Anda di halaman 1dari 12

Kisah Denni dan Selvi

Kek Pisang Villa Batam

Bersama Selvi (paling kanan) dan Denni (kedua dari kanan) di Hangzhou, China.

Sebagian besar Anda, khususnya Anda yang tinggal di Batam atau pernah ke Batam,
kemungkinan besar pernah mendengar Kek Pisang Villa Oleh-oleh Khas Batam atau bahkan
sudah pernah membeli kek pisang yang diproduksi dan dipasarkan oleh pasangan muda Denni
Delyandri dan Selvi Nurlia itu. Mereka berdualah yang pertama kali berani menyebutkan
produk yang dijualnya sebagai Oleh-oleh Khas Batam. Kisah pasangan Denni & Selvi dalam
membangun usahanya merupakah kisah perjuangan yang sarat dengan kegigihan,
pengorbanan, dan usaha keras serta kepedulian terhadap sesama. Bermula dari usaha yang
dimulai saat dia berusia 26 tahun, di sebuah rumah type 36, hingga saat ini mereka telah
membuka 12 gerai di Batam dan 4 gerai di Pakan Baru dengan total omzet harian mencapai Rp
100 juta.

Bersama Selvi (ketiga dari kanan berkerudung) & Denni (di belakang berkaca mata hitam), di The Bund Shanghai, China

Saya mengenal mereka di musim panas 2010 dalam perjalanan wisata selama 8 hari
mengunjungi kota Shanghai dan obyek-obyek wisata di kota-kota kecil sekitarnya. Mereka
adalah pasangan muda yang sangat ramah, mudah bergaul, dan enerjik. Walaupun mereka
berdua merupakan pasangan termuda dalam rombongan kami, tetapi mereka tidak mengalami
kesulitan berkomunisasi dalam kelompok. Hal tersebut menandakan mereka adalah pasangan
muda yang sudah matang kepribadiannya. Mereka cepat beradaptasi namun tetap memegang
erat kepatutan yang sesuai dengan agama yang dianutnya. Suhu di siang hari yang mencapai
40 derajat Celcius tidak menggoyahkan Selvi untuk tetap berpakaian selayaknya seorang
muslimah.

Denni, anak pertama dari dua bersaudara, lahir di Magelang pada 11 Juni 1980. Ayahnya,
Delyandri Rasyid (58 tahun), adalah seorang pensiunan PT Telkom. Sedangkan ibunya, Zul Eni
(57 tahun) seorang Pensiunan Muda Guru SMU. Ayahnya adalah seorang pekerja keras dan
sosok yang bertanggung jawab di mata seorang Denni. Ibunya sangat penyabar, yang selalu
mendoakan kesuksesan anak-anaknya, dan selalu memotivasinya agar menjadi yang terbaik
dalam hal apapun yang dipilihnya. Ibunya juga selalu mengingatkan dia agar tidak lupa berbagi
kepada yang membutuhkan.

Bakat kepemimpinannya sudah tampak sejak Denni masih duduk di Taman Kanak-kanak.
Denni kecil selalu menjadi murid pilihan guru-gurunya ketika sekolah membutuhkankomandan

upacara, ketua regu untuk Pramuka, atau mewakili sekolah untuk membawa bendera. Denni
mudah bergaul dengan teman-temannya. Dia sangat menyukai kegiatan mendaki
gunung. Saya pencinta alam, gunung-gunung di Sumatera Barat hampir semua pernah saya
daki. Sangat senang rasanya ketika bisa melihat matahari terbit (sunrise) di puncak gununggunung tersebut, ujarnya. Sumatera Barat. Ya, di Sumatera Barat, tepatnya di Universitas
Andalas di kota Padang Denni bertemu dengan Selvi, yang sekarang menjadi istrinya. Mereka
berdua sama-sama menjadi mahasiswa di Fakultas Teknik Elektro dan sama-sama lulus
menjadi Sarjana Teknik.

Selvi merupakan anak ke-5 dari 6 bersaudara. Lahir pada 11 Agustus 1980 di Tanjung Uban,
Pulau Bintan. Ayahnya adalah pegawai BUMN, yang mendidik anaknya dengan keras. Ayahnya
mendedikasikan waktu dan pikirannya agar keenam anaknya mendapatkan pendidikan hingga
sarjana. Bagi ayahnya, pendidikan adalah yang terutama yang harus diupayakan. Walaupun
untuk mencapai hal itu, ayahnya harus secara efektif membagi waktu antara bekerja dan
berdagang. Dari ibunya, Selvi mendapatkan pelajaran agama. Ibu mengajarkan saya tentang
agama yg kuat, taat kepada Allah, sholat tepat waktu, puasa dan berdoa. Bagaimana mengatur
waktu dengan baik, sehingga semua pekerjaan selaras dengan waktu kita, ujarnya Selvi.

Selvi kecil adalah anak yang pemalu, meski kerap mengikuti berbagai kompetisi, baik yang
bersifat formal seperti cerdas cermat maupun yang informal seperti lomba lari, acara kesenian,
dan lain-lain. Masa remaja Selvi dilalui tanpa banyak hal yang berkesan. Semua berlalu secara
biasa saja karena tinggal di kota kecil di Bintan. Semua perhatian tercurah
pada pelajaran. Namun saat itu Selvi sudah membangun mimpi. Mimpinya adalah suatu saat
dapat menghajikan orangtuanya, tidak terbelenggu pekerjaan tetapi dapat sesuka hati
melancong keluar negeri. Berkeliling dunia, bukan untuk belajar atau bekerja tapi hanya untuk
menikmati hidup. Aku tidak pernah membayangkan akan bekerja denganberbusana rapi,
seperti wanita modern saat ini, dan duduk di belakang meja sambil memegang komputer,
ujarnya. Mimpi itu mungkin karena pengaruh televisi di lingkungan tempat tinggal Selvi saat itu,
yang hanya dapat menangkap siaran dari Singapura danMalaysia saja. Minat Selvi
terhadap kuliner tergali melalui acara televisi Malaysia, yang merupakan acara favorit saat itu,
yaitu Cooking with Wan Muhammad.

Kehidupan pasangan Denni dan Selvi sudah dirancang sejak mulai berpacaran di bangku
kuliah. Mereka menargetkan lulus kuliah secepatnya. Dan berharap mendapat pekerjaan
dengan gaji yang tinggi sehingga dengan setahun bekerja dapat menikah dan mempunyai
rumah. Menjelang kelulusan mereka, sebuah perusahaan elektronik di Batam membuka
lowongan pekerjaan di kampus mereka. Denni dan Selvi sama-sama mendaftar. Namun, hanya
Denni yang diterima bekerja di Batam. Merantaulah Denni ke Batam, ujar Selvi.Saya kembali
ke rumah orangtua saya di Pulau Bintan, lanjutnya. Tak lama kemudian saya mendapat
pekerjaan. Kami bertemu setiap dua minggu, karena Batam-Bintan berbeda pulau dan harus
menggunakan speed boat untuk ke Bintan, jelas Selvi.

Semua berjalan sesuai harapan. Tidak lama bekerja mereka memberanikan diri
mengambil kredit rumah sederhana type 36 di kawasan Mukakuning, Batu Aji, Batam. Tepat
setahun bekerja mereka memutuskan menikah, sesuai rencana awal mereka.Setelah menikah
saya memutuskan keluar dari perusahaan tempat saya bekerja dan mengikuti suami ke Batam.
Inilah awal kehidupan berumah tangga yang kami lalui, kenang Selvi.

Di Batam, Selvi mencoba mencari-cari pekerjaan. Akhirnya dia diterima bekerja di


sebuahperusahaan Jepang yang memproduksi alat-alat infus dan sejenisnya. Sejujurnya saya
tidak begitu suka rutinitas selama bekerja. Rasa bosan selalu melanda saya. Di perusahaan
itu saya hanya bertahan dua bulan saja. Akhirnya saya memutuskan keluar. Kabar gembiranya
saya positif hamil, ujar Selvi sambil mengucap syukur. Setelah tidak lagi bekerja, seharian
di rumah membuat saya bosan, lanjutnya. Ditambah penghasilansuami yang pas-pasan. Bila
suami lembur paling banyak hanya mendapat Rp 3 juta-an. Belum lagi harus membayar cicilan
rumah dan biaya hidup di Batam yang tinggi. Inilah awalnya kami memutuskan
untuk mencoba-coba berjualan kecil-kecilan, tutur Selvi.

Usaha pertama mereka adalah menjual kerupuk udang yang digoreng dan dikemas
sendiri. Akhirnya saya punya kesibukan ketika sendirian di rumah, yaitu menggoreng kerupuk,
ujar Selvi sambil tersenyum. Semua kami lakukan dengan semangat, tambah Selvi. Malam
harinya mereka mengemas kerupuk-kerupuk itu agar pagi hari sebelum
bekerja Denni bisa memasarkan kerupuk tersebut. Denni menitipkannya di warung-warung
pinggir jalan, rumah makan padang yang kecil, warung sembako, dan sebagainya.Kami

mempunyai lebih dari 20 titik lokasi penitipan. Sebenarnya hasilnya lumayan untukmenambah
penghasilan kami, tapi terasa sangat berat dalam kondisi triwulan pertama kehamilan, jelas
Selvi. Kebetulan kegiatan Denni di pabrik kembali padat. Akhirnya setelah 3 bulan berjualan
kerupuk udang mereka memutuskan berhenti.

Untuk sementara mereka cooling down. Selvi hanya istirahat dan fokus pada kehamilan
pertamanya. Tapi, kondisi itu tidak bertahan lama. Rasa suntuk dan bosan yang dirasakan Selvi
mendorong mereka untuk memulai usaha lagi. Kali ini mereka menjual kue klepon. Selvi yang
membuatnya di rumah dan Denni yang memasarkan di pabrik-pabrik. Satu demi satu
usaha mereka coba agar mendapatkan penghasilan tambahan, termasukberjualan makanan
untuk sarapan pagi. Ketika bayi pertama mereka, Faza Mutiara Denni,lahir keadaan bertambah
berat karena biaya perawatan bayi yang luar biasa mahal. Akhirnya mereka memberanikan diri
untuk membuka rumah makan padang dengan uanghasil pinjaman ke beberapa pihak. Kami
menerapkan sistem bagi hasil kepada karyawan kami, kata Selvi.

Usaha rumah makan tidak berjalan mulus seperti harapan mereka. Rumah makan, yang
mereka namakan Tanamo hanya bertahan dua bulan saja karena kekurangan modal dan tidak
fokus dalam mengelolanya. Inilah kerugian pertama kami yang alhamdulillah cukup besar,
tutur Selvi. Lagi-lagi mereka mengalami kegagalan. Tapi semua itu tidak melunturkan niat kami
untuk berhenti berusaha. Saya memberi dua pilihan ke suami saya;ingin terus bekerja ya jadi
manager yang baik atau jika ingin memiliki usaha sendiri maka tinggalkan pekerjaan, bersamasama kita fokus menjalani bisnis kita, kata Selvi saat itu.Selvi meyakini bahwa pada dasarnya
setiap kegiatan yang dilakukan dengan tidak sungguh-sungguh maka hasil yang didapat juga
tidak akan maksimal.
Kami berdua mempunyai cita-cita yang sangat tinggi. Jika hanya menjadi karyawan, makacitacita ini kemungkinan besar akan hanya menjadi mimpi. Kami memiliki keinginan yang sama,
yaitu bagaimana di hidup yang sekali ini benar-benar bisa bermanfaat buat banyak orang, kata
Denni. Berawal dari kegelisahaan itulah saya mulai mencari jalan, karena saya paham pasti
ada sesuatu yg salah dalam hidup saya ketika itu (cita-cita semakin jauh dari kenyataan). Saya
mulai mencari jawaban melalui buku, teman, dan sebuah organisasi yang dapat dikatakan
mengubah pola pikir saya dari sebagai karyawan menjadi seorang pengusaha. Organisasi itu
bernama Entrepreneur Association (EA), jelas Denni. Saya bergabung di sana. Teman-teman

saya berubah, yang dulunya kebanyakan teman-teman karyawan, sekarang saya punya
banyak teman di kalangan pengusaha. Itulah yang membuat saya bercita-cita, suatu saat saya
harus bisa menjadi seperti mereka, bahkan lebih, jelas Denni dengan antusias.

Akhirnya di tahun 2006, Denni memilih untuk sama-sama fokus berwirausaha. Langkah
awal mereka adalah mendirikan usaha event organizer, dengan pertimbangan usaha EOtidak
memerlukan modal yang besar. Karena kami memang tidak punya cukup uang saat itu, kata
Selvi. Semua kami pelajari secara otodidak, lanjut Selvi. Dia membeli buku dengan
judul Cara Berbisnis EO Dengan Mudah. Hanya itu yang kami miliki, aku
Selvi.Event pertama mereka adalah seminar motivasi. Itulah pengalaman pertama kami yang
sangat lucu. Kami belum pernah mengikuti seminar, konsep riil suatu acara tidak tergambar
detail. Alhamdulillah acara kami sukses walaupun secara financial kami rugi besar. Lagi-lagi
pembelajaran bermanfaat bagi kami. Acara demi acara mereka
adakan.Ada yang berhasil dan ada yang sepi peserta. Semua dilaluinya dengan suka
cita. Pagi-pagi saat selesai berbenah menyiapkan segala keperluan si kecil Iara, kami
bergegas untuk mencari sponsor dan update acara kami. Si kecil Iara kami titipkan sementara
di penitipan anak. Akhirnya rutinitas ini membuat kami kewalahan juga, karena ternyata tidak
berbeda dengan kerja di kantoran, bahkan yang lebih susahnya lagi harus menitipkan
anak, tutur Selvi.

Gerai pertama di Batu Aji masih eksis hingga saat ini.

Awal tahun 2007 mereka terpikir untuk membuat usaha yang pemasukannya
harian. Prinsipnya, saya mencari usaha yang arus kasnya harian, ujar Denni. Denni ingin
membuka kursus yang akan diberi nama Entrepreneur Course atau e-course. Selvi memilih
untuk membuat jajanan yang bisa dititipkan ke warung-warung di sekitar komplek
perumahan.Selvi membuat banana cake yang dijual per porong 1000
rupiah. Melihatperputaran usaha banana cake ini bagusmaka Denni memutuskan untuk sama sama fokus membesarkan banana cakedengan merek VILLA, yang diambil darinama
perumahan tempat mereka tinggal. Setelah sama-sama terjun mengelolabanana
cake, mereka memutuskan untuk menjual dengan sistem kemitraan, setiap mitra yang menjual
per loyang kue akan mendapat fee 3000 rupiah. Alhamdulillah, pesanan pertama kami 40
loyang dari tetangga sebelah rumah, kenang Selvi. Senang bercampur bingung, karena saat
itu kapasitas produksi kami hanya 4 loyang sekali bakar dan prosesnya perlu waktu 1
jam. Pesanan kami kebut semalaman, berlangsung lebih kurang 2 mingguan
sampai akhirnya kami memutuskan untuk mengutang oven berukuran besar ke pemilik toko
sembako tempat kami mengambil barang dagangan. Kamipun merekrut karyawan, sampai
akhirnya dalam rumah type 36, kami mempekerjakan 6 orang.Walaupun ramai dan keadaan
rumah menjadi sumpek karena harus berbagi antara kerja dan anak, tetapi alhamdulillah
semua berjalan lancar, si kecil Iara tetap dalam pengawasan, ujar Selvi. Setelah lebih kurang
3 bulan kami memutuskan untuk mengambil pinjaman ke Bank, kredit tanpa agunan
sebesar Rp 40 juta. Uang itu yang kami pergunakan untuk menyewa sebuah ruko di depan
perumahan kami Villa Mukakuning. Alhamdulillah keadaan bertambah baik. Setidaknya ketika
itu banana cake kami telah menghasilkan omzet Rp 2 jt per hari. Tapi setelah 6 bulan pasar
mulai lesu, minat terhadap banana cake kami mulai menurun sehingga omset kami turun
drastis, bahkan ketika itu kami kekurangan dana untuk operasional membayar gaji karyawan
dan sewa ruko. Akhirnya mobil butut kami yang kami pakai untuk berjualan ke instansi-instansi
terpaksa kami jual dengan harga murah.

Alih-alih putus asa, mereka tetap gigih dalam berusaha. Mimpi mereka merupakan sumber
energi yang tak ada habisnya untuk terus berikhtiar. Allah Maha Adil ketika kita tetap fokus dan
menyakini impian kita jawaban-Nya selalu ada, tutur Selvi. Suatu hari adapelanggan kami
yang hendak berangkat ke Medan. Dia membeli 4 loyang banana cake. Ia minta dibungkus
yang rapi agar mudah dibawa karena dia menjadikan cake kami sebagaioleh-

oleh di kampungnya. Inilah awal terlintas mempopulerkan banana cake kami sebagai oleh-oleh
khas Batam. Nama banana cake kami ganti dengan kek pisang sesuai denganbahasa melayu.
Lahirlah Kek Pisang Villa Oleh-oleh Khas Batam.

Denni dan Selvi mencoba menembus pasar dengan cara memposisikan kek pisang sebagai
buah tangan atau oleh-oleh khas yang harus dibawa ketika meninggalkan Batam. Mereka
berpikir jika bika ambon, yang bukan makanan asli Medan, bisa menjadi makanan khas Medan
mengapa mereka tidak bisa menjadikan kek pisang menjadi makanan khas
Batam? Kami berusaha bagaimana agar masyarakat dan pendatang di kota Batam aware
terhadap produk kami, Kek Pisang Villa sebagai oleh-oleh khas kota Batam, tutur
Selvi.Serangkaian aktifitas komunikasi dipergencar. Awalnya masyarakat Batam memandang
ini hanya reka-rekaan saja. Bahkan ada yang datang khusus untuk mencacimaki produk kami,
lanjut Selvi. Namun, Denni dan Selvi bergeming. Sedikit demi sedikit kepercayaan mulai
tumbuh kepada Kek Pisang Villa. Dengan perubahan positioning akhirnya penjualan Kek
Pisang Villa mulai bergairah kembali. Melihat respon pelanggan yang cukup bagus dan
keunikan produk mereka memberanikan diri untuk membuka 3 cabang lagi di daerahBatam
Centre, Nagoya, dan Penuin di tahun 2008. Ekspansi mereka dapat dilakukandengan bantuan
pihak Bank yang telah mulai percaya kepada mereka. Tiga gerai bisa kami buka dalam waktu
3 bulan, tutur Selvi. Tantangan dan resiko yang kami ambil semakin besar, imbuhnya. Belum
genap sebulan sambutan pasar sangat bagus.Alhamdulillah prestasi pertama yang kami ukir
adalah sebagai Pemenang III Wirausaha Muda Mandiri 2008, ujar Selvi. Perkembangan pesat
usaha kami rasakan setelah mengikuti pelatihan-pelatihan yang diberikan. Kami banyak
berkenalan dengan teman-teman dari seluruh Indonesia yang seirama sehingga momentum
positif tetap terjaga. Ini juga yang membawa saya akhirnya masuk sebagai member dari
Women Entreprenuer Club ( WEC), tutur Selvi.Tahun 2009 mereka membuka oulet ke5 di Bandara Hang Nadim. Gerai ke-6 dibuka awal tahun 2010 di kawasan Sei Panas.

Perpaduan pasangan Denni dan Selvi dengan nilai-nilai yang dianutnya memang
menghasilkan sinergi yang luar biasa. Sinergi saya dan istri membuat usaha kami cepat
berkembang. Strategi kami rancang bersama agar usaha kami layak naik kelas, dari usaha
rumahan menjadi bisnis yang patut diperhitungkan. Tapi inilah tantangan kami bagaimana
produk kami layak dan patut diperhitungkan, tutur Denni. Ketika awal kami mulai membangun
sistem, saya memang agak kerepotan mengatur waktu antar pekerjaan

rumah, mengurus anak dan berusaha. Bahkan ketika saya sedang hamil anak kedua kami. Tapi
saya tetap menikmatinya, karena pada dasarnya segala sesuatu yang kita kerjakan sesuai
passion kita hasilnya adalah sukacita. Saya masih melobi klien saya, ketika hamil besar. Saat
pengantaran kek keesokan harinya saya malah melahirkan, kenang Selvi.

Denni dan Selvi terus mengembangkan usaha mereka. Tahun 2011 mereka melebarkan
usahanya ke Pakanbaru dengan mengembangkan merek dagang Viz Cake, yang mengolah
durian menjadi aneka jenis kue. Kegigihan dan kerja keras pasangan muda Denni dan Selvi
saat ini telah berbuah manis. Saat saya menulis artikel ini, gerai Kek Pisang Villa telah tumbuh
menjadi 10 gerai di penjuru Batam, yaitu di Batu Aji, Batam Center, Tiban, Nagoya (2 gerai),
Penuin, Botania, Bandara Hang Nadim (2 gerai), dan Sei Panas. Dan dua gerai baru Kek
Pisang Villa di Tanjung Pinang. Merek Viz Cake yang baru digarap sejak Mei 2012 untuk pasar
Pekan Baru pun telah hadir di 4 gerai. Kami merancang usaha ini dengan sistem dimana kami
tidak masuk di dalamnya, bahkan kami tidak mempunyai ruangan khusus
sendiri.Kami memposisikan diri kami sebagai konseptor, selebihnya dijalankan oleh
professional, ujar Selvi.

Sederet penghargaan pun telah diraihnya. Tercatat penghargaan yang telah mereka
raih;ASEAN Business Award Kategori SME (2011), Marketing Award (Market Driven
Company, 2011), 1st Winner Indonesia Future Woman Business Leader (2011),Rekor
Bisnis sebagai Pelopor dan Produsen Terbesar Makanan Oleh-oleh Khas Batam
(2011), 1st Winner Ernst & Young Entrepreneurial Winning Woman (2010),Asia Pasific
Entrepreneurship (2010), The Indonesia Small & Medium Business Entrepreneur
Award (2010), Siddhakarya (2010), Entrepreneurship UKM Award(2010), 2nd Winner Young
Marketer Championship (2009), dan Pemenang III Wirausaha Muda Mandiri (2008).
Sebagian mimpi mereka pun sudah diraihnya. Mereka sudah menunaikan ibadah haji pada

tahun 2011 yang lalu. Mimpi untuk menghajikan kedua orangtuapun sudah tercapai. Kedua
orangtua Selvi menunaikan ibadah haji pada tahun 2010, sedangkan kedua orangtua Denni
dijadualkan di tahun 2013. Melancong ke beberapa negara pun sudah mereka nikmati,
walaupun sampai artikel ini ditulis tercatat mereka sudah melancong ke 19 negara di Asia dan
Eropa.

Denni & Selvi bersama karyawannya

Walaupun mereka telah menikmati kesuksesan, mereka tetap rendah hati. Suasana
kekeluargaan begitu kental terasa dalam hubungannya dengan karyawannya. Hubungan
emosional kami dengan karyawanbegitu dekat. Bahkan mereka memanggil kami dengan
sebutan umi-abi (sama seperti anak-anak kami memanggil kami). Saya lebih konsen
membangun dan meningkatkan taraf hidup karyawan kami dan berusaha mensejahterakan
mereka. Bagi saya, pemimpin adalah bagaimana cara kita melayani bawahan kita, bukan
sebaliknya, ujar Selvi. Mereka berbagi dengan sekitar 225 karyawan dari berbagai latar
belakang. Selain itu juga dalam usahanya mereka berbagi rejeki dengan lebih dari 100 UKM
yang menitipkan produk dagangannya di gerai-gerai mereka.

Prinsip berbagi kepada mereka yang membutuhkan, yang didapat dari ibunda Denni sungguhsungguh diterapkan oleh Denni dan Selvi. Banyak hal yang dilakukan mereka, antara lain
kegiatan Peduli Dhuafa dengan membagi-bagikan sembako kepada kaum Dhuafa, kegiatan
Nikah Massal, Anak Asuh, Sunat Massal, dan sederet kegiatan sosial lainnya. Perbanyaklah
berbagi kepada sesama, jangan kikir. Sedekah mengurangi bala. Itu yang kami lakukan ketika
mulai usaha hingga saat ini, ujar Selvi.

Selvi selalu ingat pada pesan ibunya untuk mengatur waktu dengan baik. Walau
bagaimanapun keluarga, anak-anak menjadi prioritas utama. Memantau perkembangan anakanak, sehingga jangan sampai mereka kehilangan sosok kita yang melahirkan mereka.
Meluangkan waktu untuk bisa berdiskusi dengan mereka dengan penuh kehangatan dan kasih
sayang itu adalah hal yang penting dalam keseharian. Karena saya suka memasak, saya
luangkan waktu untuk bisa memasak makanan kesukaan anak-anak dan suami tentunya.
Mencoba menu-menu baru adalah hobi saya, lanjut Selvi.

Denni dan Selvi adalah Sang Pemenang. Dengan keuletan, kegigihan, pengorbanan, dan
usaha keras serta kepedulian terhadap sesama telah mengangkat kehidupan mereka dari
seorang Denni berstatus karyawan dengan gaji Rp 2,5 juta/bulan menjadi pengusaha muda
dengan omzet mencapai Rp 3 milliar per bulan, from nothing to something. Jangan berharap
keadaan menjadi lebih baik, namun berharaplah kita yang menjadi lebih baik, maka segalanya
akan jauh lebih mudah. Selalu belajar, berikthiar dan berdoa. Man jadda wa jada (siapa yang
bersungguh-sungguh pasti akan berhasil, pesan Denni. Kalau gagal anggap saja kita belum
pantas untuk naik kelas sehingga masih harus belajar banyak. Jangan stress dan mati
gaya. Lihat, masih banyak orang yang tidak seberuntung kita. Keep moving dan imani bahwa
usaha kita pasti akan ada hasilnya. Just FIGHT tidak ada kata menyerah untuk berhenti
belajar, tambah Selvi.

Dan perjalanan kesuksesan Sang Pemenang adalah perjalanan tak berujung hingga Tuhan
memanggil kita kembali ke haribaan-NYA. Demikian juga pasangan Denni dan Selvi. Mereka
terus bergerak memajukan usaha dan berbagi. Visi kami di tahun 2015 adalah VILLA
INDONESIA hadir di 40 kota di Indonesia, dengan tetap fokus di bidang makanan khas daerah
atau oleh-oleh, ujar Selvi. Insya Allah. Amin ya robbalalamin, tutup Denni.

Salam Pemenang!

Anda mungkin juga menyukai