, berteriak-teriak, trembling,

term group play therapy.

whimpering,

excessive

mengalami

E. Penerapan Play Therapy pada

clinging,

gangguan

tidur,

nightmares, ketakutan yang irrasional,

Stress Pasca Trauma Bencana

dan sakit perut tanpa didasari kondisi

Merapi

medis (Strachan dan Bloem, 2005).


Penerapan Play therapy dalam
Symtomp

makalah ini akan difokuskan pada

mengacu pada peristiwa eksternal yang

anak yang selamat dari gempa Bencana

stressful dan tidak diharapkan. Trauma

Merapi mengalami peristiwa emosional

psikis akan menyebabkan individu

yang menyakitkan, dimana mereka

dihadapkan pada kondisi helplessness

harus kehilangan salah satu atau kedua

dalam menghadapi bahaya kecemasan

orangtuanya dan beberapa saudara atau

dan

anggota keluarga yang lain, tempat

perpindahan

yang

adanya

mendadak

1. Merasa

dari

peristiwa

rumah ke tempat pengungsian yang


sangat
berperan

crowded,
sebagai

diyakini

dapat

kondisi

yang

instingtif.

adalah:

sekolah yang tidak mendukung. Shock


tersebut,

dorongan-dorongan

Karakteristik symtomp yang terlihat

yang rusak, serta kondisi

peristiwa

atas

menyatakan bahwa peristiwa traumatik

pasca trauma bencana Merapi. Anak-

akibat

di

menguatkan pendapat Terr (1991) yang

kasus anak yang mengalami stress

tinggal

tersebut

nightmare

15

mengalami
traumatik,

kembali
seperti

2. Menghindari

yang

Menudurt Knudson (dalam Shaw, dkk,

diasosiasikan dengan situasi yang

1995) ketepatan dalam mendiagnosa

mengingatkan

dan memperlakukan anak-anak yang

3. Kehilangan

stimulus

trauma
responsifitas

secara

mengalami

umum

gangguan

stress

pasca

trauma merupakan hal yang sangat

4. Meningkatnya rousal
kewaspadaan,

irritabilitas,

seperti

penting karena jika perlakuannya tidak

dan

tepat dapat mempengaruhi aspek-aspek

susah tidur

perkembangan individu selanjutnya.


Anak memiliki resiko terbesar untuk

Selanjutnya

Terr

(1991)

mengalami efek trauma sebab mereka

mengidentifikasi empat karakteristik


anak

yang

mengalami

belum memiliki kematangan identitas

peristiwa

diri dan kemampuan mereka untuk

traumatik, yaitu:

melakukan koping terhadap stres masih

1. Recurrent dan intrusive

sangat terbatas, sehingga jika trauma

2. Perilaku yang diulang-ulang

psikis terjadi pada masa kanak-kanak,

3. Ketakutan yang spesifik terhadap

biasanya

trauma dan menghindari stimulus

akan

perkembangan

yang diasosiasikan dengan trauma

terjadi

penghentian

emosional.

(Kaplan,

dkk, 1997).

4. Sikap yang berubah-ubah terhadap


orang-orang,

aspek-aspek

Gangguan stres pasca trauma

kehidupan dan masa depan

pada anak selain berpengaruh terhadap


kondisi emosi, juga mengandung resiko

Anak-anak

yang

mengalami

yang berhubungan dengan masalah

peristiwa traumatik tidak saja menjadi

psikososial, gangguan belajar, dan

terganggu secara fisik dan psikis saat

hambatan perkembangan (Ammerman

kejadian, tetapi justru yang menjadi

& Hersen, 1997). Gejala-gejala yang

ancaman adalah gangguan tersebut

muncul antara lain kecemasan karena

termanifestasi dalam bentuk dan waktu

perpisahan dengan orangtua, penolakan

yang berbeda. Pengalaman yang tidak

untuk

menyenangkan akan tersimpan dalam


alam

bawah

sadar

yang

sekolah,

sendirian,

dapat

menolak

gangguan

ditinggal
perilaku,

gangguan tidur, mimpi buruk, sering

mempengaruhi dinamika kepribadian.

16

terjaga,

perilaku

ngompol),

regresif

hiperaktif,

konsentrasi,

dan

(misal:

dengan

memberikan

gangguan

fasilitas

bermain.

keluhan-keluhan

alat-alat
Play

dan

therapy

memberikan relasi yang aman bagi

somatis (Kalayjian, dalam Azarian,

anak

untuk

mengekspresikan

dan

dkk, 1998).

melakukan eksplorasi terhadap diri


mereka (perasaan, pikiran, pengalaman,

Berdasar
tersebut,

kondisi

maka

perlu

mental

dan tingkah laku)

dilakukan

melalui

media

komunikasi natural anak yaitu bermain

intervensi dini guna menyelamatkan

(Landreth, 1991).

anak-anak dari penderitaan trauma


yang dialami. Orangtua, guru, dan

Menurut Landreth (2001), play

profesional kesehatan mental perlu

therapy

direkomendasikan

sebagai

bekerja sama menangani kasus ini

media

terapi

bermain

sehingga anak dapat merasa terlindungi

merupakan ekspresi alamiah anak dan

dari stimulus yang menyakitkan.

play therapy tidak

karena

secara langsung

mengingatkan anak dengan peristiwa


Intervensi yang tepat bagi anak

traumatik

diharapkan dapat diberikan sejalan

dilakukan

dengan karakteristik perkembangan,

dunia

dalam

bermain,

pada

pasca trauma dapat dilakukan dengan


bermain

feeling

anak

pasca

traumatik

juga

dianggap memiliki kelebihan terkait

(play

dengan fleksibilitas yang tinggi yang

therapy).

diterapkan sesuai dengan situasi yang


dihadapi.

Play therapy merupakan suatu


bentuk

innermost

dan

mereka. Play therapy yang diterapkan

penanganan anak yang mengalami stres

terapi

menggunakan

mengekspresikan

mengeksplorasi

sehingga intervensi yang tepat bagi

memberikan

dengan

karena

memungkinkan anak merasa aman

maupun psikomotorik anak. Dunia


merupakan

dialami

materi-materi simbolik. Hal tersebut

baik aspek sosial, kognitif, emosi,

anak

yang

relasi

interpersonal

yang

Guna

dinamis antara anak dan terapis yang

memperoleh

atau

mencapai penguasaan dari peristiwa

dilakukan dalam prosedur bermain

masa lalu, anak perlu diberi media

17

yang dapat memberikan lingkungan

guna memperoleh kontrol diri atau

penuh dengan kreasi imajinasi sehingga

penguasaan

penyelesaian tugas dalam permainan

dimana sebelumnya mereka tidak

dengan

berdaya.

kemampuan

superhuman

kepada anak untuk menghadapi situasi

diri

dalam

situasi

Permainan sandiwara atau drama

sosial dan fisik dapat dilakukan dengan

dapat menggambarkan peran (role)

baik. Menurut Geldard & Geldard

yang sangat kuat.

(2001) dan Landreth (2001), media


yang dapat digunakan untuk play

Buku cerita dan bercerita dapat


mendorong atau membesarkan hati
anak untuk merubah cerita. Anak

Bermain boneka (puppe/soft toys)

Bermain pasir

Senjata mainan

Bermain lilin
Penerapan

dapat memproyeksikan jalan keluar

mengalami

sendiri bahkan karakter-karakter

prosedur

Menggambar dapat memberikan

gambar-gambar

anak,

yang

anak

permainan

terapuitik,

tahap

pikiran-pikiran

yang

diawali

eksplorasi

atau

anak,

tahap

perkembangan, dan terminasi atau

diri mereka.
Dalam

pasca

sensitif dan perasaan-perasaan serta

dapat

melukiskan kekuatan dan kontrol

stress

penjelajahan permasalahan anak yang

berisi peristiwa traumatis yang


alami,

gangguan

dengan membangun hubungan dengan

pengalaman kepada anak untuk

mereka

bermain

trauma perlu memperhatikan beberapa

dalam cerita.

membuat

terapi

sebagai intervensi bagi anak yang

yang sesuai dengan diri mereka

potongan-potongan

kertas menjadi suatu gambar.

therapy bagi anak pasca trauma berupa:

Menyusun

penghentian (Griffith, 1997). Berikut


perjalanan

ini contoh materi yang dapat diterapkan

imajinasi (imaginary journey) anak

dalam terapi bermain bagi anak dengan

dapat menjelajahi situasi kehidupan

gangguan stress pasca trauma gempa

masa lalu mereka, sehingga anak

bumi:

dapat memasukkan perilaku baru


MATERI

dalam imajinasi mereka sendiri,

18

TUJUAN

METODE

Ice
Breaking

Mengetahui
gambaran
diri

Mengenal
perasaan

Mengontrol
emosi

Strategi
pemecahan
masalah

Penutup

Menciptakan
keakraban antara
anak
dengan
terapis, dan antar
anak
peserta
terapi
Mengajarkan
kepada peserta
cara
memperkenalkan
diri
Peserta
mengenalkandiri
sendiri

Mengenal
berbagai
jenis
perasaan diri dan
orang lain
- Mengenalkan
situasi-situasi
yang
menumbuhkan
emosi tertentu
- Mengajarkan
anak
cara
mengontrol
perasaan
- Mengajarkan
anak
cara
mengekspresika
n
perasaan
dengan
cara
yang tepat
Mengajarkan anak
cara
memahami
masalah
dan
memikirkan
penyelesaian
Melatih anak agar
dapat
menyimpulkan
pengalaman
yang
telah dilalui dengan
melihat
manfaat
positif yang dapat
diperoleh

Materi-materi

tersebut

Permainan

Bercerita
Menggambar

- Bermain
lilin/malam
- Bercerita
- Diskusi

Menggambar
Bermain lilin
Diskusi

Sandiwara
(bermain
peran)
Diskusi

METODE

WAKTU

45
menit

60
menit

3.
Identifi
kasi
terhada
p
karakter
dan
kecema
san
(menge
nali
perasaa
n)

Bercerita

60
menit

1.Menga
mbar

60
menit

2.
Bermain
lilin

45
menit

4.
Eksplor
asi
perasaa
n

dijadikan

kegiatan yang akan dilakukan, contoh:


Permainan

Bercerita

Tanya jawab

sebagai dasar dalam membuat program

SESI
I. Ice
Breakin
g

2.
Asesme
n
(menget
ahui
gambar
an diri)

PROSEDUR
- Perkenalan
yang diawali
oleh terapis
dan
coterapis

19

- Perkenalan
dari peserta
- Perkenalan
dilakukan
dengan
berpasangpasangan
seolah-olah
peserta
A
menjadi
B,
dan
sebaliknya
Terapis
membaca
cerita
Anak
diminta
menambah
cerita sendiri
sesuai
pengalaman
yang pernah
dialami anak
- Anak saling
menyambung
cerita
Terapis
membaca
cerita
Anak
diminta
menambah
cerita sendiri
sesuai
pengalaman
yang pernah
dialami anak
- Anak saling
menyambung
cerita
Anak
menggambar
bebas namun
harus
ada
unsur rumah,
pohon,
dan
orang
Anak
diminta
menceritakan
hasil gambar
Anak
diminta
membuat
bentuk sesuai
peran mereka
dan
orangorang
dekatnya
Anak
diminta

5.
Mengo
ntrol
Emosi

1.
Ceramah
dan tanya
jawab

2.
Bercerita

6.
Strategi
pemeca
han
masalah

Sandiwara

45
menit

45
menit

75
menit

bercerita
tentang apa
yang mereka
buat
Terapis
menjelaskan
contoh-contoh
pentingnya
mengontrol
perasaan dan
dampak yang
terjadi ketika
ekspresi
perasaan tidak
tepat
Anak
diminta
membuat
kelompok dan
masingmasing
kelompok
menggambar
ekspresi
marah, sedih,
takut
Anak
diminta
menceritakan
gambar dan
cara
mengatasi
saat perasaan
yang
digambar
terjadi pada
diri mereka
Anak
diminta
membuat
setting tempat
dengan
menyusun
meja
kursi
dan perabotan
yang
dibutuhkan
Anak
membentuk
kelompok
Anak diminta
membuat
cerita sesuai
tema berupa
pengalaman
yang pernah
dialami
selama gempa
Anak
diminta
memerankan

cerita
yang
telah dibuat
- Diskusi

Penerapan

play

therapy

untuk

menangani anak dengan gangguan stres


pasca trauma Bencana Merapi dapat
dilakukan secara individual maupun
kelompok.

Dengan

terapi

bermain

kelompok diharapkan dapat menjadi


media bagi anak dalam melatih dan
mengembangkan kompetensi diri dan
belajar

mekanisme

digunakan

anak

mengeksplorasi

koping

yang

lain

serta

kehilangan

dan

menormalkan reaksi anak dengan cara


berbagi pengalaman.

SIMPULAN
Penerapan
anak

yang

konseling

memiliki

pada

karkateristik

perkembangan baik kognitif, emosi,


sosial, dan perilaku yang berbeda
dengan
perlunya

orang

dewasa,

pemberian

menuntut

layanan

yang

sesuai dengan karakteristik tersebut.


Terdapat beberapa kelebihan penerapan

20

Play therapy

salah satu teknik

dengan budaya petani yang sangat

konseling bagi anak korban bencana,

kental

yaitu play therapy sesuai dengan tahap

bencana, hal ini berpengaruh terhadap

perkembangan

pola hubungan orangtua dan anak,

bermain.

anak

Selain

sebagai

itu,

masa

penanganan

pada

dimana

masyarakat

orangtua

jarang

korban

mengisi

gangguan stress pasca trauma (PTSD)

waktunya

bermain

bersama

yang dialami anak korban bencana

mereka

akan

merapi dengan play therapy dapat

menghabiskan waktu mereka di sawah

melibatkan orang-orang dewasa yang

sehingga

berada di sekitar anak, dan tidak terlalu

menerapkan Filial therapy cenderung

membutuhkan media bermain yang

sulit. Namun, karena masyarakat desa

sulit. Media atau alat yang dibutuhkan

sangat

dalam terapi ini dapat dijumpai di

sekitar

lingkungan sekitar korban bencana.

maka alternatif permainan kelompok

Play therapy juga bersifat universal

teman sebaya dapat dioptimalkan.

lebih

anak,
banyak

kemungkinan

terikat

dengan

untuk

lingkungan

terutama teman sebayanya,

sehingga akan mampu menjembatani


bias budaya yang mungkin terjadi

DAFTAR PUSTAKA

antara terapis dengan anak.

Anonim, 319 Personel Perdamaian


PBB Melakukan Pelecehan
Seksual,
http://www.rileks.com/ragam/
detnews/1122006044249.html,
diakses 05 Desember 2006a.

Meskipun

play

therapy

memiliki banyak kelebihan sebagai


layanan konseling bagi anak yang
mengalami PTSD, namun terdapat

Anonim, Apa itu Gangguan Tekanan


Lepas Kejadian Traumatik
(PTSD)?,http://www.cgh.co
m.sg/health_public/pamphlet/
Malay/PTSD/PTSD_
main1_new.html, diakses 04
Mei2005d.

beberapa hambatan yang mungkin


terjadi

dengan

adanya

kultur

masyarakat pedesaan di lereng Merapi,


diantaranya, yaitu: anak Merapi belum
terbiasa

mengekspresikan

emosi

mereka secara verbal, sehingga dalam


beberapa

kegiatan

play

Anonim.

therapy

bimbingan terapis sangat diperlukan.


Faktor

kultur

yang

kedua

terkait

21

2008.
Laporan
Hasil
Penelitian PTSD di Jawa
Tengah.
Badan
Litbang
Propinsi Jawa Tengah.

American Psychiatric Association


(APA). 1994. Diagnostic and
Statistical Manual of Mental
Disorders (4 th ed) Washington,
DC: Author.
Fauzia, Y., Wardhani, & Lestari, W.
2010. Gangguan Stres Pasca
Trauma
pada
Korban
Pelecehan
Seksual
dan
Perkosaan. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sistim dan
Kebijakan Kesehatan, Surabay
.journal.unair.ac.id/filerPDF/
Gangguan%20Stres%20Pasca
%20Trauma%20pada%20Kor
ban.pdf. Diakses 10 November
2010.

and Evidence (New York:


Cambridge University Press,
2000).
Kaplan,H.I., B. J. Sadock, J.A. Grebb
(1997), Sinopsis Psikiatri:Ilmu
Pengetahuan
Perilaku
Psikiatri Klinis, 2. Jakarta:
Binarupa Aksara.
Roan

Flannery, R.B. (1999) Psychological


trauma and post traumatic
stress Disorder: a.review,
International
Journal
of
Emergency Mental Health. 1
(2) p 77 82

,W.,
2003.
Melupakan
Kenangan
Menghapus
Trauma
dalam
Intisari,
Desember, http://www.jagajaga.com/anIjakTerkini. php?
ida= 65234, diakses 4 Mei
2005.

Rose, S, J. Bisson & S. Wessely,


Psychological Debriefing for
Preventing Post Traumatic
Stress

Geldard, K & Geldard, D. 2001.


Counseling Children, A Practical
Introduction.
London:
Sage
Publications Ltd
Landreth, G.L. 1991. Play therapy:
TheArt of the Relationship.
Indiana:
Accelerated
Development Inc
Landreth, G.L. 2001.Innovations in
Play therapy:Issues, Process, and
Special Populations. BrunnerRoutledge: Taylor & Francis
Sukmaningrum, E. 2001. Terapi
Bermain sebagai Salah Satu
Alternatif Penanganan Pasca
Trauma
Karena
Kekerasan
(Domestic Violence) Pada Anak.
Jurnal Psikologi. Vol. 8. No. 2,
14-23
Wilson
(ed.),
Psychological
Debriefing: Theory, Practice

22

Anda mungkin juga menyukai