Makalah Spondilitis TB
Makalah Spondilitis TB
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya, makalah ini dapat
diselesaikan tepat waktu.
Ucapan terima kasih dan penghargaan penyusun ucapkan kepada dr. Irina Kemala
Nasution, Sp.S sebagai pembimbing di Departemen Neurologi RSUP. Haji Adam Malik
Medan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan waktunya dalam membimbing
dan membantu selama pelaksanaan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
segala kritik dan saran yang membangun atas laporan kasus ini dengan senang hati penyusun
terima. Penyusun memohon maaf atas segala kekurangan yang diperbuat dan semoga
penyusun dapat membuat makalah lain yang lebih baik di kemudian hari.
Akhir kata, penyusun berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................................. ii
Daftar isi............................................................................................................................. iii
Bab I Pendahuluan.......................................................................................................... 1
Bab II Tinjauan Pustaka................................................................................................... 2
2.1. Definisi ............................................................................................................
2.2. Epidemiologi ...................................................................................................
2.3. Etiologi ............................................................................................................
2.4. Patogenesis.......................................................................................................
2.5. Manifestasi Klinis.............................................................................................
2.6. Pemeriksaan Penunjang ...................................................................................
2.7. Diagnosis..........................................................................................................
2.8. Penatalaksanaan ...............................................................................................
2.9. Prognosis .........................................................................................................
2
2
2
2
4
5
6
6
8
...........................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
Spondilitis tuberkulosa atau tuberculosis spinal yang dikenal pula dengan nama Potts
disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis merupakan suatu penyakit yang
banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang lebih 3 juta kematian terjadi setiap
tahunnya dikarenakan penyakit ini.
Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh Percival Pott pada tahun 1779 yang
menemukan adanya hubungan antara kelemahan alat gerak bawah dengan kurvatura tulang
belakang, tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil tuberkulosa hingga
ditemukannya basil tersebut oleh Koch tahun 1882, sehingga etiologi untuk kejadian tersebut
menjadi jelas.
Di waktu yang lampau, spondilitis tuberkulosa merupakan istilah yang dipergunakan
untuk penyakit pada masa anak-anak, yang terutama berusia 3-5 tahun. Saat ini dengan
adanya perbaikan pelayanan kesehatan, maka insidensi usia ini mengalami perubahan
sehingga golongan umur dewsa menjadi lebih sering terkena dibandingkan anak-anak.
Terapi konservatif yang diberikan pada pasien tuberkulosa tulang belakang
sebenarnya memberikan hasil yang baik, namun pada kasus-kasus tertentu diperlukan
tindakan operatif serta tindakan rehabilitasi yang harus silakukan dengan baik sebelum
ataupun setelah penderita menajalani tindakan operatif.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang
Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO, kasus baru TB di dunia lebih dari 8 juta per tahun.
Etiologi
Tuberkulosis
merupakan
penyakit
infeksi
yang
disebabkan
oleh
kuman
3. Faktor toksik
Perokok tembakau dan peminum alkohol akan mengalami penurunan daya tahan
tubuh. Demikian pula dengan pengguna obat kortikosteroid atau immunosupresan lain.
4. Penyakit
Adanya penyakit seperti infeksi HIV, diabetes, leprosi, silikosis, leukemia
meningkatkan resiko terkena penyakit tuberkulosa.
5. Lingkungan yang buruk (kemiskinan)
Kemiskinan mendorong timbulnya suatu lingkungan yang buruk dengan pemukiman
yang padat dan kondisi kerja yang buruk disamping juga adanya malnutrisi, sehingga akan
menurunkan daya tahan tubuh.
6. Ras
Ditemukan bukti bahwa populasi terisolasi contohnya orang Eskimo atau Amerika
asli, mempunyai daya tahan tubuh yang kurang terhadap penyakit ini.
2.5.
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa yaitu:
a. Badan lemah, lesu, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun.
b. Suhu subfebril terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada punggung. Pada anakanak sering disertai dengan menangis pada malam hari.
c. Pada awal dijumpai nyeri interkostal, nyeri yang menjalar dari tulang belakang ke
garis tengah atas dada melalui ruang interkostal. Hal ini disebabkan oleh tertekannya
radiks dorsalis di tingkat torakal.
d. Nyeri spinal menetap dan terbatasnya pergerakan spinal. Deformitas pada punggung
(gibbus).
e. Pembengkakan setempat (abses)
f. Adanya proses TBC. Kelainan neurologis yang terjadi pada 50% kasus spondilitis
tuberkulosa karena proses destruksi lanjut berupa:
i.
Paraplegia, paraparesis, atau nyeri radiks saraf akibat penekanan medulla
ii.
2.6.
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis
Diagnosis spondilitis TB dapat ditegakkan dengan jalan pemeriksaan klinis secara
lengkap termasuk riwayat kontak dekat dengan pasien TB, epidemiologi, gejala klinis dan
5
pemeriksaan neurologi. Metode pencitraan modern seperti X-ray, CT scan, MRI dan
ultrasound akan sangat membanti menegakkan diagnosis spondilitis TB, pemeriksaan
laboratorium dengan ditemukan basil Mycobacterium tuberculosis akan memberikan
diagnosis pasti.
2.8.
Penatalaksanaan
Pada prinsipnya pengobatan spondilitis tuberkulosa harus dilakukan segera untuk
menghentikan progresivitas penyakit dan mencegah atau mengkoreksi paraplegia atau defisit
neurologis. Prinsip pengobatan Pottds paraplegia yaitu:
1.
2.
3.
4.
ii.
Kategori II untuk penderita BTA (+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan,
termasuk penderitayang kambuh.
a) Tahap 1 diberikan Streptomisin 750 mg, INH 300 mg, Rifampisin 450 mg,
Pirazinamid 1500 mg, danEtambutol 750 mg setiap hari. Streptomisin injeksi hanya 2
bulan pertama (60 kali) dan obat lainnyaselama 3 bulan (90 kali).
b) Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg, dan Etambutol 1250 mg 3 kali
seminggu selama 5bulan (66 kali).Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila
keadaan umum penderita bertambah baik, LED menurun danmenetap, gejala-gejala
klinis berupa nyeri dan spasme berkurang, serta gambaran radiologis
ditemukanadanya union pada vertebra.
2. Terapi operatifa.
a. Apabila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah
semakin berat. Biasanya 3minggu sebelum operasi, penderita diberikan obat
tuberkulostatik.
b. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka,
debrideman, dan bone graft.
c. Pada pemeriksaan radiologis baik foto polos, mielografi, CT, atau MRI ditemukan
adanya penekanan padamedula spinalis (Ombregt, 2005).Walaupun pengobatan
kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita spondilitis tuberkulosa
tetapioperasi masih memegang peranan penting dalam beberapa hal seperti apabila
terdapat cold absces (abses dingin),lesi tuberkulosa, paraplegia, dan kifosis.
a. Cold absces
Cold absces yang kecil tidak memerlukan operasi karena dapat terjadi resorbsi spontan
dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah.
b. Lesi tuberkulosa
i.
Debrideman fokal.
ii.
Kosto-transveresektomi.
iii.
c. Kifosis
i.
ii.
Laminektomi.
iii.
Kosto-transveresektomi.
iv.
Operasi radikal.
v.
Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang.Operasi kifosis dilakukan
apabila terjadi deformitas hebat. Kifosis bertendensi untuk bertambah berat,terutama
pada anak. Tindakan operatif berupa fusi posterior atau operasi radikal.
2.9.
Prognosis
Prognosa pasien dengan spondilitis tuberkulosa sangat tergantung dari usia dan
kondisi kesehatan umum pasien, derajat berat dan durasi defisit neurologis serta terapi yang
diberikan.
a. Mortalitas
Mortalitas pasien spondilitis TB mengalami penurunan seiring dengan ditemukannya
kemoterapi (menjadi kurang 5%, jika pasien didiagnosa dini dan patuh dengan
regimen terapi dan pengawasan ketat).
b. Relaps
Angka kemungkinan kekambuhan pasien yang diterapi antibiotik dengan regimen
medis saat ini dan pengawasan yang ketat hampit mencapai 0%.
c. Kifosis
BAB III
KESIMPULAN
Spondilitis TB adalah merupakan masalah penyakit yang kompleks dengan
manifestasi klinis yang bervariasi. Walaupun insidensi spinal tuberkulosa secara umum di
dunia telah berkurang pada beberapa dekade belakangan ini dengan adanya perbaikan
distribusi pelayanan kesehatan dan perkembangan regimen kemoterapi yang efektif, penyakit
9
ini akan terus menjadi suatu masalah kesehatan di negara-negara yang belum dan sedang
berkembang dimana diagnosis dan terapi tuberkulosa sistemik mungkin dapat tertunda.
Kemoterapi yang tepat dengan obat antibuberkulosa biasanya bersifat kuratif, akan
tetapi morbiditas yang berhubungan dengan deformitas spinal, nyeri dan gejala sisa
neurologis dapat dikurangi secara agresif dengan intervensi operasi, program rehabilitasi
serta kerja sama yang baik antara pasien, keluarga dan tim kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim.
Tuberculosis.
Didapat
dari
10
2. Anonim.
Tuberculosis
spondylitis.
Didapat
dari
http://
dari
11